Nilai Hambur Balik Lamun Enhalus acoroides di Perairan Pulau Panggang

NILAI HAMBUR BALIK LAMUN Enhalus acoroides
DI PERAIRAN PULAU PANGGANG

AYUDIAH NINGTYAS

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Nilai Hambur Balik
Lamun Enhalus acoroides di Perairan Pulau Panggang adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Ayudiah Ningtyas
NIM C54090058

ABSTRAK
AYUDIAH NINGTYAS. Nilai Hambur Balik Lamun Enhalus acoroides di
Perairan Pulau Panggang. Dibimbing oleh SRI PUJIYATI dan ADRIANI
SUNNUDIN.
Lamun Enhalus acoroides merupakan salah satu vegetasi dasar yang mulai
terancam keberadaannya. Oleh karena itu diperlukan teknik pemantauan lamun E.
Acoroides yang efisien dibandingkan teknik tradisional secara visual. Metode
akustik merupakan teknologi yang efisien dalam memantau dan mendeteksi
vegetasi dasar perairan laut. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengukuran
nilai hambur balik lamun E. acoroides di perairan Pulau Panggang. Pengukuran
dilakukan mengunakan instrumen hidroakustik Cruz Pro, yang berlangsung pada
bulan April-November 2013. Hasil echogram memperlihatkan perbedaaan dasar
perairan dengan lamun pada kolom perairan. Rentang nilai hambur balik lamun E.
acoroides adalah (-53.71) – (-49.46) dB. Nilai rata-rata hambur balik tiap transek
yang memiliki vegetasi lamun adalah -49.70 dB, -49.63 dB, -49.46 dB dan -53.70

dB. Nilai hambur balik dasar perairan yang substratnya terdiri dari pasir dominan
pasir halus adalah (-26.93) – (-23.72) dB. Hasil menunjukkan terdapat hubungan
antara nilai hambur balik dari lamun E. acoroides dengan tingkat kerapatan lamun
.
Kata kunci: lamun, Enhalus acoroides, Pulau Panggang, hidroakustik, hambur
balik.

ABSTRACT
AYUDIAH NINGTYAS Seagrass Backscattering Enhalus acoroides in Panggang
Island Supervised by SRI PUJIYATI and ADRIANI SUNNUDIN.
Enhalus acoroides is one species of aquatic vegetation which existence is
threatened. Therefore be requiered monitoring of seagrass. Acoustic method is a
technology that efficient in detecting marine vegetation. This research has
examines measurements values of seagrass Enhalus acoroides backscatter in
Panggang island. This measurement using hydroacoustic instrument Cruz Pro,
which took place in April-November 2013. The Result of echogram show
differences in bottom waters with seagrass in the water column. Backscatter value
range of seagrass E. acoroides is (-58.47) - (-48.02) dB. The average value of
each transect backscatter seagrass vegetation is -49.70 dB, -49.63 dB, -49.46 dB
and -53.70 dB. Backscatter value of bottom waters with sand dominan category of

fine sand on is (-26.93) - (-23.72) dB. The results show there is a connection
between backscatter value of seagrass with densities in seagrass E. Acoroides.
Keywords: Seagrass, Enhalus acoroides, Panggang Island, hydroacoustic,
backscattering,

NILAI HAMBUR BALIK LAMUN Enhalus acoroides
DI PERAIRAN PULAU PANGGANG

AYUDIAH NINGTYAS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Nilai Hambur Balik Lamun Enhalus acoroides di Perairan Pulau
Panggang.
Nama
: Ayudiah Ningtyas
NIM
: C54090058

Disetujui oleh

Dr. Ir. Sri Pujiyati, M. Si
Pembimbing I

Adriani Sunuddin S. Pi, M. Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M. Sc

Ketua Departemen

Tanggal lulus:

Judul Skripsi : Nilai Hambur Balik Lamun Enhalus acoroides di Perairan Pulau
Panggang.
: Ayudiah Ningtyas
Nama
: C54090058
NIM

Disetujui oleh

Dr.

セエゥG

M. Si
Pembimbing I


Tanggallulus:

7 0 12 0 14

Adriani Sunuddin S. Pi, M. Si
Pembimbing II

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Besar
yang senantiasa memberikan pelajaran dan petunjuk, sehingga penulisan Skripsi
ini dapat diselesaikan, dengan judul penelitian Nilai Hambur Balik Lamun
Enhalus acoroides di Perairan Pulau Panggang.
Selesainnya skripsi ini tidak lepas dari peran berbagai pihak yang telah
mendukung dan membantu dalam pelaksanaan penelitian hingga proses
penyusunan skripsi ini. Karenanya penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Sri Pujiyati M. Si dan Ibu Adriani Sunuddin S. Pi, M. Si selaku
pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan banyak
sekali masukan serta bimbingan untuk penyusunan skripsi,
2. Bapak Prof. Indra Jaya selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak
masukkan pada skripsi ini,

3. Mama, Papa, mbak Raissa, Ka Luki serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya,
4. Asep Mamun S.Pi, Williandri S. Pi M.Si, Baigo S.Pi M.Si, Yudha Asmara,
Norsyamimi yang membantu dalam pengambilan data di lapangan,
5. Isnaini Prihatiningsih, Muhammad Idris, Khasanah Dwi, Hesti Aprillianti,
Husnul Khotimah, Nando Amarylly, Rizqi Rizaldi, Hasjrul M, Bagus
Bastian, serta teman-temanku ITK 46 tercinta yang telah banyak membantu
penulis selama penulisan skripsi ini,
6. FISHERIES DIVING CLUB dan MIT-IPB yang telah banyak mengajarkan
banyak hal,
7. Bapak/Ibu Dosen dan staf penunjang Departemen ITK atas ilmu dan
bantuannya selama menjalankan studinya di IPB.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan dan kemajuan ilmu dan
teknologi kelautan di Indonesia.
Bogor, Januari 2014
Ayudiah Ningtyas

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL…............................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR............................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ x
PENDAHULUAN....................................................................................................1
Latar Belakang......................................................................................................1
Tujuan Penelitian.................................................................................................. 1
METODOLOGI....................................................................................................... 1
Waktu dan Tempat............................................................................................... 1
Alat dan Bahan..................................................................................................... 3
Metode Penelitian................................................................................................. 4
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................ 6
Data Lapang..........................................................................................................6
Hambur Balik Vegetasi Lamun............................................................................ 8
Hubungan Nilai Hambur Balik dengan Nilai Kerapatan Enhalus acoroides..... 12
SIMPULAN DAN SARAN................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 15
LAMPIRAN........................................................................................................... 16
RIWAYAT HIDUP................................................................................................20

DAFTAR TABEL
1

2
3
4
5

Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ................................ 3
Titik pengamatan lamun Enhalus acoroides di perairan Pulau Panggang...........7
Hasil fraksinasi sedimen ...................................................................................... 8
Hubungan nilai hambur balik terhadap nilai kerapatan lamun .......................... 12
Perbandingan nilai hambur balik dengan penelitian lainnya. ............................ 13

DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi penelitian di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu-DKI Jakarta ............... 2
2 Enhalus acoroides ............................................................................................... 3
3 Diagram alir penelitian ........................................................................................ 4
4 Ilustrasi perekaman data akustik.......................................................................... 5
5 Data hasil perekaman........................................................................................... 6
6 Lamun Enhalus acoroides di lokasi penelitian.................................................... 8
7 Tampilan echogram untuk Transek 1 .................................................................. 9
8 Tampilan echogram untuk Transek 2 .................................................................. 9

9 Tampilan echogram untuk Transek 3 ................................................................ 10
10 Tampilan echogram untuk Transek 4 .............................................................. 11
11 Tampilan echogram untuk Transek 5 ............................................................. 11
12 Nilai hambur balik (SV) dengan kerapatan lamun (ind/m2 ) .......................... 12
13 Plot hambur balik dari beberapa hasil pemeruman Enhalus acoroides........... 13

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ......................................................... 16
Sheet data akustik .............................................................................................. 16
Data pengamatan lamun. ................................................................................... 17
Syntax Matlab .................................................................................................. 17

1


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lamun merupakan sumber daya alam yang memiliki peranan penting bagi
ekosistemnya. Salah satu jenis lamun yang banyak di Indonesia adalah jenis
Enhalus acoroides yang tersebar di daerah Indo Pasifik dan barat laut Australia.
Jenis lamun ini biasanya tumbuh berdekatan dengan pelabuhan, jalur kapal, dan
daerah yang sedang dibangun, sehingga keberadaannya mulai terancam
(Unsworth et al. 2012). Oleh karena itu, perlu dilakukan pemantauan terhadap
lamun Enhalus acoroides agar kelestariannya dapat dijaga.
Beberapa cara dapat digunakan untuk memantau lamun. Pemantauan
dengan penyelaman secara langsung, penginderaan mengunakan citra, hingga
pendeteksian bawah air secara akustik. Teknologi akustik merupakan teknologi
yang digunakan untuk pemantauan dan pendeteksian sumber daya laut dengan
memanfaatkan sinyal suara yang dipancarkan dan diterima oleh transduser
(pemeruman). Teknologi akustik memiliki berbagai fungsi yang salah satunya
adalah mendeteksi vegetasi dasar perairan. Pedeteksian vegetasi dasar perairan
yang mengunakan sistem side scan sonar dan echosounder dapat menggambarkan
penutupan dasar, menghasilkan gambaran dasar perairan hingga mendeteksi
lamun (Sabol et al. 2002).
Menurut Hermand (2006) pemantauan lamun mengunakan teknologi
akustik merupakan cara yang efisien. Beberapa penelitian mengenai vegetasi
lamun dengan metode hidroakustik di Indonesia sendiri sudah dilakukan
walaupun jumlahnya tidak banyak. Deswati (2009) melakukan penelitian dengan
mengunakan instrumen akustik Simrad EY 60 untuk mendeteksi lamun di
gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. Ole (2011) melakukan penelitian
mengenai hambur balik akustik untuk identifikasi spesies lamun yang berbeda di
Pulau Pramuka dan sekitarnya.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengukur nilai hambur balik lamun Enhalus
acoroides di perairan Pulau Panggang dengan mengunakan instrumen
hidroakustik Cruz Pro.

METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-November 2013.
Pengambilan data lapang dilakukan pada bulan April 2013 di perairan Pulau
Panggang, Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 1). Pengolahan data akustik
dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan – FPIK-IPB.

2

Gambar 1 Lokasi penelitian di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu-DKI Jakarta

3

Alat dan Bahan
Penelitian ini mengunakan lamun jenis Enhalus acoroides (Gambar 2)
sebagai objek yang dideteksi. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain echosounder single beam Cruzpro PcFF80, laptop, GPS, aki, pipa
paralon, transek kuadrat, kamera underwater, kapal nelayan serta peralatan selam.
Perangkat lunak yang digunakan untuk pemrosesan sinyal hasil perekaman
akustik adalah Matlab R2010a dan Microsoft Excel 2007. Tabel 1 menunjukkan
alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini.

Sumber: seagrasswatch.org
Gambar 2 Enhalus acoroides
Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian
Alat dan Bahan
Tipe/Spesifikasi
Kegunaan
Cruz Pro
PcFF80, Frekuensi 200KHz
Perekaman data akustik
GPS
Garmin, Hand GPS
Penentuan koordinat transek
Pipa Paralon
0.75 inchi
Rangka
Core sedimen
3 inchi
Pengambil sedimen
Laptop
Windows XP
Display dan setting
Transek kuadrat
1 x 1 meter
Sampling lamun
Kapal nelayan
5 GT
Transportasi ke lokasi
Aki
100 A dan 40 A
Catu daya
Alat Dasar Selam
Peralatan sampling
Kamera bawah air
Dokumentasi
Alat Tulis
Mencatat data lamun
Ayakan Bertingkat Diameter 0.76 mm, 0.29 mm, Fraksinasi sedimen
0.14 mm, 150 µm, 63 µm

4

Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahap pendeteksian
akustik lamun dan pengamatan lamun. Pengolahan data dilakukan dengan
Microsoft Excel dan Matlab. Gambar 3 menunjukkan diagram alir penelitian ini.

Gambar 3 Diagram alir penelitian
Perekaman Akustik Lamun
Pendeteksian padang lamun dilakukan pada waktu pasang surut tinggi, hal
ini dilakukan untuk mendapatkan posisi tegak sehingga lamun dapat dideteksi
dengan baik. Perekaman data akustik pada penelitian ini mengunakan
echosounder single beam CruzPro PcFF80. Proses pemeruman di lapangan dapat
dilihat pada Lampiran 1. untuk mengidentifikasi dan merekam pantulan dari

5

lamun dan sedimen sebagai targetnya, posisi transduser tegak lurus dengan target
dengan mengunakan rangkaian pipa paralon dengan diameter 0.75 inchi.
Pedeteksian lamun pada penelitian ini mengacu pada penelitian MacLennan et al.
(2004). Proses perekaman data akustik diambil selama 10 menit untuk setiap
transeknya. Transduser dipasang pada frekuensi yang digunakan pada penelitian
ini adalah 200 KHz, dengan kedalaman pemasangan transduser berkisar 0.20-0.25
meter di bawah permukaan air. Kolom dibawah transduser sampai lamun berjarak
minimal 0.48 meter agar terhindar dari near field. Perhitungan nilai near field
pada penelitian kali ini digunakan persamaan menurut MacLennan (1992):
L2
r
 ..........................................................(i)
Ilustrasi proses perekaman data akustik pada penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 4. Rangka yang disusun dari paralon berukuran 0.75 inchi,
dipasangkan transduser di bagian atas sedangkan di bawah terdapat lamun yang
akan dideteksi. Kemudian kabel transduser disambungkan langsung pada
transmiter Cruz Pro yang berada diatas kapal.

Gambar 4 Ilustrasi pemeruman lamun dengan Cruz Pro
Pengamatan vegetasi dan substrat lamun
Pengamatan kerapatan, tinggi dan identifikasi jenis lamun dilakukan
dengan melakukan penyelaman. Pengamatan lamun dalam transek kuadrat
berukuran 1 m x 1 m yang diletakkan secara acak menyesuaikan dengan titik
pemeruman. Substrat dasar lamun diketahui berdasarkan analisis sampel sedimen

6

corer. Kedalaman sedimen tersampel adalah 20 cm
menggambarkan kondisi sedimen permukaan dasar perairan.

sehingga

hanya

Pemrosesan dan Analisis Data Akustik
Pemrosesan data pemeruman dilakukan dengan mengunakan perangkat
lunak Microsoft Excel dan Matlab. Hasil pemeruman adalah data yang berbentuk
raw data (Gambar 5), data tersebut diekstrak mengunakan Microsoft Excel. Data
yang telah di ekstrak disimpan dengan format .txt. Pengolahan data selanjutnya
mengunakan Matlab dengan mengunakan bahasa pemrograman (Syntax dapat
dilihat pada Lampiran 4) untuk menampilkan echogram. Setelah itu dilakukan
perhitungan rata-rata hambur balik dilakukan mengunakan Microsoft excel.

Gambar 5 Data pemeruman lamun
Analisis Data Lamun dan Fraksinasi Sedimen
Perhitungan data lamun diadopsi dari Saito dan Atobe (1970) (dalam
English et al. 1994). Kerapatan jenis adalah jumlah total individu dalam suatu unit
area yang diukur :

...................................................(ii)
D adalah kerapatan (ind/m2 ), N adalah jumlah total individu (ind) dan A
adalah luas transek (m2). Untuk mengetahui jenis sedimen dilakukan fraksinasi
sedimen dengan tahapan pengeringan sedimen, pengayakan, perhitungan bobot
sedimen tiap saringan, kemudian dilakukan penentuan jenis sedimen berdasarkan
tabel Wenworth.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Lapang
Lokasi penelitian berada di Perairan Pulau Panggang diperoleh data yang
dapat diuraikan pada Tabel 2. Lokasi penelitian berada pada lintang dan bujur
5°26´39.78´´ - 5°26´37.82´´ LS dan 106°21´36.50´´-106°21´36.80´´ BT. Secara
umum kondisi perairan pada lokasi penelitian memiliki dasar perairan yang

7

homogen yaitu pasir sangat halus, kontur perairan yang relatif datar dengan
kedalaman rata-rata 1.75 meter.
Tabel 2 Titik pengamatan lamun Enhalus acoroides di perairan Pulau Panggang
Posisi

Transek
LS (°)

BT (°)

Kerapatan
(ind/m2 )

Tinggi Lamun
(meter)

5°26’37.77”
106°21’36.50”
9.24
0.47
5°26’37.78”
106°21’36.50”
10.33
0.69
5°26’37.80”
106°21’36.50”
11.61
0.64
5°26’37.82”
106°21’36.50”
7.48
0.73
5°26’37.78”
106°21’36.50”
Berdasarkan Kurniasih (2013) padang lamun yang terdapat di perairan
Pulau Panggang komunitas campuran. Terdapat 6 jenis lamun di perairan ini yaitu
Enhalus acoroides, Thalassia hemprinchii, Halodule uninervis, Halophila ovalis,
Syiringodium isoetifolium, dan Cymodocea serrulata, namun hanya ditemukan
satu spesies lamun di empat transek pengamatan di perairan Pulau Panggang yaitu
Enhalus acoroides. Enhalus acoroides ini adalah salah satu jenis lamun yang
memiliki karakteristik tumbuh pada substrat berlumpur dan perairan keruh, dapat
membentuk padang lamun spesies tunggal, atau mendominasi komunitas padang
lamun (Short dan Waycott, 2010) dapat dilihat pada Gambar 6. berdasarkan
pengamatan lokasi penelitian, lamun yang berada didaerah tersebut tidak terlalu
padat dan hanya hidup di beberapa tempat. Enhalus acoroides merupakan jenis
lamun yang memiliki ukuran paling besar, panjang helai daunnya dapat mencapai
ukuran lebih dari 1 meter. Jenis ini tumbuh di perairan dangkal sampai kedalaman
4 meter dan melimpah di daerah pasang surut (Tanaka dan Kayanne 2007).
Hasil pengamatan lamun setelah dilakukan analisis kerapatan lamun dapat
dilihat pada Tabel 2. Nilai kerapatan berkisar dari 7.46-11.61 ind/m2, pada transek
1-4. Nilai kerapatan tertinggi terdapat pada Transek 3, sedangkan pada Transek 4
merupakan transek yang memiliki kerapatan paling rendah. Penelitian ini juga
melakukan pengukuran tinggi lamun Enhalus acoroides tinggi rata-rata dari 4
transek berkisar antara 0.47-0.73 m.
1
2
3
4
5

lamun

Gambar 6 Lamun Enhalus acoroides di lokasi penelitian

8

Menurut Newell dan Koch (2004), substrat dasar merupakan parameter
yang penting untuk mengetahui pertumbuhan dan penyebaran dari lamun.
Berdasarkan Wenworth (1922) pada tabel klasifikasi substrat dasar, di daerah
pengamatan menunjukkan klasifikasi pasir dengan jenis substrat dominan pasir
sangat halus. Hal ini terlihat dari ukuran partikel yang dominan berukuran kisaran
antara 0.420-0.117 mm (Tabel 3). Fraksinasi sedimen ini memiliki ukuran partikel
lebih dari 2 mm untuk saringan yang terbesar dan untuk yang terkecil memiliki
ukuran lebih kecil dari 63 µm.

Ukuran saringan
2. 00 mm
0.42 mm
0.12 mm
150 µm
63 µm

Tabel 3 Hasil Fraksinasi sedimen
Jenis sedimen
Bobot (Kg)
Pasir
0.01
Pasir medium
0.35
Pasir sangat halus
0.43
Lumpur kasar
0.08
Lumpur sedang
0.03

Persentase (%)
1.50
38.17
47.64
9.33
3.35

Hambur Balik Vegetasi Lamun
Echogram merupakan tampilan pemeruman akustik yang memberikan
informasi kedalaman, tipe dasar perairan, serta objek yang ada di kolom perairan.
Gambar 6-10 menunjukkan echogram hasil pemeruman, dapat dilihat
perbedaan lapisan-lapisan pada dasar perairan dan kolom perairan. Lapisan yang
berwarna biru merupakan lapisan kolom perairan. lapisan abu-abu keputihan
merupakan lapisan lamun dan lapisan cokelat kemerahan dapat diperkirakan
adalah substrat dasar perairan.
Transek 1 memiliki kedalaman ±1.75 meter, dari echogram kedalaman
tercatat 1.40 meter (Gambar 7). Tingkat warna echogram berwarna cokelat
kemerahan dengan nilai yang intensitas berkisar (-23) – (-27) dB, nilai hambur
balik rata-rata pada kedalaman ini adalah -26.03 dB ± 0.58. Berdasarkan nilai
hambur balik pada kedalaman 1.40 m yang tinggi maka dapat dikategorikan
bahwa pada kedalaman tersebut merupakan lapisan substrat. Substrat yang berada
di lokasi penelitian terlihat homogen pada lapisan permukaan, hasil dari
pengolongan substrat mengunakan segitiga Shepard tergolong pasir. Pada
kedalaman 1-1.40 m memiliki nilai hambur balik sebesar (-57.22) – (-48.02) dB
dengan nilai hambur balik rata-rata -49.70 dB ± 0.12. Berdasarkan pengamatan
secara langsung pada kedalaman tersebut terdiri dari lamun jenis Enhalus
acoroides yang tumbuh jarang dengan kerapatan pada transek 1 cm × 1 cm
adalah 9.24 ind/m2.

9

Gambar 7 Tampilan echogram untuk Transek 1
Kerapatan pada Transek 2 adalah 10.33 ind/m2. Hambur balik dari transek
2 dapat ditunjukkan pada Gambar 8. Transek 2 memiliki nilai hambur balik
berkisar (-58.47) – (-48.26) dB, dengan kerapatan E. acoroides 10.30 ind/m2.
Berdasarkan echogram, lamun berada pada kedalaman 1.30-1.50 meter, dengan
nilai hambur balik rata-rata -49.63 dB ± 0.07. Nilai hambur balik rata-rata dari
substrat dasar lamun adalah -23.73 dB ± 1.01.
Hasil echogram dari transek 3 (Gambar 9) nilai hambur balik dari lamun
berkisar (-58.47) – (-48.26) dB, dengan rata-rata nilai hambur balik dari lamun
adalah -49.46 dB ± 0.33. Kedalaman lamun pada transek 3 dimulai pada
kedalaman 0.80 -1.50 m. Pada kedalaman 1.50 m kebawah merupakan subtrat
dasar yaitu pasir dengan nilai hambur balik rata-rata -25.52 dB ± 0.95. Transek 3
memiliki nilai kerapatan 11.61 ind/m2 dengan tinggi rata-rata lamun adalah 0.64
m.

Gambar 8 Tampilan echogram untuk Transek 2

10

Gambar 9 Tampilan echogram untuk Transek 3
Hasil echogram Transek 2 dan Transek 3 tidak menunjukkan perbedaan
yang signifikan, namun telihat perbedaan yang cukup signifikan pada Transek 1.
Gambar 7 menunjukkan bahwa substrat dasar permukaan transek 1 adalah pasir,
namun di bagian yang lebih dalam terdapat tipe substrat yang lain yang nilai
intensitas hambur baliknya lebih rendah dibandingkan pasir. Hal ini dapat diduga
bawah lapisan dibawah permukaan lebih halus. Menurut morfologi sistem
perakaran dari lamun Enhalus acoroides yang memiliki akar rimpang yang
berbentuk seperti tali dengan rambut-rambut yang kaku dan keras (Short dan
Waycott 2010). Sistem perakaran seperti ini berfungsi untuk menompang lamun
yang hidup di substrat dasar yang memiliki ukuran butir sedimen yang lebih
halus.
Transek 4 (Gambar 10) menunjukkan bahwa lapisan lamun pada kedalaman
1 meter terlihat lebih keras dengan nilai hambur balik ± 51 dB. Nilai yang lebih
tinggi tersebut disebabkan oleh terdapat endapan-endapan sedimen serta biota
mikroskopik yang bersifat epifit, yang menempel di ujung daun lamun tersebut
(Arnulfo et al. 2001) sehingga muncul pada echogram. Nilai lamun berkisar
antara (-58.47) – (-49.44) dB dengan nilai rata-rata hambur baliknya adalah -53.70
dB ± 0.35. Nilai hambur balik rata-rata dari substrat adalah -26.93 dB ± 0.78.
Nilai kerapatan lamun pada transek ini 7.48 ind/m2.

11

Gambar 10 Tampilan echogram untuk Transek 4
Transek 5 (Gambar 11) merupakan transek yang diambil pada lokasi tanpa
lamun, hal ini dilakukan untuk mendapatkan perbandingan dari substrat dengan
lamun dan tanpa lamun. nilai hambur balik dari dasar perairan adalah -23.72 dB ±
0.62, dengan kedalaman 1.52 meter. Dibandingkan dengan transek lainnya pada
transek 5 nilai hambut balik dari dasar perairan kearah permukaan menujukan
nilai -44 dB.

Gambar 11 Tampilan echogram untuk Transek 5
Perbedaan dari Transek 1-4 dengan Transek 5 dapat dilihat bahwa nilai
hambur balik dari dasar perairan yang memiliki vegetasi lamun nilai hambur
baliknya lebih kecil dibandingkan hambur balik dari transek yang tidak memiliki
lamun. Hal ini memungkinkan komposisi substrat dari tiap transek berbeda
meskipun terlihat sepertinya sama.

12

Hubungan Nilai Hambur Balik dengan Nilai Kerapatan Enhalus acoroides
Menurut Drake dan Valey (2005) sensitivitas dari golongan sebagian
tumbuhan seperti lamun ataupun alga memiliki struktur yang lebih lembut
dibandingkan dengan dasar perairan yang kasar seperti substrat atau batuan
didasar perairan. Hal ini menunjukan nilai hambur balik yang lebih rendah
terdapat pada lamun. Nilai hambur balik dari lima transek lamun dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4 Hubungan nilai hambur balik terhadap nilai kerapatan lamun
Transek
1
2
3
4
5

Rentang SV (dB)
(-57.22) – (-48.02)
(-58.47) – (-48.26)
(-58.47) – (-48.36)
(-58.47) – (-49.44)
(-43.23) – (-46.35)

Rata-rata SV (dB)
-49.70 ± 0.12
-49.63 ± 0.07
-49.46 ± 0.32
-53.70 ± 0.35
-

Kerapatan
(Ind/m2)
9.28
10.33
11.61
7.48
0

Tabel 4 menunjukkan nilai hambur balik dibandingkan dengan nilai
kerapatan lamun semakin kecil nilai kerapatan semakin kecil juga nilai rata-rata
hambur balik hal ini juga dapat ditunjukan pada Gambar 11. Hubungan nilai
hambur balik rata-rata tiap transeknya dengan nilai kerapatan lamun.

Gambar 12 Nilai hambur balik (SV) dengan kerapatan lamun (ind/m2 )
Nilai hambur balik lamun berkorelasi positif dengan kerapatan lamun
(Gambar 12). Gambar menunjukkan bahwa hubungan antara nilai hambur balik
dengan nilai kerapatan dapat dijelaskan 74% ( r2= 0.74), bahwa kerapatan lamun
mempengaruhi nilai hambur balik 74%, sedangkan 26% dipengaruhi faktor
lainnya. Nilai korelasi (r) didapatkan hasil nilai r2 yaitu 0.86, dari nilai ini dapat
diinterpretasikan bahwa hubungan antara kerapatan dengan nilai hambur balik
memiliki hubungan yang sangat erat.

13

Nilai hambur balik dari penelitian ini memiliki selang yang lebih sempit
dibandingkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan (Tabel 5).
Tabel 5 Perbandingan nilai hambur balik dengan penelitian lainnya.
Peneliti

Nilai SV (dB)

Alat dan frekuensi

Penelitian ini

(-53.71) – (-49.46)

Rusmayanti
(2012)
Ole (2011)

(-60.00) – (-50.00)

Deswati (2009)

(-70.56) – (-57.69)

Cruz Pro
(200 KHz)
Cruz Pro
(200 KHz)
Simrad EY 60
(120 KHz)
Simrad EY 60
(120 KHz)
EcoSAV
(480 KHz)

(-67.09) – (-61.23)

Valey dan Drake (-75.00) – (-65.00)
(2005)

Jenis
vegetasi
Enhalus
acoroides
Enhalus
acoroides
Enhalus
acoroides
Enhalus
acoroides
Lamun dan
makroalga

Perbedaan yang terjadi antara penelitian ini dengan Rusmayanti (2012)
yaitu nilai hambur balik dari lamun jenis yang sama Enhalus acoroides. Gambar
13 menunjukkan rentang hambur balik dari penelitian ini dan penelitian
sebelumnya.

Gambar 13 Plot rentang hambur balik dari beberapa hasil pemeruman
Enhalus acoroides
Nilai hambur balik dari penelitian ini berkisar antara -53.71 dB hingga 49.46 dB, nilai hambur balik dari penelitian ini masih berada dalam selang nilai
hambur balik dari penelitian Rusmayanti (2012) -50 dB hingga -60 dB,
dibandingkan dengan nilai hambur balik dari penelitian Ole (2011) dan Deswati
(2009) nilai hambur balik dari penelitian ini tidak mendekati. Hal ini dapat
disebabkan oleh perbedaan alat yang digunakan pada penelitian Ole dan Deswati
adalah SIMRAD EY 60 dengan frekuensi yang berbeda yaitu 120 KHz, bila
dibandingkan dengan penelitian ini dengan penelitian Rusmayanti yang

14

mengunakan alat dan frekuensi yang sama hampir menunjukkan nilai yang sama.
Faktor lain yang diduga memengaruhi perbedaan nilai hambur balik dengan
penelitian lainnya terhadap lamun Enhalus acoroides adalah faktor biofisik dari
lamun yang terdeteksi dan program analisis data yang digunakan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari penelitian ini diketahui nilai hambur balik lamun berbeda dasar
perairan. Variasi nilai hambur balik lamun secara nyata dipengaruhi oleh
kerapatan lamun. Penelitian ini memperlihatkan adanya nilai yang spesifik
terhadap hambur balik dari lamun Enhalus acoroides.
Saran
Pendeteksian hambur balik pada Lamun dapat dijadikan alternatif metode
pemantauan vegetasi dasar perairan. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut terhadap
lapisan-lapisan substrat dasar pada vegetasi lamun Enhalus acoroides.

15

DAFTAR PUSTAKA
Arnulfo NM, Armando FT, Yasuwo F. 2001. Prorocentrum (Prorocentrales:
Dinophyceae) Population on seagrass blade surfaces in Taklong Island,
Guimaras Province, Philippines. Plankton Biol. Ecol. 48 (2): 79-84.
Deswati SR. 2009. Evaluasi Metode Akustik untuk Pendeteksian Padang Lamun.
Thesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor
English S, V Baker, Wilkinson C. 1994. Survey Manual for Tropical Marine
Resources. Asean-Australian. Marine Project Australia
Hermand JP. Continuous acoustic Monitoring of physiological and enviromental
processes in seasgrass prairies with focus on Photosynthesis. in A. Calti,
NR Chapman, JP Hermand. SM Jesus, editor. Acoustic Sensing
Techniques for the Shallow Water Enviroment: Inversion Methods and
Experiments; 2006; Netherland: Springer. 183-189
Kurniasih. 2013. Karakteristik reflektansi spektral lamun di Pulau Panggang,
Kepulauan Seribu. Skripsi. Institut Pertanian Bogor
MacLennan DN, Copland PJ, Armstrong E, Simmonds EJ. 2004. Experiments on
the discrimination of fish and seabed echoes. ICES Journal of Marine
Science, 61:201-210.
Newell RIE, Koch EW. 2004. Modeling seagrass density and distribution in
response to changes in turbidity stemming from bivalve filtration and
seagrass sediment stabilization. Estuaries 27 (5): 793-806.
Ole L, 2011 Analisis Hambur Balik Akustik untuk Identifikasi Spesies Lamun.
Thesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Rusmayanti SH, 2012 Pengukuran Nilai Hambur Balik Akustik Enhalus
acoroides di Pulau Pari Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor.
Sabol BM, Jr Melton RE, Robert C, Peter D, Kathy H. 2002. Evaluation of a
Digital Echosounder System for Detection of Submersed Aquatic
Vegetation. Estruaries, 25 (1): 133-141.
Short FT. & Waycott M. 2010. Enhalus acoroides. In: IUCN 2013. IUCN Red
List of Threatened Species.Version 2013.1. [Internet]. [diunduh 2013
Oktober 02]. Tersedia pada: http//www.iucnredlist.org
Tanaka Y. & H. Kayanne 2007. Relationship of species composition of tropical
seagrass meadows to multiple physical environmental factors. Ecological
Research, 22: 87–96.
Unsworth RKF, Rasheed MA, Chartrand KM, Roelofs AJ. 2012. Solar Radiation
and Tidal Exposure as Environmental Drivers of Enhalus acoroides
Dominated Seagrass Meadows. PLoS ONE 7(3): e34133.
doi:10.1371/journal.pone.0034133
Valley RD. and Drake MT. 2005. Accuracy and Precision of Hydroacoustic
Estimates of Aquatic Vegetation and The Repeatibility of Whole-Lake
Surveys: Field Test With a Commercial Echosonder. Minnesota
Departemen of Natural Resources Investigational Report 527

16

Lampiran 1. Alat-alat yang digunakan pada penelitian

1. Laptop berguna untuk proses
setting transduser dan display

2. CruzPro Fishfinder

3. Transduser pada saat pemeruman

4. Rangka paralon dari permukaan,
kabel berwarna hitam yang
menyambungkan transduser ke
transmiter.

5. Lamun pada saat pemeruman

6. Transek
lamun
pada
saat
perhitungan kerapatan lamun

Lampiran 2. Sheet data akustik
TRANSEK

JAM

FREKUENSI

FILE

CF

NF

DP

CS

XP

AT

XPW

SG

CR

1

8.42-8.52

200

I3031708.42I

1

1

4

2

115

4

3

120

250

2

9.26-9.36

200

I3031709.26I

1

1

4

2

115

4

3

120

250

3

9.45-9.55

200

I3031709.45I

1

1

4

2

115

4

3

120

250

4

10.04-10.14

200

I3031710.02I

1

1

4

2

115

4

3

120

250

5

8.57-9.07

200

I3031708.57I

1

1

4

2

115

4

3

120

250

17
Lampiran 3. Data pengamatan lamun.
Data dari pengamatan lamun 1 m × 1 m yang dibagi menjadi 25 bagian, terdapat data jumlah
individu lamun per estimasi tutupan lamun.
Transek 1
7/4
7/4
5/2
1/1
1/1
4/2
5/2
0
2/1
0
4/2
3/1
0
5/3
1/1
3/1
2/1
1/1
10/5 0
0
0
0
0
0
Rata-rata tinggi lamun 0.47 m
Transek 2
3/1
4/2
4/2
1/1
1/1
0
7/4
6/3
0
1/1
3/1
6/3
4/2
1/1
2/1
6/3
5/2
0
3/1
0
11/5
1/1
1/1
1/1
6/3
Rata-rata tinggi lamun 0.69 m
Transek 3
5/2
3/1
6/3
5/2
4/2
8/4
7/3
5/2
2/1
8/4
4/2
4/2
10/5 1/1
0
2/1
5/2
4/2
1/1
3/1
3/1
1/1
0
0
1/1
Rata-rata tinggi lamun 0.64 m
Transek 4
4/2
6/3
4/2
0
2/1
5/2
5/2
6/2
2/1
8/3
4/2
4/2
10/4 1/1
0
2/1
5/2
4/2
1/1
3/1
3/1
1/1
0
0
1/1
Rata-rata tinggi lamun 0.73 m

Lampiran 4. Syntax Matlab
('Program Matlab CRUZPRO')
disp('Directed : Asep Mamun')
disp('MARINE SCIENCE AND TECHNOLOGY - IPB')
disp('=======================================')
disp('---------------------------------')
disp('Parameter Alat')
disp('---------------------------------')
disp('Masukan Nilai :')
F=input('Frekuensi(Hz) = ');
a=input('Diameter Transduser(m)= ');
t=input('Durasi Pulsa(s)=');
disp('PRESS ENTER !!!')
pause

clc;
disp('---------------------------------')
disp('Kalibrasi-Parameter Lingkungan')
disp('---------------------------------')
disp('# KECEPATAN SUARA #')
disp('Masukan Nilai :')
%Sound Speed formula%
s=input('Salinitas(permil)= ');
T=input('Temperatur(C)= ');
D=input('Kedalaman Pengukuran(m)=');
[C1,C2,C3,C4]=soundspeed(s,T,D);
disp(['1.C_Leroy (1969)=',num2str(C1)]);
disp(['2.C_Medwin (1975)=',num2str(C2)]);
disp(['3.C_Mackenzie (1981)=',num2str(C3)]);

18
disp(['4.C_Del Grosso=',num2str(C4)]);
pilih=input('pilihan anda(1-4)->');
switch pilih
case 1
C=C1;
disp(['Leroy (1969)=',num2str(C1)]);
case 2
C=C2;
disp(['Medwin (1975)=',num2str(C2)]);
case 3
C=C3;
disp(['Mackenzie (1981)=',num2str(C3)]);
case 4
C=C4;
disp(['Del Grosso=',num2str(C4)]);
end
disp('PRESS ENTER !!!')
pause
clc;
disp('# ABSORPSI KOEFISIEN(Francois-Garrison)#')
disp('Masukan Nilai :')
ph=input('Ph = ');
clc;
FF=F/10000;
DD=D;
[alpha]=koefabsorbsi(C,DD,s,T,ph,FF);
disp('======================================')
disp(['Koef.Absorpsi=',num2str(alpha)]);
ld= C/F;
[beamwidth]=beamwidth(ld,a);
disp(['Lebar Beam =',num2str(beamwidth)]);
disp('======================================')
disp('PRESS ENTER !!!')
pause
%% instrument parameter %%
r=1.45;
%-----------------------------------------------------%
AG0=0;
RS=-185;
RS2=-173;
AGTR=10^(AG0/10);
RSTR=10^(RS/10);
KTRlin=AGTR*RSTR;
KTR=10*log10(KTRlin);
SL=163; TL=20*log10(r)+2*alpha*r;
makscount=255;
jumrec=1; AVG=20*log10(jumrec);
Qa=0.5*pi*(0.3207^2);;
Qb=Qa;
be=(1/2*pi)*(Qa/2)*(Qb/2)*(10^-3.16);
etha=2*pi*(be^2);
Ce=10*log10((C*t*etha)/2);
TVGts=40*log10(r)+2*alpha*r;
TVGsv=20*log10(r)+alpha*r;
apr=4145.6/98;%
corr=((C*t*0.001)/2);
MAX=4145;
clc
format long
file=input('Masukan Nama File Echogram=');
PS=input('POWER yang digunakan(watt)=');
PSS=10^((PS/MAX)/10);
data=file;
aa=data(2:size(data,1),1:size(data,2));
as=data(1:size(data,1),1:size(data,2));
ep=data(:,1);
aaa=rot90(aa);
ra=rot90(as);
%kedalaman rata-rata
dz=input('Masukan Kedalaman Rata-rata=');
dzz=33*dz;
mam=size(aaa,1);
oen=size(aaa,2);
data_filter=zeros(mam,oen);

for mam = 1:mam
for oen = 1:oen
if ((aaa(mam,oen)>=0)&&(aaa(mam,oen)=10));
splita_DN(reeee,numa) = aaaa(reeee,numa)*2;
end
end
end
%Re matrik
MMDN=uppera_DN.*splita_DN;
%% re_matrik_DN %%
mamaa=size(MMDN,1);
oenaa=size(MMDN,2);
MMAA=zeros(mamaa,oenaa);
for mamaa = 1:mamaa
for oenaa = 1:oenaa
if MMDN(mamaa,oenaa)==1;
MMAA(mamaa,oenaa) = 0;
else
MMAA(mamaa,oenaa) = MMDN(mamaa,oenaa);
end
end
end
%% TS convertion
VR=10*log10((MMAA)/makscount);
VRR=aaaa/makscount;
TS=-RS-SL+2*TL+VR-AVG+AG0;
TSS=-RS-SL+VR+40*log10(r)-2*r*(alpha)+Ce+AG010*log10(PSS);%+corr;
%% TS integration area
TSlin=10.^(TS/10)*1000000;
%% TVG for TS distribution
raa=size(TSS,1);
num=size(TSS,2);
split_TS=ones(raa,num);
upper_TS=ones(raa,num);
for re = dzz:raa
for num = 1:num
upper_TS(re,num) = TSS(re,num);
end
end
for ree = 1:dzz-1
for num = 1:num
if ((TSS(ree,num)