BAB IV HASIL DAN DISKUSI
4.1 Pendahuluan
Pada Bab 3 dijelaskan bahwa setiap nilai hasil uji tarik dipantau pada monitor dari setiap spesimen uji yaitu:6 spesimen percobaan berdasarkan Variasi
sudut kampuh α 35
dan 45 dan kuat arus 60A,80A,100A. yang di
terjemahkan dalam bentuk grafik penambahan beban load dan panjang langkah stroke.
4.2 Hasil Percobaan
Dari percobaan uji tarik yang dilakukan kepada 6 spesimen yang telah disiapkan sebagaimana pada Gambar 3.4.
Hasil yang di peroleh ditabulasikan pada tabel 4.1 Tabel 4.1 Komponen Pengujian Baja St 37
Komponen Pengujian
Baja ST 37 1
2 3
4 5
6 Max.
Stress [MPa]
172 457.06
398.48 137.48
533.97 427.57
Yield Stress
[MPa] 130.12
300.86 266.19
137.48 353.85
286.11 Elasticiy
Modulus [MPa]
207698.14 205952.87 206458.97 206672.75 206552.1 206333.05 Elongation
[] 2.56
9.84 7.48
5.1 14.36
7.64
Komponen pengujian material dasar.
Proporsional limit N = 26639,21 Max.stress N
2
mm = 454,1 Force N
= 27663,37 Yield Force N
= 40556,25 Max.force N
= 298,48 Proporsional Stress
N
2
mm = 309,95
Beberapa kurva tarik stroke vs force yang di hasilkan pada saat pegujian tarik pada saat proses uji tarik selesai Gambar 3.6 3.8 disajikan pada Gambar
4.2 sd 4.7
Sudut Kampuh 35 dengan Kuat arus 60 A
Gambar 4.1 Grafik Load vs Stroke
Sudut Kampuh 35 dengan Kuat arus 80 A
Gambar 4.2 Grafik Load vs Stroke
Sudut Kampuh 35 dengan Kuat arus 100 A
Gambar 4.3 Grafik Load vs Stroke
Sudut Kampuh 45 dengan Kuat arus 60 A
Gambar 4.4 Grafik Load vs stroke
Sudut Kampuh 45 dengan Kuat arus 80 A
Gambar 4.5 Grafik Load vs stroke
Sudut Kampuh 45 dengan Kuat arus 100 A
Gambar 4.6 Grafik Load vs stroke
4.3 Mikrostruktur Pengelasan
Proses pengelasan dilakukan dengan memberikan masukan panas heat input pada bagian logam induk dan logam pengisi filler metal yang disambung
secara lokal sampai mencapai titik cairnya,sehingga membentuk manik cairan las weld pool. Kemudian mendinginkan cairan las dan logam induk turun hingga
mencapai temperatur kamar dan bilamana diperlukan dapat dilakukan proses perlakuan panas heat treatment terhadap sambungan las. Tahapan-tahapan
proses pengelasan tersebut akan menyebabkan terjadinya siklus termal dan dapat menimbulkan perubahan metalurgi yang rumit, deformasi dan tegangan-tegangan
termal ataupun cacat pada logam las. Siklus termal yaitu siklus pemanasan dan pendinginan pada daerah sambungan dan daerah sekitarnya.
Perubahan metalurgi yang paling penting dalam pengelasan adalah struktur mikro yang akan menentukan sifat-sifat mekanis sambungan las. Pada
umumnya struktur mikro yang terjadi tergantung pada komposisi kimia dari logam pengisi, kondisi logam induk seperti geometri atau proses pengerjaan
sebelumnya,teknik pengelasan yang diterapkan, dan proses perlakuan panas yang diberikan.
Gambar 4.7 Grafik Maksimum Stress σ VS Kuat Arus A
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat kondisi pengelasan sebagaimana di bawah ini,yaitu
45 35
I I
=
;
45 35
Q Q
≠
;
45 35
t t
Pada kondisi pengelasan tersebut,data-data menunjukan bahwa saat
45 35
60
σ σ
= A
I
;
45 35
80
σ σ
= A
I
;
45 35
100
σ σ
= A
I
Pada Gambar 4.8 yaitu hubungan Kuat arus VS Tegangan dapat dilihat perbedaan tegangan maksimum tidak siknifikan antara pengelasan dengan sudut
kampuh
35
dengan
45
. Sebagai perbandingan berikut, pada I 60A,
35
σ
45
σ sekitar 10
, 25
100 48
, 137
172 48
, 137
= −
x
pada I 80A,
35
σ
45
σ sekitar 40
, 14
100 97
, 533
06 ,
457 97
, 533
= −
x
pada I 100A,
35
σ
45
σ sekitar 80
, 6
100 57
, 427
48 ,
398 57
, 427
= −
x
Maka dapat disimpulkan bahwa pengelasan dengan sudut kampuh
35
dan
45
tidak terlalu mempengaruhi besarnya tegangan maksimum pada pengujian tarik.
Pada pengelasan dengan sudut kampuh α 35
dan 45 menggunakan
kuat arus 60A terdapat perbedaan kekuatan tarik dengan menggunakan kuat arus 80A dan 100A,hal tersebut dapat dijelaskan seperti dibawah ini:
45 35
60
σ σ
= A
I
1. Karena pada pengelasan dengan I = 60 peleburan elektroda dengan
logam induk tidak sempurna,peleburan elektroda pada sudut
35
lebih padat dengan membutuhkan kuat arus yang sama dengan sudut
45
.
45 35
80
σ σ
= A
I
;
45 35
100
σ σ
= A
I
2. Kuat Arus 80 A merupakan variasi kuat arus yang paling baik pada
pengelasan ini,logam pengisi melebur lebih sempurna dengan logam induk.
3. Pada kuat arus 100A terjadi penurunan besar tegangan tarik. Hal
tersebut diakibatkan terjadi age-hardening pada butir struktur mikro logam.
Pada proses pengelasan diawali dengan pemberian energi panas yang cukup untuk mencairkan logam induk,baik dengan pemberian logam tambah
maupun tanpa pemberian logam tambah.selanjutnya setelah lebur dan terjadi ikatan ,kemudian diikuti dengan tahap pembekuan solidfication.sumber panas
dalam proses pengelasan merupakan titik yang selalu bergerak,maka setiap titik dari logam induk yang ada disekitar lasan akan mengalami proses pemanasan dan
pendinginan tertentu. Tahap selanjutnya adalah proses pendinginan dan pembekuan logam yang
terjadi walaupun ada juga sebagian panas diserap oleh udara luar secara konveksi maupun konduksi.oleh karena penyerapan energi panas oleh logam induknya
sendiri yang umumnya dengan laju yang cukup cepat,maka kadang-kadang keadaan ini disebut Quench rate.Quench rate dipengaruhi oleh beberapa faktor
sebagai berikut. 1.
Jenis material 2.
Geometri Sambungan 3.
Ketebalan Material 4.
Pre-heating
4.3.1 Pengaruh Siklus Panas Terhadap Struktur Mikro Daerah Lasan
Ditinjau dari pengaruh siklus panas terhadap struktur mikro daerah lasan ,maka logam las dapat dibagi menjadi beberapa bagian atau sebagai berikut:
1. Daerah Lebur Fusion Zone
Daerah lebur adalah daerah pengelasan dimana pada waktu proses pengelasan mengalami pencairan atau peleburan dengan tingkat
pemanasan berlebih superheat kemudian membeku.
2. Daerah Pengaruh Panas
Adalah derah yang bersebelahan dengan derah lebur dimana pada saat proses pengelasan mengalami silus pemanasan dan pendinginan
tertentu,sehingga stuktur mikronya berubah,antara daerah lebur dan daerah pengaruh panas disebut daerah las.
3. Logam Induk
Yaitu logam dasar yang tidak mengalami perubahan struktur mikro.
4.3.2 Proses Pertumbuhan Butir di Daerah Lebur Fusion Zone
Pada proses pengelasan daerah lebur pengintian dan pembekuan dimulai dari logam induknya yang bersatu dengan logam lasan,yang kemudian tahap
selanjutnya terjadi struktur logam memanjang daerah arah pembekuan kearah sumber panas.jika pendinginan tidak terlalu cepat maka akan terbentuk butir-butir
dengan bentuk equi-axial.
4.3.3 Daerah Pengaruh Panas Heat Affected Zone
Daerah HAZ adalah daerah pengelasan yang tidak mengalami peleburan,hanya saja pada daerah ini mengalami proses pemanasan dengan
temperatur yang sangat tinggi, yaitu jauh melebihi diatas garis temperatur kritis atas. Akibatnya terjadi pertumbuhan butir yang berlebihan,sehingga ukuran
butirannya kasar. Untuk menentukan batas daerah HAZ sebetulnya agak sukar. Namun ada
cara kasar yaitu dengan menentukan temperatur rekristalisasinya. Temperatur rekristalisasi adalah temperatur dimana atom-atom dari butir-butir yang lama
bergerak membentuk inti-inti sehingga pada akhirnya tersusun butiran-butiran baru. Besarnya temperatur rekritalisasi adalah 0,4-0,5 titik cairnya dinyatakan
dalam derajat absolut atau kelvin. Dalam proses pengelasan pada daerah HAZ material tersebut terpanaskan
sampai temperatur tinggi,terjadi tranformasi fasa dari fasa ferit menjadi fasa austenit,sekaligus ditandai dengan pengintian butir-butir baru dari butir-butir
lama.pada phase selanjutnya diikuti dengan proses pertumbuhan butir Grain growt. Pertumbuhan butir ini terus berlanjut seiring dengan meningkatnya
temperatur logam,dengan kata lain besar butir yang terjadi di daerah ini adalah fungsi dari temperatur dan waktu. Demikian pula didaerah ini delta pertumbuhan
butir-butirnya diawali dari proses transformasi fasa gama menjadi fasa delta yang terjadi pada temperatur A4 yaitu kira-kira 1400
C
,kemudian diteruskan dengan roses prtumbuhan butir sampai dicapai titik temperatur cair logam yaitu kira-kira
1500
C
.sehingga dari proses pemanasan pengelasan didaerah HAZ yang dihubungkan dengan proses pertumbuhan butir-butirnya maka dapat diestimasi
bentuk dan ukuran butir-butir akhir disetiap sub area daerah HAZ.
4.3.4 Perubahan Fase Dalam Proses Pengelasan
Dalam proses pengelasan logam selain terjadinya pertumbuhan butir-butir logam seperti yang telah di bahas.terjadi pula perubahan fasa yang penting pula
dalam menentukan sifat akhir dari sambungan.pada proses pertumbuhan butir- butir logam mekanisme terjadinya hampir sama dan pada umumnya dialami
semua logam yang dilas. Pada proses perubahan fasa penyebab,proses dan akibatnya adalah berlain-lainan tergantung jenis logamnya. Beberapa contoh
pengaruh siklus panas terhadap perubahan fasa terhadap material yang dilas sebagai berikut:
1. Terjadinya tranformasi Austenit-Martensit pada baja karbon yang bersifat
keras tetapi getas. 2.
Terjadinya pelunakan terhadap material yang di Age-Hardenig,akibat tidak berperannya presipitat yang ada dalam paduan.
3. Terbentuknya karbida-Khrom di batas
butir Austenitic yang mengakibatkan menurunnya daya tahan korosi dan kekuatan dari material
tersebut.
4.3.5 Perpatahan Pada Daerah Lasan
Perpatahan adalah pemisahan atau pemecahan suatu benda padat menjadi dua bagian atau lebih diakibatkan adanya tegangan.proses perpatahan terdiri atas
dua tahap yaitu timbulnya retak dan tahap penjalaran retak,dan patah dapat digolongkan atas dua yaitu patahan liat dan patahan getas.
1. Patah liat ditandai oleh deformasi plastik yang cukup besar,sebelum dan
proses penjalaran retak
2. Patah getas pada logam ditandai oleh adanya kecepatan penjalaran retak
yang tinggi,terjadi tanpa deformasi kasar dan sedikit sekali terjadi deformasi mikro. Patah getas ada kaitannya dengan pembelahan pada
kristal ionik.
4.4 Teori Griffith Mengenai Perpatahan Getas
Bahan-bahan getas mengandung retakan-retakan halus,yang menyebabkan terjadinya pemusatan tegangan yang cukup besar,sehingga kekuatan kohesi pada
daerah pemusatan bila di beri gaya nominal,akan lebih rendah dari harga teoritisnya.
Pada pengujian tarik spesimen uji tarik terjadi patahan didaerah pengelasan,dimana patahan tersebut digolongkan patahan getas yang ditandai
dengan adanya pemisahan berarah tegak lurus terhadap tegangan tariknya.
Gambar 4.8 Patahan pada daerah pengelasan
4.5 Pengamatan Perubahan Dimensi Pada Spesimen