Analisis Sebaran Lahan Sawah yang Layak Dipertimbangkan sebagai Lahan Sawah Berkelanjutan di Kecamatan Blanakan, Ciasem, dan Patokbeusi, Kabupaten Subang

ANALISIS SEBARAN LAHAN SAWAH YANG LAYAK DIPERTIMBANGKAN
SEBAGAI LAHAN SAWAH BERKELANJUTAN DI KECAMATAN
BLANAKAN, CIASEM, DAN PATOKBEUSI, KABUPATEN SUBANG

WIDA NINDITA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sebaran Lahan
Sawah yang Layak Dipertimbangkan sebagai Lahan Sawah Berkelanjutan di
Kecamatan Blanakan, Ciasem, dan Patokbeusi, Kabupaten Subang adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Wida Nindita
NIM A14090007

ABSTRAK
WIDA NINDITA. Analisis Sebaran Lahan Sawah yang Layak Dipertimbangkan
sebagai Lahan Sawah Berkelanjutan di Kecamatan Blanakan, Ciasem, dan
Patokbeusi, Kabupaten Subang. Dibimbing oleh ASDAR ISWATI dan DYAH
RETNO PANUJU.
Indonesia memiliki hamparan sawah luas dan sebagian besar penduduknya
menjadikan nasi sebagai makanan pokok. Namun demikian, lahan sawah untuk
memproduksi padi sebagian besar terkonversi lahan menjadi lahan terbangun.
Fenomena tersebut melatarbelakangi pentingnya penelitian terhadap lahan sawah
yang berpotensi untuk dipertahankan menjadi lahan sawah berkelanjutan.
Penelitian dilakukan di Kecamatan Blanakan, Ciasem, dan Patokbeusi sebagai
penghasil padi terbesar di Kabupaten Subang yang disebut sebagai wilayah
segitiga emas. Aspek yang diteliti adalah kecenderungan perubahan penggunaan

lahan sawah, minat bertani generasi penerus untuk menjadi petani, indeks
pertanaman, produktivitas padi, peran sarana irigasi terhadap hasil panen, serta
ketepatan tanam dan jadwal pembagian air. Beberapa metode yang digunakan
dalam penelitian adalah (1) analisis regresi dan korelasi untuk mengetahui
peranan irigasi dan faktor lain dalam peningkatan laju konversi lahan, (2) metode
pohon keputusan untuk menganalisis minat bertani generasi penerus yang diduga
terkait erat dengan tingkat pendidikan petani, (3) pemanfaatan indeks vegetasi
yang diturunkan dari data satelit untuk memantau indeks pertanaman dan
menduga produktivitas padi, serta (4) pendataan langsung di lapang dan
klasifikasi sederhana untuk mengetahui pola hasil panen terhadap posisi lahan dari
irigasi dan mengetahui sebaran spasial waktu tanam kaitannya dengan jadwal
pembagian air.
Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi, faktor yang berpengaruh
nyata terhadap luasan konversi lahan adalah panjang irigasi dan pertumbuhan
penduduk. Keduanya berkorelasi positif dan berpengaruh nyata terhadap luas
lahan. Indeks pertanaman di lokasi penelitian beragam, yaitu IP 100 hingga IP
250. Korelasi antara nilai EVI dengan produktivitas padi di lokasi penelitian
adalah 0,26, artinya nilai EVI belum dapat digunakan untuk menduga
produktivitas padi karena korelasinya lemah. Tidak ada pola khas yang terbentuk
antara posisi lahan dari saluran irigasi dengan produktivitas padi. Nilai ragam

kelas buffer irigasi yang tinggi dan selisih rataan yang rendah mematahkan asumsi
bahwa jarak lahan dari saluran akan mempengaruhi besarnya produktivitas padi.
Sebanyak 92,5% petani menanam padi pada tanggal yang tidak sesuai dengan
jadwal pembagian air. Lahan sawah dengan prioritas 2 menjadi mayoritas pada
lokasi penelitian, dengan luas wilayah 16.222,29 ha.
Kata kunci: Irigasi, lahan sawah berkelanjutan, minat bertani, padi, perubahan
penggunaan lahan.

ABSTRACT
WIDA NINDITA. Distribution Analysis of Considered Paddy Field as
Sustainable Paddy Field in Blanakan, Ciasem, and Patokbeusi Sub-district,
Subang Regency. Supervised by ASDAR ISWATI and DYAH RETNO PANUJU
Indonesia has an extensive arable land, and most Indonesians consume rice as
their staple food. However, huge amount of paddy field has been converted into
built-up area. Therefore, it is reasonable to research potential paddy land to be
preserved as sustainable paddy field. Research was carried out in Blanakan,
Ciasem, and Patokbeusi Sub-district, Subang Regency. This area was also called
as the golden triangle of Subang. Aspects for analysis includes the tendency of
paddy field conversion, the interest of next generation to be farmers, cropping
intensity, rice productivity, the role of irrigation to rice yield, and the punctuality

of planting time and water distribution schedule. Various methods used in this
research were (1) regression and corelation analysis to discover effect of irrigation
networks and other factors to the rate of land conversion, (2) regression tree
models to analyze youth interest to be farmers which are assumed to relate to the
educational degree of their parents, (3) the usage of vegetation index extracted
from satellite imagery to monitor cropping index and to estimate rice yield, and
(4) to collect and classify farmers information in understanding the pattern of
yield data on field and its relation to the position of irrigation networks, and to
know the spatial pattern of planting time and its relation to the water distribution
schedule.
The result show that factors affecting significantly the extension of land
conversion are the length of irrigation networks and population growth. Both of
those variables have positive correlation and significantly influencing the
extension of land conversion. Cropping intensity varied from 100 to 250.
Correlation of EVI and paddy yield is 0,26 means that EVI is somewhat unreliable
to determine paddy yield. There is no typical pattern made of land position from
irrigation networks and paddy productivity. High value range of irrigation buffer
classes and low difference of average are defiant towards the assumption that
distance between irrigation networks and paddy land will affect the yield of paddy.
About 92,5% farmers have planting time which does not match with water

distribution schedule. Paddy field with second priority is a majority on research
area at 16.222,29 ha.
Keywords: Irrigation, sustainable paddy field, farming interest, paddy, land use
change.

ANALISIS SEBARAN LAHAN SAWAH YANG LAYAK
DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI LAHAN SAWAH
BERKELANJUTAN
DI KECAMATAN BLANAKAN, CIASEM, DAN PATOKBEUSI,
KABUPATEN SUBANG

WIDA NINDITA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Analisis Sebaran Lahan Sawah yang Layak Dipertimbangkan
sebagai Lahan Sawah Berkelanjutan di Kecamatan Blanakan,
Ciasem, dan Patokbeusi, Kabupaten Subang
Nama
: Wida Nindita
NIM
: A14090007

Disetujui oleh

Dr Ir Asdar Iswati, MS
Pembimbing I

Dyah Retno Panuju, MSi
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, Msc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah lahan
berkelanjutan, dengan judul Analisis Sebaran Lahan Sawah yang Layak
Dipertimbangkan sebagai Lahan Sawah Berkelanjutan di Kecamatan Blanakan,
Ciasem, dan Patokbeusi, Kabupaten Subang. Terima kasih penulis ucapkan
kepada seluruh pihak yang telah terlibat dalam penulisan karya ilmiah ini,
terutama kepada:
1.
Dr Ir Asdar Iswati, MS dan Dyah Retno Panuju, MSi selaku pembimbing
atas segala nasehat, bimbingan, arahan, motivasi, kesabaran, dan keikhlasan

yang telah diberikan selama proses penyelesaian karya ilmiah ini.
2.
Bambang H. Trisasongko, MSc selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan, arahan, dan motivasi.
3.
Ibunda Ratih Uttari serta seluruh keluarga atas motivasi dan kesabarannya.
4.
Instansi-instansi di Kabupaten Subang, diantaranya Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Badan Pelaksanaan Penyuluhan
Pertanian Kecamatan Blanakan, Ciasem, dan Patokbeusi, Dinas Pertanian
dan Tanaman Pangan, Dinas Tata Ruang, Pemukiman, dan Kebersihan,
Perum Jasa Tirta II, Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Subang,
PT. Sang Hyang Seri Regional Subang, Balai Besar Penelitian Tanaman
Padi (BB Padi), Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS)
Citarum Ciliwung, serta Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian
(BBSDLP) atas kerjasama dalam memberikan informasi dan data yang
diperlukan.
5.
Penyuluh pertanian, kelompok tani, petani, masyarakat Kecamatan
Blanakan, Ciasem, dan Patokbeusi terutama keluarga Bapak Asep, Eko Hari

S, H. Edi, H. Nurjaman, serta seluruh pihak yang terlibat dalam
pengumpulan data di lapangan atas kebersamaan, kerjasama, motivasi, dan
keterbukaannya dalam memberikan informasi dan data yang diperlukan.
6.
Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
yang telah memberikan ilmu dan nasehat.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015
Wida Nindita

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN


viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan


2

Perubahan Penggunaan Lahan Sawah

3

Pemantauan Indeks Pertanaman dan Produktivitas Padi dengan Citra Satelit

5

Peran Irigasi dalam Penentuan Lahan Sawah Berkelanjutan

6

METODE

7

Tempat dan Waktu Penelitian

7

Bahan dan Alat

8

Pelaksanaan Penelitian

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecenderungan Konversi Lahan berdasarkan Minat Bertani Generasi
Penerus dan Laju Perubahan Penggunaan Lahan

27
27

Pemantauan Indeks Pertanaman dan Produktivitas Padi dengan Citra Satelit 31
Peran Irigasi dan Faktor Lain terhadap Kecenderungan Konversi Lahan
Sawah dan Produktivitas Padi

35

Ketepatan Waktu Tanam Padi berdasarkan Jadwal Pembagian Air

40

Prioritas Lahan Sawah Berkelanjutan

42

SIMPULAN DAN SARAN

44

Simpulan

44

Saran

44

DAFTAR PUSTAKA

45

RIWAYAT HIDUP

54

DAFTAR TABEL
1

Bahan dan Sumber Data Sekunder

8

2

Spesifikasi Citra Satelit

8

3

Jenis Data, Teknik Analisis, dan Keluaran Data Penelitian

10

4

Kelas Panjang Irigasi

13

5

Kelas Konversi Lahan

13

6

Jumlah Sampel Setiap Desa

14

7

Spesifikasi Setiap Peubah dalam Analisis CART

18

8

Kriteria Prioritas Indeks Pertanaman Lahan

25

9

Kriteria Prioritas Ketepatan Waktu Tanam

25

10

Kriteria Prioritas Produktivitas Padi

26

11

Kriteria Prioritas Lahan Sawah Berkelanjutan berdasarkan
Komponen Indeks Pertanaman, Ketepatan Waktu Tanam, dan
Produktivitas Padi
Karakteristik Petani berdasarkan Minat Generasi Penerusnya
untuk Berusaha Tani
Nilai EVI dan Produktivitas Padi
Korelasi antara Nilai EVI dan Produktivitas Padi

12
13
14
15
16
17
18

Korelasi antar Peubah Analisis Perubahan Penggunaan Lahan
Sawah
Hasil Analisis Regresi Berganda Perubahan Penggunaan
Lahan
Jarak Lahan dari Irigasi dan Rataan Produktivitas

26
30
34
34
36
38
40

19

Korelasi antara Jarak Lahan dari Irigasi dengan Produktivitas
Padi
Persentase Keterlambatan Tanam

40
42

20

Luasan Prioritas Lahan Sawah Berkelanjutan

43

DAFTAR GAMBAR
1

Lokasi Penelitian

7

2

Diagram Alir Penelitian

9

3

Diagram Alir Identifikasi Perubahan Penggunan Lahan Tahun
2010-2013
Lokasi Pengecekan Lapang Kecamatan (a) Blanakan,
(b) Ciasem, dan (c) Patokbeusi
Ilustrasi Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dengan
Membandingkan Atribut Peta Penggunaan Lahan Tahun
2010 dan 2013

4
5

13
15

16

6

Diagram pohon keputusan CART

17

7
8

Diagram Alir Identifikasi Indeks Pertanaman dan Estimasi
Produktivitas Padi
Hubungan Nilai EVI dengan Umur Tanaman Padi

19
20

9

Lokasi Lahan PT. Sang Hyang Seri

21

10

Diagram Alir Analisis Faktor Penyebab Konversi Lahan

22

11

Diagram Alir Pola Produktivitas Padi terhadap Jarak dari
Irigasi
Diagram Alir Evaluasi Ketepatan Waktu Tanam Padi
berdasarkan Jadwal Pembagian Air
Diagram Alir Penentuan Prioritas Lahan Sawah
Berkelanjutan
Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan di Lokasi Penelitian
Grafik Luas Perubahan Penggunaan Lahan

12
13
14
15
16
17

18
19
20
21

22
23
24

Struktur Pohon Keputusan Faktor yang Mempengaruhi Minat
Bertani
Grafik EVI, kenampakan citra, dan foto lapang pada berbagai
umur padi (a) tanam (20 hari), (b) keluar malai (60 hari), dan
(c) menjelang panen (117 hari)
Grafik EVI Tanaman Padi Varietas Ciherang PT. Sang Hyang
Seri 9 Mei 2013-9 Mei 2014
Sebaran Ragam Indeks Pertanaman
Keragaman Produktivitas Gabah di Lokasi Penelitian pada
Musim (a) Kemarau (gadu), dan (b) Hujan (rendeng)
(a) Box plot peubah panjang irigasi tiap kecamatan; (b) Box
plot peubah pertumbuhan penduduk tiap kecamatan; (c) Box
plot luas sawah per desa tiap kecamatan; (d) Box plot panjang
jalan dan luas kepemilikan sawah tiap kecamatan; (e) Box
plot jumlah keluarga petani; dan (f) Box plot luasan konversi
lahan.
Sebaran Irigasi dan Produktivitas Padi MT. Rendeng (Hujan)
2013/2014
Sebaran Ketepatan Waktu Tanam MT. Rendeng (Hujan)
2013/2014
Sebaran Prioritas Lahan Sawah Berkelanjutan

23
24
25
27
27
29

31
32
33
33

35
39
41
43

DAFTAR LAMPIRAN
1

Kuisioner Pemantauan Lahan Sawah Berkelanjutan di
Kabupaten Subang

49

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan makanan pokok bagi mayoritas penduduk Indonesia,
walaupun pada awalnya sebagian penduduk Indonesia di wilayah timur seperti
Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua mengonsumsi jagung, singkong, ubi,
dan sagu (Hartini et al. 2005). Masyarakat yang awalnya mengonsumsi jagung
dan ubi kayu sebagai makanan pokok mulai beralih mengonsumsi beras
(Rachman dan Ariani 2008). Hal ini menyebabkan tingkat konsumsi beras
penduduk Indonesia sejak tahun 1960 hingga 2007 meningkat sekitar 40 juta ton
(Panuju et al. 2013). Ketergantungan penduduk Indonesia terhadap beras perlu
diimbangi dengan ketersediaan beras yang cukup untuk menjamin ketahanan
pangan.
Ketersediaan beras ditentukan oleh tingkat produksi padi. Produksi padi
Indonesia meningkat dalam kurun waktu 1961-2004, tetapi laju produktivitas padi
menurun sejak tahun 1990 (Panuju et al. 2013). Sekitar 56% produksi padi
dipenuhi dari Pulau Jawa, sehingga Pulau Jawa sangat berperan dalam menyangga
produksi beras nasional (Malian et al. 2004). Namun demikian, Pulau Jawa
memiliki indeks keberlanjutan ketersediaan beras yang paling rendah dari sisi
ekologi dibandingkan wilayah lainnya di Indonesia. Hal ini disebabkan karena
laju konversi sawah di Indonesia yang sebagian besar terjadi di Pulau Jawa, yaitu
sebesar 61,57% (Nurmalina 2008).
Hardjoamidjojo (1997) dalam penelitiannya menemukan bahwa telah terjadi
penyusutan lahan sawah irigasi di Jawa Barat sebesar 17.678 ha sejak tahun 1988
hingga 1994. Verburg et al. (1999) juga menemukan bahwa dalam rentang tahun
1994-2010 terjadi penurunan luasan lahan sawah di wilayah pantai utara Jawa
karena peningkatan konversi lahan sawah menjadi pemukiman, perkebunan, dan
pertanian lahan kering. Lahan sawah irigasi potensial menjadi lahan perumahan
karena datar, luas, memiliki kemudahan akses terhadap sumber air, dan memiliki
saluran drainase sehingga biaya konstruksi lebih kecil (Azadi et al. 2010).
Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengontrol laju konversi sawah salah
satunya dengan menetapkan lahan sawah sebagai lahan pertanian pangan
berkelanjutan.
Mengingat pentingnya posisi Jawa Barat sebagai pusat produksi beras
nasional dan di sisi lain ancaman konversi lahan sawah yang tinggi di wilayah
tersebut, maka penelitian keberlanjutan lahan sawah di wilayah ini sangat penting
dilakukan. Salah satu kabupaten di Jawa Barat yang potensial untuk penelitian ini
adalah Kabupaten Subang. Kabupaten Subang berbatasan langsung dengan
Kabupaten Kawarang yang memiliki tingkat perkembangan wilayah tinggi
sebagai akibat dari urbanisasi (Firman 1997). Kabupaten Subang juga dilalui oleh
jalur Pantura yang merupakan jalur utama arus ekonomi Jakarta-Cirebon (ButarButar 2012). Sebagai produsen padi tertinggi ketiga di Jawa Barat (BPS 2012)
yang dilengkapi fasilitas irigasi teknis, Kabupaten Subang perlu menerapkan
perlindungan terhadap lahan sawah.
Secara lebih spesifik, penelitian dilakukan di Kecamatan Blanakan, Ciasem,
dan Patokbeusi. Kecamatan Blanakan, Ciasem, dan Patokbeusi berada di wilayah

2
Pantura Subang dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Karawang di sebelah
barat. Kecamatan Ciasem dilalui oleh jalur Pantura, sementara Kecamatan
Blanakan dan Kecamatan Patokbeusi mengapit Kecamatan Ciasem di sebelah
utara dan selatan. Ketiga Kecamatan tersebut hampir seluruhnya terhubung oleh
jaringan irigasi teknis, kecuali 5,6% lahan sawah tadah hujan di Kecamatan
Patokbeusi (BPS 2011).
Pertimbangan lahan sawah berkelanjutan melalui kesesuaian lahan telah
banyak dilakukan (Christina 2011; Barus et al. 2012b; Lestari 2014). Untuk
membedakan dengan penelitian terdahulu, komponen penentu lahan sawah
berkelanjutan dititikberatkan pada ketersediaan fasilitas irigasi. Analisis peran
irigasi dalam mempengaruhi indeks pertanaman, produktivitas padi, dan waktu
tanam dilakukan sebagai komponen dalam penentuan lahan sawah berkelanjutan.
Laju konversi lahan sawah dan minat bertani generasi penerus digunakan sebagai
informasi dasar untuk menganalisis kecenderungan konversi lahan sawah di lokasi
penelitian.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertimbangan latar belakang sebagaimana dijabarkan di atas,
penelitian ini bertujuan untuk:
1. mengestimasi kecenderungan konversi lahan melalui minat bertani
generasi penerus dan laju perubahan penggunaan lahan;
2. mengidentifikasi indeks pertanaman dan estimasi produktivitas padi
dengan menggunakan citra satelit;
3. menganalisis peran irigasi dan faktor lain terhadap kecenderungan
konversi lahan sawah dan produktivitas padi;
4. menganalisis ketepatan waktu tanam padi berdasarkan jadwal
pembagian air;
5. menentukan prioritas lahan sawah berkelanjutan.

TINJAUAN PUSTAKA
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Menurut UU No. 41/2009, lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah
sebidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan
secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan,
dan kedaulatan pangan nasional. Lahan pertanian pangan yang ditetapkan sebagai
lahan pertanian pangan berkelanjutan dapat berupa: (a) lahan beririgasi, (b) lahan
reklamasi rawa pasang surut dan nonpasang surut (lebak); dan/atau (c) lahan tidak
beririgasi. Lahan pertanian pangan yang akan dibahas lebih lanjut dalam
penelitian ini adalah lahan beririgasi.
“Perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan menggunakan dasar
pertumbuhan penduduk dan kebutuhan konsumsi pangan penduduk, pertumbuhan
produktivitas, serta kebutuhan pangan nasional. Lahan pertanian pangan yang
sudah ada dan lahan cadangan didasarkan atas kriteria kesesuaian lahan,

3
ketersediaan infrastruktur, penggunaan lahan, potensi teknis lahan, dan/atau
luasan kesatuan hamparan lahan. Penetapan kawasan pertanian pangan
berkelanjutan kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Daerah mengenai rencana
tata ruang wilayah kabupaten/kota” (UU No. 41/2009 tentang perlindungan lahan
pertanian pangan berkelanjutan).
Menurut Rustiadi dan Wafda (2008) penyediaan lahan pertanian berkaitan
dengan kapasitas produksi pangan ditentukan oleh luas lahan produksi,
produktivitas lahan, tingkat kebutuhan konsumsi pangan, laju luasan konversi, dan
jumlah penduduk. Selain itu, menurut Barus et al. (2012b), kriteria penting untuk
menetapkan lahan pertanian pangan berkelanjutan antara lain kriteria daya dukung
fisik yang yang dapat diperoleh melalui evaluasi kemampuan atau kesesuaian
lahan. Keberlangsungan aktifitas pertanian juga turut didukung oleh ketersediaan
infrastruktur pendukung, diantaranya irigasi dan kelembagaan fisik. Untuk lahan
sawah, infrastruktur utama yang diperlukan adalah data jaringan irigasi sekunder
dan tersier, jalan usaha tani dan waduk. Beberapa data pendukung lain adalah
penggilingan padi, wadah penyimpanan, dan pasar.
Terdapat tiga komponen yang dipertimbangkan dalam penetapan lahan
sawah berkelanjutan pada penelitian ini, yaitu: 1) kecenderungan konversi lahan
dan keberlangsungan lahan melalui minat bertani generasi penerus. Pertanian
berskala kecil dan bersifat padat karya membutuhkan peran generasi penerus
untuk menjamin keberlanjutan lahan pertanian (White 2012). 2) Indeks
pertanaman dan produktivitas padi. Intensitas pertanaman padi yang tinggi
dibutuhkan untuk memasok produksi padi ke pasar (Hussain dan Hanjra 2004).
Produktivitas padi yang tinggi juga dibutuhkan untuk memenuhi tingkat
kebutuhan konsumsi pangan (Rustiadi dan Wafda 2008). 3) Ketepatan waktu
tanam padi sesuai jadwal pembagian air. Lahan sawah sebaiknya ditanami sesuai
rencana waktu tanam supaya penggunaan irigasi menjadi efisien (Harsoyo 2011).

Perubahan Penggunaan Lahan Sawah
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tata ruang,
kawasan pertanian termasuk ke dalam kawasan budidaya, yaitu kawasan yang
ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan
potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan.
Kawasan pertanian lahan basah termasuk dalam lingkup kawasan budidaya
pertanian. Kawasan pertanian lahan basah didefinisikan sebagai kawasan yang
diperuntukkan bagi tanaman pangan lahan basah dimana pengairannya dapat
diperoleh secara alamiah maupun teknis, dalam hal ini yang dimaksud adalah
sawah.
Perubahan penggunaan lahan sawah menjadi lahan nonsawah memiliki
hubungan erat dengan ketahanan pangan yang menjadi landasan dibentuknya UU
No. 41/2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Berbagai kriteria
fisik seperti kesesuaian lahan, sarana irigasi, dan kriteria sosial ekonomi menjadi
dasar implementasi peraturan tersebut. Namun demikian, kriteria yang bersifat
dinamis seperti potensi lahan terkonversi belum diintegrasikan dengan baik
walaupun merupakan tantangan dalam usaha mempertahankan lahan pangan
tertentu (Barus et al. 2012a).

4
Sebagian besar penelitian perubahan penggunaan lahan sawah dilakukan
pada daerah yang bersifat dinamis seperti suburban atau daerah pinggiran kota.
Hasil simulasi Verburg et al. (1999), dalam rentang tahun 1994-2010 terjadi
penurunan luasan lahan sawah di wilayah pantai utara Jawa karena peningkatan
konversi lahan sawah menjadi pemukiman, perkebunan, dan pertanian lahan
kering. Rustiadi dan Panuju (2002) dalam kajiannya juga menyatakan bahwa
perubahan penggunaan lahan di daerah suburban sebagian besar adalah menjadi
lahan terbangun yang berfungsi sebagai tempat tinggal.
Kabupaten Subang terletak bersebelahan dengan Kabupaten Karawang yang
merupakan pusat industri. Kedekatan lokasi tersebut diduga mempengaruhi laju
perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Subang. Penelitian tentang konversi
lahan di Kabupaten Subang telah dilakukan oleh Andalusia (2014) dan
memperoleh hasil bahwa perubahan penggunaan lahan terbesar terjadi di bagian
tengah, yaitu di Kecamatan Subang, Pabuaran, dan Pagaden. Kecamatan Blanakan
tidak mengalami perubahan penggunaan lahan sawah, hanya terdapat perubahan
penggunaan lahan dari kebun campuran menjadi lahan terbangun sebesar 1,76 ha.
Sementara Kecamatan Ciasem mengalami perubahan lahan sawah menjadi lahan
terbangun sebesar 11,12 ha. Seperti Kecamatan Ciasem, Kecamatan Patokbeusi
hanya mengalami perubahan penggunaan lahan sawah menjadi lahan terbangun
sebesar 8,02 ha. Andalusia (2014) menilai bahwa faktor yang mempengaruhi
perubahan penggunaan lahan sawah menjadi lahan terbangun adalah jarak lahan
ke pusat kota, jenis tanah, dan pola ruang.
Terdapat dua pendekatan besar untuk menelaah perubahan penggunaan
lahan, yaitu pendekatan dengan pembandingan peta tematik yang dikenal dengan
analisis Land Use/Land Cover Change (LUCC) dan pendekatan dengan prosedur
statistika yang tidak melibatkan prosedur klasifikasi (Trisasongko et al. 2009).
Pada penelitiannya, Trisasongko et al. (2009) menggunakan metode analisis Land
Use/Land Cover Change (LUCC) untuk menganalisis perubahan penggunaan
lahan. Verburg et al. (1999) juga menganalisis perubahan penggunaan lahan di
Pulau Jawa pada tahun 1979-1994 dengan metode LUCC dan melakukan simulasi
perubahan penggunaan lahan tahun 1994-2010 dengan metode CLUE
(Conversion of Land Use and Its Effect). Verburg et al. (1999) menemukan bahwa
penurunan luasan sawah tertinggi di Pulau Jawa terjadi di daerah pantai utara.
Saefulhakim et al. (1999) menyimpulkan tiga faktor penting yang
menentukan elastisitas dinamika perubahan penggunaan lahan, yaitu karakteristik
fisik lahan, dinamika karakteristik sosial ekonomi wilayah internal, dan
karakteristik interaksi spasial kegiatan ekonomi. Ilham et al. (2005)
mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan menjadi tiga,
yaitu faktor ekonomi, faktor sosial, dan peraturan pertanahan. Dalam kelompok
aspek ekonomi, ditemukan bahwa rataan konversi lahan sawah berkorelasi negatif
dengan pertumbuhan nilai tukar petani. Daya saing produk pertanian terutama
padi dan harga lahan yang cenderung terus meningkat mendorong petani untuk
menjual lahan sawahnya untuk beralih ke usaha lain. Sementara itu, aspek sosial
yang menjadi pendorong konversi lahan sawah adalah perubahan perilaku dan
cara pandang terhadap profesi petani, hubungan pemilik dengan lahan sebagai aset
sosial, dan pemecahan lahan akibat sistem waris. Peraturan pertanahan sebagian
besar berisi upaya mencegah alih fungsi lahan pertanian beririgasi teknis,

5
sehingga peluang alih fungsi lahan dari sawah irigasi teknis masih mungkin
dilakukan.

Pemantauan Indeks Pertanaman dan Produktivitas Padi dengan Citra Satelit
Pemantauan indeks pertanaman dan produktivitas padi dibutuhkan oleh
perencana kebijakan untuk menyusun strategi ketahanan pangan (Son et al. 2014).
Pemantauan indeks pertanaman dan produktivitas padi dapat dilakukan dengan
menggunakan nilai indeks vegetasi dari citra satelit. Berbagai kajian menunjukkan
bahwa indeks vegetasi digunakan untuk memahami fase pertumbuhan tanaman
(Andriarini 2007; Panuju et al. 2009; Heidina 2010; Nuarsa et al. 2011;
Cahyaningsih 2012; Kusumawardani et al. 2013; Dirgahayu et al. 2014; Son et al.
2014). Pengamatan fase pertumbuhan padi di lapang menjadi informasi penting
untuk memahami kegunaan indeks vegetasi dan indeks pertanaman (Son et al.
2014).
Menurut IRRI (2007), secara umum fase pertumbuhan padi terbagi menjadi
dua, yaitu fase vegetatif dan generatif. Lamanya fase vegetatif bervariasi
tergantung varietas padi, tetapi tetap berkisar antara 55-85 hari. Fase generatif
padi digolongkan lagi menjadi fase reproduktif dan pemasakan.
Tanaman padi membutuhkan 3-6 bulan untuk tumbuh dari benih hingga
menjadi tanaman dewasa, bergantung pada varietas dan kondisi lingkungan.
(Yoshida 1981). Varietas padi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu padi
berumur pendek (short-duration varieties) yang dapat dipanen pada umur 105120 hari dan padi berumur panjang (long-duration varieties) yang dapat dipanen
pada umur sekitar 150 hari (IRRI 2007). Varietas padi berumur 120 hari yang
ditanam pada iklim tropis mengalami fase vegetatif selama 60 hari, 30 hari dalam
fase reproduktif, dan 30 hari dalam fase pemasakan (Yoshida 1981). Perbedaan
masa pertumbuhan (umur) ditentukan oleh lamanya fase vegetatif. Varietas
berumur pendek memiliki fase vegetatif yang lebih singkat (IRRI 2007).
Pemantauan fase pertumbuhan padi dengan menggunakan citra
penginderaan jauh telah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya Andriarini
(2007), yaitu pemantauan fase padi dengan menggunakan citra SPOT
VEGETATION dan mendapatkan nilai Normalized Difference Vegetation Index
(NDVI) padi Ciherang pada masa tanam berkisar antara 0,17-0,26, masa vegetatif
maksimum 0,48-0,79, dan masa panen 0,36-0,52. Hasil analisis NDVI padi oleh
Cahyaningsih (2012) dengan citra ALOS AVNIR-2 (Advanced Land Observing
Satellite Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type 2) menunjukkan
hasil yang sama. Nilai NDVI ALOS AVNIR-2 meningkat pada fase vegetatif
hingga padi berumur 90 hari. Setelah fase vegetatif, grafik NDVI mengalami
penurunan. Dirgahayu et al. (2014) memanfaatkan nilai Enhanced Vegetation
Index (EVI) Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) 8 harian
untuk pemantauan fase pertumbuhan padi. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa saat 60 hari setelah tanam nilai EVI maksimum mencapai lebih dari 0,4,
sedangkan nilai EVI saat tanam kurang dari 0,25.
Pemantauan fase pertumbuhan padi dengan menggunakan citra optik
sebaiknya dilakukan pada musim kemarau. Panuju et al. (2009) dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa data MODIS 8 harian masih belum mampu

6
menyediakan data untuk pemantauan tanaman padi terutama saat musim
penghujan, karena tutupan awan belum dapat diatasi dengan prosedur koreksi.
Nilai indeks NDVI maupun EVI berfluktuasi cukup besar karena adanya
gangguan atmosfer.
Pemantauan indeks pertanaman dengan NDVI dan EVI MODIS telah
dilakukan oleh Son et al. (2014). Pada penelitiannya, Son et al. (2014)
mengidentifikasi indeks pertanaman dari nilai maksimum NDVI maupun EVI
yang terbentuk dalam rentang waktu 365 hari. Son et al. (2014) menyimpulkan
bahwa perbedaan indeks pertanaman dipengaruhi oleh iklim lokal dan irigasi.
Secara lebih mendalam, disebutkan bahwa lahan tadah hujan memiliki indeks
pertanaman lebih rendah dibandingkan lahan beririgasi.
Pendugaan produktivitas padi dengan nilai indeks vegetasi juga telah
dilakukan oleh beberapa peneliti. Produktivitas tanaman padi dengan nilai NDVI
berkorelasi positif. Andriarini (2007) dalam penelitiannya menggunakan data
SPOT VEGETATION mendapatkan nilai korelasi sebesar 0,93. Nuarsa et al.
(2011) menggunakan data MODIS 8 harian dan mendapatkan nilai korelasi 0,92.
Heidina (2010) melakukan pendugaan produktivitas padi dengan nilai
NDVI dan EVI MODIS. Korelasi antara produktivitas padi dan nilai NDVI
maupun EVI pada fase vegetatif (padi umur 27-74 hari) bernilai negatif. Nilai
NDVI dan EVI MODIS pada fase vegetatif tidak dapat digunakan untuk menduga
produktivitas padi. Korelasi positif ditunjukkan pada saat padi berumur 83-122
hari. Korelasi positif tertinggi antara nilai NDVI dan EVI dengan nilai
produktivitas padi adalah pada saat padi berumur 91-98 hari. Pada umur 91-98
hari padi berada dalam fase vegetatif maksimum (tahap keluar malai) hingga awal
fase generatif. Kusumawardani et al. (2013) juga menganalisis korelasi antara
nilai EVI citra MODIS pada saat padi berumur 80-90 hari dengan produktivitas
padi sawah di Kabupaten Lebak, Banten. Hasil korelasinya adalah sebesar 0,89.
Selang umur saat padi keluar malai adalah yang paling baik untuk menduga
produktivitas padi. Son et al. (2014) menyimpulkan bahwa pendugaan
produktivitas padi dengan nilai EVI lebih akurat dibandingkan NDVI.

Peran Irigasi dalam Penentuan Lahan Sawah Berkelanjutan
Sarana irigasi berperan besar dalam peningkatan peningkatan luas panen
dan produksi padi. Indonesia yang semula menjadi pengimpor beras mampu
berswasembada beras pada 1984 karena pembangunan sarana irigasi
(Hardjoamidjojo 1997). Pada awal pembangunan fasilitas irigasi Jatiluhur,
sebanyak tiga juta ton padi per-tahun atau setara 8% produksi nasional dan 48%
produksi Jawa Barat dipenuhi oleh lahan sawah irigasi yang termasuk dalam
Daerah Irigasi Jatiluhur (Masjihudi 2003). Lebih lanjut, Hardjoamodjojo (1997)
menyatakan bahwa keberadaan sarana irigasi memungkinkan produksi padi yang
lebih tinggi melalui peningkatan indeks pertanaman. Ketersediaan sarana irigasi
mampu meningkatkan indeks pertanaman melalui penyediaan air (Naylor et al.
2007 dan Son et al. 2014).
Sejak Perum Otorita Jatiluhur (sekarang Perum Jasa Tirta) dipisahkan dari
Unit Pelaksana Teknis Proyek Irigasi Jatiluhur, Perum Jasa Tirta tidak lagi
mendapat subsidi dari pemerintah untuk biaya eksploitasi dan pemeliharaan

7
prasarana pengairan. Biaya tersebut belum dapat dipenuhi oleh pendapatan dari
tarif jual tenaga listrik dan pelayanan air baku. Ironisnya, inefisiensi irigasi yang
merupakan rasio realisasi dan rencana pemberian air irigasi masih tinggi, yaitu
140%. Inefisiensi terjadi karena keterlambatan petani dalam mengolah tanah
maupun menanam padi. Akibatnya, fungsi sarana dan prasarana irigasi semakin
menurun (Masjihudi 2003). Untuk mempertahankan lahan sawah diperlukan
sarana irigasi yang memadai untuk menyediakan air. Penyediaan air melalui
sarana irigasi akan tercapai dan berkelanjutan jika sarana dan prasarana irigasi
dikelola dengan baik. Pengelolaan sarana dan prasarana akan berjalan dengan baik
bila terdapat biaya yang cukup untuk operasi dan pemeliharaan saluran irigasi.
Perlu efisiensi air irigasi untuk mengurangi biaya operasional irigasi, sehingga
biaya tersebut dapat dialokasikan untuk pemeliharaan sarana dan prasarana irigasi
(Masjihudi 2003). Analisis ketepatan waktu tanam petani perlu dijadikan
pertimbangan dalam penetaan lahan sawah berkelanjutan karena berhubungan
dengan efisiensi air irigasi. Secara tidak langsung, ketepatan waktu tanam
menjamin sarana dan prasarana irigasi berfungsi dengan baik.

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Blanakan, Ciasem, dan Patokbeusi
Kabupaten Subang. Ketiga kecamatan merupakan bagian dari daerah Pantai Utara
(pantura) Jawa Barat. Secara administratif wilayah Kecamatan Blanakan terbagi
menjadi sembilan desa, Ciasem sembilan desa, dan Patokbeusi sepuluh desa.
Wilayah penelitian berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Kecamatan
Sukasari, Tambakdahan, dan Cikaum di sebelah timur, Kecamatan Pabuaran dan
Purwadadi di sebelah selatan, serta Kabupaten Karawang di sebelah barat. Secara
umum, wilayah penelitian disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1 Lokasi Penelitian

8
Analisis data dilakukan di Divisi Perencanaan dan Pengembangan Wilayah,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan sejak bulan Juli 2013 sampai Juli 2014.

Bahan dan Alat
Bahan dan sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian disajikan
di dalam Tabel 1. Secara lebih rinci spesifikasi citra satelit yang digunakan
disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 1 Bahan dan Sumber Data Sekunder
No.

Bahan

Sumber Data

1.

Citra ALOS AVNIR-2 tahun 2010

Kerjasama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan
Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA)

2.

Citra Landsat-8 tahun 2013

United States Geological Survey (USGS)

3.

Peta RTRW Kabupaten Subang

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kab. Subang

4.

Peta administrasi desa, peta jalan, dan peta sungai Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Citarum-Ciliwung
RBI 1:25.000 Kabupaten Subang

5.

Peta RBI lembar Jatisari, Ciasem, Pabuaran, dan
Purwadadi skala 1:25.000

Outlet Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal),
Divisi Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor

6.

Citra IKONOS tahun 2009

Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W)

7.

Citra MODIS Terra MOD13Q1 tahun 2013-2014 Level 1 and Atmosphere Archive and Distribution System (LAADSWEB)

8.

Data tanggal tanam, tanggal panen, dan produksi
padi musim tanam gadu (kemarau) 2013 dan
rendeng (hujan) 2014

Kantor Regional I PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang

9.

Peta jaringan irigasi primer hingga sekunder
Kabupaten Subang

Perum Jasa Tirta II Divisi III Kabupatan Subang

10.

Peta Golongan Tanam Musim Tanam Rendeng
dan Gadu Tahun 2013-2014

Perum Jasa Tirta II Divisi III Kabupatan Subang

11.

Data potensi desa Tahun 2006 dan 2012

Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W)

Tabel 2 Spesifikasi Citra Satelit
No.

Jenis Citra

Jumlah Scene

Tanggal Akuisisi

1.

Landsat-8

2

22 Juni 2013
dan 8 Juli 2013

Resolusi
Spasial: 30x30m (pankromatik 15x15m)
Temporal: 16 hari
Spektral: 11 kanal (1)

2.

MODIS Terra
(MOD13Q1)

23 (2013) dan
9 (2014)

1 Januari 2013
s/d 9 Mei 2014

Spasial : 250x250 m
Temporal: 16 hari
Spektral: 6 kanal (NDVI, EVI, blue, red, NIR, dan MIR) (2)

3.

ALOS
AVNIR-2

1

18 November
2010

Spasial: 10x10 m
Temporal: 46 hari
Spektral: 4 kanal (3)

Spasial: 4x4 m (pankromatik 1x1m)
Temporal: 3 hari
Spektral: 5 kanal (4)
.(1) http://landsat.usgs.gov/landsat8.php (diakses tanggal 1 Agustus 2013)
.(2) https://lpdaac.usgs.gov/products/modis_products_table/mod13q1 (diakses tanggal 16 Desember 2014)
.(3) www.eorc.jaxa.jp/ALOS/en/about/avnir2.htm (diakses 6 Januari 2015)
.(4) Dial G, Bowen H, Gerlach F, Grodecki J, Oleszczuk R. 2003. IKONOS satellite, imagery, and products.
Remote Sens. Enviro. 83: 23-36

4.

IKONOS

-

2009

9
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah seperangkat komputer dengan
perangkat lunak Microsoft Office 2010, ArcGIS 9.3, ArcView 3.2, ENVI 4.5,
Statistica 7, Google Earth, Global Positioning System (GPS), dan kuesioner
(Lampiran 1).

Pelaksanaan Penelitian
Penentuan prioritas lahan sawah berkelanjutan merupakan tujuan utama
dalam penelitian ini. Analisis perubahan penggunaan lahan sawah merupakan
salah satu komponen penting dalam menentukan prioritas lahan sawah
berkelanjutan. Data sebaran sawah serta laju perubahan penggunaan lahan perlu
diidentifikasi agar penetapan lahan sawah prioritas bersesuaian dengan fenomena
aktual. Lahan sawah terkini kemudian dianalisis lebih lanjut berdasarkan beberapa
kriteria untuk menentukan prioritas lahan sawah berkelanjutan. Komponen
ketepatan waktu tanam, indeks pertanaman, dan produksi padi menjadi penentu
prioritas lahan sawah berkelanjutan. Diagram alir penelitian disajikan pada
Gambar 2.
Citra Satelit
ALOS AVNIR-2
2010

Citra Satelit
Landsat-8 2013

Klasifikasi
Penutupan Lahan

Klasifikasi
Penutupan Lahan
Pengecekan Lapang

Peta Perubahan Penutupan Lahan

Peta Perubahan Penggunaan Lahan

Sebaran dan Luasan Sawah tahun 2013

Pemantauan
dengan
MOD13Q1

Analisis
Korelasi

Ketepatan Waktu Tanam

Gambar 2 Diagram Alir Penelitian

Jaringan Irigasi

Laju Perubahan Penggunaan Lahan Sawah

Produktivitas
Padi

Data
sekunder
PT. SHS

Minat Bertani
Generasi Penerus

Indeks
Pertanaman

Pemantauan
dengan
MOD13Q1

Kuesioner
Kepada Petani

Penentuan Prioritas Lahan Sawah Berkelanjutan

10
Pelaksanaan penelitian terbagi dalam lima tahap, yaitu (1) estimasi
kecenderungan konversi lahan melalui minat bertani generasi penerus dan laju
perubahan penggunaan lahan, (2) identifikasi indeks pertanaman dan produktivitas
padi dengan menggunakan citra satelit, (3) analisis peran irigasi dan faktor lain
terhadap kecenderungan konversi lahan sawah dan produktivitas padi, (4) analisis
ketepatan waktu tanam padi berdasarkan jadwal pembagian air, dan (5) penentuan
prioritas lahan sawah berkelanjutan. Secara lebih detil, jenis data yang digunakan,
teknik analisis, dan keluaran disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Jenis Data, Teknik Analisis, dan Keluaran Data Penelitian
No.
1.

2.

3.

Tujuan Penelitian
Jenis Data
Teknik Analisis
Keluaran
Estimasi kecenderungan konversi lahan melalui minat bertani generasi penerus dan laju perubahan
penggunaan lahan
a. Identifikasi
perubahan
penggunaan lahan
tahun 2010 hingga
2013.

Citra ALOS AVNIR-2 2010,
Landsat 8 2013, IKONOS 2010,
Peta Dasar (jalan dan sungai
1:25.000), Peta Administrasi
Kabupaten Subang, Peta RBI
(lembar Jatisari, Ciasem,
Pabuaran, dan Purwadadi)
1:25.000.

Penyiapan citra
digital (Stack, fusi
data, Mosaic, dan
koreksi geometri),
klasifikasi visual
penutupan lahan,
dan pengecekan
lapang penggunaan
lahan.

Peta perubahan
penggunaan lahan
tahun 2010-2013.

b. Analisis minat
bertani generasi
penerus.

Data Hasil Wawancara (usia,
tingkat pendidikan, kepemilikan
sawah, luas sawah yang dimiliki,
jarak ke penggilingan, pasar, dan
penyimpanan, akses jalan ke
industri non-pertanian, dan minat
bertani genersi penerus)

Analisis Pohon
Keputusan

Analisis kriteria
yang mempengaruhi
minat bertani
generasi penerus.

Identifikasi indeks pertanaman dan estimasi produktivitas padi dengan menggunakan citra satelit
a. Identifikasi indeks
pertanaman per
tahun

Citra MOD13Q1 2013-2014, Data
Hasil Wawancara (tanggal tanam
dan tanggal panen), Data tanggal
tanam PT. Sang Hyang Seri

Analisis deskriptif

Grafik EVI indeks
pertanaman per
tahun dan fase
pertumbuhan padi.

b. Estimasi
produktivitas padi

Citra MOD13Q1 2013-2014, Data
Hasil Wawancara (produksi padi
per tahun), Data produsi PT Sang
Hyang Seri

Analisis deskriptif
dan uji korelasi.

Koefisien korelasi
dari model produksi
padi dan EVI.

Analisis peran irigasi dan faktor lain terhadap kecenderungan konversi lahan sawah dan produktivitas
padi
a. Analisis peran
irigasi dan faktor
lain terhadap
kecenderungan
konversi lahan.

Peta Perubahan Penggunaan
Lahan 2010-2013, Data Potensi
Desa tahun 2006 dan 2012, Peta
Jalan, dan Peta Jaringan Irigasi

Teknik analisis citra
(clip, intersect,
dissolve), Uji
korelasi dan regresi
linier berganda

Peran irigasi dan
faktor lain terhadap
kecenderungan
konversi lahan
sawah.

b. Analisis peran
irigasi terhadap
produktivitas padi.

Peta Irigasi primer-sekunder,
Data Hasil Wawancara (produksi
padi per musim)

Buffer, interpolasi,
dan analisis
deskriptif

Produktivitas padi
pada berbagai kelas
buffer irigasi.

4.

Analisis ketepatan
waktu tanam padi
berdasarkan jadwal
pembagian air.

Peta Irigasi primer-sekunder, Peta
Golongan Tanam, Data Hasil
Wawancara (tanggal tanam dan
tanggal panen),

Wawancara dan
analisis deskriptif

Ketepatan waktu
tanam padi
berdasarkan jadwal
pembagian air

5.

Penentuan prioritas
lahan sawah
berkelanjutan.

Hasil tujuan 1, 2, 3, dan 4.

Teknik intersect dan
analisis deskriptif

Peta prioritas lahan
sawah berkelanjutan

11

Penjelasan rinci mengenai teknik pelaksanaan penelitian yang digunakan
dalam penelitian diuraikan menurut tahapannya dalam pembahasan berikut.
Estimasi Kecenderungan Konversi Lahan melalui Minat Bertani Generasi
Penerus dan Laju Perubahan Penggunaan Lahan
Identifikasi Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2010 hingga 2013
Tahapan pertama yang dilakukan dalam identifikasi perubahan penggunaan
lahan adalah klasifikasi penutupan/penggunaan lahan dari citra dua titik waktu.
Dua buah citra yang digunakan untuk mengidentifikasi perubahan penggunaan
lahan adalah ALOS AVNIR-2 tahun 2010 dan citra Landsat-8 tahun 2013.
Citra ALOS AVNIR-2 memiliki resolusi spasial 10x10 m dengan empat
kanal spektral. Citra ALOS AVNIR-2 yang didapatkan telah merupakan citra
komposit warna asli sehingga tidak perlu dilakukan penggabungan kanal citra
(layer stacking). Citra ALOS AVNIR-2 dikoreksi geometri terhadap peta jalan
dan sungai RBI skala 1:25.000 dengan menggunakan empat titik kontrol (GCPGround Control Point).
Citra Landsat-8 terdiri dari sebelas kanal yang terpisah, sehingga perlu
dilakukan penggabungan kanal terlebih dahulu untuk mendapatkan citra komposit.
Penggabungan kanal dilakukan untuk kanal 1 s/d 7 dan kanal 9. Kanal 10 dan 11
merupakan kanal thermal infrared (TIR) yang digunakan untuk memantau
temperatur permukaan bumi. Kanal 10 dan 11 tidak digunakan karena tidak
dibutuhkan dalam klasifikasi penutupan lahan. Kanal 8 dibedakan dengan kanal
lainnya karena resolusi spasialnya berbeda, yaitu 15x15 meter. Setelah
penggabungan kanal citra dilakukan, tahapan selanjutnya untuk citra Landsat-8
adalah melakukan fusi data.
Fusi data merupakan suatu teknik penajaman citra dengan memanfaatkan
kanal pankromatik yang resolusi spasialnya lebih tinggi. Tujuan dilakukannya fusi
data adalah untuk mendapatkan citra komposit dengan ketajaman citra sesuai
dengan resolusi spasial kanal pankromatik. Fusi data Landsat-8 dilakukan untuk
mendapatkan citra yang resolusi spasialnya dapat dipadukan dan relatif lebih
sepadan dengan citra ALOS AVNIR-2 untuk analisis perubahan penutupan lahan.
Dalam kasus ini, citra Landsat-8 yang memiliki kanal cahaya tampak dan infrared
30x30 m akan dipertajam dengan kanal pankromatik (kanal 8) dengan resolusi
spasial 15x15 meter. Sehingga dihasilkan citra komposit dengan resolusi spasial
15x15 meter.
Fusi data dilakukan dengan metode principal component analysis (PCA).
Metode PCA merupakan metode penajaman citra basis spektral yang mengganti
komponen utama pertama citra dengan komponen spektral resolusi tinggi dari
citra pankromatik (Jie-Lun 2014). Terdapat beberapa metode yang dapat
digunakan dalam melakukan fusi data, yaitu metode high saturation value (HSV),
color normalized-spectral (CN-spectral), color normalized Brovey (CN-Brovey),
PCA, dan Gram-Schmidt. Metode HSV menghasilkan citra yang lebih tajam dari
citra awal, tetapi memberi informasi warna yang berbeda dengan citra awal
(terjadi distorsi warna), hal yang sama juga terjadi pada hasil fusi dengan metode
CN-spectral dan CN-Brovey (Yuhendra 2013). Berbeda dengan ketiga metode
tersebut, metode PCA memperlihatkan kedekatan dengan warna citra

12
multispektral awal (Wandayani 2007). Metode Gram-Schmidt merupakan metode
yang paling baik untuk melakukan penajaman citra dengan nilai akurasi paling
tinggi (Yuhendra 2013). Namun demikian, waktu yang digunakan untuk
melakukan proses penajaman dengan metode Gram-Schmidt akan lebih panjang.
Pada penelitian ini, metode Gram-Schmidt tidak digunakan untuk fusi data karena
terjadi kegagalan (error) saat proses fusi. Metode PCA tetap digunakan untuk fusi
data karena metode tersebut adalah metode terbaik setelah Gram-Schmidt.
Identifikasi perubahan penggunaan lahan dilakukan pada seluruh wilayah
Kabupaten Subang, sehingga diperlukan teknik mosaik citra untuk
menggabungkan dua potong citra Landsat-8 dengan posisi koordinat (path-row)
berbeda. Mosaik citra dalam penelitian ini dilakukan untuk menggabungkan
potongan citra Kabupaten Subang bagian utara dan selatan. Setelah mosaik citra,
dilakukan koreksi geometri antara citra Landsat-8 dan citra ALOS-AVNIR-2
dengan menggunakan 20 GCP. Nilai root mean square error (RMSE) yang
diperoleh adalah 1,41. Nilai ini menunjukkan tingkat ketepatan pada koreksi citra.
Penyimpangan titik pada citra dengan kondisi aktual di lapang adalah sebesar 1,41
dikalikan ukuran piksel citra. Penyimpangan yang mungkin terjadi untuk citra
Landsat-8 adalah sebesar 21,15 m, sedangkan untuk citra ALOS AVNIR_2 adalah
14,1 m. Landsat-8 diolah dengan perangkat lunak berbasis raster ENVI 4.5 selama
tahap pre-processing (penyiapan data), diantaranya layer stacking, fusi data, dan
mosaik citra. Koreksi geometri diakukan dengan perangkat lunak Arc-View 3.2.
Setiap citra diklasifikasikan secara visual ke dalam enam kelas penutupan
lahan, yaitu lahan sawah, tambak, tanaman pertanian lahan kering (TPLK), hutan,
badan air, dan lahan terbangun. Lahan terbangun yang dimaksud dalam penelitian
ini merupakan tutupan lahan buatan yang bersifat permanen, seperti kawasan
permukiman, perkantoran, industri, dan sebagainya. Sedangkan kelas TPLK
mencakup tegalan dan kebun campuran. Pembagian kelas lahan terbangun dan
TPLK tidak diklasifikasikan lebih lanjut mengingat fokus penelitian adalah lahan
sawah. Klasifikasi menghasilkan data antara berupa peta penutupan lahan tahun
2010 dan tahun 2013.
Metode untuk menganalisis perubahan penggunaan lahan dalam penelitian
ini adalah dengan melihat perbedaan keterangan atribut setiap poligon pada peta
penggunaan lahan Tahun 2010 dan 2013. Peta penggunaan lahan tahun 2010
diperoleh dari hasil klasifikasi penggunaan lahan citra ALOS AVNIR-2 tahun
2010 dan peta penggunaan lahan tahun 2013 dari hasil fusi dan klasifikasi citra
Landsat-8 tahun 2013. Diagram alir identifikasi perubahan penggunaan lahan
tahun 2010 hingga 2013 disajikan dalam Gambar 3.
Setelah identifikasi perubahan penggunaan lahan dilakukan, langkah
selanjutnya adalah pengecekan lapang peta penutupan lahan untuk membuat peta
penggunaan lahan. Jumlah titik pengecekan lapang untuk setiap desa berbeda
menurut luasan konversi lahan dan panjang irigasi. Luasan konversi lahan dan
panjang irigasi dibagi menjadi enam kelas. Setiap desa termasuk dalam satu kelas
panjang irigasi dan satu kelas konversi lahan. Penentuan jumlah titik cek lapang
disajikan dalam Tabel 4, 5, dan 6.

13

Multispectral high
spatial resolution
15x15m

Kanal 8 (High
spatial resolution)
15x15m

Kanal 1-7 dan Kanal 9
(Low spatial resolution
multi band) 30x30m

Citra
Landsat-8
Tahun 2013

Penajaman Citra dengan teknik fusi data (data fusion)
Citra ALOS AVNIR-2
Tahun 2010

Citra Landsat-8 Tahun 2013
Komposit RGB (6-5-3)

Menggabungkan
(Mosaic) Citra

Koreksi
Geometri

Peta Jalan
Peta Sungai

Citra Landsat-8 Tahun
2013 Terkoreksi

Citra ALOS-AVNIR-2
Tahun 2010 Terkoreksi

Interpretasi Visual

Peta Kerja + Kuesioner

Peta Penutupan Lahan
Tahun 2010

Peta Penutupan Lahan
Tahun 2013

Cek Lapang dan Wawancara

Penentuan Jumlah Titik Cek Lapang:
Luas Konversi dan Panjang Irigasi setiap desa
Peta Perubahan Penggunaan Lahan

Peta Penggunaan
Lahan Tahun 2010

Peta Penggunaan
Lahan Tahun 2013

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

Gambar 3 Diagram Alir Identifikasi Perubahan Penggunan Lahan Tahun 20102013
Tabel 4 Kelas Panjang Irigasi
Panjang Irigasi
Setiap Desa
424-2016
2017-3609
3610-5202
5203-6795
6796-8388
8389-9981

Kelas
1
2
3
4
5
6

Tabel 5 Kelas Konversi Lahan
Luas Konversi
Lahan Setiap Desa
0-6,03
6,04-12,06
12,07-18,09
18,10-24,12
24,13-30,15
30,16-36,18

Kelas
1
2
3
4
5
6

14
Tabel 6 Jumlah Sampel Setiap Desa
Kombinasi
Jumlah Sampel
Desa
Kelas
Setiap Desa
11
Muara
3
13
Jayamukti
3
14
Langensari
3
22
Blanakan
3
23
Tanjungtiga
3
25
Cilamaya Hilir
3
44
Rawameneng
6
55
Rawamekar
9
66
Cilamaya
9
Girang
22
Sukahaji
3
24
Ciasem Girang
3
25
Ciasem Baru
3
25
Ciasem Tengah
3
25
Ciasem Hilir
3
34
Sukamandijaya
3
36
Pinangsari
6
41
Jatibaru
6
43
Dukuh
6
11
Jatiragas Hilir
3
11
Rancaasih
3
12
Ciberes
3
21
Rancajaya
3
21
Rancamulya
3
21
Tanjungrasa
Kidul
3
22
Gempolsari
3
31
Tambakjati
6
33
Tanjungrasa
3
52
Rancabango
9
Jumlah

Jumlah Sampel
Setiap Kecamatan

42

36

39
117

Jumlah minimal titik pengecekan lapang untuk setiap desa sebanyak tiga
titik dan jumlah maksimal sembilan titik. Jumlah total seluruh titik untuk
pengecekan lapang adalah 117 titik. Bersamaan dengan pengecekan lapang untuk
perubahan penggunaan la