2.1 Prediksi Curah Hujan - Prediksi Curah Hujan Menggunakan Weighted Evolving Fuzzy Neural Network (WEFuNN)

BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang

  berhubungan dengan penerapan metode weighted evolving fuzzy neural network untuk prediksi curah hujan.

2.1 Prediksi Curah Hujan

  Dalam peramalan dikenal istilah prakiraan dan prediksi. Prakiraan adalah sebagai proses peramalan suatu variabel sebagai contoh curah hujan di masa datang dengan berdasarkan data curah hujan pada masa sebelumnya. Menggabungkan dan mengolah data masa lampau secara sistematik dengan suatu metode tertentu untuk menghasilkan prakiraan keadaan pada masa datang. Prediksi adalah proses peramalan suatu variabel di masa datang dengan lebih mendasarkan pada pertimbangan intuisi daripada data masa lampau, meskipun lebih menekankan pada intuisi, dalam prediksi juga sering digunakan data kuantitatif sebagai pelengkap informasi dalam melakukan peramalan (Herjanto, 2006).

  Menurut sumber peramalannya, peramalan dapat dikelompokkan sebagai berikut (Heizer, 2005):

  1. Model Data Times Series atau Runtun Waktu Model data time series adalah suatu jenis peramalan secara kuantitatif dengan menggunakan waktu sebagai dasar peramalan. Model time series sering disebut model kuantitatif intrinsik. Model peramalan deret waktu seperti itu bertujuan untuk menemukan pola dalam deret data historis dan mengekstrapolasikan pola dalam deret data tersebut ke pola data masa depan.

  2. Model Data Causal Model data causal adalah model peramalan yang menggunakan hubungan sebab- akibat sebagai asumsi, yaitu bahwa apa yang terjadi di masa lalu akan terulang pada saat ini. Model ini merupakan teknik peramalan kuantitatif ekstrensik yang sesuai untuk pengambilan keputusan dan kebijakan.

  7

  3. Model Data Judgemental Bila model peramalan time series dan causal bertumpu pada data kuantitatif, pada model judgemental faktor-faktor kualitatif/subjektif dimasukkan ke dalam metode peramalan. Secara khusus berguna bilamana faktor-faktor subjektif yang diharapkan menjadi sangat penting dan data kuantitatif yang akurat sudah diperoleh.

  2.2 Intensitas Curah Hujan Hujan merupakan jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan diameter 0,5 mm atau lebih. Jika jatuhnya ketanah maka disebut hujan, akan tetapi jika apabila jatuhnya tidak dapat mencapai tanah karena menguap lagi maka jatuhan tersebut disebut virga. Hujan juga dapat didefinisikan dengan uap yang mengkodensasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian hidrologi (Sosrodarsono, 2003).

  Penguapan terjadi pada tiap keaadaan suhu sampai udara diatas permukaan menjadi jenuh dengan uap. Tetapi kecepatan dan jumlah penguapan tergantung dari suhu, kelembaban, kecepatan angin, dan tekanan udara (Sosrodarsono, 2003).

  Kelembaban merupakan massa uap yang terdapat dalam 1 udara, kerapatan uap disebut kelembaban mutlak (absolute). Kelembaban ralatif adalah perbandingan massa uap dalam suatu satuan volume dan massa uap yang jenuh dalam satuan volume itu pada suhu yang sama. Kelembapan ralatif dinyatakan dalam % (Sosrodarsono, 2003).

  Intensitas curah hujan adalah besaran curah hujan dalam suatu satuan waktu. Satuan yang digunakan mm/jam. Keadaaan curah hujan dan intensitas curah hujan dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Keadaan curah hujan dan intensitas curah hujan (Sosrodarsono, 2003) Intensitas curah hujan (mm)

  Keadaan curah hujan 1 jam 24 jam

  Hujan sangat ringan <1 <5 Hujan ringan 1-5 5-20 Hujan normal 5-20 20-50 Hujan lebat 10-20 50-100 Hujan sangat lebat >20 >100

  Nama dari butiran hujan berdasarkan dari ukurannya. Dalam meteorologi, butir hujan dengan diameter lebih besar dari 0,5 mm disebut hujan dan diameter antara 0,50-0,1 mm disebut gerimis (drizzle). Makin besar ukuran butir hujan, makin besar kecepatan jatuhnya. Kecepatan yang maksimum adalah kira-kira 9,2 m/det. Pada

Tabel 2.2 menunjukkan jenis curah hujan , ukuran-ukuran butir hujan, massa dan kecepatan jatuh butir hujan.Tabel 2.2 Ukuran, massa dan kecepatan jatuh butir hujan(Sosrodarsono, 2003).

  Diameter bola Massa Kecepatan jatuh Jenis (mm) (mg) (m/sec)

  Hujan gerimis 0,15 0,0024 0,5 Hujan halus 0,5 0,065 2,1 Hujan normal lemah 1 0,52 4,0 Hujan normal deras 2 4,2 6,5 Hujan sangat deras

  3 14 8,1

2.3 Logika Fuzzy

  

Fuzzy logic merupakan salah satu cara untuk memetakan suatu ruang input ke ruang

output

  . Konsep fuzzy logic yang sangat sistematis pertama kali diusulkan oleh Lotfi A. Zadeh (Palit, 2005). Pada himpunan crisp, anggota himpunan memiliki batasan yang kaku. Sebagai contoh suatu himpunan konvensional didefinisikan sebagai berikut:

  A = {x | x > 6} Pada persamaan di atas terlihat batasan yang jelas yaitu 6 sehingga jika x lebih besar dari 6 maka x anggota himpunan A dan jika sebaliknya maka x bukan anggota himpunan A. Berbeda dengan himpunan crisp, himpunan fuzzy adalah suatu himpunan tanpa batasan yang kaku. Oleh karena itu transisi dari “anggota himpunan” ke “bukan anggota himpunan” terjadi secara bertahap dan transisi ini diimplementasikan dengan fungsi keanggotaan himpunan fuzzy (membership function).

  2.3.1 Himpunan Fuzzy

  Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item x dalam suatu himpunan A, yang sering ditulis dengan µ[x], memiliki 2 kemungkinan (Kusumadewi, 2010), yaitu:

  1. Satu (1), yang aberarti bahwa suatu item menjadi anggota dalam suatu himpunan, atau

  2. Nol (0), yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota dalam suatu himpunan. Himpunan fuzzy memiliki 2 atribut (Kusumadewi, 2010), yaitu:

  1. Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami, seperti: Hujan sangat ringan, Hujan ringan, Hujan Normal, Hujan Lebat, Hujan sangat lebat.

  2. Numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran dari suatu variabel seperti : 5, 20, 50, 100, dsb.

  2.3.2 Fungsi Keanggotaan

  Derajat keanggotaan merupakan suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik

  

input data ke dalam nilai keanggotaannya sering juga disebut dengan fungsi

  keanggotaan (membership function) yang memiliki interval antara 0 sampai 1 (Kusumadewi, 2010). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi. Ada beberapa fungsi yang bisa digunakan seperti fungsi linear, kurva segitiga, kurva trapesium, dan lain sebagainya.

  1. Representasi Linear Pada representasi linear, pemetaan input ke derajat keanggotannya membentuk suatu garis lurus. Bentuk ini paling sederhana dan menjadi pilihan yang baik untuk mendekati suatu konsep yang kurang jelas (Kusumadewi, 2010). Ada dua keadaan himpunan fuzzy yang linear. Pertama, kenaikan himpunan dimulai pada nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan nol bergerak ke kanan menuju ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih tinggi (Kusumadewi, 2010). Bentuk grafiknya dapat dilihat pada Gambar 2.1.

  1 Derajat Keanggotaan µ[X] a b

Gambar 2.1 Representasi Linear Naik (Kusumadewi, 2010)

  Fungsi Keanggotaan: (2.1)

  [ ] { Contoh 1: Fungsi keanggotaan untuk himpunan linear naik pada variabel temperature ruangan seperti terlihat pada Gambar 2.2. μPANAS[32] = (32-25)/(35-25)

  = 7/10 = 0,7 1 Keanggotaan Derajat µ[X]

  0.7

25 Temperatur (°C)

  32 35 Gambar 2.2 Himpunan Fuzzy untuk Temperature Naik (Kusumadewi, 2010)

  Kedua, merupakan kebalikan yang pertama. Garis lurus dimulai dari nilai domain dengan derajat keanggotaan tertinggi pada sisi kiri, kemudian bergerak menurun ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih rendah (Kusumadewi, 2010) yang grafiknya dapat dilihat pada Gambar 2.3.

  1 Derajat Keanggotaan µ[X] b a domain

Gambar 2.3 Representasi Linear Turun (Kusumadewi, 2010)

  Fungsi Keanggotaan: [ ] {

  Contoh 2: Fungsi keanggotaan untuk himpunan linear turun pada variabel temperature ruangan seperti terlihat pada Gambar 2.4.

  μDINGIN[20] = (30-20)/(30-15) = 10/15 = 0,667

  DINGIN

  1 0.667

  Derajat Keanggotaan µ[X]

  20 Temperatur (°C)

  30

  15 Gambar 2.4 Himpunan Fuzzy untuk Temperature Turun (Kusumadewi, 2010)

  2. Representasi Kurva Segitiga Kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara 2 garis (linear) seperti terlihat pada Gambar 2.5.

  1 Derajat Keanggotaan µ[X] a c b domain

Gambar 2.5 Kurva Segitiga (Kusumadewi, 2010)

  Fungsi Keanggotaan: (2.3)

  [ ] { Contoh 3: Fungsi keanggotaan untuk himpunan kurva segitiga pada variabel temperature ruangan seperti terlihat pada Gambar 2.6.

  μNORMAL[23] = (23-15)/(25-15) = 8/10 = 0,8

  NORMAL

  1

0.8 Derajat

  Keanggotaan µ[X]

  15

  35

  23

  25 Temperatur (°C)

Gambar 2.6 Himpunan fuzzy untuk Kurva Segitiga (Kusumadewi, 2010)

  3. Representasi Kurva Trapesium Kurva trapesium pada dasarnya seperti bentuk segitiga, hanya saja ada beberapa titik yang memiliki nilai keanggotaan 1 seperti terlihat pada Gambar 2.7.

  1 Derajat Keanggotaan µ[X] a c d

b

domain

Gambar 2.7 Kurva Trapesium (Kusumadewi, 2010)

  Fungsi Keanggotaan: (2.4)

  [ ] { Contoh 4: Fungsi keanggotaan untuk himpunan kurva trapesium pada variabel temperature ruangan seperti terlihat pada Gambar 2.8.

  μNORMAL[23] = (35-32)/(35-27) = 3/8 = 0,375

Gambar 2.8 Himpunan fuzzy untuk Kurva Trapesium (Kusumadewi, 2010)

2.3.3 Sistem Inferensi Fuzzy

  Sistem inferensi fuzzy adalah sebuah kerangka kerja perhitungan yang berdasar pada konsep teori himpunan fuzzy, aturan fuzzy if-then, dan pemikiran fuzzy. Sistem inferensi fuzzy ini telah berhasil diaplikasikan pada berbagai bidang, seperti control otomatis, klasifikasi data, analisis keputusan, sistem pakar, prediksi time series, robotika, dan pengenalan pola. Sistem inferensi fuzzy juga dikenal dengan berbagainama seperti fuzzy rule based system (sistem berbasis aturan fuzzy ), fuzzy expert system (sistem pakar fuzzy), fuzzy model, fuzzy associative memory, fuzzy logic controller (pengendalian logika fuzzy), sistem fuzzy sederhana (Jang et al. 1997).

  Struktur dasar dari sistem inferensi fuzzy berisi tiga komponen koseptual : 1. Dasar aturan yang mana berisi sebuah pemilihan aturan fuzzy.

  2. Database yang mendefinisikan fungsi keanggotaan yang digunakan dalam aturan fuzzy.

  3. Mekanisme pemikiran yang mengerjakan prosedur inferensi terhadap aturan dan kenyataan yang diketahui untuk menurunkan output atau kesimpulan yang masuk akal (Castillo et al. 2008). Sistem inferensi fuzzy dapat mengambil input fuzzy ataupun crisp, tetapi ouputnya hampir selalu menghasilkan himpunan fuzzy. Untuk mendapatkan nilai crisp diperlukan suatu metode defuzzifikasi. Secara umum, suatu sistem yang berbasis

  

fuzzy logic diawali dengan fuzzifikasi yaitu konversi input crisp menjadi fuzzy

  berdasarkan fungsi keanggotaan. Pada proses selanjutnya adalah proses inferensi, proses ini akan memperhitungkan semua aturan pada basis aturan dan menghasilkan himpunan fuzzy. Proses terakhir adalah defuzzifikasi, proses ini akan menentukan nilai

crisp untuk himpunan fuzzy yang dihasilkan pada proses inferensi (Castillo et al.

2008). Proses fuzzifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Fuzzy Inference System (Jang et al. 1997)

2.3.3.1 Model Fuzzy Mamdani

  Sistem inferensi fuzzy mamdani sebagai usaha awal untuk mengendalikan mesin uap dan kombinasi boiler dengan sebuah himpunan aturan kendali linguistik yang diperoleh dari pengalaman operator manusia. Gambar 2.10 mengilustrasikan bagaimana dua aturan sistem inferensi mamdani menurunkan semua output z ketika ditunjuk oleh dua input crisp x dan y (Kusumadewi, 2010).

Gambar 2.10 Sistem Inferensi Fuzzy Mamdani (Jang et al. 1997)

  Pada proses defuzzifikasi mengacu pada cara nilai crisp diekstrak dari sebuah himpunan fuzzy sabagai nilai representative. Pada umumnya, ada 5 metode untuk defuzzifikasi sebuah himpunan fuzzy A dari semesta Z (Kusumadewi, 2010) seperti pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Defuzzifikasi dari sistem inferensi fuzzy mamdani (Jang et al. 1997)

  1. : Centroid of area

  (2.5)

  ∫

  Dimana adalah output MF teragregasi.

  2. Bisector of Area

  (2.6) ∫ ∫

  Dimana membagi daerah dan . z = antara z = , z = , y = 0 dan y = ke dalam dua daerah yang sama.

  3. Mean of Maximum

  adalah rata-rata dari maksimalisasi z pada MF yang mencapai maksimum

  ∫

  (2.7)

  ∫ 4.

   Smallest of Maximum adalah minimum dari maksimasi z.

  5. Largest of Maximum adalah maksimum dari maksimasi z.

2.3.3.2 Model Fuzzy Sugeno

  Takagi, Sugeno dan Kang mengusulkan model fuzzy Sugeno dalam usaha membangun pendekatan sistematis untuk meng-generate aturan fuzzy dari dataset input-output yang diberikan. Aturan fuzzy tipikal dalam sebuah model fuzzy Sugeno berbentuk, jika x adalah A dan y adalah B maka z = f(x,y) (Kusumadewi, 2010).

Gambar 2.12 Sistem inferensi Fuzzy Sugeno (Jang et al. 1997)

  Fungsi crisp dalam consequent merupakan himpunan fuzzy dalam antecedent, dapat dilihat pada Gambar 2.12. Sedangkan z = f(x,y). Biasanya f(x,y) adalah sebuah polynomial dalam variabel input x dan y, tetapi ini dapat menjadi suatu fungsi selama dapat menjelaskan output model dalam daerah fuzzy yang telah ditentukan oleh aturan

  

antecedent secara sesuai. Ketika f(x,y) adalah polynomial orde satu, menghasilkan

  system inferensi fuzzy disebut model fuzzy Sugeno orde satu. Model fuzzy Sugeno orde nol ketika f adalah konstan (Kusumadewi, 2010).

2.3.3.3 Model Fuzzy Tsukamoto

  Dalam model fuzzy Tsukamoto, consequent dari masing-masing aturan fuzzy if-then direpresentasikan oleh satu set fuzzy dengan MF monoton. Menghasilkan output yang terinferensi dari masing-masing aturan yang didefinisikan sebagai nilai crisp diinduksikan oleh aturan firing strength. Mengambil Output keseluruhan sebagai rata- rata terbobot dari tiap aturan output (Kusumadewi, 2010).

Gambar 2.13 Sistem Inferensi Fuzzy Tsukamoto (Jang et al. 1997)

2.4 Evolving Connection System (ECOS)

  Walaupun metode computational intelligence seperti jaringan saraf tiruan (JST), sistem fuzzy, komputasi evolusioner, sistem hibrida, serta metode lainnya telah berhasil dikembangkan dan diterapkan. Ada beberapa masalah saat menerapkan metode ini dalam proses pengembangan yang kompleks (kasabov, 2007), seperti:

  1. Kesulitan dalam preselecting arsitektur sistem. Umumnya model kecerdasan buatan memiliki arsitektur tetap seperti jumlah neuron dan koneksi tetap. Hal ini membuat sistem sulit untuk beradaptasi dengan data baru yang dengan distribusi yang tidak diketahui sebelumnya.

  2. Adanya kemungkinan sistem akan melupakan beberapa besar pengetahuan lama ketika melakukan pembelajaran terhadap data yang baru.

  3. Membutuhkan banyak waktu untuk pelatihan. Pelatihan JST dalam mode batch umumnya melakukan perulangan pada saat proses propagasi data di dalam struksur JST. Hal tersebut sangat tidak cocok pada pembelajaran on-line dimana sistem membutuhkan proses adaptasi yang cepat.

  4. Kurangnya fasilitas repersentasi pengetahuan. Banyaknya arsitektur komputasi cerdas menemukan beberapa parameter statistik selama pelatihan. Tetapi tidak memfasilitasi ekstraksi dari aturan-aturan yang ada ke dalam bentuk informasi linguistik yang mudah dimengerti.

  Untuk mengatasi masalah tersebut, dibutuhkan metode hybrid dan

  connectionist dalam hal pembelajaran algoritma maupun pengembangan sistem.

  Pada umumnya, sistem informasi akan membantu menentukan dan memahami model proses secara dinamika, aturan-aturan yang terus berkembang untuk mengambil jalan pintas dalam memecahkan masalah, serta meningkatkan kinerja proses yang berkembang sepanjang waktu. Kebutuhan tersebut merupakan bagian dari artificial

  

intelligence (AI) yang disebut evolving intelligence system (EIS). EIS merupakan

  sistem informasi yang mengembangkan struktur, fungsi, dan pengetahuan dengan cara terus menerus, adaptif, dan interaktif terhadap informasi yang masuk dan melakukan beberapa tugas cerdas yang dilakukan manusia pada umumnya (Kasabov, 2007).

  Bentuk dari metode EIS yaitu evolving connectionist system (ECOS). ECOS merupakan sistem computational intelligence berdasarkan jaringan saraf, menggunakan teknik lain computational intelligence yang beroperasi secara terus menerus dan mengadaptasikan struktur dan fungsinya melalui interaksi terhadap lingkungan dan sistem lainnya (Kasabov, 2007). Proses adaptasi tersebut dilakukan melalui:

  1. Aturan-aturan yang terus berkembang.

  2. Parameter-parameter yang dapat berubah selama sistem beroperasi.

  3. Informasi yang datang terus menerus, terutama pada distribusi data yang tidak diketahui sebelumnya.

  4. Kriteria tujuan yang diterapkan untuk mengoptimalkan kinerja sistem dari waktu ke waktu.

  Pada Gambar 2.14 merupakan ilustrasi yang menggambarkan bagian-bagian EIS yang memproses berbagai informasi dengan cara yang adaptif dan terus menerus. Pengolahan online dari semua informasi memungkinkan ECOS untuk berinteraksi terhadap pengguna dengan sistem (Kasabov, 2007). Proses interaksi ECOS dapat dilihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Proses Interaksi ECOS (Kasabov, 2007)

2.5 Weighted Evolving Fuzzy Neural Network

  

Weighted Evolving Fuzzy Neural Network merupakan pengembangan dari metode

Evolving Fuzzy Neural Network walaupun memiliki struktur yang mirip tetapi

  memiliki aturan aturan yang beda pada prosesnya. Weighted Evolving Fuzzy Neural

  

Network mengadopsi faktor bobot pendukung untuk menghitung setiap faktor penting

dari fungsi fuzzy distance diantara aturan-aturan yang berbeda (Chang et al, 2009).

  2.5.1 Arsitektur Weighted Evolving Fuzzy Neural Network

  Weighted Evolving Fuzzy Neural Network

  memiliki lima struktur layer seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.15. Dimana setiap node dan koneksinya dibentuk atau dikoneksikan berdasarkan data sampel yang ada satu per satu (Chang et al, 2009).

Gambar 2.15 Arsitektur WEFuNN (Kasabov, 1998)

  Pada layer pertama merupakan input layer yang menggambarkan input dari variabel-variabel yang akan digunakan dalam proses training. Pada penelitian ini menggunakan beberapa variabel input seperti : curah hujan, suhu, tekanan udara, kelembapan udara, dan kecepatan angin.

  Pada layer kedua setiap node mempersentasikan persamaan fuzzy dari masing- masing variabel input. Fungsi keanggotaan fuzzy dapat ditambahkan untuk mendapatkan derajat keanggotaan pada setiap variabel input. Jumlah dan jenis fungsi keanggotaan tersebut dapat secara dinamis dimodifikasi.

  Pada layer ketiga setiap node berisi aturan-aturan yang dikembangkan melalui metode pembelajaran terawasi atau pembelajan tidak terawasi. Aturan di setiap node mempersentasikan prototype dari kumpulan data input-output dalam bentuk grafik sebagai hyper- spheres (nilai maximum dari fungsi keanggotaan) dari fuzzy input dan

  fuzzy output.

  Pada layer keempat dilakukan kuantisasi variabel fuzzy output. Kuantisasi adalah operasi pemotongan atau pembulatan nilai data dengan suatu presisi tertentu untuk mendapatkan nilai luas kurva. Pada layer ini masukan bobot fungsi penjumlahan untuk menghitung derajat keanggotaan yang mana vector output yang terhubung dengan input vector yang diberikan masing-masing fungsi keanggotaan output.

  Pada layer kelima mempersentasikan nilai dari variabel output. Di layer ini fungsi aktivasi linier digunakan untuk menghitung nilai defuzzifikasi variabel output.

  2.5.2 Parameter Weighted Evolving Fuzzy Neural Network

  Weighted Evolving Fuzzy Neural Network

  memiliki beberapa parameter di dalam algoritmanya. Parameter-parameter tersebut digunakan sebagai batas kesalahan dalam melakukan pembelajaran, batas minimum dari sebuah fungsi aktivasi, dan control ukuran pada sebuah bobot. Parameter yang digunakan pada Weighted Evolving Fuzzy

  Neural Network adalah sebagai berikut (Kasabov, 2001):

  1. Sensitive threshold (sThr) adalah parameter yang digunakan untuk mendefinisikan nilai minimum aktivasi. Nilai sensitive threshold harus lebih besar dari 0 dan lebih kecil sama dengan 0,9. Apabila nilai sensitive threshold lebih besar dari 0,9 maka fungsi aktivasi akan menjadi chaotic dimana pola data akan semakin acak sehingga sulit untuk diprediksi.

  2. Error threshold (errThr) adalah minimum nilai error sebagai batas kesalahan yang ditoleransi dalam proses pembelajaran.

  3. Learning rate 1 (lr1) dan learning rate 2 (lr2) adalah parameter yang digunakan untuk mengontrol nilai bobot antara layer kedua dengan layer ketiga dan antara layer ketiga dengan layer ke empat. Nilai parameter learning rate lebih besar dari 0 dan lebih kecil sama dengan 1.

  2.5.3 Algoritma Weighted Evolving Fuzzy Neural Network Algoritma Weighted Evolving Fuzzy Neural Network yang digunakan untuk memprediksi data runtun waktu (Chann et al, 2006 ).

  1. Melakukan fuzzifikasi terhadap data training menggunakan fungsi keanggotaan.

  Dimana : = indeks data.

  = data training ke . = jumlah data yang akan detraining.

  = hasil dari fuzzifikasi data ke . = fungsi keanggotaan.

  2. Membangun rule node pertama r(1) untuk mempersentasi data yang pertama dan mengisi nilai bobot satu dan bobot dua.

  Dimana : = rule node = nilai bobot dari layer dua dan layer tiga = nilai bobot dari layer tiga dan layer empat

  target

  = fuzzy output vector

  3. Lakukan pengulangan selama i <= N

  a. Menghitung normalized fuzzy local distance (D) diantara fuzzy input vector (inpF i ) dan fuzzy input vector yang berada di tempat penyimpanan sementara pada saat rule node (r j

  ), j=1…R, dimana R adalah nilai rule node pada saat ini. ( )

  ∑ | | ∑

  b. Menghitung nilai aktivasi ) dari rule node (r j ) dengan menggunakan fungsi radial basis (radbas).

  ( ( )) c. Cari rule node (r j* ) yang memiliki nilai aktivasi tertinggi.

  d. Jika nila lebih besar dari sThr maka menuju langkah (e). Sebaliknya, jika nila lebih kecil dari sThr, maka: Ulangi dari langkah (a).

  e. Melakukan propagasi terhadap aktivasi dari rule node (r j* ) (2.15) f. Menghitung fuzzy ouput error.

  (2.16)

  g. Cari action node (k * ) dengan nilai aktivasi tertinggi dari A2.

  h. Jika Err(k *

  )

  lebih kecil dari errThr atau r sama dengan i maka menuju ke langkah (i). Sebaliknya, jika Err(k

  • * ) lebih besar dari errThr atau r tidak sama

  dengan i maka: (2.17) (2.18) Ulangi dari langkah (a). i. Mengubah bobot W1 dan W2.

  (2.19) (2.20)

  ( (2.22)

2.6 Penelitian Terdahulu

  Metode prediksi telah banyak dilakukan dengan berbagai cara baik dengan metode statistik maupun softcomputing. Metode-metode tersebut telah diimplementasikan untuk memprediksi berbagai hal, termasuk memprediksi curah hujan.

  Pada tahun 2010 Tresnawati, Nuraini, dan Hanggoro melakukan penelitian prediksi curah hujan dengan menggunaknan metode Kalman Filter dengan Prediktor SST NINO 3.4. Adapun langkah-langkah dari metode Kalman Filter dengan Prediktor SST NINO 3.4 (Tresnawati et al, 2010) adalah :

  1. Memproses variabel model menggunakan SST NINO 3.4.

  2. Memilih data terbaik dari data prediksi SST NINO 3.4.

  3. Data divalidasi menggunakan 3 persamaan yaitu : ARMAX, BOX Jenkins (BJ), dan Out Error (OE).

  4. Output prediksi berupa data pada persamaan terbaik berdasarkan nilai koefisien korelasi tertinggi.

  Pada tahun 2007 Linda melakukan penelitian prediksi curah hujan menggunakan metode Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS). Adapun langkah-langkah dari metode ANFIS (Linda, 2007) adalah : 1. Menentukan label lingualistik pada data input dan menjadi parameter premis.

  2. Mempersentasikan kuat penyulutan dari sebuah aturan.

  3. Mengkalkulasi rasio kuat penyulutan aturan ke-I dan jumlah kuat penyulutan semua. Output yang dihasilkan disebut penyulutan ternormalisasi.

  4. Membuat kuat penyulutan ternormalisasi menjadi parameter konsekuen.

  5. Menghitung output keseluruhan sebagai penjumlahan dari semua sinyal yang masuk.

  Pada tahun 2012 Rizki, Usadha, dan Widjajati melakukan penelitian prediksi curah hujan menggunakan metode Fuzzy Inference System. Adapun langkah-langkah dari Fuzzy Inference System (Rizki et al, 2012) adalah : 1. Membentuk variabel input dan variabel output.

  2. Membentuk himpunan fuzzy pada data histori.

  3. Membentuk himpunan semesta pembicaraan masing-masing variabel.

  4. Menentukan fungsi keanggotaan tiap-tiap variabel.

  5. Mengkombinasikan semua variabel input dengan menerapkan t-norm.

  6. Membentuk basis aturan fuzzy.

  7. Melakukan defuzzyfikasi terhadap output prediksi.

  8. Validasi hasil prediksi menggunakan nilai Brier Score.

  Pada tahun 2007 Warsito dan Sumiyati melakukan penelitian prediksi curah hujan dengan menggunakan Feed-Forward Neural Network dengan Algoritma Quasi Newton BFGS dan Levenberg-Marquard. Adapun langkah-langkah dari Feed-

  

Forward Neural Network dengan Algoritma Quasi Newton BFGS dan Levenberg-

Marquard (Warsito dan Sumiyati, 2007) adalah :

  1. Inisialisasi bobot awal, Epoch 0, MSE ≠ 0 2. Menetapkan nilai maksimum Epoch dan Target Error.

  3. Membuat kondisi pemberhentian.

  4. Menerima target pola yang berhubungan dengan pola input pelatihan.

  5. Menggunakan fungsi line search untuk penampungan output sementara.

  6. Menghitung perubahan bobot dan bias.

  7. Mengulangi langkah keempat sampai kondisi pemberhentian terpenuhi.

  Pada tahun 2008 Warsito, Torno, dan Sugiharto melakukan penelitian prediksi curah hujan dengan menggunakan Model General Regression Neural Network. Adapun langkah-langkah dari Model General Regression Neural Network (Warsito et

  al, 2008) adalah : 1. Menentukan vector input berdasarkan terminology outoregresif.

  2. Pada neuron pola mempersentasikan neuron pola i dan σ.

  3. Pada neuron jumlahan output neuron pola ditambahkan.

  4. Jumlah yang dihasilkan neuron jumlahan dikirim ke neuron output dan membentuk pembagian yang menghasilkan output prediksi.

  Dari beberapa penelitian terdahulu menghasilkan hasil yang berbeda-beda. Adapun hasil yang telah dihasilkan peneliti terdahulu dirangkum pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu No. Peneliti Tahun Metode Penelitian Keterangan

  1. Tresnawati, R 2010 Kalman Filter Memprediksi curah et al Dengan Prediktor hujan bulanan

  SST NINO 3.4 menghasilkan nilai koefisien korelasi mencapai 75%.

Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu (Lanjutan) No. Peneliti Tahun Metode Penelitian Keterangan

  2. Linda 2007 Adaptive Neuro- Memprediksi curah

  Fuzzy Inference hujan menghasilkan Systems (ANFIS) nilai RMSE sebesar

  0,063313 dan reange of

  influence 0,320

  3. Rizki, D.N et 2012 Fuzzy Inference Prediksi curah hujan di al

  System Surabaya Utara menghasilkan nilai keakuratan sebesar 77,68%

  4. Warsito dan 2007 Feed-Forward Neural Menghasilkan nilai

  Sumiyati Network mean square error Menggunakan (MSE) sebesar 1,8087% Algoritma Quasi dan pada algoritma Newton BFGS dan Levenberg-Marquardt Levenberg-Marquard menghasilkan nilai MSE sebesar 4,1123%

  5. Warsito, B et 2008 General Regression memberikan prediksi in-

al Neural Network sample yang lebih baik

  dari model ARIMA sedangkan prediksi out-

  sample memberikan

  hasil berimbang dengan model ARIMA Berdasarkan penelitian sebelumnya penulis akan melakukan penelitian tentang prediksi curah hujan dengan menggunakan Weighted Evolving Fuzzy Neural Network

  (WEFuNN), dimana WEFuNN merupakan salah satu metode softcomputing yang memiliki struktur hybrid dari fuzzy inference system dan jaringan saraf tiruan yang mana didalam jaringannya menerapkan prinsip-prinsip evolving connectionist system (ECOS). Pada pelatihannya dilakukan pengkoneksian node-node berdasarkan data sampel masukan. Dengan cara ini, WEFuNN dapat melakukan pelatihan secara online dan data sample dapat ditambah tanpa harus mengubah parameter pada WEFuNN (Kasabov, 2007).

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum tentang Perjanjian Pengadaan Jasa Konsultansi untuk pekerjaan survey dan penyelidikan tanah SUTET 275 KV Sigli-Lhoksumawe dan SUTT 150 KV Takengon-Blang Kjeren, studi pada PT. Prima Layanan Nasional Enj

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Tentang Perlindungan Hukum Nasabah Penyimpanan Dana (Studi Pada BNI 46 Cabang Medan)

0 1 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pemeliharaan Kebersihan Diri Ibu Hamil di Kecamatan Medan Belawan

0 0 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kanker Payudara - Perbedaan Intensitas dan Perilaku Nyeri pada Pasien Kanker Payudara Kronik Berdasarkan Tipe Kepribadian di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 29

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gelombang Bunyi - Pengenalan Nada Gitar dengan Menggunakan Metode Fast Fourier Transform (FFT)

0 0 11

Identifikasi Nada Gitar dengan Menggunakan Metode Fast Fourier Transform (FFT)

1 1 13

Analisis Perbandingan Backpropagation Dengan Learning Vector Quantization (LVQ) Untuk Memprediksi Curah Hujan Di Kota Medan

1 1 63

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN - Analisis Perbandingan Backpropagation Dengan Learning Vector Quantization (LVQ) Untuk Memprediksi Curah Hujan Di Kota Medan

0 0 46

BAB 2 LANDASAN TEORI - Analisis Perbandingan Backpropagation Dengan Learning Vector Quantization (LVQ) Untuk Memprediksi Curah Hujan Di Kota Medan

0 1 18

Analisis Perbandingan Backpropagation Dengan Learning Vector Quantization (LVQ) Untuk Memprediksi Curah Hujan Di Kota Medan

0 1 18