Penilaian Tingkat Kerentanan Rumah Tangga terhadap Perubahan Iklim di DAS Citarum Menggunakan Analisis Gerombol K-Rataan, Fuzzy F-Rataan dan K-Medoid

PENILAIAN TINGKAT KERENTANAN RUMAH TANGGA
TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI DAS CITARUM
MENGGUNAKAN ANALISIS GEROMBOL K-RATAAN,
FUZZY K-RATAAN DAN K-MEDOID

MARTA SUNDARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penilaian Tingkat
Kerentanan Rumah Tangga Terhadap Perubahan Iklim di DAS Citarum
Menggunakan Analisis Gerombol K-Rataan, Fuzzy K-Rataan dan K-Medoid
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Marta Sundari

RINGKASAN
MARTA SUNDARI. Penilaian Tingkat Kerentanan Rumah Tangga Terhadap
Perubahan Iklim di DAS Citarum Menggunakan Analisis Gerombol K-Rataan,
Fuzzy K-Rataan dan K-Medoid. Dibimbing oleh ASEP SAEFUDDIN dan
RIZALDI BOER.
Pemanasan global secara signifikan berkaitan erat dengan peningkatan gas
rumah kaca (GRK) di atmosfer. Sumber utama emisi GRK berasal dari dominasi
penggunaan bahan bakar fosil pada beragam aktivitas manusia. Pemanasan global
merupakan salah satu penyebab terjadinya perubahan iklim (IPCC 2007). Besaran
dampak perubahan iklim sangat bergantung pada tingkat kerentanan masyarakat
terutama masyarakat yang tinggal di sekitar daerah aliran sungai (DAS) Citarum
sehingga dibutuhkan kajian mengenai tingkat kerentanan masyarakat untuk
membantu menyusun rencana strategi dan aksi adaptasi menghadapi dampak
keragaman dan perubahan iklim baik jangka panjang maupun jangka pendek.

DAS Citarum merupakan sungai terpanjang dan terbesar di Jawa Barat yang
memegang peranan penting dalam berbagai bidang namun beragam masalah yang
terjadi di sepanjang DAS Citarum telah memicu peningkatan frekuensi dan
intensitas bencana di sepanjang DAS Citarum.
IPCC 2007 mendefinisikan kerentanan sebagai ‘derajat atau tingkat sebuah
sistem rentan atau tidak dapat mampu mengatasi dampak perubahan iklim
termasuk keragaman dan keekstriman iklim’. Kerentanan dalam konteks sosial
merupakan fungsi karakter, intensitas dan tingkat keragaman iklim dimana sebuah
sistem mengalami keterpaparan, sensitifitas dan kemampuan adaptif sistem
tersebut (IPCC 2001). Pada penelitian ini, tingkat kerentanan masyarakat yang
diwakili oleh rumah tangga dikelompokkan menjadi lima kelompok menggunakan
analisis analisis gerombol dengan metode k-rataan, fuzzy k-rataan dan k-medoid.
Penentuan jumlah kelompok didasarkan pada metode kuadran (Boer et al. 2013).
Data yang digunakan berasal dari survei berjudul Penilaian Kerentanan Rumah
Tangga Terhadap Variasi Iklim dan Perubahannya di DAS Citarum yang
diselenggarakan oleh CCROM IPB bekerjasama dengan ADB dan AECOM pada
dalam Paket E, TA ADB 7189. Sebanyak 625 responden berhasil diwawancarai
dengan panduan kuesioner.
Analisis gerombol dilakukan untuk dua gugus data, gugus data pertama
berisi 17 peubah dan gugus data kedua berisi 14 peubah. Evaluasi indikator

penyusun tingkat kerentanan ternyata mampu memperbesar rasio rerata jarak
objek dan nilai Hotelling serta memperkecil nilai fungsi tujuan dan salah
klasifikasi metode penggerombolan. Pada gugus data pertama, metode k-medoid
mampu memberikan hasil penggerombolan paling baik dibandingkan metode lain.
Namun setelah dilakukan evaluasi indikator, metode k-rataan dapat menjadi solusi
karena menghasilkan rasio rerata jarak objek dan fungsi tujuan yang tidak jauh
berbeda dengan metode k-medoid dan menghasilkan nilai Hotelling paling besar
serta salah klasifikasi paling kecil dibandingkan metode lain. Keuntungan
penggunaan k-rataan untuk peneliti adalah metode ini dianggap lebih mudah
digunakan daripada kedua metode lainnya.
Kata kunci: kerentanan, k-rataan, fuzzy k-rataan, k-medoid

SUMMARY
MARTA SUNDARI. Assessing Household Vulnerability to Climate Change in
Citarum River Basin using K-Means, Fuzzy C-means and K-Medoid Cluster
Analysis. Supervised by ASEP SAEFUDDIN dan RIZALDI BOER.
Global warming is significantly related to the increase of greenhouse gases
(GHG) in the atmosphere. GHG emissions sourced from the dominance of fossil
fuel usage on variety of human activities. Global warming is one of the causes of
climate change (IPCC 2007). Magnitude of the climate change impact depend on

the level of community vulnerability, especially who live in around Citarum
watersheds so it takes a study on the community vulnerability to develop
strategies and adaptation action plan to face the impact of climate variability and
change both long and short term. Citarum is the longest and largest river in West
Java which plays an important role in many fields, there is problems that occur
along Citarum has sparked an increase of disasters frequency and intensity along
the Citarum watershed.
IPCC 2007 defines vulnerability as "the degree to which a system is
susceptible to, and unable to cope with, adverse effects of climate change,
including climate variability and extremes'. Vulnerability in social context is a
function of the character, magnitude and rate of climate variability experienced in
which a system of exposure, sensitivity and adaptive capabilities of the system
(IPCC 2001). In this study, the level of community vulnerability represented by
households grouped into five groups using cluster analysis with k-mean method,
fuzzy k-means and k-medoids. Determination of group number based on the
quadrant method (Boer et al. 2013). The data used comes from survey titled
Household Vulnerability Assessment of Climate Change and Variations in
Citarum held by CCROM IPB with ADB and AECOM on the Package E, ADB
TA 7189. Total of 625 respondents were interviewed with questionnaire guidance.
Cluster analysis applied for two data groups, the first group contains 17

variables and second group contains 14 variables. Evaluation for indicator of
vulnerability level increases ratio of object average distance and hotelling value
and also decrease objective function value and cluster method misclassification.
K-medoids method on first group resulting better clustering than other method.
After the evaluation of vulnerability indicator, k-means methods could be a
solution because it resulting ratio of object average distance and objective
function almost similar to k-medoids and has biggest hotteling value also smallest
misclassification. The advantage of k-means usage is easier than other methods.

Keywords: vulnerability, k-means, fuzzy k-means, k-medoids

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


PENILAIAN TINGKAT KERENTANAN RUMAH TANGGA
TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI DAS CITARUM
MENGGUNAKAN ANALISIS GEROMBOL K-RATAAN,
FUZZY K-RATAAN DAN K-MEDOID

MARTA SUNDARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Statistika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji pada Ujian Tesis : Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi


Judul Tesis : Penilaian Tingkat Kerentanan Rumah Tangga terhadap Perubahan
Iklim di DAS Citarum Menggunakan Analisis Gerombol K-Rataan,
Fuzzy F-Rataan dan K-Medoid
Nama
: Marta Sundari
NIM
: G152110141

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Asep Saefuddin, MSc
Ketua

Prof Dr Ir Rizaldi Boer, MS
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Statistika Terapan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Indahwati, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 7 Juni 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah
ini merupakan salah satu syarat kelulusan yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan gelar magister sains pada Program Studi Statistika Terapan Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, memilih tema
mengenai tingkat kerentanan rumah tangga terhadap dampak variasi iklim dan

perubahannya di sekitar DAS Citarum. Penelitian ini diselenggarakan oleh
CCROM IPB bersama dengan Asian Development Bank (ADB) dan AECOM
dalam Paket E, TA ADB 7189.
Terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Asep Saefuddin, MSc dan Bapak
Prof Dr Ir Rizaldi Boer, MS selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Made
Sumertajaya M.si selaku penguji luar komisi yang banyak memberi saran
membangun. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga atas
segala doa dan dukungannya baik berupa moril maupun materiil.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Marta Sundari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………. vi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………. vi
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………….. vi
1 PENDAHULUAN ……………………………………………………………... 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………….. 1
1.2 Tujuan Penelitian……………………………………………………….. 2

2 TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………3
2.1 DAS Citarum…………………………………………………………….3
2.2 Perubahan Iklim………………………………………………………… 3
2.3 Kerentanan……………………………………………………………… 4
2.4 Teori Himpunan Fuzzy…………………………………………………. 7
2.5 Analisis Gerombol K-Rataan…………………………………………… 7
2.6 Analisis Gerombol Fuzzy K-Rataan……………………………………. 7
2.7 Fungsi Keanggotaan Fuzzy K-Rataan………………………………….. 8
2.8 Fungsi Keanggotaan K-Medoid………………………………………… 9
3 METODE PENELITIAN……………………………………………………… 10
3.1 Data……………………………………………………………………. 10
3.2 Metode Analisis……………………………………………………….. 11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………... 15
4.1 Demografi Responden………………………………………………… 15
4.2 Deskripsi Indikator Penyusun Tingkat Kerentanan Rumah Tangga…... 16
4.3 Proyeksi Tingkat Kerentanan Rumah Tangga Menggunakan Metode
Kuadran……………………………………………………………….. 17
4.4 Tingkat Kerentanan Menggunakan Metode K-Rataan………………... 17
4.5 Tingkat Kerentanan Menggunakan Metode Fuzzy K-Rataan………….18
4.6 Tingkat Kerentanan Menggunakan Metode K-Medoid……………….. 19

4.7 Penilaian Kebaikan Metode Penggerombolan………………………… 19
5 SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………… 21
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 21
LAMPIRAN …………………………………………………………………….. 24
RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………………... 53

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Profil tingkat kerentanan……………………………………………………… 5
Metode penarikan contoh berlapis ganda…………………………………….10
Indikator penyusun tingkat kerentanan……………………………………… 11
Perbedaan metode penggerombolan analisis gerombol…………….............. 14
Pengelompokan social economy status (SES)………………………………. 16
Kebaikan metode penggerombolan tingkat kerentanan…………….............. 20
Persentase salah klasifikasi penggerombolan……………………………….. 20

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Ilustrasi konsep kerentanan, selang toleransi dan adaptasi ………………… 5
Tingkat kerentanan menggunakan metode kuadran ………………………... 6
Fungsi keanggotaan metode k-rataan ………………………………………. 8
Fungsi keanggotaan (kurva S) metode fuzzy k-rataan ……………............... 8
Bagan alir analisis data …………………………………………………… 14
Demografi responden……………............................................................... 15
Proporsi anggota tingkat kerentanan rumah tangga metode k-rataan …….. 17
Proporsi anggota tingkat kerentanan rumah tangga metode fuzzy k-rataan. 18
Proporsi anggota tingkat kerentanan rumah tangga metode k-medoid …… 19

DAFTAR LAMPIRAN
1. Diagram kotak garis indikator tingkat kerentanan rumah tangga di DAS
Citarum ………………………………….....................................................
2. Diagram kotak garis indikator tingkat kerentanan rumah tangga di hulu,
tengah dan hilir DAS Citarum ………………………..................................
3. Nilai korelasi antar indikator …………………………………………........
4. Keluaran regresi logistik ordinal ……………...............................................
5. Proyeksi hasil penggerombolan menggunakan metode kuadran ………......
6. Proyeksi dua dimensi hasil penggerombolan ……………............................
7. Pusat gerombol metode metode hierarki dengan 3 faktor tingkat
kerentanan rumah tangga ……………………………………………..........
8. Proporsi pusat gerombol metode metode k-rataan dengan 17 indikator……
9. Pusat gerombol metode metode fuzzy k-rataan dengan 17 indikator……....
10 Pusat gerombol metode metode k-medoid dengan 17 indikator…………....
11 Pusat gerombol metode metode k-rataan dengan 14 indikator…………......
12 Pusat gerombol metode metode fuzzy k-rataan dengan 14 indikator……....
13 Pusat gerombol metode metode k-medoid dengan 14 indikator…………....
14 Proporsi anggota tingkat kerentanan rumah tangga setiap daerah……….....
15 Jarak rerata objek ke pusat gerombol metode hierarki dengan 3 faktor…....
16 Jarak rerata objek ke pusat gerombol metode k-rataan dengan 17
indikator………………………………………………………………….....
17 Jarak rerata objek ke pusat gerombol metode fuzzy k-rataan dengan 17
indikator ……………………………………………………………………
18 Jarak rerata objek ke pusat gerombol metode k-medoid dengan 17
indikator…………………………………………………………………….
19 Jarak rerata objek ke pusat gerombol metode k-rataan dengan 14
indikator.........................................................................................................
20 Jarak rerata objek ke pusat gerombol metode fuzzy k-rataan dengan 14
indikator………………………………………………………………….....
21 Jarak rerata objek ke pusat gerombol metode k-medoid dengan 14
indikator…………………………………………………………………….
22 Salah klasifikasi metode penggerombolan…………………………………
23 Profil indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga sangat rendah..
24 Profil indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga rendah………
25 Profil indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga sedang ……...
26 Profil indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga tinggi………..
27 Profil indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga sangat tinggi...
28 Sintaks metode fuzzy k-rataan menggunakan perangkat lunak Mathlab.......
29 Sintaks metode k--medoid menggunakan perangkat lunak R…………........

24
24
26
28
29
30
31
31
32
33
34
34
35
36
37
37
38
38
38
39
39
40
42
44
46
48
50
52
52

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanasan global berkaitan erat dengan peningkatan gas rumah kaca
(GRK) di atmosfer. GRK telah mengalami peningkatan secara signifikan dalam
beberapa dekade terakhir. Sumber utama emisi GRK berasal dari dominasi
penggunaan bahan bakar fosil pada berbagai aktifitas manusia seperti pada sektor
industri, energi dan transportasi juga masalah penurunan luasan dan kualitas hutan,
alih fungsi lahan pertanian serta buruknya pengelolaan limbah dan sampah.
Pemanasan global merupakan salah satu penyebab terjadinya perubahan iklim
yang ditandai dengan terjadinya perubahan pola dan curah hujan, peningkatan
frekuensi serta intensitas cuaca ekstrim seperti badai, banjir dan kekeringan (IPCC
2007). Perubahan iklim memberi dampak yang cukup signifikan terhadap
kehidupan manusia, ekosistem dan sistem kehidupan lainnya.
Di wilayah pesisir DAS Citarum, kenaikan permukaan air laut telah
menyebabkan masalah salinitas yang mengganggu persediaan air bersih dan banjir
rob yang mengakibatkan rusaknya ekosistem pantai yang menjadi sumber mata
pencaharian masyarakat di pesisir. Secara umum, perubahan pola dan curah hujan
telah mempengaruhi pola dan intensitas tanam, menurunkan jumlah panen dan
hasil tangkapan ikan, meningkatkan serangan hama penyakit dan lain sebagainya.
Peningkatan intensitas bencana banjir diprediksi meningkatkan jumlah penderita
penyakit menular terutama jenis dan vektor penyakit yang dibawa air seperti
demam berdarah, malaria dan diare. Bencana banjir juga menyebabkan terjadinya
kehilangan potensi pendapatan karena masyarakat menjadi tidak produktif.
Besaran dampak perubahan iklim sangat bergantung pada tingkat
kerentanan masyarakat sehingga dibutuhkan kajian mengenai tingkat kerentanan
masyarakat untuk membantu menyusun rencana strategi dan aksi adaptasi
menghadapi dampak keragaman dan perubahan iklim baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Metode pengukuran tingkat kerentanan sangat beragam
tergantung tujuan dan ruang lingkup penelitiannya (Olmos 2001; Fussel 2007). Di
Indonesia, penelitian tentang tingkat kerentanan masyarakat yang tinggal di
sekitar DAS telah dilakukan, diantaranya di DAS Ciliwung (Swandayani 2010), di
DAS Garang (Efendi 2012) dan di DAS Citarum (Boer et all. 2013). Pemetaan
tingkat kerentanan masyarakat di DAS Ciliwung dan DAS Garang menggunakan
proses hierarki analitik (PHA) dan sistem informasi geografis (GIS) serta
menjadikan desa sebagai objek penelitian.
Tingkat kerentanan masyarakat di DAS Citarum dikelompokkan
menggunakan analisis gerombol dengan metode hierarki menggunakan pautan
Ward dan menjadikan rumah tangga sebagai objek penelitian. Rumah tangga
merupakan unit produksi dan konsumsi terkecil di masyarakat yang perlu
diketahui tingkat kerentanannya (Boer et al. 2013). Tingkat kerentanan rumah
tangga merupakan informasi yang diperlukan untuk merancang program
pembangunan yang dapat merespon dampak perubahan iklim. Tingkat kerentanan
masyarakat di DAS Citarum disusun dari indikator penyusun faktor dan setiap
indikator diberi bobot yang besarnya ditetapkan menggunakan penilaian pakar.

2

Penilaian pakar memiliki kelemahan diantaranya bersifat subjektif dan dalam
prosesnya membutuhkan lebih banyak waktu serta biaya.
Pengelompokan kerentanan rumah tangga dapat dilakukan secara langsung
menggunakan indikator penyusun tingkat kerentanan untuk mengatasi kelemahan
pemberian bobot indikator menggunakan sistem pakar. Pengelompokan dilakukan
menggunakan analisis gerombol dengan metode k-rataan, fuzzy k-rataan dan kmedoid. Nengsih (2010) berhasil melakukan pengelompokan daerah tertinggal di
Indonesia menggunakan analisis gerombol dengan metode k-rataan dan fuzzy krataan. Sebelumnya, Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal
Republik Indonesia (KNPDT) melakukan pengelompokan daerah tertinggal
berdasarkan rataan terboboti dari indikator yang diukur. Nengsih (2010)
menggunakan analisis gerombol untuk mengatasi masalah subjektifitas dalam
penentuan bobot indikator serta mengatasi pengaruh data pencilan terhadap hasil
pengelompokan rataan terboboti.
Tujuan analisis gerombol adalah meminimumkan keragaman objek didalam
gerombol (Johnson & Wichern 2007). Pada analisis gerombol, metode tak hierarki
digunakan jika jumlah gerombol yang akan dibentuk telah ditetapkan sebelumnya.
Ross (2004) membagi cara mengalokasikan objek ke dalam gerombol menjadi
cara tegas (hard) dan cara fuzzy (fuzzy). Cara tegas menyatakan secara tegas
bahwa objek sebagai anggota gerombol tertentu dan tidak menjadi anggota
gerombol lainnya, sedangkan cara fuzzy menyatakan masing-masing objek
diberikan nilai kemungkinan pada setiap gerombol yang telah ditentukan
sebelumnya. Cara tegas diakomodasi oleh metode k-rataan, k-medoid, k-median
dan lain-lain. Sedangkan cara fuzzy diakomodasi oleh metode fuzzy k-rataan,
fuzzy k-medoid dan lain-lain.
Pada data yang mengandung pencilan, metode k-rataan menghasilkan salah
klasifikasi yang cukup tinggi karena pusat gerombolnya menggunakan rataan
yang akan bergeser akibat adanya pencilan (Kaufman & Rousseeuw 1990). Salah
satu statistik yang kekar terhadap pencilan adalah median sehingga berkembang
metode k-median dan k-medoid sebagai metode penggerombolan alternatif. Kmedoid adalah salah satu teknik penggerombolan yang mirip dengan k-rataan,
perbedaannya terletak pada pemilihan objek sebagai pusat gerombol.

1.2 Tujuan Penelitian
1.

2.

3.

Membandingkan efektifitas penggunaan analisis gerombol metode k-rataan,
metode fuzzy k-rataan dan metode k-medoid pada analisis tingkat
kerentanan rumah tangga terhadap perubahan iklim
Menerapkan penggunaan analisis gerombol untuk mengatasi masalah
subjektifitas pada proses pemberian bobot indikator penyusun tingkat
kerentanan rumah tangga yang dilakukan dengan sistem pakar
Menerapkan penggunaan analisis gerombol untuk mengatasi masalah
inefisiensi waktu dan biaya pada proses pembobotan indikator penyusun
tingkat kerentanan rumah tangga dengan sistem pakar

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DAS Citarum
DAS merupakan kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang
menampung, menyimpan, dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke
sungai utama yang bermuara di danau atau lautan, pemisah topografis dapat
berupa punggung bukit dan pemisah bawah berupa batuan (UU PSDA 2004).
DAS Citarum merupakan sungai terpanjang dan terbesar di Provinsi Jawa Barat,
bersumber di kaki Gunung Wayang pada ketinggian ± 2.198 m di atas permukaan
laut. Sungai Citarum bermuara di pesisir Kabupaten Karawang dengan panjang
sungai sekitar 245 km (Hasan 2011). DAS Citarum memiliki luas sekitar 6.600
km2 dan Institutional Strengthening for Integrated Water Resources Management
in 6 Ci’s River Basin Territory dalam Hasan (2011) mencatat DAS Citarum
merupakan tumpuan bagi 14.014.852 penduduk yang tinggal di sekitarnya.
Tiga waduk besar di DAS Citarum yaitu saguling, cirata dan juanda
dimanfaatkan untuk sumber bahan baku air minum termasuk untuk Jawa Barat
dan DKI Jakarta juga sebagai pembangkit listrik tenaga air. Selain itu, sumber air
citarum merupakan sumber air irigasi utama untuk pertanian, industri, pariwisata
dan sarana olahraga air di sekitar DAS. DAS Citarum juga berperan sebagai
penyedia air bagi Daerah Irigasi Jatiluhur seluas ± 240.000 ha dan memberikan
kontribusi besar terhadap produksi beras Jawa Barat yang memiliki proporsi
kontribusi sebesar 17% terhadap produksi beras nasional. Beban DAS Citarum
meningkat seiring pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi disekitarnya
ditambah kerusakan kondisi lingkungan memberi dampak potensi bencana di
sekitar sungai (Hasan 2011).
Berdasarkan studi 6 Ci, 38.7 persen wilayah DAS Citarum berada dalam
kondisi kritis terutama di daerah hulu disebabkan rusaknya kawasan hutan akibat
penebangan liar, kegiatan pertanian rakyat yang tidak sesuai dengan ketentuan
konservasi dan alih fungsi lahan menjadi pemukiman. Hal ini berdampak pada
tingginya runoff, tingkat erosi lahan dan menurunnya resapan air untuk mengisi
air tanah. Yusuf (2010) dalam Hasan (2011) menyimpulkan bahwa potensi beban
pencemaran industri dan rumah tangga sebagian besar juga berada di daerah hulu.
Lebih dari 1.000 industri berada di sekitar DAS Citarum dan 542 industri
berpotensi membuang limbah cair ke sungai, 396 industri diantaranya adalah
industri tekstil. Tingginya beban pencemaran yang tidak dikelola secara baik
memicu menurunkan status mutu air Sungai Citarum dalam kondisi tercemar berat
(BPLHD Jabar 2009).

2.2 Perubahan Iklim
Iklim adalah kondisi cuaca rerata di suatu area dalam periode tertentu
biasanya sekitar 30 tahun. Peubah-peubah iklim mencakup suhu udara,
kelembapan dan tekanan udara, radiasi sinar matahari, curah hujan, kecepatan
angin dan arah angin. Perubahan iklim berkaitan dengan setiap perubahan pada
iklim baik yang disebabkan oleh keragaman alamiah maupun sebagai akibat dari

4

kegiatan manusia (IPCC 2007). Indonesia lebih rentan terkena dampak keragaman
dan perubahan iklim disebabkan karena aspek lokasi geografis, topografi dan
sosial ekonominya. Fenomena El Nino dan La Nina (ENSO) sama halnya seperti
kondisi cuaca ekstrim secara historis memberi dampak serius yang berpengaruh
luas terhadap sektor sosial ekonomi. Kejadian El Nino semakin sering terjadi
seperti anomali suhu global yang berhubungan dengan setiap El Nino juga
meningkat (Boer et al. 2009).
DAS Citarum memiliki iklim tropis monsun dengan suhu dan kelembapan
udara relatif konstan sepanjang tahun. Pada iklim tropis monsun terjadi dua
musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada musim hujan, kerusakan di
daerah hulu memicu tingginya debit puncak banjir dan erosi tanah hingga ke hilir
telah menurunkan kapasitas sungai untuk menampung debit banjir sehingga
sungai meluap ketika banjir. Genangan banjir menyebabkan penduduk kesulitan
mengakses air bersih dan menimbulkan dampak penyakit seperti diare, penyakit
kulit dan mata. Bencana banjir juga melumpuhkan aktifitas dan perekonomian
penduduk serta menimbulkan kerugian akibat rusaknya infrastruktur di daerah
banjir. Selain itu, banjir juga disebabkan karena menurunnya resapan air yang
dimusim kemarau juga menimbulkan kekeringan.
Bencana yang timbul berdampak pada masyarakat yang tinggal di sekitar
DAS Citarum terutama masyarakat yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Ketika terjadi kekeringan, petani di sekitar DAS Citarum harus menambah biaya
produksi untuk mendapatkan air untuk mengairi lahan pertanian sedangkan ketika
banjir menggenangi lahan pertaniannya petani mengalami keruguan karena gagal
panen.

2.3 Kerentanan
Dalam konteks perubahan iklim, konsep kerentanan yang paling sering
digunakan adalah konsep kerentanan dari laporan The Intergovermental Panel on
Climate Change. Kerentanan didefinisikan sebagai ‘derajat atau tingkat sebuah
sistem rentan atau tidak dapat mampu mengatasi dampak perubahan iklim
termasuk keragaman dan keekstriman iklim’. Kerentanan dalam konteks sosial
merupakan fungsi karakter, intensitas dan tingkat keragaman iklim dimana sebuah
sistem mengalami keterpaparan (E), sensitifitas (S) dan kemampuan adaptif (AC)
sistem tersebut (IPCC 2001). Kerentanan dalam konteks ini dapat dirumuskan
dengan persamaan berikut:
V = f ( E, S, AC )

5

Gambar 1 Ilustrasi konsep kerentanan, selang toleransi dan adaptasi (Jones
et al. 2004)
Keterpaparan adalah tingkat atau derajat sebuah sistem mengalami tekanan
lingkungan atau sosial-politik (Adger 2006). Tekanan lingkungan dapat berupa
bencana banjir, kekeringan atau bencana lain terkait iklim. IPCC (2001) dalam
Adger (2006) mendefinisikan sensitifitas sebagai ‘tingkat atau derajat sebuah
sistem terpengaruh baik oleh stimulus yang berhubungan dengan iklim yang
memberi dampak merugikan atau bermanfaat’. Dampak yang terjadi mungkin
secara langsung atau tidak langsung. Sensitifitas bersifat internal dan ditentukan
oleh kondisi lingkungan dan masyarakat (Turner II et al. 2003). Kemampuan
adaptif didefinisikan oleh IPCC (2007) sebagai ‘kemampuan sebuah sistem untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim termasuk keragaman dan
keekstriman iklim untuk mengurangi kerusakan potensial, mengambil keuntungan
dari kesempatan atau untuk mengatasi dampak perubahan iklim’. Kemampuan
adaptif meliputi penyesuaian perilaku, sumber daya alam maupun teknologi.
Jones et al. (2004) menyatakan suatu sistem menjadi rentan terhadap
perubahan atau gangguan jika intensitas perubahan atau gangguan sudah melewati
selang toleransi sistem tersebut (Gambar 2.1). Jika perubahan iklim sudah
melewati batas kemampuan sistem untuk mengatasi dampak perubahan iklim
(coping range) maka perubahan tersebut akan menimbulkan dampak negatif yang
menimbulkan kerugian. Tingkat perubahan suatu resiko menjadi dampak yang
berbahaya disebut juga sebagai batas ambang kritis atau critical threshold (Parry
1996). Jika selang toleransi tidak dapat diperlebar, maka sistem tersebut akan
semakin rentan karena kejadian iklim yang melewati selang toleransi akan lebih
sering terjadi. Upaya adaptasi dilakukan agar kerentanan suatu sistem dapat
dikurangi atau selang toleransi dapat diperlebar dan untuk menurunkan tingkat
kerentanan dengan menurunkan tingkat keterpaparan dan sensitifitas serta
meningkatkan kemampuan adaptif.

Tipe
5
4
3
2
1

Tabel 1 Profil tingkat kerentanan
Tingkat kerentanan
IKS
Sangat tinggi
Tinggi
Tinggi
Rendah
Sedang
Sedang
Rendah
Tinggi
Sangat rendah
Rendah

IKA
Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Tinggi

6

IKS Tinggi

Tipe5 / Sangat rentan

IKA Rendah

Tipe 4 / Rentan

Tipe 2 / Tidak rentan

Tipe 3 /
Sedang

IKA Tinggi

Tipe 1 / Sangat tidak
rentan

IKS Rendah

Gambar 2 Tingkat kerentanan menggunakan metode kuadran (Boer et al. 2013)
Untuk menilai profil kerentanan suatu sistem tertentu, semua indikator harus
diintegrasikan ke dalam sebuah indeks yang disebut indeks kerentanan. Terdapat
sejumlah pendekatan untuk mengembangkan indeks kerentanan berdasarkan
indikator yang ditetapkan. Beberapa pendekatan memberikan bobot untuk setiap
indikator tergantung tingkat kepentingan indikator dalam membentuk kerentanan.
Indikator yang memiliki arah yang sama dalam mempengaruhi kerentanan dapat
dikelompokkan menjadi satu indeks, misalnya indikator yang mewakili tingkat
keterpaparan dan sensitifitas akan mempengaruhi peningkatan kerentanan.
Semakin tinggi tingkat keterpaparan dan sensitifitas, semakin tinggi pula tingkat
kerentanan. Sebaliknya, indikator yang mewakili kemampuan adaptif akan
berkontribusi pada penurunan kerentanan.
Indikator yang mewakili tingkat keterpaparan dan sensitifitas dapat
digabungkan kemudian disebut indeks keterpaparan dan sensitifitas (IKS)
sedangkan indikator yang menggambarkan kemampuan adaptif digabungkan ke
indeks kemampuan adaptif (IKA). Formula untuk menghitung indeks adalah
sebagai berikut :
���
�� ∶
� � dan ��� ∶
=1
=1
dengan i, j merepresentasikan objek ke-i dan indikator ke-j serta w adalah nilai
bobot untuk indikator (Boer et al. 2013).
Profil kerentanan sebuah sistem dapat digambarkan menggunakan kuadran
seperti pada Gambar 2.2. Pada kuadran ini, objek (seperti rumah tangga) dapat
dikelompokkan menjadi lima tipe seperti pada Tabel 2.1. Terdapat dua tipe yang
ekstrim yaitu tipe 5 yang memiliki indeks kemampuan adaptif rendah serta indeks
keterpaparan dan sensitifitas tinggi yang menjadi paling rentan, sementara tipe 1
memiliki indeks kemampuan adaptif tinggi dengan indeks keterpaparan dan
sensitifitas rendah menjadi yang paling tidak rentan. Pendekatan lain untuk
menggambarkan profil kerentanan adalah menggunakan analisis gerombol. Indeks
digunakan untuk menentukan tingkat keterpaparan, sensitifitas dan kemampuan
adaptif sebelum dilakukan analisis gerombol (Lüdeke et al. 2007).

7

2.4 Teori Himpunan Fuzzy
Teori himpunan fuzzy merupakan kerangka matematis yang digunakan
untuk
menggambarkan
ketidakpastian,
ketidakjelasan,
ketidaktepatan,
kekuranginformasian dan kebenaran parsial (Zadeh 1965). Masalah
ketidaktepatan sesuai dengan pola pikir manusia yang bersifat relatif. Konsep
himpunan fuzzy sejalan dengan himpunan tegas, namun tingkat keanggotaan
himpunan fuzzy bersifat kontinu. Misalkan diketahui sebuah himpunan � =
dengan k = 1, 2,.., n. Suatu himpunan fuzzy dalam X didefinisikan sebagai tingkat
keanggotaan (uik) yang berasosiasi dengan setiap
pada interval [0,1] dengan i =
1, 2,..., c adalah banyaknya himpunan. Nilai uik menerangkan tingkat keanggotaan
, semakin mendekati nilai satu maka semakin tinggi tingkat keanggotaan .
Himpunan fuzzy dalam gerombol berperan sebagai pembentukan tingkat
keanggotaan dari setiap objek atau data dalam gerombol.

2.5 Analisis Gerombol K-Rataan
Pengalokasian kembali suatu objek kedalam masing-masing pada metode krataan berdasarkan pada perbandingan jarak antara objek dengan setiap pusat
gerombol yang ada. Objek dialokasikan ulang secara tegas ke dalam gerombol
yang pusat gerombolnya memiliki jarak terdekat dengan objek tersebut
(Miyamoto et al. 2008; Ross 2004). Pengalokasian objek ke dalam gerombol
dirumuskan sebagai berikut:
1,
= min⁡
{ ( , )}
=
0, lainnya
dengan ( , ) adalah jarak antara objek ke-k terhadap pusat gerombol ke-i.
Metode k-rataan bertujuan untuk meminimumkan jumlah kuadrat galatnya atau
fungsi tujuan yang dirumuskan sebagai berikut :


=1(



=

(

)2

=1 =1
1

dan j=1,2,…p adalah jumlah
=

dengan
=
,
indikator atau dimensi data (Ding et all. 2004) .
)2 2

2.6 Analisis Gerombol Fuzzy K-Rataan
Pada partisi fuzzy, nilai keanggotaan suatu objek pada suatu gerombol
terletak pada interval 0,1 . Tujuan algoritma fuzzy k-rataan adalah menemukan
sehingga dapat meminimalisasi fungsi tujuan fuzzy k-rataan. Fungsi tujuan
dirumuskan sebagai berikut:
��

=

(

) (

)2

=1 =1

dengan > 1 adalah pembobot atau parameter fuzzifikasi tingkat keanggotaan
(Hoppner et al. 1999; Ross 2005; Aik & Zainuddin 2008). Duo et al. 2007
menyatakan bahwa matriks partisi fuzzy harus memenuhi syarat tiga kondisi yaitu

8

(i)
∈ 0,1 , (ii)
= 1 dan (iii) 0 < =1
<
untuk ∀∈
=1
1, 2, … , . Keunggulan melakukan penggerombolan dengan fuzzy adalah
mendapatkan hasil penggerombolan yang baik bagi objek-objek yang tersebar
tidak teratur dan merupakan metode yang kekar karena pusat gerombol dan hasil
penggerombolan tidak berubah jika ada data baru yang ekstrim (Klawonn &
Hoppner 2001).

2.7 Fungsi Keanggotaan Fuzzy K-Rataan

Objek akan menjadi salah satu anggota gerombol berdasarkan fungsi
keanggotaannya. Sebagai contoh, diberikan satu gugus objek berdimensi satu.
Misalkan teridentifikasi dua gerombol yaitu gerombol A dan gerombol B. Pada
algoritma k-rataan, fungsi keanggotaan dinyatakan secara tegas untuk masuk ke
dalam kelompok tertentu seperti pada Gambar 2.4. Sebuah objek pada algoritma
metode fuzzy k-rataan tidak secara tegas dinyatakan menjadi anggota sebuah
gerombol. Gambar 2.5 menggambarkan kurva fungsi keanggotaan berbentuk
sigmoid (S) untuk menyatakan bahwa setiap objek dapat menjadi anggota
beberapa gerombol dengan nilai tingkat keanggotaan berbeda.

Gambar 3 Fungsi keanggotaan metode k-rataan

Gambar 4 Fungsi keanggotaan (kurva S) metode fuzzy k-rataan
Cara menentukan objek untuk masuk ke dalam gerombol adalah dengan
menggunakan nilai keanggotaan objek. Jika suatu objek mempunyai nilai
keanggotaan terbesar pada salah satu gerombol, maka objek tersebut akan
cenderung menjadi anggota gerombol tersebut. Misalkan objek 1 mempunyai
nilai keanggotaan pada gerombol A sebesar 0.8 dan pada gerombol B sebesar 0.2

9

maka nilai keanggotaan terbesar ada di gerombol A sehingga objek
cenderung untuk menjadi anggota gerombol A.

1

lebih

2.8 Analisis Gerombol K-Medoid
Medoid adalah sebuah objek dari sebuah gerombol yang mempunyai
rerata jarak terkecil ke objek lainnya atau objek yang terletak di tengah-tengah
gugus data. Metode ini lebih kekar dibandingkan metode K-Rataan karena
menggunakan objek yang terletak di tengah gerombol (Kaufman & Rousseuw
1990). Algoritma yang sering digunakan dalam metode K-Medoid adalah
partitioning around medoids (PAM). Misalkan 1 , 2 , … , adalah segugus data
dengan d indikator, jarak antara
objek ke-k dan objek ke-l adalah
=
dengan k ≠ l. Pada pemilihan medoid awal,
didefinisikan sebagai
,
indikator biner 0 dan 1 dengan y = 1 jika dan hanya jika objek ke-k (k = 1, 2,…, n)
dipilih sebagai medoid awal. Penempatan setiap objek ke-l ke salah satu medoid
awal dapat ditulis sebagai
dan
didefinisikan sebagai indikator biner 0 dan
1. Tingkat keanggotaan
bernilai 1 jika dan hanya jika objek ke-l ditempatkan
ke gerombol dengan medoid awal adalah objek ke-k.
Vinod (1969) dalam Kaufman & Rousseuw (1990) menemukan model
optimasi K-Medoid yang ditulis sebagai berikut :
=1

=1

dengan =1
= 1 untuk l = 1, 2,…, n menyatakan bahwa setiap objek l harus
ditempatkan hanya pada satu medoid awal,

dengan k, l=1, 2,…, n.
= dengan c adalah jumlah gerombol menyatakan bahwa hanya ada
=1
sebanyak c objek yang dipilih sebagai medoid.
untuk l = 1, 2,…, n dan
=1
,
∈ {0,1} untuk k, l = 1, 2,…, n berimplikasi bahwa untuk suatu l maka
akan bernilai 1 atau 0. Gerombol akan terbentuk dengan menempatkan setiap
objek ke medoid awal terdekat. Jarak antara objek ke l dan medoid awal
didefinisikan sebagai

=1

sedangkan total jarak didefinisikan sebagai

=1 =1

karena semua objek harus ditempatkan ke medoid yang terdekat. Dalam metode
ini, fungsi total jarak merupakan fungsi objektif yang harus diminimalkan.

10

3 METODE PENELITIAN
3.1 Data
Data yang digunakan adalah hasil survei penelitian berjudul Penilaian
Kerentanan Rumah Tangga Terhadap Variasi Iklim dan Perubahannya di DAS
Citarum yang dilakukan CCROM IPB bersama Asian Development Bank (ADB)
dan AECOM dalam Paket E, TA ADB 7189. Survei diselenggarakan pada 20-26
April 2012. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik survei menggunakan
panduan kuesioner terstruktur. Tabel 3.1 menjelaskan bahwa penentuan desa yang
disurvei diperoleh dari metode penarikan contoh berlapis sedangkan objek rumah
tangga diambil menggunakan metode penarikan contoh purposif. Tabel 3.2
memberi informasi mengenai indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat
kerentanan rumah tangga, setiap indikator diberi bobot yang besarnya ditetapkan
menggunakan penilaian pakar. Hal yang mendasari pertimbangan pemberian
bobot adalah besarnya pengaruh indikator terhadap tingkat kerentanan rumah
tangga. Skala data indikator berupa data interval dengan rentang antara 0 hingga 1.

Tabel 2 Metode penarikan contoh bertingkat berlapis ganda
DAS
Citarum

Kabupaten

Desa

Derwati
Babakan Ciamis
Lampegan
Margahayu Selatan
Kab. Bandung Cikawao
HULU
Andir
Sukamaju
Batujajar Barat
Kab. Bandung
Selacau
Barat
Citapen
Wanakerta
Cilangkap
Kab.
TENGAH
Kembang Kuning
Purwakarta
Sindang Kasih
Raharja
Pantai Bahagia
Kertasari
HILIR
Kab Bekasi
Pantai Sederhana
Jayalaksana
Bantarjaya
Total
Kota Bandung

Tingkat
Kerentanan
Sedang
Sangat rentan
Rendah
Sangat rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Sangat rendah
Rendah
Sangat tinggi
Tinggi
Sangat tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
Tinggi
Rendah
Sangat tinggi
Sedang
Sangat rendah

Jumlah
Responden
28
32
32
32
32
31
32
32
32
32
32
32
31
32
32
23
32
32
32
32
625

11

Tabel 3 Indikator penyusun tingkat kerentanan
Faktor

Keterpaparan

Sensitifitas

X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
X10

X11
X12
X13
Kemampuan X14
Adaptif
X15
X16
X17
3.2 Metode Analisis

Indikator
Bobot
Keterpaparan-Rumah
0.10
Keterpaparan-Lahan Pertanian
0.40
Keterpaparan-Pendapatan Pertanian Lainnya
0.30
Keterpaparan-Aset Bergerak
0.10
Keterpaparan-Aset Tidak Bergerak
0.10
Selisih Pengeluaran terhadap Pendapatan
0.24
Tabungan
0.29
Keamanan
0.05
Sumber Air untuk Keluarga
0.19
Akses Air Bersih ketika terjadi Bencana
0.10
Banjir/Kekeringan
Sumber Air untuk Pertanian
0.14
Asal Penduduk
0.05
Modal Sosial
0.20
Solidaritas Penduduk
0.20
Konektifitas
0.05

Tahapan analisis data tingkat kerentanan rumah tangga di DAS Citarum
disajikan pada gambar Gambar 3.1.
1. Tahapan analisis demografi responden
Data demografi responden disajikan menggunakan histogram. Demografi
responden terdiri dari peubah jenis kelamin, status pernikahan dan status sosial
ekonomi responden.
2. Menghitung indeks indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga
Tahapan analisis data untuk menghitung indeks setiap indikator penyusun
tingkat kerentanan dapat dilihat pada (Boer et al. 2013).
3.
Tahapan eksplorasi data indeks indikator penyusun tingkat kerentanan
Tahapan analisis data dimulai dengan melakukan eksplorasi data
menggunakan diagram kotak garis (boxplot) dan pemeriksaan korelasi antar
indikator. Eksplorasi data digunakan untuk memastikan bahwa data berasal dari
populasi tunggal, sebaran data simetris dan tidak terdapat data ekstrim atau
pencilan didalamnya. Diagram kotak garis diperkenalkan oleh J. F Tukey dan
digunakan untuk memeriksa kesimetrisan data serta mendeteksi adanya pencilan
setelah data dipastikan berasal dari populasi tunggal (Saefuddin et all, 2009).
Hasil eksplorasi menggunakan diagram kotak garis disajikan di Lampiran 1.
Pemeriksaan korelasi antar peubah dilakukan karena dalam melakukan
penggerombolan digunakan jarak euclid. Jarak euclid dapat digunakan jika
hubungan antar peubah saling bebas (ortogonal). Pemeriksaan kebebasan antar

12

peubah dilakukan dengan menghitung nilai korelasi antar peubah. Pada penelitian
ini, korelasi antar peubah dikatakan tidak kuat atau saling bebas jika nilai
korelasinya berada di antara nilai -0.75 hingga 0.75 dan sebaliknya hubungan
antar peubah dinyatakan memiliki korelasi yang kuat. Jika hubungan antar peubah
memiliki korelasi yang kuat, perlu dilakukan transformasi menggunakan analisis
komponen utama yang mampu menghasilkan komponen utama yang saling
ortogonal sehingga informasi yang dimiliki tumpang tindih (Johnson & Wichern
2007). Hasil pemeriksaan korelasi antar indikator disajikan di Lampiran 3.
4. Analisis regresi logistik ordinal
Pengelompokan tingkat kerentanan rumah tangga diaplikasikan untuk dua
gugus data. Gugus data pertama berisi 17 indikator penyusun tingkat kerentanan
sedangkan gugus kedua berisi sejumlah indikator yang jumlahnya telah
mengalami penyesuaian. Penyesuaian jumlah indikator pada gugus kedua
dilakukan dengan memeriksa pengaruh indikator terhadap gerombol hasil
pengelompokan menggunakan metode hierarki (Boer et all, 2013). Pemeriksaan
pengaruh indikator terhadap hasil pengelompokan dilakukan dengan
menggunakan analisis regresi logistik. Peubah respon pada analisis regresi logistik
ordinal adalah gerombol hasil metode hierarki dan peubah bebasnya adalah
indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga.
Model regresi logistik ordinal merupakan prosedur pemodelan yang
diterapkan untuk memodelkan peubah respon Y yang tipe datanya merupakan
data ordinal terhadap satu atau lebih peubah bebas X yang tipe datanya
merupakan data kategorik atau kontinu (Agresti 1996). Beberapa asumsi dalam
regresi logistik adalah tidak terdapat asumsi normalitas pada peubah bebas dan
distribusi respon pada peubah respon diharapkan tidak linier. Keluaran regresi
logistik ordinal disajikan di Lampiran 4.
5. Analisis gerombol k-rataan, fuzzy k-rataan dan k-medoid
Algoritma penggerombolan k-rataan (Ross 2004) adalah:
1) Menentukan jumlah gerombol yang akan dibentuk (2 ≤ c ≤ n)
2) Inisialisasi awal matriks 0 yang ditetapkan secara bebas
3) Menghitung pusat gerombol ( ) dengan persamaan dibawah :
=

=1
=1

4)

5)

1)
2)
3)

4)

Perbaharui matriks U dengan
( )
untuk setiap ∈
1,
= min
( +1)
=
0, lainnya
dengan r = 1, 2,… adalah proses iterasi
Bandingkan nilai keanggotaan dalam matriks U, jika ( −1) = ( ) maka
iterasi dihentikan. Sebaliknya, kembali ke langkah 3.
Algoritma penggerombolan fuzzy k-rataan (Panchal et al. 2009):
Menentukan jumlah gerombol yang ingin dibuat yaitu c, 2 ≤ ≤
Menentukan tingkat keanggotaan hasil penggerombolan (m)
Inisialisasi matriks 0 yang ditetapkan dengan tiga kondisi yaitu

0,1 , =1
= 1 , 0 < =1
< untuk ∀ ∈ 1,2, … , . Setiap
langkah pada algoritma ini akan diberi label r, dengan = 0, 1, 2, …
Menghitung pusat gerombol (
) untuk setiap langkah menggunakan
persamaan:

13

=

=1
=1

5)

Memperbaharui anggota matriks U pada langkah ke-r menggunakan
persamaan berikut :
( )
( +1)

=

( )

2

( −1)

−1

=1

Membandingkan nilai keanggotaan dalam matriks U. Jika ∆< � maka
algoritma sudah konvergen dan iterasi dihentikan. Jika tidak maka kembali
=
( +1 − ) dan � adalah
ke langkah 3 dengan ∆=
{ },
nilai positif yang sangat kecil.
Algoritma penggerombolan k-medoid adalah:
1) Menentukan jumlah gerombol yang akan dibentuk (2 ≤ c ≤ n)
2) Menentukan k objek sebagai medoid
3) Alokasi setiap objek kesuatu gerombol yang memiliki jarak terdekat dengan
medoid gerombol tersebut
4) Mencari objek lain yang lebih baik sebagai medoid dengan membandingkan
semua pasangan objek medoid dan yang bukan medoid. Objek yang baik
memiliki jarak rataan terkecil ke semua objek
5) Mengulangi langkah 3 dan 4 sampai tidak ada perubahan medoid.
Perbedaan antara ketiga metode penggerombolan tingkat kerentanan rumah
tangga disajikan di Tabel 3.3. Setelah dilakukan penggerombolan, diperoleh
keluaran sebanyak lima kelompok yang berisi rumah tangga di DAS Citarum.
Jumlah tingkat kerentanan (kelompok) yang dibentuk telah ditentukan
sebelumnya merujuk pada jumlah tingkat kerentanan rumah tangga menggunakan
analisis kuadran (Boer at all, 2012).
6.
Melakukan proyeksi dua dimensi
Untuk mengetahui tingkat kerentanan setiap kelompok dilakukan proyeksi
menggunakan kriteria pengurutan tingkat kerentanan menggunakan analisis
kuadran yang disajikan di Tabel 2.1. Hasil proyeksi menggunakan metode
kuadran ditampilkan di Lampiran 5. Semua metode penggerombolan
menghasilkan lima kelompok tingkat kerentanan rumah tangga kecuali hasil
penggerombolan pada gugus data kedua dengan metode fuzzy k-rataan. Proyeksi
dua dimensi hasil penggerombolan menggunakan k-rataan, fuzzy k-rataan dan kmedoid untuk kedua gugus data disajikan di Lampiran 6.
7.
Penilaian kebaikan metode penggerombolan
Tahapan penilaian kebaikan metode menggunakan empat kriteria kebaikan
penggerombolan yaitu rasio rerata jarak objek ke pusat gerombol, rasio
keragaman penggerombolan, minimum fungsi tujuan dan persentase salah
klasifikasi hasil penggerombolan. Pada kriteria pertama, rasio rerata jarak objek
kepusat gerombol dihitung dari rasio rerata jarak objek di luar gerombol dan
dalam gerombol. Rasio keragaman gerombol dapat dihitung dari rasio keragaman
di luar gerombol dengan keragaman dalam gerombol. Metode yang terbaik adalah
metode yang menghasilkan nilai rasio rerata jarak objek ke pusat gerombol dan
rasio keragaman yang lebih besar serta fungsi tujuan yang lebih kecil. Pada
kriteria persentase salah klasifikasi hasil penggerombolan, hasil penggerombolan
metode hierarki (Boer et al, 2013) digunakan sebagai tolok ukur. Metode

6)

14

Tabel 4 Perbedaan metode penggerombolan analisis gerombol
Metode

Hierarki

Pautan
Centroid
Fungsi keanggotaan
Ukuran kemiripan

Ward
Euclidian

K-Rataan
Rataan
Ada
Euclidian

Tak Hierarki
Fuzzy K-Rataan
Rataan
Ada
Euclidian

K-Medoid
Objek
Ada
Euclidian

penggerombolan yang menghasilkan anggota gerombol paling mirip dengan
anggota gerombol metode hierarki dianggap lebih baik.
Beberapa perangkat lunak berbeda digunakan untuk melakukan analisis
gerombol, Minitab digunakan untuk menganalisis metode k-rataan, Mathlab untuk
metode fuzzy k-rataan dan R untuk metode k-medoid. Sintaks analisis gerombol
disajikan di Lampiran 26.

Gambar 5 Bagan alir analisis data

15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Demografi Responden
Responden di DAS Citarum didominasi oleh responden laki-laki terutama di
Kabupaten Bandung Barat, sebagai pengecualian Kotamadya Bandung. Di
Kabupaten Bandung Barat, lebih banyak ditemui responden dengan status
menikah dibandingkan status sendiri dan janda/duda sedangkan di Kotamadya
Bandung proporsi rumah tangga yang memiliki orangtua tunggal paling banyak
lebih banyak ditemui daripada di daerah lain. DAS Citarum didominasi lulusan
SMP/sederajat dan SD/sederajat kecuali di Kotamadya Bandung sedangkan
kualitas pendidikan di Kotamadya Bandung dianggap lebih baik. Hal ini
disebabkan karena proporsi lulusan SD/sederajat dan yang tidak tamat SD paling
sedikit serta proporsi lulusan perguruan tinggi di Kotamadya Bandung paling
banyak namun sebaliknya terjadi di Kabupaten Bekasi. Deskripsi mengenai
demografi responden disajikan di Gambar 4.1.
Social Economy Status (SES) adalah salah satu cara mengelompokkan
keadaan sosial ekonomi keluarga dengan menghitung pengeluaran rumah tangga
rutin perbulan atau disebut. Tabel 4.1 menyajikan informasi mengenai SES yang
merupakan rilis Nielsen tahun 2010. Tingkat kesejahteraan rumah tangga di
Kotamadya Bandung dinilai lebih baik dari daerah lain karena memiliki proporsi
rumah tangga dengan SES A dan SES B lebih banyak. Sedangkan daerah yang
rumah tangganya pengeluaran per bulan kurang dari Rp 1.000.000 paling banyak
berada di daerah Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Bandung.
DAS Citarum
Bandung Kota
Bandung Barat
Bandung
Purwakarta
Bekasi

Jenis Kelamin
Perempuan

DAS Citarum
Bandung Kota
Bandung Barat
Bandung
Purwakarta
Bekasi

Status Pernikahan
Sendiri

Janda/duda
Laki-laki

Menikah

0.0%

25.0%

50.0%

75.0%

100.0%

0.0%

25.0%

50.0%

75.0%

DAS Citarum
Bandung Kota
Bandung Barat
Bandung
Purwakarta
Bekasi

SES

Tingkat Pendidikan
SES A

Perguruan Tinggi

SES B

Tidak tamat SD

100.0%

SES C1
SMU/Sederajat

SES C2
SMP/Sederajat

SES D

SD/Sederajat

0.0%

SES E
10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

0.0%

10.0%

Gambar 6 Demografi responden

20.0%

30.0%

40.0%

16

Tabel 5 Pengelompokan social economy status (SES)
SES
A
B
C1
C2
D
E

Pengeluaran per bulan
Lebih dari 3