Addition of magnesium in excess produce silicon of pure rice husk as semiconductor materials

PENAMBAHAN MAGNESIUM BERLEBIH DALAM
MENGHASILKAN SILIKON MURNI DARI SEKAM
PADI SEBAGAI BAHAN SEMIKONDUKTOR

OTTO MUZIKARNO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

2

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penambahan Magnesium
Berlebih dalam Menghasilkan Silikon Murni dari Sekam Padi sebagai Bahan
Semikonduktor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013

Otto Muzikarno
NRP G751110091

RINGKASAN
OTTO MUZIKARNO. Penambahan Magnesium Berlebih dalam Menghasilkan
Silikon Murni dari Sekam Padi sebagai Bahan Semikonduktor. Dibimbing oleh
IRZAMAN dan ETI ROHAETI.
Padi adalah salah satu tanaman budidaya yang terpenting dalam peradaban
manusia. Padi juga merupakan salah satu sumber karbohidrat utama mayoritas
penduduk di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS 2012), memperkirakan pada
tahun 2012 produksi padi mencapai 68.59 juta ton atau naik sebesar 2.84 juta ton
(4.13%) dibandingkan tahun 2011. Melihat hal ini, maka akan muncul limbah
pertanian berupa sekam padi. Sebagian besar limbah yang dihasilkan dari proses
pengolahan beras selama ini hanya dibakar atau dibuang begitu saja (Azadi et al
2010). Pemanfaatan tungku sekam padi yang dikembangkan oleh IPB sejak tahun

2007, menghasilkan limbah lain berupa limbah arang sekam padi (Irzaman et al
2007). Arang sekam padi diketahui mengandung silikon dioksida sebesar 95.14%
(Suparman et al 2010) dan memiliki potensi untuk menghasilkan silikon murni
dengan kadar 40.78% (Hikmawati 2010) dan 42.29% (Ahmad L 2012).
Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa karakteristik silikon bubuk yang
diperoleh dari arang sekam padi dengan menggunakan metode reduksi kimia,
yaitu mereduksi silikon dioksida menggunakan magnesium (Mg) bubuk dengan
menvariasikan perbandingan jumlah silikon dioksida dengan magnesium serta
pencuciannya dengan menggunakan larutan HCl dalam pemurnian. Silikon
dioksida dan silikon yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan X-Ray
Difraction (XRD), Scanning Electron Microscope-Energy Distersive X-Ray
(SEM-EDX), LCR meter dan I-V meter.
Pembuatan silikon melalui 3 (tiga) tahapan, pembuatan arang sekam, silikon
dioksida dan silikon. Pembuatan arang sekam melalui beberapa tahap. Mula-mula
sekam padi dikeringkan dengan bantuan sinar matahari dengan tujuan
mempercepat proses pembakaran. Kemudian sekam padi ditimbang sebesar 5000
gram (5 kg), dimasukan ke dalam tungku sekam dan dilanjutkan dengan proses
pembakaran, kemudian arang sekam padi ditimbang. Pada proses ini dihasilkan
arang sekam padi sebesar 1440 gram (1.44 kg).
Arang sekam padi sebanyak 40 gram dimasukkan ke dalam cawan porselin

dan dibakar dalam tanur dengan suhu mula-mula 400 oC selama 2 jam, pemanasan
berikutnya dengan suhu 1000 oC selama 1 jam dengan pengaturan laju kenaikan
suhu sebesar 1 oC/menit dan 5 oC/menit. Setelah pembakaran lalu abu yang
diperoleh ditimbang, kemudian abu sekam padi dicuci dengan menggunakan asam
klorida (HCl) 3% teknis dimana 12 mL HCl 3% teknis untuk 1 gram abu sekam
padi, kemudian dipanaskan di atas hotplate dengan pengaturan suhu 200 oC dan
diaduk dengan magnetic stirrer pada kecepatan 240 rpm selama 2 jam.
Selanjutnya dicuci menggunakan akuades panas (suhu sekitar 90-100 oC)
berulang-ulang sampai bebas asam (diuji dengan kertas lakmus), lalu disaring
dengan kertas bebas abu. Hasil penyaringan (residu dipisahkan dari kertas saring)
dimasukkan dalam cawan porselin kemudian dipanaskan dalam tanur dengan suhu
1000 oC selama 1 jam dengan kenaikan suhu 1 oC/menit dan 5 oC/menit sampai
silikon dioksida putih yang tersisa. Sampel didinginkan dalam tanur dan

ditimbang, kemudian hasilnya diuji SEM-EDX, LCR meter dan I-V meter
(Ahmad L 2012).
Proses berikutnya untuk mendapatkan silikon, silikon dioksida dicampurkan
dengan reduktor yaitu magnesium bubuk dengan menvariasikan perbandingan
mulai dari perbandingan 5:6 dan 1:1. Setelah dicampur, kemudian dipanaskan
dalam tanur selama 1 jam dengan suhu 650 oC. Setelah dipanaskan, campuran

yang diperoleh ditimbang, kemudian dicuci dengan 75 mL HCl 3% teknis.
Kemudian dipanaskan di atas hotplate dengan pengaturan suhu 200oC dan diaduk
dengan magnetic stirrer pada kecepatan 240 rpm selama 2 jam. Lalu sampel
dicuci lagi dengan HCl 3% teknis 300 mL, 1 jam, 240 rpm, sebanyak 1 kali
(Hikmawati 2010). Sampel disaring dan dicuci dengan akuades panas (suhu
sekitar 90-100 oC) berulang-ulang sehingga bebas asam, lalu dikeringkan dalam
tanur pada suhu 110 oC selama 12 jam (Hikmawati 2010 dan Ahmad L 2012).
Selanjutnya dilakukan variasi kecepatan pengadukan yaitu 240 rpm, 600
rpm, 800 rpm dan 1000 rpm dengan besar suhu dan lama pengadukan sama yaitu
200 oC dan 2 jam. Residu dicuci dengan akuades panas lalu disaring dan
dikeringkan dalam tanur 110 oC selama 12 jam. Proses berikutnya dilakukan
variasi lama waktu pengadukan dengan variasi suhu dalam mereduksi silikon
dioksida dengan magnesium yaitu 2 jam, 3 jam dan 4 jam dengan masing-masing
variasi suhu 125 oC, 130 oC dan 135 oC. Residu dicuci dengan akuades panas lalu
disaring dan dikeringkan dalam tanur 110 oC selama 12 jam.
Berdasarkan hasil analisis XRD menunjukkan bahwa struktur silikon
dioksida tetragonal dengan konstanta kisi a = b = 10.1457 Ǻ dan c = 90.4578 Ǻ,
sedangkan silikon memiliki struktur kubus dengan konstanta kisi a = 5.4425 Ǻ.
Hasil SEM bahwa setelah perlakuan reduksi kimia terjadi perubahan pada
morfologi silikon dioksida, dan dimungkinkan terjadi pula perubahan struktur

silikon dioksida menjadi silikon. Terlihat pula bahwa permukaan silikon dioksida
maupun silikon belum homogen. Hasil EDX untuk silikon dioksida sekitar
76.17%-85.20% dan silikon 60.87%. Analisis sifat listrik dilakukan dengan
menggunakan LCR meter dan I-V meter dan diketahui bahwa silikon dioksida dan
silikon memiliki karakteristik semikonduktor dengan nilai konduktivitas listrik
mulai dari 10-8 S/cm, dimana konduktivitas listrik dari silikon memiliki nilai lebih
tinggi daripada silikon dioksida. Kurva I-V menunjukkan bahwa silikon dioksida
merupakan dioda sedangkan silikon bersifat resistor.
Kata kunci : dioda, resistor, silikon dioksida, silikon

SUMMARY
OTTO MUZIKARNO. Addition of Magnesium in Excess Produce Silicon of Pure
Rice Husk as Semiconductor Materials. Supervised by IRZAMAN and ETI
ROHAETI.
Rice is one of the most important cultivated plants in human civilization.
Rice is also one of the main carbohydrate source the majority of the population in
Indonesia. Central Statistics Agency (BPS 2012), estimates that in 2012 rice
production reached 68.59 million tons, up by 2.84 million tonnes (4:13%) than in
2011. Seeing this, then it will appear in the form of agricultural waste rice husk.
Most of the waste generated from the processing of rice had only burned or

thrown away (Azadi et al 2010). Utilization of rice husk furnace developed by
IPB since 2007, generating more waste in the form of waste rice husk (Irzaman et
al 2007). Rice husk charcoal is known to contain at 95.14% silicon dioxide
(Supaman et al 2010) and has the potential to produce pure silicon with a rate
40.78% (Hikmawati 2010) and 42.29% (Ahmad L 2012).
This study aimed to examine the characteristics of silicon powder obtained
from rice husk by chemical reduction method, which reduces the silicon dioxide
using magnesium (Mg) powder to vary the ratio of the amount of silicon dioxide
with magnesium and washing with a solution of HCl in the purification. Silicon
dioxide and silicon obtained will be analyzed using X-Ray Difraction (XRD),
Scanning Electron Microscope-Energy Distersive X-Ray (SEM-EDX), LCR
meter and I-V meter.
Manufacture of silicon through three (3) phases, husk charcoal, silicon
dioxide and silicon. Husk charcoal through several stages. At first the rice husk is
dried with the aid of sunlight with the purpose of accelerating the combustion
process. Then the rice husks were weighed at 5000 grams (5 kg), entered into a
husk furnace and continued with the process of burning, then the rice husk
charcoal weighed. In this process produced rice husk for 1440 grams (1.44 kg).
Rice husk as much as 40 grams put in porcelain dish and baked in a kiln at
a temperature initially 400 °C for 2 hours, subsequent heating to temperatures of

1000 °C for 1 hour with the temperature rising rate setting by 1 °C/minutes and 5
° C/minutes. After the ash obtained by burning weighed, then washed rice husk
ash using hydrochloric acid (HCl) 3% technical which 12 mL of HCl 3% for 1
gram of technical rice husk ash, then heated over a hotplate with temperature
settings 200 °C and stirred with magnetic stirrer at a speed of 240 rpm for 2 hours.
Subsequently washed with hot distilled water (temperature of about 90-100 °C)
repeatedly until acid-free (tested with litmus paper), and then filtered through ashfree paper. Screening results (residue separated from the filter paper) is inserted in
the porcelain dish is then heated in a furnace at temperatures of 1000 °C for 1
hour with a temperature rise of 1 °C/minutes and 5 °C/minutes until the silicon
dioxide remaining white. The samples were cooled in the furnace and weighed,
then the result is tested SEM-EDX, LCR meter and I-V meter (Ahmad L 2012).
The next process is to get silicon, silicon dioxide mixed with magnesium
powder with a reductant that vary the ratio ranging from ratio 5:6 and 1:1. Once
mixed, then heated in a furnace at 650 °C temperature for 1 hour. Once heated, the
mixture obtained is weighed, then washed with 75 mL of HCl 3% technical. Then

heated above 200 oC hotplate with temperature control and stirring with a
magnetic stirrer at a speed of 240 rpm for 2 hours. Then the sample was washed
again with for HCl 3% technical 300 mL, 1 hour, 240 rpm, 1 time (Hikmawati
2010). Samples were filtered and washed with hot distilled water (temperature of

about 90-100 °C) repeatedly so free acid, and then dried in a furnace at a
temperature of 110 °C for 12 hours (Hikmawati 2010 and Ahmad L 2012).
Subsequently the variation of the stirring speed of 240 rpm, 600 rpm, 800
rpm and 1000 rpm with a large temperature and stirring the same old ie 200 °C
and 2 hours. Residue was washed with hot distilled water and then filtered and
dried in a 110 °C oven for 12 hours. The next process is to vary the length of time
stirring the temperature variation in the reduction of silicon dioxide with
magnesium is 2 hours, 3 hours and 4 hours with each variation of temperature 125
o
C, 130 oC and 135 oC. Residue was washed with hot distilled water and then
filtered and dried in a 110 °C oven for 12 hours.
Based on the results of XRD analysis showed that the silicon dioxide
structure is tetragonal with lattice constants a = b = 10.1457A dan c = 90.4578 A,
while the silicon has cube structure with lattice constants a = 5.26971 A. SEM
results showed that after reduction treatment chemical changes on the morphology
of silicon dioxide, and it is possible there were also changes in the structure of
silicon dioxide to silicon. Seen that the surface of silicon dioxide and silicon has
not homogeneous. EDX results for silicon dioxide of about 76.17%-85.20% and
silicon 60.87%. Analysis of electrical properties was performed using the LCR
meter and I-V meter, and was known that the silicon dioxide and silicon have the

characteristics of semiconductor with electrical conductivity values ranging from
10-8 S/cm, where the electrical conductivity of silicon has a value higher than
silicon dioxide. The I-V meter curves showed that silicon dioxide is a diode and
silicon is a resistor.

Keywords: diode, resistor, rice husk, silicon dioxide, silicon

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENAMBAHAN MAGNESIUM BERLEBIH DALAM
MENGHASILKAN SILIKON MURNI DARI SEKAM
PADI SEBAGAI BAHAN SEMIKONDUKTOR


OTTO MUZIKARNO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biofisika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji luar komisi: Dr Ir Irmansyah, MSi

Judul Tesis : Penambahan Magnesium Berlebih dalam Menghasilkan Silikon
Murni dari Sekam Padi sebagai Bahan Semikonduktor
: Otto Muzikarno
Nama

: G751110091
NIM

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Dra Eti Rohaeti, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biofisika

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Agus Kartono, MSi

Tanggal Ujian: I

1 JUN 2013

Tanggal Lulus:

0 3 JUL 2013

Judul Tesis : Penambahan Magnesium Berlebih dalam Menghasilkan Silikon
Murni dari Sekam Padi sebagai Bahan Semikonduktor
Nama
: Otto Muzikarno
NIM
: G751110091

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Irzaman, MSi
Ketua

Dr Dra Eti Rohaeti, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biofisika

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Agus Kartono, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

i

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 ini ialah
Silikon dari sekam padi, dengan judul Penambahan Magnesium Berlebih dalam
Menghasilkan Silikon Murni dari Sekam Padi sebagai Bahan Semikonduktor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Irzaman, MSi dan Ibu Dr
Dra Eti Rohaeti, MS selaku pembimbing, dan Bapak Dr Agus Kartono, MSi serta
Bapak Dr Ir Irmansyah, MSi telah banyak memberi saran dan dukungan. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Slamet dan Ahmad
dari Laboratorium BPPT Hasil Hutan Bogor, Bapak Toni dari Laboratorium
Elektronika, serta Ibu Nunung dan Bapak Eman di Laboratorium Kimia Analitik
yang telah membantu selama pengumpulan data dan eksperimen, teman-teman
Biofisika 2011 dan 2012, teman-teman seperjuangan dari Riau. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada Abah (Alm), Omak, Mertua, Kakak, Abang,
Istriku, Adik-adikku dan Anak-anakku tercinta dan tersayang serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013

Otto Muzikarno

ii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iv

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPIRAN

iv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran

1
1
1
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sekam Padi
Abu Sekam Padi
Silikon Dioksida (SiO2)
Silikon (Si)
Silikon Sebagai Bahan Semikonduktor
Sifat Listrik Silikon
Magnesium
Analisis XRD dan SEM-EDX

3
3
3
4
5
7
7
7
8

3 METODE
Waktu Dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Kerja
Pembuatan Arang Sekam Padi
Pembuatan Silikon Dioksida
Pembuatan Silikon
Analisis XRD
Analisis SEM-EDX
Analisis LCR meter dan I-V meter

11
11
11
11
11
11
12
12
13
13
13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
EDX Silikon Dioksida dan Silikon
XRD Silikon Dioksida dan Silikon
SEM Silikon Dioksida dan Silikon
Konduktivitas Listrik Silikon Dioksida dan Silikon
Kapasitansi dan Konstanta Dielektrik Silikon Dioksida dan Silikon
Kurva I-V Silikon Dioksida dan Silikon

14
14
18
19
20
21
24

iii
5 KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

25
25
25

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

28

RIWAYAT HIDUP

43

iv

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Kandungan kimia sekam padi pada kondisi kering (IPSIT)
Komposisi silikon dioksida dalam abu sekam padi para peneliti
Resistivitas dan konduktivitas material
Hasil analisis EDX silikon dioksida
Hasil analisis EDX silikon
Hasil analisis EDX reduksi silikon dioksida dengan magnesium variasi rpm

Hasil analisis EDX reduksi silikon dioksida dengan magnesium variasi
rpm, suhu dan waktu
8 Perbandingan hasil silikon metode A dan B
9 Perbandingan silikon hasil penelitian dengan plat silikon

3
4
7
14
15
16

16
17

17

DAFTAR GAMBAR
1 Struktur silikon dioksida (Sunarya 2008)
2 Gambar dua dimensi ikatan silikon dioksida (a) amorf (b) kristalin
(Della et al 2002)
3 Struktur dua dimensi kristal silikon (Hamonangan 2009)
4 Silikon bubuk (Hikmawati 2010)
5 Magnesium bubuk (Merck 2013)
6 Pola XRD silikon dioksida amorf abu sekam padi (Feng Q et al 2004)
7 Pola difraksi sinar X dari sampel standar silikon (Ikram et al 1988)
8 Data standar difraksi sinar X untuk silikon bubuk dari ICCD
9 Analisis SEM dari (a) abu sekam padi (b) Karbon aktif (c) Magnesium
(Larbi 2010)
10 Pola difraksi sinar X untuk silikon dioksida dan silikon
11 Hasil analisis SEM untuk silikon dioksida dan silikon
12 Konduktivitas untuk silikon dioksida dan silikon
13 Perbedaan material berdasarkan konduktivitas listrik (Kwok 1995)
14 Kapasitansi untuk silikon dioksida dan silikon
15 Konstanta dielektrik untuk silikon dioksida dan silikon
16 Hubungan I-V untuk silikon dioksida dan silikon

4
5
6
6
8
8
9
9
10
18
19
20
21
22
23
24

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Diagram alir penelitian
Perhitungan EDX silikon dioksida dan silikon
Perhitungan XRD silikon dioksida dan silikon
Perhitungan nilai konduktivitas listrik silikon dioksida dan silikon
Perhitungan nilai konstanta dielektrik silikon dioksida dan silikon
Tampilan PCPDF WIN 1997 dari JCPDS ICDD silikon dioksida dan
silikon
7 Sampel hasil penelitian

29
30
34
37
39
41
42

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam kehidupan
manusia, karena padi merupakan sumber karbohidrat utama mayoritas penduduk
di dunia, khususnya Indonesia. Indonesia merupakan salah satu penghasil padi
terbesar di wilayah Asia Tenggara. Badan Pusat Statistik (BPS 2012),
menjelaskan data produksi padi pada tahun 2012 terus mengalami peningkatan
sekitar 68.59 juta ton atau naik sebesar 2.84 juta ton (4.31%) dibandingkan tahun
2011. Tiap ton menghasilkan 72% beras, 5-8% dedak dan 20-22% sekam
(Muthadhi et al 2010). Melihat produksi padi tersebut akan muncul limbah
pertanian yang cukup banyak, salah satunya limbah sekam padi.
Sekam padi merupakan limbah hasil penanaman padi yang bersifat keras
dan kasar, tahan cuaca serta berkadar gizi rendah dan tidak bernilai secara
ekonomis (Rohaeti 1992). Sekam padi adalah salah satu sumber energi biomassa
yang dipandang penting untuk menanggulangi krisis energi di daerah pedesaan.
Sumber energi ini belum dimanfaatkan dengan baik. Sekam padi yang dihasilkan
dari sebagian besar negara-negara yang memproduksi beras hanya dibakar dan
dibuang sebagai limbah (Azadi et al 2010).
Sekam padi dimanfaatkan sebagai bahan bakar pada tungku sekam dimulai
sejak tahun 2007. Pemanfaatan tungku sekam yang dikembangkan oleh Institut
Pertanian Bogor (IPB), telah memberikan nilai positif dan nilai tambah pada
sekam, namun sekaligus memunculkan lagi limbah lain yaitu limbah arang sekam
padi (Irzaman et al 2007).
Limbah arang sekam padi sebagai salah satu sumber alternatif penghasil
silikon (Hikmawati 2010 dan Ahmad L 2012). Limbah arang sekam padi
diketahui mengandung silikon dioksida sebesar 72.1% dan meningkat menjadi
94.95% ketika dibakar pada suhu 700 oC selama 6 jam (Della et al 2002).
Penelitian yang menggunakan sekam padi setelah dibakar dengan tungku sekam
IPB menghasilkan silikon dengan kadar 40.78% dengan derajat kristalinitasnya
sebesar 98.31% (Rohaeti et al 2010).
Limbah arang sekam padi dapat digunakan sebagai salah satu sumber
alternatif silikon. Silikon dioksida yang dimurnikan sehingga menghasilkan
silikon dapat dimanfaatkan sebagai bahan semikonduktor silikon yang murah,
mudah dan ekonomis (Hikmawati 2010).

Perumusan Masalah
Silikon yang dihasilkan dari arang sekam harus memiliki karakteristik yang
baik sebagai bahan semikonduktor. Karakteristik ini ditentukan oleh kemurnian,
sifat listrik dan struktur bahan silikon (Ahmad L 2012). Silikon ini merupakan
hasil dari proses reduksi. Kemurnian ini ditentukan oleh tahap destruksi arang
sekam padi menjadi silikon dioksida dan tahap reduksi silikon dioksida dengan
reduktor magnesium yang dilanjutkan dengan tahap pencucian hasil reduksi dalam
larutan asam. Kesempurnaan proses reduksi ditentukan oleh ketersediaan dari
magnesium.

2
Tahapan pengasaman ini ditujukan untuk mengurangi impuritas yang
terkandung di dalam bahan hasil reduksi, sehingga didapatkan silikon dengan
impuritas yang kecil. Dalam menentukan kemurnian silikon yang diperoleh
diperlukan komposisi asam yang tepat digunakan pada tahap pencucian ini
diantaranya HCl, H2SO4 dan HF.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa karakteristik silikon bubuk yang
diperoleh dari arang sekam padi dengan menggunakan metode reduksi kimia,
yaitu mereduksi silikon dioksida menggunakan magnesium bubuk dengan
menvariasikan perbandingan jumlah silikon dioksida dan magnesium serta
pencuciannya dengan menggunakan HCl.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan awal pembuatan
semikonduktor silikon yang berasal dari limbah arang sekam padi yang dapat
dimanfaatkan dan digunakan sebagai bahan alternatif semikonduktor dalam
bidang elektronika.

Kerangka Pemikiran
Sekam padi setelah mengalami pembakaran melalui tungku sekam IPB akan
menghasilkan limbah arang sekam padi. Limbah arang sekam padi setelah
dipanaskan dalam tanur akan menghasilkan silikon dioksida. Silikon dioksida
diperoleh dengan melakukan pencucian dengan asam HCl dan silikon diperoleh
melalui metode reduksi kimia, yaitu reduktor magnesium bubuk dapat mereduksi
silikon dioksida. Reduksi silikon dioksida dari sekam padi menggunakan
magnesium sebagai reduktor akan terjadi sempurna apabila melebihi pada
perbandingan magnesium dan silikon dioksida dengan perbandingan stoikhiometri.
Silikon dioksida dan silikon yang diperoleh dari sekam padi yang akan diperoleh
memiliki sifat bahan semikonduktor.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sekam Padi
Sekam padi merupakan limbah hasil penanaman padi yang bersifat keras,
kasar, tahan cuaca serta berkadar gizi rendah dan tidak bernilai secara ekonomis
(Rohaeti 1992). Sekam padi adalah lapisan padi yang meliputi kariopsis, terdiri
dari dua belahan (disebut lemma dan palea) yang saling bertautan (Aina et al
2007).
Menurut (Zakharov et al 2003) sekam padi memiliki struktur yang berpori,
sehingga mempercepat masuknya oksigen selama pembakaran. Semakin tinggi
suhu pada proses pembakaran, maka akan menghasilkan fase kristal yang baik.
Sekam padi terdiri dari 40% selulosa, 30% lignin dan 20% silikon dioksida.
Komposisi kimia dari sekam padi adalah 66.67% C, 22.3% SiO 2, 7.1% H2,
0.82% Al2O3, 0.78% Fe2O3, 1.10% K2O, 0.78% Na2O, 0.24% CaO dan 0.21%
MgO (Genieva et al 2008). Tabel 1 menunjukkan komposisi kimia dari sekam
padi dalam keadaan kering.
Tabel 1 Kandungan kimia sekam padi pada kondisi kering (IPSIT)
Elemen
Fraksi Massa (%)
Karbon
Oksigen
Silikon
Hidrogen
Potasium
Nitrogen
Sodium
Belerang
Fosfor
Kalsium
Besi
Magnesium

41.44
37.32
14.66
4.94
0.59
0.57
0.035
0.3
0.07
0.06
0.006
0.003

Tabel 1 menginformasikan bahwa kandungan kimia sekam padi dalam
kondisi kering sebagian besar terdiri dari unsur karbon 41.44%, oksigen 37.32%
dan silikon 14.66%. kandungan karbon dan oksigen mempunyai jumlah yang
cukup besar. Sedangkan keberadaan unsur silikon sebesar 14.66%, ini membuat
sekam padi dapat digunakan sebagai sumber silikon alternatif (Hikmawati 2010).
Abu Sekam padi
Abu sekam padi dihasilkan dari pembakaran sekam padi atau arang sekam
padi secara terus menerus sehingga bentuknya berubah dan warna abu-abu hingga
putih (Tim Kimia FMIPA IPB 1992). Komposisi silikon dioksida dalam abu
sekam padi (ditunjukkan pada Tabel 2). Menurut (Mittal 1997) untuk
menghasilkan silikon dioksida dari sekam padi, sekam dipanaskan menggunakan
suhu 650oC dibantu dengan reaksi menggunakan larutan NaOH dan H2SO4. Abu

4
sekam padi merupakan salah satu yang mengandung bahan baku silikon dioksida
sekitar (90-98)% setelah mengalami pembakaran lebih tinggi bila dibandingkan
dengan limbah pertanian lainnya (Omatola et al 2009).
Tabel 2 Komposisi silikon dioksida dalam abu sekam padi para peneliti
Komposisi (%)

Peneliti

97.33
95.14
91.65
91.46
90.20

Thuadaij et al (2008)
Suparman (2010)
Yusof et al (2009)
Rattaanasak et al (2010)
Rashid (2010)

Tabel 2 menunjukkan kandungan silikon dioksida dalam abu sekam padi
cukup tinggi, hal ini menyebabkan abu sekam padi banyak dimanfaatkan di
berbagai industri, terutama pada industri chip silikon. Industri chip silikon
memanfaatkan silikon dioksida sekam sebagai sumber alternatif silikon (Irzaman
et al 2009). Menurut (Xiong et al 2009), karakteristik sifat dan struktur abu sekam
padi dipengaruhi oleh suhu pembakaran, hal ini merupakan yang terpenting untuk
optimasi struktur abu sekam padi.
Abu sekam padi merupakan hasil limbah dari penggilingan padi, yang
murah dan merupakan sumber silikon dioksida. Abu sekam padi dapat menjadi
sumber sintesis silikon dioksida amorf biokeramik dengan biaya murah karena
ketersediaannya yang melimpah. Abu sekam padi pada umumnya terbakar
dikisaran suhu 500 oC sampai 600 oC untuk mendapatkan silikon dioksida amorf.
Silikon dioksida amorf dari abu yang sangat mudah larut dalam larutan alkali serta
alkohol methanol hidroksida (Nayak dan Bera 2010).
Silikon Dioksida (SiO2)
Silikon dioksida atau silikon dioksida merupakan senyawa yang umum
ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Silikon dioksida banyak digunakan sebagai
bahan baku industri diantaranya industri gelas, semen dan elektronika. Dalam
industri elektronika silikon dioksida digunakan sebagai sumber silikon. Silikon
dioksida terbentuk melalui ikatan kovalen yang kuat, serta memiliki struktur lokal
yang jelas: empat atom oksigen terikat pada posisi sudut tetrahedral di sekitar
atom pusat yaitu atom silikon. Gambar 1 menunjukkan struktur lokal silikon
dioksida.

Gambar 1 Struktur dasar silikon dioksida (Sunarya 2008)

5
Silikon dioksida kristalin pada tekanan atmosfir dapat ditemukan dalam
bentuk quarsa, kristobalit dan tridimit, sedangkan pada tekanan tinggi terdapat
dalam fasa koesit, shitovit dan keatit. Selain dalam keadaaan kristalin atau bentuk
yang beraturan, silikon dioksida juga dijumpai dalam bentuk amorf atau tidak
beraturan (Della et al 2002). Silikon dioksida dalam keadaan murni pada suhu
kamar merupakan senyawa kimia yang berwujud bubuk putih. Silikon dioksida
merupakan senyawa tidak reaktif dan hanya dapat dilarutkan dalam HF dan NaOH.

(a)

(b)
Gambar 2 Gambar dua dimensi ikatan silikon dioksida (a)
amorf (b) kristalin (Della et al 2002)
Silikon(Si)
Silikon adalah salah satu unsur kimia dalam tabel periodik termasuk dalam
golongan IV (empat) yang memiliki lambang Si dan nomor atom 14 dan memiliki
4 eletron terluar. Silikon memiliki berat atom 28.0855 g.mol-1, massa jenis 2.33
g.cm-3, titik didih 3265 oC dan titik lebur 1414 oC. silikon ditemukan tidak secara
bebas di alam, tetapi dalam bentuk oksidanya atau silikon dioksida. Silikon amorf

6
tersedia dalam bentuk bubuk berwarna coklat, mudah meleleh dan menguap.
Sedangkan silikon kristal memiliki kilau logam dengan warna abu-abu. Struktur
atom kristal silikon, satu inti atom stabil adalah jika dikelilingi oleh 8 elektron.
Gambar 3 menunjukkan struktur dua dimensi kristal atom silikon.

Gambar 3 Struktur dua dimensi kristal silikon
(Hamonangan 2009)
Silikon dapat dihasilkan dari abu sekam padi yang banyak mengandung
silikon dioksida setelah sekam mengalami pembakaran yang sempurna (Kayal dan
Singh 2010). Abu sekam padi diperoleh setelah melalui proses pembakaran.
Kemurnian silikon dioksida yang diperoleh dari abu sekam padi sekitar 99%.
Pemisahan sekam padi dari butir beras melalui penggilingan selanjutnya sekam
dicuci dengan air berulang-ulang sampai semua kotoran hilang. Kemudia dicuci
dengan asam selama 1 jam, selanjutnya dibersihkan dengan air suling panas untuk
menghilangkan asam dan dikeringkan dalam tanur selama semalam dengan suhu
110 oC. Lalu sekam padi dibakar pada suhu 700 oC selama 6 jam agar terjadi
pembakaran sempurna, maka akan diperoleh abu yang berisi silikon dioksida
sekitar 96% (Wajri RB 2010).
Menurut (Ikram and Akhter 1988) dan (TIM Kimia IPB 1992) untuk
menghasilkan silikon dari silikon dioksida dengan menggunakan magnesium
sebagai reduktor. Suhu yang digunakan untuk mereduksi silikon dioksida dengan
reduktor magnesium adalah 620 oC sampai 650 oC. Gambar 4 menunjukkan
silikon bubuk yang diperoleh dari sekam padi dengan suhu pengabuan 1000 oC
dengan warna abu-abu yang memiliki kilau logam (Hikmawati 2010).

Gambar 4 Silikon bubuk (Hikmawati 2010)

7
Silikon Sebagai Bahan Semikonduktor

Silikon murni sangat diperlukan dalam produk teknologi semikonduktor dan
sel surya (Okutani 2009). Semikonduktor merupakan bahan dasar pembuatan
komponen aktif elektronika seperti dioda, transistor dan Integrated Circuit (IC).
Pada umumnya semikonduktor bersifat sebagai isolator pada suhu dekat 0 oC dan
bersifat konduktor pada suhu kamar (Hikmawati 2010). Silikon dan germanium
merupakan semikonduktor yang paling banyak digunakan sebagai bahan dasar
komponen elektronika.
Resistansi dan konduktansi sebuah bahan semikonduktor dipengaruhi oleh
suhu. Semakin tinggi suhu resistansi akan semakin kecil dan konduktansinya akan
semakin besar (Jorena 2009). Semikonduktor silikon yang perkembangannya
dalam fabrikasi perangkat modern dengan ukuran yang sangat kecil, silikon
digunakan karena memiliki keunggulan dan kelebihan yakni dapat dieksplorasi
untuk berbagai aplikasi teknologi misalnya dalam mikroelektronika dan
optoelektronik (Tewksbury 1995). Berikut diperlihatkan Tabel 3 nilai resistivitas
dan konduktivitas berbagai bahan.
Tabel 3 Resistivitas dan konduktivitas berbagai bahan

Tembaga

Resistivitas
(Ω-1.cm)
10-6

Konduktivitas
(Ω.cm-1)
106

Silikon
Germanium
Mika

50 x 10-3
50
1012

0.02 x 103
0.02
10-12

Jenis

Bahan

Konduktor
Semikonduktor
Isolator

Tabel 3 menunjukkan bahwa bahan semikonduktor dapat menghantarkan
listrik lebih baik dari pada isolator tetapi lebih rendah jika dibandingkan dengan
konduktor.
Sifat Listrik Dari Silikon
Menurut sifat listrik dan nilai konduktivitas dari material dapat
dikelompokkan menjadi bahan konduktor, semikonduktor dan isolator. Konduktor
merupakan bahan padat yang dapat menghantarkan listrik dengan baik, misalnya
logam. Semikonduktor merupakan bahan padat yang sifat hantaran listriknya
berada antara bahan konduktor dan bahan isolator, yang mana pada suhu rendah
dapat bersifat isolator dan pada suhu tinggi bersifat semikonduktor. Sedangkan
isolator merupakan bahan padat yang tidak dapat menghantarkan listrik dengan
baik.
Magnesium (Mg)
Magnesium merupakan unsur kimia yang disimbolkan dengan Mg terletak
di kelompok IIa dalam tabel periodik, nomor atom 12, berat atom 24.305 g.mol-1.

8
Kepadatan 1.74 g.cm pada suhu 20 oC, titik lebur 650 oC, titik didih 1107 oC dan
suhu penyalaan lebih besar dari 450 oC serta massa jenis 1740 kg/m3. Magnesium
keperakan putih dan sangat ringan. Magnesium dikenal untuk waktu yang lama
sebagai logam ringan struktural dalam industri, karena berat bahan rendah dan
dengan kemampuan itu untuk membentuk mekanis paduan tahan. Gambar 5
menunjukkan bentuk fisik dari magnesium bubuk yang digunakan untuk reduksi
silikon dioksida dalam mendapatkan silikon murni.

Gambar 5 Magnesium bubuk (Merck 2013)
Analisis XRD dan SEM-EDX
X-ray diffraction (XRD) merupakan salah satu metode karakterisasi material
yang digunakan untuk mengidentifikasi struktur atom dalam material tanpa
menghancurkan material tersebut.
Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang
memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi (hkl). Puncak-puncak yang
didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan data standar
difraksi sinar-X yang telah tersedia hampir untuk semua jenis material. Gambar 6
merupakan contoh hasil analisis XRD dari silikon dioksida amorf abu sekam padi.

Gambar 6 Pola XRD silikon dioksida amorf abu
sekam padi (Feng Q et al 2004)

9
Menurut (Muthadhi et al 2010 ) XRD menghasilkan struktur atom material
berdasarkan pada hamburan elastis sinar X dari individu atom di dalam sistem.
Struktur dan permukaan abu sekam padi dapat dianalisis dengan menggunakan
XRD dan scanning electron microscopic (SEM). Gambar 7 menunjukkan pola
difraksi sinar X dari sampel standar silikon. Gambar 8 menunjukkan data standar
difraksi sinar-X untuk silikon bubuk dari International Centre for Diffraction
Data (ICCD) 1997.

Gambar 7 Pola difraksi sinar X dari sampel
standar silikon (Ikram et al 1988)

Gambar 8 Data standar difraksi sinar-X untuk
silikon bubuk ICCD 1997

Analisi SEM-EDX adalah teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi
komposisi unsur dari sampel. Sistem kerja analisis energy dispersive X-ray (EDX)
terintegrasi bersamaan dengan SEM. Output analisis EDX adalah spektrum EDX
yang merupakan sebuah spektrum yang menampilkan puncak EDX yang sesuai
dengan tingkat energi sinar X yang diterima. Masing-masing puncak akan
terbentuk adalah unik untuk sebuah atom dan akan sesuai dengan unsur tunggal.
Semakin tinggi puncak pada sebuah spektrum, maka semakin tinggi konsentrasi
unsur dalam sampel.

10
SEM merupakan alat yang dapat menunjukkan struktur terkecil dari suatu
sampel sampai struktur nano. Gambar 9 menunjukkan contoh hasil analisi SEM
dari abu sekam padi, karbon aktif dan magnesium. Hasil analisis SEM abu sekam
padi dengan perbesaran 1000 kali, nampak bahwa terdapat banyak pori dengan
bentuk partikel dan ukuran yang seragam (Larbi 2010). Menurut (Singh et al
2008) hasil SEM abu sekam padi menunjukkan terdapat beberapa komponen
utama yaitu silikon dioksida yang terhidrasi (asam silikon dioksida), selulosa dan
hemiselulosa sebanyak (55-60)% dan lignin sekitar 22%.

Gambar 9 Analisis SEM dari : (a) abu sekam padi, (b) karbon
aktif, (c) magnesium (Larbi 2010)

11

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilakukan pada bulan Januari hingga April 2013 di
Laboratorium Biofisika Material, Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium
Biofisika Departemen Fisika FMIPA IPB, Laboratorium Penelitian Kimia
Analitik Departemen Kimia FMIPA IPB dan Balai Penelitian dan Pengembangan
Hasil Hutan Departemen Kehutanan Bogor.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain sekam padi, asam klorida (HCl)
3% teknis, kertas saring bebas abu (whatman), akuades dan kertas lakmus.
Alat
Peralatan dalam penelitian ini pada umumnya mengacu pada penelitian
(Ahmad L 2012), menggunakan tungku sekam IPB, untuk pemanasan digunakan
tanur tipe 3-130 NDI Vulcan. Penentuan derajat kristalisasi dari silikon dioksida
dan silikon menggunakan XRD-7000 Shimadzu dan penetapan komposisi
menggunakan SEM-EDX tipe IVO Zeiss detector Bruker 133 eV Jerman milik
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Departemen Kehutanan Bogor.
Pengukuran sifat listrik dari silikon menggunakan LCR meter HiTESTER 352250 dan I-V meter LabTracer 2.0 KEITHLEY set-up 2400 milik Laboratorium
Biofisika Departemen Fisika FMIPA IPB. Neraca analitik, cawan porselin,
hotplate, ayakan ukuran 150 µm dan keping sejajar dengan luas permukaan (A =
10-4 m2).
Prosedur Kerja
Untuk menghasilkan silikon, sekam padi akan mengalami tiga tahap
pengerjaan yaitu tahap pembuatan arang sekam, pembuatan silikon dioksida dan
pembuatan silikon. Analisis dilakukan pada residu hasil tiap tahapnya, yaitu
berupa silikon dioksida dan silikon. Diagram alir keseluruhan proses dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Pembuatan Arang Sekam Padi
Pembuatan arang sekam padi yang dilakukan dalam penelitian ini mengacu
pada penelitian (Hikmawati 2010 dan Ahmad L 2012). Pembuatan arang sekam
padi melalui tahap, yaitu penimbangan sekam padi. Mula-mula sekam padi
dikeringkan dengan bantuan sinar matahari lalu ditimbang sebesar 5000 gram (5
kg) dan dimasukkan ke dalam tungku sekam padi dilanjutkan dengan proses
pembakaran. Setelah proses ini arang sekam padi ditimbang dengan neraca
analitik.

12
Pembuatan Silikon Dioksida
Pembuatan silikon dioksida dari sekam padi dilakukan dalam penelitian ini
juga mengacu pada penelitian (Hikmawati 2010 dan Ahmad L 2012), yang mana
proses menghasilkan silikon dioksida menggunakan arang sekam padi yang
ditimbang sebanyak 40 gram, kemudian dimasukkan dalam cawan porselin
ukuran 75 mL dan diatur sehingga memiliki ketebalan yang sama serta dibakar
dalam tanur dengan suhu mula-mula 400 oC selama 2 jam (Hikmawati 2010),
pemanasan berikutnya dilanjutkan dengan suhu 1000 oC selama 1 jam dengan
mengatur laju kenaikan suhu 1 oC/menit dan 5 oC/menit.
Setelah proses pemanasan, kemudian abu limbah sekam padi ditimbang dan
dicuci dengan menggunakan asam klorida (HCl) 3% teknis. Proses pencucian ini
bertujuan untuk mengurangi impuritas yang ada dalam abu sekam selain silikon
dioksida. Proses pencucian dilakukan sebagai berikut: mula-mula abu limbah
sekam padi dimasukkan dalam gelas piala, lalu dicampur dengan asam klorida
(HCl) 3% teknis (yaitu 12 mL HCl 3% teknis untuk 1 gram abu sekam), kemudian
dipanaskan di atas hotplate (tombol pengatur suhu pada hotplate diatur sehingga
menunjukkan skala suhu 200 oC dan diaduk dengan magnet stirrer pada
kecepatan 240 rpm selama 2 jam (Hikmawati 2010 dan Ahmad L 2012). Setelah
itu sampel dicuci menggunakan akuades panas berulang-ulang sampai bebas asam
(diuji dengan menggunakan kertas lakmus), lalu disaring dengan kertas saring
bebas abu. Hasil penyaringan dipanaskan dalam tanur dengan suhu 1000 oC
sampai silikon dioksida putih yang tersisa. Sampel didinginkan dalam tanur
diusahakan suhunya sama dengan suhu ruangan. Proses ini dilakukan berulangulang (diulangi dua dan tiga kali) sehingga diperoleh jumlah silikon dioksida yang
cukup banyak untuk tahap pekerjaan selanjutnya. Kemudia hasil semua ini diuji
XRD, SEM-EDX, LCR meter dan I-V meter untuk masing-masing sampel setelah
pengulangan.
Pembuatan Silikon
Pembuatan silikon dari sekam padi dilakukan dalam penelitian ini juga
mengacu pada penelitian (Hikmawati 2010 dan Ahmad L 2012). Pembuatan
silikon melalui dua tahap, yaitu mereduksi silikon dioksida dengan magnesium
bubuk berukuran maksimum 150 µm dan pencucian residu hasil reduksi silikon
dioksida tersebut. Mula-mula silikon dioksida yang telah dicuci diayak
menggunakan ayakan yang berukuran 150 µm, kemudian sampel silikon dioksida
dicampur dengan magnesium bubuk dengan variasi perbandingan jumlah
magnesium dengan silikon dioksida (5:6 dan 1:1), lalu dibakar dalam tanur
dengan suhu mencapai 650 oC dalam jangka waktu 1 jam dengan laju 1oC/menit.
Proses pemurnian silikon diperlukan untuk menghilangkan impuritas logam
lain yang ada (Hikmawati 2010). Pemurnian ini menggunakan asam klorida (HCl)
3% teknis (Hikmawati 2010). Mula-mula sampel (silikon dioksida+Mg)
dimasukkan dalam gelas piala untuk dicuci dengan HCl 3% teknis, kemudian
ditutup menggunakan kaca arloji lalu dipanaskan dengan hotplate (diatur dengan
menunjukkan skala 200 oC) sambil diaduk dengan magnet stirrer pada kecepatan
240 rpm selama 2 jam. Lalu sampel dicuci dengan HCl 3% 300 mL selama 1 jam
sebanyak 1 kali (Hikmawati 2010). Sampel dicuci dengan akuades panas sehingga

13
bebas asam dan disaring dengan kertas bebas abu lalu dikeringkan dalam tanur
pada suhu 110 oC selama 12 jam (Hikmawati 2010 dan Ahmad L 2012).
Selanjutnya dilakukan variasi kecepatan pengadukan yaitu 240 rpm, 600
rpm, 800 rpm dan 1000 rpm dengan besar suhu dan lama pengadukan sama yaitu
200 oC dan 2 jam. Residu dicuci dengan akuades panas lalu disaring dan
dikeringkan dalam tanur 110 oC selama 12 jam.
Proses berikutnya dilakukan variasi lama waktu pengadukan dengan variasi
suhu dalam mereduksi silikon dioksida dengan magnesium yaitu 2 jam, 3 jam dan
4 jam dengan masing-masing variasi suhu 125 oC, 130 oC dan 135 oC. Residu
dicuci dengan akuades panas lalu disaring dan dikeringkan dalam tanur 110 oC
selama 12 jam.
Analisis
Analisis XRD
Silikon dioksida dan silikon yang dihasilkan dianalisis menggunakan XRD.
Analisis ini menggunakan sampel yang berbentuk bubuk. Sumber sinar yang
digunakan adalah Cu dan Kα dengan panjang gelombang 1.5406 Ǻ. Sudut
penembakkan untuk silikon dioksida dan silikon antara 10o dan 80o. hal ini
bertujuan untuk mengidentifikasi derajat kristalinitas dan kemurnian dengan
melihat spektrum difraksinya. Hasil dari XRD dicocokkan dengan database Joint
Committes on Powder Diffraction Standards (JCPDS) International Centre for
Diffraction Data (ICDD) 1997. Analisis ini dilakukan di Balai Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan Departemen Kehutanan Bogor.
Analisis SEM-EDX
Silikon dioksida dan silikon yang dihasilkan dianalisis menggunakan SEMEDX. Hal ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi komposisi logam yang
terkandung dalam sampel. Analisis EDX digunakan bersamaan dengan analisis
SEM dan dilakukan di Balai Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
Departemen Kehutanan Bogor.
Analisis LCR meter dan I-V meter
Silikon dioksida dan silikon dianalisis menggunakan LCR meter tipe
HiTESTER 3522-50. Hal ini dilakukan untuk mengukur sifat kelistrikan silikon
dioksida dan silikon dalam hal ini konduktivitas listrik. I-V meter dilakukan untuk
mengetahui sifat silikon dioksida dan silikon dalam hal ini bersifat resistor atau
dioda. Tahapan ini dilakukan setelah analisis XRD dan SEM-EDX selesai
dilakukan. Analisis ini dilakukan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.

14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
EDX Silikon dioksida dan Silikon
Sekam padi yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari limbah
penggilingan padi desa Cibereum Kabupaten Bogor. Proses untuk bisa menjadi
limbah arang sekam padi dilakukan dengan cara membakar sekam padi dengan
menggunakan tungku sekam padi IPB karena bisa mempersingkat proses untuk
mendapatkan limbah arang sekam padi yang cepat. Komposisi sekam padi bisa
dilihat Tabel 1. Dari komposisi tersebut, sekam padi dibakar dan hasil
pembakaran dianalisis kandungan silikon dioksida dan silikon yang ada. Proses
pembakaran untuk menghasilkan silikon dioksida, arang sekam padi dimasukkan
dalam cawan porselin yang diatur ketebalannya dan dibakar dalam tanur dengan
suhu mula-mula 400 oC selama 2 jam. Pemanasan berikutnya dilanjutkan dengan
suhu 1000 oC selama 1 jam dengan mengatur kenaikan suhu 1 oC/menit dan 5
o
C/menit. Proses di atas dilakukan untuk menghilangkan unsur-unsur yang
terdapat dalam arang sekam padi.
Setelah proses pemanasan, kemudian abu limbah sekam padi ditimbang dan
dicuci dengan menggunakan asam klorida (HCl) 3% teknis yang diaduk dengan
magnetic stirrer dengan kecepatan pengadukan 240 rpm selama 2 jam
(Hikmawati 2010 dan Ahmad L 2012). Proses pencucian ini bertujuan untuk
mengurangi dan menghilangkan impuritas yang ada dalam abu selain silikon
dioksida. Setelah dihasilkan silikon dioksida selanjutnya dianalisis komposisi
kimia silikon dioksida dengan metoda EDX (Energy Dispersive X-ray).
Tabel 4 Hasil analisis EDX silikon dioksida
Persentase (%) atom
Unsur
Laju kenaikan suhu
Laju kenaikan suhu
1 oC/menit
5 oC/menit
Oksigen
74.61
70.93
Silikon

25.39

28.40

Kalium

-

0.67

Kemurnian

76.17

85.20

Tabel 4 menunjukkan bahwa silikon dioksida yang diperoleh memiliki
komposisi kimia yang berbeda berdasarkan laju kenaikan suhu, yaitu untuk laju
kenaikan suhu 1 oC/menit tidak terdapat unsur pengotor dan hanya terdapat
kandungan oksigen dan silikon serta mempunyai kemurnian silikon dioksidanya
yaitu 76.17% (perhitungan pada Lampiran 2). Pada laju kenaikan suhu 5 oC/menit
masih terdapat unsur pengotor dan mempunyai kemurnian silikon dioksidanya
yaitu 85.20%. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin rendah laju kenaikan suhu,
maka unsur pengotor dalam silikon dioksida semakin sedikit. Hal ini dikatakan
bahwa semakin rendah laju kenaikan suhu maka proses pengabuan akan semakin
sempurna, karena seluruh unsur organik dan pengotor hilang menguap dan
organik larut dalam HCl saat pencucian sehingga hanya unsur oksigen dan silikon

15
yang tersisa. Laju kenaikan suhu yang optimal terdapat pada laju kenaikan suhu
yang terendah yaitu 1 oC/menit. Untuk proses selanjutnya silikon dioksida yang
digunakan adalah silikon dioksida dengan perlakuan pembakaran pada tanur
dengan laju kenaikan suhu 1 oC/menit.
Dalam pembuatan silikon dilakukan dengan mereduksi silikon dioksida
dengan unsur magnesium. Proses selanjutnya pencampuran magnesium dengan
silikon dioksida dalam perbandingan kecil (5:6) dan perbandingan besar (1:1).
Setelah dicampur kemudian dipanaskan dalam tanur pada suhu 650 oC selama 1
jam dengan laju kenaikan 1 oC/menit. Hasil pembakaran kemudian dicuci dengan
menggunakan asam klorida (HCl) 3% teknis yang diaduk dengan magnetic stirrer
dengan kecepatan pengadukan 240 rpm selama 2 jam. Hasil residu dari
penyaringan dipanaskan dalam tanur dengan suhu 110 oC selama 12 jam. Berikut
ditunjukkan hasil analisis EDX silikon.
Tabel 5 Hasil analisis EDX silikon/Si
Unsur

Persentase (%) atom
Perbandingan
Perbandingan
Mg : SiO2 (5 : 6)
Mg : SiO2 (1 : 1)

Oksigen

26.09

55.75

Magnesium

-

1.41

Silikon

73.91

42.84

Kemurnian

60.87

15.72

Tabel 5 menunjukkan komposisi berbeda yang diperoleh dari perlakuan
pada perbandingan komposisi kimia antara magnesium dengan silikon dioksida.
Untuk perbandingan kecil diperoleh silikon dengan kemurnian 60.87%
(perhitungan pada Lampiran 2) dan tidak terdapat unsur pengotor. Sedangkan
untuk perbandingan besar diperoleh silikon dengan kemurnian 15.72% dan masih
ada pengotor yaitu magnesium. Hal ini menunjukkan telah menyisakan
magnesium walaupun hasil reduksi telah dicuci dengan larutan HCl dan akudes
panas berulang-ulang.
Untuk mendapatkan silikon dengan kemurnian yang tinggi, perbandingan
komposisi kimia antara magnesium dengan silikon dioksida yang kecil akan
digunakan untuk proses selanjutnya. Untuk menghasilkan silikon dengan
kemurnian yang tinggi selanjutnya diamati dari pengaruh besarnya variasi
kecepatan pengadukan yaitu 240 rpm, 600 rpm, 800 rpm dan 1000 rpm dengan
suhu dan waktu yang sama yaitu 200oC dan 2 jam. Tabel 6 menunjukkan hasil
EDX silikon dari variasi kecepatan pengadukan.

16
Tabel 6 Hasil analisis EDX reduksi silikon dioksida dengan magnesium variasi
rpm
Perbandingan Mg dengan SiO2 (5:6)
Persentase (%) atom
600 rpm
800 rpm
200 oC
200 oC
2 jam
2 jam
73.27
71.66

Oksigen

240 rpm
200 oC
2 jam
26.09

Fluorin

-

2.47

6.49

5.73

Magnesium

-

-

-

10.00

Silikon

73.91

24.26

21.85

20.68

Unsur

1000 rpm
200 oC
2 jam
63.59

Tabel 6, terlihat bahwa silikon yang dihasilkan berbeda diantara perlakuan
variasi kecepatan pengadukan. Semakin besar kecepatan pengadukan tidak
memberikan pengaruh terhadap kemurnian silikon. Ini disebabkan bahwa proses
reduksi kimia dan pencucian masih belum sempurna. Hal ni dapat dilihat dari
kandungan sampel yang dihasilkan. Semakin besar kecepatan pengadukan
semakin kecil kemurnian silikon yang diperoleh dan masih terdapat unsur
pengotor.
Untuk proses selanjutnya dilakukan variasi lama waktu pengadukan dengan
variasi suhu dalam mereduksi silikon dioksida dengan magnesium yaitu 2 jam, 3
jam dan 4 jam dengan masing-masing variasi suhu 125 oC, 130 oC dan 135 oC.
Tabel 7 menunjukkan hasil EDX silikon dengan variasi lama waktu pengadukan
dengan variasi penurunan suhu dalam proses mereduksi silikon dioksida dengan
magnesium.
Tabel 7 Hasil analisis EDX reduksi silikon dioksida dengan magnesium variasi
rpm, suhu dan waktu
Perbandingan Mg dengan SiO2 (5:6)
Persentase (%) atom
600 rpm
800 rpm
125 oC
130 oC
2 jam
3 jam
66.96
44.67

Oksigen

240 rpm
200 oC
2 jam
26.09

Fluorin

-

-

5.54

4.83

Magnesium

-

-

12.25

6.77

Silikon

73.91

33.04

37.55

20.48

Unsur

1000 rpm
135 oC
4 jam
67.91

Tabel 7 dengan variasi lama waktu pengadukan dan variasi suhu juga tidak
memberikan pengaruh dalam memperoleh kemurnian silikon. Semakin lama
waktu pengadukan dan variasi suhu dalam mereduksi silikon dioksida dengan
magnesium dan pencucian dengan HCl masih belum sempurna dan masih ada
pengotor. Tabel 8 menunjukkan perbandingan hasil silikon dari penelitian
sebelumnya.

17
Tabel 8 Perbandingan hasil silikon metode A dan B

Unsur

Perbandingan Mg dengan SiO2
Persentase (%) atom
4:5
240 rpm
240 rpm
200 oC
200 oC
2 jam
2 jam
(Hikmawati 2010) (Ahmad L 2012)

5:6
240 rpm
200 oC
2 jam

Oksigen
Fluorin
Magnesium
Silikon

28.28
6.55
0.96
54.92

38.47
61.53

26.09
73.91

Kemurnian

40.78

42.29

60.87

Tabel 8 menunjukkan perbandingan reduksi silikon dioksida dengan
magnesium untuk mendapatkan kemurnian silikon yang dihasilkan mempunyai
perbedaan. Penelitian yang dilakukan oleh Hikmawati 2010 dan Ahmad L 2012
dilakukan dengan perbandingan stoikhiometri (4:5). Dalam proses pemurnian
silikon menggunakan asam sulfat (H2SO4) 98% p.a dan asam hidrofluorida (HF)
70% teknis menghasilkan kemurnian silikon berturut-turut yaitu 40.78% dan
42.29%. Persentase kemurnian silikon yang diperoleh lebih kecil bila
dibandingkan dengan penambahan magnesium berlebih dengan perbandingan 5:6.
Dengan penambahan magnesium berlebih dihasilkan kemurnian silikon yaitu
60.87%. Dalam penelitian ini tidak digunakan asam sulfat (H2SO4) 98% p.a dan
asam hidrofluorida (HF) 70% teknis. Berikut ditampilkan Tabel 9 perbandingan
silikon hasil penelitian dengan plat silikon yang sudah diaplikasikan.
Tabel 9 Perbandingan silikon hasil penelitian dengan plat silikon

Unsur

Persentase (%) atom
Perbandingan
Plat Si
(New
Wave
Technologies
Mg : SiO2 (5 : 6)
Si (100) type-p substrate)
Malaysia 2008)

Oksigen

26.09

4.35

Magnesium

-

0.34

Karbon

-

7.06

Flourin

-

1.99

Silikon

73.91

86.26

Kemurnian

60.87

86.07

18
Tabel 9 menunjukkan perbandingan silikon hasil penelitian dengan plat
siliko