Kajian Sifat Tanah Akibat Berbagai Sistem Rotasi Penggunaan Lahan Tembakau Deli (Ringkasan)

(1)

RATNA MAULI LUBIS

.

Kajian Sifat Tanah Akibat Berbagai Sistem Rotasi Penggunaan Lahan dalam Hubungannya dengan Produktivitas Tanah dan Tanaman Tembakau Deli (Dibimbing oleh : Dr. Ir. Abdul Rauf, MP. sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP. Dan Dr. Ir. Rachmat Adiwiganda, MSc sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Tembakau deli sebagai pembungkus cerutu merupakan salah satu komoditi ekspor Indonesia di Eropa yang tidak dapat ditandingi oleh tembakau yang lain. Tanaman ini hanya bisa tumbuh baik di daerah Deli antara Sungai Wampu Kabupaten Langkat dengan Sungai Ular Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Namun sangat disayangkan, pada saat ini, lahan ini telah mengalami degradasi yang berpengaruh terhadap menurunnya produksi tembakau deli. Beberapa usaha harus dilakukan untuk menanggulangi masalah ini, pertama kali, adalah mempelajari karakteristik fisika dan kimia tanahnya yang diduga disebabkan oleh sistem rotasi tanaman. Hasil yang akan dicapai dari penelitian ini adalah menentukan sistem terbaik dari rotasi penggunaan tanah di lahan ini yang dapat menjamin kelangsungan dari produksi yang baik dari tembakau deli.

Penelitian dilakukan dengan melakukan survai lapang yang diikuti dengan pengambilan sampel tanah dan analisanya di laboratorium. Informasi sejarah tentang lahan juga dikumpulkan dari administratur dan asisten lapang sebagai data sekunder. Lokasi penelitian adalah di Kebun Klambir Lima PTPN-II. Observasi tentang berbagai sistem rotasi penggunaan tanah dilakukan pada saat survey, sedangkan pengaruh dari berbagai sistem sistem rotasi terhadap produktivitas tanah dilakukan melalui analisa laboratorium dalam hal karakteristik fisika dan kimia tanahnya. Data analisa telah dites dengan menggunakan Analisis Variance satu arah (One Way Anova). Analisis ini digunakan untuk mentest apakah terdapat perbedaan antara nilai rata-rata dari sampel. Perangkat lunak SPSS 12 digunakan untuk menganalisis semua data. Sepuluh sampel tanah diambil dari setiap sistem rotasi penggunaan tanah. Sistem penggunaan tahan dari areal studi dispesifikasikan menjadi empat tipe, yaitu (1) lahan dengan tanaman hutan yaitu tanaman jati (Tectona grandis L.); (2) lahan yang dirotasi dengan bero (tembakau–bero–tembakau); (3) lahan yang dirotasi dengan tanaman tebu (Saccharum officinarum L) (tembakau–tebu–tembakau); dan (4) lahan yang dirotasi dengan tanaman semusim (palawija) (tembakau–palawija–tembakau).

Hasil studi dari pengukuran sifat fisika dan kimia tanah menunjukkan bahwa penggunaan tanah dengan sistem hutan (jati) dan sistem bero ternyata lebih baik dibanding rotasi penggunaan tanah dengan tebu dan palawija sehubungan dengan produksi tembakau. Disamping itu berdasarkan hasil dari analisis linier berganda menunjukkan bahwa kandungan bahan organik berpengaruh nyata terhadap beberapa sifat fisika tanah yaitu kerapatan lindak tanah (BD), permeabilitas, total ruang pori dan pori air tersedia tanah. Kandungan bahan organik juga berpengaruh nyata terhadap beberapa sifat kimia tanah yaitu kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), P-tersedia, dan N-total tanah. Bahkan dapat juga dilaporkan bahwa produksi tembakau pada lahan dengan rotasi


(2)

kesuburan fisik dan kimia tanah dalam memelihara dan meningkatkan produksi tembakau deli.


(3)

RATNA MAULI LUBIS. The Study of Soil Properties Caused by Various Landuse Rotation Systems on the Land and Productivity Deli Tobacco (Supervised by Dr. Ir. Abdul Rauf, MP. as Chairman, and Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP. And Dr. Ir. Rachmat Adiwiganda, M.Sc as Member).

Deli tobacco as sigar wrapper represent on of the export commodities of Indonesia in Europe which can not be competed by other tobacco. It can only grow in Deli area between Wampu River in Langkat and Ular River in Deli Serdang District, North Sumatra. Unfortunately, at present, this land have been suffered by degradation which influence to the declining the production of deli tobacco. Some efforts have to be done to overcome this problem, firstly, is to study the soil physical and chemical properties which is presumed caused by the type of landuse rotation sysrems. The output to be reached from this study is to define the best landuse system in the area which can guarantee the continuation of the best production of deli tobacco.

Researchs were done by carrying out soil survey followed by soil sampling and analyzing soil samples in the laboratory. Historical informations of the land are also collected from the estate manager and field assistant as secondary data. The research location was at Klambir Lima Plantation PTPN-II. Observation of various landuse rotation system was done during field survey, meanwhile the influence of various rotation system on soil productivity was carried out by laboratory analyses by analyzing physical and chemical soil characteristics. The analytical data were tested by using One Way Analyses of Variance. It was used to test whether there are the difference of means value of some samples. The SPSS 12 software was used to analyse all data. Ten soil sampels were taken from each landuse rotation system. The laduse rotation system in the study area was specified to four types, include 1) land with the forest crop that is teak ( Tectona

Grandis L.), 2) land rotated with bero (tobacco-bero-tobacco), 3) land rotated by

sugarcane ( Saccharum Officinarum L) ( tobacco-sugarcane-tobacco), and 4) land rotated by annual crop ( tobacco-annual crops-tobacco).

The study results of soil characteristic measurement showed that the landuse with teak and rotated by bero were better than those rotation by both sugarcane and annual crops concerning to the tobacco production. Based on multiple regresion analysis that soil organic matter wassignificant influence some soil physics properties they were bulk density, total of soil pore, soil permeability, and the pore of soil water available. Soil organic matter was also significant influence of some soil chemistry properties they were cation exchangeable capacity, base saturation, P-available, and the total of N soil. It can also be reported that the tobacco production at “bero rotation” giving 12.5% higher production than the land rotated by sugarcane. Based on those results, therefore, it can be concluded that landuse rotation by teak and “bero” are strictly recommended by means of keeping dynamical balance of soil physical and chemical fertility on maintaining and increasing the production of Deli Tobacco.


(4)

Halaman

RINGKASAN i SUMMARY iii

KATA PENGANTAR iv

RIWAYAT HIDUP v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Hipotesis 4

Kegunaan Penelitian 4

TINJAUAN LITERATUR 5

Sejarah Penanaman Tembakau Deli 5

Syarat Tumbuh Tembakau Deli 7

Iklim 7

Tanah 8

Sifat dan Jenis Tanah di Lokasi Penelitian 9

Kondisi Tanah Tembakau Deli Saat Ini 10

Upaya Konservasi Areal Tembakau Deli yang Telah Dilakukan 15 Pengaruh Rotasi Tanaman terhadap Produktivitas Lahan 16

Kualitas Lahan 17

Persyaratan Penggunaan Lahan 18

METODE PENELITIAN 20

Tempat dan Waktu Penelitian 20

Bahan dan Alat 20

Metode Penelitian 21

Pelaksanaan Penelitian 22

Peubah Amatan 23

Analisis Sifat Fisika Tanah 23

Analisis Sifat Kimia Tanah 27

HASIL DAN PEMBAHASAN 28

Survey Lapang 28


(5)

d. Kerapatan Lindak (BD) 35

e. Total Ruang Pori (TRP) 37

f. Permeabilitas Tanah 38

g. Distribusi Pori Air Tersedia 39

Sifat Kimia Tanah 41

a. pH tanah 42

b. C-Organik, Kandungan Bahan Organik Tanah dan N-total 43

c. P-tersedia 47

d. Kation Tukar Tanah (K, Ca, Mg, Na) 48

e. Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah 52

f. Kejenuhan Basa (KB) Tanah 53

Hubungan Kandungan Bahan Organik dengan Sifat Fisika Tanah 54 Hubungan Kandungan Bahan Organik dengan Sifat Kimia Tanah 55

Produksi Tembakau Deli 56

KESIMPULAN DAN SARAN 58

Kesimpulan 58

Saran 59


(6)

No. J u d u l Halaman 1. Deskripsi profil tanah lokasi penelitian di Kebun Klambir Lima

PT. Perkebunan Nusantara II 10

2. Metode analisis yang digunakan untuk masing-masing peubah amatan 23

3. Kelas kecepatan permeabilitas tanah 25

4. Kelas laju infiltrasi tanah dalam cm/jam 26

5. Kelas stabilitas agregat tanah 27

6. Indeks stabilitas agregat pada masing-masing jenis penggunaan lahan 29 7. Kekerasa tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan 32 8. Laju infiltrasi tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan 34 9. Kerapatan lindak tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan 36 10. Total ruang pori tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan 37 11. Permeabilitas tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan 39 12. Distribusi pori air tersedia dari masing-masing jenis penggunaan lahan 41 13. pH tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan 42 14. C-organik tanah dari masing-masing jenis penggunaan lahan 44 15. Kandungan bahan organik tanah dari masing-masing jenis penggunaan

lahan 44

16. N-total tanah dari masing-masing jenis penggunaan lahan 45 17. P-tersedia tanah dari masing-masing jenis penggunaan lahan 47 18. K-dd tanah dari masing-masing jenis penggunaan lahan 49 19. Ca-dd dan Mg-dd tanah dari masing-masing jenis penggunaan lahan 50 20. Na-dd tanah dari masing-masing jenis penggunaan lahan 51 21. Kapasitas tukar kation tanah dari masing-masing jenis penggunaan lahan 52 22. Kejenuhan basa (KB) tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan 53 23. Produksi tembakau deli tahun 2006 pada lahan bekas rotasi tebu dan


(7)

1. Indeks stabilitas agregat dari masing-masing jenis penggunaan lahan 31 2. Kekerasan tanah (kg/cm2) dari masing-masing jenis penggunaan lahan 33 3. Laju infiltrasi (cm/jam) dari ke empat jenis penggunaan lahan 35 4. BD (g/cm3) dari masing-masing jenis penggunaan lahan 36 5. Total ruang pori (%) dari masing-masing jenis penggunaan lahan 38 6. Permeabilitas tanah (cm/jam) dari masing-masing jenis penggunaan

lahan 39

7. Distribusi pori air tersedia dari masing-masing jenis penggunaan lahan 41 8. pH tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan 43 9. C-organik pada masing-masing jenis penggunaan lahan 45 10. Kandungan bahan organik tanah (%) pada masing-masing jenis

penggunaan lahan dengan 45

11. N-total (%) dari ke empat jenis penggunaan lahan 46 12. P-tersedia (ppm) pada ke empat jenis penggunaan lahan 48 13. K-dd (me/100 g) pada ke empat jenis penggunaan lahan 49 14. Ca-dd (me/100 g) pada ke empat jenis penggunaan lahan 50 15. Mg-dd (me/100 g) pada masing-masing jenis penggunaan lahan 51 16. Na-dd (me/100 g) pada ke empat jenis penggunaan lahan 52 17. Kapasitas tukar kation pada ke empat jenis penggunaan lahan 53 18. Kejenuhan basa pada ke empat jenis penggunaan lahan 54


(8)

No. J u d u l Halaman 1. Produksi Tembakau Deli di Kebun klambir lima Lima Tahun Terakhir 64 2. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Tanah pada Kebun Klambir Lima 65

3. Pengukuran Sifat Fisik di Lapang 66

4. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari Indeks

Stabilitas Agregat Tanah 67

5. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari

Penetrasi Tanah 68

6. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari

Laju Infiltrasi 69

7. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari

Kerapatan Lindak (BD) Tanah 70

8. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari Total

Ruang Pori Tanah 71

9. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari

Permeabilitas Tanah 72

10. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari Pori

Air Tersedia 73

11. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari pH-tanah 74 12. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari C-organik 75 13. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari

Kandungan Bahan Organik Tanah 76

14. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari N-total 77 15. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari P-tersedia 78 16. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari K-dd 79 17. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari Ca-dd 80 18. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari Mg-dd 81 19. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari Na-dd 82 20. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari KTK 83 21. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari

Kejenuhan Basa (KB) Tanah 84


(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tembakau deli (Nicotiana tabaccum, L) sebagai pembalut cerutu (cigar wrapper) di luar negeri dikenal dengan nama tembakau sumatera merupakan komoditi ekspor Indonesia yang sangat diminati oleh masyarakat penggemar cerutu di Eropa. Tanaman ini merupakan komoditi spesifik yang hanya dapat tumbuh dengan baik, dengan citra rasa, aroma serta sifat kualitas yang prima bila dibudidayakan di tanah Deli, yaitu wilayah antara dua sungai besar di Sumatera Utara yaitu Sungai Ular dan Wampu. Sebagai komoditi Pertanian maka keberadaan dan kelangsungan budidaya tanaman khas tanah Deli harus tetap dipertahankan dan dilestarikan.

Dari sekian banyak keunggulan yang dimiliki oleh tembakau deli dan berdasarkan uji coba yang telah dilakukan dari tahun 1863 maka kriteria mutu tersebut di atas terbentuk karena kombinasi iklim dan kesesuaian lahan yang hanya terdapat di tanah Deli. (Erwin, 1997). Bahan induk tanah berupa bahan endapan sungai, campuran bahan endapan sungai dan laut, endapan beting pantai dan sedikit tufa Toba yang bersifat dasitik. Jenis tanah termasuk ke dalam ordo Inceptisol (Puslittanak, 1993).

Lahan yang digunakan untuk penanaman tembakau deli merupakan lahan yang dirotasi dengan tanaman tebu, palawija seperti ubi kayu, cabai, jagung, serta diberokan. Lahan yang paling dominan digunakan saat ini adalah rotasi dengan tanaman tebu selama ± 3 tahun lalu diberokan selama ± 2 tahun. Tujuan dari rotasi ini pada mulanya adalah untuk memutuskan daur hidup dari penyakit layu yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum. Pada waktu zaman kolonial


(10)

Belanda lahan tembakau deli hanya diberokan dengan hutan rotasi selama lebih kurang delapan tahun untuk memutuskan daur hidup dari bakteri tersebut. Kenyataan ini tidak bisa lagi dilakukan oleh pihak perusahaan yang dalam hal ini adalah PTPN-II. Lahan yang diberokan akan menjadi areal yang diokupasi oleh masyarakat sekitar. Sebagian masyarakat nenganggap bahwa lahan tersebut merupakan lahan tidur yang dapat digarap. Disamping itu lahan tersebut telah menjadi tempat penggembalaan ternak seperti sapi dan kambing sehingga yang tadinya bermaksud untuk memutuskan daur hidup dari bakteri penyakit layu menjadi tempat berkembang biaknya bakteri tersebut (Erwin, 1997). Melihat kenyataan ini maka perusahaan merotasikan lahan tembakau dengan tanaman tebu (Saccharum officinarum L), palawija dan sebagian lahan hanya diberokan begitu saja selama tiga tahun. Untuk tanaman palawija diserahkan pada karyawan kebun dalam pengelolaannya. Sebagian lahannya ditanami dengan tanaman jati (Tectona grandis L.) yang berguna sebagai penahan angin dan kayunya digunakan sebagai pembuatan bangsal pada waktu penanaman tembakau akan dimulai (BPTD, 1997).

Permasalahan yang dirasakan akibat rotasi penggunaan lahan dengan tanaman tebu adalah terjadi penurunan kualitas tanah seperti tanah semakin padat, kemampuan tanah untuk memegang air menjadi terbatas, dan penurunan kadar bahan organik (BPTD, 1997). Disamping itu Siregar (1999) melaporkan bahwa terjadinya penurunan beberapa sifat tanah di lahan tembakau deli antara lain kandungan bahan organik tanah, populasi mikrobia tanah, bobot isi tanah, kapasitas tukar kation, permeabilitas dan infiltrasi tanah yang tidak optimal terhadap pertumbuhan tanaman tembakau. Sebagai sampel diambil produksi


(11)

tembakau di Kebun Klambir Lima pada lima tahun terakhir tidak mencapai “break even point” (BEP) (Lampiran 1). Pengaruh positif dari pemanfaatan lahan yang dirotasikan terutama dengan tanaman tebu dapat memberikan nilai tambah serta memperbaiki struktur keuangan perusahaan dan juga bermanfaat dalam menampung tenaga kerja yang cukup besar serta dapat menekan penggarapan lahan liar dari lahan tersebut (Erwin, 1997).

Berdasarkan uraian di atas maka telah dilakukan penelitian untuk mengkaji potensi lahan tembakau deli akibat berbagai sistem rotasi penggunaan lahan dalam hubungannya dengan produktivitas tanah dan tanaman untuk keberlanjutan komoditasnya.

Perumusan Masalah

Kebutuhan lahan yang semakin meningkat, langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan nir-pertanian memerlukan teknologi tepat guna dalam upaya mengoptimalkan penggunaan lahan secara berkelanjutan. Untuk dapat memanfaatkan sumberdaya lahan secara terarah dan efisien diperlukan tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang diusahakan terutama tanaman-tanaman yang mempunyai peluang pasar dan arti ekonomi cukup baik (BPT, 2003).

Kemerosotan produktivitas tanah dan tanaman tembakau deli beberapa tahun terakhir ini disebabkan antara lain oleh terjadinya penurunan sifat-sifat tanah. Usaha untuk pemecahan masalah ini adalah dengan mengkaji potensi lahan ini akibat berbagai sistem rotasi penggunaan lahan dengan menganalisis


(12)

sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Keluaran yang akan dicapai dari kajian ini adalah tercapainya pemecahan masalah untuk keberlanjutan penggunaan lahan.

Tujuan Penelitian

Untuk mengkaji potensi lahan akibat berbagai sistem rotasi penggunaan lahan dengan mengevaluasi dan menganalisis sifat fisik dan kimia tanah. Keluaran yang diinginkan adalah untuk mencari arah penanggulangan atau peningkatan kualitas lahan tembakau deli guna mempertahankan keberlanjutannya.

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan sifat-sifat tanah antara berbagai sistem rotasi penggunaan lahan pada lahan tembakau deli.

2. Terdapat hubungan antara berbagai sifat kimia dan fisika tanah dari berbagai sistem rotasi penggunaan lahan

Kegunaan Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat digunakan sebagai landasan dalam perencanaan untuk meningkatkan kualitas lahan tembakau deli dalam keberlanjutan pembudidayaannya.

2. Sebagai bahan penulisan tesis yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh Magister Pertanian di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.


(13)

TINJAUAN LITERATUR

Sejarah Penanaman Tembakau Deli

Tembakau deli atau yang lebih dikenal dengan nama tembakau sumatera di pasaran dunia merupakan bahan pembungkus cerutu (sigar wrapper) yang memiliki kriteria mutu antara lain warna terang dan rata, rasa dan aroma yang khas, daya bakar baik dan teratur, abu sisa pembakaran berwarna putih, daun tipis dan elastis serta tulang daun relatif halus, sehingga harganya cukup tinggi di pasaran Eropa yang digunakan pada cerutu mutu tinggi.

Penanaman tembakau deli di Sumatera dimulai sekitar tahun 1863 oleh seorang pioner bangsa Belanda yang bernama Nienhuys. Setelah melakukan beberapa kali penanaman di beberapa tempat yang berbeda, baru pada saat hasil tembakau yang diusahakan di daerah antara Sungai Wampu dan Sungai Ular memberikan harapan yang baik serta mendapat pasaran yang baik pula di pasaran tembakau Eropa. Untuk memperbaiki tingkat usaha serta untuk mempertahankan budidaya tembakau di Deli, maka pada tahun 1906 didirikan balai penelitian yang bernama Deli Proefstation. Hasil-hasil penelitian yang diperoleh dari balai ini menjadi pegangan dasar bagi perusahaan dalam mempertahankan, meningkatkan hasil dan melestarikan mutu tembakau deli yang merupakan tembakau pembalut cerutu yang terbaik di dunia karena aroma dan mutunya yang khas (Erwin, 1997). Saat ini perkebunan tembakau deli dikelola oleh PTPN-II.

Pada tahun 1959 semua perkebunan tembakau yang dimiliki bangsa Belanda diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Pada periode ambil alih ini usaha perkebunan tembakau sedikit mengalami masa suram, baik dalam hal produksi


(14)

kalangan masyarakat sekitar perkebunan yang ingin menguasai dan memiliki tanah perkebunan yang mereka anggap adalah milik kolonial Belanda sehingga terjadi penggarapan liaar secara besar-besaran terhadap areal penanaman tembakau terutama lahan-lahan yang sedang diberokan. Melihat kenyataan ini sesuai dengan surat Menteri Pertanian No. 30/UM/1958 pada 13 Maret 1958 tentang Peralihan Perusahaan Milik Asing kepada Perusahaan Perkebunan Milik Negara, maka N.V. VDM dan Senembah Miy digabung dan dirubah namanya menjadi PPN baru. Pada 18 April 1968 berdasarkan PP No 14 tahun 1968 dan Lembaran Negara No. 23/1968 pada 13 April 1968 nama perusahaan diubah menjadi Perusahaan Negara Perkebunan IX (PNP IX). Pada 1 April 1974 nama perusahaan diubah menjadi Perusahaan Terbatas PT Perkebunan IX (PTP IX). Pada 14 Pebruari 1996 sesuai dengan peraturan pemerintah No.7 tahun 1996 PTP IX bergabung dengan PTP-II sehingga nama perusahaan ini menjadi PTPN-II (PTPN-II, 1997).

Berdasarkan kenyataan di atas maka penanaman tembakau deli diusahakan pada area yang berada di antara Sungai Wampu Kabupaten Langkat dan Sungai Ular Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Bahan induk yang menyusun tanah berupa bahan endapan sungai, campuran bahan endapan sungai dan laut, endapan beting pantai dan sedikit tufa Toba yang bersifat dasitik, dengan fisiografi kipas vulkanis. Jenis tanahnya termasuk ke dalam ordo Inceptisol dan sebagian kecil Entisol dengan rejim kelembaban Aquik serta rejim temperatur isohiperthermik (Wahyunto, dkk, 1990 dan Puslitnak,1993). Untuk daerah di luar areal ini ternyata kriteria mutu tidak dapat dicapai dan hasilnya kurang baik (PTPN-II, 1997). Oleh karena itu karakteristik ini tidak akan muncul jika


(15)

tembakau deli ditanam di tempat lain di seluruh dunia (Brazil, Jember, USA , dan lain-lain) (Direktorat Perdagangan Internasional, 2004).

Upaya merekayasa kondisi iklim Sumatera di luar negeri yaitu di Conecticut (AS) misalnya dengan menggunakan naungan, atau penanaman tembakau bawah naungan, telah membawa hasil yang lebih baik dan hampir menyamai kualitas tembakau deli, tetapi dalam hal rasa dan aroma masih belum setara (MKTI, 2001).

Syarat Tumbuh Tanaman Tembakau Deli

Iklim

Iklim merupakan karakteristik lahan yang sangat berperan dalam menentukan kualitas daun tembakau. Ciri iklim yang penting pada areal-areal pengusahaan tembakau deli adalah iklim humid, tanpa adanya periode bulan kering selama setahun dengan suhu malam hari relatif hangat serta mempunyai kelembaban udara relatif pada malam hari mendekati 100%. Hal ini berarti tembakau menyerap cukup banyak air dari udara pada malam hari (WTC, 1951).

Tanaman tembakau deli dapat diusahakan pada elevasi mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi yang terbentang antara garis lintang 60 LU – 40 LS. Di daerah Deli tanaman tembakau diusahakan pada ketinggian 12 – 15 meter di atas permukaan laut (BPTD, 1997). Umumnya varietas tembakau tidak begitu peka terhadap lamanya penyinaran matahari, atau disebut sebagai tanaman berhari netral. Lamanya periode penyinaran tidak mempengaruhi besarnya keadaan struktur bahan tembakau.


(16)

diperlukan untuk penjemuran tanah, yang berguna untuk menekan perkembangan bakteri penyakit layu dan nematoda, serta sangat diperlukan dalam pekerjaan pengolahan tanah. Jumlah hujan yang tinggi diperlukan pada saat tembakau deli telah dibumbun kedua sampai dengan waktu panen, karena pada periode ini tanaman tembakau sangat membutuhkan air untuk proses pertumbuhan. Bila pada periode tersebut terjadi defisit air maka tanaman akan memperlihatkan pertumbuhan yang kerdil dan luas daun menyempit serta sangat mudah terserang penyakit (BPTD, 1997).

Kebutuhan bersih curah hujan pada pertumbuhan tanaman tembakau deli selama periode tanam sampai panen yaitu selama 77 hari adalah sebesar 435 mm (Puslittanak, 1993). Curah hujan rata-rata bulanan di lokasi penelitian pada saat musim tanam (Maret sampai pertengahan bulan Mei) selalu berada di bawah kebutuhan optimum untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu suplai air perlu sekali dilakukan. Intensitas hujan juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman tembakau. Curah hujan yang terlalu tinggi pada suatu saat tertentu dapat mengganggu pertumbuhannya. Suhu udara yang cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau berkisar antara 21-32,3 oC (Abidin, 1999).

Tanah

Faktor tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan tembakau deli. Tanaman tembakau sangat menghendaki tanah dengan tingkat kesuburan yang cukup baik, menghendaki bahan organik dan kelembaban tanah yang cukup tinggi. Jumlah unsur hara yang cukup dan seimbang sangat menentukan produktivitasnya. Kelebihan salah satu unsur hara seperti fosfat akan menyebabkan pertumbuhan


(17)

akar terganggu dan akhirnya mempengaruhi jumlah daun dan tanaman menjadi cepat matang dan berbunga (Erwin 1997).

Sifat dan Jenis Tanah di Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Kebun Klambir Lima PTPN-II, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang. Fisiografi di daerah penelitian berupa dataran alluvial (alluvial plain) dengan bentuk wilayah datar, memiliki lereng kurang dari 3 %. Endapan aluvium di daerah ini terdiri atas endapan sungai yang berasal dari formasi geologi yang bersifat andesit-dasitik dan bahan-bahan yang bersifat liparito-dasitik (Khusrizal, 2003).

Jenis tanah di lokasi penelitian termasuk ke dalam ordo Inceptisol dengan subgroup Aeric tropaquepts. Perkembangan profilnya masih lemah dan dicirikan oleh adanya horizon kambik. Tanah ini berkembang dari bahan endapan aluvium (liat dan pasir) dan tufa volkan yang bersifat dasitik. Warna tanah bervariasi dari coklat sampai kelabu terang, tekstur lempung berpasir sampai liat berat. Sebagian besar tekstur lapisan atas dan lapisan bawah berbeda nyata dan di bawah kedalaman 100 cm sebagian besar bertekstur lempung, debu atau pasir. Struktur tanah gumpal agak bersudut dan berbutir (granular), konsistensi gembur sampai sangat teguh. Sebagian tanah ini pada kedalaman antara 40 cm sampai 60 cm mempunyai lapisan padat. Di lapisan bawah tanah mencirikan adanya sifat pengendapan berlapis (fluventic) tetapi bersifat memadat sehingga mempunyai permeabilitas sangat lambat. Karena sifatnya yang demikian, maka air yang masuk ke dalam tanah sering tertahan sehingga drainase tanah secara keseluruhan termasuk terhambat (Puslittanak, 1993). Deskripsi profil di lokasi penelitian menurut Puslittanak (1993) pada Tabel 1.


(18)

Tabel 1. Deskripsi profil tanah lokasi penelitian di Kebun Klambir Lima PT. Perkebunan Nusantara II (Puslitanak, 1993)

Sifat Tanah Deskripsi

Kedalaman tanah Dalam

Ketebalan solum Sedang

Kedalaman efektif Sedang

Drainase Terhambat Permeabilitas Terhambat Tekstur : pasir (%)

Debu (%) Liat (%)

50 20 30

Bahan induk tanah Alluvium sungai

andesitik-dasitik

Lereng 0 – 2 %

Lapisan atas : - Ketebalan (cm)

- Warna

- Tekstur - Reaksi tanah - Batu/krikil

15 – 25

coklat sangat gelap kekelabuan liat berpasir

agak masam tidak ada Lapisan bawah : - Ketebalan (cm)

- Warna - Tekstur - Reaksi tanah - Batuan/krikil Kemudahan untuk diolah

70 –80

Coklat gelap - kelabu terang Liat berpasir/pasir

Agak masam – netral Tidak ada

Agak berat

Kondisi Tanah Tembakau Deli Saat Ini

Beberapa sifat fisik lahan tembakau deli yang saat ini (Erwin, 1997) merupakan faktor penghambat bagi tanaman sebagai akibat penggunaan areal budidaya tebu antara lain :

- Pori Aerasi; Hasil evaluasi sifat fisik tanah oleh Pusat Penelitian Tanah

dan Agriklimat Bogor, ternyata keadaan pori aerasi tanah-tanah di areal tembakau tergolong rendah sampai tinggi pada lapisan atas tanah. Sedangkan pori aerasi tanah-tanah lapisan bawah tergolong rendah yang


(19)

disebabkan karena tidak terjangkau oleh alat pengolah tanah. Rendahnya pori aerasi tanah dapat menghambat pertumbuhan tanaman tembakau, karena akan mengganggu respirasi akar.

- Pori pemegang Air; Persentase pori-pori pemegang air tersedia bagi

tanaman di areal-areal tembakau tergolong rendah sampai tinggi. Pori pemegang air ini sangat penting untuk diperbaiki. Upaya perbaikan dapat dilakukan dengan memperdalam pengolahan tanah, sehingga kapasitas resapan air akan meningkat dan aliran permukaan akan berkurang, karena air akan ditahan di celah-celah bongkahan tanah dan terinfiltrasi. Upaya lain untuk meningkatkan daya pegang air tanah tersebut adalah dengan aplikasi pupuk organik dan kompos.

- Permeabilitas dan Infiltrasi; Lahan tembakau deli sekarang ini memiliki

tingkat permeabilitas yang agak lambat (0.12 – 0.5 cm/jam), hal ini sangat mengganggu pertumbuhan tanaman karena tanaman akan kekurangan oksigen bila permeabilitas tanah sangat lambat. Laju infiltrasi tanah tembakau deli terlalu cepat di beberapa lokasi yaitu 16.74 – 242.38 cm/jam). Hal ini menyebabkan sistem pemberian air ke tanah untuk memenuhi kebutuhan tanaman dengan sistem irigasi atau aliran permukaan atau dengan sistem jog tidak akan efisien. Sistem irigasi yang terbaik dengan tipe tanah yang berinfiltrasi cepat adalah dengan sistem sprikle irrigation atau irigasi tetesan.

- Indeks Plastisitas; Tanah-tanah di lahan tembakau pada umumnya

tergolong agak plastis sampai plastis dengan indeks 10 – 30 pada ke dua lapisan tanah atas dan bawahnya.


(20)

- Stabilitas Agregat; Kestabilan agregat tanah-tanah di lahan tembakau pada umumya tergolong agak stabil sampai sangat stabil dengan indeks 50 – 80.

- Lapisan Tanah Padat; Tanah-tanah di areal tembakau pada umumnya

menunjukkan tingkat kepadatan tanah antara 1,5 – 5,0 kg/cm2 pada kedalaman tanah 0 – 35 cm. Tingkat kekerasan tanah menunjukkan hubungan negatif dengan kandungan C-organik (Basyaruddin 2004) Tanah-tanah bekas rotasi tebu banyak terjadi pemadatan di lapisan bawah akibat pengolahan secara mekanis maupun pengaruh alat alat berat lainnya. Pemadatan tanah lapisan bawah ini menyebabkan terhambatnya perkembangan perakaran tanaman semusim yang ukuran relatif pendek, sehingga daerah jelajah perakaran akan sangat terbatas.

Adapun beberapa sifat kimia tanah yang mengalami perubahan setelah rotasi tanaman tebu di lahan-lahan tembakau deli adalah sebagai berikut :

- Bahan organik; kandungan bahan organik tanah di lahan tembakau deli

menurun dengan tajam setelah dirotasi dengan tanaman tebu. Hal ini disebabkan karena rotasi yang semakin pendek waktunya menghasilkan biomasa rendah, disamping juga jenis vegetasinya berubah. Pada lahan yang telah dirotasi dengan tebu tiga tahun berturut-turut, ditanam mimosa dan dibiarkan tumbuh bersama gulma bahkan di beberapa tempat gulmanya didominasi oleh alang-alang, dengan demikian siklus hara diperpendek. Hal tersebut akan mempengaruhi kualitas bahan organik dan pembentukan humus, bahkan mungkin banyak terjadi proses mineralisasi dengan meningkatnya suhu tanah. Pada waktu persiapan lahan untuk


(21)

tembakau bahan organik dibakar, dan khususnya ketika tanaman tembakau masih kecil lahannya bersih sehingga erosinya cukup besar. Hal ini tercermin dari endapan di parit-parit drainase yang cukup tebal, begitu juga koloid-koloid berupa lumpur yang terbawa oleh erosi. Jadi keadaan inipun memberikan kontribusi terhadap kehilangan bahan organik. Seolah-olah usaha rotasi di lahan ini hampir tidak memberikan hasil terhadap penambahan bahan organik. Penurunan bahan organik lebih nyata setelah tahun 1980-an, atau setelah areal tembakau dirotasikan dengan tebu.

- Nitrogen; Berbeda dengan bahan organik (C-organik), N-organik (N-total)

perubahannya kecil sekali dan cendrung konstan. Hal ini mungkin merupakan batas terendah (limit) untuk tanah-tanah di lahan tembakau deli. Selama beberapa tahun pengamatan, kandungan N-total rata-rata kurang dari 0,2 %. Nilai C/N 9 – 12 untuk lahan tembakau deli sudah merupakan keseimbangan alam. Walaupun pada kenyataannnya secara pengamatan visual terlihat kecendrungan tanaman tembakau menunjukkan gejala defisiensi N. Aplikasi N pada tanaman tembakau juga memperlihatkan respon yang tinggi terhadap peningkatan dosis pupuk nitrogen. Hubungan kandungan bahan organik dengan ketersediaan N di tanah cukup erat. Tanah-tanah yang miskin bahan organik umumnya akan menjadi defisiensi N (Erwin, 1997).

- Fosfat (P); Kandungan P tanah umumnya menurun terus sampai tahun

1989, dan kemudian menaik lagi. Peningkatan kadar P tersedia tanah disebabkan pemupukan TSP untuk tebu sebesar 200 – 250 kg/ha setiap


(22)

musim. Akibat ketersediaan P yang lebih di lahan-lahan tembakau deli mempunyai dampak terutama terhadap pertumbuhan dan produksi. Penggunaan tanah yang mengandung mineral amorf (alofan) secara intensif dapat mempercepat pelapukan mineral primer menjadi imogolit – haloisit – kaolinit, bahkan menjadi gibsit yang akan membebaskan banyak fosfat (Tan 1998; Basyaruddin 1999) Tanaman tembakau akan dipacu untuk lebih cepat menjalani proses generatif dan menghambat proses vegetatif. Beberapa tahun terakhir terlihat kinerja tembakau deli kurang baik, tanaman cendrung mengecil/kerdil, luas daun menyempit, tanaman cepat berbunga serta mengacaukan kriteria matang panen, yang kesemua hal tersebut merupakan ciri-ciri sebagai akibat kelebihan ketersediaan P di dalam tanah.

- Kalium (K); Kandungan K berfluktuasi, mencerminkan bahwa unsur ini

sangat mobil dan sulit untuk mencapai keseimbangan. Berdasarkan pengamatan lapangan, endapan Sungai Wampu mengandung banyak muskovit (mika) yang merupakan sumber dari K. Hal ini juga tercermin dari tingginya K pada kompleks adsorpsi dan K total dengan ekstraksi HCl 25 %. Disamping itu endapan laut dapat juga memberikan konstribusi terhadap tingginya K disamping pembakaran. Keadaan ini tercermin juga dari tajamnya fluktuasi kandungan K pada tanah-tanah di areal tembakau deli.

Dari sifat-sifat tanah di atas dan dari hasil penilaian kelas dan sub kelas kesesuaian lahan di lahan bekas rotasi tanaman tebu maka terdapat lahan-lahan yang tergolong cukup sesuai (S2) seluas 5.745 hektar, lahan yang tergolong sesuai


(23)

marginal (S3) seluas 3.354 hektar dan yang tidak sesuai saat ini (N1) seluas 30 hektar. Faktor yang menjadi pembatas utama pertumbuhan tanaman tembakau deli adalah ketersediaan air, kedalaman perakaran efektif dangkal karena adanya lapisan padat atau padas, tekstur tanah, rendahnya retensi hara (KTK tanah), keseimbangan hara, dan di beberapa tempat drainase terhambat (Puslitnak, 1993).

Upaya Konservasi Areal Tembakau Deli yang Telah Dilakukan

Upaya konservasi lahan-lahan tembakau deli yang telah dilakukan oleh PTPN-II pada tahun 1995 adalah dengan menanam tanaman hutan untuk mengisi permukaan tanah yang berfungsi sebagai penutup tanah dan sumber bahan organik tanah. Tanaman hutan ini juga penting dalam memutuskan siklus bakteri penyakit layu yang selama ini mengancam keberadaan dan kelanjutan komoditi tembakau deli serta penggarapan lahan oleh masyarakat luar. Adapun tanaman hutan yang ditanam sebagai tanaman konservatif adalah Senu (Melochia umbellata), Sengon (Albizia falcataria), Anggrung (Trema orientale), Mindi (Melia azedarach), Nimba (Azadirachta Indica), serta Akasia (Acacia auriculiformis). Bila ditinjau dari fungsinya maka tanaman-tanaman hutan ini berfungsi : (a) melindungi tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh, (b) melindungi tanah terhadap daya perusak aliran air di atas permukaan tanah, (c) memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah dan penahan air yang langsung mempengaruhi besarnya aliran permukaan, dan (d) mampu memutuskan siklus patogen tanah seperti bakteri penyakit layu serta menghindari lahan dari penggarap-penggarap liar (Perangin-angin 1998).

Upaya-upaya yang sudah direncanakan dan yang sudah dilakukan sejak tahun 1995 untuk konservasi areal tanaman tembakau deli dengan tanaman hutan


(24)

mengalami kegagalan pada saat berakhirnya masa Orde Baru. Masyarakat mengatas namakan berbagai kelompok telah menggarap areal konservasi tersebut dengan menebangi, mengkapling-kapling lahan tersebut dan menanami dengan tanaman semusim, bahkan mereka juga membuat gubuk. Saat musim tanam tiba maka pihak PTPN-II harus mengeluarkan dana dan tenaga yang besar untuk mengusir para penggarap tersebut dibantu oleh aparat TNI dan Polri. Sehingga saat ini, setelah panen, sisa tanaman tembakau dicabut dan ditanami tanaman palawija oleh para karyawan PTPN-II di lahan-lahan yang rawan penggarapan (PTPN-II, 1997). Akhirnya upaya-upaya konservasi tadi dianggap gagal.

Pengaruh Rotasi Tanaman terhadap Produktivitas Lahan

Rotasi tanaman adalah sistem penanaman berbagai tanaman secara bergilir dalam urutan waktu tertentu pada suatu bidang tanah (Arsyad, 2000). Dalam menunjang sistem pertanian berkelanjutan akhir-akhir ini sering dilakukan rotasi tanaman hutan. Sistem ini merupakan keterpaduan antara kegiatan kehutanan dengan pertanian, atau dengan peternakan yang membentuk usaha tani terpadu sehingga optimalisasi dan diversifikasi penggunaan lahan dapat tercapai (Wulandari dkk., 1995).

Pada hakekatnya rotasi tanaman memberikan keuntungan-keuntungan seperti pemberantasan hama dan penyakit, pemberantasan tumbuhan pengganggu, dan yang paling penting adalah mempertahankan/memperbaiki sifat-sifat fisik dan kimia tanah dalam menunjang kesuburan tanah. Rotasi tanaman akan mempertinggi kemampuan tanah menahan dan menyerap air serta sumbangan bahan organik yang dihasilkannya akan mempertinggi stabilitas agregat dan


(25)

kapasitas infiltrasi tanah serta memelihara keseimbangan unsur hara (Arsyad, 2000). Pelaksanaan rotasi ini sangat sesuai untuk pertumbuhan tanaman tembakau deli yang memang telah dilakukan sejak zaman Belanda dahulu (PT. Perkebunan IX. 1995).

Kualitas Lahan

Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (Sys, 1985). Penggunaan yang optimal memerlukan keterkaitan dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Hal tersebut disebabkan adanya keterbatasan dalam penggunaan lahan sesuai dengan karakteristik dan kualitas lahannya bila dihubungkan dengan pemanfaatan lahannya secara lestari dan berkesinambungan (BPT, 2003).

Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribut yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan. Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan (FAO, 1976).

Kualitas lahan dapat berperan positif atau negatif terhadap penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan positif sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat negatif akan merugikan terhadap penggunaan tertentu, sehingga merupakan faktor penghambat atau pembatas. Setiap kualitas lahan dapat berpengaruh terhadap satu


(26)

atau lebih dari jenis penggunaannya. Demikian pula satu jenis penggunaan lahan tertentu akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas lahan (Sys et al, 1993).

Persyaratan Penggunaan Lahan

Semua jenis komoditas pertanian termasuk tanaman pertanian, peternakan, dan perikanan yang berbasis lahan untuk dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi optimal memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Persyaratan penggunaan lahan dikaitkan dengan kualitas lahan dan karakteristik lahan. Persyaratan karakteristik lahan untuk masing-masing komoditas pertanian umumnya berbeda, tetapi ada sebagian yang sama sesuai dengan persyaratan tumbuh komoditas pertanian tersebut (BPT, 2003).

Persyaratan tersebut terutama terdiri atas energi radiasi, temperatur, kelembaban, oksigen dan hara. Persyaratan temperatur dan kelembaban umumnya digabungkan, dan selanjutnya disebut sebagai periode pertumbuhan (FAO, 1983). Persyaratan lain berupa media perakaran, ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur dan konsistensi tanah, serta kedalaman efektif. Persyaratan tumbuh atau persyaratan penggunaan lahan yang diperlukan oleh masing-masing komoditas mempunyai batas kisaran minimum, optimum, dan maksimum untuk masing-masing karakteristik lahan (BPT, 2003).

Persyaratan penggunaan/karakteristik lahan untuk tanaman tembakau deli sampai sekarang belum ada acuannya, tetapi untuk tanaman tembakau secara umum dengan karakteristik kelas kesesuaian lahan S1 sebagai berikut :

- Temperatur rerata pada masa pertumbuhan 22 – 28 0C

- Curah hujan pada masa pertumbuhan 600 mm – 1200 mm dengan kelembaban udara 24 – 75 %


(27)

- Media perakaran dengan tekstur agak kasar, sedang, agak halus, halus dengan bahan kasar < 15 % dan kedalaman tanah > 75 cm.

- KTK liat > 16 me/100 g, kejenuhan basa > 35 %, pH H2O 5,5 – 6,2 serta

C-organik > 1,2 % (Balittanak, 2003).


(28)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi kajian penelitian yaitu kebun Klambir Lima Perkebunan Tembakau Deli PTPN-II. Secara umum kebun ini jenis tanahnya adalah Inceptisol dengan famili tanah Aeric tropaquepts (Puslitnak, 1993). Secara administratif kebun ini terletak di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang dengan ketinggian tempat lebih kurang 15 meter di atas permukaan laut.

Pengambilan sampel tanah dan analisis sifat fisik di lapang dilakukan mulai dari September 2006 hingga Nopember 2006. Analisis sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UISU dimulai dari bulan Nopember hingga bulan Pebruari 2007.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk menguji sifat fisik dan kimia tanah adalah contoh tanah utuh dan contoh tanah komposit. Sampel tanah diambil secara komposit untuk analisis sifat kimia tanah sedangkan analisis sifat fisika tanah diambil sampel tanah utuh dengan menggunakan cover ring. Sampel tanah ini diambil untuk masing-masing lokasi rotasi penggunaan lahan dari kedalaman tanah 0 – 20 cm (lapisan olah tanah). Seterusnya sampel tanah dinalisis sifat-sifatnya di laboratorium.

Alat yang digunakan dalam pengambilan sampel tanah ini meliputi alat-alat di lapangan seperti cangkul, bor belgie, sekop, pisau, cover ring, meteran dan lain-lain yang berkaitan dengan pengambilan sampel tanah. Alat-alat yang lain adalah alat untuk mengukur sifat fisik di lapangan seperti double ring


(29)

infiltrometer, penetrometer serta alat untuk analisis sifat kimia tanah seperti

atomic absorption spectrometer (AAS), alat permeabilitas, dan lain-lain.

Metode Penelitian

Pengamatan terhadap pelaksanaan berbagai sistem rotasi dilakukan dengan cara survei lapang, sedangkan pengaruh dari berbagai sistem rotasi terhadap produktivitas tanah dilakukan dengan cara analisis laboratorium yaitu dengan menganalisis sifat fisika dan kimia tanah. Dari analisis ini maka datanya diolah dengan menggunakan Analisis Variance satu arah (One Way Anova). Analisis ini digunakan untuk menguji apakah rata-rata dari beberapa sampel berbeda atau tidak (Pratisti, 2004). Perangkat lunak yang digunakan untuk menganalisis semua data adalah SPSS 12. Jenis penggunaan lahan pada lokasi penelitian terdiri atas 4 jenis yaitu :

R1 = lahan dengan tanaman hutan yaitu tanaman jati (Tectona grandis L.)

R2 = lahan diberokan (tembakau – bero – tembakau)

R3 = lahan dengan rotasi dengan tanaman tebu (Saccharum officinarum L)

(tembakau – tebu – tembakau)

R4 = lahan digunakan dengan tanaman palawija (tembakau – palawija –

tembakau)

Model linier yang diasumsikan pada analisis ini adalah :

Y

ij

= +

i

+

i

ij : i = 1, 2, …..k ;

j = 1, 2, …..nk

dimana :

Y

ij = variabel yang akan dianalisis

= efek umum atau efek rata-rata yang sebenarnya


(30)

i

ij = efek yang sebenarnya dari pada unit eksperimen ke j yang berasal dari perlakuan ke i

Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan sampel tanah dilakukan secara komposit dari lapisan olah di setiap rotasi penggunaan lahan untuk keperluan analisis sifat-sifat kimia tanah di laboratorium. Untuk analisis sifat fisika tanah diambil sampel tanah utuh dengan

menggunakan cover ring. Penentuan titik-titik pengambilan contoh tanah

berdasarkan keadaan di lapang yaitu pada masing-masing rotasi penggunaan lahan yang beracuan pada peta tanah (Lampiran 2) Kebun Klambir Lima. Untuk setiap jenis perlakuan diambil sebanyak 10 sampel tanah. Metode analisis dari masing-masing sifat fisika dan kimia tanah yang merupakan peubah amatan diuraikan pada Tabel 2.

Pada waktu dilakukan pengamatan langsung di lapang terlihat masing-masing jenis rotasi penggunaan lahan berada pada kongsi-kongsi yang berbeda. Maka untuk setiap keadaan ini diambil sampelnya dengan beberapa titik lalu dicampurkan dan diambil satu sampai tiga sampel tergantung besarnya lahan/petak tanaman rotasi.

Untuk analisis sifat fisik di lapang seperti infiltrasi tanah dan penetrasi tanah dilakukan dengan menggunakan alat double ring infiltrometer dan penetrometer (Lampiran 3).


(31)

Tabel 2. Metode analisis yang digunakan untuk masing-masing peubah amatan

Peubah Amatan Metode Analisis

Sifat Fisika Tanah :

1. Stabilitas agregat De Leenheer dan De Boodt

2. Kerapatan lindak (BD) (g/cm3) Ring sample-gravimetri

3. Total ruang pori (%) Perhitungan dari bobot isi dan

bobot jenis butiran

4. Infiltrasi (cm/jam) Double ring infiltrometer

5. Permeabilitas tanah (cm/jam) De Boodt

6. Air tersedia (%) Perhitungan dari kadar air

kapasitas lapang dengan kadar air titik layu permanen

7. Kekerasan tanah (kg/cm2) Penetrometer

Sifat Kimia Tanah

1. C-organik (%) Walkley dan Black

2. N-total (%) Kyeldahl

3. P-tersedia (ppm) Bray II

3. KTK (me/100g) NH4Oac

4. Kation tukar tanah (K, Ca, Mg, Na) NH4Oac

5. Kandungan bahan organik tanah (%) Hasil perhitungan dari C-org

6. Kejenuhan Basa Tanah (%) Hasil perhitungan dari KTK

dan kation tukar tanah

7. pH Elektrometri

Peubah Amatan

Peubah amatan untuk analisis sifat fisika tanah terdiri atas stabilitas agregat, kerapatan lindak (BD), total ruang pori (TRP), infiltrasi, permeabilitas dan air tersedia. Metode analisis dari masing-masing sifat ini diuraikan pada Tabel 2.

a. Pengukuran Kerapatan Lindak (BD) dan Porositas (total ruang pori) Tanah Pada pengukuran BD tanah pertama sekali dilakukan adalah menentukan kadar air tanahnya dengan cara menimbang tanah beserta ring lalu tanah dikeringovenkan selama 24 jam pada suhu 1050C. Diameter ring dan tebal ring diukur sehingga diketahui volumenya sebagai berikut :


(32)

V = π (r cm)2 x t cm

Dimana : V = volume

π = 22/7

r = ½ x (diameter ring = 7,4 cm) t = tinggi ring (cm) = 3,85 cm dalam hal ini diameter = 7,4 cm Berdasarkan perhitungan itu maka didapat BD tanah dengan rumus :

Kerapatan Lindak (g/ml) =

tanah volume

oven kering tanah

berat

Pada pengukuran TRP tanah terlebih dahulu dilakukan pengukuran partikel density (PD) tanah dengan cara tanah kering oven dari pengukuran BD dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml (timbang beratnya) sebanyak 30 g lalu labu diisi dengan air ± ¾ labu. Dengan menggunakan hot plate labu itu dipanaskan hingga mendidih lalu dibiarkan satu malam. Selanjutnya tambahkan air hingga mencapai volume 100 ml dan ditimbang. Berat/volume air adalah berat total dikurangi berat botol dan berat tanah, sedangkan volume tanah adalah 100 ml dikurangi volume air. Dari perhitungan ini maka PD dapat dihitung dengan rumus :

PD =

tanah butiran volume

tanah butiran berat

Dengan demikian maka :

TRP = ( 1 - PD BD

) x 100 % b. Pengukuran Permeabilitas Tanah

Metode yang digunakan dalam pengukuran permeabilitas tanah adalah metode De Boodt. Contoh tanah utuh yang berada dalam ring sampel direndam dalam bak perendam berisi air 3 cm dari dasar baki selama 24 jam. Setelah perendaman selesai, contoh tanah yang sudah jenuh air dengan ring nya dipindahkan ke alat pengukur permeabilitas atau unit permeameter


(33)

kemudian dialiri air. Pengukuran jumlah air yang tertampung pertama dilakukan selama 6 jam, selanjutnya setiap hari sampai 4 kali pengukuran. Terakhir diamati volume air yang telah keluar setelah melalui masa tanah selama 1 jam lagi. Setelah itu diambil rata -rata dari keenam pengukuran itu. Perhitungan permeabilitas tanah diperoleh dari rumus::

Q l 1

Permeabilitas (K) = --- x --- x --- (cm/jam) t h A

dimana :

Q = banyaknya air yang mengalir pada setiap pengukuran (ml) t = waktu pengukuran (jam)

l = tebal contoh tanah (cm)

h = tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah (cm) A = luas permukaan contoh tanah (cm2 )

Dalam hal ini , l = 3,8 cm, h = 5 cm, A= 45,72 cm2

Klasifikasi permeabilitas dalam cm/jam menurut Uhland dan O’Neal (1951) dalam FP-UISU (2001) diuraikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kelas kecepatan permeabilitas tanah (Uhland dan O’Neal. 1951)

Kecepatan Permeabilitas (cm/jam) K e l a s

< 0.12 Sangat lambat

0.13 - 0.51 Lambat

0.51 - 2.00 Agak lambat

2.01 - 6.25 Sedang

6.26 - 12.50 Agak cepat

12.51 - 25.00 Cepat

> 25.00 Sangat cepat c. Pengukuran Infiltrasi Tanah

Metode yang digunakan untuk mengukur parameter ini adalah Double Ring Infiltrometer. Pengukuran infiltrasi dilakukan dengan cara membenamkan alat double ring infitrometer di atas permukaan tanah. Ring yang ada di bagian dalam diisi air sampai rata dengan permukaan ring lalu dihitung besarnya kecepatan aliran air secara vertikal ke bawah dalam cm/jam.


(34)

Tabel 4. Kelas laju infiltrasi tanah dalam cm/jam (Hillel, 1980) Laju Infiltrasi (cm/jam) K e l a s

25 - 50 sangat cepat

12,5 - 25 cepat

7,5 - 15 sedang

0,5 - 2,5 lambat

< 0,5 sangat lambat

d. Pengukuran Air Tersedia

Dalam pengukuran persentase ketersediaan air pada penelitian ini dilakukan dengan cara terlebih dahulu menghitung berapa besar kadar air kapasit as lapang (KL) dan kadar air titik layu permanen (TLP) dari sampel tanah tersebut. Selisih dari kadar air KL dengan TLP adalah persentase air tersedia.

e. Pengukuran Stabilitas Agregat

Penetapan stabilitas agregat tanah secara kuantitatif dari masing-masing perlakuan dilakukan dengan cara pengayakan kering dan basah di laboratorium menurut metode De Leenheer dan De Boodt. Dari hasil pengukuran ini maka didapat klasifikasi indeks stabilitas sebagai berikut :

Tabel 5. Kelas stabilitas agregat tanah (De Leenheer dan De Boodt, 1958)

Indeks Kestabilan Agregat K e l a s

> 200 sangat stabil sekali

80 – 200 sangat stabil

66 – 80 stabil

50 – 66 agak stabil

40 – 50 kurang stabil


(35)

f. Pengukuran Penetrasi Tanah

Pengukuran penetrasi tanah dilakukan dengan menggunakan alat penetrometer. Pengamatan dilakukan dengan cara menusukkan penetrometer ke dinding lobang tanah hingga muncul angka. Besarnya penetrasi tanah diperoleh dengan membaca besarnya gaya yang dihasilkan pada alat. Setiap sampel diambil angka rataan dari 10 kali pengukuran.

Analisis Sifat Kimia Tanah

Peubah amatan dari sifat kimia tanah yaitu N-total, P-tersedia, C-organik, kandungan bahan organik, kation-kation tukar tanah (Ca, Mg, K, dan Na), kapasitas tukar kation (KTK), pH dan kejenuhan basa (KB). Metode dari masing-masing peubah amatan ini diuraikan pada Tabel 1. Analisis sampel tanah ini dilakukan di laboratorium FP-UISU.


(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Survey Lapang

Hasil pengamatan dari survey lapang adalah berupa pengamatan sistem rotasi penggunaan lahan yang ada di Kebun Klambir Lima, wawancara dengan administratur, asisten dan mandor kebun tentang sejarah penggunaan lahan, dan produksi tembakau deli.

Luas Kebun Kelambir Lima 967 Ha dan merupakan luasan termasuk jalan kebun dan bangsal. Setiap kebun yang ditanami tembakau dibagi menjadi beberapa afdeling. Untuk penanaman tembakau deli dibagi ke dalam kongsi dan setiap kongsi terdiri dari beberapa ladang. Luas perladang tembakau lebih kurang 0.8 Ha, dengan jumlah tanaman 19.000 batang/ladang.

Dari hasil survey lapang penggunaan lahan jati dengan luasan ± 32,32 ha, dan pada waktu pengamatan luas lahan jati yang masih ada tanaman jatinya ± 4,3 ha yang terdiri atas 16.748 pokok jati dan merupakan lokasi pengambilan sampel tanah. Lahan ini terdapat pada :

• Sebelah timur kongsi 1dan 2 seluas 2,5 ha dengan 8926 pohon jati

• Sebelah timur kongsi 3 dan 4 seluas 1,8 ha dengan 7822 pohon jati

Untuk lahan bero terdiri atas 2 kongsi yaitu kongsi 3 dan kongsi 4. Kongsi 3 terdiri atas 34 ladang (± 27,2 ha) dan kongsi 4 terdiri atas 35 ladang (28 ha) dan merupakan lokasi pengambilan sampel tanah.

Untuk lahan rotasi tebu terdiri atas 2 kongsi yaitu kongsi 1 dan kongsi 2. Kongsi 1 terdiri atas 26 ladang (± 20,8 ha) dan kongsi 2 terdiri atas 25 ladang (20 ha) dan merupakan lokasi pengambilan sampel tanah.


(37)

Pada lahan rotasi palawija terdiri atas 2 kongsi dengan 50 ladang (± 40 ha) dan merupakan lokasi pengambilan sampel tanah. Untuk lahan ini tidak ditanami lagi tembakau karena telah digarap oleh masyarakat sehingga data produksi tembakau dari lahan ini tidak ada.

Sifat Fisika Tanah

Hasil pengukuran sifat fisika tanah dari masing-masing peubah amatan rata-rata perlakuannya, analisis sidik ragam, dan uji beda rataan diuraikan pada Lampiran 3 sampai 9. Dari semua peubah amatan yang diukur memberikan perbedaan nyata sampai sangat nyata pada setiap jenis penggunaan lahan kecuali stabilitas agregat tanah..

a. Stabilitas Agregat

Stabilitas agregat tanah adalah ketahanan agregat tanah terhadap daya yang dapat menimbulkan penghancuran agregat. Dari hasil pengukuran stabilitas agregat ini masing-masing perlakuan memiliki indeks stabilitas agregat agak stabil (De Leenheer dan De Boodt, 1958). Rata-rata perlakuan dari masing-masing rotasi penggunaan lahan disajikan pada Tabel 6. Hasil pengukuran dari masing-masing sampel dan analisis sidik ragam indeks stabilitas pada masing-masing-masing-masing rotasi penggunaan lahan pada Lampiran 4.

Tabel 6. Indeks stabilitas agregat pada masing-masing jenis penggunaan lahan

Penggunaan Lahan Indeks Stabilitas Agregat

Jati Bero Rotasi Tebu Rotasi Palawija

63,66 60,50 52,83 50,35

Stabilitas agregat tidak dipengaruhi secara nyata dari penggunaan lahan. Lahan jati memberikan indeks stabilitas yang lebih besar (63,66) dibandingkan


(38)

dengan penggunaan lahan lainnya. Kohnke (1986 dalam Juanda, dkk, 2003) menyebutkan bahwa kekuatan agregat dipengaruhi oleh kelembaban tanah, tipe liat, daya adsorbsi kation dan kandungan bahan organik. Pernyataan sejalan dengan hasil penelitian ini yang mendapatkan lahan jati memiliki indeks yang lebih tinggi dan tanaman jati memiliki kanopi tanaman yang besar yang dapat menjaga kelembaban tanah dibandingkan dengan lahan lainnya. Disamping itu hutan jati menyumbangkan bahan organik yang besar. Dari hasil pengukuran pada penelitian ini lahan jati mengandung 2,98 % bahan organik.

Dari semua jenis penggunaan lahan rotasi palawija memberikan indeks stabilitas yang paling kecil (50,35) dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya. Hal ini disebabkan kerena rotasi dengan palawija pengolahan tanahnya lebih intensif sehingga ketahanan agregat tanahnya lebih kecil dan juga berakibat kelembaban tanah rendah di samping kecilnya kanopi tanaman dalam melindungi tanah dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya. Rotasi dengan palawija juga kecil dalam hal menyumbangkan bahan organik tanah. Dari hasil pengukuran pada penelitian ini lahan rotasi palawija memberikan 1,48 % bahan organik. Indeks stabilitas agregat tanah dari masing-masing jenis penggunaan lahan dilukiskan pada Gambar 1.


(39)

6 3 , 6 6

6 0 , 5 0

5 2 , 8 3

5 0 ,3 5

J a t i B e r o T e b u P a la w ija

J e n i s P e n g g u n a a n L a h a n

0 ,0 0 2 0 ,0 0 4 0 ,0 0 6 0 ,0 0

Indek

s St

a

b

ilita

s Ag

reg

a

t

Gambar 1. Indeks stabilitas agregat dari masing-masing jenis penggunaan lahan

b. Kekerasan Tanah

Kekerasan tanah adalah kemampuan tanah dalam menahan beban yang dinyatakan dalam satuan kg/cm2. Sifat ini diukur dengan alat penetrometer pada kondisi lapang. Sifat ini penting untuk : (1) menduga tingkat kemudahan atau kemampuan akar tanaman menembus tanah; (2) tingkat pemadatan tanah (soil compaction), baik proses alami maupun oleh adanya aktifitas mekanisasi alat-alat pertanian; (3) tingkat kemantapan atau kekompakan struktur tubuh tanah (Hillel, 1980).

Hasil pengukuran kekerasan tanah, analisis sidik ragam dan uji beda rataan dari masing-masing jenis penggunaan lahan disajikan pada Lampiran 5, rataan pengukurannya pada Tabel 7. Perbedaan jenis rotasi secara nyata mempengaruhi nilai kekerasan tanah. Lahan yang diberokan menyebabkan nilai kekerasan tanah lebih rendah (1,74 kg/cm2) di antara jenis rotasi lainnya. Sementara itu lahan yang dirotasi dengan tebu (2,18 kg/cm2) dan palawija (2,64 kg/cm2) memiliki kekerasan tanah yang tinggi. Pemberoan tanah akan menyebabkan berbagai jenis tanaman


(40)

akan tumbuh di lahan itu dengan aneka ragam kedalaman akar. Akibatnya tanah memiliki rongga-rongga pori yang lebih banyak dan sebaran akar halus lebih besar sehingga penetrasi akar ke lapisan bawah lebih mudah dan akan menghasilkan nilai kekerasan tanah lebih rendah.

Tabel 7. Kekerasan tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan

Penggunaan Lahan Kekerasan Tanah (kg/cm2)

Jati Bero Rotasi Tebu Rotasi Palawija

1,87 a 1,74 a 2,18 b 2,64 c

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan

Lahan yang dirotasi dengan tebu dan palawija memiliki kekerasan tanah yang besar dan berbeda nyata dengan lahan jati dan lahan bero. Pada lahan rotasi tebu dan palawija pengolahan tanah sangat intensif akibatnya sebaran akar halus tetumbuhan sedikit begitu juga akar berukuran besar . Semakin besar sebaran akar halus maupun akar besar pada suatu lahan akan mengakibatkan kekerasan tanah semakin rendah (Basyaruddin, 2004). Oleh sebab itu maka rotasi dengan tebu maupun palawija kekerasan tanahnya besar. Lahan rotasi palawija berbeda nyata dengan lahan rotasi tebu dimana rotasi palawija kekerasan tanahnya lebih besar dibandingkan dengan rotasi tebu. Hal ini mungkin disebabkan tanaman tebu dipanen setahun sekali sementara palawija tiga bulan sekali sehingga pengolahan tanah pada lahan palawija lebih intensif bila dibandingkan dengan lahan rotasi tebu. Semakin intensif lahan diolah maka terjadi pemadatan tanah (soil compaction) sehingga penetrasi akar ke lapisan bawah lebih sulit dan memberikan nilai penetrasi tanah yang besar (Hillel, 1980). Penetrasi tanah dari ke empat jenis penggunaan lahan disajikan pada Gambar 2.


(41)

2 ,6 4 c

2 ,1 8 b

1 ,8 7 a

1 ,7 4 a

J a ti B e r o T e b u P a la w ija

J e n is P e n g g u n a a n la h a n

0 ,5 1 ,0 1 ,5 2 ,0 2 ,5

Penet

ra

si

Ta

na

h

(k

g

/cm

2 )

Gambar 2. Kekerasan tanah (kg/cm2) dari masing-masing rotasi penggunaan lahan

c. Laju Infiltrasi

Infiltrasi adalah laju kecepatan masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah secara vertikal ke bawah. Dari ke empat jenis penggunaan lahan laju infiltrasinya tergolong ke dalam kelas cepat sampai sangat cepat. Dari ke empat jenis penggunaan lahan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap laju infiltrasi tanah. Hasil pengukuran laju infiltrasi, analisis sidik ragam, dan uji beda rataan dari masing-masing jenis penggunaan lahan disajikan pada Lampiran 6, rataan perlakuan dari masing-masing jenis penggunaan lahan pada Tabel 8. Lahan hutan jati memiliki laju infiltrasi yang paling besar yaitu 43,28 cm/jam dibandingkan dengan jenis penggunaan lahan lainnya. Susswein, et al., (2001) menyatakan bahwa tanah hutan mempunyai laju infiltrasi permukaan yang tinggi dan makroporositas yang relatif banyak, sejalan dengan tingginya aktivitas biologi tanah dan turnover perakaran. Lahan jati dapat diasumsikan sebagai lahan hutan sehingga kecepatan aliran air (laju infiltrasi) tanah di permukaan tinggi. Penyerapan air oleh akar tanaman hutan menyebabkan dehidrasi tanah,


(42)

pengkerutan, dan terbukanya rekahan-rekahan kecil. Kedua proses tersebut dapat memicu terbentuknya pori yang lebih besar sehingga laju infiltrasi tanah di permukaan tinggi. Disamping itu hutan jati memiliki lapisan serasah yang tebal dan penutupan permukaan tanah oleh kanopi tanaman yang akan menyebabkan rendahnya pembentukan kerak di permukaan tanah sehingga laju infiltrasi tinggi (Marshall et al., 1999). Laju infiltrasi pada lahan bero (41,35 cm/jam) dan rotasi tebu (34,26 cm/jam) tidak berbeda nyata dengan lahan rotasi jati.

Lahan rotasi palawija memiliki laju infiltrasi yang paling kecil (17,20 cm/jam) dan berbeda nyata dibandingkan dengan jenis penggunaan lahan lainnya. Hal ini erat kaitannya dengan kelembaban tanah dimana infiltrabilitas tanah serta variasinya tergantung dari kelembaban tanah (Effendi, 1982). Dari ke empat jenis penggunaan lahan, rotasi palawija memiliki kelembaban tanah yang paling rendah dibandingkan dengan lainnya, oleh karena penutupan kanopi tanaman kecil disamping pengolahan tanah yang intensif. Laju infiltrasi dari ke empat jenis penggunaan lahan dilukiskan pada Gambar 3.

Tabel 8. Laju infiltrasi tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan

Penggunaan Lahan Laju infiltrasi (cm/jam)

Jati Bero Rotasi Tebu Rotasi Palawija

43,28 b 38,97 b

16,26 a 8,40 a

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan


(43)

4 3 ,2 8 b

3 8 ,9 7 b

1 6 ,2 6 a

8 ,4 0 a

J a ti b e r o T e b u P a la w ija

J e n is P e n g g u n a a n L a h a n

1 0 ,0 2 0 ,0 3 0 ,0 4 0 ,0

L

a

ju

I

n

fi

ltr

a

si

(c

m

/j

a

m

)

Gambar 3. Laju infiltrasi (cm/jam) dari ke empat jenis penggunaan lahan

d. Kerapatan Lindak (BD)

Kerapatan lindak tanah berhubungan erat dengan penetrasi tanah, semakin tinggi nilai penetrasi tanah memberikan BD yang tinggi. Hal ini dapat terjadi karena pemadatan tanah dapat memampatkan fase padat tanah sehingga berat persatuan volume meningkat. Hasil pengukuran BD tanah, analisis sidik ragam dan uji beda rataan dari masing-masing jenis penggunaan lahan disajikan pada Lampiran 7, rataan perlakuan dari masing-masing jenis penggunaan lahan pada Tabel 9. Dari ke empat jenis penggunaan lahan rotasi tebu memiliki nilai BD yang paling tinggi (1,40 g/cm3) dan tidak berbeda nyata dengan lahan rotasi palawija (1,37 g/cm3). Hal ini disebabkan bahwa ke dua keadaan lahan ini merupakan lahan yang pengolahan tanahnya sangat intensif sehingga terjadinya proses pemadatan tanah akibat dari alat mekanisasi pertanian yang akhirnya akan

meningkatkan nilai BD tanah. Soepardi (1983 dalam Juanda dkk. 2003)

menyatakan bahwa pengolahan tanah dapat menaikkan berat jenis isi tanah (BD). Disamping itu ke dua jenis rotasi ini dalam nenyumbangkan bahan organik juga


(44)

rendah dan terjadinya degradasi bahan organik akibat pengolahan tanah yang intensif akan menyebabkan pemadatan tanah cukup tinggi, sehingga terjadinya peningkatan BD tanah.

Tabel 9. Kerapatan lindak tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan

Penggunaan Lahan Kerapatan Lindak (g/cm3)

Jati Bero Rotasi Tebu Rotasi Palawija

1,06 a 1,08 a 1,40 b 1,37 b

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan

Kerapatan lindak dari lahan yang diberokan (1,08 g/cm3) tidak berbeda nyata dengan lahan jati (1,06 g/cm3). Hal ini sejalan dengan kekerasan tanah dari ke dua keadaan ini memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan ke dua jenis rotasi (tebu dan palawija) dan disamping itu dalam menyumbangkan bahan organik juga lebih besar pada lahan jati dan bero sehingga memberikan nilai BD rendah. Kerapatan lindak dari ke empat jenis penggunaan lahan dilukiskan pada Gambar 4.

1 , 4 0 b

1 , 3 7 b

1 , 0 6 a 1 , 0 8 a

J a t i B e r o T e b u P a l a w i j a

J e n i s P e n g g u n a a n L a h a n

0 , 0 0 0 , 5 0 1 , 0 0 1 , 5 0

BD

(

g

/cm

3)


(45)

e. Total Ruang Pori (TRP)

Porositas tanah merupakan perbandingan antara volume ruang pori (makro/mikro) dengan volume total contoh tanah. Pori makro berfungsi sebagai tempat lalu lintas air dan udara, sedangkan pori mikro berfungsi menyimpan air. Total ruang pori berkorelasi negatif dengan BD tanah, semakin besar jumlah total ruang pori akan semakin kecil BD tanah (Sudaryono, 2001). Hasil pengukuran TRP, analisis sidik ragam, dan uji beda rataan dari masing-masing jenis penggunaan lahan disajikan pada Lampiran 8, rataan perlakuan dari masing-masing jenis penggunaan lahan pada Tabel 10. Total ruang pori tanah dari ke empat jenis penggunaan lahan, lahan bera memiliki nilai yang paling tinggi yaitu 52,65 % dan tidak berbeda nyata dengan lahan jati (48,32 %). Penetrasi dan BD tanah juga menunjukkan bahwa lahan bera dan jati memiliki nilai penetrasi tanah rendah dan BD yang rendah sehingga total ruang porinya tinggi.

Tabel 10. Total ruang pori tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan

Penggunaan Lahan Total Ruang Pori (%)

Jati Bero Rotasi Tebu Rotasi Palawija

48,32 b 52,65 b 37,52 a 39,06 a

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan

Total ruang pori untuk lahan rotasi tebu sebesar 37,52 % dan rotasi palawija 39,06 % dan berhubungan tidak nyata antar ke duanya; serta berbeda nyata dengan lahan rotasi jati dan bera. Hal ini erat kaitannya dengan kekerasan tanah dan BD tanah di atas. Lahan rotasi tebu dan palawija telah terjadi pemadatan tanah karena ruang pori terisi oleh partikel tanah terlarut dalam air melalui proses pengendapan. Oleh karena itu porositas ditentukan oleh BD tanah,


(46)

dengan demikian perubahan porositas mengikuti perubahan BD tanah. Total ruang pori dari ke empat jenis rotasi penggunaan lahan dilukiskan pada Gambar 5.

5 2 ,6 5 b

4 8 ,3 2 b

3 9 , 0 6 a

3 7 , 5 2 a

J a ti B e r O T e b u P a la w ija

J e n i s P e n g g u n a a n L a h a n

1 0 ,0 0 2 0 ,0 0 3 0 ,0 0 4 0 ,0 0 5 0 ,0 0

T

o

ta

l

R

u

an

g P

o

ri

(

%

)

Gambar 5. Total ruang pori (%) dari masing-masing jenis penggunaan lahan

f. Permeabilitas Tanah

Permeabilitas yaitu suatu sifat yang menyatakan laju pergerakan suatu zat cair melalui suatu media berpori. Dalam hal ini adalah laju pergerakan air melalui pori-pori tanah (Hillel, 1980). Dari hasil pengukuran pada ke empat jenis penggunaan lahan kelas permeabilitas tanah tergolong sedang sampai lambat (Lampiran 9). Rataan pengukuran permeabilitas tanah dari masing-masing jenis pernggunaan lahan pada Tabel 11. Permeabilitas pada lahan rotasi tebu (1,17 cm/jam) dan rotasi palawija (0,87 cm/jam) tidak berbeda nyata antar keduanya, sementara untuk lahan jati (5,83 cm/jam) dan bera (4,27 cm/jam) berbeda nyata antar ke duanya.


(47)

Tabel 11. Permeabilitas tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan

Penggunaan Lahan Permeabilitas (cm/jam)

Jati Bero Rotasi Tebu Rotasi Palawija

5,83 c 4,27 b

1,17 a 0,89 a

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan

Permeabilitas tanah erat kaitannya dengan total ruang pori tanah dimana semakin besar total ruang pori tanah maka semakin besar pula permeabilitas tanah. Artinya laju pergerakan air semakin besar apabila total ruang pori di dalam tanah besar. Dari ke empat jenis penggunaan lahan rotasi tebu dan palawija memiliki total ruang pori yang lebih kecil dibandingkan dengan lahan jati dan bera sehingga memberikan kelas permeabilitas yang lebih lambat. Illustrasi dari ke empat jenis penggunaan lahan ini pada Gambar 6.

5 , 8 3 c

4 , 2 7 b

1 . 1 7 a

0 , 8 9 a

J a t i B e r o T e b u P a la w ija

J e n i s P e n g g u n a a n L a h a n

0 , 0 0 2 , 0 0 4 , 0 0 6 , 0 0

Permea

bilit

a

s Tana

h

(cm/j

a

m)

Gambar 6. Permeabilitas tanah (cm/jam) dari masing-masing jenis penggunaan lahan

g. Distribusi Pori Air Tersedia

Distribusi pori penting untuk diketahui karena menggambarkan tata air dan udara tanah untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Sutono, dkk. (1996) ruang pori total tanah yang tinggi belum dapat menjamin


(48)

tanah dapat memberikan petumbuhan yang baik bagi akar tanaman atau keseluruhan tanaman, karena ruang pori total hanya menunjukkan persentase volume tanah yang berisi pori dan tidak menunjukkan ukuran pori. Distribusi pori meliputi tiga ukuran pori yaitu pori air tersedia, pori drainase lambat, dan pori drainase cepat (pori yang berisi udara/pori aerase).

Pori air tersedia merupakan pori tanah dimana akar tanaman akan mampu menyerap air yang berada di dalam pori-pori tanah (Baver, dkk., 1983). Pori ini sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman dan terdapat antara kadar air pada kapasitas lapang dan kadar air pada titik layu permanen dengan ukuran pori 0,2 – 8,7 mikron dan dinyatakan dalam persen volume tanah (Sarief, 1989). Pori drainase lambat merupakan pori yang berada antara kadar air pada kapasitas lapang dengan kadar air tanah yang masih memungkinkan adanya pergerakan air ke bawah secara lambat oleh pengaruh gaya gravitasi, dengan ukuran pori yaitu antara 8,7 – 29,7 mikron dan dinyatakan dalam persen volume tanah (Sarief, 1989). Pori drainase cepat merupakan pori yang terisi udara pada waktu tanah dalam keadaan kapasitas lapang. Pori drainase cepat ini, perlu diketahui karena sangat mempengaruhi keberadaan oksigen di dalam tanah yang sangat diperlukan oleh mikroorganisme tanah dalam melakukan aktivitasnya, serta di dalam proses respirasi tanaman (Baver, dkk., 1978).

Dari hasil pengukuran distribusi pori air tersedia dari ke empat jenis penggunaan lahan terdapat pada Lampiran 10 dan Tabel 8, lahan jati memberikan persentase paling besar yaitu 42,43 % dan tidak berbeda nyata dengan lahan bera (39,30 %). Untuk rotasi tebu (37,65 %) dan rotasi palawija (36,41 %) berbeda nyata dengan lahan jati dan bera.


(49)

Tabel 12. Distribusi pori air tersedia dari masing-masing jenis penggunaan lahan

Penggunaan Lahan Pori Air tersedia (%)

Jati Bero Rotasi Tebu Rotasi Palawija

42,43 b 39,30 ab

37,65 a 36,41 a

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan

Distribusi pori air tersedia dari ke empat jenis penggunaan lahan diilustrasikan pada Gambar 7.

4 2 , 4 3 b

3 9 , 3 0 a b

3 7 , 6 5 a 3 6 , 4 1 a

J a t i B e r o T e b u P a la w i j a

J e n i s P e n g g u n a a n L a h a n

1 0 , 0 0 2 0 , 0 0 3 0 , 0 0 4 0 , 0 0

P

o

ri

Air

T

er

sedi

a

(

%

)

Gambar 7. Distribusi pori air tersedia dari masing-masing jenis penggunaan lahan

Sifat Kimia Tanah

Semua peubah sifat kimia tanah yang diukur memberikan perbedaan yang nyata sampai sangat nyata pada masing-masing jenis penggunaan lahan, kecuali kandungan Na-dd. Lahan jati dan bera umumnya memberikan sifat kimia yang lebih baik dibandingkan dengan rotasi tebu dan palawija. Hal ini erat kaitannya dengan peubah sifat fisik yang diukur dimana lahan jati dan bera memberikan sifat fisik yang lebih baik dibandingkan dengan rotasi tebu dan palawija.


(50)

a. pH-tanah

Dari hasil pengukuran pH tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan memberikan perbedaan yang nyata. Hasil pengkuran, analisis sidik ragam, dan uji beda rataan pH tanah disajikan pada Lampiran 11, rataan pengukuran pH tanah dari masing-masing jenis penggunaan lahan pada Tabel 9. pH tanah dari masing-masing jenis penggunaan lahan tergolong masam sampai agak masam (Hardjowigeno, 1995).

Tabel 13. pH tanah dari masing-masing jenis penggunaan lahan

Penggunaan Lahan pH-tanah

Jati Bero Rotasi Tebu Rotasi Palawija

5,73 b 5,67 b 5,22 a 5,19 a

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan

Lahan jati dengan pH 5,73 dan pada lahan bero dengan pH 5,67 memiliki nilai pH yang lebih tinggi dibandingkan dengan rotasi penggunaan lahan tebu dan palawija. pH tanah sangat berkorelasi terhadap pengolahan tanah dan kandungan bahan organik tanah, dimana pH berkorelasi negatif terhadap pH tanah dan kandungan bahan organik tanah. Semakin aktif pengolahan tanah dan semakin rendah kandungan bahan organik akan memberikan pH tanah yang rendah (masam) (Hardjowigeno, 1995). Hubungan pH dengan ke empat jenis penggunaan lahan dilukiskan pada Gambar 8.


(51)

5 , 7 3 b

5 , 6 7 b

5 , 2 2 a 5 , 1 9 a

J a t i B e r o T e b u P a la w i j a

J e n i s P e n g g u n a a n L a h a n

1 , 0 0 2 , 0 0 3 , 0 0 4 , 0 0 5 , 0 0

P

H

-ta

n

a

h

Gambar 8. Hubungan pH dengan masing-masing jenis penggunaan lahan

b. C-organik,,Kandungan Bahan Organik, dan N-Total Tanah

Hasil pengukuran C-organik dari masing-masing jenis penggunaan lahan tergolong sangat rendah sampai rendah (Hardjowigeno, 1995). Terdapat perbedaan yang sangat nyata dari ke empat jenis penggunaan lahan terhadap C-organik tanah (Lampiran 12), rataan hasil pengukuran C-C-organik pada Tabel 10. Rataan kandungan C- organik untuk lahan jati adalah 1,73 % dan lahan bero 1,74 %, adalah lebih tinggi dibandingkan dengan lahan rotasi tebu (1,48 %) dan palawija (0,89 %). Hal ini berhubungan erat dengan suumbangan bahan organik terhadap tanah dimana lahan jati dan bero lebih tinggi. Ditinjau dari sisi pengolahan tanah, lahan tebu dan palawija pengolahan tanahnya sangat intensif sehingga mempercepat proses pelapukan dan terjadinya degradasi kandungan bahan organik, oleh sebab ini maka kandungan C-organik untuk lahan rotasi tebu dan palawija lebih kecil. Hubungan C-organik dengan ke empat jenis rotasi penggunaan lahan dilukiskan pada Gambar 9.


(52)

Tabel 14. C-organik tanah dari masing-masing jenis penggunaan lahan

Penggunaan Lahan C-organik (%)

Jati Bero Rotasi Tebu Rotasi Palawija

1,73 c 1,74 c 1,48 b 0,89 a

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan

Kandungan karbon dalam tanah merupakan komponen utama dalam bahan organik yang mempengaruhi sifat tanah baik secara fisik dan kimia maupun biologi. Lahan jati dan bero mempunyai sifat fisik yang lebih baik dibandingkan dengan lahan rotasi tebu dan palawija. Hubungan kandungan bahan organik tanah dengan ke empat jenis penggunaan lahan pada Lampiran 13 dan Tabel 15.

Tabel 15. Kandungan bahan organik tanah dari masing-masing jenis penggunaan lahan

Penggunaan Lahan Bahan Organik tanah (%)

Jati Bero Rotasi Tebu Rotasi Palawija

2,98 c 3,00 c 2,56 b 1,54 a

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan

Hubungan kandungan bahan organik tanah dengan ke empat jenis penggunaan lahan berbeda sangat nyata. Penggunaan lahan jati mengandung bahan organik tanah sebesar 2,98 % dan lahan bero 3,00 % lebih tinggi dibandingkan dengan lahan rotasi tebu (2,56 %) dan rotasi palawija (1,54 %). Hal ini erat kaitannya dengan kandungan C-organik tanah di atas dimana penggunaan lahan jati dan bero lebih tinggi kandungan C-organiknya dibandingkan dengan penggunaan lahan rotasi tebu dan palawija. Hubungan diantara ke empat jenis penggunaan lahan dengan kandungan bahan organik tanah dilukiskan pada Gambar 10.


(53)

1,73 c 1,74 c

1,48 b

0,89 a

Jati bero T ebu P alawija

Jenis P enggunaan L ahan 0,00

0,50 1,00 1,50

C

-O

rgan

ik

(%

)

Gambar 9. Hubungan masing-masing jenis penggunaan lahan dengan C-organik

2,98 c 3.00 c

2,56 b

1,54 a

Jati bero Tebu Palawija

Jenis Penggunaan Lahan

0,00 1,00 2,00 3,00

Ba

ha

n Org

a

nik

(%)

Gambar 10. Hubungan masing-masing jenis penggunaan lahan dengan kandungan bahan organik tanah (%)

Hasil pengukuran N-total tanah juga berkorelasi positif dengan kandungan C-organik tanah dimana lahan jati (0,18 %) dan bera (0,18 %) lebih tinggi


(1)

Ca-dd

Tabel. 58. Hasil pengukuran Ca-dd (me/100 g)) pada masing-masing jenis penggunaan lahan

Jenis Penggunaan Lahan Peubah

Amatan Jati Bero Rotasi

Tebu

Rotasi Palawija

Ca-dd

(me/100 g))

,51 2,21 1,21 ,76 1,85 1,85 1,85 1,21 1,21 ,96

2,51 3,56 3,80 4,25 4,87 4,66 4,58 4,30 4,91 4,79

2,21 4,13 5,62 5,10 5,35 4,00 4,58 4,68 4,50 5,45

4,36 4,21 2,23 2,71 2,15 2,35 2,35 2,85 2,54 3,00

Rataan

Perlakuan 1,36 4,56 4,22 2,87

Tabel. 59. Analisis sidik ragam dari hasil pengukuran Ca-dd

Sumber Keragaman

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F-hitung F-tabel

.05 .01

Perlakuan Galat

3 36

63,731 22,350

21,244 0,621

34,219 ** 2,86 4,36

Total 39 86,.081

Tabel. 60. Uji beda rata Duncan untuk Ca-dd

alpha = .05 Jenis

Penggunaan

Lahan N

a b c

Jati 10 1,3620

Palawija 10 2,8750

Tebu 10 4,2230


(2)

Mg-dd

Tabel. 61. Hasil pengukuran Mg-dd (me/100 g) pada masing-masing jenis penggunaan lahan

Jenis Penggunaan lahan Peubah

Amatan Jati Bero Rotasi

Tebu

Rotasi Palawija

Mg-dd

(me/100 g)

,44 ,56 ,26 ,39 ,31 ,23 ,25 ,22 ,25 ,32

1,31 1,39 1,26 1,24 1,31 1,23 1,25 1,31 1,35 1,22

1,21 1,12 1,23 1,23 1,22 1,11 1,29 1,20 1,30 1,28

,96 1,05 1,02 1,02 1,08 ,99 1,05 ,99 1,10 1,05

Rataan

Perlakuan 0,32 a 1,28 b 1,22 c 1,03 b

Tabel. 62. Analisis sidik ragam dari hasil pengukuran Mg-dd

Sumber Keragaman

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F-hitung F-tabel

.05 .01

Perlakuan Galat

3 36

5,847 0,191

1,949 0,005

366,979** 2,86 4,36

Total 39 6,038

Tabel. 63. Uji beda rata Duncan untuk Mg-dd

alpha = .05 Jenis

Penggunaan Lahan

N

a b c d

Jati 10 0,3230

Palawija 10 1,0310

Tebu 10 1,2190


(3)

Na-dd

Tabel. 64. Hasil pengukuran Na-dd (me/100 g) pada masing-masing jenis penggunaan lahan

Jenis Penggunaan Lahan Peubah

Amatan Jati Bero Rotasi

Tebu

Rotasi Palawija

Na-dd

(me/100 g)

0,11 0,11 0,10 0,10 0,10 0,11 0,09 0,09 0,10 0,10

0,11 0,11 0,10 0,11 0,11 0,11 0,10 0,11 0,10 0,10

0,10 0,10 0,11 0,12 0,10 0,10 0,10 0,11 0,10 0,10

0,11 0,11 0,11 0,11 0,10 0,12 0,11 0,10 0,11 0,11

Rataan

Perlakuan 0,10 0,12 0,11 0,12

Tabel. 65. Analisis sidik ragam dari hasil pengukuran Na-dd

Sumber Keragaman

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F-hitung F-tabel

.05 .01

Perlakuan Galat

3 36

0,001 0,001

0,000001 0,000

2,795tn 2,86 4,36


(4)

KTK

Tabel. 66. Hasil pengukuran KTK (me/100 g) pada masing-masing jenis rotasi penggunaan lahan

Jenis Penggunaan Lahan Peubah

Amatan Jati Bero Rotasi

Tebu

Rotasi Palawija

KTK

(me/100 g)

17,4 17,2 17,2 16,0 17,2 16,0 17,4 17,2 16,0 18,0

14,2 15,0 14,2 14,2 13,0 13,4 13,6 14,6 14,6 14,0

12,4 12,2 12,2 13,0 12,0 12,6 13,0 12,2 12,4 12,4

10,4 10,8 11,0 10,6 12,2 12,2 9,0 12,6 12,8 12,8

Rataan

Perlakuan 16,96 14,08 12,44 11,44

Tabel. 67. Analisis sidik ragam dari hasil pengukuran KTK tanah

Sumber Keragaman

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F-hitung F-tabel

.05 .01

Perlakuan Galat

3 36

174,636 23,238

58,212 0,648

89,83 ** 2,86 4,36

Total 39 197,964

Tabel. 68. Uji beda rata Duncan untuk KTK tanah

alpha = .05 Jenis

Penggunaan Lahan

N

a b c d

Palawija 10 11,440

Tebu 10 12,440

Bero 10 14,080

Jati 10


(5)

Kejenuhan Basa (KB) Tanah

Tabel. 69. Hasil pengukuran KB (%) pada masing-masing jenis penggunaan lahan

Jenis Penggunaan Lahan Peubah

Amatan Jati Bero Rotasi

Tebu

Rotasi Palawija

KB (%)

8,74 19,48 11,86 10,88 15,87 16,50 15,40 11,63 12,69 10,33

30,14 36,07 39,51 42,39 51,00 47,16 46,18 41,51 45,96 46,14

29,76 45,08 58,28 50,92 56,92 42,54 47,00 50,33 48,79 56,29

53,37 50,83 31,36 36,98 28,03 29,02 39,78 31,83 30,00 33,05

Rataan

Perlakuan 13,34 a 42,61 b 48,59 c 36,42 b

Tabel. 70. Analisis sidik ragam dari hasil pengukuran KB tanah

Sumber Keragaman

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F-hitung F-tabel

.05 .01

Perlakuan Galat

3 36

7136,352 1804,902

2378,784 50,136

47,446 ** 2,86 4,36

Total 39 8941,255

Tabel. 71. Uji beda rata Duncan untuk KB tanah

alpha = .05 Jenis

Penggunaan Lahan

N

a b c

Jati 10 13,34

Rotasi Palawija 10 36,42

Bero 10 42,61


(6)

Lampiran 22. Kriteria Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah

Tabel 72. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Hardjowigeno, 1995).

Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

_____________________________________________________________________________

C -Organik (%) < 1,00 1,00-2,00 2,01-3,00 3,01-5,00 > 5,00 Nitrogen (%) < 0,10 0,10-0,20 0,21-0,50 0,51-0,75 > 0,75 C/N < 5 5 - 10 11 - 15 16 - 25 > 25 P2O5 HCl (mg/100g) < 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60

P2O5 Bray-1I (ppm) < 10 10 - 15 16 - 25 26 - 35 > 35

P2O5 Olsen (ppm) < 10 10 - 25 26 - 45 46 - 60 > 60

K2O HCl 25% (mg/100g) < 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60

KTK (me/100g) < 5 5 - 16 17 - 24 25 - 40 > 40 Susunan Kation :

K (me/100g) < 0,1 0,1-0,2 0,3-0,5 0,6-1,0 >1,0 Na (me/100g) < 0,1 0,1-0,3 0,4-0,7 0,8-1,0 >1,0 Mg (me/100g) < 0,4 0,4-1,0 1,1-2 ,0 2,1-8,0 > 8,0 Ca (me/100g) < 0,2 2 - 5 6 - 10 11 - 20 > 20 Kejenuhan Basa (%) < 20 20 - 35 36 - 50 51 - 70 > 70 Aluminium (%) < 10 10 - 20 21 - 30 31 - 60 > 60

______________________________________________________________________________

Sangat Masam Agak Netral Agak Alkalis masam masam alkalis

______________________________________________________________________________

pH H2O < 4,5 4,5 - 5,5 5,6- 6,5 6,6-7,5 7,6-8,5 > 8,5

______________________________________________________________________________

Sumber : Hardjowigeno, (1995).