Mandor Burik, yaitu salah satu mandor yang bertugas
204
Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia untuk Kelas XI Program IPA dan IPS
1. Tuliskanlah drama satu babak singkat beberapa dialog yang bercerita tentang sebuah konflik yang disebabkan oleh perilaku
manusia, misalnya dimarahi oleh guru karena menyontek saat ulangan, berkelahi dengan teman karena kesalahpahaman, hilang
uang karena terburu-buru berangkat ke sekolah, dan konflik- konflik lain yang mudah Anda jumpai dalam kehidupan sehari-
hari. Usahakan agar jumlah tokoh dalam drama tersebut tidak lebih dari 5 orang.
2. Munculkan karakter manusia yang khas pada setiap tokoh melalui dialog-dialog tokoh. Misalnya, orang yang judes, orang
yang ramah, orang yang jahat dan kejam, dan karakter-karakter lainnya.
buruk. Dengan seenaknya, dia menganiaya Doyong. Padahal, Doyong sedang sakit. Di samping itu, Mandor Burik pun telah
merendahkan kuli-kuli yang bekerja padanya. Selain dua tokoh beserta karakternya yang telah dikemukakan
di atas, ada beberapa tokoh dengan karakternya masing-masing. Dapatkah Anda menyebutkannya?
Sekarang, kita beralih ke pembahasan mengenai konflik. Dalam penggalan drama Sobrat tersebut, diceritakan mengenai pahitnya
kehidupan para kuli yang bekerja sebagai penambang di Bukit Kemilau. Mereka mengalami kehidupan yang mengenaskan. Konflik
bermula saat salah seorang kuli, yaitu Doyong, merasa tidak sanggup bekerja karena sedang sakit. Dia pun mengistirahatkan diri agar
rasa sakitnya sedikit berkurang. Akan tetapi, dia malah mendapat perlakuan semena-mena dari atasannya. Dengan seenak hatinya,
dia menendang perut Doyong sehingga jatuh kesakitan. Melihat hal tersebut, Sobrat merasa geram. Dia pun melakukan perlawanan.
Pada akhirnya Sobrat menang melawan Mandor Burik.
Demikianlah uraian mengenai konflik yang ada dalam penggalan drama Sobrat karya Arthur S. Nalan tersebut. Sekarang, untuk
melengkapi pemahaman Anda mengenai materi tersebut, kerjakanlah latihan berikut ini.
Kegiatan Lanjutan
1. Buatlah kelompok kecil yang terdiri atas 4–5 orang, sesuai dengan jumlah tokoh dalam drama. Pilihlah di antara
drama-drama yang ada untuk ditampilkan di dalam kelas. 2. Tampilkanlah drama tersebut di dalam kelas.
Uji
Materi
Apresiasi Drama
205
Info
Bahasa
Sejak awal kemunculannya, drama terus berkembang mengikuti perkembangan zaman. Drama terus mengalami proses
pencarian identitasnya. Sejak kemunculan Bebasari karya Roestam Effendi drama terus mengalami perkembangan walaupun tidak
sepesat prosa dan puisi. Drama yang ditulis pada 1926 ini adalah drama pertama yang menggunakan bahasa Indonesia.
Sejak dulu drama memang sering kali dijadikan media kritik oleh pengarangnya. Keinginan untuk melontarkan pandangan yang diberi
muatan kritik tersebut muncul saat seorang pengarang mengalami kegelisahan dan ketidaksetujuan terhadap suatu keadaan.
Adapun beberapa contoh drama yang berkaitan dengan masalah sosial antara lain drama Bebasari 1926 karya Rustam Efendi,
drama Kejahatan Membalas Dendam karya Idrus 1945, drama Pakaian dan Kepalsuan 1954 karya Achdiat Kartamihardja,
drama Domba-domba Revolusi karya B.Sularto 1966, Wonoboyo karya Slamet Mulyana, Selamat Jalan Anak Kufur 1956, Penggali
Kapur 1956, dan Penggali Intan 1957 karya Kirdjomulyo. Iblis karya Mohammad Diponegoro. Jam Dua Belas Malam dan Bayang
Menggoda karya Sutarno Priyomarsono. Si Djuallah karya Pong Waluyo, dan drama-drama karya N. Riantiarno, antara lain Opera
Kecoa dan Maaf. Maaf. Maaf.
Menemukan Nilai-Nilai dalam Cerpen
C
Berbagai unsur-unsur yang ada dalam cerpen penting untuk dianalisis. Kali ini, Anda akan berlatih mengemukakan nilai-nilai yang
terkandung dalam sebuah karya sastra. Adapun nilai-nilai tersebut meliputi nilai moral, nilai budaya, dan nilai sosial.
Setelah berlatih menganalisis unsur-unsur intrinsik dalam cerpen di pembelajaran sebelumnya, meningkatkah minat baca Anda
terhadap cerpen? Sebaiknya Anda lebih mengakrabkan diri dengan cerpen.
Selain dapat dijadikan sebagai salah satu media hiburan, kegiatan membaca cerpen pun dapat memberikan pelajaran berharga bagi
Anda. Hal tersebut dapat Anda petik melalui nilai-nilai yang hendak disampaikan oleh pengarang.
Dalam sebuah karya sastra, pengarang seringkali mengeks- presikan berbagai fenomena kehidupan. Akan tetapi, seorang
pengarang tidak begitu saja merepresentasikan realitas sosial tersebut ke dalam karyanya. Filtrasi serta imajinasi pengarang
pun memiliki andil dalam terwujudnya sebuah karya sastra. Melalui karya sastra, pengarang dapat mengemukakan pandangan-
pandangannya tentang suatu hal dan menyampaikan berbagai nilai kehidupan, seperti nilai moral, nilai budaya, dan nilai sosial.
Sumber: Dokumentasi pribadi
206
Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia untuk Kelas XI Program IPA dan IPS
Sandal Jepit Merah
Karya S.Rais
Senja memerah. Langit sajikan semburat jingga yang berkobar di batas horison. Sesaat lagi malam akan
menebarkan keremangan yang membaur bersama napas kesunyian. Perlahan, alam mulai melepaskan
diri dari jeratan hari. Seakan jemu menimbun lelah, bumi mulai meredupkan kehidupannya. Aroma sepi
mulai menyebar ke setiap celah udara. Berbondong- bondong angin malam mulai menjalankan tugasnya
menyelimuti semesta hitam. Malam pun menetas.
Di salah satu sudut remang, seorang pe- rempuan tua berselonjor di atas sebuah bangku
bambu. Dipijatnya urat-urat kaki yang menegang akibat rutinitas melelahkan sehari ini. Kulit-kulit
keriputnya seakan bicara tentang lelah yang telah menggunung seperti tumpukan sampah yang ada
di belakang gubuk reyotnya. Matanya layu dan redup. Sepasang mata itu digendong kantung mata
kehitaman yang makin melebar. Sesekali, dikedipkan dalam-dalam, sebagai cara untuk memperjelas
apa yang menghampar di hadapannya. Tetapi percuma saja. Matanya telah tua, setua perjalanan
kepedihannya yang menahun, dan perempuan itu tak mampu lagi menikmati tarian kunang-kunang yang
muncul sebagai teman dalam pekat malamnya.
Sepasang sandal jepit tipis berwarna merah tergeletak begitu saja di bawah bangku bambu. Sandal
itu dihinggapi lubang di sana-sini. Tak hanya itu, sandal tua itu pun dihinggapi bercak-bercak kecoklatan.
Seperti darah yang mengering. Ya, darah Bahkan, di atas permukaan salah satu sandal itu masih terdapat darah
segar. Darah itu bermuncrat dari kakinya. Di kakinya masih terdapat serpih pecahan kaca yang belum
sempat dibersihkannya. Pecahan kaca yang tadinya berada di gundukan sampah belakang rumahnya itu
telah bercampur dengan darah merah, darah yang terus menumpuk di atas sandal jepit merahnya.
Lima tahun berlalu setelah Mamat mengawini perempuan itu dalam usia belia, lima belas tahun.
Sebagai anak yatim piatu sebatang kara, perempuan itu tak mungkin menolak lamaran Mamat, lelaki berumur
dua puluh lima, yang begitu sayang padanya. Dengan berbekal keterampilan di bidang bangunan, Mamat
mampu membiayai hidupnya dan menyewa sepetak kamar di pinggiran kota. Kebahagiaannya makin
lengkap setelah dari rahimnya lahir seorang anak sehat walaupun saat itu usianya baru enam belas.
Anak laki-laki itu dinamainya Zaenal Mutakin yang tumbuh sebagai anak yang pintar, cerdas, dan
pandai bernyanyi. Tak terhitung doa dan harapan yang diajukannya pada Sang Pencipta demi masa
depan anaknya itu. Dalam pelukan mimpi, seringkali ia melihat anaknya tumbuh menjadi laki-laki tampan,
terkadang menjadi dokter, olahragawan, bahkan presiden. Mimpi-mimpi itulah yang selalu jadi
motivasinya untuk selalu bersemangat menjalani hidup meski dililit beban sesulit apapun.
Tetapi, mimpi-mimpi itu harus mati dilindas hari. Di suatu senja yang memerah, burung gagak
bertengger di atap kamar kontrakannya. Berbondong- bondong para tetangga mendatanginya yang sedang
memasak agar-agar untuk pangeran kecilnya. Pak RT memimpin rombongan sambil menggendong Zaenal
mungil yang baru berusia empat tahun itu. Tubuh bocah itu kuyup. Matanya terpejam bagai putri tidur.
Tangannya menggelantung lemas. Tak ada napas. Langit merah mulai menghitam setelah keriuhan dihantam
lantunan adzan. Air mata membanjir. Zaenal mungil telah pergi dijemput malam. Sungai yang tenang di
pinggir kampung terlalu dalam untuk direnanginya tadi siang. Saat ditemukan, tubuhnya telah mengambang
bagai perahu. Di pinggir sungai, sepasang sandal jepit mungil berwarna merah darah kesayangan Zaenal
mungil terbujur bisu.
Empat puluh hari setelah kematian Zaenal mungil kesayangannya, perempuan itu selalu
melangkah dalam mata kosong di atas sepasang sandal jepit merah. Hidupnya seakan usai begitu
saja setelah cahaya hatinya pergi dicuri takdir. Tak ada lagi cahaya dalam hidupnya, tak terkecuali suami
yang selama ini dicintainya sepenuh hati. Kematian Zaenal mungil telah menimbun kebencian dalam
benak Mamat. Masih terngiang di telinga perempuan
Sudah berapa banyak cerpen tentang kehidupan sehari-hari yang pernah Anda baca? Tentunya telah banyak cerpen yang Anda baca.
Untuk lebih memahami materi pembelajaran kali ini, dengarkanlah karya cerpen yang akan dibacakan oleh teman Anda berikut.
Apresiasi Drama
207
itu ketika Mamat mencacinya habis-habisan setelah tahu buah hatinya pergi mendahului.
Brengsek Istri macam apa kamu? Ceroboh Tak bisa menjaga anak
Ampun, Kang Saya akui saya memang ceroboh, tetapi ini semua sudah jadi takdir-Nya. Terimalah,
Kang. Saya ibunya, saya lebih pedih ketimbang akang. Maafkan saya, Kang
Pergi kamu
Perempuan itu memeluk kaki suaminya sambil menangis hebat penuh penyesalan. Tetapi tak ada
ampun dari Mamat, perempuan itu ditendangnya. Kepalanya membentur dinding, tubuhnya tersungkur
di atas sandal jepit merahnya. Setelah itu ia tak ingat apa-apa lagi. Sandal jepit merahnya kini dibasahi air
matanya.
Alangkah terkejutnya perempuan itu setelah tahu suaminya berniat mengawini perempuan lain.
Ia hanya pasrah, berharap kabar itu tidak benar adanya. Dan kalaupun benar-benar terjadi, ia hanya
berharap suaminya mau memaafkannya dan tetap mencintainya seperti lima tahun yang lalu.
Tetapi, harapannya kembali usang. Suatu hari, ketika perempuan yang telah diusir suaminya itu
bermaksud kembali ke kontrakannya, kamar penuh kenangan itu kosong. Tak ada yang tahu kemana
perginya sang suami harapannya. Ia hanya mendengar kabar bahwa suaminya akan tinggal di desa asal
istri barunya, entah di mana. Seketika hatinya seakan dibanjiri darah. Darah merah semerah
sandal jepitnya. Ia gamang menentukan kelanjutan langkahnya. Ia hanya melangkah mengikuti helai
demi helai angin yang sirna setelah menyapanya. Ia berjalan menyusuri kehidupan dialasi sepasang
sandal jepit merah. Entah harus ke mana lagi.
Berpuluh-puluh tahun lamanya perempuan itu hidup bergantung pada siang dan malam. Ia
hanya gelandangan tanpa tujuan yang hidup dari belas kasihan orang yang lalu lalang di depan
tempat duduknya. Pernah, suatu ketika ia mendapat pekerjaan sebagai seorang pembantu rumah tangga.
Tetapi bukan sebuah keluarga yang diurusinya, melainkan sebuah tempat jual beli narkoba.
Bertahun-tahun, ia hidup dalam dunia hitam yang dikutukinya dalam hati. Baginya tak ada jalan lain.
Hidup tanpa ijazah pendidikan formal bagai mendaki gunung tanpa kaki. Mungkin keajaiban Tuhan pulalah
yang telah menghantarkannya pada pekerjaannya saat ini. Berkali-kali majikannya, seorang bandar
narkoba, menawarinya untuk bekerja sebagai pengedar barang haram tersebut sekaligus sebagai
wanita tuna susila. Tetapi, ia bersikeras walau sebagai pembantu gajinya sangat kecil. Ia tidak tertarik sedikit
pun pada penghasilan yang lumayan besar seperti yang didapat oleh perempuan-perempuan cantik yang
sering berkumpul di rumah majikannya itu.
Lama-lama ia tidak tahan juga, apalagi setelah sang majikan memaksanya untuk mengikuti
keinginannya, yaitu menjadikannya seorang wanita tuna susila. Ia bertahan dengan pendiriannya dan
pergi meninggalkan istana penuh dosa itu. Dengan uang yang dikumpulkannya, ia membeli sebuah
gubuk reyot yang ada di sekitar tempat pembuangan sampah di kota lain. Di situlah ia memulai kehidupan
barunya sebagai seorang pemungut paku bekas yang bersembunyi di tumpukan sampah yang meng-
gunung. Dan itu berlalu begitu saja, berpuluh-puluh tahun lamanya.
Malam masih menyajikan aroma kesunyian di sekitar gubuk reyot itu. Bulan pucat memandanginya
dari balik bayang awan hitam. Lampu tempel di dinding kini telah dihinggapi jelaga seiring dengan malam yang
semakin tua. Perempuan itu membasuh kaki kotornya dengan air dingin. Luka-luka mengering di telapak
kakinya bagai prasasti yang menceritakan bagaimana kepedihan hidupnya selama ini, selama puluhan tahun.
Seiring dengan pergantian waktu, sandal jepit merahnya yang dulu telah berkali-kali diganti dengan sandal jepit
merah baru. Kini sandal jepit merahnya telah banyak dihinggapi lubang dan bercak darah karena tusukan
beling dan paku berkarat, dan ia harus menggantinya dengan sandal jepit merah yang baru.
Sumber: Bandung Post, 19–25 Juli 2005
Bagaimanakah tanggapan Anda mengenai cerpen Sandal Jepit Merah yang telah dibacakan oleh teman Anda tersebut? Dapatkah
Anda memahaminya? Jika belum, baca kembali cerpen tersebut dengan saksama.
Kemudian, dapatkah Anda menemukan nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen tersebut? Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya,
dalam sebuah karya cerpen terdapat gagasan yang hendak disampaikan oleh pengarang. Gagasan tersebut muncul bersama nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya.
208
Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia untuk Kelas XI Program IPA dan IPS
Berkali-kali majikannya, seorang bandar narkoba, me- nawarinya untuk bekerja sebagai pengedar barang haram
tersebut sekaligus sebagai wanita tuna susila. Tetapi, ia ber- sikeras walau sebagai pembantu gajinya sangat kecil. Ia tidak
tertarik sedikit pun pada penghasilan yang lumayan besar seperti yang didapat oleh perempuan-perempuan cantik yang
sering berkumpul di rumah majikannya itu.
Lama-lama ia tidak tahan juga, apalagi setelah sang majikan memaksanya untuk mengikuti keinginannya, yaitu menjadikannya
seorang wanita tunasusila. Ia bertahan pada pendiriannya dan pergi meninggalkan istana penuh dosa itu.