Induksi Pertumbuhan Tunas dari Eksplan Anggrek Dendrobium heterocarpum Lindl. dengan Pemberian Hormon Zeatin dan NAA.

(1)

i

INDUKSI PERTUMBUHAN TUNAS DARI EKSPLAN

ANGGREK

Dendrobium heterocarpum

Lindl. DENGAN

PEMBERIAN HORMON ZEATIN DAN NAA

Skripsi

Sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Biologi FMIPA Universitas Udayana

Oleh

Ni Luh Putu Kayika Febryanti 1208305023

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

BALI

2016


(2)

ii SKRIPSI

INDUKSI PERTUMBUHAN TUNAS DARI EKSPLAN ANGGREK

Dendrobium heterocarpum Lindl. DENGAN PEMBERIAN HORMON ZEATIN DAN NAA

Oleh

Ni Luh Putu Kayika Febryanti 1208305023

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji dan telah dinyatakan lulus pada tanggal 4 Mei 2016

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Ida Ayu Astarini, M.Sc., Ph.D Dr. Ir. Made Ria Defiani, M.Sc (Hons) NIP. 19680327 199302 2 001 NIP. 19660820 199303 2 002

Mengesahkan

Ketua Program Studi Biologi FMIPA Universitas Udayana

Dwi Ariani Yulihastuti, S.Si., M.Si NIP. 19730711 199802 2 002


(3)

iii KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Induksi Pertumbuhan Tunas dari Eksplan Anggrek Dendrobium heterocarpum Lindl. dengan Pemberian Hormon Zeatin dan NAA” sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mencapai derajat Sarjana S-1 di Program Studi Biologi FMIPA Universitas Udayana.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis banyak mengalami hambatan tetapi berkat dorongan berbagai pihak penulis dapat menyelesaikannya. Untuk itu pada kesempatan yang baik ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Yth. Ibu Ir. Ida Ayu Astarini, M.Sc., Ph.D. selaku pembimbing I atas ide-ide,

serta bimbingan dan semangat selama persiapan proposal, penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.

2. Dr. Ir. Made Ria Defiani, M.Sc (Hons) selaku dosen pembimbing II atas masukan, saran, dan bimbingan serta semangat selama penulisan skripsi ini. 3. Yth. Ibu Dr. Dra. Eniek Kriswiyanti, M.Si., Ibu Ni Luh Arpiwi S.Si, M.Sc.,

Ph.D., dan Ibu Dr. Ni Luh Suriani, S,Si., M,Si selaku penguji I, penguji II dan penguji III yang telah memberikan masukan, kritik dan saran selama penyusunan hingga penyelesaian skripsi ini.

4. Yth. Ibu Dr. Dra. Ni Putu Adriani Astiti, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan nasehatnya.

5. Yth. Ibu Dwi Ariani Yulihastuti, S.Si., M.Si., dan Ibu Ni Made Suartini, S.Si., M.Si selaku ketua dan sekretaris Program Studi Biologi atas bantuannya dalam kelancaran administrasi selama persiapan, penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.

6. Yth. Drs. Ida Bagus Suaskara M.Si. selaku Dekan FMIPA Universitas Udayana atas bantuannya dalam kelancaran administrasi selama penyusunan hingga penyelesaian skripsi ini.


(4)

iv 7. Ayah I Ketut Renaya, Ibu Desak Putu Wardani, Adik Made Dimas Adi Krisna dan Komang Surya Adi Reinaya atas bantuan, dukungan dan semangat selama penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.

8. Vemy Claudia, S.Si., Yuli Setiawati, S.Si., Ni Putu Yuni Astriani, S.Si., M.Si, Lucia Emy Octavia S.Si dan Kadek Desi Kartika S.Si atas bantuan, dukungan, nasehat dan masukan selama penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.

9. Teman-teman Angkatan 2012, Ni Ketut Mas Suratniasih, Ni Kadek Losiani, I Gusti Putu Diah Purnama Sari, Ruth Ellisa Christiani, Wiwik Sinta Devi, Diah Kharismawati Djereng, Eka Budi Mursafitri dan Ni Wayan Bella Handayani atas dukungan dan masukan selama penelitian, penyusunan hingga penyelesaian skripsi ini.

10.Seluruh dosen pengajar, staf pegawai dan rekan- rekan serta semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu, yang telah banyak memberikan dukungan selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna sehingga penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat konstruktif bagi penyempurnaan skripsi ini. Atas perhatiannya, penulis mengucapkan terimakasih.

Jimbaran, Mei 2016


(5)

v ABSTRAK

Anggrek Dendrobium heterocarpum Lindl. kini mulai sulit ditemukan akibat adanya eksploitasi sehingga kelangkaan anggrek spesies ini merupakan permasalahan yang harus segera diatasi. Salah satu solusi dalam perbanyakan anggrek D. heterocarpum Lindl. adalah dengan teknik kultur in vitro. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh kombinasi antara hormon Zeatin dan NAA pada media dasar Murashige dan Skoog (MS) terhadap multiplikasi tunas anggrek. Penelitian dilaksanakan pada November 2015 hingga Maret 2016 di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan, Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Udayana. Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 20 kombinasi perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan terdiri atas penambahan Zeatin dan NAA dengan 5 konsentrasi Zeatin (0, 0,1, 0,5, jagung manis dan jagung hibrida sebagai Zeatin alami); 4 konsentrasi NAA (0, 0,05 , 0,1 dan 0,5). Data berupa jumlah tunas, jumlah akar dan vigor eksplan. Data kuantitatif berupa jumlah daun dan tinggi tunas pada umur 12 MST dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) dan jika berbeda nyata diuji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Media Z5N3 berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun dan tinggi tunas serta media terbaik dalam pertumbuhan jumlah akar. Kombinasi hormon yang mampu merangsang multiplikasi tunas baru anggrek terbaik adalah pada media Z4N3 dan Z5N1.

Kata kunci: Multiplikasi tunas, kultur in vitro, D. heterocarpum Lindl., hormon tumbuh


(6)

vi ABSTRACT

Dendrobium heterocarpum Lindl. is a native orchid in Indonesia. Its population continue to decline due to unsustainable exploitation. One solution to increase its population is via in vitro technique propagation. This research aimed to determine effect of hormone addition (Zeatin and NAA) to induce shoot multiplication of D. heterocarpum Lindl. grown in Murashige and Skoog (MS) basic medium. The research was conducted in Tissue Culture Laboratory, Department of Biology, Faculty of Mathematics and Science, Udayana University from November 2015 until March 2016. The experiment employed Completely Randomized Design (CRD) with 20 combinations of treatments, with three replicates each treatment. The treatment werer addition of Zeatin and NAA, with five concentrations of Zeatin (0, 0.1, 0,5, sweet corn and hybrids corn as the natural Zeatin); four NAA concentrations (0, 0,05, 0,1 and 0,5). Variable recorded include such as the number of shoots, roots and explant’s vigor. The quantitative data which include number of leaves and shoots after 12 weeks, were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA); and if significantly different, tested further using Duncan Multiple Range Test (DMRT) at 5% level. Z5N3 medium revealed significantly different on amount of leaves and shoot height and also the best medium on amount of roots. Best hormone combination that can induce multiplication of new shoots are medium Z4N3 and Z5N1.

Key words: Shoots multiplication, in vitro technique, D. heterocarpum Lindl. Plant hormone


(7)

vii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Anggrek ... 5

2.1.1. Anggrek D. heterocarpum Lindl. ... 7

2.2. Kultur Jaringan ... 8

2.3. Subkultur ... 10

2.4. Media Kultur Jaringan... . 10

2.5. Hormon ... 11

III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pengumpulan Data... 13

3.1.1. Waktu dan tempat penelitian. ... 13

3.1.2. Pembuatan larutan stok ... 13

3.1.3. Pembuatan media MS ... 14

3.1.4. Persiapan penelitian ... 14


(8)

viii

3.1.4.2. Sterilisasi alat ... 14

3.1.5. Penanaman eksplan ... 15

3.1.6. Pemeliharaan eksplan ... 15

3.1.7. Rancangan penelitian ... 15

3.1.8. Variabel pengamatan ... 16

3.1.9. Skoring vigor eksplan ... 17

3.1.10. Pengamatan perkembangan anatomi eksplan ... 17

3.2. Metode Pengolahan Data ... 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Eksplan Anggrek D. heterocarpum Lindl. pada Media Murashige and Skoog (MS) dengan Penambahan Hormon Zeatin dan NAA ... 19

4.1.1. Jumlah akar ... 19

4.1.2. Jumlah daun ... 21

4.1.3. Tinggi tunas ... 23

4.1.4. Pengamatan vigor eksplan ... 25

4.2. Kombinasi Hormon yang Optimum untuk Merangsang Multiplikasi Tunas Baru Anggrek ... 28

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 31

5.2. Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32


(9)

ix DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Kombinasi konsentrasi Zeatin dan NAA ... 16 Tabel 2. Pengaruh kombinasi hormon Zeatin dan NAA terhadap jumlah

daun pada umur 12 MST... 22 Tabel 3. Pengaruh 20 kombinasi hormon Zeatin dan NAA terhadap tinggi

tunas pada umur 12 MST ... 24 Tabel 4. Frekuensi pertumbuhan individu pada tiap skor eksplan umur


(10)

x DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Morfologi bunga anggrek ... 7 Gambar 2. Tanaman Dendrobium heterocarpum Lindl. (A) dan bunga

Dendrobium heterocarpum Lindl. (B) ... 8 Gambar 3. Eksplan tunas D. heterocarpum Lindl. diukur dengan

millimeter block ... 15 Gambar 4. Pengukuran tunas ... 16 Gambar 5. Skoring vigor eksplan... 17 Gambar 6. Akar Dendrobium heterocarpum Lindl. umur 12 MST pada

media Z5N3 ... 19 Gambar 7. Daun D. heterocarpum Lindl. umur 12 MST pada media Z3N1

(a) dan media Z5N3 (b)... 21 Gambar 8. Tinggi tunas D. heterocarpum Lindl. umur 12 MST pada media

Z2N2 (a) dan media Z5N3 (b) ... 24 Gambar 9. Tunas D. heterocarpum Lind. umur 12 MST... 28


(11)

xi DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Jadwal penelitian skripsi ... 37 Lampiran 2. Komposisi media Murashige and Skoog (MS)... 38 Lampiran 3. Persentase kontaminasi perlakuan pada media Murashige and

Skoog (MS) ... 39 Lampiran 4. Hasil analisa sidik ragam pengaruh kombinasi konsentrasi

Zeatin dan NAA terhadap jumlah daun pada 12 MST ... 40 Lampiran 5. Hasil analisa sidik ragam pengaruh kombinasi konsentrasi


(12)

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan dan hutan tropis basah terbesar ketiga di dunia, memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi sehingga digolongkan sebagai megabiodiversity country (Mahesi, 2008). Indonesia memiliki kekayaan spesies flora, salah satu yang sangat diminati adalah tanaman anggrek (Adi et al., 2014). Anggrek termasuk ke dalam famili Orchidaceae yang terdiri atas lebih dari 600 genera. Anggrek asli (25.000 spesies) ditemukan di kawasan Indonesia, yaitu di Kalimantan (1.400 spesies), Sumatera (1.126 spesies), Jawa (769 spesies), Sulawesi (500 spesies), Maluku (369 spesies), dan Nusa Tenggara (200 spesies) (Luan et al., 2006).

Pasar anggrek dominan berada di kota-kota besar di Pulau Bali dan Jawa. Sentra produksi anggrek yang hanya berada di kawasan Jawa, Bogor, Depok, Tanggerang, dan Bali dituntut untuk memproduksi anggrek-anggrek yang bermutu. Ketersediaan benih bermutu dan seragam dalam pertumbuhan dan pembungaan merupakan salah satu kendala dalam agribisnis anggrek. Benih tersebut umumnya dihasilkan melalui perbanyakan dengan kultur jaringan. Diantara banyak jenis anggrek, Dendrobium menempati urutan teratas tren anggrek saat ini (Novianto, 2012). Hal ini sesuai dengan Surtinah dan Mutryarny (2013) bahwa Dendrobium adalah jenis anggrek yang saat ini paling populer diperjualbelikan. Bunga Dendrobium memiliki tangkai bunga tegak dengan jumlah kuntum bunga pertangkai 10-15 kuntum, berwarna cerah dan waktu segar bunga (shelf life) mencapai 3-4 bulan (Nurmalinda et al., 2011).

Dendrobium heterocarpum Lindl. merupakan salah satu jenis anggrek alam yang memiliki penampilan unik dan aroma yang khas. Anggrek ini dapat ditemukan di kawasan India, Indonesia, Laos, Thailand, Malaysia, Myanmar dan Nepal dan sekarang sedang banyak diburu kolektor anggrek (Pimda dan Bunnag, 2010). Hal ini menyebabkan terjadinya kelangkaan anggrek D. heterocarpum Lindl (Setiawati, 2015).


(13)

2 Kelangkaan anggrek D. heterocarpum Lindl. berdampak pada sulitnya melakukan perbanyakan tanaman. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan teknik perbanyakan anggrek melalui kultur in vitro. Upaya konservasi dan perbanyakan secara kultur in vitro memiliki beberapa keunggulan dibandingkan teknik perbanyakan konvensional, yaitu perbanyakan anggrek dalam waktu yang relatif singkat, memiliki sifat sama dengan induknya dan pertumbuhannya relatif seragam (Sandra, 2003). Zulkarnain (2009) menambahkan keunggulan kultur in vitro yakni kondisi aseptik yang bebas patogen, lingkungan terkendali, produksi tanaman sepanjang tahun, dan dapat memperbanyak tanaman yang sulit diperbanyak secara vegetatif konvensional.

Tahapan dari kultur in vitro dimulai dari pemilihan eksplan, inisiasi dan kultur pada media prekondisi, multiplikasi, pengakaran serta aklimatisasi. Pada tahapan multiplikasi, media eksplan harus diganti, pergantian dari media lama ke media baru disebut dengan subkultur. Subkultur merupakan salah satu tahapan yang perlu dilakukan untuk menjamin tanaman selalu mendapat hara yang cukup untuk pertumbuhan yang optimal (Prasetyo, 2009). Penelitian Setiawati (2015) telah berhasil menghasilkan perbanyakan in vitro anggrek D. heterocarpum Lindl. pada media berbeda yaitu media Murashige and Skoog, Kursor C dan W3. Eksplan D. heterocarpum Lindl. kemudian dapat disubkultur untuk membentuk tunas serta organogenesis dengan kombinasi dan konsentrasi hormon yang sesuai.

Hormon yang ditambahkan dalam media kultur in vitro untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Keseimbangan antara hormon sitokinin dan auksin akan mengatur terbentuknya akar, tunas dan kalus (Ali, 2007). Wijayani et al. (2007) menyatakan kombinasi auksin dan sitokinin dapat memperbaiki efisiensi regenerasi eksplan namun tergantung pada konsentrasi yang ditambahkan.

Ada beberapa jenis sitokinin, diantaranya adalah Zeatin. Zeatin merupakan salah satu kelompok hormon sitokinin yang tergolong alami dan pertama kali diisolasi oleh Letham (1964) dari jagung. Sitokinin golongan Zeatin banyak ditemukan pada endosperm tanaman serealia dan kacang-kacangan termasuk jagung (Yang et al., 2000). Menurut Damiska et al. (2015) jagung adalah bahan


(14)

3 alami yang mengandung sitokinin yang baik digunakan dalam merangsang pembentukan tunas baru anggrek. Ekstrak jagung mengandung asam amino, karbohidrat, vitamin, serta hormon sitokinin yang dapat memenuhi unsur hara yang diperlukan oleh tanaman (Nurhafni, 2014).

NAA (Naphtalene Acetic Acid) merupakan kelompok hormon auksin yang dapat mendorong pemanjangan sel, diferensiasi prokambium serta pembentukan akar. Di dalam kultur jaringan, penambahan NAA berfungsi untuk merangsang pertumbuhan kalus, akar, dan memacu dominansi apikal pada jaringan meristem (Zulkarnain, 2009). NAA lebih sering digunakan karena NAA mempunyai sifat lebih stabil daripada IAA (Fitrianti, 2006).

Hingga saat ini belum pernah dilaporkan multiplikasi eksplan D. heterocarpum Lindl. dengan penambahan kombinasi hormon Zeatin dan NAA. Penelitian dengan kombinasi hormon tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh kombinasi hormon Zeatin dan NAA dalam membentuk tunas serta organogenesis sebagai upaya perbanyakan anggrek spesies dan pemenuhan permintaan pasar terhadap anggrek Dendrobium sp. di Indonesia khususnya Bali.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan permasalahan yang dapat diangkat dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pertumbuhan eksplan anggrek D. heterocarpum Lindl. pada media Murashige and Skoog (MS) dengan penambahan hormon Zeatin dan NAA?

2. Kombinasi hormon manakah yang mampu merangsang multiplikasi tunas baru anggrek?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pertumbuhan eksplan anggrek D. heterocarpum Lindl. pada media Murashige and Skoog (MS) dengan penambahan hormon Zeatin dan NAA.


(15)

4 2. Mengetahui kombinasi hormon yang optimum untuk merangsang

multiplikasi tunas baru anggrek.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai kombinasi hormon Zeatin dan NAA terbaik dalam multiplikasi D. heterocarpum Lindl. sehingga menghasilkan plantlet yang siap diaklimatisasi.


(16)

5 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Anggrek

Tanaman anggrek merupakan tanaman hias yang mempunyai 25.000 – 30.000 spesies di dunia (Kasutjianingati dan Irawan, 2013). Tanaman anggrek telah menjadi tanaman industri bernilai tinggi di beberapa negara seperti Thailand, Australia, Singapura, Malaysia dan Indonesia. Genus Dendrobium, Cymbidium, Oncidium dan Phalaenopsis merupakan anggrek yang paling banyak diminati oleh pasar global (Chugh et al., 2009). Menurut Yusnida et al. (2006) tanaman anggrek memiliki nilai ekonomis lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman hias yang lain, baik sebagai bunga potong maupun bunga pot. Keindahan dan kecantikan bunga anggrek membuat tanaman ini disebut "Queen of Flower" (Kasutjianingati dan Irawan, 2013).

Anggrek termasuk ke dalam famili Orchidaceae yang berdasarkan sifat hidupnya tergolong sebagai anggrek epifit, anggrek semi epifit maupun anggrek tanah/terestrial. Epifit adalah jenis tanaman yang hidup dengan cara menempel pada tanaman lain yang tidak merugikan bagi tanaman inang, akarnya menempel dan memiliki akar udara yang digunakan untuk mencari makan (Surtinah dan Mutryarny, 2013). Anggrek semi epifit adalah anggrek yang juga tidak merugikan pohon/tanaman yang ditumpangi, hanya akar lekatnya berfungsi untuk mencari makan seperti akar udara. Anggrek tanah adalah jenis anggrek yang hidup di atas tanah (Suaib et al., 2000).

Akar anggrek pada umumnya berbentuk silindris, berdaging, lunak dan mudah patah. Bagian ujung akar meruncing, licin, dan sedikit lengket. Dalam keadaan kering akar akan tampak berwarna putih keperak-perakan dan hanya bagian ujung akar saja yang berwarna hijau kekuningan. Akar yang sudah tua akan kelihatan coklat dan kering (Prasetyo, 2009).

Daun anggrek berwarna hijau muda sampai hijau tua, kekuningan dan ada pula yang memiliki bercak-bercak (Mulyani, 2006). Menurut Gunawan (2005), bentuk daun anggrek bervariasi, ada yang sempit memanjang sampai bulat panjang. Tulang daun sejajar dengan tepi daun dan berakhir di ujung daun. Daun


(17)

6 tidak bertangkai, sepenuhnya duduk pada batang. Susunan daun berseling atau berhadapan. Tebal daun juga bervariasi dari tipis sampai tebal berdaging. Bentuk daun anggrek ada yang agak bulat, lonjong hingga lanset (Steenis, 2005).

Bentuk batang anggrek beraneka ragam, ada yang berdaging seluruhnya atau menebal di bagian tertentu saja, dengan atau tanpa umbi semu (pseudobulb). Pseudobulb adalah penebalan batang sekunder dengan satu atau lebih ruas yang dimiliki oleh sebagian besar jenis anggrek epifit simpodial. Pseudobulb memiliki bermacam-macam bentuk bergantung pada habitat dan spesies dari tanaman anggrek dan berfungsi sebagai penyimpanan cadangan makanan dan air (Priandana, 2007).

Tanaman anggrek umumnya memiliki dua bentuk sistem pertumbuhan batang, yaitu monopodial dan simpodial. Anggrek tipe monopodial ialah anggrek yang memiliki batang utama, pertumbuhannya akan lurus dan tumbuh tidak terbatas. Contoh anggrek tipe monopodial ialah Phalaenopsis sp. dan Aranthera sp. Anggrek tipe simpodial ialah anggrek yang tidak memiliki batang utama, memiliki umbi semu (pseudobulb) dengan pertumbuhan batang yang tidak terbatas seperti pada anggrek Dendrobium sp. dan Cattleya sp. (Dewi, 2015).

Bunga dari suku Orchidaceae tersusun dalam karangan bunga dengan jumlah satu hingga banyak kuntum. Bunga anggrek memiliki empat bagian utama yaitu sepal (daun kelopak), petal (daun mahkota), stamen (benang sari), dan pistil (putik) (Gambar 1). Sepal anggrek berjumlah tiga buah, bagian atas disebut sepal dorsale, sedangkan dua lainnya disebut sepal laterale (Prasetyo, 2009). Petal merupakan perhiasan bunga yang memiliki bermacam-macam bentuk dan warna. Ketika masih kuncup, petal terbungkus oleh sepal. Kedua petal yang paling atas mempunyai bentuk yang sama, sedangkan petal ketiga yang terletak paling bawah termodifikasi menjadi bibir atau labellum. Setiap jenis anggrek mempunyai bentuk labellum yang berbeda. Labellum umumnya dijadikan sebagai karakter pembeda antara satu jenis anggrek dengan jenis anggrek yang lain (Prasetyo, 2009).

Buah anggrek matang pada umur yang berbeda tergantung pada jenis anggrek. Buah anggrek Dendrobium sp. matang dalam umur 3-4 bulan, anggrek


(18)

7 Vanda sp. pada umur 6-7 bulan dan Cattleya sp. pada umur 9 bulan (Udomdee et al., 2014). Buah anggrek berbentuk kapsul yang terbelah dengan 6 rusuk dengan biji yang sangat banyak, kecil dan halus seperti tepung. Kapsul anggrek yang masak akan mudah pecah.

Biji anggrek tidak memiliki cadangan makanan karena tidak memiliki endosperm sehingga proses perkecambahan biji anggrek memerlukan nutrisi dari luar atau lingkungan sekitarnya (Widiastoety dan Purbadi, 2003).

Gambar 1. Morfologi bunga anggrek (Priandana, 2007)

2.1.1.Anggrek Dendrobium heterocarpum Lindl.

Anggrek Dendrobium heterocarpum Lindl. merupakan anggrek alam, epifit, tipe batang simpodial, memiliki umbi semu (pseudobulb). Bentuk daun lanset dengan tepi rata, pucuk daun obliquely lobes, duduk daun berseling. Susunan bunga bertandan (raceme), terletak pada buku (nodul), pembungaan tegak lurus (sub erect), floral bract berbentuk bujur telur (Lokho and Kumar, 2012).

Menurut Dressier dan Dodson (2000), tumbuhan anggrek termasuk ke dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga dari sekian banyak tumbuhan berbunga yang terdapat di alam ini (Gambar 2).


(19)

8 Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut:

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Orchidales Famili : Orchidaceae Genus : Dendrobium

Spesies : Dendrobium heterocarpum Wall. ex Lindl

Gambar 2. Tanaman Dendrobium heterocarpum Lindl. (A) dan bunga Dendrobium heterocarpum Lindl. (B) (Liu et al., 2014)

2.2. Kultur Jaringan

Kultur jaringan merupakan teknik menumbuhkembangkan bagian tanaman baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Kultur jaringan dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan hormon, serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol. Pelaksanaan teknik kultur jaringan ada berdasarkan atas teori sel yang dikemukakan oleh Schleiden dan Scwann, yaitu sel mempunyai kemampuan autonomi, bahkan mempunyai kemampuan totipotensi. Kemampuan totipotensi adalah kemampuan setiap sel untuk tumbuh menjadi tanaman yang sempurna bila diletakkan di lingkungan yang sesuai (Hendaryono, 2000).


(20)

9 Alternatif perbanyakan anggrek kini telah dapat dilakukan melalui teknik kultur jaringan. Keuntungan perbanyakan bibit dengan kultur jaringan adalah sangat mungkin mendapatkan bibit yang unggul, tahan terhadap serangan hama serta seragam pertumbuhannya dalam waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan teknik konvensional. Keunggulan lain dari kultur jaringan yaitu memperoleh sifat fisiologi dan morfologi yang sama persis dengan tanaman induknya sehingga penyediaan bibit akan selalu terpenuhi dan bibit yang akan disebar ke masyarakat bersifat persis dengan tanaman induknya (Zulkarnain, 2009).

Menurut Kuswandi (2012), dalam pelaksanaannya terdapat dua tipe kultur, yaitu: 1. Kultur biji (seed culture), kultur yang menggunakan biji sebagai bahan tanam dan 2. Kultur organ (organ culture), kultur yang menggunakan organ seperti ujung akar, pucuk aksilar, helaian daun, tangkai daun, buku batang (internode), bunga dan buah muda sebagai bahan tanam.

Teknik kultur jaringan melalui biji atau embrio (seksual) dilakukan dengan alasan biji tidak mempunyai endosperm (cadangan makanan) atau biji berukuran sangat kecil. Selain itu, teknik kultur jaringan juga bertujuan untuk mendapatkan keseragaman bibit dalam jumlah besar dan waktu yang relatif singkat. Tanaman baru yang bersifat unggul diharapkan dapat diperoleh melalui teknik kultur jaringan (Widiastoety dan Purbadi, 2003).

Keadaan aseptik atau steril merupakan hal mutlak yang harus dipertahankan dalam teknik kultur jaringan. Hal ini bertujuan membebaskan segala jenis kontaminan baik yang berasal dari bakteri, jamur dan mikroba lainnya (Tuhuteru et al., 2012). Pemilihan eksplan yang tepat adalah tahap pertama dalam tiga tahap yang dilakukan dalam kultur jaringan. Eksplan tersebut harus disterilisasi dan kemudian baru dapat ditanam pada media. Tahap kedua adalah multiplikasi atau perbanyakan tunas pada media dengan melakukan subkultur. Tahap ketiga adalah pemindahan ke media pengakaran yang kemudian dilanjutkan dengan aklimatisasi atau penyesuaian tanaman ke lingkungan alami (Kuswandi, 2012).


(21)

10 2.3. Subkultur

Subkultur adalah proses memindahkan eksplan ke media multipikasi. Pada kultur in vitro, subkultur dilakukan karena beberapa alasan, yaitu terjadi pencoklatan media karena berkurangnya unsur hara pada media, terjadi penguapan nutrisi karena kondisi kering pada media sehingga media mengandung garam dan gula tinggi dan pertumbuhan anggrek sudah memenuhi botol sehingga tumbuh berdesakan (Wardiyati, 1998).

Apabila disubkultur, eksplan yang terinduksi menyebabkan proliferasi tunas yang akan mengarah pada pendewasaan jaringan. Jaringan tanaman yang telah terinduksi sel-selnya akan berproliferasi dan akan mengalami determinasi, berkembang mengarah ke pembentukan organ bergantung pada lingkungan baru (media subkultur berikutnya). Eksplan terspesialisasi berkembang untuk tumbuh menjadi plantlet sempurna (Salisbury dan Ross, 1995).

2.4. Media Kultur Jaringan

Media kultur jaringan adalah media tanam yang terdiri dari beberapa komposisi unsur hara. Media tanam mengandung asam amino esensial, garam-garam organik, vitamin dan glukosa sebagai sumber energi. Media tanam mampu memberikan pengaruh yang besar terhadap keberhasilan kultur jaringan. Berbagai komposisi media tumbuh telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan. Media tanam kultur jaringan dapat berupa media cair dan padat (Yusnita, 2003).

Media tumbuh yang biasa digunakan untuk perkecambahan biji anggrek adalah media Vacin and Went (VW), Knudson C (KdC), dan Murashige and Skoog (MS) (Gunawan, 2002). Media KdC tidak mengandung vitamin B1, B3, dan B6 sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengecambahkan benih anggrek sedangkan media VW adalah media yang paling baik untuk pertumbuhan anggrek Phalaenopsis sp. Media MS merupakan media dasar yang banyak mengandung mikronutrien dan vitamin penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Dari berbagai komposisi dasar media MS


(22)

kadang-11 kadang dibuat modifikasi, misalnya hanya menggunakan ½ dari konsentrasi dari garam-garam makro yang digunakan (Marveldani, 2009).

Media dalam kultur jaringan anggrek biasanya dibuat dengan penambahan bahan organik sebagai sumber nutrisi. Sumber nutrisi berasal dari ekstrak buah atau air kelapa. Ekstrak buah yang digunakan antara lain buah pisang, tomat, pepaya dan jagung. Keunggulan dari ekstrak buah antara lain ialah harga yang lebih murah, mudah didapat serta mengandung nutrisi untuk pertumbuhan tanaman (Yanti, 2013). Air kelapa merupakan salah satu di antara beberapa persenyawaan kompleks alamiah yang mengandung sitokinin. Penggunaan air kelapa sebagai bahan organik merupakan salah satu cara untuk menggantikan penggunaan bahan sintetis yang dipakai dalam pembuatan media kultur (Tuhuteru et al., 2012).

Pemilihan media kultur jaringan adalah salah satu faktor penting dalam kultur jaringan. Hal ini karena setiap tanaman membutuhkan komposisi yang berbeda-beda sehingga menyebabkan banyak diadakan penelitian untuk memodifikasi media-media yang memberikan respon berbeda terhadap berbagai macam tanaman (Yusnita, 2003).

2.5. Hormon

Hormon adalah persenyawaan organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah mampu mendorong, mengubah bahkan menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Peranan hormon dalam kultur jaringan tanaman sangat penting, yaitu untuk mengontrol organogenesis dan morfogenesis dalam pembentukan dan perkembangan tunas dan akar serta pembentukan kalus. Terdapat dua golongan hormon tanaman yang sering digunakan dalam kultur jaringan, yaitu auksin dan sitokinin. Golongan auksin antara lain IAA (Indole Acetic Acid), NAA (Naphtalene Acetic Acid), IBA (Indole Butiric Acid), 2.4-D (2.4-Dichlorophenoxy Acetic Acid), Dicamba (3,6-Dicloro-o-Anisic Acid), dan Picloram (4-amino-3,5,6-Tricloropicolinic Acid). Golongan sitokinin, yaitu BAP (Benzil Adenine Purin), Kinetin (furfuril amino purin), dan Zeatin (Lestari, 2011). Sitokinin alami yang paling banyak digunakan adalah Zeatin


(23)

(4-hydroksi-3-12 memethyl-trans-2-butenylaminopurin) dan 2-iP (N6-(2-isopentenyl) adenin). Biosintesis Zeatin terjadi terutama di ujung akar dan di dalam biji yang sedang berkembang. Translokasi dari Zeatin terutama melalui xilem (Salisbury and Ross, 1995).

Penggunaan hormon di dalam kultur jaringan tergantung pada pertumbuhan jaringan tanaman yang diinginkan. Adanya salah satu hormon tertentu dapat meningkatkan daya aktivitas hormon lainnya. Jenis dan konsentrasi hormon yang tepat untuk masing-masing tanaman tidak sama karena tergantung pada genotipe serta kondisi fisiologi jaringan tanaman (Lestari, 2011).

Sitokinin dalam hal ini berfungsi untuk merangsang tumbuhnya tunas-tunas aksilar, sedangkan auksin berfungsi untuk merangsang pembentukan akar. Namun sering pula dibutuhkan keduanya tergantung pada perbandingan atau ratio sitokinin terhadap auksin atau sebaliknya. Kombinasi antara sitokinin dengan auksin dapat memacu morfogenesis dalam pembentukan tunas. Penggunaan sitokinin dan auksin dalam satu media dapat memacu proliferasi tunas karena adanya pengaruh sinergisme antara hormon tersebut (Flick et al., 1993).

Sitokinin merupakan hormon yang digunakan dalam menginduksi munculnya tunas. Induksi tunas terjadi melalui peristiwa diferensiasi sel yaitu sel yang sudah mencapai volume akhirnya menjadi terspesialisasi dengan cara tertentu (Salisbury dan Ross, 1995). Dalam pembentukan tunas dibutuhkan sitokinin yang tinggi, namun juga membutuhkan auksin pada konsentrasi yang rendah. Konsentrasi sitokinin yang lebih besar dari auksin akan memicu pertumbuhan tunas sedangkan apabila konsentrasi sitokinin lebih kecil maka yang terbentuk adalah kalus (Herawan dan Ismail, 2009). Sitokinin dapat dijumpai pada berbagai bahan alami. Menurut Damiska et al. (2015), jagung merupakan salah satu bahan alami yang mengandung sitokinin sehingga dapat membantu dalam merangsang pembentukan tunas anggrek. Jagung merupakan bahan alami yang dapat dijadikan sebagai alternatif pengaganti hormon sintetis karena lebih mudah diperoleh dan harga yang terjangkau (Astarini et al., 2015).


(1)

7 Vanda sp. pada umur 6-7 bulan dan Cattleya sp. pada umur 9 bulan (Udomdee et al., 2014). Buah anggrek berbentuk kapsul yang terbelah dengan 6 rusuk dengan biji yang sangat banyak, kecil dan halus seperti tepung. Kapsul anggrek yang masak akan mudah pecah.

Biji anggrek tidak memiliki cadangan makanan karena tidak memiliki endosperm sehingga proses perkecambahan biji anggrek memerlukan nutrisi dari luar atau lingkungan sekitarnya (Widiastoety dan Purbadi, 2003).

Gambar 1. Morfologi bunga anggrek (Priandana, 2007)

2.1.1.Anggrek Dendrobium heterocarpum Lindl.

Anggrek Dendrobium heterocarpum Lindl. merupakan anggrek alam, epifit, tipe batang simpodial, memiliki umbi semu (pseudobulb). Bentuk daun lanset dengan tepi rata, pucuk daun obliquely lobes, duduk daun berseling. Susunan bunga bertandan (raceme), terletak pada buku (nodul), pembungaan tegak lurus (sub erect), floral bract berbentuk bujur telur (Lokho and Kumar, 2012).

Menurut Dressier dan Dodson (2000), tumbuhan anggrek termasuk ke dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga dari sekian banyak tumbuhan berbunga yang terdapat di alam ini (Gambar 2).


(2)

8 Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut:

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Orchidales Famili : Orchidaceae Genus : Dendrobium

Spesies : Dendrobium heterocarpum Wall. ex Lindl

Gambar 2. Tanaman Dendrobium heterocarpum Lindl. (A) dan bunga Dendrobium heterocarpum Lindl. (B) (Liu et al., 2014)

2.2. Kultur Jaringan

Kultur jaringan merupakan teknik menumbuhkembangkan bagian tanaman baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Kultur jaringan dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan hormon, serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol. Pelaksanaan teknik kultur jaringan ada berdasarkan atas teori sel yang dikemukakan oleh Schleiden dan Scwann, yaitu sel mempunyai kemampuan autonomi, bahkan mempunyai kemampuan totipotensi. Kemampuan totipotensi adalah kemampuan setiap sel untuk tumbuh menjadi tanaman yang sempurna bila diletakkan di lingkungan yang sesuai (Hendaryono, 2000).


(3)

9 Alternatif perbanyakan anggrek kini telah dapat dilakukan melalui teknik kultur jaringan. Keuntungan perbanyakan bibit dengan kultur jaringan adalah sangat mungkin mendapatkan bibit yang unggul, tahan terhadap serangan hama serta seragam pertumbuhannya dalam waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan teknik konvensional. Keunggulan lain dari kultur jaringan yaitu memperoleh sifat fisiologi dan morfologi yang sama persis dengan tanaman induknya sehingga penyediaan bibit akan selalu terpenuhi dan bibit yang akan disebar ke masyarakat bersifat persis dengan tanaman induknya (Zulkarnain, 2009).

Menurut Kuswandi (2012), dalam pelaksanaannya terdapat dua tipe kultur, yaitu: 1. Kultur biji (seed culture), kultur yang menggunakan biji sebagai bahan tanam dan 2. Kultur organ (organ culture), kultur yang menggunakan organ seperti ujung akar, pucuk aksilar, helaian daun, tangkai daun, buku batang (internode), bunga dan buah muda sebagai bahan tanam.

Teknik kultur jaringan melalui biji atau embrio (seksual) dilakukan dengan alasan biji tidak mempunyai endosperm (cadangan makanan) atau biji berukuran sangat kecil. Selain itu, teknik kultur jaringan juga bertujuan untuk mendapatkan keseragaman bibit dalam jumlah besar dan waktu yang relatif singkat. Tanaman baru yang bersifat unggul diharapkan dapat diperoleh melalui teknik kultur jaringan (Widiastoety dan Purbadi, 2003).

Keadaan aseptik atau steril merupakan hal mutlak yang harus dipertahankan dalam teknik kultur jaringan. Hal ini bertujuan membebaskan segala jenis kontaminan baik yang berasal dari bakteri, jamur dan mikroba lainnya (Tuhuteru et al., 2012). Pemilihan eksplan yang tepat adalah tahap pertama dalam tiga tahap yang dilakukan dalam kultur jaringan. Eksplan tersebut harus disterilisasi dan kemudian baru dapat ditanam pada media. Tahap kedua adalah multiplikasi atau perbanyakan tunas pada media dengan melakukan subkultur. Tahap ketiga adalah pemindahan ke media pengakaran yang kemudian dilanjutkan dengan aklimatisasi atau penyesuaian tanaman ke lingkungan alami (Kuswandi, 2012).


(4)

10 2.3. Subkultur

Subkultur adalah proses memindahkan eksplan ke media multipikasi. Pada kultur in vitro, subkultur dilakukan karena beberapa alasan, yaitu terjadi pencoklatan media karena berkurangnya unsur hara pada media, terjadi penguapan nutrisi karena kondisi kering pada media sehingga media mengandung garam dan gula tinggi dan pertumbuhan anggrek sudah memenuhi botol sehingga tumbuh berdesakan (Wardiyati, 1998).

Apabila disubkultur, eksplan yang terinduksi menyebabkan proliferasi tunas yang akan mengarah pada pendewasaan jaringan. Jaringan tanaman yang telah terinduksi sel-selnya akan berproliferasi dan akan mengalami determinasi, berkembang mengarah ke pembentukan organ bergantung pada lingkungan baru (media subkultur berikutnya). Eksplan terspesialisasi berkembang untuk tumbuh menjadi plantlet sempurna (Salisbury dan Ross, 1995).

2.4. Media Kultur Jaringan

Media kultur jaringan adalah media tanam yang terdiri dari beberapa komposisi unsur hara. Media tanam mengandung asam amino esensial, garam-garam organik, vitamin dan glukosa sebagai sumber energi. Media tanam mampu memberikan pengaruh yang besar terhadap keberhasilan kultur jaringan. Berbagai komposisi media tumbuh telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan. Media tanam kultur jaringan dapat berupa media cair dan padat (Yusnita, 2003).

Media tumbuh yang biasa digunakan untuk perkecambahan biji anggrek adalah media Vacin and Went (VW), Knudson C (KdC), dan Murashige and Skoog (MS) (Gunawan, 2002). Media KdC tidak mengandung vitamin B1, B3, dan B6 sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengecambahkan benih anggrek sedangkan media VW adalah media yang paling baik untuk pertumbuhan anggrek Phalaenopsis sp. Media MS merupakan media dasar yang banyak mengandung mikronutrien dan vitamin penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Dari berbagai komposisi dasar media MS


(5)

kadang-11 kadang dibuat modifikasi, misalnya hanya menggunakan ½ dari konsentrasi dari garam-garam makro yang digunakan (Marveldani, 2009).

Media dalam kultur jaringan anggrek biasanya dibuat dengan penambahan bahan organik sebagai sumber nutrisi. Sumber nutrisi berasal dari ekstrak buah atau air kelapa. Ekstrak buah yang digunakan antara lain buah pisang, tomat, pepaya dan jagung. Keunggulan dari ekstrak buah antara lain ialah harga yang lebih murah, mudah didapat serta mengandung nutrisi untuk pertumbuhan tanaman (Yanti, 2013). Air kelapa merupakan salah satu di antara beberapa persenyawaan kompleks alamiah yang mengandung sitokinin. Penggunaan air kelapa sebagai bahan organik merupakan salah satu cara untuk menggantikan penggunaan bahan sintetis yang dipakai dalam pembuatan media kultur (Tuhuteru et al., 2012).

Pemilihan media kultur jaringan adalah salah satu faktor penting dalam kultur jaringan. Hal ini karena setiap tanaman membutuhkan komposisi yang berbeda-beda sehingga menyebabkan banyak diadakan penelitian untuk memodifikasi media-media yang memberikan respon berbeda terhadap berbagai macam tanaman (Yusnita, 2003).

2.5. Hormon

Hormon adalah persenyawaan organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah mampu mendorong, mengubah bahkan menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Peranan hormon dalam kultur jaringan tanaman sangat penting, yaitu untuk mengontrol organogenesis dan morfogenesis dalam pembentukan dan perkembangan tunas dan akar serta pembentukan kalus. Terdapat dua golongan hormon tanaman yang sering digunakan dalam kultur jaringan, yaitu auksin dan sitokinin. Golongan auksin antara lain IAA (Indole Acetic Acid), NAA (Naphtalene Acetic Acid), IBA (Indole Butiric Acid), 2.4-D (2.4-Dichlorophenoxy Acetic Acid), Dicamba (3,6-Dicloro-o-Anisic Acid), dan Picloram (4-amino-3,5,6-Tricloropicolinic Acid). Golongan sitokinin, yaitu BAP (Benzil Adenine Purin), Kinetin (furfuril amino purin), dan Zeatin (Lestari, 2011). Sitokinin alami yang paling banyak digunakan adalah Zeatin


(6)

(4-hydroksi-3-12 memethyl-trans-2-butenylaminopurin) dan 2-iP (N6-(2-isopentenyl) adenin). Biosintesis Zeatin terjadi terutama di ujung akar dan di dalam biji yang sedang berkembang. Translokasi dari Zeatin terutama melalui xilem (Salisbury and Ross, 1995).

Penggunaan hormon di dalam kultur jaringan tergantung pada pertumbuhan jaringan tanaman yang diinginkan. Adanya salah satu hormon tertentu dapat meningkatkan daya aktivitas hormon lainnya. Jenis dan konsentrasi hormon yang tepat untuk masing-masing tanaman tidak sama karena tergantung pada genotipe serta kondisi fisiologi jaringan tanaman (Lestari, 2011).

Sitokinin dalam hal ini berfungsi untuk merangsang tumbuhnya tunas-tunas aksilar, sedangkan auksin berfungsi untuk merangsang pembentukan akar. Namun sering pula dibutuhkan keduanya tergantung pada perbandingan atau ratio sitokinin terhadap auksin atau sebaliknya. Kombinasi antara sitokinin dengan auksin dapat memacu morfogenesis dalam pembentukan tunas. Penggunaan sitokinin dan auksin dalam satu media dapat memacu proliferasi tunas karena adanya pengaruh sinergisme antara hormon tersebut (Flick et al., 1993).

Sitokinin merupakan hormon yang digunakan dalam menginduksi munculnya tunas. Induksi tunas terjadi melalui peristiwa diferensiasi sel yaitu sel yang sudah mencapai volume akhirnya menjadi terspesialisasi dengan cara tertentu (Salisbury dan Ross, 1995). Dalam pembentukan tunas dibutuhkan sitokinin yang tinggi, namun juga membutuhkan auksin pada konsentrasi yang rendah. Konsentrasi sitokinin yang lebih besar dari auksin akan memicu pertumbuhan tunas sedangkan apabila konsentrasi sitokinin lebih kecil maka yang terbentuk adalah kalus (Herawan dan Ismail, 2009). Sitokinin dapat dijumpai pada berbagai bahan alami. Menurut Damiska et al. (2015), jagung merupakan salah satu bahan alami yang mengandung sitokinin sehingga dapat membantu dalam merangsang pembentukan tunas anggrek. Jagung merupakan bahan alami yang dapat dijadikan sebagai alternatif pengaganti hormon sintetis karena lebih mudah diperoleh dan harga yang terjangkau (Astarini et al., 2015).