Prediksi Panjang Musim Hujan Menggunakan Cascade Neural Network

PREDIKSI PANJANG MUSIM HUJAN MENGGUNAKAN
CASCADE NEURAL NETWORK

FILDZA NOVADIWANTI

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Prediksi Panjang
Musim Hujan Menggunakan Cascade Neural Network adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Fildza Novadiwanti
NIM G64100116

ABSTRAK
FILDZA NOVADIWANTI. Prediksi Panjang Musim Hujan Menggunakan
Cascade Neural Network. Dibimbing oleh AGUS BUONO dan MUHAMMAD
ASYHAR AGMALARO.
Indonesia merupakan negara agraris sehingga pertanian menjadi sektor
penting dalam pembangunan dan ekonomi nasional. Peubah curah hujan yang
berpengaruh langsung terhadap produksi pertanian adalah panjang musim hujan.
Panjang musim hujan yang berubah-ubah dapat menyebabkan terjadinya
kegagalan panen. Penelitian ini bertujuan membangun model untuk memprediksi
panjang musim hujan menggunakan cascade neural network (CNN). Data
prediktor yang digunakan adalah data sea surface temperature (SST) pada
wilayah NINO 1+2, NINO 3, NINO 4, dan NINO 3.4 pada tahun 1982 hingga
2011. Data observasi yang digunakan adalah data panjang musim hujan untuk
wilayah Pacitan pada stasiun cuaca Arjosari, Kebon Agung, dan Pringkuku dari
tahun 1982/1983 hingga 2011/2012. Penelitian ini berhasil memperoleh model

terbaik pada stasiun cuaca Pringkuku dengan R2 sebesar 0.72 dan RMSE sebesar
1.87 menggunakan parameter learning rate sebesar 0.3, jumlah hidden neuron
sebanyak 10, dan wilayah NINO 4.
Kata kunci: cascade neural network, jaringan saraf tiruan, panjang musim hujan,
sea surface temperature

ABSTRACT
FILDZA NOVADIWANTI. Cascade Neural Network for the Length of Rainy
Season Prediction. Supervised by AGUS BUONO and MUHAMMAD ASYHAR
AGMALARO.
In Indonesia, agriculture becomes an important sector for national
development and national economy. The length of rainy season is one of the
rainfall variables that affect agricultural production. The changing of the rainy
season length can impact on crop failures. This research aims to develop a model
for predicting the length of rainy season using Cascade Neural Network (CNN).
Predictor data used in this research is sea surface temperature from region of
NINO 1+2, NINO 3, NINO 4, dan NINO 3.4 from 1982 to 2011. Observational
data used is the length of rainy season of Pacitan region in Arjosari, Kebon Agung,
and Pringkuku weather stations from 1982/1983 to 2011/2012. This research
obtained the best model from Pringkuku weather station with R2 of 0.72 and

RMSE of 1.87 using a learning rate of 0.3, 10 hidden neurons and NINO 4 region.
Keywords: cascade neural network, neural network, the length of rainy season,
sea surface temperature

PREDIKSI PANJANG MUSIM HUJAN MENGGUNAKAN
CASCADE NEURAL NETWORK

FILDZA NOVADIWANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Komputer
pada
Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Penguji: Aziz Kustiyo, SSi, MKom

Judul Skripsi : Prediksi Panjang Musim Hujan Menggunakan Cascade Neural
Network
Nama
: Fildza Novadiwanti
NIM
: G64100116

Disetujui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi, MKom
Pembimbing I

M. Asyhar Agmalaro, SSi, MKom
Pembimbing II

Diketahui oleh


Dr Ir Agus Buono, MSi, MKom
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 ini ialah
panjang musim hujan, dengan judul Prediksi Panjang Musim Hujan Menggunakan
Cascade Neural Network. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah berperan dalam penelitian ini, yaitu:
1
Kedua orang tua, adik, dan keluarga atas doa, motivasi, dan kasih sayangnya
untuk menyelesaikan penelitian ini.
2
Bapak Dr Ir Agus Buono, MSi, MKom dan Bapak Muhammad Asyhar
Agmalaro, SSi, MKom selaku dosen pembimbing yang telah memberi ide,
saran, dan bantuan hingga penelitian ini selesai.
3

Bapak Aziz Kustiyo, SSi, MKom selaku dosen penguji yang telah memberi
saran dalam penelitian ini.
4
Rekan-rekan satu bimbingan, yaitu Amalia Fitranty Almira, Sintya
Rosdwianty, dan Abdul Basith Hermanianto atas kerjasamanya selama ini.
5
Machmum Aliefiya, Atana Sarah Dinda Nadhirah, Nur Endah Setiani, dan
rekan-rekan PIXELS 47 atas segala kebersamaan, bantuan, dan dukungan
selama menjalani masa studi.
6
Arin Fadhila, Diasnita Putri, dan semua teman-teman yang telah memberi
dukungan dalam menyelesaikan penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
Fildza Novadiwanti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

2

Identifikasi dan Perumusan Masalah


3

Pengambilan Data

3

Pemilihan Data

4

Pemodelan CNN dan Pengujian

5

Analisis dan Evaluasi

6

Lingkungan Pengembangan


7

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Analisis Korelasi

7

Proses Cascade Neural Network

9

Arsitektur terbaik

14

Distribusi R2 dan RMSE


15

SIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

13

RIWAYAT HIDUP

15

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Spesifikasi parameter arsitektur jaringan
Hasil korelasi stasiun cuaca Arjosari
Hasil korelasi stasiun cuaca Kebon Agung
Hasil korelasi stasiun cuaca Pringkuku
Parameter terbaik setiap stasiun cuaca

6
7
8
8
14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Diagram alir penelitian
Wilayah sea surface temperature (NOAA 2014)
Ilustrasi data SST dan PMH untuk proses korelasi
Ilustrasi 3-fold cross validation
Struktur CNN (Nechyba 1997)
Grafik korelasi stasiun cuaca Arjosari
Grafik korelasi stasiun cuaca Kebon Agung
Grafik korelasi stasiun cuaca Pringkuku
Diagram perbandingan learning rate pada stasiun cuaca Arjosari
Diagram perbandingan jumlah neuron pada stasiun cuaca Arjosari
Diagram perbandingan wilayah pada stasiun cuaca Arjosari
Diagram perbandingan learning rate pada stasiun cuaca Kebon
Agung
Diagram perbandingan jumlah neuron pada stasiun cuaca Kebon
Agung
Diagram perbandingan wilayah pada stasiun cuaca Kebon Agung
Diagram perbandingan learning rate pada stasiun cuaca Pringkuku
Diagram perbandingan jumlah neuron pada stasiun cuaca Pringkuku
Diagram perbandingan wilayah pada stasiun cuaca Pringkuku
Plot arsitektur terbaik dari setiap stasiun cuaca
Grafik nilai prediksi dan observasi dari stasiun cuaca
Distribusi nilai (a) R2 dan (b) RMSE setiap stasiun cuaca

3
4
4
5
6
8
8
9
9
10
10
11
12
12
13
13
13
14
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil prediksi arsitektur terbaik stasiun cuaca Arjosari
2 Hasil prediksi arsitektur terbaik stasiun cuaca Kebon Agung
3 Hasil prediksi arsitektur terbaik stasiun cuaca Pringkuku

18
19
20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya
memanfaatkan sumber daya alam untuk menunjang kebutuhan hidupnya. Sebagai
negara agraris, pertanian Indonesia berkontribusi terhadap pembangunan dan
ekonomi nasional. Salah satu peubah curah hujan yang berpengaruh langsung
terhadap produksi pertanian adalah panjang musim hujan.
Panjang musim hujan sangat berpengaruh terhadap produksi tanaman padi
terutama pada musim tanam kedua. Musim tanam kedua akan mengalami peluang
kekeringan yang lebih besar dari musim tanam pertama jika musim hujannya
pendek. Pada akhirnya, hal tersebut akan menyebabkan terjadinya kegagalan
panen (Buono et al. 2012). Informasi mengenai prediksi panjang musim hujan
dapat digunakan untuk merencanakan musim tanam sehingga kegagalan panen
dapat diantisipasi.
Penelitian terkait telah dilakukan oleh Diponogoro (2013) menggunakan
adaptive neuro fuzzy inference system (ANFIS) dengan prediktornya adalah
southern oscillation index (SOI). Penelitian ini menghasilkan nilai koefisien
korelasi sebesar 0.69. Buono et al. (2012) melakukan penelitian prediksi panjang
musim hujan dengan peubah prediktornya adalah sea surface temperature (SST).
Hasil penelitian ini menunjukkan nilai SST selama 3 bulan, yaitu Juni, Juli, dan
Agustus memiliki korelasi dengan panjang musim hujan dengan akurasi pada grid
yang konsisten sebesar 65%. Buono et al. (2014) melakukan pemodelan untuk
memprediksi prediktor onset di wilayah Pacitan menggunakan time-delay
cascading neural network. Penelitian ini juga membandingkan kinerja dari
backpropagation neural network (BPNN) dan cascade neural network (CNN).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan nilai koefisien korelasi CNN lebih baik
dibanding BPNN dengan 0.71 untuk BPNN dan 0.72 untuk CNN.
Pada penelitian ini, prediksi panjang musim hujan menggunakan data
wilayah Pacitan dengan metode cascade neural network (CNN). Penggunaan
metode CNN dikarenakan CNN merupakan pendekatan yang fleksibel dan
memiliki arsitektur yang adaptif. CNN dikatakan fleksibel dan adaptif karena
hidden unit hanya akan ditambahkan pada jaringan yang membutuhkan saja
(Bodyanskiy et al. 2011). Prediktor yang digunakan pada penelitian ini adalah
SST. SST merupakan merupakan fenomena global yang mempengaruhi peubah
curah hujan, yaitu PMH (Lo et al. 2007). Hasil penelitian Aldrian dan Susanto
(2003) menunjukkan SST memiliki hubungan erat dengan jumlah hujan di
Indonesia. Hal tersebut membuat SST dapat digunakan sebagai peubah untuk
menduga panjang musim hujan.

Perumusan Masalah
Panjang musim hujan merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi produksi pertanian. Jika panjang musim hujan pendek dapat
menyebabkan kegagalan panen, maka akan sangat berguna bila dapat

2
memprediksi panjang musim hujan sebelumnya. Pertanyaan yang muncul pada
penelitian ini sebagai berikut:
1
Bagaimana pemilihan data prediktor yang tepat untuk memprediksi panjang
musim hujan?
2
Bagaimana memprediksi panjang musim hujan menggunakan metode CNN?
3
Bagaimana kinerja luaran dari prediksi panjang musim hujan dengan metode
CNN?

Tujuan Penelitian
1
2
3

Tujuan dari penelitian ini, yaitu:
Menerapkan analisis korelasi untuk mendapatkan data prediktor yang tepat
dalam memprediksi panjang musim hujan
Membangun model dengan metode CNN untuk memprediksi panjang
musim hujan
Mengevaluasi hasil dari model prediksi panjang musim hujan

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui prediksi panjang musim
hujan di wilayah Pacitan untuk menghindari kegagalan panen. Dari hasil prediksi
yang diperoleh, diharapkan dapat menyiapkan perencanaan musim tanam yang
baik agar terhindar dari kegagalan panen. Semakin rendah peluang kegagalan
panen, produksi pertanian akan meningkat.

Ruang Lingkup Penelitian
1
2

3

Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi:
Membuat model prediksi panjang musim hujan menggunakan metode CNN
mengikuti deskripsi dari Bodyanskiy et al. (2011)
Data panjang musim hujan menggunakan wilayah Pacitan pada stasiun
Arjosari, Kebon Agung, dan Pringkuku dari Centre for Climate Risk and
Opportunity Management in Southeast Asia Pasific (CCROM SEAP IPB)
Data SST diperoleh dari situs National Oceanic and Atmospheric
Administration (NOAA).

METODE
Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu: (1) identifikasi dan
perumusan masalah, (2) pengambilan data, (3) pemilihan data, (4) pemodelan
CNN dan pengujian, dan (5) analisis dan evaluasi. Diagram alir penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 1.

3

Mulai

Identifikasi dan
perumusan masalah

Pengambilan
data

Pemilihan data:
Data PMH dan SST

3-fold cross validation

Data
latih

Pemodelan
CNN

Model
CNN

Data
uji

Pengujian

Selesai

Analisis dan
evaluasi

Gambar 1 Diagram alir penelitian
Identifikasi dan Perumusan Masalah
Penelitian ini melakukan prediksi panjang musim hujan dengan
menggunakan metode cascade neural network (CNN). Dalam melakukan
penelitian ini, diperlukan pemahaman tentang panjang musim hujan, prediktor
yang dapat memprediksi panjang musim hujan, dan proses metode CNN.
Pemahaman tentang hal terkait penelitian ini yang telah disebutkan sebelumnya
dilakukan dengan studi literatur buku dan jurnal yang terkait dengan penelitian ini.

Pengambilan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data SST sebagai prediktor
dan data observasinya adalah data PMH. SST adalah indikator banyaknya
kandungan uap air di atmosfir sehingga SST menjadi faktor yang mempengaruhi
proses pembentukan awan (BMKG 2013). Data SST diperoleh dari NOAA milik
Departemen Pertanian United States. Data SST yang diperoleh adalah data SST
pada Nino 1+2, Nino 3, Nino 3.4, dan Nino 4 antara tahun 1982 sampai 2011.
Wilayah cakupan data SST ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Data PMH diperoleh dari CCROM SEAP IPB untuk wilayah Pacitan pada
stasiun cuaca Arjosari, Kebon Agung, dan Pringkuku antara tahun 1982/1983
hingga 2011/2012. PMH dihitung dengan satuan dasarian. Dasarian adalah kriteria
banyaknya curah hujan selama setiap sepuluh hari yang digunakan oleh Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebagai penanda musim hujan
dan musim kemarau. Awal musim hujan ditetapkan berdasarkan jumlah curah

4

Gambar 2 Wilayah sea surface temperature (NOAA 2014)

Gambar 3 Ilustrasi data SST dan PMH untuk proses korelasi
hujan dalam satu dasarian sama atau lebih dari 50 milimeter dan diikuti oleh dua
dasarian berikutnya (BMKG 2013).

Pemilihan Data
Pemilihan data prediktor dilakukan dengan melakukan analisis korelasi pada
data SST dengan data PMH. Untuk setiap bulannya, data SST pada setiap wilayah
akan dikorelasikan dengan data PMH. Pada pemrosesan korelasi, untuk
memprediksi PMH tahun tertentu, digunakan data SST pada tahun sebelumnya.
Berikut ilustrasi untuk stasiun cuaca Arjosari tahun 1991/1992 pada Gambar 3.
Perhitungan korelasi dilakukan dengan koefisien korelasi linear. Menurut
Walpole (1992), perhitungan koefisien korelasi (r) dirumuskan sebagai berikut:

√ n ∑n

n ∑n

∑n

∑n

n ∑n

∑n

∑n

dengan
xi = peubah 1
yi = peubah 2
n = jumlah data
Setelah didapatkan nilai korelasi setiap bulannya, hasil tersebut akan
dibandingkan dengan nilai korelasi pada taraf nyata 10%. Hal tersebut akan
dilakukan untuk semua stasiun cuaca sehingga diperoleh data SST pada bulan
yang berkorelasi nyata dengan PMH. Data tersebut yang akan digunakan sebagai
prediktor dalam tahap pemodelan CNN.

5

Gambar 4 Ilustrasi 3-fold cross validation

Pemodelan CNN dan Pengujian
Sebelum masuk ke tahap pemodelan CNN, data akan dibagi menjadi
beberapa kelompok percobaan menggunakan K-fold cross validation. Pada
penelitian ini, data akan dibagi menjadi 3 kelompok percobaan dengan 2/3 data
latih dan 1/3 data uji. K-fold cross validation akan mengulang percobaan
sebanyak K-kali. Dari pengulangan tersebut, akan terbagi himpunan secara acak
menjadi subset untuk pengujian dan subset untuk pelatihan yang saling bebas
(Kohavi 1995). Ilustrasi untuk 3-fold cross validation dapat dilihat pada Gambar 4.
Data latih dari kelompok percobaan yang dibuat akan dilatih dengan
menggunakan metode CNN. CNN merupakan multilayer feed-forward neural
network yang semua unit input memiliki koneksi langsung ke semua hidden unit
dan semua unit output. Setiap keluaran dari hidden unit akan menjadi masukan ke
semua hidden unit selanjutnya dan ke semua output unit (Engelbrecht 2007).
Algoritme untuk CNN adalah sebagai berikut (Bodyanskiy et al. 2011):
1
Algoritme dimulai dengan jaringan sederhana yang hanya terdiri dari input
dan output layer.
2
Input yang masuk akan dilatih dengan jaringan sederhana tersebut.
3
Jika nilai akurasi CNN tidak memenuhi, akan ditambahkan satu hidden unit
pada arsitektur jaringan tersebut dengan koneksi awal antara input dan
output tidak mengalami perubahan.
4
Jaringan tersebut akan dilatih secara independen dan secara paralel dengan
bobot random yang berbeda.
5
Proses tersebut akan dilakukan terus-menerus dengan penambahan hidden
unit yang menerima masukkan dari input unit dan hidden unit sebelumnya
sehingga menghasilkan arsitektur cascade.
6
Setelah itu, pembaruan bobot akan dilakukan dengan menggunakan
algoritme backpropagation.
Struktur CNN diilustrasikan pada Gambar 5.
Pelatihan dengan CNN akan menghasilkan model yang kemudian
disimulasikan dengan data uji untuk mendapatkan pendugaan PMH. Data input
terdiri atas data SST dan PMH pada stasiun cuaca yang berbeda yang masingmasing terdiri atas 3 fold. Parameter yang digunakan pada penelitian ini disajikan
pada Tabel 1.

6

Gambar 5 Struktur CNN (Nechyba 1997)

Tabel 1 Spesifikasi parameter arsitektur jaringan
Karakteristik
Fungsi aktivasi hidden layer
Fungsi aktivasi output layer
Fungsi training
Toleransi galat
Maksimum epoch
Learning rate
Jumlah hidden neuron
Neuron input layer

Spesifikasi
Sigmoid biner (logsig)
Linear (purelin)
Resilient (trainrp)
0.001
500
0.01, 0.1, dan 0.3
5, 10, dan 20
Data SST pada bulan yang berkorelasi
pada taraf nyata 10%
1 target data (data PMH)

Neuron output layer

Analisis dan Evaluasi
Setelah didapatkan hasil prediksi akan dilakukan pengukuran keakurasian
dan galat dari hasil prediksi yang diperoleh dengan model CNN. Pengukuran
keakurasian dan galat dilakukan dengan menggunakan koefisien determinasi (R2)
dan Root Mean Square Error (RMSE). Koefisien determinasi menunjukkan
seberapa baik garis regresi yang terbentuk oleh nilai yang dihasilkan model
dengan nilai aktual. Menurut Walpole 1992, R2 dirumuskan sebagai berikut:
∑n ̂ ̅̂
̅
dengan
yi = nilai aktual
ŷ = nilai prediksi

∑n

̂

̅̂

∑n

̅

7
RMSE sendiri menunjukkan nilai simpangan dari nilai dugaan terhadap nilai
aktual. Dengan rumusnya sebagai berikut (Walpole 1992):



∑n

n

dengan
Xt = nilai aktual pada waktu ke-t
Ft = nilai dugaan pada waktu ke-t
Hasil keakurasian pemodelan akan semakin baik jika nilai R2 semakin mendekati
1 dan hasil perhitungan galat akan semakin baik jika nilai RMSE semakin
mendekati 0.

Lingkungan Pengembangan
Spesifikasi perangkat keras yang digunakan untuk penelitian ini adalah
prosesor Intel Core i5, memori 2GB, dan sistem operasi Microsoft® Windows 8
64bit. Adapun untuk perangkat lunak yang digunakan untuk penelitian ini adalah
Matlab R2010a 64bit dan Microsoft Excel 2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Korelasi
Analisis korelasi akan diterapkan untuk mendapatkan bulan yang sesuai
dalam memprediksi panjang musim hujan. Pemilihan prediktor dilakukan pada
masing-masing stasiun cuaca, yaitu Arjosari, Kebon Agung, dan Pringkuku pada
wilayah NINO 1+2, NINO 3, NINO 4, dan NINO 3.4 dengan taraf nyata sebesar
10%. Setelah diperoleh prediktor yang tepat, tiap stasiun cuaca akan dibangun
arsitektur untuk memprediksi panjang musim hujan. Grafik hasil korelasi stasiun
cuaca Arjosari disajikan pada Gambar 6 dan bulan yang berkorelasi dengan PMH
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil korelasi stasiun cuaca Arjosari
Wilayah SST

NINO 1+2

Bulan
yang September,
berkorelasi
Oktober,
November,
Desember

NINO 3
Agustus,
September,
Oktober,
November,
Desember

NINO 4

NINO 3.4

Juli, Agustus,
September,
Oktober,
November

Juli, Agustus,
September,
Oktober,
November,
Desember

Grafik hasil korelasi stasiun cuaca Kebon Agung disajikan pada Gambar 7
dan bulan yang berkorelasi dengan PMH disajikan pada Tabel 3.

8

Gambar 6 Grafik korelasi stasiun cuaca Arjosari

Gambar 7 Grafik korelasi stasiun cuaca Kebon Agung
Tabel 3 Hasil korelasi stasiun cuaca Kebon Agung
Wilayah SST

NINO 1+2

Bulan
yang April,
berkorelasi
November

NINO 3

NINO 4

Maret, April, Juli, Agustus,
November,
September,
Desember
Oktober,
November,
Desember

NINO 3.4
Agustus,
September,
Oktober,
November,
Desember

Grafik hasil korelasi stasiun cuaca Pringkuku disajikan pada Gambar 8 dan
bulan yang berkorelasi dengan PMH disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil korelasi stasiun cuaca Pringkuku
Wilayah SST
NINO 1+2
Bulan
yang Agustus,
berkorelasi
September,
Oktober,
November,
Desember

NINO 3
Juni,
Juli,
Agustus,
September,
Oktober,
November,
Desember

NINO 4
April,
Juni,
Juli, Agustus,
September,
Oktober,
November,
Desember

NINO 3.4
Juni,
Juli,
Agustus,
September,
Oktober,
November,
Desember

9

Gambar 8 Grafik korelasi stasiun cuaca Pringkuku

Proses Cascade Neural Network
1

Stasiun Cuaca Arjosari
Pada stasiun cuaca Arjosari, arsitektur terbaik yang dihasilkan
menggunakan hidden neuron sebanyak 20 dan learning rate sebesar 0.1 pada
wilayah NINO 3. Nilai akurasi yang dihasilkan adalah nilai R2 sebesar 0.54 dan
nilai RMSE sebesar 2.57. Perubahan parameter-parameter tersebut memiliki
pengaruh terhadap akurasi arsitektur jaringan.
Gambar 9 menunjukkan pengaruh perubahan learning rate pada arsitektur
jaringan stasiun cuaca Arjosari dengan jumlah hidden neuron sebanyak 20 pada
wilayah NINO 3. Diagram tersebut menunjukkan bahwa pada arsitektur jaringan
ini semakin besar besar nilai learning rate tidak menjamin keakuratan pendugaan
yang dihasilkan akan lebih baik. Pada saat learning rate sebesar 0.01
menghasilkan nilai R2 sebesar 0.32 dan nilai RMSE sebesar 3.2, learning rate
sebesar 0.1 menghasilkan nilai R2 sebesar 0.54 dan nilai RMSE sebesar 2.57, dan
learning rate sebesar 0.3 menghasilkan nilai R2 sebesar 0.36 dan nilai RMSE
sebesar 3.12. Hal itu menunjukkan bahwa pada jumlah hidden neuron dan wilayah
yang sama, perbedaan learning rate berpengaruh terhadap nilai R2 dan RMSE.
Diagram perbandingan untuk pengaruh perubahan jumlah hidden neuron
pada arsitektur jaringan stasiun cuaca Arjosari terdapat pada Gambar 10. Dengan

Gambar 9 Diagram perbandingan learning rate pada stasiun cuaca Arjosari
(a) R-sq dan (b) RMSE

10

Gambar 10 Diagram perbandingan jumlah neuron pada stasiun cuaca Arjosari
(a) R-sq dan (b) RMSE

Gambar 11 Diagram perbandingan wilayah pada stasiun cuaca Arjosari
(a) R-sq dan (b) RMSE
menggunakan learning rate sebesar 0.1 pada wilayah NINO 3, terlihat bahwa
penambahan jumlah hidden neuron berpengaruh terhadap keakuratan pendugaan
arsitektur jaringan stasiun cuaca Arjosari yang dihasilkan semakin baik. Pada saat
jumlah hidden neuron sebanyak 5 menghasilkan nilai R2 sebesar 0.26 dan nilai
RMSE sebesar 3.45, jumlah hidden neuron sebanyak 10 menghasilkan nilai R2
sebesar 0.42 dan nilai RMSE sebesar 2.9, dan jumlah hidden neuron sebanyak 20
menghasilkan nilai R2 sebesar 0.54 dan nilai RMSE sebesar 2.57. Hal tersebut
menunjukkan dengan nilai learning rate dan wilayah yang sama, penambahan
jumlah hidden neuron membuat nilai R2 menjadi semakin besar dan RMSE
menjadi semakin kecil.
Pada Gambar 11 menunjukkan pengaruh perbedaan wilayah SST dengan
learning rate sebesar 0.1 dan jumlah hidden neuron sebanyak 20 pada arsitektur
jaringan stasiun cuaca Arjosari. Pada wilayah NINO 1+2 menghasilkan nilai R2
sebesar 0.33 dan nilai RMSE sebesar 3.21, wilayah NINO 3 menghasilkan nilai
R2 sebesar 0.54 dan nilai RMSE sebesar 2.57, wilayah NINO 4 menghasilkan
nilai R2 sebesar 0.46 dan nilai RMSE sebesar 2.86, dan wilayah NINO 3.4
menghasilkan nilai R2 sebesar 0.32 dan nilai RMSE sebesar 3.17. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada jumlah hidden neuron dan nilai learning rate yang
sama, perbedaan wilayah SST berpengaruh terhadap nilai R2 dan RMSE.

11

2

Stasiun cuaca Kebon Agung
Pada stasiun cuaca Kebon Agung, arsitektur terbaik yang dihasilkan adalah
menggunakan hidden neuron sebanyak 20 dan learning rate sebesar 0.3 pada
wilayah NINO 1+2. Nilai akurasi yang dihasilkan adalah nilai R2 sebesar 0.7 dan
nilai RMSE sebesar 2.76. Perubahan parameter-parameter tersebut memiliki
pengaruh terhadap akurasi arsitektur jaringan.
Gambar 12 menunjukkan pengaruh perubahan learning rate pada arsitektur
jaringan stasiun cuaca Kebon Agung dengan jumlah hidden neuron sebanyak 20
pada wilayah NINO 1+2. Diagram tersebut menunjukkan bahwa pada arsitektur
jaringan ini semakin besar besar nilai learning rate berpengaruh pada keakuratan
pendugaan yang dihasilkan akan lebih baik. Pada saat learning rate sebesar 0.01
menghasilkan nilai R2 sebesar 0.65 dan nilai RMSE sebesar 3.02, learning rate
sebesar 0.1 menghasilkan nilai R2 sebesar 0.69 dan nilai RMSE sebesar 2.83, dan
learning rate sebesar 0.3 menghasilkan nilai R2 sebesar 0.7 dan nilai RMSE
sebesar 2.76. Hal itu menunjukkan bahwa pada jumlah hidden neuron dan wilayah
yang sama, penambahan nilai learning rate membuat nilai R2 menjadi semakin
besar dan nilai RMSE menjadi semakin kecil.
Diagram perbandingan untuk pengaruh perubahan jumlah hidden neuron
pada arsitektur jaringan stasiun cuaca Kebon Agung terdapat pada Gambar 13.
Dengan menggunakan learning rate sebesar 0.3 pada wilayah NINO 1+2, terlihat
bahwa tidak menjamin keakuratan pendugaan yang dihasilkan akan lebih baik
pada arsitektur stasiun cuaca Kebon Agung. Pada saat jumlah hidden neuron
sebanyak 5 menghasilkan nilai R2 sebesar 0.61 dan nilai RMSE sebesar 3, jumlah
hidden neuron sebanyak 10 menghasilkan nilai R2 sebesar 0.60 dan nilai RMSE
sebesar 3.13, dan jumlah hidden neuron sebanyak 20 menghasilkan nilai R2
sebesar 0.7 dan nilai RMSE sebesar 2.76. Hal tersebut menunjukkan dengan nilai
learning rate dan wilayah yang sama, penambahan jumlah hidden neuron
berpengaruh terhadap nilai R2 dan RMSE.
Pada Gambar 14 menunjukkan pengaruh perbedaan wilayah SST dengan
learning rate sebesar 0.3 dan jumlah hidden neuron sebanyak 20 pada arsitektur
jaringan stasiun cuaca Kebon Agung. Pada wilayah NINO 1+2 menghasilkan nilai
R2 sebesar 0.7 dan nilai RMSE sebesar 2.76, wilayah NINO 3 menghasilkan nilai
R2 sebesar 0.44 dan nilai RMSE sebesar 3.7, wilayah NINO 4 menghasilkan nilai
R2 sebesar 0.37 dan nilai RMSE sebesar 3.96, dan wilayah NINO 3.4

Gambar 12 Diagram perbandingan learning rate pada stasiun cuaca Kebon Agung
(a) R-sq dan (b) RMSE

12

Gambar 13 Diagram perbandingan jumlah neuron pada stasiun cuaca Kebon Agung
(a) R-sq dan (b) RMSE

Gambar 14 Diagram perbandingan wilayah pada stasiun cuaca Kebon Agung
(a) R-sq dan (b) RMSE
menghasilkan nilai R2 sebesar 0.21 dan nilai RMSE sebesar 4.45. Hal itu
menunjukkan bahwa pada jumlah hidden neuron dan nilai learning rate yang
sama, perbedaan wilayah SST berpengaruh terhadap nilai R2 dan RMSE.
3

Stasiun cuaca Pringkuku
Pada stasiun cuaca Pringkuku, arsitektur terbaik yang dihasilkan adalah
menggunakan hidden neuron sebanyak 10 dan learning rate sebesar 0.3 pada
wilayah NINO 4. Nilai akurasi yang dihasilkan adalah nilai R2 sebesar 0.72 dan
nilai RMSE sebesar 1.87.
Gambar 15 menunjukkan pengaruh perubahan learning rate pada arsitektur
jaringan stasiun cuaca Pringkuku dengan jumlah hidden neuron sebanyak 10 pada
wilayah NINO 4. Diagram tersebut menunjukkan bahwa pada arsitektur jaringan
ini semakin besar besar nilai learning rate tidak menjamin keakuratan pendugaan
yang dihasilkan akan lebih baik. Pada saat learning rate sebesar 0.01
menghasilkan nilai R2 sebesar 0.55 dan nilai RMSE sebesar 2.32, learning rate
sebesar 0.1 menghasilkan nilai R2 sebesar 0.42 dan nilai RMSE sebesar 3.26, dan
learning rate sebesar 0.3 menghasilkan nilai R2 sebesar 0.72 dan nilai RMSE
sebesar 1.87. Hal itu menunjukkan bahwa pada jumlah hidden neuron dan wilayah
yang sama, perbedaan learning rate tidak berpengaruh terhadap nilai R2 dan
RMSE.

13

Gambar 15 Diagram perbandingan learning rate pada stasiun cuaca Pringkuku
(a) R-sq dan (b) RMSE

Gambar 16 Diagram perbandingan jumlah neuron pada stasiun cuaca Pringkuku
(a) R-sq dan (b) RMSE
Diagram perbandingan untuk pengaruh perubahan jumlah hidden neuron
pada arsitektur jaringan stasiun cuaca Pringkuku terdapat pada Gambar 16.
Dengan menggunakan learning rate sebesar 0.3 pada wilayah NINO 4, terlihat
bahwa tidak menjamin keakuratan pendugaan yang dihasilkan akan lebih baik
pada arsitektur stasiun cuaca Pringkuku. Pada saat jumlah hidden neuron
sebanyak 5 menghasilkan nilai R2 sebesar 0.61 dan nilai RMSE sebesar 2.1,
jumlah hidden neuron sebanyak 10 menghasilkan nilai R2 sebesar 0.72 dan nilai

Gambar 17 Diagram perbandingan wilayah pada stasiun cuaca Pringkuku
(a) R-sq dan (b) RMSE

14
RMSE sebesar 1.87, dan jumlah hidden neuron sebanyak 20 menghasilkan nilai
R2 sebesar 0.63 dan nilai RMSE sebesar 1.99. Hal tersebut menunjukkan dengan
nilai learning rate dan wilayah yang sama, penambahan jumlah hidden neuron
berpengaruh terhadap nilai R2 dan RMSE.
Pada Gambar 17 menunjukkan pengaruh perbedaan wilayah SST dengan
learning rate sebesar 0.3 dan jumlah hidden neuron sebanyak 10 pada arsitektur
jaringan stasiun cuaca Pringkuku. Pada wilayah NINO 1+2 menghasilkan nilai R2
sebesar 0.41 dan nilai RMSE sebesar 2.52, wilayah NINO 3 menghasilkan nilai
R2 sebesar 0.52 dan nilai RMSE sebesar 2.4, wilayah NINO 4 menghasilkan nilai
R2 sebesar 0.72 dan nilai RMSE sebesar 1.87, dan wilayah NINO 3.4
menghasilkan nilai R2 sebesar 0.42 dan nilai RMSE sebesar 2.79. Hal itu
menunjukkan bahwa pada jumlah hidden neuron dan nilai learning rate yang
sama, perbedaan wilayah SST berpengaruh terhadap nilai R2 dan RMSE.

Arsitektur terbaik
Pemilihan arsitektur terbaik pada penelitian ini akan dilihat dari nilai R2 dan
RMSE terbaik dari setiap percobaan. Parameter yang menghasilkan arsitektur
terbaik berbeda-beda pada setiap stasiun cuaca. Parameter yang menghasilkan
arsitektur terbaik pada setiap stasiun cuaca disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Parameter terbaik setiap stasiun cuaca
Learning rate
Jumlah
hidden
neuron
Wilayah
R2
RMSE

Arjosari
0.1

Kebon Agung
0.3

Pringkuku
0.3

20

20

10

NINO 3
0.54
2.57

NINO 1+2
0.7
2.76

NINO 4
0.72
1.87

Pada arsitektur terbaik yang dihasilkan pada masing-masing stasiun cuaca
akan dilihat perbandingan antara nilai hasil pendugaan dengan nilai observasi.
Grafik tersebut disajikan pada Gambar 19. Pada grafik terlihat bahwa terdapat
garis nilai pendugaan yang menempel dengan garis observasi. Hal itu

Gambar 18 Plot arsitektur terbaik dari setiap stasiun cuaca

15

Gambar 19 Grafik nilai prediksi dan observasi dari stasiun cuaca
(a) Arjosari, (b) Kebon Agung, dan (c) Pringkuku
menunjukkan bahwa nilai pendugaan sama dengan nilai observasi. Jika terdapat
ketidaksamaan antara nilai pendugaan dengan nilai observasi maka menghasilkan
error yang besarnya ditunjukkan oleh nilai RMSE. Pada stasiun cuaca Arjosari
yang disajikan pada Gambar 19 bagian (a), kesalahan prediksi terbesar adalah 7
dasarian lebih lama dari observasi yang terjadi pada tahun 1994/1995. Pada
stasiun cuaca Kebon Agung yang disajikan pada Gambar 19 bagian (b), kesalahan
prediksi terbesar adalah 6 dasarian lebih cepat dari obserasi yang terjadi pada
tahun 1992/1993. Pada stasiun cuaca Pringkuku yang disajikan pada Gambar 19
bagian (c), kesalahan prediksi terbesar adalah 5 dasarian lebih cepat yang terjadi
pada tahun 1985/1986. Hasil prediksi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran
1, 2, dan 3.
Distribusi R2 dan RMSE
Arsitektur terbaik yang telah dihasilkan dilatih sebanyak 10 kali
pengulangan. Setiap pengulangan akan menghasilkan nilai R2 dan RMSE yang
berbeda karena inisialisasi bobot yang berbeda pada setiap pelatihan. Sebaran nilai
R2 pada masing-masing stasiun cuaca disajikan pada Gambar 20 bagian (a).
Berdasarkan panjang kotak pada boxplot terlihat bahwa stasiun cuaca Arjosari
memiliki sebaran R2 yang lebih bervariasi dibandingkan dengan stasiun cuaca
lainnya. Hal itu terlihat dari bentuk box pada stasiun cuaca Arjosari lebih besar

16

Gambar 20 Distribusi nilai (a) R2 dan (b) RMSE setiap stasiun cuaca
dibanding yang lain. Pada stasiun cuaca Pringkuku dan Kebon Agung, sebaran R2
sudah cukup stabil.
Sebaran nilai RMSE pada masing-masing stasiun disajikan pada Gambar 20
bagian (b). Berdasarkan panjang kotak pada boxplot menunjukkan sebaran nilai
RMSE pada stasiun cuaca Kebon Agung lebih bervariasi dibandingkan stasiun
cuaca lainnya. Pada stasiun cuaca Pringkuku, ukuran boxplot yang kecil
menunjukkan hasil RMSE sudah cukup stabil. Perubahan nilai-nilai R2 dan RMSE
pada setiap pengulangan menunjukkan arsitektur ini belum menemukan parameter
yang optimum untuk membuat hasil akurasi menjadi stabil.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Simpulan dari penelitian ini adalah parameter yang menghasilkan arsitektur
terbaik berbeda-beda pada setiap stasiun cuaca. Pada stasiun cuaca Arjosari
parameter terbaik adalah nilai learning rate sebesar 0.1, jumlah hidden neuron
sebanyak 20, dan wilayah NINO 3. Arsitektur ini menghasilkan R2 sebesar 0.54
dan RMSE sebesar 2.57. Pada stasiun cuaca Kebon Agung parameter terbaik
adalah nilai learning rate sebesar 0.3, jumlah hidden neuron sebanyak 20, dan
wilayah NINO 1+2. Arsitektur ini menghasilkan R2 sebesar 0.7 dan RMSE 2.76.
Pada stasiun cuaca Pringkuku parameter terbaik adalah nilai learning rate sebesar
0.3, jumlah hidden neuron sebanyak 10, dan wilayah NINO 4. Arsitektur ini
menghasilkan R2 sebesar 0.72 dan RMSE sebesar 1.87.
Saran
Penelitian ini dapat lebih dikembangkan lagi dengan melakukan optimasi
pada algoritme cascade neural network. Pada penelitian ini belum menemukan
parameter yang paling optimum pada masing-masing arsitektur jaringan. Optimasi
pada parameter dapat dilakukan agar arsitektur jaringan dapat menghasilkan hasil
yang paling optimum dan nilai akurasi yang lebih baik. Algoritme yang dapat

17
digunakan untuk melakukan optimasi adalah algoritme genetika dan particle
swarm optimization (PSO).

DAFTAR PUSTAKA
Aldrian E, Susanto RD. 2003. Identification of three dominant rainfall regions
within Indonesia and their relationship to sea surface temperature.
International Journal of Climatology. 23:1435-1452. doi: 10/1002/joc.950.
[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2013. Prakiraan musim
hujan
[internet].
[diacu
2013
Okt
18].
Tersedia
dari:
www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/DataDokumen/PMH_1314.pdf.
Bodyanskiy Y, Kharchenko O, Vynokurova O. 2011. Hybrid cascade neural
network based on wavelet-neuron. In e na onal Jou nal “Info ma on
Theories and Appl ca on”. 18(4):335-343.
Buono A, Mukhlis M, Fakih A, Boer R. Pemodelan jaringan syaraf tiruan untuk
prediksi panjang musim hujan berdasar sea surface temperature. Seminar
Nasional Aplikasi Teknologi Informasi; 2012 Juni 15-16; Yogyakarta,
Indonesia.
Buono A, Sitanggang I.S, Kustiyo A. 2014. Time-delay cascading neural network
architecture for modelling time-dependent predictor in onset prediction.
Journal
of
Computer
Science.
10(6):
976-984.
doi:
10.3844/jcspp.2014.976.984
Diponogoro AB. 2013. Peramalan panjang musim hujan menggunakan adaptive
neuro fuzzy inference system [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Engelbrecht A. 2007. Computational Intelligence: An Introduction. West Sussex
(UK): John Wiley and Sons, Ltd.
Kohavi R. 1995. A study of cross validation and bootstrap for accuracy estimation
and model selection. IJCAI. 2:1137-1143.
Lo F, Wheeler MC, Meinke H, Donald A. 2007. Probabilistic forecast of the onset
of the North Australian wet season. Monthly Weather Review. 133:3506-3520.
doi: 10.1175/MWR3473.1
[NOAA] National Oceanic and Atmospheric Administration. 2014. Equatorial
pacific sea surface temperatures [internet]. [diacu 2014 Januari 17]. Tersedia
dari: http://www.ncdc.noaa.gov/teleconnections/enso/indicators/sst.php.
Nechyba M. Cascade Neural Networks with Node-Decoupled Extended Kalman
Filtering. International Symposium on Computational Intelligence in Robotics
and Automation; 1997 Juli 10-11; Monterey, California.
Walpole ER. 1992. Pengantar Statistika. Jakarta (ID): Gramedia.

18
Lampiran 1 Hasil prediksi arsitektur terbaik stasiun cuaca Arjosari
Tahun
82/83
83/84
84/85
85/86
86/87
87/88
88/89
89/90
90/91
91/92
92/93
93/94
94/95
95/96
96/97
97/98
98/99
99/00
00/01
01/02
02/03
03/04
04/05
05/06
06/07
07/08
08/09
09/10
10/11
11/12

Prediksi Observasi
14
13
16
15
15
10
16
15
15
16
17
15
19
17
18
19
17
16
14
15
17
23
17
17
9
10
18
11
14
12
10
11
15
14
19
19
18
18
17
18
13
10
15
14
15
14
15
14
14
16
19
18
16
14
18
20
21
26
17
21

19
Lampiran 2 Hasil prediksi arsitektur terbaik stasiun cuaca Kebon Agung
Tahun
82/83
83/84
84/85
85/86
86/87
87/88
88/89
89/90
90/91
91/92
92/93
93/94
94/95
95/96
96/97
97/98
98/99
99/00
00/01
01/02
02/03
03/04
04/05
05/06
06/07
07/08
08/09
09/10
10/11
11/12

Prediksi Observasi
17
15
23
22
18
15
14
16
14
15
13
13
18
14
18
16
17
12
17
17
18
24
15
15
10
9
9
8
8
8
10
10
21
21
20
20
21
22
20
20
9
9
20
20
18
18
21
23
5
13
17
15
19
20
22
22
20
27
17
15

20
Lampiran 3 Hasil prediksi arsitektur terbaik stasiun cuaca Pringkuku
Tahun
82/83
83/84
84/85
85/86
86/87
87/88
88/89
89/90
90/91
91/92
92/93
93/94
94/95
95/96
96/97
97/98
98/99
99/00
00/01
01/02
02/03
03/04
04/05
05/06
06/07
07/08
08/09
09/10
10/11
11/12

Prediksi Observasi
16
15
15
16
19
18
10
15
17
17
12
14
23
20
14
15
16
16
15
15
14
14
15
14
14
13
12
12
16
15
13
12
21
21
20
20
22
22
17
20
9
9
15
12
16
17
14
17
16
11
13
13
14
13
17
17
22
22
20
18

21

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 November 1992. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Ir Mas Teddy Sutriadi,
Msi dan Suwanti. Penulis mengenyam pendidikan dasar di SD Negeri
Percontohan 011 Pagi Jakarta (1998-2004). Penulis melanjutkan pendidikan
menengah pertama di SMP Negeri 96 Jakarta (2004-2007). Kemudian, penulis
melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 34 Jakarta (2007-2010).
Penulis berkesempata melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Departemen
Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama masa kuliah, penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata
kuliah Rangkaian Digital (2012), Basis Data (2013), dan Metode Kuatitatif (2013).
Penulis juga aktif di organisasi kemahasiswaan, yaitu Himpunan Mahasiswa Ilmu
Komputer dan komunitas ilmu komputer FOKERZ. Penulis juga aktif
berkontribusi dalam berbagai kegiatan, seperti IT TODAY (2011-2012), Pesta
Sains (2012), dan Masa Perkenalan Departemen (2012). Selain itu, penulis
melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan di PT. Indodev Niaga Internet
(DataOn).