Pendugaan Karbon Tersimpan di Berbagai Jalur Hijau Jalan Arteri Sekunder Kota Medan Bagian Tengah

(1)

PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN DI BERBAGAI JALUR

HIJAU JALAN ARTERI SEKUNDER KOTA MEDAN BAGIAN

TENGAH

SKRIPSI

Elisa Manik 111201058 Manajemen Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN DI BERBAGAI JALUR

HIJAU JALAN ARTERI SEKUNDER KOTA MEDAN BAGIAN

TENGAH

SKRIPSI

Elisa Manik 111201058 Manajemen Hutan

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Usulan Penelitian : Pendugaan Karbon Tersimpan di Berbagai Jalur Hijau Jalan Arteri Sekunder Kota Medan Bagian Tengah

Nama : Elisa Manik

NIM : 111201058

Program Studi : Kehutanan

Jurusan : Manajemen Hutan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Siti Latifah, S.Hut.,M.Si.,Ph.D. Pindi Patana, S.Hut.,M.Sc.

Ketua Anggota

Mengetahui,

Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph. D. Ketua Program Studi Kehutanan


(4)

ABSTRAK

ELISA MANIK: Pendugaan Karbon Tersimpan Di Berbagai Jalur Hijau Jalan Arteri Sekunder Kota Medan Bagian Tengah. Dibawah bimbingan SITI LATIFAH dan PINDI PATANA.

Ruang Terbuka Hijau merupakan salah satu ruang terbuka hijau yang cukup efektif dalam menyerap emisi karbon dan gas polutan di sekitar jalan raya dalam kota. Tanaman yang ditanam dalam jalur hijau mempunyai kemampuan dalam menyerap emisi karbon. Karena itu perlu dilakukannya perhitungan terhadap karbon tersimpan pada berbagai jalur hijau di jalan arteri sekunder Kota Medan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung potensi karbon tersimpan pada berbagai jalur hijau di jalan arteri sekunder Kota Medan. Pengambilan sampel jalur dan sampel tanaman dilakukan dengan metode purposive sampling dan metode sensus. Perhitungan data dilakukan dengan menggunakan model alometrik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 8 jenis tanaman pada jalur hijau penelitian dengan jenis yang paling mendominasi adalah Palem Raja (Oreodoxa regia). Nilai karbon tersimpan yang tertinggi berdasarkan jenis tanaman terdapat pada tanaman Angsana (Pterocarpus indicus) dengan total nilai karbon tersimpan di 8 jalur yaitu 525,337 Ton/Ha atau rata-rata 65,67 Ton/Ha. Nilai simpanan karbon tertinggi berdasarkan jalur hijau penelitian terdapat pada jalur Balai Kota, Kecamatan Medan Barat dengan nilai 274,985 Ton/Ha.

Kata Kunci: Jalur Hijau, Karbon Tersimpan, Jalan Arteri Sekunder, Model Alometrik


(5)

ABSTRACT

ELISA MANIK: Estimation of Carbon Stored in Different Green Line Arterial Road Secondary of Central Part of Medan City. Under the Academic Supervision of SITI LATIFAH and PINDI PATANA.

Green Open Space is one of the green open spaces are quite effective in absorbing carbon emissions and pollutant gases around the highway in the city. Plants were grown in a green belt has the ability to absorb carbon emissions. Because it is necessary to do the calculation of the carbon stored in various green belt in the secondary arterial roads Medan city. The purpose of this research was to calculate the potential carbon is stored in various green belt in the secondary arterial roads Medan. Sampling lines and plant samples was conducted using purposive sampling and census methods. Calculation data using allometric models.

The results showed that there are 8 types of plants on the green belt of research of the kind that most dominating is Palem Raja (Oreodoxa regia). The highest value of carbon stored by type of plant found in plant angsana (Pterocarpus indicus) with a total value of carbon stored in the 8 green belt, namely 525,337 Ton/Ha, or an average of 65,67 Ton/Ha. The highest value of carbon stored by the green belt of research there is on the path to Balai Kota street, district of Medan Barat with a value of 274,985 Ton/Ha.

Keywords: Green Belt, Carbon Stored, Secondary Arterial Roads, Allometric Models.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sidikalang pada tanggal 6 Mei 1993 dari ayah Firma Manik dan Ibu Alm. Nurlia Manalu. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Katolik Santo Yosef Sidikalang pada tahun 1999 – 2005, kemudian dilanjutkan di SMP Negeri 1 Sidikalang pada tahun 2005 – 2008, lalu dilanjutkan di SMA Negeri 1 Sidikalang pada tahun 2008 – 2011. Pada tahun 2011, penulis diterima di Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2013 di Taman Hutan Raya Bukit Barisan dan Hutan Pendidikan USU Tongkoh, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Kemudian pada tahun 2015, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Perhutani KPH Bandung Selatan Provinsi Jawa Barat selama satu bulan.

Selama menjadi mahasiswa di Universitas Sumatera Utara, penulis mengikuti beberapa organisasi dan komunitas seperti Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) dan Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Fakultas Pertanian USU (UKM KMK FP USU).


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pendugaan Karbon Tersimpan di Berbagai Jalur Hijau Jalan Arteri Sekunder Kota Medan Bagian Tengah”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Siti Latifah, S.Hut.,M.Si.,Ph.D. dan Pindi Patana, S.Hut.,M.Sc. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimibing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan serta semua rekan mahasiswa yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Terimakasih semoga skripsi ini bermanfaat.


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

ManfaatPenelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Arti Penting Ruang Terbuka Hijau ... 4

Kondisi Ruang Terbuka Hijau ... 4

Klasifikasi dan Penataan Ruang Terbuka Hijau ... 5

Proporsi Ruang Terbuka Hijau Kota Medan ... 10

Biomassa dan Karbon Tersimpan... 11

Metode Pendugaan Karbon Tersimpan ... 11

Jalur Hijau (Green Belt) ... 13

Hasil-Hasil Penelitian yang Terkait ... 15

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis ... 17

Iklim ... 17

Letak Administratif ... 18

Demografi ... 19

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian... 20

Alat dan Bahan Penelitian... 21

Prosedur Penelitian ... 22

Pengumpulan data ... 22

Pengambilan sampel ... 23


(9)

Pembuatan peta biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Tanaman Jalur Hijau ... 29

Jenis dan jumlah tanaman... 29

Sebaran diameter Tanaman ... 37

Komposisi jenis dan Kerapatan Tanaman ... 39

Biomassa, Simpanan Karbon dan Serapan CO2 ... 42

Peta Biomassa, Simpanan Karbon dan Serapan CO2 ... 47

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 56

Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58


(10)

DAFTAR TABEL

No. Hlm

1. Luas wilayah Kota Medan menurut kecamatan 2006-2010 ... 18

2. Lokasi penelitian ... 21

3. Model alometrik spesifik dan umum dari berbagai jenis tanaman ... 25

4. Sampel jalur hijau penelitian pada jalan arteri sekunder Kota Medan ... 30

5. Jenis tanaman yang diperoleh pada jalur hijau penelitian ... 32

6. Jenis tanaman dan fungsinya pada jalur hijau ... 34

7. Jumlah individu tanaman pada tiap jalur berdasarkan diameternya ... 38

8. Komposisi jenis dan kerapatan serta kategorinya per jalur hijau ... 40

9. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 di berbagai jalur hijau ... 43

10. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 pada berbagai jenis tanaman di seluruh jalur hijau penelitian. ... 45


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hlm.

1. Peta lokasi penelitian ... 20

2. Bagan alur pembuatan peta karbon tersimpan ... 28

3. Diagram distibusi famili jenis tanaman pada jalur hijau penelitian ... 36

4. Peta biomassa per jalur hijau ... 48

5. Peta simpanan karbon per jalur hijau ... 50


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hlm.

1. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 per jalur hijau ... 61

2. Foto Jenis Tanaman ... 64

3. Berat Jenis Tanaman ... 67

4. Foto Penelitian ... 68

5. Kriteria tanaman dengan fungsi serta persyaratannya berdasarkan Direktorat Jenderal Bina Marga ... 71

6. Contoh perhitungan biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 ... 74

7. Kriteria nilai indeks komposisi jenis dan kerapatan vegetasi ... 76


(13)

ABSTRAK

ELISA MANIK: Pendugaan Karbon Tersimpan Di Berbagai Jalur Hijau Jalan Arteri Sekunder Kota Medan Bagian Tengah. Dibawah bimbingan SITI LATIFAH dan PINDI PATANA.

Ruang Terbuka Hijau merupakan salah satu ruang terbuka hijau yang cukup efektif dalam menyerap emisi karbon dan gas polutan di sekitar jalan raya dalam kota. Tanaman yang ditanam dalam jalur hijau mempunyai kemampuan dalam menyerap emisi karbon. Karena itu perlu dilakukannya perhitungan terhadap karbon tersimpan pada berbagai jalur hijau di jalan arteri sekunder Kota Medan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung potensi karbon tersimpan pada berbagai jalur hijau di jalan arteri sekunder Kota Medan. Pengambilan sampel jalur dan sampel tanaman dilakukan dengan metode purposive sampling dan metode sensus. Perhitungan data dilakukan dengan menggunakan model alometrik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 8 jenis tanaman pada jalur hijau penelitian dengan jenis yang paling mendominasi adalah Palem Raja (Oreodoxa regia). Nilai karbon tersimpan yang tertinggi berdasarkan jenis tanaman terdapat pada tanaman Angsana (Pterocarpus indicus) dengan total nilai karbon tersimpan di 8 jalur yaitu 525,337 Ton/Ha atau rata-rata 65,67 Ton/Ha. Nilai simpanan karbon tertinggi berdasarkan jalur hijau penelitian terdapat pada jalur Balai Kota, Kecamatan Medan Barat dengan nilai 274,985 Ton/Ha.

Kata Kunci: Jalur Hijau, Karbon Tersimpan, Jalan Arteri Sekunder, Model Alometrik


(14)

ABSTRACT

ELISA MANIK: Estimation of Carbon Stored in Different Green Line Arterial Road Secondary of Central Part of Medan City. Under the Academic Supervision of SITI LATIFAH and PINDI PATANA.

Green Open Space is one of the green open spaces are quite effective in absorbing carbon emissions and pollutant gases around the highway in the city. Plants were grown in a green belt has the ability to absorb carbon emissions. Because it is necessary to do the calculation of the carbon stored in various green belt in the secondary arterial roads Medan city. The purpose of this research was to calculate the potential carbon is stored in various green belt in the secondary arterial roads Medan. Sampling lines and plant samples was conducted using purposive sampling and census methods. Calculation data using allometric models.

The results showed that there are 8 types of plants on the green belt of research of the kind that most dominating is Palem Raja (Oreodoxa regia). The highest value of carbon stored by type of plant found in plant angsana (Pterocarpus indicus) with a total value of carbon stored in the 8 green belt, namely 525,337 Ton/Ha, or an average of 65,67 Ton/Ha. The highest value of carbon stored by the green belt of research there is on the path to Balai Kota street, district of Medan Barat with a value of 274,985 Ton/Ha.

Keywords: Green Belt, Carbon Stored, Secondary Arterial Roads, Allometric Models.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Dalam perjalanannya, kota mengalami perkembangan yang sangat pesat akibat adanya dinamika penduduk, perubahan sosial ekonomi, dan terjadinya interaksi dengan wilayah lain. Menurut Imam Endes (2007) menyatakan bahwa perkembangan fisik ruang kota sangat dipengaruhi oleh urbanisasi. Perkembangan urbanisasi di Indonesia dapat diamati dari 3 (tiga) aspek : pertama, jumlah penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan (kini mencapai 120 juta dari total 230 juta jiwa); kedua, sebaran penduduk yang tidak merata (hampir 70% di Jawa dengan 125 juta jiwa dan di Sumatera dengan 45 juta jiwa); serta, ketiga, laju urbanisasi yang tinggi pada kota-kota metropolitan, seperti: Jakarta, Surabaya, Medan, Palembang, dan Makassar (Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan, 2008).

Pembangunan di wilayah perkotaan mempunyai kecepatan yang mengagumkan dan perkembangan ini dijumpai pada semua sektor terutama sektor ekonomi. Hal ini menyebabkan kebutuhan akan fasilitas pendukung menjadi sangat penting. Upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana ini pada wilayah perkotaan menjadi kebutuhan dan akibat terbatasnya sumber daya lahan maka akan terjadi konversi lahan hijau untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Perubahan penggunaan lahan ini akan menyebabkan terjadinya degradasi kualitas lingkungan. Selain itu, perkembangan ini akan mengakibatkan pula keberadaan ruang terbuka hijau kota sebagai salah satu komponen ekosistem kota menjadi


(16)

kurang diperhatikan walaupun keberadaan ruang terbuka hijau kota diharapkan dapat menanggulangi masalah lingkungan di perkotaan. Salah satu akibat langsungnya adalah berkurangnya keragaman vegetasi yang juga berpengaruh pada kondisi lingkungan yang semakin buruk (Adinugroho, 2010).

Kota Medan merupakan salah satu kota metropolitan yang memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Data Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010 menyatakan luas wilayah kota Medan adalah 265,10 km2 dengan jumlah penduduk 2.097.610 jiwa dan memiliki kepadatan penduduk sebesar 7.913 jiwa/km2. Perkembangan kota Medan menjadi kota metropolitan dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor yang sangat pesat akan mengakibatkan penurunan kualitas udara yang disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor. Keadaan ini merupakan salah satu masalah yang perlu ditangani (BPS Kota Medan, 2013).

Kondisi lingkungan yang semakin buruk ini, dapat pula mempengaruhi pola tingkah laku dan kondisi kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, sehingga ruang terbuka hijau yang ada harus diperhatikan dan diperluas serta diintensifkan fungsinya. Keserasian dan keselarasan ruang terbuka hijau dengan laju pembangungan kota akan menunjang kelestarian makhluk hidup, khususnya manusia. Cerminan perkembangan pembangunan kota dapat terlihat pada pemandangan fisik kota yang mempunyai kecenderungan meminimalkan ruang terbuka hijau dan menghilangkan visualisasi alamnya. Lahan-lahan perkotaan banyak yang dialih fungsikan menjadi pemukiman, pertokoan, tempat industri dan lain-lain. Terganggunya kestabilan ekosistem perkotaan juga akan berdampak pada penurunan air tanah, intrusi alir laut, banjir/genangan, penurunan permukaan


(17)

tanah, abrasi pantai, pencemaran air seperti air minum berbau dan mengandung logam berat, pencemaran udara seperti meningkatnya kadar CO2, menipisnya lapisan ozon, pencemaran karbondioksida dan belerang serta pemandangan suasana yang gersang (Dahlan, 2004).

Salah satu bentuk hutan kota yang cukup efektif dalam mengurangi emisi karbon adalah adanya jalur hijau di sekitar jalan lalu lintas dalam kota. Tanaman yang ditanam di jalur hijau cukup baik dalam menyerap emisi karbon yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor dan industri yang letaknya didekat jalan. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan analisis potensi cadangan karbon pada beberapa jalur hijau jalan Arteri Sekunder Kota Medan bagian tengah.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menghitung nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 di berbagai jalur hijau jalan arteri sekunder Kota Medan.

2. Memetakan biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 di berbagai jalur hijau jalan arteri sekunder Kota Medan.

Manfaat Penelitian

1. Menambah informasi baru tentang simpanan karbon yang terdapat pada jalur hijau jalan arteri sekunder Kota Medan.

2. Sebagai acuan bagi pihak Dinas Pertamanan kota Medan untuk menanam jenis yang lebih baik dalam penyerapan karbon pada jalur hijau jalan arteri sekunder Kota Medan.

3. Sebagai informasi bagi dunia pendidikan, penelitian, dan lembaga terkait dan bahan referensi bagi penelitian di lokasi yang sama.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian dan Arti Penting Ruang Terbuka Hijau

RTH menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah area memanjang atau jalur atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka sebagai tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah atau sengaja ditanam. Menurut Chafid Fandeli ( 2004 ) RTH Kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan. RTH diklasifikasikan berdasarkan status kawasan bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya.

RTH bertujuan untuk menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air. Dilihat dari aspek planologis perkotaan RTH diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat. Keberadaan RTH memberikan keserasian lingkungan sebagai sarana lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah dan bersih (Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan, 2008).

Kondisi Ruang Terbuka Hijau

Pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan terjadinya pertumbuhan penduduk dan pemukiman yang cepat dan tidak terkendali di bagian kota. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan ruang meningkat untuk mengakomodasi kepentingannya. Semakin meningkatnya permintaan akan ruang khususnya untuk pemukiman dan lahan terbangun yang berdampak pada semakin merosotnya


(19)

kualitas lingkungan. Rencana Tata Ruang yang telah dibuat tidak mampu mencegah alih fungsi lahan di perkotaan sehingga keberadaan Ruang Terbuka Hijau semakin terancam dan kota semakin tidak nyaman untuk beraktivitas.

Arifin (2005) menyatakan bahwa kecenderungan terjadinya penurunan kuantitas ruang publik, terutama RTH pada 30 tahun terakhir sangat signifikan. Di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bandung, luasan RTH telah berkurang dari 35% pada awal tahun 1970-an menjadi 10% pada saat ini. Ruang terbuka hijau yang ada sebagian besar telah dikonversi menjadi infrastruktur perkotaan dan kawasan permukiman baru. Permasalahan utama keberadaan RTH adalah semakin berkurangnya RTH karena keterbatasan lahan dan ketidakkonsistenan dalam menerapkan tata ruang. Berkurangnya RTH disebabkan oleh konversi lahan yaitu beralih fungsinya RTH untuk peruntukan ruang yang lain. Selain itu, adanya ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan menurut Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan No. 13 Tahun 2011 merupakan sesuatu yang harus ada dalam tata ruang kota yang luasnya sekitar 30,58% dari luas wilayah kota.

Klasifikasi dan Penataan Ruang Terbuka Hijau

Kawasan yang merupakan daerah potensi untuk pengembangan ruang terbuka hijau adalah :

1. Penataan RTH Perumahan / Pemukiman

Penghijauan pada kawasan perumahan adalah penataan ruang terbuka hijau pada halaman/pekarangan rumah. Kawasan ini merupakan lahan milik perorangan maka dalam penetapan kriteria bentuk ruang terbuka hijau sepenuhnya tergantung pada pemiliknya. Namun demikian pemilihan tanaman sebaiknya disesuaikan


(20)

dengan lingkungan disekitarnya dan tipe RTH permukiman serta tidak mengganggu jaringan utilitas umum disekitarnya. Penataan tata hijau pada kompleks perumahan bertujuan untuk pengelolaan lingkungan pemukiman sehingga yang harus dibangun adalah ruang terbuka hijau tipe pemukiman. Jenis-jenis yang dapat ditanam pada tipe pemukiman ini adalah Nangka (Arthocarpus integra), Kenanga (Canangium odoratum), Sirsak (Annona muricata), Rambutan (Nephelium lappaceum), Asam Keranji (Ptecelubium dulce), dan lain-lain.

2. Penataan RTH Kawasan Bisnis dan Perdagangan

Penghijauan pada kawasan bisnis dan perdagangan mencakup usaha penataan areal parkir dan halaman dengan maksud memberikan batas terhadap suasana dan kegiatan yang ditimbulkan oleh lingkungan sekitar, memberikan kesan keteduhan dan keindahan serta memperkecil/mengurangi tingkat polusi. Jenis yang dapat ditanam dalam kawasan ini adalah Beringin (Ficus benjamina), Pinus (Pinus merkusii), Bambu Kuning (Bambusa vulgaris), dan Boungenvil (Boungainvillea spectabilis).

3. Penataan RTH Kawasan Industri

Pengembangan RTH kawasan industri dikonsentrasikan di zona tepi yang berarti daerah yang mempunyai kepadatan penduduk rendah. Pembangunan ruang terbuka hijau kawasan industri mempunyai fungsi sebagai penyerap dan penjerab polutan, tempat istirahat para pekerja dan tempat parkir kendaraan. Pengembangan RTH kawasan industri bukan hanya bermanfaat bagi pekerja/karyawan tetapi juga bermanfaat bagi penduduk yang bermukim disekitar kawasan industri tersebut. Pemilihan jenis tanaman dikawasan ini juga perlu diperhatikan, haruslah tanaman yang mampu menyerap polutan yang dihasilkan oleh aktivitas industri. Karena itu pemilihan tanaman pada kawasan industri nilai


(21)

keindahannnya bukan menjadi tujuan utama tetapi lebih berorientasi kepada pola penghijauan yang dapat memberi kesan kenyamanan.

4. Penataan RTH Taman Kota

Taman yang dimaksud disini adalah taman yang bersifat public facility dan tidak ada pungutan untuk menikmatinya. Taman yang bersifat dekoratif merupakan ruang terbuka yang tidak boleh dibanguni kecuali beberapa fasilitas penunjang. Penanaman tanaman ini didasarkan atas fungsi yang diembannya yaitu fungsi estetika, fungsi ekologis, dan fungsi sosial. Aspek manfaat merupakan prinsip utama sebuah taman kota. Kelegaan taman menjadi prioritas utama agar dapat bermanfaat bagi masyarakat banyak. Taman yang penataannya kurang teratur tidak akan dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga tak jarang ditemui taman-taman kota yang akhirnya terbengkalai karena tidak pernah digunakan oleh masyarakat. Adapun jenis-jenis tanaman yang cocok untuk taman kota ialah Palem Raja (Oerodoxa regia), Puspa (Schima wallichii), Flamboyan (Delonix regia) dan Cemara Angin (Casuarina mountana).

5. Penataan RTH Jaringan Jalan

Penataan RTH ini dilakukan berupa penghijauan sepanjang jalur jalan, baik merupakan jalur tepi kanan kiri jalan maupun jalur tengah (median). Fungsi unsur hijau disini adalah sebagai pengaman, pelindung, pemberi arah serta memberi pandangan visual pada pengemudi dan mengurangi pencemaran udara serta bunyi bising dari kendaraan bermotor. Yang harus diperhatikan dalam pengembangan RTH pada jaringan jalan ini adalah :

a. Jarak penanaman antar pohon dan hirarki jalan yang akan menentukan karakteristik pergerakan.


(22)

b. Penempatan pohon dan lampu harus diperhitungkan antara bentuk/ukuran tajuk pohon dengan atribut jalan.

c. Agar tidak terkesan monoton dan menghindari tajuk pohon saling bertemu maka pohon ditanam selang-seling .

d. Selain kriteria keamanan pada daerah tikungan jalan, diperhatikan pula kenampakan visual yang memberikan kesan estetika.

Ruang Terbuka Hijau Jaringan jalan terbagi atas : A. Jalur Hijau

Pengembangan RTH di jalur tepi jalan untuk memenuhi fungsi :

(i) Peneduh Tanaman yang akan dijadikan sebagai peneduh harus memiliki syarat percabangan tidak merunduk, struktur daunnya padat, sistem perakaran tidak muncul keatas permukaan tanah karena dapat merusak konstruksi jalan. Tanaman yang cocok untuk peneduh adalah Mahoni (Switenia macrophylla), Pohon Sapu Tangan (Amhersti nobilis), Tanjung (Mimusops elengii) dan lain-lain.

( ii ). Penyerap Polusi Udara Penyebab pencemaran udara terbesar adalah berasal dari mesin kendaraan bermotor. Bahan pencemar yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor tersebut diantaranya NO2, SO2, debu dan timbal (Pb). Debu dan timbal merupakan pencemar terbesar.

Syarat tanaman yang dapat digunakan sebagai penyerap polusi udara adalah memiliki ketahanan tinggi terhadap pengaruh udara, struktur daunnya padat dengan jarak tanam yang rapat. Jenis-jenis yang dapat ditanam sebagai penyerap polusi udara adalah Kerai Payung (Filicium decipiens), Kenari (Canarium commune), dan Mahoni (Switenia macrophylla). Pohon-pohon tersebut dapat mengurangi polusi udara 47 % sampai 69 %.


(23)

B. Jalur Tengah (Median)

Jalur tengah (median) sangat berpotensi menjadi taman yang berfungsi dekoratif jika perencanaan dan perancangannya dilakukan dengan baik. Pemeliharaan taman dan tanaman yang ditanaman juga harus memperhatikan kerapatan jenis sehingga terkadang saling tumpang tindih. Penggunaan jenis pohon yang bercabang pada jalur tengah (median) harus dihindari karena menimbulkan efek bayangan sehingga mengundang pejalan kaki untuk berjalan disekitar jalur tersebut. Pohon yang bercabang rendah dapat digunakan pada jalur tengah ini namun harus dilaksanakan pemangkasan secara rutin. Jenis pohon yang dapat dipergunakan pada jalur tengah ini adalah Glodokan Tiang (Polyathia longifolia Pendula).

6. Penataan RTH Kawasan Bantaran Sungai dan Kanal

Pembangunan RTH kawasan bantaran sungai dan kanal dilakukan dengan memilih jenis tanaman yang dapat mengikat struktur tanah sehingga dapat berfungsi sebagai zona penyangga dan konservasi. Kriteria umum pemilihan tanaman untuk kawasan ini adalah :

- Sistem perakaran tanaman mampu mengikat struktur tanah. - Tidak memerlukan perawatan yang intensif.

- Batang kuat dan elastis.

Jenis tanaman yang dapat dipilih adalah Akasia (Acacia auriculiformis), Angsana (Pterocarpus indicus) dan Ketapang (Terminalia catappa). Untuk daerah pinggiran kanal sangat dibutuhkan tanaman karena tanaman tersebut dapat menciptakan nilai estetika dan dapat menyekat bau yang berasal dari kanal itu sendiri (Tinambunan,2006).


(24)

Proporsi Ruang Terbuka Hijau Kota Medan

Menurut status kepemilikan Ruang Terbuka Hijau, Ruang Terbuka Hijau dapat dibagi menjadi :

1. Ruang Terbuka Hijau Publik

Ruang Terbuka Hijau Publik merupakan Ruang Terbuka Hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota, berlokasi pada lahan-lahan public atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah dan digunakan untuk kepentingan masyarakat, termasuk RTH Taman, Hutan Kota dan RTH Jalur Hijau. Proporsi RTH Publik paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota dan disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hirearki pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan pola ruang.

2. Ruang Terbuka Hijau Privat

Ruang Terbuka Hijau Privat merupakan Ruang Terbuka Hijau yang terdapat pada lahan-lahan privat. Proporsi RTH paling sedikit adalah 30% dari luas wilayah kota. Dimana 20% merupakan proporsi RTH public yang harus dipenuhi. Selebihnya diusahakan melalui RTH privat minimal 10% dari luas wiayah kota. Yang termasuk RTH Privat antara lain kebun atau halaman rumah/gedung milik mastarakat atau swasta yang ditanami tumbuhan atau lain sebagainya.

Proporsi RTH Publik murni Kota Medan yang terdata secara rinci adalah milik Dinas Pertamanan Kota Medan seluas 85,69ha. Dengan proporsi RTH Publik ditambah RTH Privat, maka proporsi minimal RTH Publik yang seharusnya yaitu 7.953 ha, baru mencapai lebih kurang 5343,3 ha dari 26.510 ha luas wilayah kota, sedangkan untuk RTH Privat yang sifatnya tertutup belum terdata sama sekali (Mayasari, 2009).


(25)

Biomassa dan Karbon Tersimpan

Biomassa adalah jumlah bahan organik yang diproduksi oleh tumbuhan per satuan unit area pada suatu saat. Biomassa bisa dinyatakan dalam ukuran berat seperti berat kering dalam satuan gram atau dalam kalori. Di permukaan bumi terdapat kurang lebih 90% biomassa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan serasah, hewan dan jasad renik. Biomassa merupakan tempat penyimpanan karbon. Namun pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan pengerusakan lahan hutan telah mengganggu proses penyimpanan karbon tersebut. Akibatnya karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas ke atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO2 dari udara melalui fotosintesis hutan berkuran selain akibat tersebut, intensitas efek rumah kaca akan ikut naik dan menyebabkan suhu permukaan bumi dan hal inilah yang menyebabkan pemanasan global.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak perubahan iklim adalah dengan cara meningkatkan penyerapan karbon dan menurunkan emisi karbon. Hal ini dapat dilakukan dengan mempertahankan cadangan karbon yang telah ada, meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman tanaman berkayu dan mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang dapat diperbahrui, dan menanam serta memelihara pohon (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Metode Pendugaan Karbon Tersimpan

Karbon Tersimpan adalah kandungan karbon yang tersimpan baik itu dipermukaan tanah sebagai biomassa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati maupun dalam tanah sebagai bahan organik tanah. Perubahan wujud karbon ini kemudian menjadi dasar untuk menghitung emisi, dimana sebagia besar unsur karbon yang terurai ke udara biasanya terkait dengan oksigen dan menjadi


(26)

karbondioksida. Total karbon tersimpan di atas permukaan tanah diperoleh dari biomassa total dikali 0,46 yaitu nilai rata-rata kandungan karbon dari biomassa vegetasi.

Adinugroho (2010) membagi dua kelompok metode pendugaan biomassa tanah, yaitu :

1. Metode Pemanenan

Terdiri dari pemanenan individu tanaman, metode pemanenan kuadrat dan metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar rata-rata.

2. Metode Pendugaan Tidak Langsung

Metode yang terdiri dari metode Alometrik dan metode Cropmeter. Banyak studi menggunakan model allometrik dalam pendugaan biomassa di atas permukan tanah karena pemanenan pohon bersifat merusak dan membutuhkan biaya besar. Nilai karbon tersimpan pada suatu RTH juga dapat dihitung dengan menggunakan aplikasi SIG. SIG adalah suatu sistem berbasis computer yang memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi geografis yaitu pemasukan data, manajemen data, manipulasi dan analisis data, serta keluaran akhir sebagai output. Hasil akhir dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi.

Teknologi penginderaan jarak jauh dengan pendekatan berbasis spasial dapat merekam dan menganalisis data spasial kondisi penyerapan CO2 oleh vegetasi. Sensor penginderaan jarak jauh mempunyai kemampuan dalam menangkap gelombang yang dipantulkan oleh vegetai dan non vegetasi serta mampu membedakan kualitas dan kuantitas vegetasi melalui pemanfaatan nilai indeks vegetasi. Nilai indeks vegetasi merupakan suatu nilai yang dihasilkan dari persamaan matematika dari beberapa band penginderaan jarak jauh yang


(27)

menghasilkan suatu indeks. Indeks vegetasi dirancang untuk memperjelas tampilan objek berklorofil. Nilai indeks vegetasi dapat memberikan informasi tentang persentase penutupan vegetasi, indeks tanaman hidup, biomassa tanaman, kapasitas fotosintesis dan estimasi penyerapan karbondioksida (As-syukur dan Adnyana, 2009).

Jalur Hijau (Green Belt)

Green belt atau jalur hijau adalah pemisah fisik daerah perkotaan dan pedesaan yang berupa zona bebas bangunan atau ruang terbuka hijau yang berada di sekeliling luas kawasan perkotaan atau daerah pusat aktivitas/kegiatan yang menimbulkan polusi. Sabuk hijau merupakan RTH yang berfungsi sebagai daerah penyangga dan untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan (batas kota, pemisah kawasan, dan lain lain) atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu, serta pengamanan dari faktor lingkungan sekitarnya.

Green belt unsur utamanya berupa vegetasi yang secara alamiah berfungsi sebagai pembersih atmosfir dengan menyerap polutan yang berupa gas dan partikel melalui daunnya. Vegetasi berfungsi sebagai filter hidup yang menurunkan tingkat polusi dengan mengabsorbsi, detoksifikasi, akumulasi dan atau mengatur metabolisme di udara sehingga kualitas udara dapat meningkat dengan pelepasan oksigen di udara Lebih lanjut bahwa polusi udara di daerah perkotaan dan daerah industri yang terserap dan terakumulasi oleh badan tanaman. Jika polusi tersebut beracun, maka akan mempengaruhi kesehatan tanaman tersebut. Level kesehatan tanaman ini terbagi menjadi spesies dengan tingkat kesensitifan terhadap polutan tinggi dan spesies tanaman dengan tingkat toleransi tinggi. Spesies tanaman dengan sensitifitas tinggi berguna untuk peringatan awal


(28)

indikasi adanya bahan pencemar di udara, sedangkan untuk spesies tanaman dengan tingkat toleransi tinggi akan mengurangi tingkat polusi di udara secara menyeluruh.

Hal ini menjelaskan bahwa green belt merupakan faktor pengontrol tingkat polusi. Kualitas hidup manusia ditentukan dari segala aspek kehidupan, salah satu aspek terpenting adalah kesehatan masyarakat. Kesehatan masyarakat perkotaan ditentukan oleh kondisi lingkungan yang bersih dan bebas pencemaran, baik pencemaran air, tanah, dan udara. Manfaat dari adanya tajuk vegetasi di green belt area adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat, jika dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk dari hutan kota. Disinilah peranan green belt untuk kesehatan masyarakat perkotaan, khususnya untuk atau sebagai pengendali pencemaran atau polusi udara. Selain kesehatan, masyarakat juga berhak dan memerlukan kehidupan sosial yang baik yang dapat terpenuhi dengan adanya green belt yang berfungsi sebagai tempat rekreasi bagi masyarakat perkotaan. Green belt merupakan unsur signifikan bagi suatu sistem perkotaan sebagai kontrol polusi dan menjaga kualitas hidup masyarakat perkotaan. Jika luasan green belt semakin besar maka kontrol polusi meningkat sehingga kualitas hidup masyarakat meningkat. Sedangkan penurunan luasan green belt menyebabkan polusi udara meningkat dan menurunkan kualitas hidup masyarakat perkotaan.

Green belt sebagai salah satu bentuk hutan kota memiliki fungsi menjaga kelangsungan hidup bumi, yakni sebagai media yang memiliki kemampuan mengurangi zat pencemar udara termasuk karbondioksida (CO2) yang melayang di udara dan penghasil oksigen (O2). Disamping itu hutan memiliki fungsi dan


(29)

peran sebagai penyerap panas sehingga dapat mendinginkan bumi dan hutan kota yang di dalamnya terdapat berbagai macam vegetasi pada saat berfotesitesis memerlukan sinar matahari dan karbondioksida (CO2) serta unsur-unsur lainnya sehingga dengan demikian keberadaan hutan kota dapat mengurangi konsentrasi CO2 di udara dan dapat menurunkan suhu. Kemampuan vegetasi untuk menyerap atau menangkap zat-zat pencemar yang terdapat di udara dipengaruhi oleh jenis, umur, lebar dan karakteristik daun vegetasi tersebut. Vegetasi menyerap zat pencemar di udara berupa gas buang melalui stomata dan akan mengikat butir-butir partikel di daun. Tingkat kepadatan dan keteduhan vegetasi pada hutan kota memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap keadaan suhu dan iklim mikro kota tersebut (Anggraeni, 2005).

Hasil-Hasil Penelitian yang Terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Ratnaningsih dan Suhesti (2010) di hutan kota Pekanbaru memberikan hasil bahwa potensi rata-rata biomassa, dengan menggunakan rumus Brown (1997) yang dimiliki hutan kota bentuk jalur hijau adalah 122,07Ton/Ha, sedangkan bentuk gerombol adalah 151,02 Ton/Ha. Perbedaan biomassa perhektarnya pada dua bentuk hutan kota disebabkan oleh tingkat kerapatan pohon perhektarnya. Perbedaan kandungan karbon disebabkan adanya perbedaan kerapatan, diameter, tinggi pohon, dan faktor lingkungan dimana semua faktor ini berkorelasi positif dengan potensi karbon tegakan per hektar.

Berdasarkan hasil penelitian BPKH Wilayah XI Jawa-Madura yang bekerja sama dengan Forest Governance and Multistakeholder Forestry Programme (MFP II) tahun 2009 diperoleh kesimpulan bahwa perkalian antara diameter batang setinggi dada kuadrat dan tinggi total pohon (D2.H) merupakan


(30)

prediktor yang sangat baik untuk menaksir kandungan biomassa di atas permukaan tanah, terutama untuk jenis-jenis pohon yang tumbuh di hutan rakyat. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2) yang masih di atas 84% variasi kandungan biomassa pohon yang dapat diteliti dapat dijelaskan oleh variabel diameter batang setinggi dada dan tinggi total pohon.

Hasil penelitian Combalicer et al (2011) pada penghitungan karbon di Filiphina memperoleh hasil bahwa dari ketiga jenis tanaman yang dihitung biomassa total permukaanya, yaitu jenis Acacia mangium, Acacia auriculiformis, dan Pterocarpus indicus, nilai biomassa dan karbonnya lebih tinggi pada tegakan umur 20 tahun daripada tegakan berumur 10 tahun. Nilai biomassa dan karbon pada tegakan berumur 10 tahun adalah 91,80 Ton/Ha dan 42,10 Ton/Ha.


(31)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis

Kota Medan merupakan ibu kota Provinsi Sumatera Utara yang memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Kota Medan terletak antara 3030’-3043’ Lintang Utara dan 98035’-98044’ Bujur Timur. Topografi Kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 3,75 meter di atas permukaan laut. Secara geografis Kota Medan didukung oleh daerah–daerah yang kaya akan sumber daya alam, seperti Kabupaten Deli Serdang, Dairi, Karo, Tapanuli Utara, Simalungun, Mandailing Natal, Binjai dan lain-lain.

Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota atau negara maju seperti Pulau Penang, Malaysia, Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa barang/jasa yang relatif besar (Pemko Medan, 2013).

Iklim

Kota Medan beriklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata 2.000-2.500 mm per tahun. Suhu udara kota Medan menurut stasiun Sampali pada tahun 2010 berkisar antara 32,300C-33,900C dan suhu maksimum berkisar antara 32,720C-34,470C. Kelembapan udara di wilayah kota Medan rata-rata 74,67-80 % dan kecepatan angin rata-rata sebesar 1,81 m/detik, sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 123,89 mm. Hari hujan di kota Medan pada tahun 2012 rata-rata per bulan 15,25 hari dengan curah hujan rata-rata perbulannya 133,75 mm (BPS Kota Medan, 2013).


(32)

Letak Administratif

Secara administrasi Kota Medan dibagi atas 21 kecamatan yang mencakup 151 kelurahan dengan luas daerah sekitar 265,10 km2. Posisi Kota Medan ada di bagian Utara Provinsi Sumatera Utara dengan topografi miring ke arah Utara dan berada pada ketinggian 2,5-37,5 meter di atas permukaan laut. Secara administrasi wilayah Kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utaranya berbatasan dengan Selat Malaka.

Tabel 1. Luas wilayah Kota Medan menurut kecamatan 2006-2010 No Kecamatan Luas Area (Km2) Persentase

1. Medan Amplas 11,19 4,22

2. Medan Area 5,52 2,08

3. Medan Barat 5,33 2,01

4. Medan Baru 5,84 2,20

5. Medan Belawan 26,25 9,90

6. Medan Deli 20,84 7,86

7. Medan Denai 9,05 3,41

4,96

8. Medan Helvetia 13,16

9. Medan Johor 14,58 5,50

10. Medan Kota 5,27 1,99

11. Medan Labuhan 36,67 13,83

12. Medan Maimun 2,98 1,12

13. Medan Marelan 23,82 8,99

14. Medan Perjuangan 4,09 1,54

15. Medan Petisah 6,82 2,57

16. Medan Polonia 9,01 3,40

17. 18. Medan Selayang Medan Sunggal 12,81 15,44 4,83 5,82

19. Medan Tembung 7,99 3,01

20. Medan Timur 7,76 2,93

21. Medan Tuntungan 20,68 7,80

Jumlah Total 265,10 100,00


(33)

Demografi

Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Medan berjumlah 2.109.339 jiwa. Penduduk Kota Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan. Bersama kawasan metropolitannya (Kota Binjai dan Kabupaten Deli Serdang) penduduk Kota Medan mencapai 4.144.583 jiwa. Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan jumlah penduduk tetap, sedangkan jumlah penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter. Dengan demikian Kota Medan merupakan kota dengan jumlah penduduk terbesar di Sumatera dan keempat di Indonesia (Pemko Medan, 2013).


(34)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada jalur hijau jalan arteri sekunder Kota Medan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember sampai dengan April 2015.


(35)

Tabel 2. Lokasi penelitian

No. Kecamatan Jalur Hijau Panjang

(m)

Lebar (m)

Luas (m2)

Luas (Ha)

1. Medan Barat Jl. Guru Patimpus 800 26 20800 2.08 2. Medan Barat Jl. Balai Kota 350 26 9100 0.91 3. Medan Sunggal Jl. Pinang Baris 3000 26 78000 7.8

4. Medan Timur Jl. Jawa 450 26 11700 1.17

5. Medan Timur Jl. Irian Barat 500 26 13000 1.3 6. Medan Timur Jl. Perintis

Kemerdekaan 1700 26 44200 4.42

7. Medan Perjuangan Jl. H.M. Yamin 1600 26 41600 4.16

8. Medan Kota Jl. Cirebon 310 26 8060 0.80

Total 8710 226.460 22,64

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Position System), PC (Personal Computer), software ArcView GIS 3.3, pita ukur, clinometers, penggaris, kamera digital, dan alat tulis.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta administrasi Kota Medan, data dari Dinas Pertamanan, data dari Badan Pusat Statistik Kota Medan, jalur hijau di jalan arteri sekunder dan data sekunder lainnya yang menunjang penelitian.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa metode yaitu metode purposive sampling dan metode non destructive sampling. Metode purposive sampling digunakan untuk menentukan lokasi penelitian sedangkan metode non destructive sampling digunakan dalam pendugaan biomassa tanaman pada jalur hijau dengan menggunakan model alometrik baik yang umum ataupun yang spesifik tanpa


(36)

melakukan penebangan pada pohon tersebut. Pada penelitian ini penghitungan biomassa dan simpanan karbon hanya dilakukan pada bagian atas tanah saja yaitu pada tegakan hidup. Pada penelitian ini tidak dilakukan penghitungan biomassa pada serasah, tumbuhan bawah ataupun tanaman mati. Sedangkan dalam pemetaan potensi simpanan karbon dan serapan CO2 digunakan metode overlay yaitu menumpangtindihkan peta administrasi Kota Medan dengan data yang diperoleh di lapangan.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini meliputi pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan, pengambilan sampel, perhitungan nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 pada tanaman di jalur hijau penelitian, pemetaan biomassa tanaman , simpanan karbon tanaman dan serapan CO2 tanaman serta menganalisis hasil yang diperoleh sesuai kebutuhan. Tahapan kegiatannya adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari lapangan. Data tersebut antara lain data jenis vegetasi, diameter tanaman , tinggi tanaman dan kemudian diambil titik koordinat dengan menggunakan GPS pada jalur hijau penelitian yang telah ditentukan.

b. Data Sekunder

Data sekunder yang dibutuhkan adalah data jumlah kecamatan di Kota Medan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Medan, data jalan arteri


(37)

sekunder Kota Medan yang diperoleh dari Dinas Bina Marga Kota Medan dan Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang RTRWK Kota Medan, luasan hutan kota dan jalur hijau dan jalan Kota Medan, serta data jenis tanaman yang sudah ada di jalur hijau penelitian yang diperoleh dari Dinas Pertamanan kota Medan, literatur tentang model alometrik pendugaan biomassa pohon dan palem-paleman serta data pendukung lainnya.

2. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan terhadap beberapa objek yaitu pengambilan sampel jalur hijau dan pengambilan sampel tanaman di jalur hijau

a. Jalur hijau

Dalam penentuan sampel jalur hijau yang harus dilakukan adalah:

1. Diketahui terlebih dahulu jumlah kecamatan yang ada di Kota Medan. 2. Ditentukan jalan yang memiliki jalur hijau pada jalan arteri sekunder Kota

Medan yang dijadikan sampel berdasarkan kriteria jalan arteri menurut Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011.

3. Setelah diketahui kecamatan dan jalan arteri sekunder maka dilakukan pengambilan sampel untuk jalur hijaunya yaitu 8 jalur hijau pada jalan arteri sekunder Kota Medan.

4. Penentuan luas jalur hijau dapat dilakukan dengan mengetahui panjang dan lebar jalan tersebut. Kemudian diukur jalur hijau yang ada di jalan tersebut.

5. Pada jalur hijau tepi biasanya panjangnya sama dengan panjang jalan dan lebarnya diukur dengan menggunakan pita ukur. Sedangkan pada jalur


(38)

hijau median diukur panjang dan lebarnya dengan menggunakan pita ukur karena ukurannya biasanya tidak sepanjang jalan.

b. Tanaman di jalur hijau

Dalam pengambilan data jenis tanaman yang dilakukan dengan metode sensus pada jalur yang ditetapkan, maka yang harus dilakukan adalah:

1. Kriteria utama dalam pengambilan data adalah dengan memilih jenis pohon dan palem-paleman. Jenis pohon dimulai dari tingkat pancang (berdiameter < 10 cm dan tinggi > 1,5 m) hingga tingkat pohon. Sedangkan untuk palem hanya yang berdiameter ≥ 20 cm yang diambil datanya.

2. Setelah ditentukan jalur yang diambil sebagai sampel penelitian maka diambil data tanaman pada jalur tersebut yaitu nama jenis tanaman, diameter tanaman dan dokumentasi tanaman.

3. Lalu dicatat dan dimasukkan dalam tally sheet yang disediakan.

4. Setelah diperoleh semua data yang diperlukan, lalu dihitung nilai komposisi jenis tanaman yang ditentukan dengan menghitung jenis pohon perindang persatuan luas dengan rumus:

Komposisi jenis tanaman (C): C = n/Nx100%

n = jumlah jenis pohon perindang persatuan luas dan N = jumlah pohon perindang persatuan luas (Setyowati, 2008).

5. Selanjutnya dihitung nilai kerapatan tanaman yang ditentukan dengan rumus: D (Kerapatan tanaman) = banyaknya pohon/luas lokasi (Setyowati,2008).

6. Setelah semua data diperoleh maka dilakukan penghitungan nilai biomassa tanaman berdasarkan rumus alometrik spesifik maupun umum.


(39)

3. Perhitungan nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2

Perhitungan nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 dilakukan secara bertahap yaitu dilakukan perhitungan nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 per jenis tanaman lalu kedua perhitungan nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 per jalur hijau. Tahapannya adalah sebagai berikut :

a. Perhitungan nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 per jenis tanaman.

1. Setelah diperoleh data jenis vegetasi dan diameter tanaman maka dicari nilai biomassa tiap jenis vegetasi tersebut menggunakan rumus alometrik spesifik maupun umum.

2. Model alometrik biomassa dari beberapa jenis vegetasi berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Model alometrik spesifik dan umum dari berbagai jenis tanaman

Jenis Tanaman Model Alometrik Sumber

Angsana

(Pterocarpus indicus)

Y = exp(-2,134+2,530.Ln(D)) Brown dalam Combalicer et al : 2011 Mahoni

(Switenia macrophylla)

Y = 0.048.D2,68 Adinugroho dan Sidiyasa, 2006

Palem-paleman B = exp(-2,134+2.530.Ln(D)) Brown dalam Combalicer et al : 2011 Umum(Pohon bercabang) BK = 0.11.p.D2,62 Ketterings dkk : 2001 Keterangan

Y,B,BK : Biomassa pohon (kg/ind) D : Diameter batang (cm) setinggi 1,3m P : Berat jenis kayu (gr/cm3) Exp : Inverse dari Ln (Bilangan Logaritma

Natural )

3. Setelah dimasukkan kedalam model alometrik yang sesuai maka diperoleh nilai biomassa per satu individu tanaman (Kg/Individu).


(40)

4. Selanjutnya individu untuk jenis yang sama ditotalkan nilai biomassanya sehingga diperoleh per satu jalur beberapa jenis tanaman yang memiliki satuan biomassa Kg/Luasan jalur.

5. Lalu nilai biomassa setiap jenis tanaman yang ada di satu jalur diubah satuannya dari Kg/Luasan jalur menjadi Ton/Ha.

6. Setelah itu ditotalkan nilai satu jenis tanaman dari seluruh jalur yang ada tanaman tersebut didalamnya sehingga diperoleh nilai biomassa per jenis tanaman dari seluruh jalur (Ton/Ha).

7. Setelah itu dicari nilai simpanan karbon (Ton/Ha) per jenis tanaman dengan menggunakan rumus :

Simpanan Karbon = 0,46 x Total Biomassa ( Hairiah dan Rahayu, 2007). 8. Kemudian dicari nilai serapan CO2 per jenis tanaman dengan

menggunakan rumus :

Nilai Serapan CO2 = Simpanan Karbon x Ar/Mr Co2, dimana Ar = Atom Relatif dan Mr = Molekul Relatif, atau setara dengan simpanan karbon x 3,67 ( Bismark dkk, 2008).

9. Hasilnya diperoleh nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 per jenis tanaman yang ada di jalur hijau penelitian.

b. Perhitungan nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 per jalur hijau

1. Setelah diperoleh nilai biomassa jenis tanaman (Kg/Luasan Jalur) yang terdapat pada satu jalur maka ditotalkan nilai biomassa dari jenis tanaman yang terdapat di satu jalur penelitian tersebut.


(41)

2. Diperoleh nilai biomassa total (Kg/Luasan Jalur) per jalur hijau penelitian. Lalu diubah satuannya menjadi (Ton/Ha).

3. Setelah itu nilai simpanan karbon (Ton/Ha) dan serapan CO2 (Ton/Ha) ditotalkan untuk per satu jalur hijau saja.

4. Diperoleh tabel hasil nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 untuk keseluruhan jalur penelitian dalam satuan (Ton/Ha).

4. Pembuatan peta biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2

Pembuatan peta potensi simpanan karbon pada jalur hijau Kota Medan dilakukan dengan menumpangtindihkan (overlay) peta administrasi Kota Medan dengan data yang diambil dengan menggunakan GPS. Proses pengolahan data titik koordinat di lapangan adalah sebagai berikut:

1. Pengambilan data di lapangan berupa data titik koordinat tiap tanaman yang diteliti pada jalur hijau dengan menggunakan GPS.

2. Setelah diperoleh data titik koordinat maka untuk proses pengolahan data tahap awal dilakukan dengan memasukkan data GPS ke PC dengan menggunakan sotware DNR Garmin.

3. Diubah file tersebut dengan menggunakan software DNR Garmin menjadi file berbentuk .shp yang kemudian dapat diolah dengan menggunakan software ArcView GIS 3.3.

4. Pada software ArcView GIS 3.3 diperoleh peta yang berupa titik koordinat tiap tanaman yang diteliti pada jalur hijau.

5. Setelah itu peta titik koordinat ditumpangtindihkan dengan peta administrasi Kota Medan. Hasil yang diperoleh adalah peta biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2.


(42)

Proses dalam pembuatan peta karbon tersimpan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Bagan alur pembuatan peta karbon tersimpan Data lapangan berupa titik koordinat tanaman pada jalur

hijau

DNR Garmin

*shp ArcView GIS 3.3

Peta sebaran tanaman pada jalur hijau

Overlay dengan peta administrasi kota Medan

Peta biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 pada jalur hijau jalan arteri sekunder


(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Tanaman di Jalur Hijau Jenis dan jumlah tanaman

Jalur hijau merupakan elemen yang sangat penting dalam menjaga unsur keseimbangan kota. Jalur hijau mengendalikan pertumbuhan pembangunan, mempertahankan daerah hijau yang unsur utamanya berupa vegetasi yang secara alamiah berfungsi menyerap polutan berupa gas dan partikel debu melalui daunnya. Kota Medan sebagai salah satu kota metropolitan yang memiliki aktivitas transportasi yang sangat tinggi merupakan salah satu alasan pentingnya peran jalur hijau di perkotaan. Sampel jalan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 sehingga diperoleh jalur arteri skunder pada beberapa kecamatan di Kota Medan dan diketahui bagaimana sebaran tanaman pada jalur tersebut.

Panjang dan lebar jalur hijau pada tiap jalan berbeda-beda ukurannya. Panjang jalan penelitian berkisar antara 0,31 km hingga 3 km. Sedangkan lebar jalan berkisar antara 20 m hingga 26 m. Pada jalur hijau, ukuran panjang jalur hijau tepi terhadap panjang jalan untuk penelitian dominan sama, akan tetapi ukuran jalur hijau median berbeda dengan panjang jalur penelitian. Sementara untuk lebar jalur hijau berkisar 1 m hingga 8 m baik pada tepi maupun pada median jalan. Berdasarkan data tersebut maka dapat diperoleh luas jalur penelitian. Sampel jalur yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.


(44)

No. Kecamatan Jalur Hijau Posisi Panjang (m) Lebar (m) Luas (m2) Luas (Ha)

1. Medan Barat Jl. Guru Patimpus Tepi Median 800 789 4 1

3.989 0,39 2. Medan Barat Jl. Balai Kota Tepi 350 8 2.800 0,28 3. Medan Sunggal Jl. Pinang

Baris Tepi Median 3000 2987 4 2

17.974 1,79 4. Medan Timur Jl. Jawa Tepi 450 4 1.800 0,18 5. Medan Timur Jl. Irian Barat Tepi 500 4 2.000 0,2 6. Medan Timur Jl. Perintis

Kemerdekaan

Tepi 1700 4 6.800 0,68 7. Medan

Perjuangan

Jl. H.M. Yamin

Tepi 1600 4 6.400 0,64 8. Medan Kota Jl. Cirebon Tepi 310 4 1.240 0,12

Total 43.003 4,3

Lebar jalur pada tepi merupakan hasil penjumlahan lebar jalur kanan dan jalur kiri yang biasanya sama lebarnya sehingga untuk memperoleh lebar jalur masing-masing hanya tinggal dibagi dua saja. Akan tetapi untuk lebar median berbeda dengan lebar tepi sehingga perlu dilakukan pengukuran.

Berdasarkan data dari Dinas Bina Marga Kota Medan maka dapat diketahui luas jalan yang ada di kota Medan adalah 4.388,16 Ha. Luas tersebut hanya memperhitungkan jalan dengan mengabaikan perhitungan jalan gang dan lorong. Luas ini diperoleh dengan mengalikan total panjang jalan dan lebar rata – rata jalan. Total panjang dan lebar rata – rata jalan adalah 1.567.200.06 m dan 28 m. Sedangkan luas sampel jalan adalah 22,64 Ha. Sehingga intensitas sampling yang diperoleh untuk penelitian ini terhadap jalan adalah 0,51%.

Luasan jalur hijau di kota Medan berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan Dinas Pertamanan Kota Medan, Perda Kota medan No. 13 Tahun 2011 tentang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031, dan software Google Earth maka diperoleh luasan jalur hijau terutama pada jalan


(45)

arteri dan kolektor adalah 235,04 Ha. Sedangkan luas jalur penelitian sebesar 4,3 Ha, sehingga intensitas samplingnya untuk penelitian adalah sebesar 1,83%.

Berdasarkan hasil di atas, maka dapat diketahui persentase luas jalur hijau jalan dibandingkan dengan luas jalan yang ada di kota Medan yaitu 5,35%. Hal tersebut menunjukkan bahwa ruang terbuka hijau masih bisa di kembangkan lagi potensinya dengan memanfaatkan luas garis sempadan bangunan. Garis sempadan bangunan merupakan garis batas luar pengaman yang ditetapkan dalam mendirikan bangunan dan atau pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi luar kepala jembatan, tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi situ yang tidak diperbolehkannya untuk mendirikan bangunan. Dengan lebar GSB yang cukup besar maka akan semakin tinggi potensi pengembangan jalur untuk di tanami tanaman.

Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa jalur hijau terluas terdapat pada Jalan Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal dengan luas 1,79 Ha. Sedangkan luas jalur hijau terkecil terdapat pada jalan Cirebon dengan luas 0,12 Ha.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 8 jalur hijau dari berbagai jalan arteri sekunder Kota Medan bagian tengah , maka dapat diketahui jenis apa saja tanaman yang ditanami oleh Dinas Pertamanan Kota Medan sebagai salah satu upaya dalam menyerap emisi dan polusi dari kendaraan bermotor. Jenis tanaman yang dijadikan sampel adalah jenis tanaman pohon dan palem-paleman. Terdapat 10 jenis tanaman yang terdapat pada sampel jalur hijau penelitian. Jenis yang ditanam merupakan jenis yang memiliki daya tumbuh yang cepat, memiliki nilai keindahan bagi pengendara serta yang memberi rasa aman dan nyaman pada


(46)

pengendara maupun pejalan kaki dan pohon yang berdiri kokoh. Jenis tanaman yang terdapat pada sampel jalur penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis tanaman yang diperoleh pada jalur hijau penelitian di Kota Medan

No Jenis

(Nama Lokal)

Nama Latin Famili Jumlah

Total

Persentase (%)

1. Angsana Pterocarpus indicus Fabaceae 361 34,87 2. Cemara Kipas Thuja occidentalis Casuarinaceae 11 1, 07

3. Karet Ficus elastic Moraceae 3 0,29

4. Kerai Payung Filicium decipiens Sapindaceae 7 0,68 5. Mahoni Switenia macrophylla Meliaceae 255 24,64 6. Mangga** Mangifera indica Anacardiaceae 2 0,19 7. Glodokan Polyathia longifolia Annonaceae 6 0,58

8. Mindi Melia azedarach Meliaceae 7 0,68

9. Palem Raja* Oreodoxa regia Arecaceae 380 36,71

10. Trembesi Samanea saman Fabaceae 4 0,39

Total 1.035 100,00

Keterangan:* jenis dengan jumlah terbanyak **jenis dengan jumlah terkecil

Berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai sampel jalur hijau pada jalan arteri sekunder Kota Medan, diketahui bahwa jenis pohon palem raja (Oreodoxa regia) memiliki total jumlah individu terbanyak yang ditanam yaitu sebanyak 380 individu atau sekitar 36,71% dari total individu yang terdapat pada jalur hijau penelitian. Jenis kedua yang terbanyak ditanami adalah jenis Angsana (Pterocarpus indicus) sebanyak 361 individu atau sekitar 34,87% dan jenis ketiga yang terbanyak ditanami adalah jenis Mahoni (Switenia macrophylla) yaitu sebanyak 255 individu atau sekitar 24,64%. Sedangkan untuk jenis yang paling sedikit ditanami adalah mangga (Mangifera indica) berjumlah 2 individu atau sekitar 0,19% dan karet (Ficus elastica) dengan jumlah total 3 individu atau sekitar 0,29%.

Palem raja (Oreodoxa regia), Angsana (Pterocarpus indicus), dan Mahoni (Switenia macrophylla) merupakan jenis yang paling banyak ditanam pada jalur


(47)

hijau penelitian. Hal ini dikarenakan ketiga pohon ini pohon yang cocok untuk ditanam dan memiliki banyak manfaat pada jalur hijau. Seperti pohon Mahoni (Switenia macrophylla), pohon ini cocok dijadikan sebagai pohon peneduh jalan karena mampu tumbuh hingga puluhan tahun, tidak mudah terkena hama penyakit, tidak mudah tumbang dengan struktur kayu yang kuat, tumbuh lurus ke atas dengan tajuk tinggi di atas batas ketinggian kendaraan. Menurut Dahlan (2007), mahoni (Switenia macrophylla) memiliki daya serap yang cukup tinggi yaitu 295,73 kg CO2/pohon/tahun.

Begitu juga dengan pohon Angsana (Pterocarpus indicus) yang merupakan salah satu jenis yang cepat tumbuh, sebagai penyerap polusi yang baik, berfungsi juga sebagai peneduh dan pemecah angin. Palem raja (Oreodoxa regia) sebagai jenis yang paling banyak ditanam memiliki fungsi sebagai pengarah pandang pada jalan. Terlebih dengan jenis pohon yang tumbuh tegak lurus ke atas tanpa memiliki ranting, sehingga aman bagi kendaraan bermotor yang tinggi serta jenis yang tidak mudah tumbang.

Jenis yang ditanam di jalur hijau Kota Medan termasuk ke dalam jenis yang memiliki kriteria tanaman tepi jalan dan kriteria tanaman daerah tikungan atau persimpangan menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (1996). Jenis tanaman di Kota Medan memiliki fungsi sebagai pohon peneduh, penyerap polusi udara, penyerap kebisingan, pemecah angin, pembatas pandang, pengarah pandangan dan pembentuk pandangan. Jenis tanaman yang memiliki fungsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.


(48)

Fungsi tanaman menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (1996)

Jenis Tanaman pada jalur hijau Kota Medan

Tepi Jalan

1. Peneduh Kerai Payung (Filicium decipiens)

Tanjung (Mimuspos elengi)

Angsana (Pterocarpus indicus)

2. Penyerap Polusi Udara Angsana (Pterocarpus indicus)

Akasia ( Accacia mangium)

3. Penyerap Kebisingan Kerai Payung (Filicium decipiens)

Tanjung (Mimuspos elengi) 4. Pemecah Angin

5. Pembatas Pandang

Cemara (Casuarina eq uisetifolia) Angsana (Pterocarpus indicus)

Kerai Payung (Filicium decipiens)

Bambu (Bambusa sp)

Cemara (Casuarina eq uisetifolia)

Median

1. Penahan Silau Kendaraan Bougenvil (Bougenville sp)

Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis)

Nusa indah (Mussaenda sp)

Tikungan/Persimpangan

1. Pengarah Pandang Cemara (Casuarina eq uisetifolia)

Mahoni (Switenia mahagoni)

Palem Raja (Oreodoxa regia)

2. Pembentuk Pandangan Cemara (Casuarina eq uisetifolia)

Palem Raja (Oreodoxa regia)

Bambu (Bambusa sp)

Glodokan (Polyalthea longifolia)

Pada dasarnya tanaman yang ditanam di jalur hijau memiliki persyaratan tertentu sehingga tidak sembarangan dalam menanam tanaman di jalur hijau baik pada tepi jalan, median maupun tikungan. Persyaratan utama dalam memilih jenis tanaman lansekap jalan yaitu perakaran tidak merusak konstruksi jalan, mudah dalam perawatan, batang atau percabangan tidak mudah patah, daun tidak mudah rontok dan juga mempertimbangkan faktor keamanan, keselamatan dan kenyamanan pengendara maupun pengguna jalan (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Tanaman jalan sebaiknya tahan terhadap hembusan angin lemah sampai sedang, ukuran buah tidak besar, teduh, serasah sedikit, tidak terlalu gelap, mampu menyerap polusi dan emisi kendaraan bermotor serta debu dan memiliki nilai estetika (Dahlan, 2004).


(49)

Hasil yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa terdapat jalur hijau yang memiliki tanaman pada tepi dan median jalan. Tetapi ada juga jalan yang hanya memiliki tanaman pada tepi jalan saja. Pada jalur hijau median jalan berfungsi sebagai pengarah jalan, pembentuk pandangan dan penahan silau lampu kendaraan. Sedangkan pada tepi jalan, tanaman berfungsi sebagai penyerap polusi, peneduh, peredam kebisingan dan pemecah angin.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa terdapat 8 jenis famili tanaman yang ditanam pada jalur hijau penelitian yaitu famili Fabaceae, Casuarinaceae, Moraceae, Sapindaceae, Meliaceae, Anacardiaceae, Annonaceae, dan Arecaceae. Famili Fabaceae dan famili Meliaceae masing–masing memiliki 2 jenis tanaman yang di tanam pada jalur hijau penelitian. Sisanya Casuarinaceae, Moraceae, Sapindaceae, Anacardiacea, Annonaceae dan Aracaceae masing-masing hanya memiliki 1 jenis tanaman pada jalur hijau penelitian. Sehingga total ada 8 jenis famili tanaman yang berbeda karakteristiknya. Distribusi penyebaran famili jenis tanaman yang ditanam pada jalur hijau penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.


(50)

Gambar 3. Diagram distibusi famili jenis tanaman pada jalur hijau penelitian Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa 36,71% tanaman yang terdapat pada jalur hijau penelitian berasal dari famili Arecaceae dan 35,26% dari famili Fabaceae. Jenis tanaman yang berasal dari kedua famili dominan tersebut adalah jenis tanaman angsana (Pterocarpus indicus), palem raja (Oreodoxa equisetifolia) dan trembesi (Samanea saman). Sebanyak 25,32% jenis tanaman berasal dari famili Meliaceae. Jenis tanaman yang berasal dari famili ini adalah Mahoni (Switenia macrophylla). Sedangkan jenis tanaman yang lain hanya menempati angka 0,19% sampai 1,07% untuk 5 jenis famili lainnya. Tanaman yang berasal dari famili tersebut adalah tanaman mangga (Mangifera indica), karet (Ficus elastica), Glodokan (Polyathia longifolia), mindi (Melia azedarach), cemara kipas (Thuja occidentalis), dan kerai payung (Filicium decipiens).

Jenis dari famili Fabaceae dan Arecaceae merupakan jenis yang paling banyak ditanam dibandingkan dengan famili lainnya di kawasan perkotaan karena jenis ini memiliki banyak kelebihan seperti cepat tumbuh, indah dipandang, dan sebagai penyerap polusi dan debu yang baik.

35.26%

1.07% 0.29% 0.68% 25.32%

0.19% 0.58%

36.71%

Famili Jenis Tanaman Pada Jalur Hijau

Fabaceae Casuarinaceae Moreceae Sapindaceae Meliaceae Anacardiaceae Annonaceae Arecaceae


(51)

Sebaran diameter tanaman

Selain jenis tanaman beserta famili dan jumlah tanamannya, dapat diketahui juga diameter masing-masing individu tanaman. Diameter tanaman yang telah diukur tersebut kemudian diklasifikasikan berdasarkan Arief (2001) yaitu mulai dari tingkat pancang dengan diameter <10 cm tinggi 1,5 m, tingkat tiang dengan diameter lebih dari atau sama dengan 10 hingga 20 cm dan tingkat pohon dengan diameter lebih dari atau sama dengan 20 cm. Pada jalur hijau penelitian, sebaran diameter yang diperoleh berbeda-beda ukurannya. Ada yang sebaran diameternya didominasi oleh tingkat tiang ataupun pohon. Hasil perhitungan tanaman per jalur berdasarkan tingkat pertumbuhannya (diameter) dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah individu tanaman pada tiap jalur berdasarkan diameternya

No Kecamatan Jalur Hijau Jumlah Individu

Pancang (<10 cm) Tiang (10-19,9 cm) Pohon (≥20 cm)

1. Medan Barat Jl. Guru Patimpus - 66 26

2. Medan Barat Jl. Balai Kota - 27 31

3. Medan Sunggal Jl. Pinang Baris - 2 479

4. Medan Timur Jl. Jawa - 9 59

5. Medan Timur Jl. Irian Barat - 14 1

6. Medan Timur Jl. Perintis Kemerdekaan

- 26 118

7. Medan Perjuangan

Jl. H.M. Yamin - 16 127

8. Medan Kota Jl. Cirebon - 4

Total 164 841

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa dari 8 jalur yang diteliti keseluruhan jalur memiliki diameter di atas 10 cm atau merupakan jenis tanaman tiang dan pohon dan tidak adanya jenis tanaman pancang. Keseluruhan jalur di dominasi oleh jenis tanaman tiang dan pohon. Hal ini menandakan pada keseluruhan jalur tersebut merupakan jenis pohon yang sudah lama di tanam dan belum adanya tanaman baru yang ditanam oleh pihak Dinas Pertamanan Kota


(52)

Medan. Sedangkan pada jalur hijau jalan Cirebon hanya diperoleh 4 jenis tanaman tiang saja. Total jumlah tanaman dari seluruh jalur hijau penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat pohon, jumlah tanaman mencapai 841 individu tanaman atau 82,05% dari total keseluruhan tanaman yang diperoleh pada jalur hijau penelitian. Sedangkan pada tingkat tiang, jumlah tanaman mencapai 164 individu tanaman atau sekitar 17,95% dan tidak ada tanaman pada tingkat pancang.

Diameter merupakan parameter atau peubah yang mempengaruhi kandungan organik atau bahan hidup pohon yang merupakan fungsi dari umur pohon. Dimana umur pohon sangat mempengaruhi diameter pohon. Sehingga semakin besar umur suatu pohon maka akan semakin besar juga diameter suatu jenis tanaman. Pada jalur hijau penelitian lebih didominasi jenis tanaman tingkat pohon, sehingga semakin besar potensi cadangan karbon pada diameter tersebut.

Komposisi jenis dan kerapatan tanaman

Jenis tanaman, diameter tanaman dan jumlah tanaman telah diketahui pada tiap jalur penelitian. Sehingga berdasarkan data-data yang diperoleh, yang berupa jumlah jenis tanaman per jalur dan luas jalur, dapat diketahui bagaimana komposisi jenis tanaman dan kerapatan tanaman per jalur hijau di Kota Medan.

Data komposisi jenis digunakan untuk mengetahui jenis-jenis apa saja yang ada pada suatu jalur dengan luasan tertentu. Semakin banyak jenis tanaman di areal tersebut, maka komposisi jenis penyusun jalurnya pun akan semakin banyak juga. Sedangkan semakin sedikit jenis penyusun di areal tersebut, maka komposisi jenis penyusunnya juga akan semakin sedikit juga. Data kerapatan tanaman dibutuhkan untuk mengetahui tingkat kerapatan tanaman tanaman yang


(53)

satu dengan tanaman yang lainnya. Semakin banyak individu tanaman pada satu jalur maka semakin rapat tanaman pada jalur tersebut. Namun bila semakin sedikit jumlah individu tanaman pada luasan jalur tertentu maka akan semakin jarang tingkat kerapatan tanaman pada jalur hijau tersebut. Hasil perhitungan komposisi jenis dan kerapatan tanaman serta kategorinya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Komposisi jenis dan kerapatan serta kategorinya per jalur hijau

No Kecamatan Jalur Hijau Komposisi

Jenis (%)

Kategori Kerapatan

(ind/ha)

Kategori

1. Medan Barat Jl. Guru Patimpus

3,26 Sangat sedikit

230,57 Sangat rapat 2. Medan Barat Jl. Balai Kota 5,17 Sangat

sedikit

207,14 Sangat rapat 3. Medan

Sunggal

Jl. Pinang Baris

0,62 Sangat sedikit

268,15 Sangat rapat 4. Medan Timur Jl. Jawa 2,94 Sangat

sedikit

377,78 Sangat rapat 5. Medan Timur Jl. Irian Barat 6,67 Sangat

sedikit

75 Rapat

6. Medan Timur Jl. Perintis Kemerdekaan

4,16 Sangat sedikit

211,76 Sangat rapat 7. Medan

Perjuangan

Jl. H.M. Yamin 4,89 Sangat sedikit

223,43 Sangat rapat 8. Medan Kota Jl. Cirebon 25 Sedikit 32,25 Agak jarang

Rata-Rata 6,58 203.26

Komposisi jenis tanaman yang ada tiap jalur termasuk kategori sangat sedikit hingga sedikit yaitu rata-rata 6,58%. Sedangkan kerapatan tanaman per jalur termasuk kategori agak jarang sampai sangat rapat. Walaupun kategori sangat rapat merupakan kategori yang sangat mendominasi pada jalur hijau penelitian tersebut. Rata-rata kerapatan individu/ha adalah 203 ind/ha yang merupakan termasuk dalam kategori sangat rapat.

Komposisi jenis tanaman yang sangat sedikit maksudnya banyaknya jenis yang ditanam pada tiap jalur masih sangat sedikit sehingga tingkat keragamannya


(54)

juga sangat rendah. Apalagi dengan jumlah tanaman yang banyak namun jenis yang ditanam hanya beberapa jenis saja maka komposisinya akan sangat sedikit pada jalur tertentu.

Namun, pada jalur hijau jalan memang lebih baik dengan komposisi yang sangat sedikit supaya lebih teratur dan rapi, yang merupakan pengaruh dari aspek estetika dan tata kota. Pada penelitian ini jumlah jenis yang terbanyak terdapat pada jalur hijau jalan H.M.Yamin dengan 7 jenis namun dengan jumlah yang ratusan sehingga membuat nilai komposisinya menjadi sangat sedikit.

Kerapatan tanaman tiap jalur berbeda-beda sebab hal ini dipengaruhi oleh jumlah tanaman dan luas areal. Sekelompok pepohonan yang ditanam dengan kerapatan tinggi merupakan perlindungan karena dapat mengurangi suhu udara yang panas dan terik pada siang hari. Menurut Lakitan (2002) pada malam hari tanaman berfungsi sebagai penahan panas, sehingga suhu di bawah tajuknya menjadi lebih hangat dibandingkan suhu udara di atas permukaan tanah tanpa vegetasi atau tanah terbuka.

Pada jalur hijau penelitian, kerapatan tanaman berkisar antara agak jarang hingga sangat rapat. Jalur dengan tingkat kerapatan agak jarang terdapat pada jalur hijau jalan Cirebon Kecamatan Medan Kota dengan nilai 32,25 ind/ha. Jalur dengan tingkat kerapatan rapat terdapat pada jalur hijau jalan Irian Barat Kecamatan Medan Timur dengan nilai 75 ind/Ha. Pada kedua jalur ini jumlah tanaman yang ada sangat sedikit dibandingkan jalur lain dan jarak antar tanamannya sangat berjarak sehingga kerapatannya masih berkisar antara agak jarang dan rapat.


(55)

Sedangkan pada jalur hijau lainnya, kerapatan tanamannya termasuk kategori sangat rapat. Jalur hijau dengan tingkat kerapatan paling tinggi adalah pada jalur hijau jalan Jawa Kecamatan Medan Timur dengan nilai 377,78 ind/Ha. Banyaknya jalur dengan kategori sangat rapat dikarenakan beberapa hal, antara lain jalur tersebut memiliki luasan yang kecil namun dengan jumlah tanaman yang banyak sehingga kerapatan tanamannya sangat rapat. Selain itu ada juga jalur hijau yang memang luasannya besar dan kerapatan tanamannya termasuk dalam kategori sangat rapat. Contohnya pada jalur hijau jalan Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal yang memang jalur hijau ini memiliki tiga baris tanaman pada kedua tepi dan mediannya sehingga kerapatan tanamannya tergolong sangat rapat.

Berbagai jenis pohon menggambarkan nilai kerapatan pohon. Semakin tinggi kerapatan pohon maka akan dapat mengurangi energi radiasi matahari. Karena pohon menyerap panas dari sinar matahari. Sehingga akan memberikan udara sejuk di bawah tajuk pohon. Dan juga sebaliknya semakin rendah tingkat kerapatan pohon maka akan sedikit mengurangi energi radiasi matahari. Keberadaan pohon akan memberikan iklim mikro yang sejuk bagi masyarakat kota.

Biomassa, Simpanan Karbon dan Serapan CO2

Setiap jenis tanaman memiliki nilai biomassa, simpanan karbon, dan serapan CO2 yang berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pada penelitian ini dilakukan penghitungan biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 pada berbagai jalur hijau di jalan arteri sekunder Kota Medan bagian


(1)

Lampiran 5. Kriteria tanaman dengan fungsi serta persyaratannya berdasarkan

Direktorat Jenderal Bina Marga (1996

)

Fungsi Persyaratan Contoh Bentuk dan Jenis

Jalur Tepi

1. Peneduh -Ditempatkan pada jalur tanaman

( minimal 1,5 m)

- Percabangan 2 m di atas tanah.

- Bentuk percabangan batang

tidak merunduk. - Bermassa daun padat.

- Ditanam secara berbaris. Kerai Payung (Filicium decipiens) Tanjung

(Mimusops elengi) Angsana

(Pterocarpus indicus) 2. Penyerap Polusi Udara Terdiri dari pohon, perdu/

semak.

- Memiliki ketahanan tinggi terhadap pengaruh udara. - Jarak tanam rapat. - Bermassa daun padat.

-

Angsana

(Ptherocarphus indicus)

- Akasia daun besar (Accasia mangium)

- Oleander (Nerium oleander)

- Bogenvil (Bougenvilleasp) - Teh-tehan pangkas (Acalypha sp)

3. Penyerap Kebisingan - Terdiri dari pohon, perdu /semak.

- Membentuk massa. - Bermassa daun rapat. - Berbagai bentuk tajuk

.

- Tanjung (Mimusops elengi)

- Kiara payung (Filicium decipiens) - Teh-tehan pangkas (Acalypha sp)

- Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis)


(2)

(Nerium oleander)

4. Pemecah Angin - Tanaman tinggi, Perdu / semak. - Bermassa daun padat - Ditanam berbaris atau membentuk massa. - Jarak tanam rapat <3m.

- Cemara

(Cassuarina-equisetifolia). - Angsana

(Ptherocarphus indicus) - Tanjung

(Mimusops elengi) - Kerai Payung (Filicium decipiens)

- Kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis)

5. Pembatas Pandang - Tanaman tinggi, perdu/semak

- Bermassa daun padat - Ditanam berbaris atau membentuk massa - Jarak tanam rapat

- Bambu (Bambusa sp) - Cemara

(Cassuarina equisetifolia) - Kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis) - Oleander

(Nerium oleander) Pada Median

6. Penahan silau lampu kendaraan

- Tanaman perdu/semak - Ditanam rapat. - ketinggian 1,5 m - Bermassa daun padat

- Bogenvil (Bogenvillea sp) - Kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis) - Oleander

(Netrium oleander) - Nusa Indah (Mussaenda sp

)


(3)

Pada Tikungan

1. Pengarah Pandang - Tanaman perdu atau pohon ketinggian > 2 m. - Ditanam secara massal atau berbaris.

- Jarak tanam rapat. - Untuk tanaman perdu/semak digunakan tanaman yang memiliki warna daun hijau muda agar dapat dilihat pada malam hari.

Pohon : - Cemara (Cassuarina equisetifolia) - Mahoni

(Switenia mahagoni) - Hujan Mas (Cassia glauca) - Kembang Merak (Caesalphinia pulcherima) - Kol Banda (pisonia alba)

2. Pembentuk Pandangan - Tanaman Tinggi > 3m. - Membentuk massa. - Pada bagian tertentu dibuat terbuka - Diutamakan tajuk Conical & Columnar

- Cemara

(Cassuarina equisetifolia) - Glodokan Tiang (Polyalthea Sp) - Bambu (Bambusa sp) -Gldokan


(4)

Lampiran 6. Contoh perhitungan nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan

CO

2

a.

Model alometrik spesifik

Diketahui:

Jenis Tanaman Diameter

(cm)

Biomassa (Kg/individu) Angsana (Pterocarpus indicus) 38 1.175,082 Angsana (Pterocarpus indicus) 86 9.278,903 Angsana (Pterocarpus indicus) 56 3.134,233 Angsana (Pterocarpus indicus) 54 2.858,721 Angsana (Pterocarpus indicus) 76 6.786,939 Total 23.233,88

Masukkan ke rumus:

Y = exp(-2,134 + 2,530 Ln(D))

Biomassa = exp(-2,134 + 2,530 Ln(38))

= 1.175,082 kg/individu

Jenis yang sama dalam satu jalur, nilai biomassanya ditotalkan sehingga diperoleh

total biomassanya adalah 23.233,88 kg biomassa/luasan jalur.

Diubah satuannya menjadi ton/luas jalur dengan mengalikan 10

-3

diperoleh hasil

23,23388 ton/luas jalur

Luas jalur = 1,24 Ha

Maka diubah nilainya menjadi 23,23388 ton/1,24 Ha sehingga menjadi 18,737

Ton/Ha

Kemudian dimasukkan ke dalam rumus simpanan karbon

Simpanan karbon = 0,46 x Total Biomassa

= 0,46 x 18,737 Ton/Ha

= 8,61902 Ton/Ha

Kemudian dimasukkan ke dalam rumus serapan CO

2

Serapan CO

2

= Simpanan Karbon x Ar/Mr CO

2

atau setara 3,67

= 8,61902 Ton/Ha x 3,67

= 31,632 Ton/Ha

Maka, diperoleh nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO

2

satu jenis

tanaman per jalur hijau penelitian.


(5)

b.

Model alometrik umum

Diketahui:

Jenis Tanaman Diameter

(cm)

Biomassa (Kg/individu) Mangga (Mangifera indica) 27,39 430,43 Mangga (Mangifera indica) 26,43 392,19 Mangga (Mangifera indica) 30,57 574,20 Mangga (Mangifera indica) 29,94 543,38 Mangga (Mangifera indica)

Mangga (Mangifera indica)

Mangga (Mangifera indica)

Mangga (Mangifera indica)

Mangga (Mangifera indica)

32,48 28,34 26,43 16,56 21,34

673,05 470,88 392,19 115,20 223,78 Total 3.815,30

Masukkan ke rumus biomassa:

BK = 0,11*p*D

2,62

Biomassa = 0,11*p*0,67*27,39

2,62

= 430,43 kg/individu

Jenis yang sama dalam satu jalur, nilai biomassanya ditotalkan sehingga diperoleh

total biomassanya adalah 3.815,30 kg biomassa/luasan jalur.

Diubah satuannya menjadi ton/luas jalur dengan mengalikan 10

-3

diperoleh hasil

3,8153 ton/luas jalur

Luas jalur = 1,53 Ha

Maka diubah nilainya menjadi 3,8153 ton/1,53 Ha sehingga menjadi 2,493

Ton/Ha

Kemudian dimasukkan ke dalam rumus simpanan karbon

Simpanan karbon = 0,46 x Total Biomassa

= 0,46 x 2,493 Ton/Ha

= 1,146 Ton/Ha

Kemudian dimasukkan ke dalam rumus serapan CO

2

Serapan CO

2

= Simpanan Karbon x Ar/Mr CO

2

atau setara 3,67

= 1,146 Ton/Ha x 3,67

= 4,205 Ton/Ha

Maka, diperoleh nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO

2

satu jenis

tanaman per jalur hijau penelitian.


(6)

Lampiran 7. Kriteria indeks nilai komposisi jenis dan kerapatan vegetasi

No. Indeks Komposisi Vegetasi Kategori

1. < 20,0 % Sangat Sedikit 2. 20,0 - < 40,0 % Sedikit 3. 40,0 - < 60,0 % Sedang 4. 60,0 - < 80,0 % Banyak

5. > 80,0 % Sangat Banyak

No. Indeks Kerapatan Vegetasi Kategori

1. ≥ 86,0 Sangat Rapat

2. 72,0 - < 86,0 Rapat 3. 57,0 - < 72,0 Agak Rapat 4. 43,0 - < 57,0 Sedang 5. 29,0 - < 43,0 Agak Jarang 6. 14,0 - < 29,0 Jarang

7. < 14,0 Sangat Jarang

Sumber : Setyowati (2010)

Lampiran 8. Sampel Jalan penelitian yang terpilih berdasarkan jalan arteri

sekunder

Kota Medan

No. Kecamatan Jalur Hijau Panjang

(m)

Lebar (m)

Luas (m2)

Luas (Ha)

1. Medan Barat Jl. Guru Patimpus 800 26 20800 2.08

2. Medan Barat Jl. Balai Kota 350 26 9100 0.91

3. Medan Sunggal Jl. Pinang Baris 3000 26 78000 7.8

4. Medan Timur Jl. Jawa 450 26 11700 1.17

5. Medan Timur Jl. Irian Barat 500 26 13000 1.3

6. Medan Timur Jl. Perintis

Kemerdekaan 1700 26 44200 4.42

7. Medan Perjuangan Jl. H.M. Yamin 1600 26 41600 4.16

8. Medan Kota Jl. Cirebon 310 26 8060 0.80