Pengelolaan Limbah Pertanian Dan Sampah Pasar Untuk Perbaikan Sifat Tanah Dan Peningkatan Produksi Padi Dengan Metode Sri Di Lahan Salin Karawang.

PENGELOLAAN LIMBAH PERTANIAN DAN SAMPAH PASAR UNTUK
PERBAIKAN SIFAT TANAH DAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI
DENGAN METODE SRI DI LAHAN SALIN KARAWANG

VERA OKTAVIA SUBARDJA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengelolaan Limbah
Pertanian dan Sampah Pasar untuk Perbaikan Sifat Tanah dan Peningkatan
Produksi Padi dengan Metode SRI di Lahan Salin Karawang adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Vera Oktavia Subardja
A154130121

RINGKASAN
VERA OKTAVIA SUBARDJA. Pengelolaan Limbah Pertanian dan Sampah
Pasar untuk Perbaikan Sifat Tanah dan Peningkatan Produksi Padi dengan Metode
SRI di Lahan Salin Karawang. Dibawah bimbingan ISWANDI ANAS dan
RAHAYU WIDYASTUTI.
Kabupaten Karawang merupakan salah satu kabupaten penghasil beras
nasional. Lahan-lahan produksi beras di Karawang kian hari semakin berkurang.
Alih fungsi lahan pertanian semakin marak terjadi yang merupakan salah satu
dampak kemajuan suatu daerah. Lahan pertanian di Kabupaten Karawang sudah
mulai mengalami penurunan sejak tahun 1995, penurunan luas lahan produksi
menyebabkan terjadinya penurunan hasil beras yang kemudian memaksa
pemerintah untuk melakukan upaya peningkatan produksi beras dengan cara
ekstensifikasi pertanian. Salah satu lahan marginal yang dapat dimanfaatkan untuk
budidaya tanaman padi adalah lahan di sekitar pesisir pantai. Dari 30 kecamatan

yang ada di Karawang, 12 kecamatan berada di sekitar pesisir pantai, oleh sebab
itulah pengembangan area persawahan kemudian diarahkan pada lahan di sekitar
pesisir pantai.
Penggunaan lahan pesisir pantai sebagai lahan produksi beras terkendala
dengan kondisi sifat tanah yang kurang mendukung untuk pertumbuhan tanaman
padi, salah satu masalah yang sangat mengganggu adalah tingkat salinitas yang
cukup tinggi hingga mencapai 7 mmhos. Dengan karakter tanah yang ada di
lahan tersebut, maka diperlukan upaya untuk memperbaiki kualitas tanah agar
mampu menyediakan lingkungan yang baik untuk tanaman padi.
Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama yaitu pembuatan
pupuk organik dengan menggunakan Aspergillus sebagai dekomposer. Tujuan
penelitian tahap pertama yaitu mendapatkan pupuk organik dengan waktu
pengomposan yang lebih cepat dengan menggunakan Aspergillus sebagai
dekomposer untuk diaplikasikan pada sawah lahan salin. Setelah diperoleh pupuk
organik dari jerami padi dan sampah pasar, kemudian dilakukan penelitian tahap
kedua di lahan salin Karawang. Tujuan penelitian tahap kedua yaitu: (1)
mendapatkan pupuk organik yang berasal dari limbah pertanian dan sampah pasar
dengan waktu pengomposan cepat yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kualitas sifat tanah pada lahan sawah salin yang ada di Karawang; (2) mengkaji
penggunaan pupuk organik sehingga mampu meningkatkan kualitas sifat tanah

sawah salin sehingga mampu meningkatkan produksi tanaman padi di lahan
pesisir pantai di Karawang dengan menggunakan metode tanam SRI.
Penelitian pertama menggunakan jerami padi dan sampah pasar sebagai
sumber bahan pembuatan pupuk organik. Pengomposan menggunakan Aspergillus
sebagai dekomposer yang dilakukan secara aerob menggunakan bak
pengomposan yang terbuat dari bambu. Penelitian menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) faktorial. Faktor pertama adalah jenis bahan organik (jerami
dan sampah pasar) dan faktor kedua adalah penggunaan dekomposer (dengan dan
tanpa dekomposer). Terdapat 4 perlakuan yang kemudian diulang 3 kali sehingga
diperoleh 12 unit bak pengomposan.
Pupuk organik yang dihasilkan pada penelitian pertama kemudian
digunakan sebagai bahan baku pada percobaan kedua di sawah lahan salin di

Karawang. Penelitian menggunakan Rancangan Petak Terpisah dengan metode
tanam sebagai petak utama dengan 2 jenis metode tanam yaitu SRI dan
Konvensional. Anak petak adalah penggunaan pupuk organik terdiri dari 3
perlakuan yaitu tanpa pupuk organik, pupuk organik jerami dan pupuk organik
sampah pasar. Seluruh perlakuan diulang sebanyak 4 kali dengan ukuran petak
yang diguanakan adalah 4 x 5 m, sehingga terdapat 24 unit satuan percobaan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan sampah pasar sebagai

bahan pembuatan pupuk organik mampu menghasilkan pupuk organik yang lebih
cepat jika dibandingkan dengan jerami padi. Penambahan Aspergillus pada proses
pengomposan mempercepat laju pengomposan sehingga pupuk organik lebih
cepat matang baik pada jerami maupun sampah pasar. Pupuk organik sampah
pasar yang ditambah Aspergillus menghasilkan pupuk organik yang memiliki
kandungan unsur hara lebih tinggi jika dibandingkan dengan jerami padi yang
ditambah Aspergillus dan tanpa pemberian Aspergillus.
Hasil penelitian tahap kedua menunjukan bahwa penggunaan pupuk
organik sampah dengan metode tanam SRI meningkatkan tinggi tanaman,
komponen produksi dan hasil tanaman padi. Perlakuan ini juga meningkatkan
populasi total mikrob pada saat tanaman padi siap panen, sehingga selain
memperbaiki kimia dan fisika, penggunaan metode tanam SRI juga memperbaiki
sifat biologi tanah salin.
Peningkatan kualitas lahan salin perlu dilakukan dalam rangka
peningkatan hasil tanaman padi di lahan salin. Penggunaan pupuk organik sampah
yang dikombinasikan dengan metode tanam SRI baik digunakan sebagai upaya
intensifikasi pertanian di lahan sawah salin. Dengan digunakannya metode tanam
SRI dan pupuk organik, maka lahan sawah salin akan mengalami peningkatan
kualitas kesuburan tanah yang dicirikan dengan berkurangnya nilai DHL dan
meningkatnya populasi total mikrob dan respirasi tanah.


Kata kunci: salinitas, pupuk organik jerami, pupuk organik sampah pasar, SRI,
sifat biologi tanah

SUMMARY
VERA OKTAVIA SUBARDJA. Agricultural and Market Waste Management for
Soil Properties and Rice Production Improvement by using System of Rice
Intensification (SRI) Method in Saline Soil Karawang. Supervised by ISWANDI
ANAS and RAHAYU WIDYASTUTI.
Karawang is one of regencies producing national rice. The rice fields have
decreased gradually so far. Farming land conversion has become more popular
nowadays. This is due to the progress effect of an area. The decrease of land in
Karawang has started since 1995; therefore, the rice production has decreased as
well. This made the government increase the production of rice by performing
farming extension. One of the marginal lands that can be used to cultivate rice
plants is the land around the coastal area. Of the 30 regencies in Karawang, 12
regencies are around the coastal area. Thus, the farming area development is then
carried out there, coastal area land.
The use of coastal area land as the land of rice production is constrained
by the condition of less unsupportive land characteristic. This means that the rice

plant can not grow well there. One of the constrains is that the problem with the
level of salinity that reaching 7 mmhos which is considered as high. With the land
characteristics there, it is necessary to improve the quality of land so that the land
can provide appropriate environment to plant rice.
The research was done by 2 phases. The first phase was proccess of
organic fertilizer used Aspergillus as decomposer. The aim of this research was to
obtain the highest decomposition rate of organic matter used Aspergillus for
further application in saline soil. The second phase was the use of the rice straw
and waste organic fertilizer in Karawang saline soil. The aims of this research
were (1) to obtain organic fertilizer from the agricultural and market waste with a
high decompostion rate that can be used to increase the quality of soil
characteristics; (2) to study the use of organic fertilizer to improve the saline soil
quality so that the rice production around coastal area in Karawang can be
improved by using the method of SRI.
The experiment was conducted by using rice straw and market waste as
the raw material and Aspergillus was used as the decomposer in composting
process. The experiment was performed aerobically by using bamboo container
and designed by using Randomized Block Design with two factors, i.e. first, type
of organic matter (rice straw and market waste) and second, the use of
decomposer (with and without decomposer) with 3 replication, thus it was

obtained 12 experiment units.
The organic fertilizer that obtained from the first experiment was then
used as the material for the second experiment in the saline soil at Karawang. The
experiment was conducted by using split-plot design with the planting method
(SRI and convensional method) as the main plot. The sub plot was the type of
organic fertilizer, i.e. without organic fertilizer, rice straw organic fertilizer and
market waste organic fertillizer. The all treatments were repeated 4 times with the
treatment plot size of 4 x 5 m, thus it was obtained 24 units of treatment plot.

The result showed that in production of organic fertilizer, decomposition
rate of market waste was faster than decomposition of rice straw. The use of
Aspergillus accelerated the decomposition process of both organic material.
The result of the second research showed that the use of waste organic
fertilizer with the method of SRI planting could increase the plant height, the
production component and the yield of rice in the saline soil of Karawang. The
microbe population was also increased at the end of rice cultivation. So, the use of
SRI planting method improved the biological, chemical and physical charateristics
of the saline land.
The soil quality improvement was needed in order to increase the
production of rice in the saline soil. The use of waste organic fertilizer combined

with SRI planting method was one of the efforts in farming intensification in the
saline soil. With the use of SRI planting method and organic fertilizer, the quality
of saline soil was increased which was characterized by the decreased of DHL
grade and the increased of the population of soil microbes and soil respiration.

Key words: Soil salinity, organic fertilizer, rice straw, market waste, SRI, soil
biological properties.

© Hak Cipta IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang – Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah: dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PENGELOLAAN LIMBAH PERTANIAN DAN SAMPAH PASAR UNTUK
PERBAIKAN SIFAT TANAH DAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI

DENGAN METODE SRI DI LAHAN SALIN KARAWANG

VERA OKTAVIA SUBARDJA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr Ir Sugiyanta, MSi

Judul Tesis

Nama

NIM

: Pengelolaan Limbah Pertanian dan Sampah Pasar untuk
Perbaikan Sifat Tanah dan Peningkatan Produksi Padi
dengan Metode SRI di Lahan Salin Karawang
: Vera Oktavia Subardja
: A154130121

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Iswandi Anas, MSc
Ketua

Dr Rahayu Widyastuti, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Bioteknologi Tanah dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof Dr Ir Dwi Andreas Santosa, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal ujian : 29 Februari 2016

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur saya haturkan kepada Allah SWT., karena atas ijin-Nyalah
saya dapat menyelesaikan tesis ini. Adapun Tesis ini saya beri judul Pengelolaan
Limbah Pertanian dan Sampah Pasar untuk Perbaikan Sifat Tanah dan
Peningkatan Hasil Padi dengan Metode SRI di Lahan Salin Karawang. Tesis ini
terwujud atas bimbingan dari Prof Dr Ir Iswandi Anas MSc dan Dr Rahayu
Widyastuti MSc, oleh sebab itulah maka saya mengucapkan terima kasih kepada
komisi pembimbing sehingga saya mampu menyelesaikan Tesis ini.
Pada kesempatan ini saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
kedua orang tua atas semua doa yang tidak pernah terputus, semua kakak dan adik
tercinta. Karya tulis ini saya persembahkan kepada Briljan Sudjana Ir, MS MBA
yang telah membantu saya baik secara materil dan moril serta selalu
mengingatkan saya untuk terus melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih
tinggi, Semoga semua kebaikan yang telah dilakukan akan dibalas kebaikan oleh
Tuhan YME.
Saya berharap tesis ini dapat menjadi bahan informasi yang baik untuk
pelaksanaan teknis dilapangan. Terima Kasih.

Bogor, Maret 2016

Vera Oktavia Subardja

DAFTAR ISI

PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latarbelakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kerangka Pikir
Hipotesis
BAHAN DAN METODE
1 Pembuatan Pupuk Organik
Bahan dan Alat
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pelaksanaan Pembuatan Pupuk Organik
2 Pengujian Pupuk Organik pada Budidaya Padi di Lahan salin
Bahan dan Alat
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengujian Pupuk Organik di Lahan Salin

xii
xiii
xiv
xv

1
2
2
3
3

4
4
4
6
6
7

HASIL DAN PEMBAHASAN
1 Pembuatan Pupuk Organik
Laju Pengomposan
Sifat Kimia Pupuk Organik
2 Pengujian Pupuk Organik pada Budidaya Padi di Lahan Salin
Pertumbuhan Tanaman Padi
Komponen Produksi
Hasil Tanaman Padi
Populasi Total Mikrob
Respirasi Tanah

15
18
19
20
24

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

26
26

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

11
14

27

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Parameter analisa tingkat kematangan pupuk organik
Parameter analisa sifat biologi, fisika dan kimia tanah pra penelitian
Perlakuan pada pola metode tanam SRI dan konvensional
Pengaruh dekomposer (Aspergillus) pada proses pengomposan
bahan organik jerami dan sampah pasar terhadap pH bahan organik
Kandungan kimia pupuk organik jerami dan sampah pasar
Pengaruh pupuk organik dan metode tanam terhadap tinggi tanaman
padi pada berbagai waktu pengamatan
Pengaruh pupuk organik dan metode tanam terhadap jumlah anakan
meter-2 tanaman padi pada berbagai waktu pengamatan
Pengaruh pupuk organik dan metoda tanam terhadap tinggi tanaman
dan jumlah anakan pada salinitas yang berbeda
Pengaruh pupuk organik dan metode tanam terhadap komponen
produksi tanaman padi
Pengaruh pupuk organik dan metode tanam terhadap hasil tanaman
padi
Pengaruh pupuk organik terhadap salinitas tanah pada berbagai
waktu pengamatan
Pengaruh pupuk organik dan metode tanam terhadap sifat kimia
tanah setelah tanam padi
Pengaruh pupuk organik dan metode tanam terhadap sifat fisika
tanah setelah tanam

6
7
8
12
14
15
16
17
18
20
23
23
25

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.

5.
6.
7.

Pengambilan sampel bahan organik setiap minggu
Bagan alir penelitian tahap 1 dan 2
Pengaruh penggunaan dekomposer (Aspergillus) pada proses
pengomposan bahan organik jerami dan sampah pasar terhadap suhu
Pengaruh penggunaan dekomposer (Aspergillus) pada proses
pengomposan bahan organik jerami dan sampah pasar terhadap
nisbah C:N
Pengaruh pupuk organik dan metode tanam terhadap populasi total
mikrob pada berbagai waktu pengamatan
Pengaruh pupuk organik dan metode tanam terhadap populasi total
cendawan pada berbagai waktu pengamatan
Pengaruh pupuk organik dan metode tanam terhadap respirasi tanah
pada berbagai waktu pengamatan

5
10
12

13
21
21
24

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tata letak pembuatan pupuk organik jerami dan sampah pasar
Kandungan unsur hara pupuk anorganik yang digunakan
Peta kabupaten Karawang
Hasil analisa tanah awal
Tata letak pengujian pupuk organik dan metode tanam pada lahan
salin di Karawang
Perhitungan kebutuhan pupuk organik

31
32
33
34
35
36

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Alih fungsi lahan merupakan salah satu konsekuensi dari kemajuan suatu
daerah. Penurunan luas lahan pertanian khususnya sawah tempat budidaya padi
telah lama terjadi di Karawang, sehingga hal tersebut berdampak pada hasil
produksi beras di Karawang. Berdasarkan data DISTANHUTBUNAK kabupaten
Karawang (2013) bahwa telah terjadi penurunan luas area produksi sejak tahun
2001 hingga tahun 2010, puncak penurunan terjadi pada tahun 2008 hingga 2010
dimana telah terjadi penurunan luas sawah lebih dari 4000 ha.
Untuk menanggulangi penurunan luas lahan pertanian, pemerintah
Karawang berupaya untuk melakukan pembukaan lahan baru melalui
pemanfaatan lahan pesisir pantai menjadi sawah untuk budidaya pertanian.
Karawang memiliki 30 kecamatan dan 12 kecamatan berbatasan langsung dengan
pantai utara. Berdasarkan data BPS Kabupaten Karawang (2014) bahwa total luas
lahan sawah irigasi di Karawang adalah 92.883 ha dan 46.415 ha berada di
kecamatan sekitar pesisir pantai dengan hasil panen padi yang relatif lebih rendah
jika dibandingkan dengan budidaya padi dilahan non salin.
Kendala utama budidaya padi di lahan sekitar pesisir pantai adalah tingkat
salinitas yang cukup tinggi. Menurut Sipayung (2003) tanaman yang tumbuh pada
tanah yang memiliki nilai daya hantar listrik (DHL) lebih dari 2 mmhos akan
terganggu pertumbuhannya. Permasalahan yang terdapat pada tanah salin dengan
tekstur berpasir adalah (1) tekanan osmotik yang tinggi, (2) kandungan Na+ yang
tinggi (FAO 2005), (3) rendahnya ketersediaan unsur N dan K, (4) tingginya pH
(Hardjowigeno 2007) dan (5) rendahnya kemampuan tanah dalam menyimpan air
dan hara.
Keberlimpahan limbah bahan organik dapat digunakan sebagai sumber
untuk memperbaiki kualitas sifat tanah lahan salin. Jerami padi dan sampah
organik pasar memiliki potensi untuk digunakan sebagai sumber bahan pupuk
organik yang akan bermanfaat bagi kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman
padi. Volume sampah yang dihasilkan oleh manusia rata-rata sekitar 0,5
kg/kapita/hari sehingga untuk kota besar yang jumlah penduduknya mencapai 10
juta orang akan menghasilkan sampah sekiar 5000 ton/hari (WBIO 2013).
Masalah yang kerap menjadi kendala dalam pembuatan pupuk organik
adalah waktu dekomposisi yang cukup lama sehingga para petani lebih suka
menggunakan pupuk anorganik. Proses dekomposisi yang lama tidak sejalan
dengan kebutuhan pupuk untuk masa tanam berikutnya sehingga penggunaan
pupuk organik jarang dilakukan meskipun manfaat dari pupuk organik hingga saat
ini belum tergantikan. Hutabarat (2011) menjelaskan bahwa penggunaan pupuk
organik mampu mensubtitusi kebutuhan pupuk anorganik hingga 50% selain juga
mampu memperbaiki sifat biologi dan kimia tanah serta berperan baik bagi
pertumbuhan tanaman.
Penggunaan lahan salin sekitar pesisir pantai sebagai lahan budidaya
tanaman padi memerlukan aplikasi teknologi yang baik sehingga sawah tersebut
memiliki produktivitas yang baik. Metode tanam System of Rice Intensification
(SRI) merupakan salah satu teknologi budidaya tanaman padi yang akan

2

mendukung pola-pola kesehatan tanah sehingga mampu meningkatkan produksi
tanaman padi. Budidaya padi dengan metode SRI pada lahan pasang surut di
Kalimantan Selatan dapat memberikan pengaruh lebih baik terhadap kandungan
hara tanah, efisiensi dan serapan N, P dan K dibandingkan budidaya
konvensional. Produksi padi Ciherang menggunakan SRI hampir 22% lebih tinggi
dibandingkan dengan budidaya konvensional melalui pemberian pupuk organik
yang diperkaya dengan Azotobater (Razie et al. 2013). Hasil penelitian Bakrie et
al. (2010) juga membuktikan bahwa metode SRI mampu meningkatkan hasil
tanaman padi sebesar 32.6% ketika digunakan di lahan sawah Situgede, Bogor.
Thomas & Ramzi (2011) mengungkapkan terdapat perbedaan hasil peroleh yang
signifikan antara metode SRI dan konvensional di Madagaskar dan Afganistan,
masing-masing secara berurutan produksi padi budidaya SRI mencapai 6.36 dan
9.0 ton/ha GKG, dan konvensional mencapai 3.36 dan 4.2 ton/ha GKG.
Potensi perbaikan lahan salin serta pencapaian hasil tanaman padi yang
optimal dapat diwujudkan dengan cara penggunaan jerami dan sampah pasar
sebagai pupuk organik. Melalui metode tanam padi yang mendukung pada
kesehatan tanah maka diharapkan penggunaan pupuk organik jerami dan sampah
pasar ini dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi lahan salin di Karawang
sehingga permintaan akan beras dapat dipenuhi meskipun alih fungsi lahan
pertanian sudah terjadi sebagai dampak dari kemajuan teknologi.
Rumusan Masalah
Penggunaan lahan sekitar pesisir pantai sebagai tempat budidaya tanaman
padi terhambat disebabkan tingkat salinitas yang cukup tinggi. Salinitas dapat
dikurangi dengan penggunaan pupuk organik, selain mampu memperbaiki sifat
kimia, biologi dan fisika tanah, penggunaan pupuk organik pada sawah lahan salin
dapat meningkatkan produktifitas tanaman padi. Kombinasi antara pupuk organik
dengan sistem tanam SRI akan memperbaiki kondisi sawah lahan salin sehingga
hasil tanaman padi akan semakin meningkat.

Tujuan Penelitian
Penelitian in terdiri dari 2 tahap, adapun tujuan dari masing-masing penelitian
adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan Pupuk Organik
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh jenis pupuk organik
dengan waktu dekomposisi yang lebih cepat melalui penambahan
dekomposer (Aspergillus) pada bahan organik jerami padi dan sampah
pasar.
2. Pengujian Pupuk Organik di Lahan Salin
Pada tahap 2 dilakukan pengujian pupuk organik pada lahan salin yang
bertujuan untuk mendapatkan jenis pupuk organik dan metode budidaya
tanam padi yang mampu memperbaiki sifat tanah salin, sehingga mampu
meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi di lahan salin sekitar
pesisir pantai Karawang.

3

Kerangka Pikir
Penggunaan pupuk organik dan metode tanam yang tepat dapat
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi lahan salin. Bahan organik yang
dihasilkan dari kegiatan budidaya pertanian khususnya padi, jumlahnya cukup
melimpah ditambah dengan volume sampah pasar yang mudah dijumpai, maka
hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah salin.
Pemanfaatan limbah sebagai bahan pembuatan pupuk organik dapat membantu
pertumbuhan dan optimalisasi hasil tanaman padi. Penggunaan berbagai jenis
limbah organik selain memberikan manfaat bagi lahan salin dan tanaman, juga
dapat membantu memelihara kesehatan lingkungan sehingga keberadaan limbah
tidak menjadi masalah bagi lingkungan. Penerapan metode tanam SRI dapat
mendukung kesehatan tanah salin karena pola-polanya yang mendukung pada
kelestarian lahan. Menurut Barison & Uphoff (2010) penerapan penggunaan
pupuk organik juga dilakukan dalam metode tanam ini dalam rangka
pengembangan pertanian organik, walaupun penggunaan kombinasi antara pupuk
organik dan anorganik masih banyak dilakukan.
Bahan organik merupakan salah satu penyusun tanah yang berperan
penting dalam merekatkan butiran tanah primer menjadi butiran sekunder untuk
membentuk agregat tanah yang mantap. Kondisi seperti ini besar pengaruhnya
pada porositas, penyimpanan dan penyediaan air, aerasi, dan suhu tanah. Bahan
organik dengan nisbah C:N tinggi misalnya jerami berpengaruh besar terhadap
perbaikan sifat fisik tanah (Suriadikarta & Simanungkalit 2006). Bahan organik
juga merupakan sumber energi bagi kehidupan organisme tanah yang
menjalankan berbagai proses penting di dalam tanah.
Pengembalian sisa tanaman ke dalam tanah dapat mengembalikan
sebagian unsur hara yang terangkut ketika panen (Rachman et al. 2006).
Berdasarkan hasil penelitian Darwati (2008) bahwa 70% dari jumlah sampah yang
ada merupakan sampah organik, sisanya sampah anorganik. Sampah organik
dapat dimanfaatkan dengan menggunakan teknologi pengomposan sebesar 40%
dan 30 % merupakan residu. Sehingga pengomposan merupakan alternatif
pengolahan sampah yang dapat mereduksi 40% dari sampah kota.
Hipotesis
1. Penggunaan dekomposer (Aspergillus) mempercepat waktu dekomposisi
bahan organik baik jerami maupun sampah pasar.
2. Penggunaan pupuk organik dan metode SRI memperbaiki sifat biologi,
kimia dan fisika tanah serta meningkatkan pertumbuhan, komponen
produksi dan hasil tanaman padi di lahan salin.

4

BAHAN DAN METODE

1.Pembuatan pupuk organik
Bahan dan Alat
Jerami yang digunakan merupakan jerami padi varietas Ciherang yang
masih segar (2 hari setelah panen) yang berasal dari sawah lahan salin Dusun
Kedung Wowo Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Tempuran. Jumlah jerami yang
digunakan sebanyak 110 kg tiap bak pengomposan sedangkan sampah pasar
dikumpulkan dalam 1 hari sebanyak 125 kg tiap bak pengomposan, sampah pasar
merupakan limbah organik dari sampah pasar tradisional Karawang yang telah
dipisahkan dari sampah non organik. Aspergillus sebagai dekomposer merupakan
koleksi Laboratorium Bioteknologi Tanah Divisi Bioteknologi Tanah dan
Lingkungan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian
IPB, yang memiliki kerapatan 106 SPK g-1 bahan pembawa (jagung).
Dekomposer diberikan sebanyak 25 g kg-1 bahan organik (2.75 kg untuk jerami
dan 3.12 kg untuk sampah pasar). Pada kegiatan pengomposan ditambahkan
kotoran sapi sebanyak 1 kg tiap bak pengomposan. Proses pengomposan
dilakukan dalam bak pengomposan berukuran 1m x 1m x 1m yang terbuat dari
bambu. Pengukuran suhu dalam bak pengomposan menggunakan termometer
batang.

Lokasi dan Waktu Penelitian
Pembuatan pupuk organik dilakukan di kebun percobaan Fakultas
Pertanian Universitas Singaperbangsa Karawang yang terletak di Jl. HS
Ronggowaluyo Telukjambe Timur, Karawang. Kegiatan analisa kandungan
unsur hara pupuk organik dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan
Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB.
Penelitian berlangsung sejak Juli 2014 sampai November 2014.

Pelaksanaan Pembuatan Pupuk Organik
Pembuatan pupuk organik dilakukan dengan 2 jenis bahan organik yaitu
jerami padi dan sampah pasar. Proses pengomposan berlangsung dengan dan
tanpa dekomposer. Pengamatan dilakukan terhadap laju pengomposan antara lain
nisbah C/N, pH dan suhu serta kandungan unsur hara pupuk organik yang
diperoleh.
Percobaan dirancang menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok
(RAK) dengan 2 faktor yaitu jenis bahan organik (jerami dan sampah pasar) dan
penambahan dekomposer (tanpa dan dengan dekomposer) sehingga diperoleh 4
kombinasi perlakuan. Perlakuan diulang sebanyak 3 kali maka dihasilkan 12 unit
bak pengomposan. Tata letak pembuatan pupuk organik dapat dilihat pada
Lampiran 1. Data yang diperoleh kemudian diuji dengan menggunakan uji F pada

5

taraf 5% pada perlakuan yang memperlihatkan perbedaan nyata, maka
dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada selang
kepercayaan 95%.
Bahan organik dicacah dengan ukuran 5-10 cm untuk memperkecil
permukaan, kemudian dicampur dengan kotoran sapi. Penambahan Aspergillus
dilakukan sesuai dengan perlakuan yang digunakan. Bahan kemudian dicampur
kemudian dimasukan kedalam bak pengomposan, bagian tengah bak diberi bambu
untuk memudahkan memasukan termometer pada saat dilakukan pengukuran suhu
bahan organik selama proses pengomposan. Pada tahap akhir bak pengomposan
ditutup dengan menggunakan plastik berwarna gelap.
Untuk memantau kematangan pupuk organik, maka dilakukan pengamatan
terhadap beberapa hal dibawah ini.
1. Pengukuran suhu dilakukan dengan memasukan termometer kedalam bak
pengomposan. Termometer dimasukan kedalam bak pengomposan bagian
tengah pada kedalaman 50 cm dari permukaan bahan organik dengan
terlebih dahulu mengeluarkan bambu yang sudah terpasang sebelumnya.
Pengukuran dilakukan setiap minggu selama proses pengomposan
berlangsung.
2. Pengukuran pH dan nisbah C:N bahan organik dilakukan tiap 1 minggu
sekali saat dilakukan pengadukan bahan organik. Pengukuran dilakukan
dengan cara mengambil sampel secara komposit (Gambar 1.) pada 3 titik
kedalaman kompos pada bagian atas (10 cm dari permukaan), tengah (60
cm dari permukaan) dan bawah (90 cm dari permukaan). Pengambilan
sampel dilakuan dengan cara mengangkat tiap lapisan kedalaman bahan
organik yang kemudian dikompositkan. pH pupuk organik diukur dengan
menggunakan pH meter dan nisbah C:N diukur dilaboratorium dengan
membandingkan kadar C dan N bahan organik. Pada proses ini juga
dilakukan pengadukan dan pembalikan bahan organik untuk menjaga
aerasi dalam bak pengomposan.

Gambar 1 Pengambilan sampel bahan organik setiap minggu
3. Penambahan air dilakukan apabila kadar air bahan organik kurang dari
50%. Penambahan air dilakukan dengan cara menyiramkan air pada bahan
organik.
4. Pada saat bahan organik telah mengalami perubahan bentuk dan tidak
berbau, dilakukan pengamatan terhadap parameter tingkat kematangan

6

pupuk dan kandungan unsur hara pupuk organik yang diperoleh. Adapun
parameter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Parameter analisa tingkat kematangan pupuk organik (Balittan 2005)
Parameter Pengamatan
N-total
C-organik
Nisbah C:N
pH
P total
K total
Kadar Air

Metode
Ekstraksi
Pengukuran
Kjeldhal
Titrasi
Walkey and Black
Titrasi
Ekstrak H2O
Ekstrak H2SO4
Ekstrak H2SO4

pH meter
Spektrofotometer
Flamefotometer
Gravimetri

2 Pengujian Pupuk Organik pada Budidaya Padi di Lahan Salin
Bahan dan Alat
Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk organik jerami dan sampah
pasar yang telah dibuat dengan Aspergillus sebagai dekomposer. Benih padi
varietas Ciherang yang diperoleh dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
(BBPTP) Subang. Penelitian ini menggunakan pupuk anorganik sebagai pupuk
dasar sebanyak 50% dari rekomendasi yaitu N (Urea 125 kg ha-1), P (SP36 100 kg
ha-1 ) dan K (KCl 50 kg ha-1). Pupuk anorganik yang digunakan terlebih dahulu
dianalisa kandungan haranya (Lampiran 2). Analisa total mikrob menggunakan
media Nutrient Agar (NA) untuk bakteri dan Potato Dextrose Agar (PDA) untuk
cendawan. Alat yang digunakan adalah conductivitymeter (Oaklon EC Tester
11’Series), Eh meter (ORPT Testr ®10merk OACTON, USA), laminar air flow,
autoclave serta micropipet. Pengambilan sampel tanah untuk uji fisika tanah
menggunakan ring sampel (diameter ring 4.8 cm dan tinggi ring 5.3 cm).
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di lahan sawah salin di Desa Tanjung Jaya
Kecamatan Tempuran Kabupaten Karawang (Lampiran 3) dengan titik koordinat
06o10’36,8544” LS dan 107026’4, 6212” BT. Kegiatan analisa tanah dilakukan di
Laboratorium Bioteknologi Tanah, Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah
serta Laboratorium Fisika, Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung sejak Juli
2015- Desember 2015
Lahan yang digunakan pada penelitian ini termasuk kedalam lahan salin
yaitu dimana nilai DHL antara 4-8 mmhos (Pusat Penelitian Tanah 1983). Tanah
yang digunakan memiliki nilai DHL sebesar 7.41 mmhos. Salinitas pada lahan
sawah ini sangat dipengaruhi oleh air laut yang sering mengalami pasang surut.
Kandungan C organik tanah sebesar 1.67% yang termasuk kedalam kategori
rendah (Hardjowigeno 2007). Nilai pH tanah pada tempat penelitian ini adalah 7.5
yang masuk kedalam kategori basa (Pusat Penelitian Tanah 1983). Nilai KTK dan

7

Eh redoks masing-masing adalah 29.41 me100-1g dan 56.5 mVolt. Sedangkan
untuk kandungan hara seperti N total 1.17% adalah rendah, P total dan K total
masing-masing 239 mg kg-1 dan 53 mg kg-1 masuk kedalam kategori sedang.
Hasil analisa tanah dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tanah yang digunakan pada penelitian ini memiliki populasi total bakteri
sebanyak 1.20 x 106 SPK g-1 tanah dengan jumlah respirasi tanah sebesar 12.8 mg
kg-1 tanah. Hasil analisa tanah awal memperlihatkan bahwa bulk density (volume
tanah) berada dalam kategori sedang yaitu sebesar 1.05 g cm-3, permeabilitas yang
agak lambat (1.67 cm jam-1) dan ruang pori total 60.22 % yang berarti porous.
Perubahan sifat fisika banyak dipengaruhi oleh terjadinya iluviasi dan atau
eluviasi bahan kimia atau partikel tanah akibat proses pelumpuran dan perubahan
drainase (Hardjowigeno et al. 2007).
Pengujian Pupuk Organik di Lahan Salin
1.

Analisa tanah awal
Sampel tanah diambil dari 5 titik yang berbeda pada kedalaman 0-20 cm
lalu sampel dikompositkan. Adapun parameter yang dianalisa dapat dilihat pada
Tabel 2. Khusus untuk sifat fisik tanah, pengambilan sampel menggunakan ring
sampel.
Pelaksanaan analisa tanah pra tanam ini juga bertujuan untuk memastikan
bahwa lahan yang digunakan bersifat salin bagi tanaman padi juga memiliki sifat
fisik, kimia dan biologi yang kurang mendukung bagi pertumbuhan tanaman padi.
Tabel 2 Parameter analisa sifat biologi, fisika dan kimia tanah pra penelitian
(Balittan 2005)
Parameter Pengamatan
Metode
Sifat Biologi Tanah
Plate count
Populasi total mikrob
Plate count
Populasi total cendawan
Verstraete titrate
Respirasi tanah
Sifat Fisika Tanah
Gravimetri
Ruang pori total
Constant Head
Permeabilitas
Sifat Kimia Tanah
Elektroda gas
pH H2O
Walkey and Black
C-organik tanah
Kjeldhal
N total
Ekstrak HCl 25%
P total
Ekstrak HCl 25%
K total
Conductivitymeter
DHL
Ekstrak NH4OAc 1 N pH 7
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Potensiometer
Eh Redoks

2.

Pengaruh pupuk organik jerami dan sampah pasar terhadap tanaman
padi dan sifat tanah di lahan salin
Setelah didapatkan pupuk organik jerami dan sampah pasar dari hasil
pengomposan, selanjutnya pupuk organik digunakan sebagai perlakuan dalam

8

penelitian di lapangan. Pengujian pupuk organik dilakukan dengan cara melihat
pengaruhnya terhadap perbaikan sifat biologi, kimia dan fisika lahan salin serta
pengaruhnya pada hasil tanaman padi.
Penelitian ini merupakan metode eksperimen menggunakan rancangan
petak terpisah dengan metode tanam sebagai petak utama dan pupuk organik
sebagai anak petak. Petak utama terdiri dari 2 taraf, yaitu metode tanam SRI dan
konvensional sedangkan pupuk organik terdiri dari 3 taraf yaitu tanpa pemberian
pupuk organik, pemberian pupuk organik jerami serta pemberian pupuk organik
sampah pasar. Jumlah perlakuan yang digunakan adalah sebanyak 6 perlakuan
yang kemudian diulang sebanyak 4 kali sehingga diperoleh 24 petak unit
percobaan. Tata letak percobaan lapangan dapat dilihat pada Lampiran 5.
Adapun faktor tersebut adalah:
1. Faktor macam pupuk organik
Dosis pupuk organik jerami dan sampah kota yang akan digunakan adalah
5 ton ha-1 berat kering mutlak dengan kadar air 25% (sesuai SNI yang
ditetapkan Kementan). Penggunaan pupuk organik dengan taraf sebagai
berikut:
a.
Tanpa pupuk organik
b.
Pupuk organik jerami (J)
= 12.5 kg petak-1
c.
Pupuk organik sampah pasar (S)
= 12.5 kg petak-1
Perhitungan kebutuhan pupuk organik secara keseluruhan dapat dilihat
pada Lampiran 6.
2. Faktor metode tanam padi
Metode tanam padi yang digunakan pada penelitian ini ada 2 macam.
Perbedaan terdapat pada hal teknis (Tabel 3) dan tidak terdapat perbedaan
dalam hal asupan hara. Metode tanaman yang digunakan yaitu:
a. Metode tanam padi SRI
b. Metode tanam padi konvensional
Tabel 3 Perlakuan pada pola metode tanam SRI dan konvensional
Metode Tanam
Perlakuan
SRI
Konvensional
Jarak tanam
25 x 25 cm
20 x 20 cm
Umur bibit
10 HSS
20 HSS
Jumlah bibit titik tanam
1 bibit
5 bibit
Pengairan
Pembuatan parit
Penggenangan 5
di sekeliling petak tanam
cm
Data yang diperoleh kemudian diuji dengan menggunakan uji F pada taraf
5%, jika perlakuan yang memperlihatkan pengaruh maka dilanjutkan dengan uji
lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada selang kepercayaan 95%
(Gomez & Gomez 1995).
Tahapan Pelaksanaan Penelitian Lapangan
1. Persemaian diawali dengan perlakuan benih sebagai upaya untuk
menyeleksi benih yang baik. Seleksi dilakukan dengan cara merendam
benih dalam larutan garam. Benih yang akan digunakan adalah benih yang
tenggelam selama perendaman dalam larutan garam lalu benih diambil dan
dibasuh dengan air untuk kemudian direndam kembali dalam air hangat

9

2.

3.

4.

5.

6.

selama 24 jam. Setelah perendaman kemudian benih ditiriskan dan
diperam selama 24 jam sampai terlihat benih tersebut berkecambah. Benih
kemudian disemai pada bak persemaian (untuk benih SRI) dengan media
tanam campuran antara tanah, pupuk organik jerami dan sampah pasar.
Sedangkan untuk benih metode tanam konvensional, benih ditanam di
lahan sawah. Benih ditumbuhkan dimedia semai selama 10 hari untuk
metode tanam SRI dan 20 hari untuk metode tanam konvensional,
kemudian dipindah tanamkan.
Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan traktor, untuk
pembajakan diulang dua kali kemudian digaru dengan tujuan untuk
membalikan tanah dengan kedalaman bajak 30 cm. Petak percobaan dibuat
pada tahap ini dengan cara membuat petak-petak berukuran 4m x 5 m yang
dibagi dalam 4 blok dan jarak antar blok sebesar 50 cm. Pada pinggir petak
dibuat parit berukuran 30 cm sebagai tempat mengatur keluar masuknya
air dengan saluran yang berbeda. Pada tahap ini dilakukan aplikasi
perlakuan sesuai dengan perlakuan pupuk organik jerami dan pupuk
organik sampah kota yang digunakan. Perlakuan diberikan dengan cara
dibenamkan kedalam tanah dengan menggunakan cangkul, kemudian
tanah diratakan dan dibuat cetakan jarak tanam bibit 25 x 25 cm untuk SRI
dan 20 x 20 cm untuk konvensional.
Setelah tanaman pada persemaian kering berumur 10 HSS, maka
dilakukan pindah tanam ke area pertanaman. Penanaman dilakukan dengan
jarak tanam 25 X 25 cm dan jumlah bibit sebanyak 1 bibit perlubang
tanam. Pada metode tanam konvensional bibit ditanam pada umur 20 HSS
dengan jarak tanam 20 x 20 cm dan jumlah 5 bibit perlubang.
Pupuk anorganik diberikan sebagai pupuk dasar. Seluruh perlakuan
mendapatkan dosis dan dalam waktu aplikasi yang sama. Pemupukan
dilakukan dengan cara memasukan kedalam tanah sekitar lubang tanam
untuk SP36 dan KCl bersamaan pada saat penanaman bibit sedangkan urea
diaplikasikan pada 35 HST dengan menaburkannya disekitar perakaran.
Sistem pengairan untuk metode SRI dilakukan dengan cara pengairan
berselang (intermiten). Kondisi air tidak tergenang selama masa
penanaman namun tanah tetap berada dalam kondisi basah. Penggenangan
dilakukan ketika dilakukan penyiangan gulma dan maksimum
penggenangan adalah 3 cm dari permukaan tanah. Pada metode
konvensional pengairan dilakukan secara terus menerus dan dilakukan
penggenangan dengan maksimal tinggi air 5 cm. Penyiangan gulma
dilakukan pada 15 HST dan 30 HST. Pada saat tanaman memasuki akhir
fase generatif sawah dikeringkan yaitu pada 7 hari sebelum panen.
Proses panen dilakukan ketika tanaman terlihat 90-95% bulir padi
menguning yaitu pada saat 126 HSS. Panen dilakukan dengan memotong
batang padi kemudian dilakukan pemisahan bulir padi dengan tangkainya.
Pengamatan

Data yang diamati pada penelitian ini yaitu terdiri dari data hasil tanaman
padi dan data hasil analisa tanah. Adapun data pertumbuhan dan hasil tanaman
meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan meter-2, jumlah malai meter-2, jumlah

10

gabah permalai, bobot 1000 butir biji dan hasil gabah kering panen ha -1. Pada
akhir penelitian kemudian dilakukan kembali analisa tanah pasca tanam untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh perlakuan terhadap sifat fisik, kimia dan
biologi tanah. Parameter analisa sifat biologi, kimia dan fisik pasca tanam sama
seperti yang tertera pada Tabel 2.
Diagram alur Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam 2 tahap. Tahap 1 adalah pembuatan pupuk
organik dan tahap 2 adalah uji coba pupuk organik yang telah dihasilkan pada
budidaya tanaman padi di lahan salin. Alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 2
dibawah ini.

Gambar 2 Bagan alir penelitian tanap 1 dan 2

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
1 Pembuatan Pupuk Organik
Laju pengomposan
Salah satu pengukuran kematangan pupuk organik yang dilakukan adalah
pengamatan suhu yang dilakukan setiap minggu. Secara umum penambahan
dekomposer mampu menaikan dan menurunkan suhu lebih cepat jika
dibandingkan tanpa penambahan dekomposer. Pada bahan organik jerami, suhu
mengalami peningkatan pada saat memasuki proses pengomposan hari ke 7
hingga hari ke 21. Suhu maksimal terjadi pada saat hari ke 21 yaitu hingga 74oC
pada perlakuan jerami + dekomposer, sedangkan perlakuan bahan organik sampah
+ dekomposer suhu maksimal terdapat pada hari ke 14 dengan suhu 78oC. Setelah
melewati hari ke 21, suhu pada bak pengomposan mengalami penurunan hingga
pada saat bahan organik telah terdekomposisi secara sempurna. Pada saat
pengamatan hari ke 35 bahan organik sampah + dekomposer berada pada suhu
48oC, sedangkan suhu pada jerami + dekomposer masih 67oC dan jerami tanpa
dekomposer 58oC. Fluktuasi suhu selama masa pengomposan dapat dilihat pada
Gambar 3.
Pupuk organik sampah pasar dipanen setelah memasuki hari ke 37
sedangkan pupuk organik jerami dipanen ketika 51 hari setelah pengomposan.
Perbedaan waktu panen pupuk organik disebabkan karena masih tingginya suhu
pada tumpukan bahan organik jerami yang mencirikan pupuk organik belum
matang sempurna. Peningkatan suhu pada minggu pertama hingga minggu ke 3
disebabkan karena terjadinya peningkatan aktivitas mikrob yang kemudian
menghasilkan CO2, aktivitas meningkat karena pada minggu awal hingga
memasuki minggu ke 3 teradapat karbon dalam jumlah yang banyak yang
dimanfaatkan oleh mikrob sebagai sumber nutrisinya.
Memasuki hari ke 21 dan seterusnya, terjadi penurunan suhu yang
disebabkan oleh semakin berkurangnya karbon yang terkandung dalam bahan
organik. Aktivitas mikrob semakin menurun dan produksi CO2 semakin rendah
sehingga suhu mengalami penurunan. Allo et al. (2014) menyatakan bahwa
peningkatan suhu terjadi karena adanya aktivitas mikrob dalam menggunakan O2
dan menghasilkan CO2 selama proses dekomposisi ketika berlangsungnya proses
metabolisme mikrob dan akan menurun ketika bahan organik terurai habis. Lebih
jelas disampaikan oleh Widawati (2005) bahwa selama proses pengomposan suhu
bahan organik berada dalam keadaan normal lalu mengalami peningkatan hingga
suhu maksimum, setelah bahan organik terurai sempurna, suhu akan kembali
menjadi normal dan menandakan proses pengomposan telah selesai.
Bahan organik sampah lebih cepat mengalami peningkatan dan penurunan
suhu hal tersebut dikarenakan oleh bahan organik sampah lebih mudah
terdekomposisi sehingga mikrob lebih mudah menggunakan karbon untuk
melakukan aktivitas hidupnya. Penambahan dekomposer semakin memperkaya
jumlah mikrob sehingga proses pengomposan berjalan lebih cepat dan suhu
semakin mendekati normal. Trautmann dan Olynciw (1996) yang menjelaskan

12

bahwa bakteri, fungi dan juga aktinomiset berperan penting dalam dekomposisi
bahan organik selama proses pengomposan.

Gambar 3 Pengaruh penggunaan dekomposer (Aspergillus) pada proses
pengomposan bahan organik jerami dan sampah pasar terhadap
suhu
Pemantauan kematangan pupuk organik juga dilakukan dengan
pengukuran pH pada bak pengomposan. Data hasil pengukuran pH dapat dilihat
pada Tabel 4 dibawah ini.
Tabel 4 Pengaruh dekomposer (Aspergillus) pada proses pengomposan
organik jerami dan sampah pasar terhadap pH bahan organik
pH hari kePerlakuan
7
14
21
28
Jerami
7.87
8.57
8.67
8.03
Jerami + dekomposer
7.93
8.47
7.83
8.03
Sampah
6.97
8.10
8.20
7.40
Sampah + dekomposer
7.23
8.00
7.83
7.07

bahan

35
9.00
8.70
8.20
7.77

Tabel 4 memperlihatkan bahwa terjadi fluktuasi pH selama
berlangsungnya proses pengomposan. Pada bahan organik yang ditambahkan
dekomposer, kenaikan pH berlangsung hingga hari ke 14 dan mengalami
penurunan pada hari ke 21, sedangkan pada bahan organik sampah penurunan
terus berlangsung hingga hari ke 35. Nilai pH paling tinggi pada hari ke 35 adalah
9 pada perlakuan bahan organk jerami tanpa dekomposer, sedangkan pH paling
rendah pada perlakuan bahan organik sampah + dekomposer dengan pH 7.77.
Fluktuasi pH yang terjadi selama proses pengomposan disebabkan oleh terjadinya
proses dekomposisi bahan organik yang berpengaruh terhadap derajat keasaman
bahan organik. Mikrob dalam bak pengomposan menggunakan asam organik yang
akan menyebabkan pH menjadi naik, selanjutnya asam organik akan digunakan

13

oleh mikrob jenis yang berbeda hingga derajat keasaman kembali pada kondisi
netral (Maradhy 2009).
Nisbah C:N merupakan salah satu parameter yang dapat menunjukan
tingkat kematangan pupuk organik. Pengukuran dilakukan terhadap laju
penurunan nisbah C:N selama masa pengomposan setiap satu minggu. Nisbah
C:N bahan organik jerami sebelum dikomposkan adalah 68, penurunan nisbah
C:N bahan organik jerami berturut-turut setiap waktu pengamatan adalah 63.30,
40.79, 36.02, 30.69 dan 25.73. Perlakuan tersebut merupakan perlakuan dengan
penurunan nisbah C:N paling lambat, sedangkan laju penurunan nisbah C:N
paling cepat terdapat pada perlakuan bahan organik sampah + dekomposer dengan
penurunan berturut-turut 24.21, 21.18, 18.71, 13.14 dan 11.12. Nisbah C:N pada
bahan organik sampah pasar ketika belum dikomposkan adalah 30.
Gambar 4 memperlihatkan laju penurunan nisbah C:N pada bahan organik
jerami lebih lambat jika dibandingkan dengan laju penurunan nisbah C:N pada
sampah pasar. Karakteristik bahan organik sampah lebih mudah terdekomposisi
oleh mikrob jika dibandingkan dengan bahan organik jerami. Notohadiprawiro
(1998) menjelaskan bahwa proses dekomposisi bahan organik ditentukan oleh
jenis bahan organik dan faktor lingkungan, dimana bahan organik yang banyak
mengandung selulosa, hemiselulosa dan senyawa larut air akan lebih mudah
terurai.

Gambar 4 Pengaruh penggunaan dekomposer (Aspergillus) pada proses
pengomposan bahan organik jerami dan sampah pasar terhadap
nisbah C:N
Hermawan (2011) menjelaskan bahwa penambahan mikrob pada proses
pengomposan dapat mempercepat proses penurunan nisbah C:N karena mikrob
yang terdapat dalam tumpukan kompos akan bertambah dan proses pengomposan
menjadi lebih singkat. Pada hari ke 35 pupuk organik sampah telah lebih dulu
matang jika dibandingkan dengan pupuk organik jerami, kemudian pupuk organik
sampah dikeluarkan dari bak pengomposan dan dikering udarakan untuk
menurunkan kadar air.

14

Sifat Kimia pupuk organik
Analisa kimia pupuk organik dilakukan setelah pupuk organik matang
sempurna dengan ciri bahan organik yang telah berwarna coklat gelap, tidak
mengeluarkan bau serta bentuk fisik yang menyerupai tanah. Hasil analisa
statistik beberapa sifat kimia pupuk organik dapat dilihat pada Tabel 5. Analisa
dilakukan setelah pupuk organik dikeluarkan dari bak pengomposan dan selesai
dikering anginkan.
Perbedaan jenis bahan organik dan penambahan dekomposer memberikian
pengaruh yang berbeda nyata terhadap sifat kimia pupuk organik yaitu C organik,
N total, P total, pH, sedangkan untuk K total, nisbah C:N dan kadar air tidak
memperlihatkan perbedaan yang nyata. C organik, N total dan P total pada pupuk
organik sampah lebih tinggi jika dibandingkan dengan pupuk organik jerami,
namun pupuk organik sampah tanpa dekomposer memberikan nilai paling tinggi.
Parameter C organik, N total dan P total paling tinggi terdapat pada perlakuan
bahan organik sampah tanpa dekomposer meski tidak berbeda nyata dengan bahan
organik sampah + dekomposer dengan nilai masing-masing adalah 34.57% C
organik, 2.18% N total dan 1.45% P total. Hasil tersebut sudah sesuai dengan
standar SNI 19-7030-2004 bahwa untuk N total minimal 0.40% dan P (P2O5)
minimal 0.10%.
Tabel 5 Sifat kimia pupuk organik jerami dan sampah pasar
Perlakuan

Jerami
Jerami + dekomposer
Sampah
Sampah + dekomposer

Sifat kimia pupuk organik
C
N
P
K
Kadar
organik
Total
Total
Total
air
----------------------------%------------------------24.19b
1.55b 0.83b
0.59a
10.93a
24.41b
1.66b 0.92b
0.48a
15.83a
34.57a
2.18a 1.45a
0.63a
14.03a
32.36a
2.10a 1.43a
0.56a
10.93a

Nisbah
C:N

pH

15.59a
14.74a
15.91a
15.52a

8.47a
8.53a
8.20ab
8.00b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

K total dan nisbah C:N paling tinggi terdapat pada perlakuan bahan
organik sampah tanpa dekomposer yaitu sebesar 0.63% K total dan nisbah C:N
15.91 meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Berbeda dengan
hasil lainnya, kadar air paling tinggi terdapat pada perlakuan jerami + dekomposer
yaitu sebesar 15.83 % dan hasil pengukuran pH paling tinggi yaitu sebesar 8.53.
Nisbah C:N pada seluruh kompos ini sesuai dengan ketentuan SNI: 19-7030-2004
tentang spesifikasi kompos yaitu nisbah C:N yang optimum adalah 10-20,
sedangkan untuk K total, hasil pada tabel diatas memperlihatkan bahwa
jumlahnya lebih dari baku mutu standar pupuk organik SNI 19-7030-2004 yaitu
minimal 0,2%.
Bahan organik sampah terdiri dari beberapa jenis sisa sayur yang
merupakan jenis tanaman yang dikonsumsi pada bagian batang dan daunnya.
Akumulasi hara yang diambil dari dalam tanah selama proses tanaman terdapat
pada seluruh biomasa tanaman sayur, oleh sebab itulah pemanfaatan sampah pasar
baik untuk dijadikan pupuk organik. Tumpukan sampah pasar yang mengandung
banyak air menyebabkan tempat yang baik untuk berkembangnya berbagai jenis
mikrob pengurai, dengan kondisi tersebut maka proses pengomposan akan lebih

15

cepat berjalan meski tanpa penambahan dekomposer. Trautmann & Olynciw
(1996) menjelaskan bahwa perkembangan mikrob dalam tumpukan bahan organik
berjalan dengan cepat dalam keadaan aerob.

2 Pengujian Pupuk Organik pada Budidaya Padi di Lahan Salin
Pertumbuhan tanaman padi
Berdasarkan hasil analisa dapat terlihat bahwa terdapat interaksi antara
metode tanam dengan jenis pupuk organik terhadap tinggi tanaman. Pengamatan
tinggi tanaman dilakukan sebanyak 4 kali yaitu pada 39 HSS, 53 HSS, 67 HSS
dan 81 HSS. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh perlakuan yang
berbeda nyata di seluruh fase pengamatan terhadap tinggi tanaman. Tinggi
tanaman paling tinggi terdapat pada perlakuan SRI + Pupuk organik jerami pada
pengamatan 39, 53 dan 67 HSS, namun pada pengamatan terakhir yaitu 81 HSS
tinggi tanaman paling tinggi terdapat pada perlakuan SRI + Pupuk organik
sampah. Tinggi tanaman paling rendah secara konsisten pada pengamatan 53, 67
dan 81 HSS terdapat pada perlakuan konvensional tanpa pupuk organik.
Tabel 6 Pengaruh pupuk organik dan metode tanam terhadap tinggi tanaman padi
pa