Pertumbuhan Stump Karet Pada Berbagai Kedalaman dan Komposisi Media Tanam

PERTUMBUHAN STUMP KARET PADA BERBAGAI KEDALAMAN DAN KOMPOSISI MEDIA TANAM SKRIPSI OLEH : JENNI SAGITA SINAGA/100301085 AGROEKOTEKNOLOGI-BPP
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015

PERTUMBUHAN STUMP KARET PADA BERBAGAI KEDALAMAN DAN KOMPOSISI MEDIA TANAM SKRIPSI OLEH : JENNI SAGITA SINAGA/100301085 AGROEKOTEKNOLOGI-BPP
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015

Judul
Nama NIM Program Studi

: Pertumbuhan Stump Karet Pada Berbagai Kedalaman dan Komposisi Media Tanam
: Jenni Sagita Sinaga : 100301085 : Agroekoteknologi

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

(Ir. Charloq, MP) Ketua Komisi Pembimbing

(Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MS) Anggota Komisi Pembimbing


Diketahui Oleh:

(Prof. Ir. T. Sabrina, M.Agr.Sc, PhD) Ketua Program Studi Agroekoteknologi

ABSTRAK
JENNI SAGITA SINAGA : Pertumbuhan Stump Karet Pada Berbagai Kedalaman dan Komposisi Media Tanam, dibimbing oleh CHARLOQ dan CHAIRANI HANUM.
Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pembibitan stump karet dilapangan ialah tingginya persentase kematian (sebesar 15-20%), diakibatkan oleh pertumbuhan akar dan tunas yang terhambat. Terhambatnya pertumbuhan disebabkan oleh kesalahan dalam penanaman stump dilapangan. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu penelitian untuk mengetahui kedalaman tanam yang sesuai agar stump dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kedalaman pada berbagai komposisi media tanam terhadap pertumbuhan stump karet. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga November 2014 di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Faktor pertama perlakuan kedalaman terdiri dari K1, K2, K3, K4 dan faktor kedua yaitu media tanam terdiri dari M0, M1, M2, M3.
Hasil penelitian diketahui bahwa perlakuan kedalaman berpengaruh nyata terhadap parameter persentase bertunas, kecepatan melentis, panjang tunas, diameter tunas, jumlah daun, bobot segar tunas, bobot kering tunas, bobot segar akar dan bobot kering akar dengan perlakuan terbaik terdapat pada K1 (di tengah antara mata okulasi dengan pangkal batang), sedangkan perlakuan media tanam berpengaruh nyata terhadap kecepatan melentis, diameter tunas, dan bobot segar tunas dimana perlakuan terbaik terdapat pada M2 (1:2). Kedalaman tanam K1 (di tengah antara mata okulasi dengan pangkal batang) dan media tumbuh M2 (1:2) merupakan kombinasi perlakuan yang terbaik yang meningkatkan persentase bertunas, panjang tunas, diameter tunas, bobot segar tunas, dan bobot segar akar.
Kata kunci : Stump Karet, Kedalaman, Media Tumbuh.

ABSTRACT
JENNI SAGITA SINAGA: Growth Stump Rubber Effect of Planting Depth On Various Compositions Growing Media, Supervised by CHARLOQ and CHAIRANI HANUM.
One of the problems encountered in the field of rubber stump nursery is the high percentage of deaths which amounted to 15-20%. The percentage of deaths that occur in the field caused by impaired root growth and stunted shoot growth. The growth of roots and shoots are inhibited can be triggered due to an error in the field such as stump planting planting planting depth. Therefore, we need a study to determine the appropriate planting depth so that the stump can grow and develop properly. The purpose of this study was to determine the effect of planting depth on different composition of growth media on the growth of rubber stump. The study was conducted from July 2014 to November 2014 at the Experimental Farm of the Faculty of Agriculture, University of North Sumatra. The research design used was a completely randomized design with two factors and three replications. The first factor is planting depth treatment consists of K1, K2, K3, K4 and the second factor is the growing medium consisting of M0, M1, M2, M3. The parameters measured were the grafting percentage, grafting speed melentis, shoot length, shoot diameter, number of leaves, shoot fresh weight, shoot dry weight, root fresh weight and root dry weight.
The results showed that treatment of planting depth significantly affected all parameters where the best treatment contained in the K1 (in the middle between the eyes grafting with stem), while the treatment of the growing medium significantly affected the grafting speed melentis, shoot diameter, and shoot fresh weight where the best treatment there on M2 (1: 2). Planting depth K1 ( in the middle between the eyes grafted with the stem ) and M2 growth media ( 1 : 2 ) is the best treatment combination that can increase the grafting speed melentis, shoot length, shoot diameter, shoot fresh weight and root fresh weigh.
Keywords: Stump Rubber, Depth Planting, Growing Media.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pematangsiantar, pada tanggal 06 Agustus 1992 dari ayah Sariaman Sinaga dan ibu Nesti M Rumahorbo. Penulis merupakan anak keempat dari 4 bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Pematangsiantar dan pada tahun 2010 terdaftar sebagai mahasiswa program studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama-Perguruan Tinggi Negeri (UMB-PTN).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan dan kegiatan akademik diantaranya Anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK).

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan di PTPN III Kebun Silau Dunia Kab. Serdang Bedagai pada bulan Juli hingga Agustus 2013.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Pertumbuhan Stump Karet Pada Berbagai Kedalaman dan Komposisi Media Tanam.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, mengasihi, dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Ir. Charloq, MP sebagai ketua komisi pembimbing, dan Ibu Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis mulai dari penyusunan sampai selesainya skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agroekoteknologi serta semua rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya dalam pengembangan agribisnis karet baik pihak BUMN ataupun masyarakat petani. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

DAFTAR ISI
ABSTRAK ...........................................................................................................H...a.li. ABSTRACT............................................................................................................ ii RIWAYAT HIDUP................................................................................................iii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv DAFTAR ISI........................................................................................................... v DAFTAR TABEL................................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... ix PENDAHULUAN Latar Belakang ...................................................................................................... 1 Tujuan Penelitian .................................................................................................. 3 Hipotesis Penelitian............................................................................................... 3 Kegunaan Penelitian.............................................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman .................................................................................................... 4 Syarat Tumbuh ...................................................................................................... 4
Iklim ................................................................................................................... 4 Tanah.................................................................................................................. 4 Stump Karet .......................................................................................................... 5 Kedalaman............................................................................................................. 8 Media Tanam ........................................................................................................ 10 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................... 13 Bahan dan Alat Penelitian..................................................................................... 13 Metode Penelitian.................................................................................................. 13 Pelaksanaan Penelitian .......................................................................................... 16 Persiapan Lahan ................................................................................................ 16 Persiapan Media Tanam.................................................................................... 16 Pemilihan Stump ............................................................................................... 16 Penanaman ........................................................................................................ 16 Pemeliharaan Tanaman ......................................................................................... 17 Penyiraman........................................................................................................ 17 Penyiangan ........................................................................................................ 17 Penunasan.......................................................................................................... 17 Pengamatan Parameter .......................................................................................... 17 Persentase Bertunas (%).................................................................................... 17 Kecepatan Melentis (%/hari)............................................................................. 17 Panjang Tunas (cm)........................................................................................... 18 Diameter Tunas (cm)........................................................................................ 18 Jumlah Daun (helai) ......................................................................................... 18 Bobot Segar Tunas (g)...................................................................................... 18 Bobot Kering Tunas (g)....................................................................................18 Bobot Segar Akar (g) .......................................................................................18 Bobot Kering Akar (g) .....................................................................................18

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ..................................................................................................................20 Pembahasan ....................................................................................................... 33
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...........................................................................................................37 Saran...................................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL No.
1. Persentase bertunas (%) terhadap perlakuan kedalaman dan
media tanam.....................................................................................

Hal 20


2. Kecepatan melentis (%/hari) pada perlakuan kedalaman dan media tanam..................................................................................... 21

3. Panjang tunas (cm) pada perlakuan kedalaman dan media tanam .. 22

4. Diameter tunas (mm) pada perlakuan kedalaman dan media tanam 23

5. Jumlah daun (helai) pada perlakuan kedalaman dan media tanam.. 24

6. Bobot segar tunas (g) pada perlakuan kedalaman dan media tanam 24

7. Bobot kering tunas (g) pada perlakuan kedalaman dan media tanam................................................................................................ 25

8. Bobot segar akar (g) pada perlakuan kedalaman dan media tanam. 26

9. Bobot kering akar (g) pada perlakuan kedalaman dan media tanam................................................................................................ 27

DAFTAR GAMBAR
No. 1. Persentase bertunas (%) pada perlakuan kedalaman dan media
tanam................................................................................................


Hal. 21

2. Pertumbuhan panjang tunas pada umur 6-12 MST pada perlakuan kedalaman ........................................................................................ 22

3. Panjang tunas (cm) pada perlakuan kedalaman dan media tanam pada pengamatan 12 MST ............................................................... 23

4. Pertumbuhan diameter tunas pada umur 6-12 MST pada perlakuan kedalaman ....................................................................... 24

5. Pertumbuhan diameter tunas pada umur 6-12 MST pada perlakuan media tanam .................................................................... 25

6. Diameter tunas (mm) pada perlakuan kedalaman dan media tanam pada pengamatan 12 MST ............................................................... 25

7. Bobot segar tunas (g) pada perlakuan kedalaman dan media tanam 26

8. Bobot segar akar (g) pada perlakuan kedalaman dan media tanam 28

DAFTAR LAMPIRAN No. Hal.
1. Tabel hasil pengamatan persentase bertunas (%) ............................ 41 2. Tabel hasil analisis sidik ragam persentase bertunas....................... 41 3. Tabel hasil pengamatan persentase bertunas (Transformasi
Arcsin) ............................................................................................. 42 4. Tabel hasil analisis sidik ragam pengamatan persentase bertunas

(Transformasi Arcsin)...................................................................... 42 5. Tabel hasil pengamatan kecepatan melentis (%/hari) ..................... 43 6. Tabel hasil analisis sidik ragam pengamatan kecepatan melentis
(%/hari) ............................................................................................ 43 7. Tabel hasil pengamatan panjang tunas (cm) 6 MST. ...................... 44 8. Tabel hasil analisis sidik ragam panjang tunas (cm) 6 MST ........... 44 9. Tabel hasil pengamatan panjang tunas (cm) 8 MST ....................... 45 10. Tabel hasil analisis sidik ragam panjang tunas (cm) 8 MST ........... 45 11. Tabel hasil pengamatan panjang tunas (cm) 10 MST ..................... 46 12. Tabel hasil analisis sidik ragam panjang tunas (cm) 10 MST ......... 46 13. Tabel hasil pengamatan panjang tunas (cm) 12 MST ..................... 47 14. Tabel hasil analisis sidik ragam panjang tunas (cm) 12 MST ......... 47 15. Tabel hasil pengamatan diameter tunas (mm) 6 MST..................... 48 16. Tabel hasil analisis sidik ragam diameter tunas (mm) 6 MST ........ 48 17. Tabel hasil pengamatan diameter tunas (mm) 8 MST..................... 49 18. Tabel hasil analisis sidik ragam diameter tunas (mm) 8 MST ........ 49 19. Tabel hasil pengamatan diameter tunas (mm) 10 MST................... 50 20. Tabel hasil analisis sidik ragam diameter tunas (mm) 10 MST ...... 50

21. Tabel hasil pengamatan diameter tunas (mm) 12 MST................... 51

22. Tabel hasil analisis sidik ragam diameter tunas (mm) 12 MST ...... 51

23. Tabel hasil pengamatan jumlah daun (helai) ................................... 52

24. Tabel hasil analisis sidik ragam jumlah daun (helai)....................... 52

25. Tabel hasil pengamatan bobot segar tunas (g)................................. 53

26. Tabel hasil analisis sidik ragam bobot segar tunas (g) .................... 53

27. Tabel hasil pengamatan bobot kering tunas (g)............................... 54

28. Tabel hasil analisis sidik ragam bobot kering tunas (g) .................. 54

29. Tabel hasil pengamatan bobot segar akar (g) .................................. 55


30. Tabel hasil analisis sidik ragam berat segar akar (g)....................... 55

31. Tabel hasil pengamatan bobot segar akar (g) (Transformasi � + 0,5).........................................................................................

56

32. Tabel hasil analisis sidik ragam bobot segar akar (g) (Transformasi � + 0,5) .................................................................

56

33. Tabel hasil pengamatan bobot kering akar (g) ................................ 57

34. Tabel hasil analisis sidik ragam bobot kering akar (g) .................... 57

35. Tabel hasil pengamatan bobot kering akar (g) (Transformasi � + 0,5).........................................................................................

58

36. Tabel hasil analisis sidik ragam bobot kering akar (g) (Transformasi � + 0,5) .................................................................


58

37. Foto-foto penelitian ......................................................................... 59

38. Deskripsi klon karet PB 260 ............................................................ 60

39. Bagan lahan penelitian..................................................................... 61

40. Jadwal kegiatan penelitian............................................................... 62

ABSTRAK
JENNI SAGITA SINAGA : Pertumbuhan Stump Karet Pada Berbagai Kedalaman dan Komposisi Media Tanam, dibimbing oleh CHARLOQ dan CHAIRANI HANUM.
Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pembibitan stump karet dilapangan ialah tingginya persentase kematian (sebesar 15-20%), diakibatkan oleh pertumbuhan akar dan tunas yang terhambat. Terhambatnya pertumbuhan disebabkan oleh kesalahan dalam penanaman stump dilapangan. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu penelitian untuk mengetahui kedalaman tanam yang sesuai agar stump dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kedalaman pada berbagai komposisi media tanam terhadap pertumbuhan stump karet. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga November 2014 di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Faktor pertama perlakuan kedalaman terdiri dari K1, K2, K3, K4 dan faktor kedua yaitu media tanam terdiri dari M0, M1, M2, M3.
Hasil penelitian diketahui bahwa perlakuan kedalaman berpengaruh nyata terhadap parameter persentase bertunas, kecepatan melentis, panjang tunas, diameter tunas, jumlah daun, bobot segar tunas, bobot kering tunas, bobot segar akar dan bobot kering akar dengan perlakuan terbaik terdapat pada K1 (di tengah antara mata okulasi dengan pangkal batang), sedangkan perlakuan media tanam berpengaruh nyata terhadap kecepatan melentis, diameter tunas, dan bobot segar tunas dimana perlakuan terbaik terdapat pada M2 (1:2). Kedalaman tanam K1 (di tengah antara mata okulasi dengan pangkal batang) dan media tumbuh M2 (1:2) merupakan kombinasi perlakuan yang terbaik yang meningkatkan persentase bertunas, panjang tunas, diameter tunas, bobot segar tunas, dan bobot segar akar.
Kata kunci : Stump Karet, Kedalaman, Media Tumbuh.

ABSTRACT
JENNI SAGITA SINAGA: Growth Stump Rubber Effect of Planting Depth On Various Compositions Growing Media, Supervised by CHARLOQ and CHAIRANI HANUM.
One of the problems encountered in the field of rubber stump nursery is the high percentage of deaths which amounted to 15-20%. The percentage of deaths that occur in the field caused by impaired root growth and stunted shoot growth. The growth of roots and shoots are inhibited can be triggered due to an error in the field such as stump planting planting planting depth. Therefore, we need a study to determine the appropriate planting depth so that the stump can grow and develop properly. The purpose of this study was to determine the effect of planting depth on different composition of growth media on the growth of rubber stump. The study was conducted from July 2014 to November 2014 at the Experimental Farm of the Faculty of Agriculture, University of North Sumatra. The research design used was a completely randomized design with two factors and three replications. The first factor is planting depth treatment consists of K1, K2, K3, K4 and the second factor is the growing medium consisting of M0, M1, M2, M3. The parameters measured were the grafting percentage, grafting speed melentis, shoot length, shoot diameter, number of leaves, shoot fresh weight, shoot dry weight, root fresh weight and root dry weight.

The results showed that treatment of planting depth significantly affected all parameters where the best treatment contained in the K1 (in the middle between the eyes grafting with stem), while the treatment of the growing medium significantly affected the grafting speed melentis, shoot diameter, and shoot fresh weight where the best treatment there on M2 (1: 2). Planting depth K1 ( in the middle between the eyes grafted with the stem ) and M2 growth media ( 1 : 2 ) is the best treatment combination that can increase the grafting speed melentis, shoot length, shoot diameter, shoot fresh weight and root fresh weigh.
Keywords: Stump Rubber, Depth Planting, Growing Media.

PENDAHULUAN Latar Belakang
Total luas areal pertanaman karet Indonesia adalah 3.445.121 ha dengan jumlah produksi 3.012.254 ton. Lahan karet yang luas itu hanya 15% merupakan perkebunan besar, sedangkan 85% adalah perkebunan rakyat yang dikelola seadanya saja, bahkan ada yang hanya mengandalkan pertumbuhan alami. Pada tahun 2025 diharapkan Indonesia menjadi negara penghasil karet alam terbesar di dunia dengan produksi 3,8–4,0 juta ton per tahun. Secara empiris, pemanfaatan bibit unggul memberikan kontribusi yang besar dalam meningkatkan produktifitas kebun karet (Boerhendhry, 2009).
Sehubungan dengan peningkatan kebutuhan karet maka diperlukan teknologi dalam hal pengelolaan karet, salah satunya dengan penggunaan bahan tanam karet yang memiliki daya produksi tinggi. Bahan tanam karet yang dianjurkan adalah bahan tanaman klon yang diperbanyak secara okulasi. Dari hasil okulasi akan diperoleh bahan tanam karet unggul berupa stump mata tidur, stump mini, atau stump tinggi (Anwar, 2001).
Bibit stump mata tidur masih menjadi pilihan dan banyak digunakan sebagai bahan tanaman. Amypalupy, et al., (2002), menyebutkan bahwa bibit okulasi stump mata tidur banyak digunakan karena persiapannya lebih mudah dan harganya lebih murah.
Namun permasalahan yang dihadapi para pekebun rakyat jika menggunakan stump okulasi mata tidur sebagai bahan tanam ialah tingginya persentase kematian stump di lapangan sekitar 15-20%. Persentase kematian yang terjadi di lapangan diakibatkan oleh adanya serangan penyakit, pertumbuhan akar

stump yang terganggu dan pertumbuhan tunas yang terhambat akibat adanya cekaman kekeringan (Rosyid dan Drajat, 2008).
Pertumbuhan akar dan pertumbuhan tunas yang terhambat tersebut dapat dipicu karena kesalahan dalam penanaman stump dilapangan seperti penanaman kedalaman stump. Seneviratne et al., (1996) dalam penelitiannya mengatakan bahwa stump mata tidur yang ditanam dengan sebagian perakaran muncul kepermukaan dapat menyebabkan pembentukan “kaki gajah”. Kerugian yang terjadi apabila adanya pembentukan “kaki gajah” ialah mempengaruhi kondisi perakaran batang bawah pada saat penanaman dan tanaman juga menjadi lebih mudah rebah akibat hempasan angin. Namun belum diketahui kedalaman yang bagaimana yang mampu meningkatkan pertumbuhan akar dan tunas pada stump.
Media sebagai tempat tumbuhnya tanaman juga harus diperhatikan untuk mendapatkan pertumbuhan bibit yang baik. Andy (1994) mengatakan bahwa kriteria media yang baik untuk pertumbuhan bibit diantaranya: 1) mampu mengikat air dan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, 2) mempunyai aerasi dan drainase yang baik, 3) dapat mempertahankan kelembaban di sekitar akar tanaman, dan 4) tidak menjadi sumber penyakit bagi tanaman.
Sebagian besar unsur hara yang dibutuhkan tanaman dipasok melalui media tanaman yang selanjutnya diserap oleh perakaran dan digunakan untuk proses fisiologis tanaman (Fahmi, 2013). Topsoil merupakan tanah lapisan atas yang memiliki kandungan hara dan bahan organik yang cukup tinggi. Tanah topsoil tergolong dalam horizon A yaitu bagian yang banyak mengandung humus, berwarna kelam muda sampai tua (Foth, 1984).

Komposisi media diperlukan untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Oleh sebab itu dilakukan pencampuran pasir pada media tanam yang bertujuan untuk menaikkan ruang pori, meningkatkan aerasi sehingga ketersediaan oksigen bagi akar tanaman bertambah, perkolasi diperlancar sehingga tercipta media yang cukup baik untuk pertumbuhan tanaman (Husniati, 2010). Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pertumbuhan stump karet pada berbagai kedalaman dan komposisi media tanam. Hipotesis Penelitian
Ada pertumbuhan stump karet yang berbeda terhadap berbagai kedalaman dan komposisi media tanam, serta interaksi keduanya. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dan diharapkan berguna sebagai informasi budidaya karet di pembibitan.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Berdasarkan Steenis, et. al, (1967) sistematika tanaman karet adalah
sebagai berikut; Divisi: Spermatophyta; Subdivisi: Angiospermae; Class: Dicotyledonae; Ordo: Euphorbiales; Family: Euphorbiaceae; Genus: Hevea; Spesies: Hevea brassiliensis Muell Arg.
Sistem perakaran kompak/padat, akar tunggangnya dapat menembus tanah hingga kedalaman 1-2 m, sedangkan akar lateralnya dapat menyebar sejauh 10 m. Batangnya bulat silindris, kulit kayunya halus rata berwarna pucat hingga kecokelatan dan sedikit bergabus (Syamsulbahri, 1996).
Daun karet terdiri atas tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun 3-10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terapat pada sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing, serta tepinya rata dan gundul (Sianturi, 2001).
Bunga berbentuk “lonceng” berwarna kuning. Ukuran bunga betina lebih besar daripada bunga jantan. Apabila bunga betina terbuka, putik dengan tiga tangkai putik akan tampak. Bunga jantan bila telah matang akan mengeluarkan tepung sari yang berwarna kuning. Bunga karet mempunyai bau dan warna yang menarik dengan tepung sari dan putik yang agak lengket (Setyamidjaja, 1993)
Curah hujan yang optimal untuk pertumbuhan karet antara 2.500 mm sampai 4.000 mm/tahun, dengan hari hujan berkisar antara 100 - 150 hh/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang (Anwar, 2001).

Untuk dapat tumbuh dengan optimal pada dataran rendah, tanaman karet membutuhkan ketinggian 200m – 400m dari permukaan laut (dpl). Pada ketinggian > 400m dari permukaan laut dan suhu harian lebih dari 30oC, akan mengakibatkan tanaman karet tidak bisa tumbuh dengan baik (Damanik, et al., 2010). Stump Karet
Okulasi merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman yang dilakukan dengan menempelkan mata entres dari satu tanaman ke tanaman sejenis dengan tujuan mendapatkan sifat yang unggul (Anwar, 2001).
Batang bawah dan batang atas (entris) merupakan bagian yang terpenting dari keberhasilannya suatu proses okulasi. Batang bawah yang memiliki daya gabung yang baik dengan mata entres (scion) sangat diperlukan sehingga proses penempelan mata tunas dapat berlangsung dengan baik dan menghasilkan stum dengan mutu yang baik yang dapat dikembangkan secara massal di perkebunan baik skala kecil maupun skala besar (Sagay dan Omakhafe, 1997).
Entris (scion) adalah mata tunas pada batang atas yang berasal dari klon yang dianjurkan. Klon entris yang dianjurkan pada saat sekarang ini adalah klon yang berasal dari klon PB-260. Entris yang baik adalah entris yang memilii daya gabung (kompatibel) dengan batang bawah. Entris merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan besaran produksi pada saat tanaman karet sedang berproduksi (tanaman dewasa). (Lasminingsih. et al., 2006).
Okulasi atau penempelan mata tunas bertujuan untuk menyatukan sifatsifat baik yang dimiliki oleh batang bawah (stock) dengan batang atas (scion/entres) yang ditempelkan padanya. Okulasi karet berdasarkan umur, warna

batang bawah dan batang atas, serta diameter batang bawah dikenal dengan dua jenis okulasi, yaitu okulasi cokeat dan okulasi hijau. Okulasi coklat dilakukan pada batang bawah berumur 9-18 bulan di pembibitan, sehingga sudah berwarna cokelat dengan diameter lebih dari 1,5 cm. Sementara itu, okulasi hijau dilakukan pada batang bawah berusia 1,5-2,5 bulan di pembibitan, sehingga masih berwarna hijau dengan diameter 1,5-2 cm. Batang atasnya berumur 1-3 bulan setelah pemangkasan dan berwarna hijau. Dibanding okulasi cokelat, okulasi hijau memiliki beberapa kelebihan yaitu: 1) Pelaksanaan bisa lebih awal 2) Masa hidup dipembibitan lebih pendek, sehingga penyediaan bahan tanaman lebih cepat 3) Perakaran tidak terganggu saat bibit dipindah ke lapangan 4) Pertautan okulasi lebih baik dan 5) Masa matang sadap bisa dipercepat enam bulan (Damanik, et al., 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan stump meliputi, faktor kompatibel antara batang atas dengan batang bawah, ukuran lilit batang bawah yang digunakan, umur entris (scion) yang sesuai dengan batang bawah. Untuk mengukur keberhasilan suatu stump yang telah siap dipindah tanamkan ke lapangan adalah yang telah berpayung satu atau yang telah berumur lebih kurang 13 MST. (Lasminingsih. et al., 2006).
Inkompatibilitas batang atas-batang bawah merupakan respons ketidaksesuain batang bawah terhadap batang atas karena perbedaan karakter fisiologi antar keduanya. Pada umumnya makin jauh hubungan kekerabatan antara batang bawah dengan batang atas, tingkat penolakan semakin tinggi. Hal ini antara lain ditandai dengan tingkat keberhasilan okulasi rendah, pertumbuhan tanaman lambat dan produksi kurang optimal. Respon ketidaksesuaian yang

ekstrem dapat dilihat dengan adanya bentuk “kaki gajah” pada tanaman klonal yang telah berumur lanjut (Hadi dan Setiono, 2006).
Dari hasil okulasi akan diperoleh bahan tanam karet unggul berupa stump mata tidur, stump mini, atau stump tinggi . Stump mata tidur adalah bibit yang diokulasi di lahan pembibitan dan dibiarkan tumbuh selama kurang dari 2 (dua) bulan setelah pemotongan batang atas pada posisi 10 cm di atas mata okulasi, dengan akar tunggang tunggal atau bercabang. Akar tunggang tunggal lebih bagus dibandingkan dengan akar tunggang bercabang, sehingga petani karet biasanya memotong akar tunggang bercabang yang lebih kecil. Dengan demikian tinggal satu akar tunggang besar yang panjangnya sekitar 40 cm dan akar lateral yang panjangnya 5 cm (Pukesmawati dan Muda, 2012).
Kriteria bibit stump mata tidur yang baik ialah memiliki akar tunggang lurus, tidak bercabang, panjang minimal 35 cm dan akar lateral yang disisakan panjangnya 5 cm ; tinggi batang di atas okulasi sekitar 5-7 cm, memiliki diameter batang sekitar 2,5 cm ; apabila ditoreh pada bagian okulasi berwarna hijau ; jika bibit memiliki akar tunggang lebih dari satu, pilih satu akar tunggang yang paling baik dan yang lain dibuang (BPPP, 2008).

Bibit stump mata tidur masih menjadi pilihan dan banyak digunakan sebagai bahan tanaman. Amypalupy, et al., (2002), menyebutkan bahwa bibit okulasi stump mata tidur banyak digunakan karena persiapannya lebih mudah serta harganya lebih murah, tetapi penggunaan stump mata tidur mempunyai kelemahan yaitu berupa tingginya angka kematian (15-20%), ada kemungkinan tumbuhnya tunas palsu dan pertumbuhan bibit tidak seragam.

Hal yang terpenting dalam teknologi budidaya tanaman karet ialah penanaman stump mata tidur dengan menggunakan varietas atau klon yang sudah dianjurkan. Kualitas dari bahan tanam yang digunakan merupakan hal penting yang mempengaruhi keberhasilan dan nilai ekonomi tanaman tersebut (Albarracin, et al., 2006).
Klon-klon anjuran adalah klon-klon yang direkomendasikan untuk pertanaman komersial yang telah dilepas seperti: (a) Klon Penghasil Lateks: BPM 24, BPM 107, BPM 109, IRR 104, PB 217 dan PB 260, (b) Klon Penghasil Lateks Kayu: BPM 1, PB 330, PB 340, RRIC 100, AVROS 2037, IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 112 dan IRR 118 (c) Klon Penghasil Kayu : IRR 70, IRR 71, IRR 72 dan IRR 78 (Balai Penelitian Sembawa, 2010). Kedalaman
Budi, et. al, (2008) mengatakan bahwa cara penanaman stump mata tidur karet ke dalam polybag ialah dengan cara memasukkan okulasi mata tidur dalam polybag yang telah berisi tanah tepat dibagian tengah. Jarak antara mata okulasi dengan tanah di polybag yaitu 5 cm. Penambahan dan pemadatan tanah dilakukan hingga kompak dan padat.
Penanaman bibit stump okulasi mata tidur dengan cara membuat lubang kecil pada tempat ajir yang ukurannya kira-kira cukup untuk masuknya akar bibit yang akan ditanam. Kemudian tanamlah bibit stump sedemikian rupa sehingga bibit berada tepat pada bekas ajir, dan dalamnya menanam sampai leher akar dan bibit tertanam dengan tegak (Setyamidjaja, 1993).
Menurut penelitian Santoso dan Purwoko (2008) mengenai pertumbuhan bibit tanaman jarak pagar pada berbagai kedalaman tanam dan posisi tanam benih

menyatakan bahwa secara umum pengaturan posisi dan kedalaman tanam suatu benih hanya berpengaruh nyata pada proses perkecambahan semai tanaman jarak pagar, namun tidak berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan bibit selanjutnya.
Kedalaman tanam berhubungan dengan vigor tanaman, bibit normal dari benih yang memiliki kekuatan tumbuh yang baik pada kedalaman optimal namun sebaliknya jika kedalaman kurang optimal benih tidak akan tumbuh dengan baik karena benih memerlukan ruang yang optimal agar dapat berkecambah serta tumbuh (Saleh, 2004).
Menurut Ishimine et. al, (2003) akar rimpang akan lebih cepat tumbuh dengan semakin dalamnya kedalaman tanam. Rimpang C.longa yang ditanam pada kedalaman 8 cm dan 12 cm hasil panennya lebih besar dibandingkan dengan yang ditanam pada kedalaman 4 cm. Rimpang yang diahsilkan akan lebih panjang dan diameter juga semakin besar. Bobot rimpang yang dihasilkan juga akan lebih tinggi dengan semakin dalamnya kedalaman tanah. Karniadi et. al, (1986) juga menambahkan ubi jalar yang ditanam pada kedalaman 3 buku, hasil umbinya juga lebih baik dari yang ditanam dengan menggunakan 1 atau 2 buku dalam tanah.
Seneviratne, et. al, (1996) menyatakan bahwa stump karet jika ditanam dengan posisi batas pertautan batang bawah dibawah permukaan tanah maka akan menghindari proses terjadinya pembentukan “kaki gajah” karena bagian perakaran (pangkal batang) tidak muncul diatas permukaan tanah. Pembentukan “kaki gajah” dapat mempengaruhi kondisi perakaran batang bawah pada saat penanaman dan tanaman juga menjadi lebih mudah rebah akibat hempasan angin.

Media Tanam Selain masalah bahan tanam, media juga harus diperhatikan untuk
mendapatkan pertumbuhan bibit yang baik. Media tumbuh yang baik adalah media yang mampu menyediakan air dan unsur hara dalam jumlah cukup bagi pertumbuhan bibit. Hal ini dapat ditemukan pada tanah dengan tata udara dan air yang baik, mempunyai agregat mantap, kemampuan menahan air yang baik dan ruang untuk perakaran yang cukup (Gardner dan Mitchell, 1991).
Media tumbuh sangat berperan terhadap kelangsungan pertumbuhan tanaman, pada saat cadangan makanan habis maka akar akan berfungsi menyerap unsur hara dan air dari media tumbuh untuk keperluan proses fotosintesis di daun dan menghasilkan energi bagi tanaman muda tersebut (Widodo et al., 2007).
Berbagai jenis media tanam dapat kita gunakan sebagai media tumbuh tanaman, tetapi pada prinsipnya kita menggunakan media tanam yang mampu menyediakan nutrisi, air, dan oksigen bagi tanaman. Penggunaan media yang tepat akan memberikan pertumbuhan yang optimal bagi tanaman (Fahmi, 2013).
Erwiyono (2005) mengemukakan bahwa media tanam di pembibitan umumnya menggunakan tanah lapisan atas (permukaan/topsoil) dengan pertimbangan lapisan tanah tersebut biasanya subur, gembur, aerase dan drainase cukup baik. Namun kadangkala dilakukan pengkombinasian media tanam untuk mendapatkan kondisi media tumbuh agar memiliki drainase dan aerase yang baik, struktur yang ringan, daya tukar kation yang baik sehingga tidak menghambat awal pertumbuhan tanaman.

Oleh sebab itu dilakukan pencampuran pasir pada media tanam yang bertujuan untuk menaikkan ruang pori, meningkatkan aerasi sehingga ketersediaan oksigen bagi akar tanaman bertambah, perkolasi diperlancar sehingga tercipta media yang cukup baik untuk pertumbuhan tanaman (Husniati, 2010).

Pasir digunakan sebagai media alternatif yang menggantikan tanah. Pasir dianggap sesuai jika digunakan sebagai media untuk penyemaian benih, pertumbuhan bibit tanaman dan perakaran stek batang tanaman. Pasir berukuran antara 0,5 sampai 0,2 mm sehingga cukup baik digunakan sebagai media tanam karena media tanam menjadi lebih mudah basah dan cepat kering oleh proses penguapan (Husniati, 2010).
Kekurangan dari pasir adalah miskin hara bagi tanaman. Hal ini disebabkan (1) tanah pasir mempunyai kemampuan perkolasi dan drainase air secara bebas sehingga membantu proses pencucian garam-garam mineral (2) bahan induk tanah pasir tidak mengabsorbsi kation-kation (3) tanah pasir mempunyai sedikit bahan organik. Sedangkan kelebihannya memiliki kondisi aerase yang baik sehingga membantu dekomposisi bahan organik secara cepat (Foth, 1984).
Tanah bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil, dan mempunyai pori tanah yang besar yang menyebabkan kapasitas menahan air menjadi rendah. Kekurangan tanah bertekstur pasir adalah kandungan bahan organik serta kesuburan kimia dan fisik yang rendah (Sitorus dan Badri, 2008).
Semakin tinggi persentase pasir dalam tanah semakin banyak ruang poripori di antara partikel tanah, semakin dapat memperlancar gerakan udara dan air.

Dalam tata udara, hal ini sangat penting karena udara dalam tanah meningkat. Jika udara dalam tanah terbatas akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan akar, menghambat pernafasan akar, menghambat penyerapan air dan unsur hara dari dalam tanah (Hakim et al., 1986).

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara dengan ketinggian tempat ± 25 m diatas permukaan

laut, pada bulan Juli - November 2014 dengan suhu udara rata-rata 27,5°C.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stump karet klon PB

260, polibek berukuran 25 x 50 cm, tanah topsoil, pasir, label, pupuk Urea, SP-36,

KCl, Kieserit, Dithane M45, amplop, air.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, oven, gembor,

meteran, timbangan analitik, penggaris, jangka sorong, kalkulator, kamera, alat

tulis, gelas ukur.

Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu :

Faktor 1

: Kedalaman (K) dengan empat taraf, yaitu :

K1 : Di tengah antara mata okulasi dengan pangkal batang

K2 : Tepat dipangkal batang

K3 : Di sepertiga dari pangkal batang

K4 : Di dua per tiga dari pangkal batang

Faktor 2

: Media Tanam (M) (Topsoil : Pasir) dengan empat taraf, yaitu :

M0 : Top Soil

M1 : Top Soil : Pasir (1:1)

M2 : Top Soil : Pasir (1:2)

M3 : Top Soil : Pasir (1:3)

Sehingga diperoleh 16 kombinasi :

K1M0

K2M0

K3M0

K4M0

K1M1

K2M1

K3M1

K4M1

K1M2

K2M2

K3M2

K4M2

K1M3

K2M3

K3M3

K4M3

Jumlah ulangan

:3

Jumlah plot

: 48

Ukuran plot

: 120 cm x 150 cm

Jarak antar plot

: 30 cm

Jumlah polibek/plot

: 12 polibek

Jumlah tanaman/polibek

: 1 tanaman

Jumlah seluruh tanaman

: 576 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam

berdasarkan model linier sebagai berikut:

Yijk = µ + αi + βj + (αβ )ij + Ԑijk

i = 1,2,3,4

j = 1,2,3,4

k = 1, 2, 3

dimana:

Yijk = Hasil pengamatan pada taraf ke-i akibat kedalaman dengan media tanam pada taraf ke-j pada ulangan ke-k

µ = Nilai tengah

αj = Pengaruh kedalaman pada taraf ke-i

βk = Pengaruh media tanam pada taraf ke-j

(αβ)ij

= Pengaruh interaksi kedalaman pada taraf ke-i dan media tanam

pada taraf ke-j

εij = Pengaruh galat pada ulangan ke-k yang mendapat perlakuan

kedalaman pada taraf ke-i dan media tanam pada taraf ke-j

Data hasil penelitian yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji beda

rataan berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%

(Steel dan Torrie, 1995).

Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Lahan Areal penelitian dibersihkan dari gulma dan sampah lainnya, kemudian
tanah diratakan dengan menggunakan cangkul. Kemudian lahan diukur dan dilakukan pembuatan plot dengan luas 120 cm x 150 cm dengan jarak antar blok 50 plot, jarak antar plot 30 cm dengan luas lahan 5,6 m x 29,5 m. Persiapan Media Tanam
Media tanam topsoil dan pasir dicampur merata hingga homogen lalu dimasukkan ke dalam polibek berukuran 25 x 50 cm sampai batas ¾ bagian sesuai dengan perlakuan. Pemilihan Stump
Stump yang digunakan ialah green budding yang diperoleh dari Balai Penelitian Sungei Putih yang berumur 21 hari setelah okulasi. Pemilihan stump dilakukan setelah stump dibongkar dengan menggunakan cangkul atau pulling jack (dongkrak). Kriteria stump memiliki diameter batang seragam antara 1,5-2cm, akar tunggang lurus dan panjangnya 25-35 cm, akar lateral panjangnya 5-10 cm, akar tunggang tidak berbentuk garpu dan berbonggol, tidak terkena jamur akar putih. Stump yang dipilih mata okulasinya tidak lebih dari dua kali okulasi. Penanaman
Sebelum dilakukan penanaman, stump direndam pada larutan Dithane M45 dengan dosis 2gr/liter selama 15 menit. Media tanam terlebih dahulu disiram lalu dibuat lubang pada bagian tengahnya. Stump ditanam sesuai dengan

perlakuan kedalaman masing-masing dan tanah disekiling lubang tanam dipadatkan sehingga stump dapat berdiri tegak. Pemeliharaan Tanaman Penyiraman
Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari dengan menggunakan gembor. Penyiangan
Penyiangan gulma dilakukan secara manual ataupun dengan cangkul, baik didalam atau diluar polibek. Penunasan
Tunas liar yang tumbuh di buang dengan pisau. Hal ini bertujuan untuk memusatkan bahan hasil fotosintesis dan juga translokasi unsur hara dari tanah ke tunas yang diinginkan agar pertumbuhannya maksimal. Pemupukan
Pemupukan dilakukan pada 6 MST dan 10 MST dengan menggunakan pupuk Urea 5 g/tanaman, SP-36 6,3 g/tanaman, KCL 2 g/tanaman, Kieserit 2 g/tanaman. Pengamatan Parameter Persentase Bertunas (%)
Pengamatan persentase bertunas dilakukan sampai 40 hari setelah tanam (HST) dengan menggunakan rumus : Persentase Bertunas = jumlah tunas yang sudah muncul x 100%
jumlah tanaman seluruhnya

Kecepatan Melentis (%/hari) Parameter kecepatan melentis diamati dengan menghitung mata tunas
yang melentis setiap hari sampai 40 HST. Ciri-ciri mata tunas yang sudah melentis adalah mata tunasnya sudah tersembul keluar.
N1T1+ N2T2 + ....+ N14T14
Kecepatan melentis =
jumlah stump yang tumbuh
N = jumlah stump yang melentis pada satuan waktu tertentu. T = jumlah waktu melentis (sampai 40 HST) Panjang Tunas (cm)
Tinggi tunas diukur dari pangkal jendela okulasi hingga titik tumbuh tanaman dengan menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan setiap 2 minggu sekali dimulai dari 6 minggu sampai 12 minggu setelah tanam (MST). Diameter Tunas (mm)
Diameter tunas diukur setiap 2 minggu sekali dimulai dari 6 MST sampai 12 MST dengan menggunakan jangka sorong. Diameter tunas diukur 2 cm dari pangkal jendela okulasi. Jumlah Daun (helai)
Parameter jumlah daun hanya diamati pada 14 MST yaitu pada akhir penelitian. Bobot Segar Tunas (g)
Bobot segar tunas dihitung pada akhir penelitian dengan mengambil bagian tunas tanaman. Tunas dipotong-potong kemudian dibersihkan lalu ditimbang.

Bobot Kering Tunas (g) Tunas yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam amplop kertas dan
diovenkan dengan suhu 70 °C selama 24 jam kemudian ditimbang. Bobot Segar Akar (g)
Bobot segar akar diukur pada akhir penelitian. Akar tanaman dibersihkan terlebih dahulu kemudian dipotong-potong seragam dan ditimbang. Bobot Kering Akar (g)
Akar yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam amplop kertas dan diovenkan dengan suhu 70 °C selama 24 jam kemudian ditimbang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Persentase bertunas

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam persentase bertunas disajikan

pada Lampiran 1-4. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam perlakuan kedalaman

dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter persentase

bertunas, namun berpengaruh tidak nyata pada perlakuan media tanam.

Rataan perlakuan kedalaman dan media tanam terhadap persentase

bertunas disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Persentase bertunas terhadap perlakuan kedalaman dan media tanam

Kedalaman (K)

M0

Media tanam (M) M1 M2

M3 Rataan

--------------------------------------%-----------------------------------

K1 66,67(55,21)b 55,56(48,25)bc 61,11(51,75)bc 88,89(70,78)a 68,06(56,50)a

K2 38,89(38,56)c-e 64,58(54,04)b 61,11(51,97)bc 44,44(41,80)b-d 52,26(46,59)b

K3 8,33(13,90)fg 18,82(24,88)e-g 24,11(29,40)d-f 8,76(17,21)fg 15,01(21,35)c

K4

0,02(0,83)g

0,02(0,83)g

0,02(0,83)g

0,02(0,83)g

0,02(0,83)d

Rataan 28,48(27,06)

34,74(32,00)

36,59(33,49)

35,53(32,66)

33,84(31,32)

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5% , dan angka yang berada didalam kurung merupakan angka hasil transformasi

Hasil pada Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase bertunas tertinggi

diperoleh pada kombinasi perlakuan kedalaman stump di tengah antara mata

okulasi dengan pangkal batang (K1) dengan komposisi media tanam topsoil :

pasir (M3) (1:3) sebesar 88,89%, dan terendah pada kombinasi perlakuan

kedalaman di dua pertiga dari pangkal batang (K4) pada semua perlakuan media

tanam.

Persentase Bertunas

100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00

M0

M1 M2 Media Tumbuh

M3

K1 K2 K3 K4

Gambar 1. Persentase bertunas pada perlakuan kedalaman dan media tanam

Kecepatan melentis (%/hari)

Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan kedalaman dan media

tanam berpengaruh nyata terhadap parameter kecepatan melentis. Namun interaksi

kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap kecepatan melentis (Lampiran

5 dan 6).

Rataan perlakuan kedalaman dan media tanam terhadap kecepatan

melentis disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kecepatan melentis terhadap perlakuan kedalaman dan media tanam

Kedalaman (K)

M0

Media Tanam (M) M1 M2

M3 Rataan

--------------------------------%/hari------------------------------

K1 18,02 18,17 17,81 18,54 18,14a

K2 22,32 21,80 18,33 19,50 20,49b

K3 24,09 21,64 17,28 23,05 21,69b

K4 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00c

Rataan 16,28a

15,40a

13,36b

15,27a

15,08

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata
menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%

Kecepatan melentis tertinggi diperoleh pada perlakuan kedalaman di

tengah antara mata okulasi dengan pangkal batang (K1) yaitu sebesar

18,14%/hari, dan yang terendah pada perlakuan kedalaman di dua pertiga dari pangkal batang (K4), sedangkan media tanam terbaik diperoleh pada bibit yang ditanam pada komposisi media topsoil : pasir (1:2) (M2) yaitu sebesar 13,36%/hari dan dapat dilihat pada Tabel 2. Panjang tunas (cm)
Hasil pengamatan panjang tunas tanaman beserta analisis hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 7-14. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa perlakuan kedalaman berpengaruh nyata terhadap panjang tunas 6-12 MST, dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata pada pengamatan 8-12 MST.
Perkembangan pertumbuhan panjang tunas tanaman pada umur 6-12 MST pada perlakuan kedalaman dapat dilihat pada Gambar 2.

Panjang Tunas (cm)

18,00 16,00 14,00 12,00 10,00
8,00 6,00 4,00 2,00 0,00

6

8 10 Umur Tanaman

12

K1 K2 K3 K4

Gambar 2. Pertumbuhan panjang tunas tanaman pada umur 6-12 MST pada perlakuan kedalaman

Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa penambahan panjang tunas

tertinggi terdapat pada umur 12 MST pada perlakuan kedalaman di sepertiga dari

pangkal batang (K3) dan terendah pada perlakuan kedalaman di dua pertiga dari

pangkal batang (K4).

Rataan perlakuan kedalaman dan media tanam terhadap panjang tunas

pengamatan 12 MST dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Panjang tunas tanaman terhadap perlakuan kedalaman dan media tanam

Waktu Kedalaman

P