Evaluasi manajemen risiko pembiayaan pada bank syariah muamalat

(1)

EVALUASI MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK SYARIAH MUAMALAT

Oleh:

ASEP SYAIFUL BAHRI NIM : 102046125320

KONSENTRASI PERBANKAN SYARI’AH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1429H/2008M


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur ke Hadirat Ilaahi Robbi yang telah memberikan nikmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta Salam semoga dilimpahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari alam kegelapan hingga alam terang benderang yang penuh dengan cahaya, juga kepada keluarga, dan para sahabatnya, dan semoga kami semua mendapatkan syafa’atnya di hari kiamat nanti. Amin

Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik moril maupun materil, karena penulis menyadari dan yakin bahwa tanpa adanya dukungan dan bantuan dari semua pihak, sulit bagi penulis untuk dapat menyelesai skripsi ini.

Ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya penulis sampaikan kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Bapak Prof. Dr. H. Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Euis Amalia, M.Ag., dan Bapak Ah. Azharuddin Latif. M.Ag, selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Muamalat di Fakultas Syariah dan Hukum.


(3)

3. Bapak H. M. Dawud A. Khan, SE, M.Si, Ak, CPA dan Bapak Supriyono, SE, MM, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan waktu, bimbingan, saran petumjuk, kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Ibu Dwi Nur’ani Ihsan SE, MM dan Ibu Titi Dewi Warninda, SE., M.Si.

selaku Dosen Penguji yang sudah menguji dan membantu merevisi skripsi saya sehingga skripsi saya menjadi lengkap.

5. Bapak dan Ibu dosen serta segenap Civitas Akademika Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmu kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.

6. Seluruh Staff dan Karyawan Muamalat Institute terutama Mbak Sani atas segala bantuan dan kesempatan untuk meluangkan waktu dari awal hingga akhir penelitian.

7. Rasa ta’zhim dan terima kasih yang mendalam untuk Ayahanda/papa Endin Fachrudin dan Ibunda/mama Aan Rihanah yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil, perhatian, pengertian, kasih sayang dan do’a-do’anya yang tidak henti-hentimya diberikan kepada penulis. Robbihgfirli waliwalidayya war hamhuma kama robbayani shogiro.

8. Yang tercinta dan tersayang adik-adikku Deela, Dewinda, Deana yang telah memberikan dukungan, dan spirit serta do’a bagi penyelesaian penulisan skripsi ini.


(4)

9. Hormat penulis kepada kakak sepupuku AA Deni yang sedang menyelesaikan S2 di Malaysia dan sekeluarga di Sukabumi serta kepada keluarga besar H. Deden dan Wa Empah di Sukabumi atas perhatian dan do’a yang selalu diberikan kepada penulis.

10.Teman-temanku dirumah bang Ipul, Dian, Iwan, Ahmad, bang Fadli dan teman-temanku lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan dan menjadi penghibur dikala penulis sedang merasa jenuh sehingga dapat memberikan semangat dan inspirasi kembali.

11.Sahabat-sahabatku yang terbaik di kampus UIN Syahid, Try Sari, Malik Ibrahim, H. Fauzan H, Dedy Akmadi, Syatria Rahman, Ibnu Said, Muisah, Tety Mariwati, Muhandi, dan sahabatku lainnya mahasiswa Jurusan Perbankan Syariah angkatan 2002, terutama kelas D maaf tidak bisa menyebutkan namanya satu persatu tetapi memori terindah bersama tidak akan pernah terlupakan.

12.Untuk Istriku yang tersayang Rahmatiyah, Akbar dan sekeluarga terima kasih atas segala perhatian, pengertian dan spirit secara lahir batin serta do’a yang telah diberikan kepada penulis. Ya Allah limpahkanlah rahmat, inayah dan hidayah-Mu baginya.

13.Boy Nunumete Sebagai Manager Operasional dan Samuel sebagai Asisten Manejer Transjakarta Busway yang telah mengizinkan penulis untuk tidak masuk kerja karena untuk menyelesaikan skripsi ini, serta Teman-temanku di tempat kerja Transjakarta Busway, Ridho, Ronald & Koko sebagai Spv,


(5)

Babay, Haryo, Hendri, Dani, Eemaa, Yani, Dian, Rani Tati dan teman-teman tiketingku lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan serta waktunya untuk menggantikan kerja dikala penulis ada keperluan didalam menyelesaikan skripsi ini dan menjadi penghibur dikala penulis sedang merasa jenuh sehingga dapat memberikan semangat dan inspirasi kembali.

14.Pimpinan dan segenap staf perpustakaan umum UIN, perpustakaan Syariah, atas kemudahan yang diberikan kepada penulis untuk mendapatkan referensi yang mendukung penyelesaian skripsi ini.

15.al-Mukarram Habib Husein Al-Haddad di Depok dan Ust. Ridwan Shaleh di Lenteng Agung yang banyak memberi dukungan, spirit, dan do’a kepada penulis.

Akhirnya penulis berharap dan berdo’a kepada Allah SWT, agar seluruh bantuan, pengorbanan dan amal baik yang telah kalian berikan semua, akan mendapatkan balasan setimpal disisi Allah SWT.

اﺮﻴﺛ اﺮﻴ ﷲا اﺰ

،

ﺤﻰ إ ﻴﺪﻬﻴﻮﻲ ﻴﺪﻬﻴ أﷲاﻰ

Jakarta, Maret 2008 M 1429 H


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... viii ...

Bab I PENDAHULUAN

1...Latar Belakang Masalah ... 1 2...Rum usan Masalah... 4

3...Tuju an Penelitian ... 5

4...Meto de Penelitian ... 6

5...Siste matika Penulisan. ... 8

Bab II TINJAUAN TEORITIS MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH

1. Pembiayaan Pada Bank Syariah………... …10 1.1Pembiayaan berbasis Natural Certainty Contracts……….... …12


(7)

1.2Pembiayaan berbasis Natural Uncertainty Contracts…….... …14

2. Manajemen Risiko Bank Syariah……… 16

2.1Pengertian Manajemen Risiko……….. 16

2.2Risiko Menurut Pandangan Islam………. 19

2.3Teknik Mengidentifikasi Risiko……… 21

2.4Jenis-jenis Risiko Bank Syariah……… 24

3. Mekanisme Pembiayaan Murabahah……….. 30

3.1 Murabahah Dalam Wacana Fiqih………. 30

3.2 Praktek Murabahah Dalam Sistem Perbankan Syariah……. 33

3.3 Peranan Bank Syariah Dalam Murabahah Sebagai Penyandang Dana Bukan Penjual………... 40

4. Prinsip Dalam Analisis Pembiayaan di Bank Syariah………….. 41

Bab III Profil Bank Syariah Muamalat 1. Sejarah Singkat dan Perkembangan Bank Syariah Muamalat….. 44

2. Visi dan Misi………. 46

3. Produk-produk Bank……… 47

4. Struktur Organisasi………... 54


(8)

Bab IV Manajemen Risiko Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Muamalat

1. Proses Manajemen Risiko Pada Bank Syariah……….. 58

1.1 Proses Penilaian Risiko Pada Bank Syariah……….. 58 1.2 Proses Pengelolaan Risiko Terhadap Risiko Pembiayaan

Murabahah Pada Bank Syariah Muamalat……….. 65

1.3 Proses Pengelolaan Risiko Operasional …………...……….………. 77

1.4 Proses Evaluasi dan Pengawasan………. 78 2. Pengelolaan Pembiayaan Bermasalah Pada Bank

Syariah Muamalat……… 80

Bab V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 86 B. Saran... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Cutomer Risk Rating (CRR)……… 60

Tabel 4.2 Industry Rating (Rating Industri)……… 61

Tabel 4.3 Rating Jaminan atas RasioPemenuhan Jaminan (RPJ)……… 62

Tabel 4.4 Matriks Kombinasi CRR dan RPJ Untuk penentuan

Customer Credit Rating……… 63

Tabel 4.5 Customer Credit Rating (CCR)……… 63

Tabel 4.6 Aktiva Produktif Pembiayaan Murabahah dan Istishna

Bank MuamalatTahun 2004 ………... 68

Tabel 4.7 Portofolio Murabahah dan Istishna Bank Muamalat Tahun 2004 ……….……… 69

Tabel 4.8 Aktiva Produktif Pembiayaan Murabahah dan Istishna

Bank MuamalatTahun 2005 ………... 70

Tabel 4.9 Portofolio Murabahah dan Istishna Bank Muamalat Tahun 2005 ……….……… 71

Tabel 4.10 Aktiva Produktif Pembiayaan Murabahah dan Istishna

Bank MuamalatTahun 2006 ………... 72

Tabel 4.11 Portofolio Murabahah dan Istishna Bank Muamalat Tahun 2006 ……….……… 73


(10)

Tabel 4.12 Nilai Kredit Rasio KAP

……….……… 75

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Akad-akad dalam Bank Syariah……… 12

Gambar 2.2 Siklus risiko industri………. 27

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Bank Syariah Muamalat... 54

Gambar 4.1 Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perbankan adalah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang. DiDalam sejarah perekonomian kaum muslimin, fungsi-fungsi bank telah dikenal sejak zaman Rasulullah SAW. Fungsi-fungsi tersebut adalah menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang.1

Pengertian bank menurut Undang Undang Perbankan No. 10 tahun 1998 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Sedangkan Bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah, yang mengacu kepada al-Qur’an dan Hadits Nabi2, artinya bahwa Bank Syariah secara operasional dan teoritis mengikuti ketentuan-ketentuan Syariah yang terkandung di dalam al-Qur’an dan Hadits Nabi, yaitu tata cara bermuamalah secara Islami.

1

Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia, Islam dan Perbankan Syariah, (Jakarta : Karim Business Consulting, 2001), h. 1

2

Karnaen Purwaatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Prima Yasa), cet.ke-1, h.1


(12)

Fatwa MUI tentang pengharaman bunga (interest) bank beberapa waktu lalu telah mampu menimbulkan optimisme yang cukup besar mengenai peranan dan prospek bank syariah dimasa depan. Bank syariah telah menjadi alternatif rasional di luar bank konvensional. Apabila bank konvensional beroperasi dengan sistem bunga (interest), maka bank syariah bekerja berdasarkan prinsip dasar rela sama rela atau suka sama suka (an taraddin minkum) dan tidak ada boleh pihak yang menzalimi dan dizalimi. Inilah mengapa bank syariah menjadi solusi yang tepat di tengah krisis moneter dan keuangan yang mengglobal sekarang ini.

Salah satu fungsi utama bank syariah adalah menyalurkan dana. Penyaluran dana yang dilakukan bank syariah adalah pemberian pembiayaan kepada debitur yang membutuhkan, baik untuk modal usaha maupun untuk konsumsi. Praktik pembiayaan yang sebenarnya dijalankan oleh lembaga keuangan Islami adalah pembiayaan dengan sistem bagi hasil. Praktik bagi hasil ini terkemas dalam dua jenis pembiayaan, yaitu pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah. Jenis pembiayaan lainnya adalah terkemas dalam pembiayaan berakad atau sistem jual beli, yaitu pembiayaan murabahah, bai as-salam dan bai isthisna’.3

Dari jenis pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah, pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan dengan porsi terbesar. Dari data yang ada pada Bank Indonesia, pembiayaan skim murabahah atau jual beli persentasenya mencapai

3


(13)

66,47%, mudharabah 17,97%, sementara sisanya adalah pembiayaan istishna dan pembiayaan lainnya sebesar 2,73% dan 1,77%.4

Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan berbasis Natural Certainty Contracts (NCC), yaitu kontrak atau akad dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing)-nya. Karena itu, skim ini menjadi pilihan oleh mayoritas bank syariah sekarang ini. Walaupun demikian, bukan berarti pembiayaan ini tidak berisiko.

Yang membedakan pembiayaan ini dengan bank konvensional adalah margin keuntungan bank yang tidak didasarkan atas fluktuasi bunga pasar, sehingga cash flow-nya bisa diprediksi dengan relatif pasti, karena sudah disepakati oleh kedua belah pihak yang bertransaksi di awal akad, sehingga tidak akan berubah hingga pengembalian pembiayaan tersebut selesai. Karena itu, jika bank melakukan kesalahan analisa dalam menyalurkan pembiayaan, seperti penentuan jangka waktu maupun pricing yang akan diberikan kepada nasabah, maka hal ini akan dapat menimbulkan risiko tidak bersaingnya bagi hasil kepada dana pihak ketiga (DPK). Disinilah pentingnya fungsi manajemen risiko bagi bank syariah. Walaupun demikian, dalam pandangan syariah, risiko tetap merupakan sesuatu yang lazim yang ditimbulkan oleh adanya ketidakpastian dan dianggap sebagai sunatullah (hukum alam yang Allah tetapkan), sehingga itu merupakan suatu konsekuensi yang logis atas dibuatnya suatu pilihan.

4

Bank Indonesia. “Laporan Indikator Perkembangan Perbankan Syariah”, Jakarta : Bank Indonesia, Desember 2004


(14)

Hal inilah yang akan dianalisa lebih lanjut oleh penulis, karena dengan semakin banyaknya pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah, tentunya juga mempunyai risiko yang apabila dikelola kurang baik akan membahayakan perkembangan bank syariah itu sendiri. Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan ingin menuangkannya dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi yang berjudul, “EVALUASI MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK SYARIAH MUAMALAT INDONESIA”.

B. Rumusan Masalah

Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan yang dicirikan dengan adanya penyerahan barang di awal akad dan pembayaran kemudian, baik dalam bentuk angsuran maupun dalam bentuk lump sum (sekaligus). Dengan demikian, pemberian pembiayaan murabahah dengan jangka waktu panjang akan menimbulkan potensi risiko tidak bersaingnya bagi hasil kepada dana pihak ketiga.

Selain itu, risiko-risiko seperti pembayaran yang tertunda (default risk), risiko industri (industry risk), market risk (seperti kenaikan nilai tukar mata uang dan kenaikan suku bunga) maupun potensi lainnya yang berasal dari manajemen bank syariah itu sendiri, harus juga menjadi perhatian khusus bagi bank syariah dalam me-manage risiko-risiko tersebut, sehingga setiap pembiayaan yang dikeluarkan bisa lebih kompetitif dibanding kredit di perbankan konvensional.


(15)

Secara empiris belum banayak kajian yang membahas detail mengenai hal ini. Oleh karena itu, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana proses manajemen risiko pembiayaan murabahah pada Bank Syariah Muamalat Indonesia?

2. Langkah-langkah apa saja yang dilakukan Bank Syariah Muamalat Indonesia dalam pengelolaan risiko-risiko terkait dengan pembiayaan murabahah? 3. Langkah-langkah dan solusi apa saja yang akan dilakukan Bank Syariah

Muamalat Indonesia dalam penanganannya terhadap penyelesaian pembiayaan bermasalah?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan ini adalah :

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk menjelaskan langkah-langkah Bank Syariah Muamalat dalam pengelolaan risiko-risiko terkait dengan pembiayaan murabahah.

b. Untuk mengetahui langkah-langkah dan solusi apa saja yang akan dilakukan Bank Syariah Muamalat terhadap penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah.


(16)

2. Manfaat Penulisan ini adalah :

a. Menambah wawasan keilmuan tentang manajemen risiko pembiayaan murabahah pada Bank syariah Muamalat

b. Memberi masukan yang bermanfaat dalam menentukan langkah selanjutnya kearah yang lebih baik

c. Menambah dan melengkapi koleksi yang telah ada tentang perbankan syariah khususnya mengenai manajemen risiko pembiayaan murabahah pada bank syariah

D. Metode Penulisan

1. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada Bank Syariah Muammalat Indonesia berlokasi di. Jl. Beringin Raya No. 30 Karawaci Baru, Tangerang.

2. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan (library research), penelitian lapangan (Field Research)

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah :

a. Untuk Penelitian Perpustakaan (Library Research), dengan mengumpulkan data dari berbagai literatur yang ada, seperti buku-buku


(17)

sumber, dokumen-dokumen bank, makalah, serta tulisan lain yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

b. Untuk Penelitian Lapangan (Field Research) yang menjadi data sekunder dilakukan penulis sebagai pelengkap data dalam hasil penulisan kelak.

Teknik pengambilan data, yaitu : a. Observasi

Observasi dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung ke lapangan dengan mendatangi nara sumber yakni PT. Bank Syariah Muammalat. Hal ini guna mengetahui keadaan sebenarnya yang terjadi di lokasi penelitian berkaitan dengan penerapan Evaluasi Manajemen Risiko Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Muamalat.

b. Wawancara

Penulis mengadakan wawancara dengan tokoh lembaga/para fungsionaris Bank Syariah Muammalat yang dianggap berkompeten dan representatif dengan masalah yang dibahas untuk memperoleh informasi mengenai Evaluasi Manajemen Risiko Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Muamalat.

c. Teknik Dokumentasi (study kepustakaan)

Dilakukan dengan cara mengumpulkan data berdasarkan data-data/laporan yang didapat dari Bank Syariah Muammalat dan laporan lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian.


(18)

Metode analisa data :

Dalam menganalisa data, penulis menggunakan teknik deskriptif-analitis-evaluatif yaitu dengan menjabarkan data yang diperoleh dari observasi maupun wawancara dilapangan, kemudian dengan berpedoman pada sumber tertulis sebagai langkah konfirmasi mengenai data yang diperoleh dari penelitian lapangan.

3. Teknik Penulisan

Teknik penulisan yang digunakan adalah menunjuk pada Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : UIN Jakarta Press, 2002, cet. Ke-2.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam karya ilmiah skripsi, penulis membagi menjadi menjadi lima bab, yaitu :

Bab I, Pendaluhuan, yaitu meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan pasalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II, Tinjauan teoritis manajemen risiko pembiayaan murabahah. dalam bab ini di bahas tinjauan teoritis mengenai konsep manajemen bank syariah, dimulai dengan pembahasan mengenai urgensi pelarangan


(19)

riba, profit sharing sebagai karakteriatik dasar bank syariah, perbedaan bank syariah dengan bank konvensional, dan jenis-jenis pembiayaan pada bank syariah. Dalam ini juga akan menguraikan tinjauan umum mengenai risiko. Selain itu, dibahas pula mengenai bagaimana mekanisme pembiayaan murabahah dan prinsip analisis pembiayaan di bank syariah

Bab III, Profil Bank Syariah Muamalat Indonesia terdiri dari, sejarah singkat dan perkembangan Bank Syariah Muamalat Indonesia, visi dan misi, produk-produk dan struktur organisasi Bank Syariah Muamalat Indonesia

Bab IV, Bab ini membahas mengenai langkah-langkah yang dilakukan bank syariah dalam me-manage risiko yang terkait dengan pembiayaan murabahah. Proses yang akan dilakukan adalah proses penilaian risiko pada Bank Syariah, proses pengelolaan risiko pembiayaan murabahah pada Bank Syariah Muamalat dan yang terakhir proses evaluasi dan pengawasan.. Dan yang terakhir membahas mengenai teknik penanganan bank syariah dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah.

.


(20)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH

1. Pembiayaan Pada Bank Syariah

Dari segi ada atau tidaknya adanya kompensasi (keuntungan), fiqih muamalat membagi lagi akad pada bank syariah menjadi dua bagian, yakni akad tabarru’ dan akad tijarah/mu’awadah.5

Akad tabarru’ (gratuitous contract) adalah segala macam perjanjian yang menyangkut non-for profit transaction (transaksi nirlaba). Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersil melainkan akad untuk mencari keuntungan akhirat. Dalam akad tabarru’ (tabarru’ berasal dari kata birr dalam bahasa Arab, yang artinya kebaikan), pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’ adalah dari Allah SWT, bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada counter-part-nya untuk sekedar menutupi biaya (cover the cost) yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru’ tersebut. Namun ia tidak dapat boleh sedikit pun mengambil laba dari akad tabarru’ itu. Contoh akad-akad tabarru’ adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah, waqf, shadaqah, hadiah, dan lain-lain.6

5

Karim, Adiwarman, Ir, S.E, M.B.A, M.A.E.P, “Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan”, Edisi Ketiga, Jakarta : Rajawali Press, 2004, h. 66

6


(21)

Berbeda dengan akad tabarru’, akad tijarah (compensational contract) adalah akad-akad yang menyangkut for profit transaction. Akad-akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, karena itu bersifat komersil.

Contoh akad tijarah adalah akad-akad investasi, jual-beli, sewa-menyewa, dan lain-lain. Dari akad inilah kemudian muncul dua kelompok besar dalam konsep pembiayaan, yang dibagi berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperolehnya, yaitu Natural Certainty Contracts dan Natural Uncertainty Contracts. Hal inilah yang akan dibahas lebih lanjut.7

7


(22)

Gambar 2.1 Akad-akad dalam Bank Syariah

Sumber : Karim, Adiwarman, “Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan”, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada 2004

1.1 Pembiayaan berbasis Natural Certainty Contracts (NCC)

Pembiayaan berbasis Natural Certainty Contracts (NCC) yaitu kontrak/akad dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah

Wa’ad Akad

Tabarru’

Not for profit transaction

Tijarah

For profit transaction

Natural Certainty Contracts Natural Uncertainty Contracts 1. Qard 2. Wadi’ah 3. Wakalah 4. Kafalah 5. Rahn 6. Hibah

7. Waqf 1. Murabahah

2. Salam 3. Istishna 4. Ijarah 1. Musyarakah (wujuh, inan, abdan, mufawadah, mudharabah) 2. Muzara’ah 3. Musaqah 4. Mukhabarah Teori Pertukaran Teori Percampuran


(23)

(amount) maupun waktu (timing)-nya. Cah flow-nya bias diprediksi dengan relatif pasti, karena sudah disepakati oleh kedua belah pihak yang bertransaksi diawal akad, baik jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price) dan waktu penyerahannya (time of delivery). Jadi, kontrak ini secara “sunatullah” (by their nature) menawarkan return yang tetap dan pasti. Yang termasuk kategori ini adalah kontrak-kontrak jual-beli, upah-mengupah, sewa-menyewa, dan lain-lain, yakni sebagai berikut :

a. Akad Jual-Beli (Al-Bai’. salam, dan Istishna’) b. Akad Sewa-Menyewa (Ijarah dan IMBT).8

Dalam akad-akad diatas, pihak-pihak yang bertransaksi saling mempertukarkan asetnya (baik real assets maupun financial assets). Jadi masing-masing pihak tetap berdiri sendiri (tidak saling bercampur membentuk usaha baru), sehingga tidak ada pertanggungan risiko bersama. Juga tidak ada percampuran aset si A dengan asset si B. yang ada misalnya adalah si A memberikan barang ke B, kemudian sebagai gantinya B menyerahkan uang kepada A. disini barang ditukarkan dengan uang, sehingga terjadilah kontrak jual-beli (al-Bai’).

Dalam jual-beli murabahah , sipenjual menyatakan dengan terbuka kepada si pembeli mengenai tingkat keuntungan yang diambilnya.

Bentuk jual-beli lainnya adalah salam. Dalam jual-beli jenis ini, barang yang ingin dibeli biasanya belum ada (misalnya masih harus diproduksi). Dalam

8


(24)

jual-beli salam, uang diserahkan sekaligus dimuka sedangkan barangnya diserahkan diakhir periode pembiayaan.

Bentuk jual-beli selanjutnya adalah istishna’. Akad ini sebenarnya adalah akad salam yang pembayaran atas barangnya dilakukan secara cicilan selama periode pembiayaan (jadi tidak dilakukan secara lump-sum diawal).

Sedangkan untuk sewa-menyewa dikenal ada dua jenis yaitu ijarah dan IMBT. Ijarah adalah akad untuk memanfaatkan jasa, baik itu jasa atas barang maupun jasa atas tenaga kerja. Pada ijarah tidak terjadi perpindahan kepemilikan objek ijarah. Objek ijarah tetap menjadi milik yang menyewakan. Perbedaan yang paling utama dengan IMBT (Ijarah Muntahia bittamlik) adalah adanya perpindahan kepemilikan objek pada akhir periode peminjaman.

1.2 Pembiayaan berbasis Natural Uncertainty Contracts (NUC)

Pembiayaan berbasis Natural Uncertainty Contracts (NUC) adalah kontrak/akad dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing)-nya. Tingkat return-nya bisa positif, negatif atau nol. Dalam NUC, pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real asset maupun financial asset) menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung risiko secara bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak-kontrak investasi. Kontrak investasi ini secara “sunatullah” tidak menawarkan return yang tetap dan pasti. Jadi sifatnya tidak fixed and predetermined.


(25)

Contoh-contoh NUC adalah sebagai berikut:

a. Musyarakah (wujuh, ’inan, abdan, mufawadah, dan mudharabah)

b. Muzara’ah (kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap dimana benih berasal dari pemilik lahan, dan pembagian keuntungan sesuai dengan kesepakatan bersama).

c. Mukharabah (sama seperti muzara’ah, hanya benihnya berasal dari penggarap).

d. Musaqah (muzara’ah yang lebih sederhana, dimana penggarap hanya bertanggung jawab pada penyiraman dan pemeliharaan).

Akad musyarakah (atau disebut juga syirkah) mempunyai lima variasi, yakni: mufawadah, ‘inan, wujuh, abdan, dan mudharabah. Dalam syirkah mufawadah, para pihak yang berserikat mencampurkan modal dalam jumlah yang sama. Sedangkan pada syirkah ‘inan, para pihak yang berserikat mencampurkan modal dalam jumlah yamg tidak sama. Sedangkan dalam syirkah wujuh, terjadi percampuran antara modal dengan reputasi/nama baik seseorang (wujuh, bersal dari kata bahasa Arab yang berarti wajah atau reputasi).

Bentuk syirkah selanjutnya adalah syirkah abdan, dimana terjadi percampuran keahlian/keterampilan dari pihak-pihak berserikat. Misalnya, ketika konsultan perbankan syariah bergabung dengan konsultan information technologi untuk mengerjakan proyek system informasi Bank Syariah XYZ. Dalam syirkah ini, tidak terjadi percampuran modal (dalam arti uang), tetapi


(26)

yang terjadi adalah percampuran keahlian/keterampilan dari pihak-pihak yang berserikat.9

Sedangkan Bentuk syirkah yang terakhir adalah syirkah mudharabah. Dalam syirkah ini, terjadi percampuran antara modal dengan jasa (keahlian/keterampilan) dari pihak-pihak yang berserikat. Ada dua pihak yang berserikat yaitu penyandang dana (shahibul mal) dan pihak yang menjadi pelaksana/pengelola (mudharib).

Perbadaan antara natural certainty contracts (NCC) dengan natural uncertainty contracts (NUC) ini sangat penting. Karena keduanya memiliki karakteristik khas yang tidak boleh dicampuradukkan. Bila natural certainty contracts diubah menjadi uncertain, terjadilah gharar (ketidakpastian). Dengan kata lain, kita mengubah hal-hal yang sudah pasti menjadi tidak pasti. Demikian pula sebaliknya, yakni bila natural uncertainty contracts diubah menjadi certain, maka terjadilah riba nasiah. Artinya, kita mengubah hal-hal yang seharusnya tidak pasti menjadi pasti. Kedua hal diatas jelas telah melanggar “sunatullah”.

2. Manajemen Risiko Bank Syariah 2.1 Pengertian Manajemen Risiko

Berdasarkan bahasa, risiko mempunyai makna akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan

9


(27)

sedangkan manajemen Risiko berarti upaya untuk mengurangi dampak dari unsur ketidak pastian. Apabila kata-kata diatas ditambahkan dengan kata investasi dan pembiayaan, menjadi risiko investasi dan pembiayaan, akan memberikan makna akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu transaksi investasi dan pembiayaan. Dengan demikian manajemen risiko investasi dan pembiayaan berarti upaya untuk mengurangi dampak dari unsur ketidakpastiaan dan potensi yang menimbulkan kerugian finansial dari transaksi-transaksi investasi dan pembiayaan.10

Ir. Adiwarman A. Karim (2004) dalam bukunya Bank Islam menjelaskan risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank. Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dan dikendalikan. Oleh karena itu, sebagaimana lembaga perbankan pada umumnya, bank syariah juga memerlukan serangkaian prosedur dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha, atau yang biasa disebut sebagai manajemen risiko.11

10

Surbakti, Muhamad Syarif, “Manajemen Risiko Perbankan Syariah” (PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.), Jakarta : 2004, h. 9-10

11


(28)

D. Borge mendefenisikan manajemen risiko sebagai suatu tindakan dengan penuh pertimbangan untuk menghilangkan keanehan-keanehan demi kepentingan kita, meningkatkan hasil yang baik dan mengurangi hasil yang buruk.

Sementara itu, Culp menyebutkan definisi umum manajemen risiko adalah proses dimana seseorang mencoba untuk memastikan bahwa risiko-risiko yang dihadapinya adalah risiko-risiko yang diyakininya untuk dan ingin dihadapi dengan tujuan untuk mencapai apa yang diinginkannya.12

Berdasarkan terminologi, beberapa pakar mengungkapkan manajemen risiko dengan berbagai penekanan yang berbeda, tetapi secara umum mempunyai makna inti yang relatif sama dengan pengertian berdasarkan bahasa diatas. Sebenarnya pengertian manajemen risiko bersifat umum, namun dapat dipahami secara khusus untuk aspek manajemen risiko investasi dan pembiayaan pada perbankan syariah.

Dari berbagai uraian diatas mengenai definisi manajemen risiko, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa manajemen risiko investasi dan pembiayaan merupakan suatu tindakan mengidentifikasi risiko-risiko investasi dan pembiayaan yang ada secara terencana dan terukur, dan mempersiapkan berbagai pendekatan untuk mengendalikannya agar tujuan bisnis yang telah ditetapkan tercapai.

12


(29)

2.2 Risiko Menurut Pandangan Islam

Pada dasarnya Islam mengakui bahwa kecelakaan, kemalangan (kerugian) dan kematian merupakan takdir Allah. Hal ini tidak dapat ditolak. Hanya saja kita sebagai manusia juga diperintahkan untuk membuat perencanaan untuk menghadapi ketidakpastian di masa depan.

Allah berfirman dalam surat Al Hasyr (59) ayat 18 :

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang engkau kerjakan.”

Dalam al-Qur’an, surat Yusuf (12) ayat 43-49, Allah juga menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan. Secara ringkas, ayat ini bercerita tentang pertanyaan raja Mesir tentang mimpinya kepada Nabi Yusuf, dimana raja Mesir bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor


(30)

sapi yang kurus, dan dia juga melihat tujuh tangkai gandum yang hijau berbuah serta tujuh tangkai yang merah mengering tidak berbuah.

Nabi Yusuf dalam hal ini menjawab supaya kamu bertanam tujuh tahun dan dari hasilnya hendaklah disimpan sebagian. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapi masa sulit tersebut, kecuali sedikit dari apa yang disimpan. Sangat jelas dalam ayat ini kita dianjurkan untuk berusaha menjaga kelangsungan kehidupan dengan memproteksi kemungkinan terjadinya kondisi yang buruk. Dan sangat jelas ayat-ayat diatas menyatakan bahwa Allah menganjurkan adanya upaya-upaya menuju kepada perencanaan masa depan dengan sistem proteksi.

Dalam suatu riwayat hadits dikemukakan ketika harga-harga melambung tinggi dan orang-orang mengatakan kepada Nabi Muhammad SAW, “Wahai Rasulullah, tentukanlah harga untuk kami”, beliau menjawab : “Sesungguhnya Allah-lah yang menentukan harga, yang menekan, yang melapangkan, dan yang memberi rezeki. Saya ingin bertemu Allah sedang tidak ada seorang pun dari kamu yang menuntut saya karena suatu kezaliman baik mengenai masalah darah maupun masalah harta.” (Diriwayatkan oleh Abu daud, Tirmizi, Ibnu Majah, ad-Daimi dan Abu Ya’la).13

Dengan hadits ini, Rasulullah SAW menegaskan bahwa campur tangan penguasa atau pihak manapun yang berkepentingan atas kebebasan seseorang

13


(31)

(mekanisme pasar) tanpa ada alasan yang mendesak adalah suatu kezaliman, sehingga beliau ingin bertemu Allah dalam keadaan bebas dari tanggung jawabnya. Kondisi ini menghindari terjadinya risiko kesewenangan pihak tertentu didalam menentukan harga barang-barang yang tentunya akan menzalimi pihak konsumen.14

Dari beberapa contoh nash diatas, terlihat bahwa Islam sangat memperhatikan fungsi manajemen risiko dan syariat Islam sangat kental dengan kultur manajemen risiko., demi kemashlahatan manusia itu sendiri. Demikian juga halnya bagi perbankan syariah harus selalu menjalankan fungsi manajemen risiko karena sudah merupakan sunatullah dan keharusan relijius. Maka, sudah menjadi karakter dan kultur yang inheren bagi perbankan syariah untuk mengembangkan dan mengaplikasikan fungsi manajemen risiko didalam mengelola amanah finansial yang diembannya sehingga tidak menimbulkan kerugian finansial yang tidak perlu terjadi bagi pihak mudharib maupun shahibul mal. Permasalahan yang muncul kemudian adalah manajemen risiko yang bagaimana harus dikembangkan dan diaplikasikan oleh perbankan syariah agar sesuai dengan akar syariah itu sendiri, yaitu Islam. Pengembangan sistem manajemen risiko yang Islami akan mengacu kepada kaidah fiqh muamalah, yaitu semuanya boleh sepanjang terdapat nash yang melarangnya.

2.3 Teknik Mengidentifikasi Risiko

14


(32)

Identifikasi risiko yang dilakukan bank Islam tidak hanya mencakup berbagai risiko yang ada pada bank-bank pada umumnya, melainkan juga meliputi berbagai risiko yang khas hanya ada pada bank-bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah.15

Menurut Emmett J. Vaughan dalam bukunya “Risk Management”, ada empat (4) teknik dalam mengidentifikasikan risiko16 :

1. Orientation

Pada tahap awal ini, identifikasi risiko dilakukan dengan cara mengenal lebih dekat dengan organisasi dan teknik pelaksanaan operasional suatu perusahaan. Manajer risiko harus mengetahui secara cermat mengenai informasi tersebut, seperti perkembangan terakhir kondisi perusahaan, kemampuan perusahaan dalam meraih laba, maupun hubungan perusahaan dengan pihak lain seperti : investor, supplier, dan lainnya.

2. Analysis of documents

Dokumen yang wajib dianalisa adalah:

• Laporan keuangan terakhir

Flowchart operasional internal perusahaan, apakah sudah memenuhi standar (Standar Operational Procedures)?

• Kebijakan perusahaan, analisa dilakukan dengan memeriksa kontrak-kontrak yang dahulu pernah dilakukan oleh perusahaan

15

Karim, Adiwarman, Ir, S.E, M.B.A, M.A.E.P, op.cit, h. 256

16

Vaughan, Emmett j., “Risk Management”, United States of America : John Wiley & Sons, Inc, 1997, h. 113


(33)

Loss Report, laporan ini berisi kerugian-kerugian yamg pernah dialami oleh perusahaan dari kegiatan operasionalnya. Kerugian yang dimaksud bukan saja kerugian yang di-cover oleh asuransi saja, tetapi semua jenis kerugian yang pernah dialami oleh perusahaan.

• Selain itu, perlu juga diperiksa dokumen-dokumen lainnya yang berhubungan dengan risk planning yang pernah dilakukan oleh perusahaan

3. Interview

Bagian penting lainnya adalah dengan mewawancara dengan pihak-pihak kompeten dengan bisnis perusahaan (seperti: Manajer Operasional, Manajer Keuangan, Konsultan Hukum, Manajer Sumber Daya Manusia, Supervisor, pihak di Divisi Pembelian dan Penjualan, hingga wawancara dengan pekerja/karyawan). Hal ini dilakukan untuk memberikan informasi yang detail mengenai kondisi perusahaan yang sebenarnya. Sehingga, risiko yang dihadapi nantinya bisa lebih mudah untuk diantisipasi.

4. Inspection

Tahap ini dilakukan dengan cara menginspeksi secara langsung kondisi alat atau property perusahaan yang digunakan dalam kegiatan operasinya. Dari inspeksi ini diharapkan dapat diketahui mengenai possible loss yang mungkin akan dialami perusahaan dalam kegiatan operasinya.


(34)

2.4 Jenis-jenis Risiko Bank Syariah

Sebagaimana juga dialami bank konvensional, pengalaman perbankan syariah dalam menghadapi berbagai jenis banking risk juga kerap terjadi.karena bahasan pada penelitian ini adalah pembiayaan murabahah, maka risiko yang dibahas merupakan hasil penelitian di Bank Syariah Muamalat yang terkait dengan pembiayaan murabahah. Risiko-risiko tersebut dibagi menjadi dua faktor yaitu risiko terkait dengan faktor internal dan faktor-faktor eksternal bank syariah.

Risiko terkait dengan Faktor Internal (Internal Factor)

Dari hasil penelitian Bank Syariah Muamalat, ada beberapa faktor internal (manajemen bank syariah) yang bisa diidentifikasi dapat menimbulkan risiko pada pembiayaan murabahah, antara lain:

1. Faktor Manajemen (management risk) bank syariah itu sendiri.

- Risiko yang dihadapi karena adanya ketidakmampuan manajemen dalam melakukan analisa pembiayaan. Seperti ketidakmampuan manajemen bank dalam menilai karakter nasabah (character), menilai kelayakan (capacity) usaha calon nasabah, kemampuannya dalam menjalankan usaha dan hambatannya (constraints), dan yang terakhir dimungkinkan adanya salah penilaian dalam penentuan jaminan (collateral) yang harus diberikan nasabah kepada bank.


(35)

- Kurang cermatnya pihak bank dalam mengantisipasi adanya perubahan kebijakan moneter maupun adanya pengaruh ekonomi luar negeri.

2. Pricing risk

Pricing risk adalah risiko-risko yang berhubungan dengan penetapan harga dan jangka waktu pembiayaan. Bila risiko ini tidak diperhatikan secara hati-hati maka risiko ini akan memunculkan risiko tidak bersaingnya bagi hasil kepada dana pihak ketiga. Karena faktor penentuan harga akan sangat berpengaruh kepada pendapatan bank, sedangka faktor penentuan jangka waktu pembiayaan akan berpengaruh pada likuiditas bank.

Oleh karena itu, bank dapat menentukan jangka waktu maksimal untuk pembiayaan murabahah dengan mempertimbangkan hal-hal berikut ini17:

a. Tingkat keuntungan (marjin) saat ini dan prediksi perubahannya dimasa mendatang yang berlaku dipasar perbankan syariah (Direct Competitor’s Market Rate - DCRM18). Semakin cepat perubahan DCRM diperkirakan akan terjadi, semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan.

b. Suku bunga kredit saat ini dan prediksi perubahannya di masa mendatang yang berlaku di pasar perbankan konvensional (Inderect Competitor’s Market Rate - ICRM19). Semakin cepat perubahan ICRM

17

Karim, Adiwarman, Ir, S.E, M.B.A, M.A.E.P, op.cit, h. 264

18

DCRM adalah tingkat marjin keuntungan rata-rata perbankan syariah

19


(36)

diperkirakan akan terjadi, semakin pendek pula jangka waktu maksimal pembiayaan.

c. Ekspektasi Bagi Hasil kepada Dana Pihak Ketiga yang kompetitif di pasar perbankan syariah (Expected Competitive Return for Investors - ECRI20). Semakin besar perubahan ECRI diperkirakan akan terjadi, semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan.

Kedua hal diatas dapat memunculkan lagi risiko yang dinamakan Operational risk, dimana karena lemahnya sistem operasional dan prosedur bank syariah menyebabkan naiknya biaya operasional dan pada akhirnya akan mengurangi laba usaha. Secara umum, kelemahan-kelemahan tersebut akan menurunkan kinerja dan daya saing bank.

Risiko terkait dengan Faktor Eksternal (External Factor)

Selain faktor internal, ada juga faktor eksternal yang bisa diidentifikasi menjadi faktor timbulnya risiko pada pembiayaan murabahah di Bank Syariah Muamalat :

1. Risiko default (kelalaian), yang berasal dari nasabah, risiko ini dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain :

a. Nasabah tidak membayar atau terlambat melakukan pembayaran jumlah pokok atau angsuran berikut marjinnya.

20


(37)

b. Nilai agunan atau kekuatan hukum agunan menjadi merosot, sehingga dapat merusak kekuatan bank terhadap pengikatan agunan, atau harganya menjadi jatuh. Misalnya:

Jatuhnya nilai mesin-mesin yang dijaminkan karena sudah tua, rusak atau sengaja dikurangi nilainya.

Sebagian barang agunan berupa kendaraan sudah dikontrakkan oleh nasabah dalam jangka waktu yang cukup panjang

c. Kemampuan usaha nasabah menurun karena alat produksinya mulai ketinggalan zaman dan mulai tidak disukai oleh masyarakat.

d. Kekayaan bersih nasabah semakin menurun karena nasabah mulai terlibat hutang-hutang dengan pihak lain.

e. Adanya beberapa persyaratan pinjam (loan covenants) yang tidak dipenuhi oleh nasabah, baik karena tidak mampu, maupun karena memang mempunyai itikad tidak baik.

2. Risiko Industri (Industry risk)

Risiko ini ditentukan oleh siklus industri seperti dibawah ini:

Gambar 2.2 Siklus risiko industri

Pelunasan utang bank

Pembelian alat produksi Piutang

perusahaan

Finished good

IV I


(38)

Pada risiko industri, banyak hal yang harus diperhatikan dan diawasi oleh pihak bank syariah: (kasus pembelian alat produksi)

• Mulai dari penyediaan raw material oleh supplier, apakah selama ini supplier-nya berpengalaman dalam menyuplai barang? (tahap I)

• Kemudian pada divisi produksi, apakah tenaga kerjanya bagus dan kompeten?; apakah mesin yang digunakannya sudah usang atau tidak layak pakai? (tahap II)

• Ketika barang produksi telah menjadi finished goods, apakah tim pemasaran perusahaan tersebut kredibel dalam melakukan distribusi barang?; bagaimana pula dalam penentuan harga dan promosi terhadap barangnya? (tahap III)

• Hingga pengelolaan piutang, apakah banyak kendala? (tahap IV) 3. Risiko Pasar (market risk), yaitu risiko kerugian pada posisi neraca dan

rekening administratif akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar.21 Risiko ini dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu karena forex risk, interest dan fluktuasi harga komparatif:

a. Forex (foreign currency exchange) risk, yaitu risiko kerugian akibat perubahan nilai tukar mata uang.

21

Bank Indonesia, “Peraturan Bank Indonesia No: 7/13/PBI/2005 tentang kewajiban penyediaan Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah”


(39)

Apabila terjadi perubahan pada kurs mata uang asing terhadap rupiah pada saat bank memiliki posisi mata uang asing yang kurang menguntungkan dapat menimbulkan kerugian yang berdampak negatif terhadap kinerja bank. Perubahan kurs juga dapat menimbulkan kerugian bagi debitur-debitur bank yang memiliki pinjaman dalam mata uang asing (sementara sumber pengembaliannya berasal dari valuta rupiah). Ini juga berisiko bagi bank, karena akan berdampak pada kemampuan pengembalian debitur atas pinjamannya yang semakin menurun karena kenaikan kurs.

b. Interet risk, yaitu risiko karena kenaikan suku bunga pasar. Bila terjadi kenaikan suku bunga pasar, maka bank tidak diperkenankan untuk melakukan perubahan harga jual yang telah disepakati sebelumnya diawal akad pembiayaan murabahah (fixed payment). Tingkat suku bunga yang tinggi juga dapat mempengaruhi kemampuan bank dalam melakukan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK).

c. Fluktuasi harga komparatif

Hal ini terjadi bila harga suatu barang dipasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual-beli tersebut.

4. Disaster risk yaitu keadaan force majeur (bencana alam) yang dampaknya sangat besar terhadap bisnis nasabah yang dibiayai bank, seperti bencana sunami di Aceh. Bank syariah sendiri telah dapat mengantisipasinya dengan


(40)

adanya pemberlakuan jaminan, bank mensyaratkan adanya asuransi bangunan atau benda yang dijadikan jaminan.

3. Mekanisme Pembiayaan Murabahah 3.1 Murabahah Dalam Wacana Fiqih

Murabahah adalah suatu akad jual beli barang, dimana penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli, kemudian ia mensyaratkan atasnya laba/keuntungan dalam jumlah tertentu. Transaksi murabahah ini lazim dilakukan oleh Rasulullah SAW. dan para sahabatnya. Secara sederhana, murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati. Misalnya, seseorang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu. Berapa besar keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam nominal rupiah atau dalam bentuk presentase dari harga pembeliannya.

Murabahah merupakan salah satu konsep Islam dalam melakukan perjanjian jual beli. Konsep ini telah banyak digunakan oleh bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan Islam untuk pembiayaan modal kerja dan pembiayaan perdagangan para nasabahnya.

Dalam bukunya Ir. Adiwarman Karim menjelaskan, jadi singkatnya murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan margin (keuntungan) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.22 Keseluruhan

22


(41)

harga barang yang telah disepakati tersebut kemudian dibayar oleh pembeli (nasabah) secara mencicil. Pemilikan (ownership) dari asset tersebut dialihkan kepada nasabah (pembeli) secara proporsional sesuai dengan cicilan-cicilan yang telah dibayar. Dengan demikian, barang yang dibeli berfungsi sebagai agunan sampai seluruh biaya dilunasi. Selain itu, bila pada kenyataannya bank meminta pula agunan tambahan dari nasabah, maka hal tersebut masih diperkenankan.

Dasar Hukum : Al-Qur’an

Ayat-ayat al-Qur’an yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi murabahah, adalah :

Surat An-Nisa’ : 29

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”


(42)

Artinya : “Dan Allah SWT telah menghalakan jual beli dan mengharamkan riba.”

Al-Hadits

Hadits-hadits Rasulullah SAW yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi murabahah, adalah :

E. ﺮ ا لﺎ ؟ ﻴ ا ﻜ ايأ : ﺌ و ﻴ ﻰ ﺻﻲ انا ﷲاﻲﺿر ار ﺔ ﺎ ر

روﺮ ﻴ آو ﺪﻴ

)

آﺎﺤ ا ﺤﺤﺻوراﺰ ا اور

(

“Dari Rafaah bin Rafie ra. Bahwa rasulullah SAW. Pernah ditanya pekerjaan apakah yang paling mulia, Rasulullah SAW. Menjawab : pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur” (HR. Al-Bazzar, Imam Hakim mengkategorikan hadits ini “sahih”).

ﷲا

ﻰﺿر

ﻴﻬﺻ

لﺎ

و

ﷲا

ﻰ ﺻ

ﻲ ا

نا

:

ثﺎ ﺛ

ﺔآ

ﺮ ا

ﻬﻴ

:

ﺮﻴ ﺸ ا

ﺮ ا

و

ﺔﺿر

ﺎ او

،

أ

ﻰ ا

ﻴ ا

ﻻ ﺖﻴ

)

ﻴ ﺿ دﺎ

،

ا

اور

(

“Dari sohib r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda : Tiga hal yang dari dalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, maqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual” (HR. Ibnu Majah).


(43)

Ijma

“Umat Islam telah berkonsesus tentang keabsahan jual beli, karena manusia sebagai anggota masyarakat selalu membutuhkan apa yang dihasilkan dan dimiliki oleh orang lain. Oleh karena itu, jual beli adalah salah satu jalan untuk mendapatkannya secara sah. Dengan demikian maka mudahlah bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhannya.”

Para ulama awal seperti Imam Malik dan Imam Syafi’I yang secara khusus menyatakan bahwa penjualan murabahah sah, walaupun tidak menyebutkan referensi dari hadits yang jelas. Ulama yang masyhur mulai mengungkapkan pandangan mereka mengenai murabahah pada pada perempat pertama abad kedua Hijriah, atau lebih. Karena nampaknya tidak ada acuan langsung kepadanya dalam al-Qur’an atau dalam Hadits yang diterima umum, para ahli hukum harus membenarkan murabahah berdasarkan landasan lain.

3.2 Praktek Murabahah Dalam Sistem Perbankan Syariah

Murabahah umunya diterapkan pada produk pembiayaan untuk pembelian barang-barang investasi, baik domestik maupun luar negeri seperti melalui Letter of Credit (L/C). skema ini paling banyak digunakan karena sederhana dan menyerupai kredit investasi pada bank konvensional.

Bank-bank syariah pada umumnya menggunakan murabahah sebagai metode utama pembiayaan, hampir tujuh puluh lima persen (75%) dari dana pihak


(44)

ketiganya. Pada awal 1984, di Pakistan, pembiayaan keuangan jenis murabahah berjumlah hampir delapan puluh persen (80%) dari seluruh investasi deposito PLS (profit Loss Sharing). Sedangkan dalam kasus Bank Islam Dubai (DIB), pembiayaan murabahah berjumlah delapan puluh dua persen (82%) dari seluruh pembiayaan untuk tahun 1989. bahkan untuk Bank Pembangunan Islam, lebih dari sepuluh tahun periode pembiayaan, tujuh puluh tiga persen (73%) seluruh pembiayaan keuangan perdagangan luar negerinya berdasarkan pola murabahah.

Tujuan pembiayaan murabahah pada bank Islam23:

1. Bank dapat membiayai keperluan modal kerja nasabahnya untuk membeli: a. Bahan Mentah

b. Bahan setengah jadi c. Barang jadi

d. Stok dan persediaan

e. Suku cadang dan penggantian

2. Bank dapat pula membiayai penjualan barang atau jasa yang dilakukan oleh nasabahnya. Termasuk didalamnya biaya produksi barang baik untuk pasar domestik maupun di ekspor. Pembiayaan akan meliputi :

a. Biaya Bahan Mentah b. Tenaga Kerja

c. Overhead cost

23


(45)

d. Marjin (keuntungan)

3. Nasabah dapat pula meminta bank untuk membiayai stok dan persediaan mereka. Keperluan pembiayaan mereka ditentukan pada besarnya stok dan persediaannya. Pembiayaan juga meliputi biaya bahan mentah, tenaga kerja dan overhead.

4. Dalam hal ini nasabah perlu untuk mengimpor bahan mentah, barang setengah jadi, suku cadang dan penggantian dari luar negeri menggunakan letter of credit, bank dapat membiayai permintaan akan letter of credit tersebut dengan menggunakan prinsip murabahah.

5. Nasabah yang telah mendapatkan kontrak, baik itu kontrak kerja maupun kontrak pemasukan barang, dapat pula meminta pembiayaan dari bank. Bank dapat membiayai keperluan ini dengan prinsip murabahah dan untuk itu bank dapat meminta surat perintah kerja (SPK) dari nasabah yang bersangkutan.

Kondisi/syarat-syarat pembiayaan murabahah24:

Menurut perspektif Islam, pembiayaan murabahah adalah bentuk penjualan karena itu kondisi murabahah sama dengan penjualan pada umumnya yang meliputi :

1. Bank Islam memberitahu biaya modal kepada nasabah 2. Kontrak pertama harus sah

3. Kontrak harus bebas dari unsur riba

24


(46)

4. Bank Islam harus memiliki dan menguasai barang komoditi tersebut sebelum menjualnya kepada klien

5. Komoditi yang diperjual belikan harus halal

6. Bank Islam seharusnya mengungkapkan setiap cacat yang terjadi setelah pembelian atas produk dan membuka semua hal yang berhubungan dengan cacat

7. Bank Islam harus membuka semua ukuran yang berlaku bagi harga pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang

8. Jika syarat dalam 1, 6 atau 7 tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan: a. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya

b. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan c. Membatalkan kontrak

Prosedur pembiayaan murabahah25:

Pembiayaan murabahah dalam bank Islam harus mengikuti prosedur sebagai berikut:

1. Klien meminta bank melalui form tertulis untuk membeli produk tertentu, dimana klien akan melalui murabahah. Form tersebut berisi tentang spesifikasi produk yang diminta, persyaratan dokumen, total nilai produk, informasi tentang klien, pembagian laba dan sumber penawaran produk,

25


(47)

2. Bank Islam mempelajari form surat permohonan klien dari segala aspek yang meliputi:

a. Mempelajari posisi klien, seperti jenis bisnis klien, situasi kredit dan likuiditasnya.

b. Mempelajari produk dari segi ekonomi, gambaran situasi umum pasar, yaitu jumlah penawaran dan permintaan produk.

c. Mempelajari metode penawaran pembelian, seperti biaya operasi pembiayaan murabahah, jangka waktu perjanjian, laba pembiayaan dan pembayaran angsuran pinjaman.

d. Meminta jaminan untuk melindungi hak bank dalam

mendapatkan kembali uangnya sesuai dengan waktu perjanjian. 3. Setelah memeriksa dan mengesahkan pembiayaan murabahah, bank

meminta pembeli untuk menandatangani kontrak perjanjian. Pada tahap ini, biaya operasi pembiayaan murabahah dan penentuan pembagian laba didiskusikan dan disepakati. Disamping itu bank Islam meminta pembeli untuk membayar angsuran pertama harga murabahah. Bentuk paling umum kontrak pembelian bank Islam disini adalah pernyataan oleh klien bahwa klien akan menyelesaikan perjanjian pembeliannya ketika diberitahukan oleh bank bahwa produk telah tersedia.

4. Setelah bank Islam membeli produk, kemudian bank Islam dan pembeli menandatangani kontrak penjualan murabahah. Pada kontrak tersebut,


(48)

biaya operasi yang sesungguhnya pembiayaan murabahah dan keuntungan yang diperoleh bank harus diketahui.

5. Pembeli menerima produk.

Persyaratan pembiayaan (terms of conditions):

Semua permohonan untuk fasilitas murabahah harus memenuhi terms of conditions sebagai berikut :

Persyaratan pembiayaan perusahaan26 :

1. Proposal/Surat Permohonan a. Gambaran Umum Usaha b. Rencana atau Prospek Usaha

c. Perincian Rencana Penggunaan Dana

d. Jumlah dan Jangka Waktu Penggunaan Dana 2. Legalitas

a. Surat Ijin Umum Perusahaan (SIUP) b. Nomor Pokok Wajib Pajak

c. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) d. Akta Pendirian Perusahaan

e. Identitas Pengurus (KTP, NPWP, KK)

26


(49)

3. Laporan Keuangan

a. Neraca dua tahun terakhir b. Rugi laba dua tahun terakhir c. Data Persediaan terakhir

d. Data Penjualan tiga bulan terakhir

e. Copy Rekening Koran tiga bulan terakhir 4. Data Jaminan

5. Persyaratan lainnya akan diberitahukan kemudian

Persyaratan pembiayaan individual27 :

1. Ketentuan Umum a. WNI

b. Usia 21-54 tahun (tidak melebihi usia pensiun) c. Minimum pembiayaan Rp. 100.000.000,- d. Jangka waktu maksimal 5 tahun

e. Masa kerja minimal 2 tahun 2. Dokumen yang dibutuhkan

a. Mengisi formulir permohonan pembiayaan individual b. Surat persetujuan suami/istri diatas materai

c. Fotokopi KTP suami/istri (2 buah) d. Fotokopi Surat Nikah (1 buah)

27


(50)

e. Data Penghasilan Karyawan (Surat Keterangan/Rekomendasi dari Perusahaan, Slip gaji asli 3 bulan terakhir, rekening Bank 3 bulan terakhir, Surat Pernyataan dari Bendahara Gaji perusahaan yang bersangkutan untuk mentransfer gaji ke Bank Syariah Muamalat). 3. Syarat-syarat Jaminan

a. Asli SHM/SHGB/BPKB/Pernyataan Dealer b. Asli IMB/Blue Print, STNK

c. Asli PBB tahun terakhir/asli faktur pembeliaan kendaraan

d. Denah lokasi rumah yang akan dibeli/dijaminkan/asli kuitansi kosong 3 lembar (1 bermaterai).

3.3 Peranan Bank Syariah Dalam Murabahah Sebagai Penyandang Dana Bukan Penjual

Peran bank syariah dalam murabahah dapat dijelaskan secara lebih tepat dengan istilah “pembiaya” dari pada istilah “penjual” barang. Bank tidak menangani barang, dan juga tidak menanggung risiko dalam hubungan ini. Kerja bank hampir secara penuh terkait dengan penanganan dokumen yang terkait.

Kontrak segera dijelaskan setelah pihak bank memberikan informasi dengan korespondensinya bahwa eksportir atau penjual siap untuk mengirimkan barangnya, atau setelah dokumen tiba di bank. Bank tidak menunggu barangnya tiba untuk mengujinya sebelum mengirimkan barang kepada pembeli. Pada kenyataannya, hal tersebut tidak mendapat cukup perhatian dari bank, karena hal itu merupakan


(51)

tanggung jawab pembeli untuk mengecek spesifikasi item-itemnya, sebelum menandatangani perjanjian, dimana klien menegaskan bahwa ia tidak dapat meminta bantuan kepada bank atas cacat yang ada pada barang. Jika cacat terjadi, hal ini diperhatikan oleh perusahaan asuransi, biayanya dicakup dalam harga dan itu dikeluarkan oleh pembeli. Karena pembawa (perusahaan kapal atau udara atau lainnya) dipandang sebagai “wakil” bank, yang berkaitan dengan barang-barang itu, maka pembeli harus mampu mengatasi semua masalah yang diakibatkan pada saat barang diantarkan, tanpa harus mengunjungi bank. Karena itu, bank syariah mengeliminasi kemungkinan keharusan membayar biaya yang tidak termasuk dalam transaksi murabahah.

4. Prinsip Dalam Analisis Pembiayaan di Bank Syariah

Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisis pembiayaan di bank syariah, adalah sebagai berikut28 :

Prinsip Analisis Pembiayaan

Prinsip analisis pembiayaan didasarkan pada rumus 5 C, yaitu:

1. Character, artinya sifat atau karakter nasabah pengambil pinjaman.

2. Capacity, artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan mengembalikan pinjaman yang diambil.

3. Capital, artinya besarnya modal yang diperlukan peminjam.

28


(52)

4. Colateral, artinya jaminan yang telah dimiliki yang diberikan peminjam kepada bank.

5. Condition, artinya keadaan usaha atau nasabah prospek atau tidak.

Prinsip 5C tersebut terkadang ditambahkan dengan 1 C, yaitu Constraint artinya hambatan-hambatan yang mungkin mengganggu proses usaha.

Tujuan Analisis Pembiayaan

Analisis pembiayaan memiliki dua tujuan, yaitu: tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum analisis pembiayaan adalah pemenuhan jasa pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat dalam rangka mendorong dan melancarkan perdagangan, produksi, jasa-jasa, bahkan konsumsi yang kesemuanya ditunjukkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sedangkan tujuan khusus analisis pembiayaan, adalah sebagai berikut :

1. Untuk menilai kelayakan usaha calon peminjam

2. Untuk menekan resiko akibat tidak terbayarnya pembiayaan 3. Untuk menghitung kebutuhan pembiayaan yang layak

Analisis pembiayaan juga bertujuan agar prinsip Syariah mampu dioptimalkan sebagai prinsip dalam operasional perbankan syariah, sehingga mengatur pembiayaan-pembiayaan yang harus dihindari, yaitu:


(53)

2. Pembiayaan untuk usaha tanpa data yang jelas dan informasi yang memadai;

3. Pembiayaan pada bidang yang tidak dikuasai bank;


(54)

BAB III

PROFIL BANK SYARIAH MUAMALAT

A. Sejarah Singkat

PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada tahun 1991, diprakasai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada tanggal Syawal 1412 H atau tanggal 27 1 Mei 1992. Didukung oleh sekelompok pengusaha dan cendikiawan muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbuktui dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi pendirian di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar.

Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai Bank Syari’ah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan.29

Pada akhir tahun 90-an, Indonesia dilanda krisis moneter yang memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor

29

Bank Muamalat Indonesia, Bank Muamalat Laporan Tahunan 2005 Annual Report,


(55)

perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen korporasi, Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60 %. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal.

Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat. Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap Kru Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syari`ah secara murni.

Melalui masa-masa sulit ini, Bank Muamalat berhasil bangkit dari keterpurukan. Diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh anggota Direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat kemudian menggelar rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada (i) restrukturisasi aset dan program efisiensi, (ii) tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari para pemegang saham, (iii) tidak melakukan PHK satu pun terhadap sumber daya insani yang ada, dan dalam hal pemangkasan biaya, tidak memotong hak Kru Muamalat sedikitpun,


(56)

(iv) pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri Kru Muamalat menjadi prioritas utama di tahun pertama kepengurusan Direksi baru, (v) peletakan landasan usaha baru dengan menegakkan disiplin kerja Muamalat menjadi agenda utama di tahun kedua, dan (vi) pembangunan tonggak-tonggak usaha dengan menciptakan serta menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank Muamalat pada tahun ketiga dan seterusnya, yang akhirnya membawa Bank kita, dengan rahmat Allah Rabbul Izzati, ke era pertumbuhan baru memasuki tahun 2005 dan seterusnya.

Bahkan hingga akhir tahun 2005, Bank Muamalat tetap merupakan Bank Syari’ah terkemuka di Indonesia dengan jumlah aktiva sebesar Rp 7,43 triliun, modal disetor sebesar Rp 492,79 miliar serta perolehan laba bersih sebesar Rp 106,66 miliar pada tahun 2005.30

B. Visi dan Misi

1. Visi

Menjadi Bank Syari’ah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual, dikagumi di pasar rasional.

2. Misi

Menjadi ROLE MODEL lembaga keuangan syari’ah dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimumkan nilai kepada stakeholder.31

30

Ibid, h.5.

31


(57)

C. Produk dan Jasa

1. Produk Penghimpunan Dana a. Shar-E

Shar-E adalah tabungan instan investasi syari’ah yang memadukan kemudahan akses ATM, Debit dan Phone Banking dalam satu kartu dan dapat dibeli di kantor pos seluruh Indonesia. Hanya dengan Rp 125.000,00 langsung dapat kartu paket Shar-E dengan saldo awal tabungan Rp.100.000,00, sebagai sarana menabung dan berinvestasi di Bank Muamalat melalui kantor pos. Diinvestasikan hanya untuk usaha halal dengan bagi hasil kompetitif.

b. Tabungan Ummat

Merupakan investasi tabungan dengan akad mudharabah di counter Bank Muamalat di seluruh Indonesia maupun di Gerai Muamalat yang

penarikannya dapat dilakukan di seluruh counter Bank Muamalat, ATM Muamalat, ATM BCA/PRIMA dan jaringan ATM Bersama.

c. Tabungan Arafah

Merupakan tabungan yang dimaksudkan untuk mewujudkan niat nasabah untuk menunaikan ibadah haji. Produk ini akan membantu nasabah untuk merencanakan ibadah haji sesuai dengan kemampuan keuangan dan waktu pelaksanaan yang diinginkan. Dengan fasilitas asuransi jiwa, Insya Allah pelaksanaan ibadah haji tetap terjamin.


(58)

Merupakan jenis investasi bagi nasabah perorangan dan badan hukum dengan bagi hasil yang menarik. Simpanan dana masyarakat akan dikelola melalui pembiayaan kepada sektor riil yang halal dan baik saja, sehingga memberikan bagi hasil yang halal. Tersedia dalam jangka waktu 1, 3, 6 dan 12 bulan.

e. Deposito Fulinves

Merupakan jenis investasi yang dikhususkan bagi nasabah perorangan, dengan jangka waktu 6 dan 12 bulan dengan nilai nominal minimal Rp 2.000.000,00 atau senilai USD 500 dengan fasilitas asuransi jiwa yang dapat diperpanjang secara otomatis (Automatic Roll Over) dan dapat dipergunakan sebagai jaminan pembiayaan atau untuk referensi Bank Muamalat. Nasabah memperoleh bagi hasil yang sangat menarik setiap bulan.

f. Giro Wadi'ah

Merupakan titipan dana pihak ketiga berupa simpanan giro yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet, giro dan pemindahbukuan.

g. Dana Pensiun Muamalat

Dana Pensiun Muamalat dapat diikuti oleh

mereka yang berusia minimal 18 tahun, atau


(59)

sudah menikah, dan pilihan usia pensiun 45-65

tahun dengan iuran sangat terjangkau, yaitu

minimal Rp 20.000,00 per bulan dan

pembayarannya dapat didebet secara otomatis

dari rekening bank muamalat atau dapat

ditransfer dari bank lain.

32

2. Produk Penanaman Dana

a. Konsep jual beli:

1. Murabahah

Adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian. [Q. S. An Nisaa’ (4): 29]

2. Salam

Adalah pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari dimana pembayaran dilakukan dimuka, tunai. [Q. S. Al Baqarah (2): 282]

3. Istishna’


(60)

Adalah jual beli barang dimana shaani’ (produsen) ditugaskan untuk membuat suatu barang (pesanan) dari Mustashni’ (pemesan). Istishna’ sama dengan Salam yaitu dari segi obyek pemesanannya yang harus dibuat atau dipesan terlebih dahulu dengan ciri-ciri khusus.

Perbedaannya hanya pada sistem pembayarannya yaitu Istishna’ pembayaran dapat dilakukan di awal, di tengah atau di akhir pemesanan.

b. Konsep bagi hasil: 1. Musyarakah

Adalah kerjasama antar dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung sesuai kesepakatan. [Q. S. Shad (28): 24]

2. Mudharabah

Adalah kerjasama antar bank dengan Mudharib (nasabah) yang

mempunyai keahlian atau keterampilan untuk mengelola usaha. Dalam hal ini pemilik modal (Shahibul Maal) menyerahkan modalnya kepada pekerja/pedagang (Mudharib) untuk dikelola.

c. Konsep sewa: 1. Ijarah

Adalah perjanjian antara bank (Muajjir) dengan nasabah (Mustajir) sebagai penyewa suatu barang milik bank dan bank mendapatkan imbalan jasa atas barang yang disewakannya.

2. Ijarah Muntahia Bittamlia

Adalah perjanjian antara bank (Muajjir) dengan nasabah sebagai penyewa. Mustajir/penyewa setuju akan membayar uang sewa selama masa sewa yang diperjanjikan dan bila sewa berakhir penyewa

mempunyai hak opsi untuk memindahkan kepemilikan obyek sewa tersebut.

3. Produk Jasa a. Wakalah


(61)

Merupakan akad pemberian wewenang/kuasa dari lembaga/seseorang (sebagai pemberi mandat) kepada pihak lain (sebagai wakil) untuk melaksanakan urusan dengan batas kewenangan dan waktu tertentu. Segala hak dan kewajiban yang diemban wakil harus mengatasnamakan yang memberi kuasa.

b. Kafalah

Merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, Kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. [Q. S. Yusuf (12): 72].

c. Hiwalah

Merupakan pemindahan beban hutang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal ‘alaih atau orang yang berkewajiban

membayar hutang. d. Rahn

Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Secara sederhana rahn adalah jaminan hutang atau gadai.

e. Qardh

Adalah pemberian pinjaman dari bank kepada nasabah yang dipergunakan untuk kebutuhan mendesak dan bukan untuk pinjaman yang bersifat konsumtif. Pengembalian pinjaman ditentukan dalam jangka waktu tertentu (sesuai kesepakatan bersama) sebesar pinjaman tanpa ada

tambahan keuntungan dan pembayarannya dilakukan secara angsuran atau sekaligus. [Q. S. Al Hadid (57): 11].33

4. Jasa Layanan a. ATM

33


(62)

Layanan ATM 24 jam yang memudahkan nasabah melakukan penarikan dana tunai, pemindahbukuan antar rekening, pemeriksaan saldo, pembayaran zakat-infaq-shadaqah (hanya pada ATM Muamalat), dan tagihan telepon. Untuk penarikan tunai, Kartu Muamalat dapat diakses di lebih dari 8.888 ATM di seluruh Indonesia, terdiri atas mesin ATM Muamalat, ATM BCA dan ATM Bersama, yang bebas biaya penarikan tunai. Kartu Muamalat juga dapat dipakai untuk bertransaksi di 18.000 lebih merchant Debit BCA. Khusus untuk ATM Bersama saat ini sudah dapat dilakukan transfer antar bank yang menjadi anggota ATM Bersama.

b. SalaMuamalat

Merupakan layanan phone banking dan call center melalui (021) 2511616, 0807-1-68262528 atau 0807-11-74273 yang memberikan kemudahan kepada nasabah, setiap saat dan di mana pun nasabah berada untuk memperoleh informasi mengenai produk, saldo dan informasi transaksi, pemindahbukuan antar rekening, serta mengubah PIN.

c. Pembayaran Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS)

Jasa yang memudahkan nasabah dalam membayar ZIS, baik ke lembaga-lembaga pengelola ZIS Bank Muamalat maupun ke lembaga-lembaga-lembaga-lembaga ZIS lainnya yang bekerjasama dengan Bank Muamalat, melalui mesin ATM Muamalat dan seluruh cabang Bank Muamalat.


(63)

Bank Muamalat juga menyediakan jasa-jasa perbankan lainnya kepada masyarakat luas, seperti transfer, collection, standing instruction, bank draft, referensi bank dan sebagainya.34

D. Manajemen dan Organisasi Perusahaan Gambar 3.1

STRUKTUR ORGANISASI

34

Ibid, h. 181

• Resident Auditor

• Adm. & I T System

• Data Control

• FinancingTreasury

• Monitoring & Audit Analysis

Financing & Settlement

• Financing Supervision & SOP

• F.I . & Sharia Financial I nstitution

• Financing Product Development

Compliance & Risk Management • KYC Unit

Corporate Support

• Communication & Public Relation

• Corp. Legal & I nvestor Relation

• Protocolair & I nternal Relation

• Corporate Planning

Administration

• MI S & Tax

• Personnel Adm & Log.

• I nformation & Technology

• Technical Support & Data Center

• Opr. Supervision & SOP

Business Development

• Syst. Development & SOP

• Product & Dev. Maintenance

• Treasury

Netw ork & Alliance

• Network Alliance (POS. Da’l Muamalat, Pegadaian)

• Shar-E & Gerai Optimizing

• Virtual Banking Operations (Call Center & Card Center)

Business Units

• Opr. Head Office

• Coordinating Branches & Branches Office

• DPLK

Business ( Funding & I ndividual)

Compliance & Corporate Support

Business ( Policy & Support)

Board of Commissioners

KPNO

Shareholders Meeting

President Director

I AG

Sharia Supervisory Board

Administration & Financing

Business ( Net. & Alliance)


(64)

Sumber: Annual Report Bank Muamalat 2005

1. Ilustrasi dari struktur organisasi adalah:

a. ShareholdersMeeting (Rapat Umum Pemegang Saham)

RUPS di dalam struktur organisasi PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk merupakan pemegang kekuasaan tertinggi pada perusahaan, di mana kedudukannya berada pada posisi teratas dari struktur organisasi tersebut. RUPS di dalam pelaksanaan kekuasaannya tidak bekerja secara keseluruhan karena RUPS merupakan kumpulan dari para pemegang saham yang mengambil bagian untuk ikut serta di dalam usaha perusahaan, oleh karena hal ini maka RUPS mendelegasikan wewenang kepada Dewan Komisaris dan Dewan Syariah.

b. Board of Commisioners (Dewan Komisaris)

Bertugas mengawasi perseroan serta memeriksa laporan dari presiden direktur sekaligus melaporkannya secara tahunan ke RUPS.

c. Sharia Supervisory Board (Dewan Pengawas Syariah)

Badan ini berfungsi memeriksa dan mengawasi kegiatan usaha bank agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).


(65)

d. President Director (Direktur utama)

Pejabat pelaksana yang secara langsung bertanggung jawab atas kelancaran kegiatan operasional bank dan pengambil keputusan tertinggi yang membawahi direktur muda.

e. Compliance &Corporate Support

Bertanggung jawab memastikan kepatuhan bank dalam beroperasi sesuai dengan prosedur dan aturan-aturan yang berlaku, serta membuat laporan yang akan diajukan ke Bank Indonesia, dalam hal ini compliance&corporate director tidak melakukan aktivitas lainnya atau tidak terjun langsung dalam operasional untuk membantu tugasnya, maka dibentuklah tim kerja dengan struktur sendiri. Didalamnya yakni corporate support group dan kumpulan beberapa orang yang dijadikan staff pembantu untuk compliance.

f. Financing & Settlement

Tugasnya adalah mempromosikan produk baru, mengumpulkan opini dari sharia supervision board, membangun hubungan dengan institusi luar, melaporkan anggaran dan jurnal laporan tahunan, mengevaluasi fortopolio dan memonitor NPL.

2. Kepengurusan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk:35

• Dewan Pengawas Syariah - Sharia Supervisory Board Ketua : KH. M. A. Sahal Mahfudh

35


(66)

Anggota : KH. Ma’ruf Amin, Prof. Dr. H. Umar Shihab dan Prof. Dr. H. Muardi chatib

• Dewan komisaris - Board of Commisioners Komisaris Utama : Drs. H. Abbas Adhar

Komisaris : Prof. Korkut Ozal, Drs. H. Syaiful Amir, Ak, MBA, H. Iskandar Zulkarnain, SE, MSi dan H. Zainulbahar Nur, SE.

• Direktur utama : H. A. Riawan Amin, MSc.

3. Komposisi pemegang saham PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk adalah:36

Diagram 3.1

36

Ibid, h. 30 28,01%

21,28%

15,32%

6,71% 5,49%

3,25% 2,98% 2,98% 2,44%

11,56%

1

Komposisi Pemegang Saham PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk

IDB Baubyan Bank Kuwait

Atwill Holding Limited Abdul Rohim

Rizal Ismael Dr. H. Abbas adhar

IDF Foundation BMF Holdings Limited


(67)

BAB IV

MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK SYARIAH MUAMALAT

1. Proses Manajemen Risiko Pada Bank Syariah

Manajemen risiko adalah sebuah fungsi pengelolaan sebuah risiko untuk men-design dan mengimplementasikan beberapa prosedur yang dapat meminimalkan risiko kerugian atau meminimalkan financial impact akibat risiko-risiko tersebut.37

Sedangkan pengelolaan risiko lainnya yang berhubungan dengan pembiayaan murabahah dilakukan dengan langkah-langkah yaitu : Pengelolaan pembiayaan bermasalah secara efektif dan efisien.

Adapun proses manajemen resiko pada pembiayaan murabahah dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1.1 Proses Penilaian Risiko Pada Bank Syariah

Tujuan utama dari penilaian risiko ini adalah untuk mengukur potensi risiko yang mungkin terjadi pada nasabah (debitor), sehingga bank syariah mampu menentukan jangka waktu yang cocok dan menentukan tingkat marjin yang sesuai dengan karakteristik usaha nasabah.

37


(68)

Penilaian risiko ini sebenarnya bukan merupakan langkah yang dilakukan oleh bank tempat penulis melakukan penelitian. Penulis hanya mencoba untuk memberikan tool untuk mempermudah bank syariah dalam menilai kelayakan nasabah dalam pembiayaan. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi risiko.

Adapun dalam proses penilaian (evaluasi) risiko, bank syariah membagi risiko lagi menjadi (2) aspek, yaitu :

1. First Way Out

Jenis risiko yang terjadi pada First Way Out adalah default risk (risiko kebangkrutan), risiko ini dipengaruhi oleh :

a. Industry risk, yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh karakteristik dan kinerja keuangan usaha nasabah.

b. Kondisi internal perusahaan nasabah, seperti manajemen, organisasi, pemasaran, teknis produksi, dan keuangan.

c. Faktor negatif lainnya, seperti keadaan force majeur, market risk (forex risk, interest risk), maupun karena permasalahan hukum.

2. Second Way Out

Pada tahap ini, risiko yang terjadi dipengaruhi oleh : a. Kesempurnaan pengikatan jaminan.

b. Nilai jual kembali jaminan (marketability value of guarantee)

c. Kredibilitas penjamin (bila ada), pihak ini yang nantinya akan menjamin bila nasabah tidak mampu membayar.


(69)

Default risk akan menentukan Customer Risk Rating (CRR, Rating Risiko Nasabah). Jika kondisi industry risk dan kondisi internal perusahaan nasabah baik, maka CRR akan tinggi ratingnya atau rendah risikonya serta diberi nilai dan score sebagai berikut :

Rating Score Tingkat Risiko

1 = baik sekali 5 Very low risk

2 = baik 4 Low risk

3 = cukup/sedang 3 Moderate risk

4 = kurang 2 High risk

5 = buruk sekali 1 Very high risk

Sumber : Data Bank Muamalat

Sedangkan, kondisi internal perusahaan nasabah diukur dari hasil analisis aspek manajemen, pemasaran, teknis produksi, dan keuangan perusahaan. Kondisi keuangan perusahaan (rasio keuangan perusahaan) dibandingkan dengan kinerja keuangan rata-rata industri. Dari hasil tersebut didapat industry rating :


(70)

Score Industry Risk Rating Ciri-ciri umum

5 Very low risk Struktur industri perusahaan sangat kuat, kinerja keuangan dan kinerja pinjaman diatas rata-rata industri.

4 Low risk Diatas rata-rata kinerja industri.

3 Moderate risk Rata-rata industri dengan proyek pertumbuhan yang memadai dan mempunyai kemampuan keuangan yang cukup untuk membayar kembali pinjamannya.

2 High risk Di bawah rata-rata kinerja industri.

1 Very high risk Industri berisiko untuk diberikan pinjaman dengan prospek dan kemampuan keuangan yang meragukan.

Sumber : Data Bank Muamalat

Recovery risk merupakan pembayaran kembali atas pinjaman nasabah dari hasil penjualan jaminan, apabila first way out tidak dapat diharapkan lagi. Dalam menilai recovery risk ini dianalisis dengan menggunakan Rasio Pemenuhan Jaminan (RPJ), yaitu dari prosentase Nilai Total Jaminan (NTJ) dan diberi rating sebagai berikut :


(71)

RPJ TOTAL NTJ RATING JAMINAN > 10% Diatas ketentuan 1 (very low risk) s.d 10% diatas ketentuan 2 (low risk) Sesuai ketentuan 3 (moderate risk) s.d 10% di bawah ketentuan 4 (high risk) > 10% di bawah ketentuan 5 (very high risk) Sumber : Data Bank Muamalat

Langkah terakhir adalah mengkombinasikan default risk (CRR) dan recovery risk (RPJ) untuk mendapatkan Customer Credit Rating dengan matriks sebagai berikut :


(72)

CRR RPJ

1 2 3 4 5

1 1 2 3 4 5

2 1 2 3 4 5

3 1 2 3 4 5

4 2 3 4 4 5

5 3 4 5 5 5

Sumber : Data Bank Muamalat

Dari hasil matriks di atas, maka Customer Credit Rating bisa ditentukan dengan tabel di bawah ini. Rating ini dapat memberikan gambaran mengenai karakter konsumen yang layak diberikan pembiayaan :

Rating Score Tingkat Risiko

1 = baik sekali 5 Very low risk

2 = baik 4 Low risk

3 = cukup/sedang 3 Moderate risk

Table 4.5 Customer Credit Rating (CCR) Table 4.4 Matriks Kombinasi CRR dan RPJ


(73)

4 = kurang 2 High risk

5 = buruk sekali 1 Very high risk

Sumber : Data Bank Muamalat

Pada tabel diatas Bank Syariah Muamalat Indonesia memberikan pembiayaan murabahah pada nasabahnya dari rating 1 sampai dengan rating 3. Bank syariah Muamalat Indonesia melihat dari usaha-usaha nasabahnya, apakah layak atau tidak diberikan pembiayaan murabahah. Karea Bank Syariah Muamalat Indonesia sangat memperhatikan risiko-risiko yang akan dihadapinya dan Bank Muamalat ingin semua nasabah yang diberikan pembiayaan murabahah lancar dalam hal ini pembayarannya.

Penulis menganalisis disini bahwa Bank Syariah Muamalat Indonesia memberikan pembiayaan pada nasabahnya sangat memperhatikan prinsip-prinsip kehati-hatian. Bisa dilihat dari penjelasan diatas, bahwa Bank Syariah Muamalat Indonesia memberikan pembiayaan pada nasabahnya dari rating 1 sampai 3 maksudnya bahwa nasabah rating 1 disini mempunyai usaha yang lancar sekali/baik sekali, rating 2 nasabah mempunyai usaha yang lancar/ baik, rating 3 nasabah mempunyai usaha yang cukup disini untuk rating 3 Bank Muamalat masih memberikan pembiayaan karena masih diaggap cukup layak diberikan pembiayaan. Karena Bank Muamalat sangat memperhatikan risiko maka untuk rating 4 dan 5 Bank Muamalat tidak memberikan pembiayaan karena mereka menganggap usaha mereka kurang dan buruk sekali itu yang mengakibatkan pembiayaan macet .jadi penulis berkesimpulan Bank Muamalat sudah cukup baik untuk memperhatikan risiko karena


(1)

3. Perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak

Seluruh fatwa-fatwa diatas berlaku sejak tanggal ditetapkan engan ketentuan jika dikemudian hari ternyata dapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajbannya (baik itu pihak bank maupun nasabah) atau jika terjadi perselisihan diantara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah Nasional (BASYARNAS) setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.


(2)

Lampiran 2

Hasil wawancara dengan Ibu Sanny Naury SE, MSi Global Officer dan Research Officer Bank Syariah Muamalat :

1. Risiko-risiko apa saja yang terkait dengan pembiayaan murabahah ? Jawab :

- Risiko yang biasanya terjadi paling besar pda sektor industri sehingga dinamakan risiko industri. Pada risiko industri, banyak hal yang harus diperhatikan dan diawasi oleh pihak bank syariah khususnya muamalat

-

Mulai dari penyediaan raw material oleh supplier, apakah selama ini

suppliernya berpengalaman dalam menyuplai barang ?

-

Kemudian pada divisi produksi, apakah tenaga kerjanya bagus dan kompeten ? apakah mesin yang digunakannya sudah usang atau masih layak pakai ?


(3)

-

Ketika barang produksi telah menjadi finished good, apakah tim pemasaran perusahaan tersebut kredibel dalam melakukan distribusi barang ? bagaimana pula dalam penentuan harga dan promosi terhadap barangnya ?

-

Hingga pengelolaan piutang , apakah banyak kendala ?

2. Selama ini pembiayaan murabahah paling banyak untuk pembiayaan produktif atau pembiayaan konsumtif ?

Segmentasi pembiayaan murabahah selama ini adalah 70% untu UKM (Usaha Kecil Dan Menengah) dan 30% sisanya untuk non-UKM. Dari UKM dan non UKM tersebut dibagi lagi berdasarkan dua jenis pembiayaan yaitu :

1. Pembiayaan produktif (pembiayaan kepada sektor riil)

- Project financing (seperti pembiayaan perakitan kapal laut)

-

Investasi murni (ekspansi usaha)

-

Modal kerja

2. Pembiayaan Konsumtif (pembiayaan yang tidak produktif) - Kendaraan

- Rumah, dll

3. Maksimal pembiayaan murabahah berapa tahun?

Pembiayaan murabahah pada Bank Syari’ah Muamalat maksimal 7 tahun 4. Apakah ada potongan atau diskon pada pembiayaan murabahah?


(4)

Potongan tergantung dari kebijakan bank, bila ternyata nasabah selalu tepat waktu dalam melakukan pembayaran dan menaruh semua asset produktifnya di Bank Syariah Muamalat dan juga telah lama bermitra dengan muamalat, maka bank bisa memberikan potongan terhadap pembiayaannya.

5. Bagaimana penyelesaiaan sengketa bagi pembiayaan bermasalah pada bank syariah muamalat ?

Bila ada nasabah yang tidak sanggup bayar akan dilakukan penyelesaian sebagai berikut :

1. Melakukan musyawarah

2. Mengadukan kepada lembaga Basyarnas

3. Melakukan non-ligitasi seperti penjualan asset atau melakukan reshedulling atau reconditioning

- reshedulling adalah melakukan penambahan jangka waktu

pengembalian tanpa menambah jumlah tagihan

- reconditioning adalah melakukan penambahan terhadap

persyaratan yang tidak disebutkan diawal akad, dan tidak menambah waktu tagihan. Contoh : penambahan jaminan 4. Melakukan langkah ligitasi seperti lewat persidangan di


(5)

Langkah kedua biasanya jarang dilakukan, karena selama ini belum efektif, sedangkan langkah ke-4 sangat dihindari karena terlalu makan banyak tenaga dan waktu


(6)