Nilai Kekuatan Hambur Balik Substrat Berpasir

NILAI KEKUATAN HAMBUR BALIK (BACKSCATTERING
STRENGTH VALUE) SUBSTRAT BERPASIR

STEVEN SOLIKIN

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Nilai Kekuatan
Hambur Balik (Backscattering Strength Value) Substrat Berpasir adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Steven Solikin
NIM C54110052

ABSTRAK
STEVEN SOLIKIN. Nilai Kekuatan Hambur Balik Substrat Berpasir. Dibimbing
oleh SRI PUJIYATI
Klasifikasi tipe dasar perairan, seperti dasar perairan berbatu, berpasir, dan
berlumpur dapat menggunakan metode hidroakustik. Metode hidroakustik
menggunakan prinsip gelombang suara dalam proses pengoperasiannya.
Gelombang suara yang mengenai dasar perairan menghasilkan suatu nilai, yaitu
nilai hambur balik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung nilai
hambur balik dari dasar perairan dan mengetahui hubungan dari nilai hambur
balik tersebut dengan ukuran butir dan fraksi dari substrat berpasir di perairan
gugus Pulau Pari. Pengambilan data oleh Syahrul Purnawan dilakukan pada
sepuluh stasiun, dimana sembilan stasiun memiliki tipe substrat berpasir dan satu
stasiun memiliki tipe substrat pasir berlumpur. Komposisi fraksi pada setiap
stasiun terdiri dari tiga fraksi, yaitu fraksi pasir, kerikil, dan lumpur. Substrat
berpasir memiliki nilai hambur balik yang lebih tinggi dibandingkan substrat pasir

berlumpur karena tingkat kekasaran dan kekerasan substrat berpasir lebih besar
dibandingkan substrat pasir belumpur. Dari hasil analisis PCA dapat diketahui
bahwa hubungan antara komposisi fraksi sedimen, diameter fraksi, dan nilai
hambur balik memiliki keragaman mencapai 80.10%.
Kata kunci: hidroakustik, hambur balik, substrat berpasir, Pulau Pari, PCA

ABSTRACT
STEVEN SOLIKIN. Backscattering Strength Value of Sandy Substrate.
Supervised by SRI PUJIYATI.
The types of seafloor, such as rocky, sandy, and muddy seafloor can be
classified using hydroacoustic method. Hydroacoustic method uses sound wave
principle in its operation. The sound wave which hits the seafloor produces some
values, which are called backscattering strength values. The aim of this research is
to calculate the value of seafloor backscattering strength and to tell the correlation
between the backscattering strength value with the grain size and fraction of sandy
substrate in Pari Island. Sampling by Syahrul Purnawan is conducted in ten
stations, where nine of them have sandy substrate and one has muddy sand
substrate. The fraction composition in each station consists of three fractions,
which are sand, pebble, and mud fractions. Sandy substrate has higher
backscattering strength value than the muddy sand one. The result of PCA

analysis shows that the correlation between sediment fraction, fraction diameter,
and backscattering strength value has variability up to 80.10%
Keywords: hydroacoustic, backscattering strength, sandy substrate, Pari Island,
PCA

NILAI KEKUATAN HAMBUR BALIK (BACKSCATTERING
STRENGTH VALUE) SUBSTRAT BERPASIR

STEVEN SOLIKIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

Judul Skripsi : Nilai Kekuatan Hambur Balik (Backscattering Strength Value)
Substrat Berpasir
Nama
: Steven Solikin
NIM
: C54110052

Disetujui oleh

Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si.
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat
dan berkat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember
2014 ini ialah akustik dasar perairan, dengan judul Nilai Kekuatan Hambur Balik
(Backscattering Strength Value) Substrat Berpasir.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Ir.
Sri Pujiyati, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dalam
penyelesaian karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada kedua orang tua beserta keluarga yang selalu memberikan dukungan dan
doa, kemudian juga kepada Syahrul Purnawan, S.Pi, M.Si yang telah mengijinkan
penulis untuk menggunakan data penelitiannya dan semua pihak yang telah
mendukung baik moril maupun materil demi terselesaikannya karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015
Steven Solikin

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Lokasi Penelitian

2

Alat dan Bahan

3

Prosedur Analisis Data

4


Analisis Ukuran Butiran

6

Visualisasi Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Sedimen Dasar Perairan

7

Volume Backscattering Strength (Sv) Dasar Perairan

8


Hubungan antara Nilai E1, E2, Fraksi, dan Diameter Fraksi

11

SIMPULAN DAN SARAN

14

DAFTAR PUSTAKA

14

RIWAYAT HIDUP

16

DAFTAR TABEL

1 Alat yang digunakan


3

2 Bahan yang digunakan

3

3 Spesifikasi SIMRAD EY60 scientific echosounder system

4

4 Komposisi fraksi pada setiap stasiun

8

5 Nilai hambur balik dasar perairan

10

DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi pengambilan data


3

2 Diagram alir pengolahan data

5

3 Persentase sedimen di lokasi penelitian

7

4 Contoh tampilan echogram substrat berpasir

9

5 Contoh tampilan echogram substrat pasir berlumpur

9

6 PCA untuk komposisi fraksi sedimen, diameter fraksi, dan
nilai hidroakustik pada sumbu F1 dan F2
7. Penyebaran stasiun pengamatan pada sumbu F1 dan F2

12
13

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Substrat dasar perairan merupakan suatu kajian yang menarik untuk
dipelajari, karena dasar perairan merupakan habitat bagi hewan bentik, ikan
demersal, dan banyak mikrofauna lainnya (Pujiyati 2008). Selain itu, informasi
mengenai dasar perairan sendiri sangat berguna dalam aplikasi bidang kelautan,
seperti studi habitat ikan, pembangunan pelabuhan, studi geologi, eksplorasi laut,
dan pertambangan (Manik 2011).
Pada umumnya informasi mengenai tipe dasar perairan didapatkan
menggunakan grab dan coring. Namun perolehan informasi dengan teknik
tersebut memiliki beberapa kekurangan, diantaranya adalah perolehan data dengan
waktu yang lama dan wilayah yang terbatas. Oleh karena itu dikembangkanlah
metode hidroakustik untuk menutup kekurangan tersebut.
Menurut Urick (1983), dasar laut memiliki karakteristik untuk memantulkan
dan menghamburkan kembali gelombang suara. Metode hidroakustik, yang pada
prinsipnya adalah menggunakan gelombang suara tersebut, dapat digunakan untuk
mendapatkan informasi mengenai tipe dasar perairan.
Metode hidroakustik sudah dapat mengklasifikasi tipe dasar perairan, seperti
batu, pasir, dan lumpur (Stanton 1994). Perbedaan tipe dasar laut dapat
digambarkan melalui kekasaran dasar (roughness) dan kekerasan dasar (hardness)
dari batu, pasir, lumpur, atau campurannya (Siwabessy et al. 1999). Nantinya
informasi yang diperoleh dari metode hidroakustik akan dikombinasikan dengan
informasi yang didapat menggunakan grab atau coring untuk mendapatkan hasil
yang lebih valid.
Perairan di Kepulauan Seribu tergolong perairan dangkal (rata-rata 30 m)
dengan ekosistem yang sangat beragam, diantaranya adalah ekosistem terumbu
karang dan lamun. Tipe dasar perairan di perairan Kepulauan Seribu sendiri
sangat beragam, mulai dari terumbu yang merupakan dasar perairan yang keras
hingga lumpur yang merupakan dasar perairan yang halus (Pujiyati et al. 2010).
Beberapa penelitian mengenai karakterisitik dasar perairan dengan metode
hidroakustik di Indonesia sudah dulakukan oleh beberapa peneliti dengan
menggunakan metode dan instrumen yang berbeda-beda, diantaranya adalah

2

Manik et al. (2006) yang mengintegrasi echo dasar perairan melalui
pengembangan model numerik ring surface scattering menggunakan Quantitative
Echo Sounder di perairan Selatan Jawa; Pujiyati (2008) mengukur nilai
backscattering volume (E1 dan E2) dari dasar perairan yang berlokasi di perairan
Pulau Pari (Kepulauan Seribu), Belitung, Kalimantan Timur, dan Laut Jawa; Allo
(2011) yang mengkuantifikasi dan mengkarakterisasi hambur balik dasar perairan
di Kepulauan Seribu.
Penelitian ini akan memberikan informasi kuantitatif mengenai nilai
hambur balik dari tipe dasar perairan yang berpasir, yaitu nilai backscattering
volume (E1 dan E2). Pemilihan Pulau Pari sebagai lokasi penelitian karena Pulau
Pari dianggap dapat menjadi model bagi pulau-pulau lainnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung nilai hambur balik dari dasar
perairan dengan menggunakan instrumen hidroakustik split beam echosounder,
serta mengetahui hubungan dari nilai hambur balik tersebut dengan ukuran butir
dan fraksi dari substrat berpasir di gugus Pulau Pari.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada pengolahan data sekunder nilai hambur balik
pada substrat berpasir yang dilakukan dari bulan Desember 2014 sampai dengan
bulan Januari 2015 di Laboratorium Data Processing Akustik Ilmu dan Teknologi
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Data yang digunakan berasal dari penelitian
Syahrul Purnawan tahun 2009. Lokasi pengambilan data lapang dilakukan di
perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta yang memiliki kedalaman yang
relatif dangkal, yaitu kurang lebih 3 meter. Pengambilan data dilakukan pada
sepuluh stasiun. Peta lokasi pengambilan data dapat dilhat pada Gambar 1.

3

Gambar 1. Peta lokasi pengambilan data di perairan gugus Pulau Pari (Purnawan
2009)
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pengolahan data Purnawan (2009) ini dapat
dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Alat yang digunakan
Alat

Kegunaan

Echosounder SIMRAD EY60, 120 kHz

Perekaman data akustik

Software Echoview 4.0

Mengintegrasi raw data

Software Ms. Excel

Mengolah dan merapikan data

Software Minitab 14

Melakukan analisis PCA

Bahan yang digunakan dalam pengolahan data Purnawan (2009) ini dapat
dilihat pada Tabel 2
Tabel 2. Bahan yang digunakan
Bahan

Kegunaan

Data rekaman akustik (Syahrul

Menentukan hubungan antara ukuran

Purnawan tahun 2008)

partikel dan nilai hambur balik

Data hasil analisis lab sedimen

Menentukan fraksi sedimen dan

(Laboratorium Geologi P2O LIPI)

ukuran butirnya

4

Spesifikasi transducer dalam sistem echosounder SIMRAD EY60 adalah
seperti disajikan pada Tabel 3 di bawah ini
Tabel 3. Spesifikasi SIMRAD EY60 scientific echosounder system
Spesifikasi SIMRAD EY60
Operating frequency
Operating models
Transmission power
Ping rate
Maximum ping rate
Data collection range
Receiver filtering
Receiver noise figure
Split-beam
Synchronization
Bottom detection settings
Transmit power
Receiver instantenous dynamic range
Sumber: Simrad (2012)

Operation setting
120 kHz
Active
adjustable in steps 50 watt

adjustable 60 m
20 pings/sec

0 to 1500 m
matched digital filters
4 dB
complex digital demodulation
internal and external
Adjustable
maximum 4 kW
150 dB

Prosedur Analisis Data
Proses pengolahan data dilakukan menggunakan perangkat lunak Echoview
v.4 untuk mengekstraksi nilai mentah dari data akustik yang masih dalam format
raw data, seperti nilai rata-rata volume backscattering strength (SV mean), nilai
maksimum volume backscattering strength (SV max), nilai minimum volume
backscattering strength (SV min), dan nilai NASC (Nautical Area Scattering
Coefficient).
Pemrosesan data dilakukan dengan memasukkan faktor koreksi terhadap
data yang diperoleh dari calibration setting, seperti kecepatan suara dan koefisien
absorpsi. Setelah dikalkulasi, akan didapatkan nilai kecepatan suara 1543.32 m/s
dan koefisien absorpsi 0.042873 dB/m pada suhu 30 °C dan salinitas 33 ppt.
Langkah selanjutnya adalah mengintegrasi data akustik yang sudah
diesktrak. Integrasi dilakukan di lapisan permukaan dasar perairan sampai
kedalaman 15 cm di bawah permukaan dasar perairan tiap 100 ping yang berarti
satu Elementary Sampling Distance Unit (ESDU) pada tiap lokasi pengambilan
data. Threshold yang digunakan untuk mengintegrasi nilai SV pada hambur balik
pertama yang menggambarkan kekasaran (E1) adalah dengan nilai minimum -40

5

dB dan nilai maksimum 0 dB. Integrasi pada SV hambur balik kedua yang
menggambarkan kekerasan (E2) dengan kedalaman dan ping yang sama namun
dengan threshold yang berbeda, yaitu dengan nilai minimum -60 dB dan nilai
maksimum 0 dB dengan ketebalan 15 cm. Selanjutnya lapisan yang sudah
terintegrasi tersebut diekstrak nilai akustiknya kemudian dicatat untuk dianalisis
lebih lanjut. Diagram alir tahapan pengolahan data penelitian disajikan pada
Gambar 2.
Dasar Perairan

Survei akustik

SIMRAD EY60
Scientific echosounder

RAW Data
α, koef. absorpsi
c, kecepatan suara
t, suhu
s, salinitas

Integrasi echo

Ekstraksi nilai SV per 100 ping
tiap stasiun
Sedimen Sampling

Ukuran butiran dan
fraksi sedimen

Sv = 10(

)

;

=∑

(

)

Rata-rata nilai SV tiap stasiun
= 10 log ( )

Echo 1 (E1) untuk kekasaran
permukaan
Echo 2 (E2) untuk kekerasan
permukaan

Principal Component Analysis

Gambar 2. Diagram alir pengolahan data

6

Analisis Ukuran Butiran
Dalam menghitung nilai rata-rata ukuran butiran dipergunakan rumus
sebagai berikut:




(
"#

)
$


(!



(!

)

)

................................................... (1)

Visualisasi Data
Penyajian data ditampilkan dengan menggunakan Microsoft Excel dan
Principal Component Analysis (PCA). Penyajian data dengan Microsoft Excel
ditampilkan dalam bentuk grafik dan tabel. PCA digunakan untuk menerangkan
struktur ragam per ragam melalui kombinasi linear variabel konsep utama
mereduksi data dana menginpretasikannya.
Principal Component Analysis atau Analisis Komponen Utama bertujuan
untuk menyusutkan dimensi dari sekumpulan variabel yang tak bertata untuk
keperluan analisis dan interpretasi sehingga variabel yang jumlahnya cukup
banyak akan diganti dengan variabel yang jumlahnya lebih sedikit tanpa diiringi
hilangnya objektivitas analisis (Andi 2002). Dalam penelitian ini, analisis PCA
digunakan untuk melihat hubungan antara komposisi fraksi sedimen dan diameter
fraksi dengan nilai akustik. Analisis ini dilakukan untuk melihat seberapa besar
keterikatan antara satu komponen dengan komponen yang lain. Komposisi fraksi
sedimen yang digunakan dalam analisis ini meliputi fraksi pasir, fraksi lumpur,
dan fraksi kerikil, sedangkan untuk parameter akustik meliputi nilai E1 dan E2.
Menurut Soemartini (2008), keuntungan menggunakan analisis PCA
dibandingkan analisis yang lain adalah:
1. Menghilangkan korelasi secara bersih (korelasi = 0)
2. Dapat digunakan untuk segala kondisi data/penelitian
3. Dapat digunakan untuk mengurangi jumlah variabel asal
4. Kesimpulan yang diberikan dari analisis PCA lebih akurat dibandingkan
penggunaan metode lain

7

Dalam analisis PCA, suatu korelasi dinyatakan berhubungan positif atau
berbanding lurus jika nilainya 0.50 – 1.00. Parameter yang dinyatakan
berhubungan negatif atau berbanding terbalik jika nilainya berada pada kisaran 0.50 sampai dengan -1.00 dan jika nilainya berada di antara -0.50 hingga 0.50
dianggap tidak mempunyai pengaruh yang nyata baik secara positif maupun
negatif (Legendre dan Legendre 1983 dalam Allo et al. 2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sedimen Dasar Perairan
Tipe sedimen di lokasi penelitian dari hasil analisis laboratorium memiliki
dua tipe, yaitu pasir dan pasir berlumpur. Klasifikasi tersebut ditentukan
berdasarkan komposisi fraksi pada contoh sedimen. Tipe pasir berlumpur
ditemukan pada Stasiun 10 karena lokasi tersebut berdekatan dengan padang
lamun. Sedimen yang ditemukan mengandung kalsium karbonat (CaCO3) yang
merupakan campuran dari pecahan karang dan cangkang kerang (Purnawan 2009).
Fraksi pasir memiliki persentase rata-rata sebesar 81.8000%, fraksi lumpur
memiliki persentase rata-rata sebesar 15.4000%, dan fraksi kerikil memiliki
persentase rata-rata sebesar 2.8000%. Wibisono (2005) menyatakan bahwa
perairan Kepulauan Seribu merupakan perairan yang memiliki sedimen tersortir

Persentase Sedimen (%)

dengan baik. Wilayah pantai, karang, pasir, dan lumpur tertata rapi secara alami.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Fraksi Pasir
Fraksi Lumpur
STA 1STA 2STA 3STA 4STA 5STA 6STA 7STA 8STA 9 STA
10
Selatan
Tepian Pulau Tikus

Fraksi Kerikil

Utara

Tepian Gugus Pari

Gambar 3. Persentase sedimen di lokasi penelitian (Sumber: Hasil analisis
laboratorium sedimen LIPI)

8

Persentase komposisi fraksi pasir terbesar terdapat pada Stasiun 3 sebesar
93.5599% yang berada pada posisi 106°36'58.56'' BT dan 5°52'13.08'' LS pada
kedalaman 1.73 meter dan terendah pada Stasiun 10 sebesar 66.6111% pada
posisi 106°35'56.40'' BT dan 5°51'40.68'' LS yang berada pada kedalaman 1.29
meter. Persentase komposisi fraksi lumpur terbesar terdapat pada Stasiun 10
sebesar 30.8009% dan terendah pada Stasiun 3 sebesar 6.0649% yang berada pada
posisi 106°36'58.56'' BT dan 5°52'13.08'' LS dengan kedalaman 1.78 meter,
sedangkan untuk fraksi kerikil terbesar terdapat pada Stasiun 9 sebesar 7.6839%
yang berada pada posisi 106°35'57.84'' BT dan 5°51'42.12'' LS dengan kedalaman
1.67 meter dan terendah pada Stasiun 2 sebesar 0.1159% yang berada pada posisi
106°36'59.28'' BT dan 5°52'10.92'' LS dengan kedalaman 1.44 meter (Tabel 4).
Tabel 4. Komposisi fraksi pada setiap stasiun
Posisi
Stasiun

Bujur (BT)

Lintang
(LS)

Persentase Fraksi (%)
Pasir

Kerikil Lumpur

Diameter
Fraksi
(cm)

Tipe
Substrat

STA 1

106°35'51.72'' 5°51'29.52''

91.755

0.2888

7.9561

0.5358

Pasir

STA 2

106°36'59.28'' 5°52'10.92''

90.444

0.1159

9.4401

0.6906

Pasir

STA 3

106°36'58.56'' 5°52'13.08'' 93.5599

0.3752

6.0649

0.6484

Pasir

STA 4

106°36'57.84'' 5°52'12.36'' 76.9381

1.5308

21.9545

0.3065

Pasir

STA 5

106°36'2.88''

5°51'50.76'' 78.6889

3.5707

17.7404

0.4806

Pasir

STA 6

106°36'0.18''

5°51'44.57'' 84.8258

4.8681

10.3061

0.5822

Pasir

STA 7

106°35'59.28'' 5°51'44.64'' 78.2694

1.3991

20.3315

0.2753

Pasir

STA 8

106°35'58.56'' 5°51'43.20'' 78.0042

5.9533

16.0424

0.5382

Pasir

STA 9
STA
10

106°35'57.84'' 5°51'42.12'' 78.8784

7.6839

13.4377

0.8431

106°35'56.40'' 5°51'40.68'' 66.6111

2.5881

30.8009

0.3591

Pasir
Pasir
Berlumpur

Volume Backscattering Strength (Sv) Dasar Perairan
Hasil ekstrak data menggunakan program Echoview 4.0 menghasilkan
tampilan echogram yang merupakan hasil penjabaran setiap ping dari nilai
backscattering strength (Sv) dalam unit decibel (dB). Semakin kasar dan semakin
keras jenis dasar perairan tersebut, semakin besar pula nilai backscattering (E1
dan E2) yang diberikan dasar perairan tersebut (Hamilton 2001). Gambar 4 dan

9

Gambar 5 merupakan salah satu contoh echogram dari tipe substrat berpasir dan
pasir berlumpur.

Echo 1 dasar perairan

Echo 2 dasar perairan
Gambar 4. Contoh tampilan echogram substrat berpasir

Echo 1 dasar perairan
Echo 2 dasar perairan

Gambar 5. Contoh tampilan echogram substrat pasir berlumpur
Echogram memberikan informasi dengan tepat lokasi dasar perairan pada
proses integrasi untuk mendapatkan nilai Sv. Gambar 4 merupakan representasi
dari stasiun dengan tipe substrat berpasir (Stasiun 1), sedangkan Gambar 5
merupakan representasi dari stasiun dengan tipe substrat pasir berlumpur (Stasiun
10). Jika diperhatikan dengan seksama, terdapat perbedaan pada kedua echogram
tersebut. Gambar 4 menunjukkan bentuk dasar perairan yang kasar, sedangkan
Gambar 5 menunjukkan bentuk dasar perairan yang lebih halus. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan material yang dikandung oleh masing-masing stasiun.
Menurut Burczynski (2002) dalam Allo (2011), bagian dasar perairan yang keras
akan menghasilkan echo yang tajam dengan amplitudo yang tinggi sementara
bagian dasar perairan lunak akan menghasilkan echo yang panjang dengan
amplitudo yang rendah.
Hasil kuantifikasi nilai hambur balik dasar perairan menunjukkan bahwa
tipe dasar perairan yang ditemukan di lokasi penelitian, substrat pasir memiliki

10

nilai E1 yang berkisar antara -21.5854 dB hingga -8.7073 dB dengan nilai ratarata sebesar -13.9843 dB, sedangkan substrat pasir berlumpur yang hanya
ditemukan pada satu stasiun memiliki nilai E1 sebesar -20.5613 dB. Nilai E1
tertinggi untuk substrat berpasir terdapat pada Stasiun 1 sebesar -8.7073 dB dan
terendah pada Stasiun 4 sebesar -21.5854 dB. Nilai ini diperoleh dengan
mengintegrasikan dasar perairan dengan ketebalan lapisan 15 cm dengan nilai
minimum threshold yang digunakan sebesar -40 dB dan maksimum 0 dB untuk
E1, sedangkan untuk E2 nilai minimum threshold yang digunakan sebesar -60 dB
dan maksimum 0 dB.
Nilai hambur balik dari pantulan kedua (E2) untuk substrat berpasir
berkisar antara -63.4268 dB hingga -39.9477 dB dengan nilai rata-rata sebesar 44.7129 dB. Sama halnya dengan nilai hambur balik dari pantulan pertama (E1),
nilai tertinggi dan terendah untuk E2 ditemukan pada Stasiun 1 dan Stasiun 4.
Nilai E2 untuk substrat pasir berlumpur yang ditemukan di lokasi penelitian
adalah sebesar -61.8364 dB (Tabel 5).
Tabel 5. Nilai hambur balik dasar perairan
Stasiun
STA 1
STA 2
STA 3
STA 4
STA 5
STA 6
STA 7
STA 8
STA 9
STA 10

Sv
E1
-8.7073
-19.9725
-14.8162
-21.5854
-13.4429
-14.1001
-15.1510
-15.7375
-14.7441
-20.5613

E1
E2
-39.9477
-56.2131
-51.1158
-63.4268
-39.4105
-43.2813
-52.2561
-49.5916
-48.5961
-61.8364

Min
-17.23
-30.86
-24.49
-28.28
-23.77
-26.87
-22.72
-22.16
-20.92
-32.50

E2
Max
-5.85
-14.76
-10.60
-15.50
-7.38
-6.57
-8.29
-12.75
-10.90
-17.43

Min
-55.03
-72.29
-62.66
-82.95
-81.09
-61.38
-61.28
-53.84
-54.38
-87.42

Max
-34.24
-48.42
-41.52
-56.19
-24.91
-35.30
-44.63
-45.69
-44.21
-54.77

Menurut Siwabessy (2001), faktor yang mempengaruhi nilai E1 dan E2
dasar perairan, selain kedalaman adalah ukuran butiran. Hal ini dikarenakan tiap
tipe substrat memiliki diameter ukuran yang berbeda-beda. Umumnya substrat
pasir memiliki tingkat kekasaran yang lebih tinggi dibandingkan substrat pasir
berlumpur, demikian juga untuk tingkat kekerasan, substrat berpasir akan
memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan substrat pasir

11

berlumpur. Semakin besar komposisi fraksi pasir yang dikandung pada substrat
berpasir, maka nilai E1 dan E2 juga akan semakin besar. Hal berlawanan
didapatkan pada Stasiun 1 yang merupakan stasiun dengan nilai E1 tertinggi (8.7073 dB), namun stasiun dengan komposisi fraksi pasir yang tertinggi justru
dimiliki oleh Stasiun 3. Hal ini dapat disebebakan karena Stasiun 1 yang
lokasinya sudah cukup jauh dari daratan dibandingkan Stasiun 3, sehingga
endapan lumpur yang merupakan proses sedimentasi dari daratan juga sudah
berkurang. Jadi, walaupun komposisi fraksi pasir Stasiun 1 lebih rendah
dibandingkan Stasiun 3, nilai E1 yang dimiliki Stasiun 1 tetap lebih tinggi
dibandingkan Stasiun 3. Hal serupa juga ditemukan pada Stasiun 4 dan Stasiun 10,
dimana Stasiun 4 merupakan stasiun dengan nilai E1 terendah (-21.5854 dB),
namun Stasiun 10 merupakan stasiun dengan komposisi fraksi pasir yang terendah.
Sama dengan kasus sebelumnya, Stasiun 4 yang lokasinya dekat dengan daratan
menyebabkan adanya proses sedimentasi berupa endapan lumpur yang
menyebabkan nilai hambur baliknya menjadi lebih rendah dibandingkan Stasiun
10 yang berada jauh dari daratan.
Dari hasil penelitian Purnawan (2009), dengan menggunakan data yang
sama namun menggunakan metode pengolahan yang berbeda, didapatkan hasil
yang tidak terlalu jauh berbeda. Nilai hambur balik yang didapat dari penelitian
Purnawan (2009) berkisar antara -16.35 dB hingga -9.74 dB. Rentang nilai yang
didapatkan Purnawan masih berada dalam rentang nilai yang didapat penelitian ini.
Perbedaan yang muncul disebabkan karena pengolahan data dalam penelitian
Purnawan menggunakan syntax Matlab, sedangkan dalam penelitian ini
menggunakan Echoview versi demo.
Hubungan antara Nilai E1, E2, Fraksi, dan Diameter Fraksi
Hasil analisis PCA terhadap komponen nilai E1 dan E2, fraksi sedimen,
dan diameter fraksi dapat dilihat pada Gambar 6.

12

Variables (axes F1 and F2: 80,1%)
Fraksi Kerikil

0,75

F2 (24,6%)

0,50
E2

0,25

E1

Fraksi Lumpur

Diameter Frak si

0,00

-0,25
Fraksi Pasir

-0,50
-0,50

-0,25

0,00
F1 (55,5%)

0,25

0,50

Gambar 6. PCA untuk komposisi fraksi sedimen, diameter fraksi, dan nilai
hidroakustik pada sumbu F1 dan F2
Faktor 1 dan Faktor 2 merupakan hasil reduksi/penyusutan parameter yang
diamati, namun tidak mengurangi objektivitas dari parameter-parameter yang lain.
Berdasarkan Gambar 6 dapat dijelaskan bahwa faktor 1 memiliki nilai keragaman
sebesar 55.5000% dan faktor 2 memiliki nilai keragaman sebesar 24.6000%. Hasil
analisis PCA yang dilakukan terhadap data pengamatan di perairan Pulau Pari
dapat menjelaskan keragaman data sampai 80.1000%, sehingga interpretasi
analisis komponen dianggap mewakili keadaan yang terjadi tanpa mengurangi
informasi yang banyak dari data.
Gambar 6 juga menjelaskan juga menjelaskan bahwa faktor 1 didukung
oleh 5 parameter, baik secara positif maupun negatif. Faktor 1 positif didukung
oleh parameter fraksi lumpur, sedangkan faktor 1 negatif didukung oleh parameter
E1, E2, diameter fraksi, dan fraksi pasir. Faktor 2 didukung oleh 1 parameter
secara positif, yaitu fraksi kerikil. Hasil tersebut juga dapat menjelaskan bahwa
fraksi kerikil yang berdiri sendiri pada faktor 2 merupakan representasi dari hasil
E1 dan E2 yang tidak serta merta dapat disejajarkan karena substrat yang
memiliki nilai E1 yang besar (permukaan kasar) belum tentu memiliki nilai E2
yang besar juga (permukaan keras) karena adanya kemungkinan sinyal yang
dipantulkan oleh permukaan kasar tersebut tidak diterima oleh transducer atau
receiver dengan sempurna karena sinyal tersebut menyebar ke segala arah
(Penrose et al. 2005).

13

Berdasarkan hasil yang diperoleh seperti Gambar 7, dapat diperoleh
adanya empat kelompok:
1. Kelompok 1 yang meliputi Stasiun 5, 6, 8, dan 9 adalah stasiun yang memiliki
komposisi fraksi pasir yang lebih kecil dibandingkan Stasiun 1, 2, dan 3
dengan nilai E1 dan E2 yang lebih kecil dibandingkan Stasiun 1, 2, dan 3 pula.
2. Kelompok 2 yang meliputi Stasiun 1, 2, dan 3 adalah stasiun yang memiliki
komposisi fraksi pasir yang lebih besar dibandingkan stasiun lainnya yang
ditandai dengan nilai E1 dan E2 yang lebih besar.
3. Kelompok 3 yang meliputi Stasiun 4 dan 7 adalah stasiun yang memiliki
diameter fraksi yang lebih kecil dibandingkan stasiun lainnya.
4. Kelompok 4 yang meliputi stasiun 10 adalah stasiun dengan tipe substrat pasir
berlumpur.
Hasil yang didapatkan pada Gambar 7 tidak menunjukkan penyebaran
stasiun berdasarkan kedekatan lokasi stasiun, melainkan berdasarkan karakteristik
sedimen yang dimiliki oleh setiap stasiun. Hal ini disebabkan karena sedimen
dasar perairan Pulau Seribu memiliki keunikan tersendiri, yaitu mudah bersifat
tidak kompak (unconsolidated) yang selalu dalam keadaan siap terurai dengan
kekuatan arus yang lemah sekalipun (Wibisono 2005 dalam Pujiyati 2008).
Variables (axes F1 and F2: 80,1%)
9

2

Kelompok 1
8
5

F2 (24,6%)

1

Kelompok 4

6

10

0

Kelompok 2

7

1
4

-1

Kelompok 3

3
2

-2
-3

-2

-1

0
1
F1 (55,5%)

2

3

Gambar 7. Penyebaran stasiun pengamatan pada sumbu F1 dan F2

4

14

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nilai hambur balik (E1) substrat berpasir di sekitar perairan gugus Pulau
Pari berkisar antara -21.5854 dB hingga -8.7073 dB dengan nilai rata-rata sebesar
-13.9843 dB, sedangkan nilai E2 berkisar antara -63.4268 dB hingga -39.9477 dB
dengan nilai rata-rata sebesar -44.7129 dB. Substrat pasir berlumpur yang
ditemukan memiliki nilai E1 sebesar -20.5613 dB dan nilai E2 sebesar -61.8364
dB.
Hasil analisis Principal Component Analysis (PCA) menunjukkan bahwa
hubungan antara komposisi fraksi sedimen, diameter fraksi dengan nilai hambur
balik substrat (E1 dan E2) memiliki keragaman mencapai 80.10%.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap sedimen dengan tipe yang lebih
beragam sehingga dapat diketahui nilai hidroakustik dari berbagai jenis sedimen.
Selain itu, perlakuan integrasi dengan ketebalan lapisan yang berbeda juga perlu
dilakukan agar dapat diketahui perbedaan nilai E1 dan E2. Memperbanyak jumlah
stasiun juga akan semakin baik agar hasil yang didapat lebih heterogen.

DAFTAR PUSTAKA
Allo OAT, Pujiyati S, dan Jaya I. 2009. Klasifikasi Habitat Dasar Perairan dengan
Menggunakan Instrumen Hidroakustik SIMRAD EY-60 di Perairan Sumur,
Pandeglang, Banten. Jurnal Kelautan Nasional. 2(Edisi Khusus Januari):
129-139.
Allo OAT. 2011. Kuantifikasi dan Karakterisasi Acoustic Backscattering Dasar
Perairan di Kepulauan Seribu-Jakarta. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Andi. 2002. 10 Model Penelitian dan Pengolahannya dengan SPSS 14. Edisi IV.
Andi Offseet. Yogyakarta. Wahana Komputer. Semarang.
Falco GD, Tonielli R, Martino GD, Innangi S, Simeone S, dan Parnum IM. 2010.
Relationships between multibeam backscatter, sediment grain size and
Posidonia oceanica seagrass distribution. Continental Shelf Research.
30(18): 1941–1950.
Gavrilov N. Duncan AJ, McCauley RD, Parnum IM, Penrose JD, Siwabessy PJW,
Woods AJ, Tseng YT. 2005. Characterization of the seafloor in Austarlia’s

15

coastal zone using acoustic techniques. Proc. International Conference
“Underwater Acoustic Measurement: Technology&Results”, 28 Juni-1 Juli
2005, Heraklion, Crete, Greece.
Hamilton, LJ. 2001. Acoustic seabed classification systems. DSTO-TN-0401.
DSTO Aeronautical and Maritime Research Laboratory. Australia.
Kenny, AJ. 2003. An overview of seabed-mapping technologies in the context of
marine habitat classification. ICES Journal of Marine Science. 60(2):411-418.
Manik, HM, Furusawa M, and Amakasu K. 2006. Quantifying Sea Bottom
Surface Backscattering Strength and Identifying Bottom Fish by Quantitative
Echosounder. Japanese Journal of Applied Physics 45(5B):4.865-4.867.
Manik, HM. 2011. Underwater acoustic detection and signal processing near the
seabed. Di dalam: Nikolai Kolev, editor. Sonar Systems; ISBN: 978-953-307345-3, InTech.
Penrose JD, Siwabessy PJW, Gavrilov A, Parnum I, Hamilton LJ, Bickers A,
Brooke B, Ryan DA, Kennedv P. 2005. “Acoustic Techniques for Seabed
Classification.” Report prepared for the CRC for Coastal Zone Estuary and
Waterway Management.
Pujiyati, S. 2008. Pendekatan Metode Hidroakustik untuk Analisis Keterkaitan
antara Tipe Substrat Dasar Perairan dengan Komunitas Ikan Demersal.
[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pujiyati S, Hartati S, dan Priyono, W. 2010. Efek Butiran, Kekasaran, dan
Kekerasan Dasar Perairan terhadap Nilai Hambur Balik Hasil Deteksi
Hidroakustik. E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 2(1):59-67.
Purnawan, S. 2009. Analisis Model Jackson pada Sedimen Berpasir
Menggunakan Metode Hidroakustik di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan
Seribu. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Soemartini. 2008. Principal Component Analysis (PCA) sebagai Salah Satu
Metode untuk Mengatasi Masalah Multikolinearitas. Jurusan Statistika.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjajaran.
Bandung
Simrad. 2012. Simrad EY 60 Portable scientific echosounder. Horten.
Siwabessy PJW, Penrose JD, Kloser RJ, Fox DR. 1999. “Seabed habitat
classification.” Proc. International Conference on High Resolution Surveys in
Shallow Waters DSTO, 18-20 October 1999, Sydney, Australia.
Siwabessy PJW. 2001. An investigation of the relationship between seabed type
and benthic and benthopelagic biota using acoustic techniques. [thesis].
Australia: Curtin University of Technology.
Stanton, TK. 1994. Sound scattering by marine objects. Lecture Notes. Meeting of
Marine Acoustic Society of Japan. 21(4).
Urick, RJ. 1983. Principles of Underwater Sound, 3rded. Mc-Graw-Hill. New
York.
Walpole RE, Myers RH, Myers SL, Ye KE. 2011. Probability & Statistics for
Engineers & Scientist, 9th ed. Pearson Education. New Jersey.
Wibisono, MS. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo. Jakarta.

16

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 26 Februari 1994 dari Ayah
Robert Solikin dan Ibu Marjam Tanizar. Penulis merupakan
anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2011 penulis
menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Regina
Pacis Bogor. Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai
mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.
Selama berkuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam
Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) periode
2013/2014 hingga periode 2014/2015. Selain itu, penulis juga aktif menjadi
Asisten Praktikum mata kuliah Dasar-dasar Akustik Kelautan (2013), Akustik
Kelautan (2014), dan Oseanografi Fisik (2014) di Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan, IPB, serta berbagai kepanitiaan seperti Orientasi Mahasiswa
Baru Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (OMBAK) (2013) dan menjadi ketua
Ekspedisi HIMITEKA (2014).
Dalam rangka menyelesaikan studi dan untuk memperoleh gelar Sarjana
Ilmu Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis menyusun skripsi
dengan judul “Nilai Kekuatan Hambur Balik (Backscattering Strength Value)
Substrat Berpasir”.