Strategi Optimasi Sistem Manajemen Risiko Pembiayaan Pada Bank Jabar Banten Syariah.

STRATEGI OPTIMASI SISTEM MANAJEMEN RISIKO
PEMBIAYAAN PADA BANK JABAR BANTEN SYARIAH

ADNAN SHARIF

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Strategi Optimasi Sistem
Manajemen Risiko Pembiayaan Pada Bank Jabar Banten Syariah adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir Tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober2015

Adnan Sharif
NIM H251120394

iii

RINGKASAN
ADNAN SHARIF. Strategi Optimasi Sistem Manajemen Risiko Pembiayaan
Pada Bank Jabar Banten Syariah. Di bawah bimbingan ABDUL KOHAR
IRWANTO dan TB NUR AHMAD MAULANA.

Bank Jabar Banten (BJB) Syariah pada awalnya adalah unit usaha syariah
dari Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Barat dan mulai mengelola usaha
secara mandiri sejak tahun 2010. Salah satu indikator keberhasilan suatu Bank
dalam mengelola risiko pembiayaan adalah tingkatNon Performing Financing
(NPF). Pada tiga tahun terakhir tren NPF BJB Syariah terus mengalami
peningkatan, maka diperlukan suatu penelitan mengenai tingkat dan profil risiko

yang dihadapi oleh BJB Syariah.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menguji hipotesis strategi manajemen
risiko pembiayaan BJB Syariah, (2) Mengevaluasi tingkat risiko pembiayaan
yang dihadapi oleh BJB Syariah dan (3) Menganalisis alternatif keputusan bagi
manajemen dalam halstrategi pengendalian risiko pembiayaan yang dihadapi oleh
BJB Syariah. Untuk menganalisis tingkat risiko kredit atau pembiayan yang
dihadapi oleh BJB Syariah digunakan metodeCreditRisk+, sementara itu untuk
menganalisis alternatif keputusan bagi manajemen dalam hal mitigasi risiko
pembiayaan digunakan analisis internal dan eksternal, analisis SWOT (Strengths,
Weaknesses, Opportunities dan Threats) dan Analytical Hierarchy Process (AHP).
Hasil yang didapatkan adalah profil dan tingkat risiko pembiayaan BJB
Syariah masih tergolong aman. Hal ini terlihat dari expected loss periode 20122014 masih tertutupi oleh Penyisihan Pencadangan Aktiva Produktif (PPAP) yang
telah dilakukan oleh BJB Syariah. Strategi paling optimum di bidang
pembiayaanantara lain peningkatan peran direktur dalam membuat kebijakan
strategik pembiayan seperti penyebaran portofolio pembiayaan pada sektor-sektor
industri yang memiliki prospek usaha cukup sehat, menciptakan penilaian
kelayakan calon debitur yang lebih hati-hati dan tepat sasaran serta memperkuat
penilaian karakter calon debitur melalui penggunaan biro kredit hingga metode
scorecard.


Kata Kunci : strategi optimasi, sistem manajemen, risiko pembiayaan, bank jabar
banten syariah

iv

SUMMARY
ADNAN SHARIF. Optimization Strategy of Financing Risk Management
System at Bank Jabar Banten Syariah.Under supervision by ABDUL
KOHAR IRWANTO and TB NUR AHMAD MAULANA.

Bank Jabar Banten (BJB) Syariah was a sharia division from Bank
PembangunanDaerah Jawa Barat and started to manage their owned
business since 2010. One of the success indicator for the Bankto manage
their credit risk is a Non Performing Financing (NPF)rate. On the last three
years BJB Syariah’s NPF trend keep increased, then be required a research
aboutprofile and creditriskrate of BJB Syariah.
The aim of this research is to: (1) Testing the hypothesis related
credit risk management system at BJB Syariah, (2) Evaluating the credit risk
rate that be faced by BJB Syariah and (3) Analyzing the alternatives of
management decision in terms ofcredit risk mitigation strategy. To

analyzing credit risk ratehas been used CreditRisk+ model, meanwhile to
analyzingof alternatives for management decision has been used internal
and external analysis, SWOT analysis (Strengths, Weaknesses,
Opportunities and Threats) and AHP (Analytical Hierarchy Process).
The result from this research is profile and credit risk rateof BJB
Syariah still quite well. This matter looks from expected loss period 20122014 could be covered by reserved productive asset that had been done by
BJB Syariah.The most optimization strategy on credit areaas follows
enhancement director act to make a financing strategic policy such as the
spread of credit portfolio on theindustrial sectors that has fit prospect,
making feasibility valuation for new debtor with more prudent and right on
target also strengthen character valuation for new debtor using credit
bureau until scorecard method.

Keywords: optimization strategy, management system, financing risk, bank
jabar banten syariah

v

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumu-mkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

vi

STRATEGI OPTIMASI SISTEM MANAJEMEN RISIKO
PEMBIAYAAN PADA BANK JABAR BANTEN SYARIAH

ADNAN SHARIF

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Mayor Ilmu Manajemen


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

vii

Penguji Luar Komisi pada Ujian : Dr. Ir. Budi Purwanto, ME

ix

x

PRAKATA

Puji syukur penulis hanya kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang
berjudul “Strategi Optimasi Sistem Manajemen Risiko Pembiayaan pada
Bank Jabar Banten Syariah”.

Keberhasilan dalam penyusunan tesis ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak.Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala
bantuan, bimbingan, pengarahan, perhatian, dan dukungan yang telah diberikan
dalam proses penyusunan tesis ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak
Dr Ir. Abdul Kohar Irwanto, MSc dan BapakIr. TB Nur Ahmad Maulana, MBA,
MSc, PhD selaku pembimbing, serta penguji Dr Ir.Budi Purwanto, ME dan Dr Ir.
Jono M Munandar, MSc yang telah banyak memberi saran dan masukan dalam
menyelesaikan karya ilmiah ini.
Penghargaan penulis sampaikan kepada orang-orang yang selama ini
membantu penyelesaian studi dan penelitian diantaranya teman-teman sekelas
Ilmu Manajemen Angkatan 3Pascasarjana IPB, Kang Hermawan dan Kang
Ujang.Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan
kepadakeluarga tercinta antara lain Papa Achmad Yunus, MamaAmelia Zein,
Kakak Azura Saphira dan Pak Tuo Amril Zeinyang selalu memberikan motivasi,
doa, dukungan moral dan pengorbanan besar bagi penulis.Apresiasi tak lupa
kepada seluruh sahabatkhususnya Fauzan Zamahsyarie, Ahmad Fakih, Zaki Abi
Anwar, Herni Rifai, Vicka Pramudya Putra, Dian Lestari, Gamma Mufti Jauhari,
Awalino Budiman dan Dinar Hadi atas dukungan dan bantuannya selama penulis
menyelesaikan studi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Oktober 2015

Adnan Sharif

xi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii
1

1
2
3
3
3

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Dimensi Risiko Kredit
Analisis Lingkungan Perusahaan
Metode Analytcal Hierarchy Process
Penelitian Terdahulu

4
4

7
8
10

3 METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Penelitian
Pengumpulan Data
Uji Hipotesis Penelitian
Pengolahan dan Analisis Data

12
12
13
13
14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Evaluasi Tingkat Risiko Pembiayaan
Uji Hipotesis
Analisis Faktor Internal dan Eksternal

Analisis SWOT
Strategi Pengendalian Risiko Pembiayaan
Hasil PengolahanAHP
Implikasi Manajerial

24
24
28
29
33
35
36
39

5 SIMPULAN DAN SARAN

40

DAFTAR PUSTAKA

41

LAMPIRAN

43

xii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

Portofolio pembiayaan berdasarkan kolektibilitas
Nilai level hirarki
Referensi penelitian terdahulu
Dasar penyusunan hipotesis penelitan
Uji metode CreditRisk+
Matriks IFE dan EFE
Matriks SWOT
Matriks pendapat individu
Matriks pendapat gabungan
Indeks acak
Exposure at default
Default rates
Default rate volatility
Recovery rate(RR)
Loss Given Default (LGD)
Potensi kerugian tahun 2012
Potensi kerugian tahun 2013
Potensi kerugian tahun 2014
Uji Hipotesis 1
Uji Hipotesis 2
Matriks IFE pembiayaan BJB Syariah
Matriks IFE pembiayaan BJB Syariah
Matriks SWOT pembiayaan BJB Syariah
Hasil pengolahan horizontal antar unsur tingkat 3
Hasil pengolahan horizontal antar unsur tingkat 4
Hasil pengolahan horizontal antar unsur tingkat 5
Implikasi manajerial

3
9
10
13
14
18
19
21
22
23
24
24
25
25
25
26
27
27
28
28
30
31
34
37
38
39
39

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Tren Non Performing Financing (NPF)
Kerangka risiko kredit
Kerangka pemikiran penelitian
Matriks IE
Struktur hirarki lengkap
Perbandingan Actual Default dan VaR
Matriks IE pembiayaan BJB Syariah
Struktur hirariki pengendalian risiko pembiayaan BJB Syariah

1
4
12
19
20
29
32
36

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Segmentasi pembiayaan UMKM BJB Syariah
Segmentasi pembiayaan Non UMKM BJB Syariah
Kuesioner bobot faktor internal dan eksternal
Kuesioner Analytical Hierarchy Process

44
44
45
49

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Bank Jabar Banten (BJB) Syariah pada awalnya merupakan unit usaha syariah
dari Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat. Pada tahun 2010 BJB Syariah mulai
mengelola usaha secara mandiri. Sebagai sebuah bisnis yang baru, tentunya BJB
Syariah membutuhkan perencanaan yang komprehensif dan sistematis agar tujuan
bisnisnya dapat tercapai. Salah satu upaya yang dilakukan oleh bank dalam rangka
memperoleh keuntungan adalah melalui penyaluran pembiayaan kepada internal
maupun eksternal. Kemudian dalam operasionalnya bank mengatur seberapa besar
bunga atau marjin, jangka waktu dan batas maksimum pembiayaan. Salah satu
ukuran keberhasilan bank dalam penyaluran pembiayaan adalah pengendalian
portofolio pembiayaan nasabah tidak lancar atau Non Performing Financing (NPF).
Pada Gambar 1 disampaikan tren NPF BJB Syariah posisi 31 Desember 2012 sampai
31 Desember 2014.

Rp. Juta

Non Performing Financing (NPF)
35,000
30,000
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
Non Performing
Financing (NPF)
NPF / Total
Pembiayaan

2012

2013

2014

2,433

15,296

32,925

0.105%

0.563%

1.213%

1.400%
1.200%
1.000%
0.800%
0.600%
0.400%
0.200%
0.000%

Gambar 1. Tren Non Performing Financing (NPF) periode 2012-2014
Sumber (Data primer diolah 2015)
Pada Gambar 1 di atas terlihat bahwa tren NPF BJB Syariah terus mengalami
peningkatan pada periode 2012-2014. Hal ini disebabkan BJB Syariah cenderung
melakukan ekspansi pembiayaan, sehingga risiko pembiayaan yang dihadapi juga
meningkat setiap tahunnya. Walaupun tingkat NPF masih di bawah standar regulator
yaitu 5% namun manajemen BJB Syariah menganggap peningkatan tren NPF perlu
menjadi perhatian khusus. Hal ini dikarenakan tingkat risiko pembiayaan berdampak
langsung terhadap alokasi penyediaan modal untuk menutupi risiko tersebut pada
masa mendatang. Perhitungan tingkat risiko pembiayaan dapat menggunakan model
internal untuk memperoleh alokasi modal yang lebih efisien dibandingkan model

2

standar. Menurut Crouchy (2001), bank yang menggunakan model standar harus
lebih banyak menyediakan modal dibandingkan model internal.
Peningkatan tingkat risiko pembiayaan menyebabkan BJB Syariah lebih
memperkuat manajemen risiko dan mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam
penyaluran pembiayaan. Hal ini tentunya menjadi perhatian bagi manajemen BJB
Syariah dalam menyusun rencana strategik untuk beberapa tahun mendatang. Pada
tahun 2014 BJB Syariah telah menyusun 3 (tiga) prioritas strategi spesifik yang
menitikberatkan pada inti bisnis perbankan, yaitu: 1) Penerapan budaya sadar risiko,
budaya pengendalian dan budaya kepatuhan; 2) Pertumbuhan pembiayaan dengan
menitikberatkan ekspansi pembiayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM); dan
3) Peningkatan aset dengan pertumbuhan pembiayaan dan dana pihak ketiga yang
seimbang. Untuk mencapai tujuan dari prioritas strategik tersebut, disusun strategi
bisnis dan target sasaran. Strategi bisnis dan target sasaran disusun berdasarkan
bidang yang ada di dalam struktur organisasi BJB Syariah. Terdapat beberapa bidang
yang berkaitan langsung dengan 3 (tiga) prioritas strategik di atas yaitu:
1. Bidang pembiayaan terdapat strategi a) Menjaga kualitas pembiayaan yang sehat
dan b) Melakukan ekspansi pembiayaan komersial.
2. Bidang manajemen risiko terdapat strategi a) Peningkatan budaya sadar risiko, b)
Menyusun perumusan profil risiko setiap kantor cabang, c) Pengembangan limitlimit risiko terutama yang terkait dengan arah bisnis BJB Syariah, d)
Menyempurnakan kerangka kerja manajemen risiko, dan e) Mengawasi profil
risiko utama bank secara efektif.
Dari prioritas dan langkah strategi di atas, perlu dikaji apakah tujuan tersebut
sudah tepat dan mampu dicapai oleh BJB Syariah. Oleh karena itu penting dilakukan
penelitian untuk mengetahui tingkat risiko pembiayaan menggunakan model internal.
Setelah diketahui tingkat risiko pembiayaan, penting juga untuk menentukan strategi
pengendalian risiko. Karena pengendalian risiko sangat erat kaitannya dengan
seberapa besar potensi pemasukan yang akan hilang dan berapa besar pengaruhnya
terhadap profitabilitas. Oleh karena itu adanya model dan strategi pengelolaan risiko
pembiayaan yang tepat diharapkan akan mengurangi potensi kehilangan pendapatan
dari sektor pembiayaan BJB Syariah.
Perumusan Masalah
Peningkatan tingkat risiko pembiayaan pada tiga tahun terakhir menyebabkan
manajemen BJB Syariah sangat perhatian terhadap pengelolaan portofolio
pembiayaan. Sebagai bank yang baru beroperasi kurang dari lima tahun maka BJB
Syariah perlu mengetahui tingkat risiko pembiayaan yang dihadapi saat ini.
Peningkatan NPF tahun 2013 sebesar Rp12,862 juta atau 529% dari tahun 2012.
Kontribusi terbesar peningkatan tersebut karena terdapat satu debitur dengan sisa
hutang Rp10,080 juta masuk kolektibilitas 3 (kurang lancar). Peningkatan NPF tahun
2014 sebesar Rp17,629 juta atau 115% dari tahun 2013. Kontribusi terbesar
peningkatan tersebut berasal dari satu debitur dengan sisa hutang Rp24,200 juta
masuk kolektibilitas 5 (macet). Berikut disampaikan data portofolio pembiayaan BJB
Syariah berdasarkan status kolektibilitas pada Tabel 1 di bawah ini.

3

Tabel 1. Portofolio pembiayaan berdasarkan kolektibilitas
Status Pembiayaan
Kolektibilitas
1 (Lancar)
Performing
Financing (PF) 2 (Dalam Perhatian Khusus)
Sub Total
3 (Kurang Lancar)
Non Performing
4 (Diragukan)
Financing (NPF)
5 (Macet)
Sub Total
Grand Total
PF/ Grand Total
NPF/ Grand Total

2012
2,316,823
4,425
2,321,248
903
1,530
2,433
2,323,681
99.90%
0.10%

Juta Rp
2013
2,648,982
52,993
2,701,975
14,208
1,088
15,296
2,717,271
99.44%
0.56%

2014
2,556,449
125,099
2,681,548
5,435
3,215
24,275
32,925
2,714,473
98.79%
1.21%

Sumber (Data primer diolah 2015)

Setelah diketahui tingkat risiko pembiayaan maka dilakukan penentuan
alternatif strategi pengendalian risiko. Berdasarkan latar belakang dan data yang ada,
maka permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu:
1. Apakah PPAP dapat menutupi kerugian akibat risiko pembiayaan?
2. Apakah standar risiko pembiayaan yang ditetapkan regulator tidak sesuai dengan
tingkat risiko yang dihadapi dan harus diwaspadai?
3. Apakah faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan lebih berpengaruh dalam
menyusun strategi manajemen risiko?
Tujuan Penelitian
Mengacu pada perumusan masalah seperti yang telah diuraikan, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Menguji hipotesis strategi manajemen risiko pembiayaan BJB Syariah
2. Mengevaluasi tingkat risiko pembiayaan yang dihadapi oleh BJB Syariah.
3. Menganalisis alternatif keputusan manajemen BJB Syariah dalam hal strategi
pengendalian risiko pembiayaan.
Manfaat Penelitian

1.

2.

Manfaat penelitian ini adalah:
Bagi BJB Syariah bermanfaat untuk menyusun dan memperbaiki strategi
manajemen risiko yang dapat mengurangi potensi timbulnya risiko pembiayaan
pada masa mendatang.
Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
tentang pembiayaan beserta risikonya.
Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terfokus pada tingkat risiko pembiayaan serta pengelolaannya
dari sudut pandang BJB Syariah. Penentuan tingkat risiko pembiayaan berdasarkan
data historis pembiayaan BJB Syariah periode 2012-2014.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Dimensi Risiko Kredit
Menurut Djohanputro (2006), risiko adalah ketidakpastian hasil sebagai akibat
keputusan, atau situasi saat ini. Risiko merupakan ukuran kuantitas, atau ukuran
empiris yang dapat mengukur kemungkinan nilai suatu kejadian dengan fluktuasinya.
Djohanputro (2006) mendefinisikan risiko kredit sebagai risiko dimana debitur atau
pembeli secara kredit tidak dapat membayar utang dan memenuhi kewajiban seperti
tertuang dalam kesepakatan atau turunnya mutu debitur atau pembeli, sehingga
persepsi mengenai kemungkinan gagal bayar semakin tinggi.
Bentuk dan Jenis Risiko Kredit
Kuantitas dan mutu risiko kredit tercermin dalam kerangka risiko kredit pada
Gambar 2. Penyebab gagal bayar pada risiko kredit adalah kebangkrutan dan
kesulitan keuangan yang dihadapi nasabah. Apabila nasabah berada pada ambang
batas kriteria kesehatan tidak dipenuhi, maka memiliki potensi gagal bayar dan
menurunkan peringkat nasabah. Penurunan peringkat nasabah disebabkan penurunan
kinerja nasabah. Kelemahan kontrak kredit menyebabkan pelanggaran kontrak kredit
dan berpotensi dalam meningkatkan risiko kredit.
Kebangkrutan nasabah

Gagal bayar

Kesulitan keuangan
nasabah

Potensi gagal bayar

Ambang batas kriteria
kesehatan tidak dipenuhi

Penurunan
peringkat nasabah

Penurunan kinerja nasabah

Kelemahan kontrak kredit

Risiko
Kredit

Pelanggaran kontrak
Potensi pelanggaran
kontrak

Gambar 2. Kerangka risiko kredit (Djohanputro 2006)
Analisis Internal Risiko Kredit
Menurut Lam (2003), analisis internal risiko kredit atau model portofolio kredit
digunakan untuk mengukur risiko kredit dari eksposur individual dan menghitung
besarnya kerugian yang dihadapi. Analisis internal risiko kredit terdiri dari beberapa
model, yaitu :
1. Financial Models yang terdiri dari The RiskMetric Group’s and Kealhofer,
McQuown and Vasicek (KMV’s) Portofolio Manager yang mengacu pada
analisis terhadap struktur modal. Analisis pada model ini berdasarkan pada

2

2.

kemungkinan tingkat kegagalan debitur (peminjam) yang ditinjau dari nilai asset.
Model ini digunakan untuk menganalisis nilai foreign currency swaps dan option
pricing Econometric Model, yaitu McKinsey and Company’s Credit Portofolio
View yang mengukur tingkat kegagalan (default rate) untuk debitur individu atau
kelompok dengan memperhitungkan perilaku peubah makro ekonomi.
Actuarial Model, yaitu CreditRisk+ Model. CreditRisk+ Model didasari oleh
pendekatan portofolio untuk membentuk pola risiko kegagalan kredit dari
informasi jumlah eksposur dan mutu kredit. Pengukuran CreditRisk+ Model
menggunakan recovery rates, tingkat gagal bayar (default rates) dan volatilitas
gagal bayar (default rates volatilities). Metode CreditRisk+ bersifat default
model yang berarti semua eksposur portofolio menunjukkan risiko gagal bayar
kredit konsumen. Model ini bisa diterapkan untuk menghitung risiko kredit,
dimana distribusi kerugian dari portofolio kredit dicerminkan oleh frekuensi dari
default kredit (frequency of event) dan nilai dari kredit yang gagal (severity of
loan losses).

Kriteria Pengukuran
Untuk mendapatkan hasil terbaik dari pelaksanaan manajemen risiko kredit,
dimana salah satu pilar yang harus diperhatikan adalah masalah pengukuran risiko
kredit. Bank Indonesia (BI) tidak menetapkan secara spesifik pendekatan pengukuran
risiko kredit yang harus dijalankan oleh bank. Namun demikian, BI telah
memberikan arah dalam pengaturan pengukuran risiko kredit yang mengacu pada
konsep Basel yang harus dipedomani perbankan (Idroes 2008).
1. Basel I
Basel I menerapkan standar umum untuk menghitung seluruh risiko dan
menghitung kecukupan modal (capital adequency) 8% berdasarkan nilai Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). ATMR dihitung berdasarkan bobot risiko
pada masing-masing aset pada portofolio bank. Metode pengukuran risiko kredit
tersebut kurang sensitif terhadap perubahan risiko, karena bobot risiko untuk
kredit dianggap sama, yaitu 100% tanpa ada pembedaan karakteristik risiko
masing-masing perusahaan (private atau corporate).
2. Basel II
Basel II adalah pengukuran risiko kredit dengan pendekatan model
standard Basel II menggunakan metodologi yang sama dengan pengukuran risiko
kredit sebelumnya (konsep ATMR–Basel I), namun disusun lebih peka terhadap
risiko karena bobot risiko kredit masing-masing instrumen ditetapkan
berdasarkan tingkatan dari instrumen tersebut dan mutu kreditnya. Terdapat dua
(2) alternatif pendekatan dalam perhitungan risiko kredit dalam Basel II, yaitu :
a. Standardised Approach (PendekatanTerstandar)
Dalam Standardised Approach (SA), bank menggunakan metode perhitungan
sebagaimana digunakan dalam Basel I. Perbedaannya terletak pada
kategorisasi aset dan besarnya bobot risiko yang didasarkan pada peringkat
yang diberikan oleh lembaga pemeringkat eksternal. Tujuan metode ini

3

adalah untuk menghitung cadangan modal (capital requirement) yang
dibutuhkan oleh bank dan yang sebaiknya disisihkan dalam mengatasi
kemungkinan terjadinya kerugian akibat timbulnya risiko kredit.
b. Internal Rating-Based Approach (Pendekatan Rating Internal)
Dalam Internal Rating-Based Approach (IRB) bank diperkenankan
menggunakan model internal dalam menghitung kebutuhan modal.
Pendekatan ini diyakini memiliki akurasi lebih tinggi dibandingkan dengan
pendekatan terstandar dan menghasilkan perhitungan permodalan yang lebih
sesuai dengan profil risiko bank. Asumsi utama dalam pendekatan ini adalah
bank pada dasarnya lebih mengetahui karakter dan kondisi debitur
dibandingkan lembaga pemeringkat. Melalui pendekatan ini, bank
dimungkinkan untuk menerapkan diferensiasi yang lebih tepat untuk masingmasing kategori asetnya.
Komponen yang menjadi parameter utama dalam pendekatan IRB :
1) Probability of Default (PD), yaitu kecenderungan terjadinya default
(gagal bayar) untuk setiap kategori aset. Untuk itu Bank harus
menyediakan komponen PD untuk setiap kelompok debitur berdasarkan
perhitungan internalnya.
2) Loss Given Default (LGD) adalah persentase kerugian yang diperkirakan
akan terjadi, jika debitur default.
3) Exposure at Default (EAD) adalah perkiraan nilai eksposur pada saat
terjadi default.
4) Maturity (M) adalah jangka waktu efektif dari eksposur bank.
3. CreditRisk+ Portfolio
Salah satu model yang dapat digunakan oleh perbankan untuk pengukuran
risiko kredit yang didasarkan atas data historis peminjamnya adalah
menggunakan metode CreditRisk+ Portfolio. Metode ini merupakan
pengembangan dari metode CreditRisk+ yang dapat mengukur estimasi kerugian
dibulan berikutnya. Metode ini merupakan model aktuaria dalam perhitungan
risiko kredit dengan menggunakan foundation approach.
Pengukuran risiko kredit dengan menggunakan metode ini diperkenalkan
oleh Credit Suisse First Boston (CSFB) pada akhir tahun 1997, yang bertujuan
untuk menghitung distribusi kegagalan dari suatu kredit portofolio berdasarkan
metodologi matematika (actuarial). Dengan mengetahui distribusi kegagalan
akan diketahui nilai risiko dari suatu portofolio kredit.
CreditRisk+ Portfolio digunakan untuk mencari peluang jumlah debitur
yang default dalam suatu periode yang dinyatakan dengan poisson distribution.
Model ini menitikberatkan tingkat default sebagai peubah acak dan memasukan
variabilitas tingkat default untuk mengatasi ketidakpastian. Metode ini
didasarkan pada pendekatan credit default model yang menggambarkan
informasi jumlah dan batas waktu eksposure serta pengukuran risiko kredit
sistematik debitur.
Metode CreditRisk+ Portfolio memiliki kelebihan, yaitu relatif mudah
untuk diimplementasikan dan kemudahan dalam ketersedian data. Kontribusi

4

marginal dari debitur dengan mudah dapat dihitung, CreditRisk+ Portfolio juga
memfokuskan pada kondisi default yang dibutuhkan untuk mengestimasi potensi
risiko. Dari berbagai instrument, data yang dibutuhkan hanya probability default,
eksposure dan recovery rate (tingkat penerimaan kembali piutang yang sudah
dihapusbukukan). CreditRisk+ memposisikan pada kondisi debitur tidak mampu
membayar kewajiban yang dibutuhkan untuk mengestimasi potensi risiko.
Keterbatasan metode CreditRisk+ (Crouhy, Galai dan Mark 2001) adalah :
a. Asumsi bahwa risiko kredit tidak berhubungan dengan risiko pasar.
b. Besarnya eksposur dari tiap debitur tetap dan tidak sensitif terhadap
perubahan.
c. Tidak memperhitungkan mitigasi risiko.
Analisis Lingkungan Perusahaan
Lingkungan perusahaan dibagi menjadi dua, yaitu lingkungan internal dan
lingkungan eksternal. Lingkungan eksternal terdiri dari peubah-peubah ancaman dan
peluang yang berada di luar kontrol manajemen perusahaan. Lingkungan internal
terdiri dari peubah-peubah yang merupakan kekuatan dan peluang serta berada dalam
kontrol manajemen perusahaan (Wheelen dan Hunger 2008).
Analisis lingkungan internal
Analisis lingkungan internal adalah kegiatan mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan perusahaan dalam rangka memanfaatkan peluang serta mengatasi
ancaman. Hal ini menjelaskan bahwa analisis internal sangat berkaitan erat dengan
penilaian sumber daya organisasi (Wheelen dan Hunger 2008).
Menurut David (2009), kekuatan dan kelemahan internal merupakan aktivitas
organisasi yang dapat dikontrol untuk dijalankan dengan sangat baik atau sangat
buruk. Faktor-faktor internal ini muncul dalam aktivitas manajemen, pemasaran,
keuangan atau akuntansi, produksi atau operasi, penelitian dan pengembangan
(Litbang) serta sistem informasi manajemen dari sebuah bisnis.
Analisis lingkungan eksternal
Analisis lingkungan eksternal dilakukan untuk mengembangkan peluang yang
dapat menguntungkan organisasi atau perusahaan dan menghindari berbagai
ancaman. Peluang dan ancaman meliputi berbagai tren dan kejadian ekonomi, sosial,
budaya, demografis, lingkungan hidup, politik, hukum, pemerintahan dan teknologi
yang secara nyata dapat menguntungkan, atau merugikan organisasi di masa
mendatang (David 2009).
Analisis Perumusan Strategi
Teknik perumusan strategi dapat diintegrasikan
pengambilan keputusan tiga (3) tahap (David 2009), yaitu:
1. Tahap Input
Tahap ini terdiri dari:

ke

dalam

kerangka

5

2.

3.

a. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) yang digunakan untuk mengetahui
faktor-faktor eksternal yang menjadi peluang dan ancaman bagi perusahaan.
b. Matrik Evaluasi Faktor Internal (IFE) yang digunakan untuk mengetahui
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan.
Tahap Pencocokan
Tahap pencocokan dari kerangka perumusan strategi terdiri dari:
a. Matriks Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities
(peluang) dan Threats (ancaman) (SWOT) merupakan sebuah alat
pencocokan yang membantu manajer mengembangkan empat jenis strategi,
yaitu (1) Strategi SO (kekuatan-peluang) memanfaatkan kekuatan internal
perusahaan untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal; (2) Strategi
WO (kelemahan-peluang) bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal
dengan cara menarik keuntungan dari peluang eksternal; (3) Strategi ST
(kekuatan-ancaman) menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari,
atau mengurangi dampak ancaman eksternal; (4) Strategi WT (kelemahanancaman) merupakan strategi defensif yang diarahkan untuk mengurangi
kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.
b. Matriks Internal-Eksternal (IE). Matriks ini memposisikan berbagai divisi
suatu organisasi dalam tampilan sembilan sel yang didasarkan pada dua
dimensi kunci yaitu skor bobot IFE total pada sumbu x dan skor bobot EFE
total pada sumbu y. Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yang
mempunyai implikasi strategik yang berbeda-beda, yaitu (1) Divisi-divisi
yang masuk dalam sel I, II, atau IV dapat digambarkan sebagai tumbuh dan
membangun (grow and build); Divisi-divisi yang masuk ke dalam sel III, V,
atau VII dapat ditangani dengan baik melalui strategi menjaga dan
mempertahankan (hold and maintain); (3) Divisi yang masuk ke dalam sel VI,
VIII, atau IX adalah panen atau divestasi (harvest or divest).
Tahap Keputusan
Tahap pengambilan keputusan dapat menggunakan Matriks Perencanaan
Strategik Kuantitatif atau Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM).
Metode Analytical Hierarchy Process

Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah suatu metode pengambilan
keputusan sederhana dan fleksibel, menampung kreativitas dalam rancangannya
terhadap suatu masalah. Model AHP pertama kali dikembangkan oleh Thomas L.
Saaty, ahli matematika dari University of Pitsburgh, Amerika Serikat pada awal
tahun 1970-an. Analisis AHP ditujukan untuk membuat model permasalahan yang
tidak terstruktur dan biasanya diterapkan untuk memecahkan masalah–masalah
terukur maupun masalah–masalah yang memerlukan pendapat (judgement).
Menurut Saaty (1993) AHP dapat digunakan untuk pengambilan keputusan
seperti: menetapkan prioritas, menghasilkan seperangkat alternatif, memilih alternatif
kebijakan terbaik, menetapkan berbagai persyaratan, mengalokasikan sumber daya,
meramalkan hasil, menaksir risiko, mengukur prestasi, merancang sistem,
merencanakan dan memecahkan konflik.

6

AHP memasukan aspek kualitatif dan kuantitatif pikiran manusia (Saaty 1993).
Aspek kualitatif mendefinisikan persoalan dan hirarkinya, sedangkan aspek
kuantitatif mengekspresikan penilaian dan preferensi secara ringkas dan padat. Pada
penerapan metode AHP yang diutamakan adalah mutu data dari responden dan tidak
tergantung pada kuantitasnya. Penilaian AHP memerlukan para pakar sebagai
responden dalam pengambilan keputusan pemilihan alternatif. Para pakar disini
merupakan orang–orang kompeten yang benar–benar menguasai, mempengaruhi
pengambilan kebijakan atau benar–benar mengetahui informasi yang dibutuhkan.
Jumlah responden dalam metode AHP tidak memiliki perumusan tertentu, namun
hanya ada batas minimum, yaitu dua orang responden. Dalam metode AHP terdapat
tiga (3) prinsip untuk memecahkan persoalan, yaitu :
1.

Menyusun hirarki
Penyusunan hirarki dimulai dari permasalahan kompleks yang diuraikan menjadi
unsur pokok, unsur pokok ini diuraikan lagi ke dalam bagian-bagiannya secara
hirarki. Susunan hirarki terdiri dari tujuan, kriteria dan alternatif.
Penilaian dilakukan melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1993)
skala 1-9 merupakan skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan
definisi pendapat kualitatif dari perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai level hirarki
Nilai
Keterangan
1
Faktor vertikal sama penting dengan faktor horizontal
3
Faktor vertikal lebih penting dari faktor horizontal
5
Faktor vertikal jelas lebih penting dengan faktor horizontal
7
Faktor vertikal sangat jelas lebih penting dari faktor horizontal
9
Faktor vertikal mutlak lebih penting dari faktor horizontal
2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua (2) nilai yang berdekatan
1/(2-9) Kebalikan dari keterangan nilai 2-9

2.

3.

Penentuan prioritas
Penentuan prioritas diperoleh melalui perbandingan berpasangan (pairwise
comparisons) pada setiap level hirarki. Prinsip ini membuat penilaian tentang
kepentingan relatif dua unsur pada suatu level tertentu dalam kaitannya dengan
level di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena berpengaruh
terhadap prioritas unsur–unsur. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam matriks
Pairwise Comparison.
Konsistensi logis
Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah obyek–obyek yang serupa
dapat dikelompokan sesuai keseragaman dan relevansi. Arti kedua, menyangkut
pada tingkat hubungan antara obyek–obyek yang didasarkan pada kriteria
tertentu. Dengan konsistensi logis menjamin bahwa unsur dikelompokan secara
logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis.

7

Penelitian Terdahulu
Agar penelitian ini lebih terarah pada masalah pokok yang ditelaah, ada
beberapa tinjauan hasil penelitian terdahulu yang menjadi referensi bagi peneliti
dalam mengembangkan analisis pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Referensi penelitan terdahulu
No Peneliti dan
Judul Penelitian
Tahun
1.
Kollar and Cisko Credit Risk
(2014)
Quantification with
the use of
CreditRisk+

2.

Darmanto,
Latifah and
Susanti (2014)

Penerapan Metode
AHP (Analythical
Hierarchy Process)
Untuk Menentukan
Kualitas Gula
Tumbu
Overview SWOT
Analysis Method and
Its Application In
Organizations

3.

Abdi et al (2013)

4.

Yustine, Hoyyi
and Maruddani
(2012)

Pengukuran
Probabilitas
Kebangkrutan dan
Valuasi Obligasi
Korporasi dengan
Metode CreditRisk+

5.

Matjik (2011)

Analisis Pengukuran
Risiko Pembiayaan
Dengan Model
Standar Dan Internal
Pada BPRS Harta
Insan Karimah

Temuan Penelitian
CreditRisk+ adalah model
distribusi gagal bayar
menggunakan sebaran Poisson.
Hasil dari model tersebut adalah
peluang distribusi gagal dengan
menggunakan distribusi
kelompok individu.
Hasil penelitan menunjukkan
aplikasi sistem penunjang
keputusan dengan metode AHP
lebih cepat dibandingkan
perhitungan secara manual dan
lebih efisien serta akurat.
Hasil penelitian menunjukkan
cara menghubungkan analisis
SWOT dengan metode lainnya
antara lain Balance Scorecard
BSC dan QFD.
Penelitian ini mengkaji peluang
gagal bayar obligasi PT. Berlian
Laju Tanker, Tbk periode 20072012. Peluang gagal bayar dari
Obligasi III Berlian Laju Tanker
adalah 0,632 senilai
Rp153.481.545.500,-.
Model internal menggunakan
CreditRisk+ lebih efisien dalam
mengukur risiko pembiayaan
dibandingkan model standar. Hal
ini dikarenakan capital charge
yang dihasilkan model internal
jauh lebih rendah.

8

No
6.

Peneliti dan
Tahun
Crouchy, Galai
and Mark (2000)

Judul Penelitian
A Comparative
Analysis of Current
Credit Risk Models

Temuan Penelitian
Penelitan ini mengkaji
perbandingan analisa model
risiko kredit. Analisa pertama
adalah CreditMetrics. Analisa
kedua adalah pendekatan
struktural dimana gagal bayar
terjadi ketika nilai asset
perusahaan jatuh di bawah
tingkat kritis. Analisa ketiga
adalah pendekatan menggunakan
CreditRisk+, Analisa terakhir
adalah CreditPortfolio View
dimana peluang gagal bayar
disesuaikan dengan kondisi
makro.

3 METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Penelitian
Manajemen risiko pembiayaan diperlukan sebagai strategi BJB Syariah untuk
mengelola risiko serta mencapai keuntungan yang optimal. Pada akhirnya dapat
diketahui bahwa sejumlah modal yang efisien untuk menutupi dan meminimalisir
kerugian dari risiko kredit sebagai rekomendasi alternatif bagi manajemen puncak
dalam rangka peningkatan kinerja perusahaan. Kerangka operasional penelitian ini
dimuat pada Gambar 3.
BJB Syariah

Penyusunan Hipotesis Manajemen Risiko Pembiayaan

Kuantitas Eksposur Risiko

CreditRisk+

Faktor Internal

Matrix Internal Factor
Evaluation (IFE)

Faktor Eksternal

Matrix External Factor
Evaluation (EFE)

Internal Matrix – External (IE)

Strengths, Weaknesses, Opportunities and
Threats (SWOT)

Analytical Hierarchy Process (AHP)

Uji Hipotesis &Rekomendasi Strategi Manajemen Risiko Pembiayaan
Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian

2

Pengumpulan Data

1.

2.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder.
Data Primer
Data primer diperoleh melalui pencatatan, pengumpulan data dan wawancara
langsung dengan pejabat berwenang yang terkait dengan penyaluran pembiayaan
di BJB Syariah. Kegiatan wawancara terhadap pakar dari BJB Syariah dilakukan
untuk memperoleh informasi yang dapat disaring menjadi peubah kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman yang dapat digunakan sebagai input untuk alat
analisis SWOT dan AHP. Analisis AHP digunakan untuk memetakan beberapa
pilihan strategi yang berbasis pendapat para ahli.
Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui data historis BJB Syariah, studi literatur,
laporan penelitian dan publikasi elektronik. Jenis data sekunder yang digunakan
adalah laporan tahunan BJB Syariah periode 2010-2014 dan bahan-bahan
penunjang terkait penelitian.
Uji Hipotesis Penelitan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka hipotesis yang diuji
pada penelitian ini diantaranya:
1. Penyisihan Pencadangan Aktiva Produktif (PPAP) dapat menutupi nilai kerugian
akibat risiko pembiayaan menggunakan model internal.
2. Pengukuran risiko pembiayaan menggunakan model internal lebih efisien dalam
hal penentuan KPMM dibandingkan model standar dari regulator.
3. Faktor internal pengendalian manajemen risiko lebih penting, walaupun faktor
eksternal masih berpengaruh.
Penyusunan hipotesis tersebut di atas dilakukan dengan pertimbangan yang
disampaikan pada Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Dasar penyusunan hipotesis penelitian
No.
1.

2.

Perbandingan Model
Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum
(KPMM)

Model Standar (Regulator)
Penetapan KPMM sebesar
8% dari Aktiva Tertimbang
Menurut Risiko (ATMR).

Bobot risiko kredit

Bobot risiko kredit dianggap
sama yaitu 100% tanpa ada
perbedaan masing-masing
debitur.

Model Internal
KPMM sebesar kerugian
maksimum dari data
kumulatif peluang gagal
bayar pembiayaan bank
(unexpected loss).
Bobot risiko dikategorikan
menggunakan distribusi atas
dasar kualitas kredit untuk
mencari probabilitas default
tiap debitur.

3

No.
3.

Perbandingan Model
Penyisihan
Pencadangan Aktiva
Produktif (PPAP)

4.

Alokasi modal (Capital
Charge)

Model Standar (Regulator)
PPAP mengikuti ketentuan
regulator, yaitu prosentase
status baki debet: 1%
(lancar), 25% (dalam
perhatian khusus), 50%
(kurang lancar) dan 100%
(macet).
Makin besar total eksposur
pembiayaan atau ATMR,
maka alokasi modal untuk
menutupi risiko pembiayaan
makin besar.

Model Internal
PPAP adalah sebesar
kerugian yang diperkiran
terjadi dari data peluang
gagal bayar pembiayaan
bank (expected loss)
menggunakan sebaran
Poisson.
Alokasi modal hanya
sebesar nilai unexpected
loss sehingga tidak
berpengaruh terhadap total
eksposur pembiayaan bank.

Pengolahan dan Analisis Data
Dalam penelitian ini, pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Pengolahan secara kualitatif dilakukan dengan mengkaji konsep
manajemen risiko pembiayaan berdasarkan teori dan prinsip yang telah berkembang.
Metode kualitatif digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko pembiayaan
dan menganalisis pengelolaan serta pengendalian risiko. Metode kualitatif juga
digunakan untuk mengukur mutu manajemen risiko pembiayaan. Metode kuantitatif
digunakan untuk mengukur risiko pembiayaan yang dihadapi oleh BJB Syariah.
Semua data diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2013 dan software Expert
Choice 11.
Metode CreditRisk+
berdasarkan penelitian Matjik (2011) diketahui bahwa pengukuran risiko
pembiayaan di BPRS Harta Insan Karimah menggunakan model internal
(CreditRisk+) lebih efisien dibandingkan model standar karena adanya selisih capital
charge sebesar Rp9,689 juta tahun 2010. Metode ini digunakan dalam penelitian
karena telah dilakukan uji kesesuaian model dengan data portofolio pembiayaan BJB
Syariah pada Tabel 5, diantaranya:
Tabel 5. Uji metode CreditRisk+
No.
1.

Karakterisiktik
Definisi risiko kredit

Model CreditRisk+
Risiko kredit tidak
berhubungan dengan
risiko pasar

2.

Jumlah baki debet tiap
debitur

Jumlah baki debet
tiap debitur relatif
kecil

Data internal BJB Syariah
BJB Syariah merupakan bank
non-devisa sehingga tidak
terpengaruh risiko pasar dalam
penyaluran pembiayaan.
Rata-rata jumlah baki debet
tiap debitur maksimal Rp200
juta karena didominasi oleh
pinjaman konsumtif Pegawai
Negeri Sipil (PNS) pemerintah
daerah.

4

No.
3.

Karakterisiktik
Jumlah rekening
pembiayaan

Metode CreditRisk+
Jumlah rekening
pembiayaan relatif
banyak.

4.

Variabel tingkat bunga
bank dan spekulasi

Tidak memasukkan
variabel bunga bank
dan spekulasi yang
mempengaruhi
perhitungan tingkat
risiko pembiayaan.

Data internal BJB Syariah
Jumlah debitur BJB Syariah
cukup banyak, dimana pada 31
Desember 2014 mencapai
21.554 nasabah.
Perbankan syariah seperti BJB
Syariah tidak diperkenankan
menghitung varibel tingkat
bunga bank dan spekulasi.

Menurut Credit Suisse First Boston (CSFB) (1997), tahapan yang dilakukan
dalam metode ini meliputi:
1. Pengelompokan Eksposur dalam Band
Eksposur diperoleh dari baki debet yang berpotensi default (gagal bayar).
Eksposur kemudian dibagi kedalam beberapa band. Masing-masing band terdiri
dari beberapa kelas.
2. Penghitungan Probability of Default
Tahap ini dilakukan dengan menghitung rataan kemungkinan gagal bayar
(probability of default) dan standar deviasi (standard deviation) setiap kelompok
konsumen. Probability of default merupakan persentase gagal bayar bersih yang
telah dikurangi oleh recovery rate. Recovery rate adalah persentase nilai utang
yang dapat dibayar kembali atau persentase rataan tagihan tertunggak yang dapat
dilunasi konsumen. Nilai recovery rate akan menurunkan tingkat kerugian
dimana besarnya kerugian akibat adanya kredit yang gagal bayar akan segera
ditutup sebagian dengan adanya recovery.
3. Mengukur Expected Loss
Expected Loss (EL) merupakan kerugian akibat gagal bayar yang harus dapat
ditutupi oleh provisi yang telah dicadangkan. Expected Loss (EL) merupakan
hasil perkalian antara LGD dengan probability of default untuk seluruh
kelompok debitur yang dapat dinotasikan :
ELA=LGDA X PA...............…………….………………….......…………(1)
Dimana :
ELA = Expected Loss debitur A
LGDA = Loss GivenDefault debitur A
PA
= Probability default debitur A
Loss Given Default/Real Loss merupakan kewajiban debitur tidak tertagih yang
tergantung dari status debitur bangkrut. Nilai real loss berkisar dari angka nol
sampai dengan satu. Apabila nilai real loss nol merupakan nilai real loss yang
paling rendah, maka tidak ada kerugian sama sekali dan recovery rate sama
dengan 100%. Nilai real loss/LGD dapat dinotasikan :
LGD = Eksposur – RR ..............……………….........................…..........…(2)

5

4.

RR = Recovery Rate
Recovery Rate merupakan hasil bagi jumlah kewajiban debitur yang
dihapusbukukan di kelas tertentu dengan nilai kelas tertentu yang dinyatakan
dalam persentase. Nilai outstanding dari debitur yang dihapusbukukan
dikelompokkan di dalam band dan kelas
Mengukur Expected Number of Default pada tiap band
....................................................................................................(3)
Dimana :
µ
= Expected number of default pada kelas ke-j
ELj = Expected Loss pada kelas ke-j
Lj
= kelas ke-j
Sedangkan ELj dapat dinotasikan berikut :

EA diperoleh dari :

Dimana :
= Eksposur tiap debitur pada band L
EA
L
= Band
5.

6.

Menghitung Total Expected Loss
Total expected loss merupakan penjumlahan dari expected loss tiap band.
Expected loss tiap band diperoleh dari penjumlahan expected loss tiap kelas pada
band tersebut. Expected loss tiap kelas dapat dinotasikan berikut :
EL=µ x Lj x L x Real Loss..............................................................................(6)
Menghitung Unexpected Loss
Unexpected Loss (UL), merupakan kerugian akibat gagal bayar konsumen yang
harus dapat dikendalikan, meskipun tidak diharapkan sebelumnya. Unexpected
Loss adalah nilai kumulatif kemungkinan gagal (cumulative probability of
default) yang diasumsikan mencapai tingkat keyakinan tertentu. Cumulative
probability of default menggunakan distribusi Poisson dengan asumsi
kemungkinan gagal (probability of default) dari sebagian kelompok konsumen
bernilai kecil dan kejadian macet antar kelompok debitur saling independen.
Dalam Crouhy et al. (2001), rumus distribusi Poisson dinotasikan berikut :
e -µ µ n
Peluang (n defaults) =
.........................................................(7)
n!
Dimana :

6

n = Jumlah konsumen yang gagal bayar
e = Nilai distribusi Poisson (2,718281828)
µ = Nilai rataan expected number of default
sehingga dapat dirumuskan:
UL = n x Lj x L x Real Loss..........................................................................(8)
7.

8.

Modal Ekonomi (Economic Capital)
Economic Capital adalah modal yang harus dimiliki perusahaan untuk menutupi
kerugian maksimum yang disebabkan oleh gagal bayar debitur pada portofolio
kredit. Economic Capital dalam pengukuran risiko kredit diperoleh dari selisih
UEL dan EL.
Economic Capital = UEL – EL....................................................................(9)
Uji Validitas
Menurut Jorion (2006) backtesting adalah uji statistik membandingkan
banyaknya pengecualian dalam suatu pengamatan terhadap jumlah yang
diharapkan (Value at Risk). Pengecualian memiliki definisikan dimana kondisi
actual default lebih buruk daripada Value at Risk (VaR).
Berdasarkan hasil penelitan Iskandar (2011) dan Matjik (2011) backtesting
model CreditRisk+ dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran VaR
dengan kerugian aktual tiap periode. Salah satu model Backtesting yang
direkomendasikan The Basel Committee perihal penerimaan model internal
adalah Kupiec Test. Model ini akan memeriksa apakah VaR sesuai dengan
tingkat keyakinan yang ditetapkan. Selanjutnya uji hipotesis dilakukan dengan
membandingkan Likelihood Ratio (LR) dengan Critical Value (CV).
LR = -2ln [(1-P)T-V.Pv]+2ln[(1-V/T)T-V.(V/T)v] ………………………..(10)
Dimana :
LR
P
T
V

=
=
=
=

Llikelihood Ratio
Confidence Level
Jumlah data yang diobservasi
Jumlah ambang batas kesalahan

Setelah diperoleh LR maka perlu dilakukan uji hipotesis; hipotesis diterima atau
model dapat diterima apabila LR< CV dan hipotesis ditolak atau model tidak
diterima apabila LR > CV.
Analisis Faktor Internal dan Eksternal
Untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan atau organisasi berkaitan
dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting, disusun matriks IFE dan
EFE dengan tahapan berikut:
a. Mengindentifikasi dan menelaah secara mendalam terhadap setiap faktor yang
menjadi peluang dan ancaman, serta kekuatan dan kelemahan yang memengaruhi
perusahaan.

7

b.

Memberi bobot setiap faktor dengan angka 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat
penting). Bobot tersebut menandakan tingkat kepentingan relatif faktor tersebut.
Jumlah seluruh bobot sama dengan 1,0.
Memberikan peringkat 1-4 pada setiap faktor internal dan eksternal utama untuk
menunjukkan seberapa efektif strategi perusahaan saat ini dalam merespon faktor
tersebut, di mana :
4 = respon sangat bagus
3 = respon di atas rataan
2 = respon rataan
1 = respon di bawah rataan
Kalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk memperoleh nilai
tertimbang.
Menjumlahkan seluruh skor terbobot untuk mendapatkan skor terbobot total
(total weighted score). Dalam matriks EFE, skor bobot total tertinggi yang
mungkin dicapai 4,0, skor bobot terendah 1,0 dan rataan skor bobot 2,5. Skor
bobot 4,0 mengindikasikan organisasi merespon sangat baik peluang dan
ancaman yang ada. Skor total 1,0 menandakan organisasi tidak mampu
memanfaatkan peluang yang ada atau menghindari ancaman yang muncul.
Dalam matriks IFE, skor bobot total di bawah 2,5 mencirikan posisi internal
organisasi yang lemah, sedangkan skor di atas 2,5 mengindikasikan posisi
internal yang kuat. Model matriks IFE dan EFE ditunjukkan pada Tabel 6.

c.

d.
e.

Tabel 6. Matriks IFE dan EFE
Faktor internal/eksternal utama

Bobot
(a)

Peringkat
(b)

Nilai tertimbang
(a x b)

Kekuatan / Peluang
1.
2.
n.
Kelemahan / Ancaman
1.
2.
n.
Total
Sumber (David 2009)

Analisis Matriks Internal – Eksternal (IE)
Matriks IE terdiri dari dua (2) dimensi, yaitu total skor matriks IFE pada sumbu
x dan total skor matriks EFE pada sumbu y. Skor bobot IFE 1,0-1,99 menunjukkan
posisi internal lemah, skor 2,0-2,99 posisinya sedang dan skor 3,0-4,0 posisinya kuat.
Skor bobot EFE 1,0-1,99 menunjukkan posisi rendah, skor 2,0-2,99 posisinya sedang
dan skor 3,0-4,0 posisinya tinggi. Matriks IE menurut David (2009) dapat dilihat pada
Gambar 4.

8

Skor Total IFE
Kuat
4,0

3,0

I
Grow and Build

II
Grow and Build

3,0

IV
Grow and Build

V
Hold and Maintain

2,0

VII
Hold and Maintain

Rataan
Rendah
1,0

Lemah
2,0

4,0
Tinggi
Skor Total
EFE

Rataan

1,0

III
Hold and Maintain

VIII
Harvest &
Divestiture

VI
Harvest &
Divestiture
IX
Harvest &
Divestiture

Gambar 4. Matriks IE (David 2009)

Analisis SWOT
Matriks SWOT pada Tabel 7 terdiri dari sembilan (9) sel, terdapat empat (4) sel
faktor utama, empat (4) sel strategi dan satu (1) sel yang dibiarkan kosong (sel kiri
atas). Keempat sel strategi yang diberi nama SO, WO, ST dan WT. Dalam membentuk
matriks SWOT terdapat delapan (8) langkah :
a. Membuat daftar peluang-peluang eksternal utama perusahaan.
b. Membuat daftar ancaman-ancaman utama perusahaan.
c. Membuat daftar kekuatan-kekuatan internal utama perusahaan.
d. Membuat daftar kelemahan-kelemahan internal utama perusahaan.
e. Cocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan masukkan hasilnya
pada sel strategi SO.
f. Cocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan masukkan hasilnya
pada sel strategi WO.
g. Cocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan masukkan hasilnya
pada sel strategi ST.
h. Cocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan masukkan hasilnya
pada sel strategi WT.
Tabel 7. Matriks SWOT
IFE

Kekuatan (S)

Kelemahan (W)

STRATEGI SO

STRATEGI WO

Menciptakan strategi
menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan peluang

Menciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan peluang

STRATEGI ST

STRATEGI WT

EFE

Peluang (O)

Ancaman (T)

Menciptakan strategi
menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman

Sumber (David 2009)

Menciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan
dan menghindari ancaman

9

Penentuan Prioritas dengan AHP
Dalam menentukan prioritas faktor, aktor, tujuan dan strategi untuk mengelola
dan mengendalikan risiko dilakukan dengan metode AHP (Saaty, 1993). Langkah
awal dalam AHP adalah m