Keragaman Lalat Diptera pada Bangkai Kelinci di dalam Ruangan

KERAGAMAN LALAT DIPTERA PADA BANGKAI KELINCI
DI DALAM RUANGAN

IMRAN SUKRI SINAGA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaman Lalat
Diptera pada Bangkai Kelinci di dalam Ruangan adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skiripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014

Imran Sukri Sinaga
NIM B04090114

ABSTRAK
IMRAN SUKRI SINAGA. Keragaman Lalat Diptera pada Bangkai Kelinci di
dalam Ruangan. Dibimbing oleh SUSI SOVIANA dan SUPRIYONO.
Lalat merupakan serangga pengganggu bagi masyarakat khususnya dalam
bidang higiene pangan dan sanitasi lingkungan. Lalat merupakan serangga
pertama yang datang pada proses dekomposisi bangkai. Penelitian tentang ragam
jenis lalat yang datang ke bangkai belum banyak dilakukan di Indonesia. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman jenis lalat diptera pada bangkai
kelinci di dalam ruangan. Penelitian ini menggunakan kelinci sebanyak 2 ekor.
Kelinci dipotong pada bagian leher kemudian diletakkan di dalam ruangan. Lalat
yang datang ke bangkai dikoleksi menggunakan sweeping net. Pengambilan data
suhu dan kelembapan lingkungan serta pengamatan keadaan bangkai dilakukan
setiap hari selama 30 hari. Lalat yang paling banyak ditemukan berturut-turut
adalah lalat Chrysomya rufifacies, C. megacephala, Calliphora spp., Tachinidae,
C. saffranea, M. domestica, Lucilia sp., dan Sarcophaga sp. Suhu dan kelembapan
lingkungan tidak mempengaruhi kedatangan lalat. Lalat yang tertangkap menurun
setelah hari ke-17.

Kata kunci : bangkai, di dalam ruangan, dekomposisi, kelinci, lalat

ABSTRACT
IMRAN SUKRI SINAGA. The Diversity of Diptera Flies at Rabbit Carrion in
Indoor. Supervised by SUSI SOVIANA and SUPRIYONO.
Flies are filth insect for society notably in food higiene and environment
sanitation. Flies were first insect that came to carrion on decomposition process.
So far, there only a few researcher about flies diversity on carrion in Indonesia.
The purpose of this research was to determine the diversity of flies on carrion
indoor. Two rabbits were used in this research. The rabbits were slaughtered at
the neck and then were placed indoor area. Flies that came to the carrion were
collected with sweep net. Data of environment termperature and humidity were
collected for 30 days, included observation of carrion. Flies that were collected
from the highest to lowest number were Chrysomya rufifacies, C. megacephala,
Calliphora spp., Tachinidae, Chrysomya saffranea, M. domestica, Lucilia sp., and
Sarcophaga sp. Fluctuation of environment temperature and humidity did not
have correlation with to number of flies arrival. The number of flies were
decrease after day of 17th
Key words : Carrion, decomposition, indoor, rabbit, flies


KERAGAMAN LALAT DIPTERA PADA BANGKAI KELINCI
DI DALAM RUANGAN

IMRAN SUKRI SINAGA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi
Nama
NIM


: Keragaman Lalat Diptera pada Bangkai Kelinci di dalam
Ruangan
: Imran Sukri Sinaga
: B04090114

Disetujui oleh

Dr Drh Susi Soviana, MSi
Pembimbing I

Drh Supriyono, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini adalah
Keragaman Lalat Diptera pada Bangkai Kelinci di dalam Ruangan.
Rasa terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Drh. Susi Soviana, M.Si dan Drh. Supriyono, M.Si selaku pembimbing
atas segala bimbingan, dorongan, kritik, dan saran selama penelitian dan
penulisan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Drh. Agik Suprayogi, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing penulis selama menjadi mahasiswa FKH IPB.
3. Bapak Nazaruddin Sinaga, ibu Ratna Sari Nasution, abang Hendra
Gunawan, kakak Desi Helvina, kakak Zulva Hajiniar, kakak Wildahanum,
adik Ilham Yunanda, dan adik Yusnida atas do’a restu, bantuan, dorongan,
dan kasih sayangnya selama ini.
4. Prof. Dr. Drh. Dondin Sajuthi, MSt dan Dr. Isdoni, M, Biomed selaku
dosen penguji sidang sarjana kedokteran hewan yang telah memberikan
masukan, saran, dan koreksinya untuk menyempurnakan skripsi ini
menjadi lebih baik lagi serta arahannya untuk menuntut ilmu setinggitingginya.
5. Hadi, Joni, Irfan, Rahmat, Ikhsan, Bang Indra, dan Muttaqinullah selaku

teman yang terus mendorong untuk penyelesaian skripsi ini. Terima kasih
bantuan dan semangatnya selama pengerjaan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Imran Sukri Sinaga

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

i

DAFTAR GAMBAR

i

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Jenis Lalat pada Bangkai

2


Pengaruh Suhu dan Kelembapan Lingkungan Terhadap Perkembangan Lalat
Miasis
4
MATERI DAN METODE

5

Waktu dan Tempat

5

Metode Penelitian

5

Penempatan Bangkai Kelinci

5

Koleksi dan Identifikasi Lalat


5

Pengukuran Suhu dan Kelembapan Lingkungan serta Pengamatan Bangkai
5
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaman Jenis Lalat

5
6
6

Kelimpahan Nisbi dan Dominasi Lalat pada Bangkai

10

Suhu dan Kelembapan Lingkungan

12


SIMPULAN DAN SARAN

13

Simpulan

13

Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

17


RIWAYAT HIDUP

18

DAFTAR TABEL
1.

Kelimpahan nisbi dan dominasi lalat

11

DAFTAR GAMBAR
1A.
1B.
1C.
1D.
2A.
2B.
3A.
3B.
4A.
4B.
5A.
5B.
6A.
6B.
7A.
7B.
8A.
8B.
9.
10.

Lalat C. rufifacies
Vena dengan bristle pada lalat C. rufifacies
Squama posterior berwarna coklat
Proepisternal seta dan spirakel anterior berwarna putih
Lalat C. megacephala
Spirakel anterior berwarna hitam
Lalat C. saffranea
Setulae jarang
Lalat Calliphora spp.
Vena tanpa bristle
Lalat Lucilia sp.
Setulae rapat
Lalat M. domestica
Abdomen Abu-Abu Tua
Lalat Tachinidae
Subscetulum Tachinidae
Lalat Sarcophaga sp.
Abdomen lalat Sarcophaga sp
Perbandingan jumlah lalat
Fluktuasi suhu, kelembapan ruangan, dan lalat C.rufifacies di
dalam ruangan

8
8
8
8
8
8
8
8
9
9
9
9
9
9
9
9
10
10
11
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Uji Spearman jumlah lalat dan suhu lingkungan
2 Uji Spearman jumlah lalat dan kelembapan lingkungan

17
17

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lalat merupakan serangga pengganggu bagi masyarakat secara umum. Hal
ini terutama karena lalat menimbulkan masalah dalam sanitasi makanan dan
lingkungan. Lalat juga berperan sebagai penyebab miasis pada manusia dan
hewan. Miasis adalah infestasi larva lalat pada jaringan tubuh (Wardhana 2006).
Miasis terbagi menjadi 2 yaitu miasis fakultatif dan miasis obligat. Lalat
penyebab miasis banyak ditemukan pada bangkai yang berperan sebagai
dekomposer. Menurut Widyaningsih dan Supriyono (2011) lalat penyebab miasis
adalah famili Calliphoridae, Muscidae, Sarcophagidae, Chloropidae,
Gastrophilidae, Oestridae, dan Cuterebridae.
Menurut Jiron dan Cartin (1981), pada bangkai anjing terdapat kelompokkelompok serangga tertentu yang akan datang pada tahap-tahap pembusukan
bangkai. Serangga yang paling banyak mendatangi ke bangkai terutama adalah
lalat (Lefebvre dan Gaudry 2009). Beberapa famili lalat yang berperan sebagai
nekrofagus adalah lalat dari famili Muscidae, Calliphoridae, Phoridae,
Piophilidae, dan Sarcophagidae (Carvalho et al. 2004). Lalat tersebut merupakan
serangga yang mendatangi bangkai paling awal dan dalam jumlah paling besar
dibandingkan jenis serangga lainnya. Keberadaan lalat tersebut dapat memberikan
informasi yang akurat mengenai waktu kematian (Byrd dan Castner 2010; Firdaus
et al. 2007).
Lalat Calliphoridae datang beberapa jam setelah waktu kematian. Lalat ini
memiliki sensitifitas yang lebih tinggi terhadap bau busuk bangkai daripada lalat
lain. Bau busuk yang menarik lalat ini dihasilkan oleh reaksi bakteri dan reaksi
enzimatis pada jaringan mati (Dahlan 2007). Kedatangan lalat ke bangkai juga
dipengaruhi keadaan alam, misalnya suhu, kelembaban, dan curah hujan. Hal ini
akan berpengaruh terhadap proses dekomposisi yang menjadi dasar kehadiran
serangga-serangga tersebut (Goff 2003). Lalat yang datang akan meletakkan telur
di bagian tubuh yang terbuka seperti mulut, hidung, dan bekas luka.
Lalat Muscidae adalah satu diantara lalat yang datang ke bangkai (Gennard
2007). Lalat ini tersebar di seluruh dunia dan mempunyai habitat yang dekat
dengan manusia. Jenis lalat Muscidae yang sering ditemukan pada bangkai satu
diantaranya adalah M. domestica. Lalat ini ditemukan sepanjang tahun, tetapi
paling banyak pada musim panas (Byrd dan Castner 2010). M. domestica
biasanya tidak menyukai bangkai yang masih segar tetapi banyak ditemukan pada
bangkai yang sudah memasuki tahap pembusukan. Lalat ini tertarik oleh cairan
yang keluar dari bangkai.
Penelitian tentang ragam jenis lalat yang mendatangi bangkai belum banyak
dilakukan di Indonesia, sehingga penting dilakukan untuk mengetahui keragaman
lalat yang mendatangi bangkai di dalam ruangan.

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman lalat Diptera pada
bangkai kelinci di dalam ruangan.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar dalam perkembangan
penelitian entomologi forensik baik pada hewan maupun manusia.

TINJAUAN PUSTAKA
Jenis Lalat pada Bangkai
Lalat ordo Diptera adalah serangga yang banyak ditemukan dalam bidang
entomologi forensik. Menurut Hadi (2006) lalat diptera mempunyai ciri adanya 2
pasang sayap namun pasangan sayap belakang mereduksi menjadi alat
keseimbangan berbentuk gada yang disebut halter. Bagian kepala terdapat antena
dan mata facet. Tipe mulut lalat bervariasi, umumnya memiliki tipe penjilatpenyerap atau penusuk-pengisap. Larvanya tidak berkaki, kepala kecil, dan tubuh
halus. Menurut Tuzun et al. (2010) lalat ordo Diptera yang terdapat pada bangkai
adalah lalat dari famili Calliphoridae (Calliphora vicina, C. vomitoria, Lucilia
sericata, Chrysomya sp.), Muscidae (M. domestica, Muscina stabulans), Fannidae
(Fannia canicularis), dan Sarcophagidae (Sarcophaga haemorrhoidalis,
Sarcophaga sp., Wohlfartia magnifica). Menurut Hadi (2006) lalat-lalat tersebut
diklasifikasikan sebagai berikut :
Filum
Kelas
Ordo
Subordo
Famili
Famili
Famili
Famili

: Arthropoda
: Insecta
: Diptera
: Cyclorrhapha
: Calliphoridae
: Muscidae
: Fannidae
: Sarcophagidae

Lalat famili Calliphoridae (blow fly) terdiri atas lebih dari 1000 spesies dan
dapat ditemukan hampir di seluruh dunia. Famili Calliphoridae terbagi atas
subfamili Chrysomynae dan Calliphorinae. Lalat ini diketahui sebagai penyebab
miasis obligat dan miasis fakultatif (Hadi dan Soviana 2010). Lalat penyebab
miasis obligat di Indonesia adalah C. bezziana dan Sarcophaga sp. (Wardhana
2006). Lalat ini biasanya mendatangi bangkai pada awal kematian hewan maupun
manusia. Spesies lalat famili Calliphoridae yang bisa dijadikan indikator waktu
kematian diantaranya adalah C. megacephala, C. albiceps, C. rufifacies, dan
Calliphora spp. Lalat-lalat ini mempunyai kemampuan mendeteksi bangkai yang

3

baik sehingga paling cepat dan paling banyak datang ke bangkai (Byrd dan
Castner 2010; Firdaus et al. 2007).
Lalat famili Calliphoridae sering ditemukan di daerah tropis. Lalat ini
merupakan lalat yang pertama aktif di pagi hari dan merupakan lalat yang terakhir
meninggalkan bangkai pada sore hari. Periode aktivitas tersebut menyebabkan
lalat ini sering ditemukan sebagai lalat pertama yang tiba di bangkai pada tahap
awal pembusukan (fresh stage) (Byrd dan Castner 2010).
Panjang telur lalat Calliphoridae hampir 2 mm dan terdapat dalam
kelompok-kelompok yang berisi 50–200 telur. Larva berwarna putih atau coklat
muda dan segmen terminal memiliki enam atau lebih tuberkel berbentuk kerucut.
Larva memiliki tiga stadium pertumbuhan yang disebut instar dan setiap stadium
dipisahkan oleh molting. Lama larva instar I menjadi instar III adalah 6–7 hari.
Akhir larva instar ketiga disebut pra-kepompong. Pada stadium ini kulit larva
mulai menebal dan mengeras, akhirnya menjadi pupa. Tahap pupa memerlukan
waktu lebih kurang 7–8 hari untuk menjadi lalat dewasa (Wardhana 2006).
Lalat famili Muscidae (Muscid flies) tersebar di berbagai belahan dunia,
kebanyakan ditemukan di sekitar pemukiman manusia. Jenis dari famili ini yang
mendatangi bangkai adalah M. domestica, Fannia sp., Hydrotaea sp., dan
Synthesiomyia sp (Leccese 2010). Satu diantaranya yang paling banyak
didapatkan pada bangkai adalah M. domestica. Lalat ini berukuran 3–10 mm
dengan warna abu-abu tua. Kebanyakan larva Muscidae berbentuk silindris
dengan panjang rata-rata 5–12 mm berwarna putih, kuning atau coklat muda.
Biasanya lalat Muscidae muncul pada bangkai setelah kedatangan lalat
Calliphoridae. Lalat betina akan meletakkan telur pada substansi yang basah dan
lembab (Bowmans 1999).
Jenis lalat dari famili Sarcophagidae (flesh flies) terdiri atas 2000 spesies
yang dapat ditemukan di seluruh dunia. Sebagian besar spesies lalat ini ditemukan
di daerah tropis dengan temperatur yang hangat. Lalat ini tertarik pada daging
atau bangkai dan penyebab miasis obligat. Lalat dewasa memiliki panjang 2–14
mm, dengan warna belang abu-abu hitam pada thoraks. Beberapa spesies
memiliki warna mata merah terang. Lalat Sarcophaga sp. tertarik pada bangkai
hampir di semua situasi, terpapar ataupun terlindung dari matahari pada
lingkungan basah ataupun kering. Keistimewaan lalat ini adalah cara
reproduksinya yang melahirkan larva (larvipara), yang langsung diletakkan pada
media bertelur berupa daging atau bangkai. Lalat-lalat ini mendatangi bangkai
setelah lalat Calliphoridae (Hall 2001).
Kedatangan lalat kepada bangkai dipengaruhi oleh pembusukan bangkai.
Berikut ini adalah tahapan pembusukan bangkai dan hubungannya dengan jenisjenis lalat yang mendatanginya sebagaimana Gennard (2007) dan Byrd dan
Castner (2010). Tahap pembusukan dibagi menjadi 5 tahap yaitu tahap ke-1
adalah fresh stage. Tahap ini dicirikan dengan abdomen bangkai mulai
mengembung. Lalat yang pertama datang pada tahap ini adalah famili
Calliphoridae dan Sarcophagidae. Tahap ke-2 adalah bloated stage, pada tahap ini
abdomen bangkai mengembung lebih besar. Lalat sangat banyak datang karena
bau yang dikeluarkan bangkai. Jumlah lalat famili Calliphoridae dan
Sarcophagidae paling banyak didapatkan pada tahap ini. Tahap ke-3 adalah active
decay stage. Pada tahap ini kulit bangkai terkelupas dan bangkai berwarna
kehitaman. Pada tahap ini lalat famili Muscidae banyak mendatangi bangkai,

4

sedangkan lalat Calliphoridae dan Sarcophagidae sudah meninggalkan bangkai.
Pada tahap ini bangkai dipenuhi oleh larva lalat Calliphoridae dan Sarcophagidae.
Tahap ke-4 adalah post decay stage, pada tahap ini bangkai mulai mengering dan
hanya tersisa kulit, tulang rawan, tulang, dan rambut. Tahap ini juga dicirikan
dengan jumlah lalat yang menurun. Tahap ke-5 adalah skeletonization, yang
hanya menyisakan rambut dan tulang pada bangkai. Pada tahap ini lalat tidak
ditemukan lagi pada bangkai.
Kedatangan berbagai famili lalat dalam hubungannya dengan waktu
kematian dilaporkan oleh Byrd dan Castner (2010) pada bangkai babi. Lalat
Calliphoridae mendatangi bangkai pada hari ke-1 sampai dengan hari ke-13
setelah kematian. Lalat famili Sarcophagidae mendatangi bangkai pada hari ke-1
sampai dengan hari ke-12. Lalat famili Muscidae mendatangi bangkai pada hari
ke-6 sampai dengan hari ke-12, dan lalat famili Piophilidae mendatangi bangkai
pada hari ke-6 sampai dengan hari ke-19.

Pengaruh Suhu dan Kelembapan Lingkungan
Terhadap Perkembangan Lalat Miasis
Suhu dan kelembapan lingkungan mempengaruhi perkembangan lalat. Suhu
mempengaruhi perkembangbiakan, perkembangan, dan interaksi lalat dengan
organisme lain (Krebs 2001). Lalat tidak suka terbang pada cuaca dingin atau
turun salju. Lalat dewasa mulai meletakkan telur 4 sampai 5 hari setelah eklosi
dari pupa. Semakin tinggi suhu maka lama telur menetas menjadi larva (L1)
membutuhukan waktu yang lebih cepat. Pada suhu 27 oC, 30 oC, dan 33 oC lalat
C. megacephala membutuhkan waktu selama 10.5 jam, 9 jam, dan 8.3 jam,
sedangkan lalat C. rufifacies membutuhkan waktu selama 12 jam, 10 jam, dan 8.5
jam. Lama perkembangan lalat C. megacephala dari telur menjadi larva lebih
cepat dibandingkan terhadap lalat C. rufifacies (Salleh et al. 2009).
Suhu dan kepadatan larva C. megacephala tidak mempengaruhi
kemampuannya untuk menjadi lalat dewasa (Reigada dan Gadoy 2006), namun
mempunyai pengaruh terhadap jumlah telur yang dihasilkan. Dua puluh lalat
betina yang diperoleh dari media dengan kepadatan 200 dan 1000 larva,
menghasilkan telur sebanyak 274.03±9.8 dan 175.21±16.56 pada suhu 20 °C.
Pada suhu 30 °C jumlah telur yang dihasilkan sebanyak 232.34±21.93 dan
159.67±13.55 (Reigada dan Gadoy 2006).
Kelembapan relatif mempengaruhi lama perkembangan lalat. Semakin
tinggi kelembapan relatif maka waktu perkembangan larva menjadi lalat dewasa
semakin cepat. Pada kelembaban relatif 54.2%, 57.6%, 67.5%, dan 76.0%
perkembangan larva menjadi lalat dewasa membutuhkan waktu yang semakin
cepat, yakni 127±3 jam, 102±3 jam, 124±3 jam, dan 76.5±3.9 jam. (Ismail et al.
2007). Hal ini karena diduga bahwa apabila larva hidup pada media dengan kadar
air yang cukup, maka dekomposisi makanan larva semakin cepat sehingga
menghasilkan suplai makanan baik protein sederhana, lemak, dan karbohidrat,
juga semakin banyak

5

MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2013.
Pengumpulan sampel dilakukan pada bulan April hingga Mei 2013 di Unit
Pengelolaan Hewan Laboratorium (UPHL) FKH-IPB. Identifikasi lalat dilakukan
di Laboratorium Entomologi Kesehatan, Bagian Parasitologi dan Entomologi
Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat
Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Metode Penelitian
Penempatan Bangkai Kelinci
Penelitian ini menggunakan 2 ekor kelinci jantan. Kelinci yang digunakan
mempunyai bobot badan antara 2–3 kg. Kedua kelinci disembelih pada bagian
leher dan dibiarkan dalam keadaan luka terbuka dan diletakkan dengan jarak
sekitar 2 m pada pukul 08.00 WIB. Bangkai ditempatkan di dalam ruang tertutup
berukuran 2 m x 2 m x 3 m. Ruangan dengan alas semen dan dinding terbuat dari
bata semen yang terdapat lubang ventilasi pada bagian atas dinding yang
memungkinkan serangga masuk ke dalam ruangan.
Koleksi dan Identifikasi Lalat
Koleksi lalat dilakukan selama 30 hari dengan frekuensi 3 x /hari yaitu pada
pagi (07.00–08.00 WIB), siang (12.00–13.00 WIB), dan sore (16.00–17.00 WIB)
menggunakan sweeping net. Lalat hasil koleksi kemudian dimatikan
menggunakan killing jar atau botol pembunuh yang berisi sianida. Lalat yang
sudah mati kemudian dipreservasi menggunakan teknik pinning. Selanjutnya lalat
dikeringkan menggunakan autoclaf. Lalat yang sudah kering disimpan di dalam
kotak koleksi. Identifikasi dilakukan menggunakan mikroskop stereo dengan
perbesaran 40x dan kemudian dicocokkan dengan kunci identifikasi Spradbery
(2002).
Pengukuran Suhu dan Kelembapan Lingkungan serta Pengamatan Bangkai
Pengukuran suhu dan kelembapan lingkungan dilakukan selama 30 hari
dengan frekuensi 3 x /hari yaitu pada pagi (07.00–08.00 WIB), siang (12.00–
13.00 WIB), dan sore (16.00–17.00 WIB) dengan menggunakan
termohigrometer. Pengamatan bangkai dilakukan setiap hari. Pengamatan yang
diamati adalah kondisi fisik bangkai sampai bangkai hanya tersisa kulit, tulang,
dan rambut.

Analisis Data
Pengukuran kepadatan dan keragaman jenis lalat dinyatakan dalam
kelimpahan nisbi, frekuensi, dan dominasi spesies.

6

Kelimpahan Nisbi
Kelimpahan nisbi adalah perbandingan jumlah individu spesies lalat
terhadap total jumlah spesies lalat yang diperoleh dan dinyatakan dalam persen.
Jumlah individu lalat spesies tertentu
Total jumlah lalat yang diperoleh

Kelimpahan nisbi =

X 100%

Frekuensi
Frekuensi lalat tertangkap dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah
penangkapan diperolehnya lalat tertentu terhadap jumlah total penangkapan.
Frekuensi =

Jumlah penangkapan diperolehnya spesies lalat tertentu
Total jumlah penangkapan

Dominasi Spesies
Angka dominasi spesies dihitung berdasarkan hasil perkalian antara
kelimpahan nisbi dengan frekuensi lalat tertangkap spesies tersebut dalam satu
waktu penangkapan.
Dominasi spesies = Kelimpahan nisbi X Frekuensi tertangkap

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaman Jenis Lalat
Lalat Ordo Diptera yang didapatkan dalam penelitian ini terdiri atas 4 famili
yaitu Calliphoridae, Muscidae, Tachinidae, dan Sarcophagidae. Lalat dari famili
Calliphoridae adalah C. rufifacies, C. megacephala, C. saffranea, Calliphora
spp., dan Lucilia sp., sedangkan dari famili Muscidae adalah M. domestica, serta
famili Sarcophagidae adalah Sarcophaga sp.
Lalat C. rufifacies mempunyai ciri yaitu dasar batang vena sayap
mempunyai rambut halus (bristle). Pada bagian thoraks terdapat squama
posterior yang berwarna hitam kecoklatan dan ditutupi oleh rambut halus pada
bagian atasnya. Pada bagian depan thoraks terdapat spirakel anterior yang
berwarna kuning muda atau putih dan duri (proepisternal seta) (Gambar 1).
Wajah dan bucca berwarna coklat gelap yang ditutupi oleh rambut tebal yang
berwarna perak. Lalat C. rufifacies tersebar di negara yang beriklim tropis seperti
di bagian Australia, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan (Byrd dan Castner
2010). Lalat ini juga ditemukan di Asia Tenggara seperti Indonesia dan Malaysia
(April et al. 2012; Chin et al. 2009).
Lalat C. megacephala mempunyai ciri yaitu spirakel anterior berwarna
gelap atau hitam kecoklatan. Terdapat setulae (rambut tebal) berwarna hitam
yang melingkari vibrisa dan sedikit pada pinggir wajah (Gambar 2). Lalat C.
megacephala tersebar di India, Asia Tenggara, Australia, Amerika Selatan,
Afrika, dan Jepang (Spradbery 2002).
Lalat C. saffranea memiliki kesamaan dengan lalat C. megacephala yaitu
anterior spirakel berwarna hitam dan squama posterior berwarna coklat.

7

perbedaannya terletak pada setulae pada C. saffranea mengelilingi vibrisa pada
daerah parafacial berjumlah sedikit (Gambar 3). Lalat C. saffranea tersebar di
daerah Australia, Amerika Selatan, dan negara yang beriklim tropis. Lalat ini
banyak ditemukan di daerah Papua Nugini dan Australia (Spradbery 2002;
Maurice dan James 1971).
Lalat Calliphora spp. mempunyai ciri yaitu dasar batang vena sayap tidak
mempunyai bristle (Gambar 4). Lalat ini berwarna biru metalik, biru kehitaman
atau kuning kecoklatan. Lalat ini berukuran 8–10 mm. Jenis lalat yang banyak
tersebar di Australia yaitu C. stygia, C. albifrontalis, C. augur, C. hilli , C.
varifrons, dan C. dubia (Spradbery 2002), sedangkan jenis C. loewi ditemukan di
Amerika. Lalat ini juga ditemukan di daerah pegunungan Alpen, Eropa bagian
utara dan tengah, Asia Tengah, Mongolia. Jenis lalat dari famili ini yang pernah
dilaporkan di Jepang adalah C. nigribarbis (Kyoko et al. 2011).
Lalat Lucilia sp. mempunyai ciri yaitu tubuhnya berwarna hijau metalik
atau hijau tembaga dan berukuran kecil sampai sedang (