Performa Body Condition Score dan Bobot Badan pada Kelompok Ternak Domba Garut di BPPTD Margawati Garut.

PERFORMA BODY CONDITION SCORE DAN BOBOT
BADAN PADA KELOMPOK TERNAK DOMBA GARUT DI
BPPTD MARGAWATI GARUT

DEWI SRI MANUNGGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Performa Body
Condition Score dan Bobot Badan pada Kelompok Ternak Domba Garut di
BPPTD Margawati Garut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Dewi Sri Manunggal
NIM B04110092

ABSTRAK
DEWI SRI MANUNGGAL. Performa Body Condition Score dan Bobot Badan
pada Kelompok Ternak Domba Garut di BPPTD Margawati Garut. Dibimbing
oleh RP AGUS LELANA
Domba garut merupakan spesies asli tanah Sunda yang memiliki karakter
biologis yaitu kaya akan karkas. Namun demikian masih terdapat kekurangan
informasi mengenai performa skor kondisi tubuh dan bobot badan pada kelompok
ternak domba garut. Untuk mengetahui informasi tersebut dilakukan penilaian
skor kondisi tubuh (BCS) dan pengukuran bobot badan terhadap 80 ekor ternak.
Hasil menunjukkan bahwa domba jantan mengalami peningkatan BCS seiring
pertambahan umur dan bobot badan; rataan BCS jantan anakan 2 (18,22±1,45 kg),
jantan remaja 2 (27,88±3,52 kg), dan domba pejantan 3 (45,91±3,84 kg). Rataan
BCS domba betina mengalami peningkatan sesuai umur dan bobot badan; betina
anakan 2,1 (20,71±6,47 kg), dara 2,5 (26,99±2,14 kg), dan domba bunting 2,6
(35,05±2,14 kg), kecuali domba laktasi (2,1) dan flushing (1,9). Fenomena

penurunan BCS pada flushing dapat disebabkan oleh karakter biologis domba atau
keadaan patologis. Dapat disimpulkan, peningkatan BCS pada domba jantan dan
betina seiring pertambahan umur dan bobot badan serta terjadinya penurunan BCS
pada periode laktasi dan flushing perlu memperoleh perbaikan gizi klinis.
Kata kunci: bobot badan, domba garut, skor kondisi tubuh
ABSTRACT
DEWI SRI MANUNGGAL. Performance of Body Condition Score and Body
Weight on Garut Sheep at BPPTD Margawati Garut. Supervised by RP AGUS
LELANA
Garut sheep is an indigenous species of Sunda’s land biodiversity which
has uniques biological character such as rich carcass. However there is lack of
information concerning their performance based on body condition score and
body weight on garut sheep. For this challenge, we performed body condition
score (BCS) and body weights measurement on 80 animals. The result show that
BCS of male sheeps were increased followed by ages and body weights; such as 2
(18,22±1,45 kg) for male lambs, 2 (27,88±3,52 kg) for adolescent males and 3
(45,91±3,84 kg) for rams. BCS of female sheeps were increased followed by ages
and body weights; 2,1 (20,71±6,47 kg) for female lambs, 2,5 (26,99±2,14 kg) for
null para, and 2,6 (35,05±2,14 kg) for gestating animals, except lactating animals
(2,1) and flushing animals (1,9). The phenomenon of mild decreasing BCS on

flushing animals could be a biological character or a pathological state of garut
sheep. In conclusion, increasing BCS of male and female sheeps followed by ages
and body weights and the phenomenon of mild decreasing BCS on lactating and
flushing animal suggested that further clinical nutritional improvement should be
performed.
Keywords: body condition score, body weight, garut sheep

PERFORMA BODY CONDITION SCORE DAN BOBOT
BADAN PADA KELOMPOK TERNAK DOMBA GARUT DI
BPPTD MARGAWATI GARUT

DEWI SRI MANUNGGAL

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan
kepada Dr Drh RP Agus Lelana, SpMP MSi selaku dosen pembimbing skripsi
atas segala bimbingan, nasehat, dorongan, kritik, saran, dan waktu yang telah
diberikan dalam membimbing selama penelitian dan penulisan tugas akhir ini.
Terima kasih kepada Drh Mawar Subangkit selaku dosen pembimbing akademik
atas segala nasehat dan bimbingan selama penulis menjalankan studi. Ungkapan
terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada para staf Balai Pengembangan
dan Perbibitan (BPPTD) Margawati Garut yang telah membantu penulis selama
penelitian.
Rasa terima kasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada kedua
orang tua penulis, ayahanda tercinta Kompol Suhendar dan ibunda Wenty Catur
Hardianti beserta keluarga yang telah senantiasa memberikan nasehat, dukungan
dan doa tanpa henti. Terima kasih kepada rekan-rekan penelitian Dian Kristanti,
Luthzia Fauzan Aswindra dan Purnama Sinta atas dukungan, bantuan dan kerja
sama yang tak terlupakan. Ungkapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan

kepada rekan-rekan dekat yaitu Zahra, Al Hasna, Cindi, Anggraeni, Yustina, dan
teman-teman seperjuangan Ganglion 48 yang telah memberi warna dan kenangan
tak terlupakan selama masa studi.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Dewi Sri Manunggal

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN

1

Tujuan


1

Manfaat

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Domba Garut

2

Pertumbuhan Bobot Badan

2

Body Condition Score (BCS)


3

Keseimbangan Energi

3

METODE

4

Waktu dan Tempat

4

Bahan dan Alat

4

Penilaian Body Condition Score (BCS)


4

Penaksiran Bobot Badan

5

Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Keadaan Umum Lokasi

6

Profil Body Condition Score (BCS) dan Bobot Badan Domba Garut


6

SIMPULAN DAN SARAN

9

Simpulan

9

Saran

9

DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

9
11


DAFTAR GAMBAR
1 Kurva pertumbuhan domba
2 Ilustrasi penilaian Body Condition Score
3 Ilustrasi pengukuran lingkar dada
4 Rataan bobot badan dan BCS domba jantan
5 Rataan bobot badan dan BCS domba betina

3
5
5
7
7

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat maka meningkat pula
kebutuhan protein hewani yang berasal dari produk asal ternak terutama daging. Domba
merupakan ternak ruminansia kecil yang merupakan ternak penghasil daging dan wol.
Potensi domba dalam memenuhi kebutuhan sumber protein hewani dapat ditingkatkan
melalui sistem perbibitan untuk meningkatkan kualitas karkas sekaligus

mempertahankan mutu genetik. Balai Pengembangan dan Perbibitan Ternak Domba
(BPPTD) Margawati Garut yang berada di kabupaten Garut merupakan salah satu Unit
Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang berperan
dalam pengembangan dan perbibitan ternak domba untuk meningkatkan produktivitas
ternak terutama domba garut.
Domba garut merupakan salah satu bangsa domba yang banyak dikembangkan
dan dipelihara di Jawa Barat. Domba garut dikenal memiliki karakteristik yaitu bobot
badan pada domba jantan dapat mencapai 6080 kg sedangkan domba betina mencapai
3540 kg (Sudarmono dan Sugeng 2011). Hal ini menjadikan domba garut berpotensi
tinggi menjadi domba penghasil daging dibandingkan bangsa domba lainnya.
Informasi mengenai performa ternak sangat diperlukan dalam rangka
mempertahankan dan mengembangkan produktivitas domba garut. Salah satu indikator
yang dapat digunakan yaitu penilaian Body Condition Score (BCS). BCS merupakan
suatu metode penilaian kondisi tubuh ternak baik secara visual (inspeksi) maupun
dengan perabaan (palpasi) terhadap lemak tubuh pada bagian tertentu. BCS dapat
menggambarkan bobot badan dan cadangan lemak yang digunakan domba garut sebagai
sumber energi untuk mengoptimalkan produktivitas selama periode pertumbuhan,
kebuntingan dan laktasi. Penaksiran bobot badan juga dilakukan sebagai alternatif untuk
mengetahui bobot badan ternak secara praktis. Ukuran-ukuran linear tubuh dapat
digunakan untuk menaksir bobot badan. Lingkar dada merupakan ukuran linear tubuh
yang berkorelasi positif dengan bobot badan domba garut sehingga dimanfaatkan untuk
menaksir bobot badan pada kelompok ternak domba garut di BPPTD Margawati Garut.

Tujuan
Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis profil Body Condition Score (BCS)
dan bobot badan pada kelompok ternak domba garut di BPPTD Margawati Garut.

Manfaat
Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai profil Body
Condition Score (BCS) dan bobot badan untuk menentukan status gizi pada kelompok
ternak domba garut di BPPTD Margawati Garut.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Domba Garut
Menurut Damron (2006) klasifikasi domba terbagi ke dalam kingdom Animalia,
filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, famili
Bovidae, genus Ovis, dan spesies Ovis aries. Menurut FAO (2004) domba garut
merupakan hasil persilangan domba merino, domba kapstaad dan domba lokal. Awal
persilangan terjadi pada tahun 1864, saat itu pemerintah Belanda mulai memasukkan
domba merino yang berasal dari Australia dan menyerahkan pemeliharaannya kepada
K.F Holle sebagai bupati Limbangan di wilayah Garut. Secara bertahap dilakukan
penyebaran domba kepada beberapa penggemar domba, salah satunya ialah Van Nispen
yang pada saat itu memiliki seekor domba kapstaad, serta disebarkan ke beberapa
daerah lain seperti kabupaten Bandung, Garut, Sumedang, Ciamis dan Tasikmalaya.
Persilangan yang berlangsung secara terus menerus selama puluhan tahun antara domba
merino, kapstaad dan domba lokal tersebut diyakini merupakan cikal bakal
terbentuknya ras domba garut atau domba priangan (FAO 2004).
Domba garut dikenal memiliki karakteristik yaitu bobot badan pada domba jantan
dapat mencapai 6080 kg sedangkan domba betina mencapai 3540 kg (Sudarmono
dan Sugeng 2011). Domba ini banyak dipelihara sebagai domba aduan (tipe tangkas)
dan sumber pedaging (tipe daging). Menurut Gunawan dan Noor (2005) keunggulan
domba garut yaitu memiliki produktivitas cukup baik dan memiliki keunggulan
komparatif dalam performa, kekuatan dan bobot badan yang dapat bersaing dengan
domba impor dalam hal kualitas dan produktivitas. Riwantoro (2005) menyatakan
bahwa domba garut memiliki prestasi dalam seni ketangkasan domba sehingga perlu
dilakukan.pelestarian plasma nutfah domba garut
Pertumbuhan Bobot Badan
Menurut Soeparno (1994) pertumbuhan merupakan suatu perubahan ukuran yang
meliputi perubahan bobot hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi tubuh, termasuk
perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta
komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain jenis kelamin, hormon dan
genetik. Selain itu, konsumsi protein dan energi yang lebih tinggi juga akan
menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih cepat. Pertumbuhan dinyatakan dengan
pengukuran bobot badan yang dilakukan secara berkala dalam satuan waktu tertentu.
Menurut Tillman et al. (1991) pertumbuhan mempunyai tahap yang cepat dan lambat
serta dinyatakan dalam kurva pertumbuhan berbentuk sigmoid. Tahap yang cepat terjadi
pada saat sampai pubertas dan tahap lambat terjadi pada saat dewasa tubuh telah
tercapai. Menurut (Pomeroy 1955) individu sel mempunyai tendensi untuk tumbuh
dengan kecepatan konstan, sehingga massa sel dari seluruh tubuh hewan mengalami
pertumbuhan yang cepat atau disebut fase tumbuh dipercepat. Setelah fase ini,
pertumbuhan memiliki tendensi dibatasi oleh faktor pembatas diantaranya gizi dan
ruang. Fase ini disebut fase tumbuh diperlambat. Batas antara kedua fase tersebut
disebut titik infleksi. Menurut Sumoprastowo (1993) pertumbuhan domba garut tercepat

3
dimulai sejak anak dilahirkan sampai berumur 3−4 bulan. Pertumbuhan selanjutnya
menjadi lambat sehingga perlu asupan pakan yang lebih banyak.

Gambar 1 Kurva pertumbuhan domba (Tillman et al. 1991)
Body Condition Score (BCS)
Body condition score (BCS) pada domba garut disesuaikan dengan bentuk
proporsi tubuh dan status fisiologis ternak. Penilaian BCS dapat dilakukan secara visual
(inspeksi) dan perabaan (palpasi) pada otot dan tumpukan lemak sekitar pangkal ekor,
tulang punggung, dan pinggul. Pembagian skor BCS pada domba menggunakan skala
15. Semakin rendah skala BCS maka semakin rendah taksiran bobot badannya. Skala 1
menunjukkan domba sangat kurus, skala 2 domba kurus, skala 3 domba sedang, skala 4
domba gemuk, dan skala 5 domba sangat gemuk (Thompson dan Meyer 2006). Skor
BCS optimal pada penilaian BCS kelompok ternak domba garut berdasarkan kelompok
ternak mengacu pada rekomendasi ESGPIP (2001) yang menyatakan bahwa BCS
optimal pada domba anakan jantan dan betina berkisar 2,02,5, domba pejantan berkisar
3,04,0, betina dara berkisar 2,53,0, betina bunting 3,0, betina laktasi 2,5 dan betina
flushing 2,0. Penilaian BCS pada domba garut dapat digunakan untuk menentukan
status gizi dari ternak dengan melihat cadangan lemak tubuh. Cadangan lemak tersebut
merupakan indikator untuk mengetahui sumber energi yang tersimpan dalam tubuh
ternak. Cadangan energi tersebut digunakan untuk menjaga kesehatan tubuh, fungsi
reproduksi, dan produksi daging atau susu. Ketika domba memiliki cadangan tubuh
yang rendah maka domba akan memiliki peluang yang lebih besar menderita penyakit,
gangguan metabolisme, kegagalan reproduksi, dan penurunan produksi susu (Haskell
dan Antilla 2001).
Keseimbangan Energi
Energi merupakan indikator utama dalam menentukan kebutuhan pakan
ruminansia. Menurut Haryanto (2012) kebutuhan energi pada ternak setelah
kebuntingan lebih banyak diperoleh dari jaringan lemak tubuh yang dioksidasi karena
konsumsi energi dari pakan tidak mencukupi kebutuhan sehingga terjadi keseimbangan
energi yang negatif (negative energy balance). Cadangan energi dalam bentuk lemak
tubuh akan dimobilisasi menjadi asam lemak bebas (free fatty acid) dan digunakan
sebagai sumber energi oleh hati, sehingga sering dijumpai proses glukoneogenesis.

4
Dinamika keseimbangan energi merupakan permasalahan mendasar dari efisiensi
produksi ternak selama masa laktasi. Hal ini diduga terjadi melalui pengurangan energi
yang dibutuhkan untuk kebutuhan pokok, produksi susu dan sebagainya terhadap energi
yang bersumber dari pakan dan cadangan lemak (Mao et al. 2004). Saat awal laktasi,
ketersediaan pakan yang semula cukup sesuai dengan kebutuhan domba laktasi, maka
dengan berjalannya periode laktasi akan mengalami keseimbangan energi negatif.
Untuk memenuhi kebutuhan produksi susu, maka sejumlah cadangan lemak tubuh
dimobilisasi saat awal laktasi yang menurunkan cadangan lemak tubuh sehingga bobot
badan menyusut (Domeq et al. 1997). Domba yang berada pada keseimbangan energi
negatif setelah beranak memerlukan konsumsi pakan berlebih untuk mengembalikan
kondisi tubuh. Menurut Frandson (1992) flushing merupakan periode istirahat pada
domba induk untuk persiapan kawin dan kebuntingan selanjutnya. Pada periode tersebut
domba diberikan pakan tambahan untuk mengembalikan kondisi tubuh dan
meningkatkan bobot badan yang hilang pada periode laktasi. Pulina (2004) menyatakan
bahwa periode flushing pada domba efektif dilakukan 2-3 minggu sebelum induk
dikawinkan

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2014. Kegiatan
lapang dilakukan di Balai Pengembangan dan Perbibitan Ternak Domba (BPPTD)
Margawati Garut. Pengolahan data dilakukan pada bulan November sampai Desember
2014 di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat
Objek penelitian ini adalah 80 ekor ternak yang dipilih secara acak dari 1.253 ekor
domba garut. Kelompok ternak terdiri atas 10 ekor betina anakan (4−6 bulan), 10 ekor
jantan anakan (4−6 bulan), 10 ekor jantan remaja (6−8 bulan), 10 ekor pejantan, 10 ekor
betina dara (6−8 bulan), 10 ekor betina bunting, 10 ekor betina laktasi dan 10 ekor
betina flushing. Alat yang digunakan pada penelitian adalah pita ukur.

Metode Penelitian
Penilaian Body Condition Score (BCS)
Penilaian Body Condition Score (BCS) dilakukan secara visual (inspeksi) dan
perabaan (palpasi) pada otot dan tumpukan lemak tubuh sekitar pangkal ekor, tulang
punggung, dan pinggul domba garut. Diagram sistem BCS berdasarkan Thompson dan
Meyer (2006) menggunakan skala 15. Skala 1 menunjukkan domba sangat kurus,
skala 2 domba kurus, skala 3 domba sedang, skala 4 domba gemuk dan skala 5 domba
sangat gemuk.

5

Gambar 2 Ilustrasi penilaian Body Condition Score (Thompson dan Meyer 2006)
Penaksiran Bobot Badan
Pencukuran rambut dilakukan terhadap kelompok ternak domba sebelum
dilakukan pengukuran lingkar dada. Rambut dicukur menggunakan gunting dari bagian
perut ke depan searah dengan punggung domba lalu disisakan bagian rambut yang tidak
dicukur setebal 0,5 cm. Selanjutnya lingkar dada diukur menggunakan pita ukur,
sedangkan penaksiran bobot badan domba dilakukan dengan memanfaatkan ukuran
lingkar dada kemudian dilakukan perhitungan berdasarkan rumus Schoorl (Gafar 2007)
sebagai berikut:
Bobot badan (kg) = (lingkar dada (cm) + 22)2
310

Gambar 3 Ilustrasi pengukuran lingkar dada

Analisis Data
Data hasil penilaian Body Condition Score (BCS) dan penaksiran bobot badan
ditabulasi menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2007 kemudian dianalisa secara
deskriptif.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi
Balai Pengembangan dan Perbibitan Ternak Domba (BPPTD) Margawati
berlokasi di kelurahan Sukanegla, kecamatan Garut kota, kabupaten Garut Jawa Barat.
Balai ini berdiri di atas tanah seluas 2,5 ha yang meliputi 26 kandang, kebun rumput dan
fasilitas bangunan seperi kantor, aula, mess dan gudang pakan. Pemeliharaan ternak
dilakukan secara semi intensif dan diberikan pakan berupa hijauan serta konsentrat.
Pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari yaitu pada pagi, siang dan sore hari.
Kandang dibagi menjadi kandang koloni, kandang individu, dan kandang exercise.
Kandang koloni dibedakan sesuai status fisiologis ternak yang terdiri atas kandang
anakan, kandang betina dara, kandang kawin, kandang bunting muda dan flushing.
Kandang anakan berisikan 7-10 ekor domba. Kandang dara berisikan domba betina
yang siap untuk dikawinkan. Kandang kawin berisikan 10 ekor domba indukan dengan
1 ekor pejantan. Pejantan akan dibiarkan mengawini indukan dan dipisahkan setelah 10
hari. Kandang bunting muda merupakan kelanjutan dari kandang kawin setelah pejantan
dikeluarkan dari kelompok, domba yang bunting muda akan tetap berada dalam
kandang tersebut hingga umur kebuntingan 4 bulan lalu dipindahkan ke kandang laktasi.
Kandang flushing berisikan domba-domba indukan yang disiapkan untuk dikawinkan
kembali. Kandang individu dikhususkan untuk domba pejantan dan betina laktasi
sedangkan kandang exercise merupakan kandang yang dikelilingi oleh pagar besi dan
ditumbuhi rumput untuk menggembalakan domba pada waktu tertentu.
Profil Body Condition Score (BCS) dan Bobot Badan Domba Garut
Penaksiran bobot badan sangat penting dilakukan sebagai alternatif untuk
mengetahui bobot badan ternak secara praktis. Isroli (2001) menyatakan bahwa ukuranukuran tubuh berkorelasi dengan bobot badan domba garut. Ukuran-ukuran tubuh
tersebut meliputi tinggi pundak, panjang badan, lebar dan lingkar dada. Domba garut
memiliki lingkar dada yang besar sehingga dapat dijadikan indikator dalam penaksiran
bobot badan. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi bobot badan antara lain
genetik, jenis kelamin, pakan, manajemen dan lingkungan.
Berdasarkan Gambar 4, rataan BCS pada kelompok domba jantan mengalami
peningkatan seiring dengan pertambahan umur dan bobot badan. Rataan BCS pada
periode anakan dan remaja terlihat pada kisaran normal sesuai dengan rekomendasi
ESGPIP (2001) yaitu 2,0−2,5 disertai rataan bobot badan mencapai 18,22±1,45 kg dan
27,88±3,52 kg. Tercapainya rataan bobot badan dan skor BCS optimal pada domba
jantan anakan dan remaja dipengaruhi oleh tercukupinya pakan yang diberikan sehingga
energi untuk hidup pokok dan pertumbuhan dapat terpenuhi (Purwanto et al. 2013).
Menurut Aritonang (2009) pakan dengan tingkatan energi tinggi dapat meningkatkan
rasa enak sehingga akan mendorong ternak untuk mengkonsumsi pakan. Hal tersebut
dapat mengakibatkan peningkatan nafsu makan domba sehingga asupan nutrisi dapat
tercukupi untuk perkembangan massa otot dalam tubuh.
Kelompok domba pejantan memiliki rataan BCS dan bobot badan lebih tinggi, hal
ini disebabkan oleh adanya peningkatan nafsu makan terhadap pakan sehingga asupan
nutrisi yang masuk lebih banyak. Asupan nutrisi yang cukup dapat memicu

7
perkembangan massa otot dan cadangan lemak pada domba pejantan lebih cepat
dibandingkan pada periode anakan dan remaja. Menurut Sargison (2008) pemberian
nutrisi yang cukup pada domba pejantan juga dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan
energi pada masa kawin selanjutnya. Selain itu, peningkatan skor BCS pada domba
pejantan dipengaruhi oleh aktivitas (exercise) yang sangat tinggi terutama pada domba
garut yang sering digunakan untuk ketangkasan. Aktivitas inilah yang menyebabkan
massa otot lebih berkembang pada domba pejantan. Oleh sebab itu, aktivitas dan nutrisi
yang baik pada domba pejantan merupakan faktor penting dalam peningkatan BCS.

Gambar 4 Rataan bobot badan dan BCS domba jantan
Berdasarkan Gambar 5, kelompok domba betina menunjukkan peningkatan rataan
BCS dan bobot badan pada periode anakan, dara dan bunting, namun cenderung
mengalami penurunan pada periode laktasi dan flushing. Kelompok betina anakan
memiliki rataan BCS optimal sesuai dengan rekomendasi ESGPIP (2001) yaitu 2,0−2,5
disertai rataan bobot badan mencapai 20,71±6,47 kg. Tercapainya rataan skor BCS dan
bobot badan optimal pada betina anakan dipengaruhi oleh tercukupinya pemberian
pakan sehingga energi untuk hidup pokok dan pertumbuhan dapat terpenuhi (Purwanto
et al. 2013).

Gambar 5 Rataan bobot badan dan BCS domba betina

8
Domba dara dipelihara agar mencapai bobot badan tertentu untuk persiapan kawin
dan kebuntingan pertama kali. Ternak betina muda tidak disarankan untuk dikawinkan
sampai pertumbuhan badannya memungkinkan suatu kebuntingan dan kelahiran
normal. Menurut Partodihardjo (1980) domba garut betina mencapai dewasa kelamin
pada umur 8 bulan sedangkan dewasa tubuh tercapai pada umur 10−12 bulan pada
betina dan umur 12 bulan pada jantan. Nutrisi merupakan faktor utama yang
berpengaruh terhadap bobot badan pada saat pencapaian dewasa kelamin. Domba yang
mendapat asupan nutrisi cukup dapat mencapai dewasa kelamin lebih awal disertai
bobot badan optimal. Gambar 5 menunjukkan rataan bobot badan domba dara mencapai
26,99±2,14 kg, hal ini sesuai dengan Setiawan (2011) yang menyatakan bahwa bobot
badan minimal domba dara siap kawin yaitu 25 kg sedangkan bobot badan optimal
umumnya berkisar 25−30 kg. Selain itu, rataan BCS pada domba dara adalah 2,5
(Gambar 5). Rataan skor BCS tersebut sesuai dengan rekomendasi ESGPIP (2001) yaitu
2,5−3,0. Tercapainya rataan skor BCS dan bobot badan optimal menunjukkan bahwa
tercukupinya asupan nutrisi dalam pakan yang dibutuhkan oleh domba dara.
Kelompok domba bunting memiliki rataan BCS 2,6. Skor tersebut lebih rendah
dari BCS optimal yaitu 3,0 (ESGPIP 2001). Namun demikian terjadi peningkatan rataan
bobot badan mencapai 35,05±2,14 kg. Rataan skor BCS dan bobot badan pada periode
bunting lebih tinggi dibandingkan periode lainnya. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh
adanya peningkatan asupan nutrisi karena pada saat domba bunting kebutuhan nutrisi
harus terpenuhi untuk kelangsungan hidup induk, perkembangan fetus dan produksi
susu. Nilai zat pakan yang dikonsumsi oleh ternak selama bunting mempengaruhi bobot
lahir anakan. Induk domba yang mengkonsumsi pakan berkualitas baik secara teratur
akan melahirkan anak dengan bobot badan optimal.
Penurunan BCS terjadi setelah kebuntingan yaitu pada periode laktasi dengan skor
2,1. Menurut Mao et al. (2004) skor BCS yang berubah selama laktasi mengakibatkan
perubahan keseimbangan energi. Penurunan BCS tersebut dapat terjadi karena produksi
susu yang tinggi tidak diimbangi dengan asupan pakan yang cukup sehingga ternak
akan memobilisasi cadangan lemak yang terdeposit dalam tubuh untuk memenuhi
kekurangan energi dari pakan. Hal tersebut akan berdampak pada kehilangan bobot
badan saat awal laktasi (Mathius 1996). Broster dan Broster (1998) menyatakan bahwa
penurunan BCS dan bobot badan secara umum terjadi selama 2−3 bulan setelah
melahirkan.
Penurunan BCS juga terjadi pada periode flushing. Menurut Frandson (1992)
flushing merupakan periode istirahat pada domba induk untuk persiapan kawin dan
kebuntingan selanjutnya. Pemberian pakan tambahan pada periode flushing perlu
dilakukan, hal ini disebabkan oleh kebutuhan energi dari pakan saat periode flushing
penting untuk mengembalikan kondisi tubuh dan bobot badan yang hilang selama
laktasi. Stevenson (2001) menyatakan bahwa kondisi tubuh saat flushing membutuhkan
waktu untuk penyesuaian, ketika BCS kurang optimal maka perlu dilakukan pemberian
pakan yang cukup dengan kualitas baik agar bobot badan dan skor BCS meningkat
sehingga dapat mengantisipasi perubahan keseimbangan energi yang negatif. Pakan
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ternak.
Produktivitas ternak yang maksimum dapat tercapai jika pakan diberikan dengan
seimbang. Pakan seimbang yaitu pakan yang mengandung semua nutrisi yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan ternak terhadap energi, protein, vitamin,
mineral dan air pada beberapa tingkat yang spesifik dari pertumbuhan, kebuntingan, dan
laktasi (Haryanto 2012).

9

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa rataan Body Condition Score
(BCS) meningkat seiring pertambahan umur dan bobot badan. Rataan BCS jantan
anakan dan remaja mencapai skor optimal 2,0 disertai rataan bobot badan 18,22±1,45
dan 27,88±3,52 kg, domba pejantan mencapai skor optimal 3,0 disertai rataan bobot
badan 45,91±3,84 kg sedangkan rataan BCS betina anakan dan dara mencapai skor
optimal 2,1 dan 2,5 disertai rataan bobot badan 20,71±6,47 dan 26,99±2,14 kg, betina
periode bunting mencapai skor 2,6 disertai rataan bobot badan 35,05±2,14 kg, namun
cenderung terjadi penurunan skor BCS dan bobot badan pada periode laktasi dan
flushing

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan ternak yang lebih banyak
terkait informasi mengenai profil Body Condition Score (BCS) dan bobot badan pada
kelompok ternak domba garut. Penurunan BCS pada betina periode laktasi dan flushing
perlu diantisipasi terhadap keseimbangan energi yang negatif melalui manajemen pakan
yang baik

DAFTAR PUSTAKA
Aritonang SN. 2009. The effect of forage energy on production and reproduction
performances of Kosta female goat. Pakistan Journal of Nutrition. 8(3): 251-255.
Broster WH, Broster VJ. 1998. Review article: body score of dairy cow. J. Dairy Sci.
65: 155-173.
Damron WS. 2006. Introduction to Animal Science Global, Biological, Social and
Industry Perspectives. Ohio (USA): Oklahoma State University.
Domeq JJ, Skidmore AL, Uoid JW, Kaneem JB. 1997. Relationsheep between body
condition score and milk yield in a large dairy herd of keigh yielding Holstein
cows. J. Dairy Sci. 8: 101- 112
[ESGPIP] Ethiopia Sheep and Goat Productivity Improvement Program. 2001.
Condition scoring of sheep and goat. [Internet]. [Diunduh 2015 Jun 17]. Tersedia
pada: http://www.ESGPIP.org
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2004. Prolific sheep in Java. [Internet].
[Diunduh 2015 Jul 12]. Tersedia pada: http://www.fao.org/ DOCREP
/004/X6517E04.html
Frandson RD. 1992. Anatomi Fisiologi Ternak. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press.
Gafar. 2007. Rumus untuk Menentukan Bobot Badan Kambing, Domba dan Sapi
sebagai Hewan Ternak. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Gunawan A, Noor RR. 2005. Pendugaan nilai heritabilitas bobot lahir dan bobot sapih
domba garut tipe laga. Media Peternakan. 29(1): 7-15.

10
Haryanto B. 2012. Perkembangan penelitian nutrisi ruminansia. Wartazoa. 22(4): 169–
177
Haskell SRR, Antilla TA. 2001. Small Ruminant Clinical Diagnosis and Theraphy.
Minnesota (USA): University of Minnesota St. Paul.
Isroli. 2001. Evaluasi terhadap pendugaan domba priangan berdasarkan ukuran tubuh.
Jurnal Ilmiah SAINTKES. 8(2): 90-94.
Mao IL, Sloniewski K, Madsen P, Jensen J. 2004. Change in body condition score an in
its genetic variation during lactation. J. Liv. Prod Sci. 89: 55–65. doi:
10.1016/j.livprodsci.2003.12.005.
Mathius IW. 1996. Kebutuhan energi dan protein domba induk pada fase akhir
kebuntingan dan laktasi [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Partodihardjo S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta (ID): Mutiara Sumber Widya.
Pomeroy RW. 1955. Live weight growth. In: Progress in The Physiology of Farm
Animals. Butter Worth Scientific Publications. 2: 395-429.
Pulina, G. 2004. Dairy Sheep Nutrition. Wallingford (USA): CABI Publishing.
Purwanto H, Sadewo ATA, Utami S. 2013. Hubungan antara bobot lahir dan body
condition score (BCS) fase kering kandang dengan produksi susu di BBPTU sapi
perah Batu Raden. Purwokerto (ID): Universitas Jenderal Soedirman.
Riwantoro. 2005. Konservasi plasma nutfah domba garut dan strategi
pengembangannya secara berkelanjutan [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Sargison N. 2008. Sheep Flock Health: a planned approach. University of Edinburgh
(ENG): Blackwell Publishing.
Setiawan BS. 2011. Beternak Domba dan Kambing. Jakarta (ID): AgroMedia Pustaka.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University
Press.
Sudarmono AS, Sugeng YB. 2011. Beternak Domba. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Sumoprastowo RM. 1993. Beternak Domba Pedaging dan Wool. Jakarta(ID): Bhatara.
Stevenson JS. 2001. Reproductive management of dairy cow in high milk producing. J.
Dairy Sci. 84. (E. Suppl.): E128-E143.
Thompson J, Meyer H. 2006. Body condition score of sheep [Internet]. [Diunduh 2015
Jun 10]. Tersedia pada: http://oregonstate.edu/dept/animal.sciences/ bes.html
Tillman DA, Hari H, Soedomo R, Soeharto P, Soekanto L. 1991. Ilmu Makanan Ternak
Dasar. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University Press.

11

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut, Jawa Barat pada tanggal 13 Mei 1994. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Suhendar dan Wina Rahmawati
(Almh). Penulis menempuh pendidikan di SDN Cimurah 1 sampai tahun 2005. Setelah
itu, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Karangpawitan dan lulus pada
tahun 2008. Pendidikan selanjutnya penulis tempuh di SMA Negeri 11 Garut dan lulus
pada tahun 2011. Pada tahun yang sama, penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN
Undangan. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mengikuti beberapa kegiatan
kemahasiswaan dan kepanitiaan diantaranya menjadi anggota divisi INFOKUS
Himpunan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik (HKSA) 2013-2014, ketua
divisi acara malam keakraban HKSA 2014, ketua divisi stand business sponsorship Pet
Care Day 2013, dan anggota paduan suara Gita Klinika FKH IPB 2013-2015. Selama
masa studi, penulis juga pernah mendapatkan beasiswa SUPERSEMAR periode 20122013 dan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) periode 2013-2014.