Kajian Sistem Drainase Lapangan Olahraga Institut Pertanian Bogor

KAJIAN SISTEM DRAINASE LAPANGAN OLAHRAGA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

RIZAL ABUDZAR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Sistem Drainase
Lapangan Olahraga Institut Pertanian Bogor adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015
Rizal Abudzar
NIM F44100024

ABSTRAK
RIZAL ABUDZAR. Kajian Sistem Drainase Lapangan Olahraga Institut Pertanian
Bogor. Dibimbing oleh SUTOYO.
IPB merupakan salah satu perguruan tinggi di Indonesia. Lapangan olahraga
merupakan salah satu sarana penting yang harus dimiliki oleh suatu perguruan
tinggi untuk pengembangan mahasiswa. Lapangan olahraga IPB masih tergenang
air ketika hujan turun cukup deras. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis
penyebab terjadinya genangan dan menentukan metode penyelesaian masalah yang
paling tepat. Analisis dilakukan terhadap sistem drainase eksisting, karakteristik
tanah, serta topografi lapangan. Kapasitas drainase bawah permukaan lapangan
sepak bola dan lintasan atletik adalah 0.26 m3/dtk dan 0.13 m3/dtk dengan debit
buangan 1.88 m3/dtk dan 0.42 m3/dtk. Tanah penutup lapangan sepak bola IPB
merupakan tanah berpasir yang tergolong baik untuk dipergunakan dalam drainase
bawah permukaan dengan nilai konduktivitas hidrolik 0.08–2.09 cm/dtk. Tanah
lapangan sepak bola IPB pada kedalaman 20 cm merupakan tanah liat dengan nilai
konduktivitas hidrolik 0.00078–0.00388 cm/dtk. Nilai laju infiltrasi tanah lapangan

sepak bola mencapai 1.08–4.68 cm/jam. Kemiringan lahan lapangan sepak bola
arah utara ±0.06%, barat ±0.04%, timur ±0.05%, dan selatan ±0.02%. Genangan
yang terjadi di lapangan olahraga IPB dipengaruhi oleh laju infiltrasi tanah yang
nilainya lebih kecil dari curah hujan rencana 10 tahunan dan kapasitas sistem
drainase eksisiting yang kurang memadai.
Kata kunci: lapangan, drainase, tanah, olahraga, kemiringan

ABSTRACT
RIZAL ABUDZAR. Bogor Agricultural University’s Sports Field Drainage
System Study. Supervised by SUTOYO.
IPB is one of the universities in Indonesia. Sports field is one important means
that must be owned by a college for student development. IPB’s sport field still
flooded when it rained hard enough. The purpose of this study is to analyze the
causes of flooding and determine the method most appropriate to solve the problem.
Analysis was conducted on the condition of the existing drainage system, soil
characteristics, and topography field conditions. Subsurface drainage capacity
IPB’s football field and athletics track at 0.26 m3/sec and 0.13 m3/sec with effluent
discharge at 1.88 m3/sec and 0.42 m3/sec. IPB’s football field land cover is a kind
of sandy soil belonging either to be used in subsurface drainage with hydraulic
conductivity values 0.08-2.09 cm/sec. IPB’s football field soil at a depth 20 cm is a

clay with hydraulic conductivity values 0.00078–0.00388 cm/sec. The infiltration
rate of football field reaches 1.08–4.68 cm/h. The slope of football field to the north
±0.06%, ±0.05% west, ±0.05% east, and ±0.02% south. Inundation occurred in
IPB’s sports field influenced by soil infiltration rate whose value is smaller than
precipitation 10 year plan and eksisiting drainage system capacity inadequate.
Keywords: field, drainage, soil, sport, slope

KAJIAN SISTEM DRAINASE LAPANGAN OLAHRAGA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

Judul Skripsi: Kajian Sistem Drainase Lapangan Olahraga Institut Pertanian
Bogar
Nama

: Rizal Abudzar

NIM

: F441 00024

Disetujui oleh

Sutoyo, STP, M.Si
Dosen Pembimbing

MA r
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

� -·3- FEB 20li

-


�----

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ini ialah sistem
drainase, dengan judul Kajian Sistem Drainase Lapangan Olahraga Institut
Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh
keluarga, atas doa dan kasih sayangnya. Saya juga menyampaikan banyak
terimakasih kepada Sutoyo, STP, M.Si selaku dosen pembimbing dan Muhammad
Fauzan S.T., M.T serta Tri Sudibyo S.T., M.Sc selaku dosen penguji ujian skripsi
yang telah membantu dan membimbing dalam mensukseskan perampungan karya

ilmiah ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dodi, Ibu
Dahlia dan Bapak Rudi dari Staf dan Teknisi di Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan, para staf di ORSEN IPB, serta Ibu Ratna selaku sekertaris Tata Usaha
FATETA IPB. Tak lupa beragam rasa saya ucapkan kepada Fachri, Gumi, Ismat,
Titan, Rizky, Pipil sebagai teman yang telah menghambat dan membantu dalam
penyelesaian karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2015
Rizal Abudzar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN


ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Hujan dan Limpasan

2

Drainase

3

Drainase Lapangan Olahraga


3

Permeabilitas Tanah

3

METODE

4

Studi Literatur

4

Survey Lapangan

4

Bahan


4

Alat

4

Prosedur Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Deskripsi Lahan Penelitian

7

Pengukuran Topografi


9

Pengukuran Kemampuan Tanah Meloloskan Air

12

Kondisi Sistem Drainase Eksisting

15

Debit Buangan

17

Rancangan Sistem Drainase Baru

19

Rancangan Anggaran Perbaikan

20

Operasi dan Perawatan

20

SIMPULAN DAN SARAN

21

Simpulan

21

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

42

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Viskositas air pada suhu T
Kondisi genangan di lapangan olahraga IPB tanggal
17 September 2014
Kondisi genangan di lapangan olahraga IPB tanggal
08 Oktober 2014
Hasil pengukuran laju infiltrasi tanah lapangan sepak bola IPB
Nilai konduktivitas hidrolik tanah jenuh lapangan sepak bola
IPB pada kedalaman 2 cm
Nilai konduktivitas hidrolik tanah jenuh lapangan sepak bola
IPB pada kedalaman 20 cm
Pengelompokan kualitas tanah untuk drainase berdasarkan
nilai konduktivitas hidroliknya
Kapasitas pipa drainase bawah permukaan lapangan sepak bola
Kecepatan maksimum aliran berdasarkan tekstur tanah
Kapasitas pipa drainase bawah permukaan lintasan atletik
Hasil perhitungan dispersi metode distribusi peluang kontinyu
melalui parameter statistik
Hasil Uji Smirnov-Kolmogorov terhadap metode distribusi
peluang kontinyu
Curah hujan periode ulang tertentu berdasarkan hasil
perhitungan distribusi Gumbel
Jarak antar pipa sistem drainase bawah permukaan baru
Diameter baru pipa sistem drainse bawah permukaan baru

7
11
12
12
14
14
14
16
16
17
18
18
19
20
20

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Kampus IPB Dramaga, Kabupaten Bogor
Lapangan Olahraga Institut Pertanian Bogor
Lokasi genangan di lapangan sepak bola dan lintasan atletik
Genangan yang terjadi di lapangan setelah hujan turun
Lokasi pengujian nilai laju infiltrasi tanah
Lokasi pengambilan contoh uji pengujian konduktivitas hidrolik
Drainase bawah permukaan lapangan sepak bola dan lintasan atletik

8
8
10
11
13
15
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Rancangan anggaran biaya perbaikan sistem drainase bawah
permukaan lapangan olahraga IPB
Kemiringan lapangan sepak bola menurut SNI 03-3646-1994

24
32

Denah sistem drainase bawah permukaan lapangan olahraga IPB
eksisting dan rancangan perbaikan perubahan diameter
33
4 Denah rancangan sistem drainase bawah permukaan lapangan olahraga
IPB perubahan jarak antar pipa
34
5 Gambar detail pipa drainase bawah permukaan lapangan sepak bola IPB 35
6 Gambar detail pipa drainase bawah permukaan lintasan atletik IPB
36
7 Gambar detail rancangan sistem drainase bawah permukaan pipa baru
Ø 318 mm lapangan sepak bola IPB
37
8 Gambar detail rancangan sistem drainase bawah permukaan
dengan jarak antar pipa 2 m lapangan sepak bola IPB
38
9 Gambar detail rancangan sistem drainase bawah permukaan pipa baru
Ø 150 mm lintasan atletik IPB
39
10 Gambar detail rancangan sistem drainase bawah permukaan
dengan jarak antar pipa 1.5 m lintasan atletik IPB
40
11 Peta kontur lapangan olahraga IPB hasil pengolahan data pengukuran
topografi menggunakan program Surfer 11
41
3

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Institut Pertanian Bogor (IPB) adalah salah satu perguruan tinggi di
Indonesia. IPB memiliki prestasi baik dalam hal akademik maupun non akademik,
seperti ekstrakulikuler. Kegiatan ekstrakulikuler terpusat pada organisasi UKM
yang dinaungi oleh Direktorat Kemahasiswaan. Perlu adanya perhatian terhadap
organisasi kemahasiswaan terkait kegiatan ekstrakulikuler, sesuai dengan UU No.
12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Penyediaan sarana, prasarana, dan dana
penunjang kegiatan ekstrakulikuler adalah hal penting yang harus dilakukan oleh
suatu perguruan tinggi.
Stadion atau lapangan olahraga merupakan salah satu sarana penting yang
harus dimiliki oleh suatu perguruan tinggi untuk pengembangan mahasiswa.
Lapangan olahraga adalah bangunan untuk menyelenggarakan kegiatan olahraga
sepak bola dan atau atletik, serta fasilitas untuk penontonnya (SNI T-25-1991-03).
Lapangan olahraga merupakan sarana paling penting dalam olahraga terutama
sebagai tempat pembinaan atlet. Selain itu, lapangan olahraga juga dapat
meningkatkan antusiasme mahasiswa IPB untuk mengembangkan dan memberi
dukungan terhadap peningkatan prestasi olahraga Institut Pertanian Bogor.
Permasalahan yang sering terjadi pada hampir semua lapangan olahraga
adalah timbulnya genangan air ketika hujan turun. Keberadaan genangan di
lapangan sepak bola dan lintasan atletik dapat mengganggu olahraga yang
berlangsung serta meningkatkan resiko cedera. Permasalahan genangan ini sangat
berkaitan dengan rancangan sistem pembuangan air berlebih atau drainase yang ada
di stadion olahraga tersebut. Sistem drainase yang diterapkan pada suatu stadion
dapat berupa sistem drainase permukaan maupun drainase bawah permukaan.
Faktor-faktor yang mendukung agar sistem drainase dapat berfungsi dengan baik
perlu mendapat perhatian lebih, seperti kondisi tanah, operasi dan pemeliharaan.
Institut Pertanian Bogor memiliki lapangan olahraga yang terdiri atas
lapangan sepak bola yang dikelilingi oleh lintasan atletik. Genangan sering kali
timbul di lapangan sepak bola dan lintasan atletik ketika hujan turun cukup deras.
Padahal lapangan olahraga tersebut telah dilengkapi dengan sistem drainase bawah
permukaan baik di lapangan sepak bola dan lintasan atletiknya. Mengacu pada
permasalahan tersebut perlu adanya penelitian berupa kajian sistem drainase
lapangan olahraga IPB. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyebab
terjadinya genangan dan menentukan desain rencana peningkatan sistem drainase
yang sesuai.

Perumusan Masalah
Masalah yang terjadi pada lapangan olahraga Institut Pertanian Bogor adalah
genangan. Permasalahan biasa disebabkan oleh sistem drainase yang tidak tepat.
Sistem drainase sangat erat kaitannya dengan kondisi tanah di lapangan berupa
permeabilitas tanah, kondisi permukaan tanah, dan air tanah. Oleh karena itu untuk
mengatasi genangan yang terjadi di lapangan olahraga IPB perlu adanya pengkajian
terkait sistem drainase dan kondisi tanah yang ada.

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyebab terjadinya genangan
dan menentukan perbaikan atau peningkatan sistem drainase yang sesuai.

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk
menyelesaikan permasalahan genangan di lapangan olahraga IPB.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini meliputi uji lapangan dan uji laboratorium. Pengambilan contoh
tanah, pengukuran topografi lahan dan uji kemampuan infiltrasi tanah dilakukan di
lapangan. Pengujian konduktivitas hidrolik tanah jenuh dilakukan di laboratorium.
Selain itu data lain yang diperlukan seperti data curah hujan diperoleh dari BMKG
Dramaga, Kabupaten Bogor. Analisis dan pengolahan data banyak dilakukan
dengan menggunakan program Surfer 11, Excel 2010, dan AutoCAD 2010.

TINJAUAN PUSTAKA
Hujan dan Limpasan
Hujan merupakan bentuk cair dari presipitasi yang sangat penting bagi
kehidupan di bumi. Tjasyono (2004:17) menyatakan “… Endapan (presipitasi)
didefinisikan sebagai bentuk air cair dan padat (es) yang jatuh ke permukaan bumi.
Meskipun kabut, embun, dan embun beku (frost) dapat berperan dalam alih
kebasahan (moisture) dari atmosfer ke permukaan bumi, unsur tersebut tidak
ditinjau sebagai endapan…”. Air hujan yang turun ke permukaan bumi akan
mengalami infiltrasi, evaporasi, dan melimpas.
Jumlah air hujan yang turun ke permukaan bumi dipengaruhi oleh intensitas
hujan dan lama waktu hujan (Wesli 2008). Semakin tinggi intensitas hujan maka
jumlah air yang diturunkan akan semakin besar, sebaliknya intensitas hujan rendah
maka jumlah air hujan akan kecil, begitu pula dengan lama waktu hujan. Kegiatan
manusia mengalih guna lahan hijau menjadi lahan perumahan dsb. Menyebabkan
jumlah air yang terinfiltrasi berkurang dan meningkatkan air yang melimpas.
Limpasan yang berlebih mengganggu aktivitas manusia. Oleh karena itu manusia
memerlukan sistem drainase untuk mengendalikan kondisi tersebut.

3

Drainase
Drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau
mengalihkan air (Suripin 2004). Secara umum, drainase didefinisikan sebagai
serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang
kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan
secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai suatu cara pembuangan kelebihan
air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penanggulangan akibat
yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut. Proses drainase yang berlangsung
dapat berupa aliran air diatas permukaan tanah dan atau melalui tanah.
Drainase perkotaan adalah ilmu drainase yang mengkaji kawasan perkotaan
yang erat kaitannya dengan kondisi Lingkungan Fisik dan Lingkungan Sosial
Budaya yang ada di kawasan kota (Hasmar 2002). Drainase perkotaan yang ada
meliputi permukiman, kawasan industri dan perdagangan, sekolah, rumah sakit,
lapangan olahraga, lapangan parkir, instalasi militer, instalasi listrik dan
telekomunikasi, pelabuhan udara, pelabuhan laut/sungai serta tempat lain yang
merupakan bagian dari sarana kota. Oleh karena itu, desain drainase perkotaan
mempertimbangkan tata guna lahan, master plan drainase kota, permasalahan sosial
dan budaya.

Drainase Lapangan Olahraga
Sistem drainase lapangan olahraga bertujuan untuk mencegah timbulnya
genangan di lapangan ketika hujan turun. Genangan pada lapangan olahraga dapat
mengganggu olahraga yang berlangsung serta meningkatkan kemungkinan cedera
dari pemakai lapangan sehingga diperlukan suatu sistem yang membuat air lebih
cepat meresap ke dalam tanah (Edisono et al. 1997). Genangan air biasa timbul
karena permeabilitas tanah yang lebih rendah dari intensitas hujan di daerah
tersebut.
Menurut Edisono et al. (1997), perencanaan drainase lapangan olahraga harus
memperhatikan :
1. Konstruksi sistem drainase diusahakan dapat mengeringkan lapangan dengan
cepat, tetapi tidak mengganggu pertumbuhan rumput.
2. Daerah yang ditangani cukup luas dan tidak memungkinkan untuk dibuat
suatu lubang pemasukan (inlet).
3. Tidak ada erosi tanah, limpasan permukaan dibuat sekecil mungkin dengan
kemiringan lahan maksimum = 0.007.
4. Infiltrasi sebesar mungkin.
5. Piping dicegah dengan jalan memberi filter pada sambungan-sambungan
pipa.
Pembebanan air dari luar dihilangkan dengan membuat saluran disekeliling
lapangan.

Permeabilitas Tanah
Permeabilitas merupakan salah satu sifat fisik dari tanah. Permeabilitas atau
konduktivitas hidrolik tanah adalah kemampuan tanah untuk meloloskan air.

4

Sutanto (2005) mengatakan “…Permeabilitas sangat dipengaruhi oleh tekstur,
struktur dan porositas. Permeabilitas diukur berdasarkan horizon tertentu…”.
Permeabilitas tanah dikelompokkan menjadi permeabilitas tanah jenuh dan
permeabilitas tanah tak jenuh.
Permeabilitas jenuh merupakan permeabilitas yang diukur pada tanah yang
telah jenuh air atau seluruh pori-porinya telah terisi oleh air. Permeabilitas ini
tergantung pada beberapa faktor, yakni ; ukuran, agihan, dan kesinambungan pori
(distribusi ukuran partikel dan struktur pori intraped dan interped). Permeabilitas
pada umumnya disimbolkan dengan huruf K dan merupakan ekspresi kecepatan
berdasarkan perbedaan tekanan. Tanah dengan pori besar berkesinambungan
mempunyai permeabilitas tinggi.
Permeabilitas tak jenuh adalah permeabilitas yang terjadi apabila seluruh pori
tidak terisi air. Aliran tak jenuh terjadi apabila tanah dalam keadaan kering, pori
besar tidak terisi air dan gerakan air terjadi melalui pori berukuran kecil. Pada
kondisi ini, permeabilitas (k) tak jenuh sangat tergantung pada kandungan air
(tekanan).

METODE
Studi Literatur
Melakukan studi literatur untuk memperoleh informasi yang lebih detail
terhadap objek studi.

Survey Lapangan
Melakukan survey lapangan untuk memperkecil kesalahan analisa dan untuk
mendapatkan solusi yang tepat untuk permasalahan yang ada di wilayah studi.

Bahan
Penelitian ini menggunakan data sekunder dan primer. Data primer berupa
data sifat tanah yakni permeabilitas tanah, laju infiltrasi, dan topografi lahan.
Sedangkan data sekunder berupa data curah hujan harian maksimum BMKG
Dramaga tahun 2004-2013 dan gambar rencana Lapangan Olahraga IPB.

Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian kali ini adalah Autolevel TOPCON
AT-F6, target rod, pita ukur, kompas, patok, ring sample, falling head instrumen,
pipa PVC, sekop, termometer, stopwatch, program Surfer 11, AutoCAD 2011 dan
komputer.

5

Prosedur Analisis Data
1. Penentuan kondisi permukaan tanah atau topografi dilakukan dengan
menggunakan pengukuran sipat datar metode grid, besar ukuran grid
5 × 5 meter, 5 × 10 meter, dan 10 × 10 meter. Beda tinggi antar titik di
lapangan dapat ditentukan dengan persamaan 1 (Sinaga 1997). Data beda
tinggi yang sudah diperoleh kemudian diolah menggunakan Surfer 11 untuk
memperoleh peta kontur.
zi = zi−1 + ∆hi−1,i

Dimana :

(1)

zi
= tinggi titik selanjutnya (cm)
zi-1
= tinggi titik sebelumnya (cm)
∆hi-1,i = beda tinggi kedua antara zi dan zi-1 (cm)

2. Penentuan curah hujan rencana diperoleh dari hasil analisis hidrologi
menggunakan metode statistika. Metode statistika yang dipergunakan adalah
uji peluang distribusi menggunakan metode distribusi Normal, Log Normal,
Log Pearson Type III, dan Gumbel. Uji kelayakan Smirnov-Kolmogorov
perlu diterapkan terhadap uji probabilitas untuk meningkatkan nilai
kelayakannya (Soewarno 1995).
3. Debit buangan dan jarak antar pipa drainase ditentukan berdasarkan koefisien
drainase dan luas daerah yang harus didrainasekan (Cavelaars et al. 1994).
Q= q×A= q×W×B
Dimana :

Q
q
A
W
B

(2)

= debit pipa (m3/dtk)
= koefisien drainase (m/dtk)
= luas area yang harus didrainasekan (m2)
= lebar area yang harus didrainasekan oleh pipa (m).
Untuk drainase lahan W adalah spasing drainase.
= panjang dari pipa drainase (m)

4. Koefisien drainase dapat ditentukan berdasarkan curah hujan harian
maksimum yang harus dibuang dalam satu satuan waktu. Curah hujan harian
maksimum yang dipergunakan ditentukan berdasarkan rencana periode ulang
yang diinginkan (Supyan 1994).
5. Penentuan kapasitas sistem drainase dilakukan dengan menghitung kapasitas
sistem yang ada dengan menggunakan persamaan kontinuitas debit (Bos
1994).
Q=A×V
Dimana :

(3)
Q
A
V

= kapasitas saluran (m3/dtk)
= luas penampang saluran (m2)
= kecepatan aliran air (m/dtk)

6

6. Kecepatan aliran air yang mengalir di dalam saluran dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan kecepatan Manning (Bos 1994).
V=

1
n

2

1

× R3 × S 2

Dimana :

R
S
n
V

(4)
= jari-jari hidrolik (m)
= kemiringan dasar saluran
= kekasaran manning untuk dasar saluran
= kecepatan aliran air (m/dtk)

7. Penentuan konduktivitas hidrolik tanah mengacu pada percobaan yang
dilakukan Bowles (1970). Pengujian dilakukan menggunakan metode falling
head. Falling head adalah metode percobaan yang didasarkan pada
perubahan perbedaan tekanan (head) selama pengujian (Budi 2011). Contoh
uji tanah diambil dari lapangan menggunakan ring sample. Contoh uji tanah
diambil pada kedalaman 2 dan 20 cm. Sebelum pengujian menggunakan
falling head dilakukan contoh uji tanah harus dijenuhkan terlebih dahulu
dengan cara direndam di dalam air selama 24 jam. Air rendaman haruslah
mencapai ¾ dari tinggi ring sample. Hal yang diamati pada pengujian falling
head adalah waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan sejumlah air di dalam
tabung.
Kt = 2,3 ×
Dimana :

Ab ×L
An ×T

Kt
Ab
An
H1
H2

× log10

H1
H2

(5)

= konduktivitas hidrolik (cm/dtk)
= luas alas ring sample bagian dalam (cm)
= luas tabung bagian dalam (cm)
= tinggi air awal (cm)
= tinggi air akhir (cm)

8. Viskositas air pada pengujian falling head memiliki pengaruh yang cukup
signifikan. Pengaruh suhu air terhadap pengukuran konduktivitas hidrolik
ditentukan dengan menggunakan persamaan 6. Perbandingan viskositas pada
suhu standar dapat ditentukan menggunakan Tabel 1.
μ

KT = ( t ) × Kt
μ20

Dimana :

KT
μT
μ20
Kt

(6)
= konduktivitas hidrolik dengan suhu air T (cm/dtk)
= viskositas air pada suhu T
= viskositas air pada suhu 20˚C
= konduktivitas hidrolik (cm/dtk)

7

Tabel 1Viskositas air pada suhu T
Suhu
(°C)
4
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Densitas Air
(g/cm3)
1.00000
0.99897
0.99880
0.99862
0.99844
0.99823
0.99802
0.99780
0.99757
0.99733
0.99708
0.99682
0.99655
0.99627
0.00598
0.99568

Viskositas Air
(g/cm.s)
0.01567
0.01111
0.01083
0.01056
0.01030
0.01005
0.00981
0.00958
0.00936
0.00914
0.00894
0.00874
0.00855
0.00836
0.00818
0.00801

Sumber : Bowles 1970

9. Laju infiltrasi diukur menggunakan model dari Philips (2006). Pengukuran
dilakukan dengan membuat lubang di tanah. Lubang tersebut diisi air sampai
penuh, waktu yang dibutuhkan untuk air menyerap seluruhnya ke dalam
tanah diukur menggunakan stopwatch. Perlakuan tersebut terus dilakukan
hingga waktu air meresap seluruhnya kedalam tanah hampir konstan. Metode
Uji dan Ralat harus dipergunakan untuk mendapatkan nilai laju infiltrasi yang
mendekati nilai aslinya.
f t =

1
2

× S × t-

Dimana :

1
2

f(t)
S
K
t

+K

(7)

= fungsi infiltrasi (cm/dtk)
= sorptivitas tanah (cm/dtk1/2)
= konduktivitas hidrolik tanah bagian atas (cm/dtk)
= waktu (dtk)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Lahan Penelitian
Penelitian dilakukan di Lapangan Olahraga IPB, Dramaga, Kabupaten Bogor.
Lapangan ini berada di area kampus dan tepat di belakang gedung Gymnasium IPB.
Secara geografis, lokasi penelitian berada pada 6˚33’26.76”S dan 106˚44’03,03”T.
Ketinggian lokasi mencapai ± 188 mdpl. Luas lapangan sepak bola IPB mencapai
105×70 m2. Panjang lintasan atletik mencapai 400 m dengan lebar 10 m.

8

Lokasi Penelitian
Lapangan Olahraga
IPB

Gambar 1 Kampus IPB Dramaga, Kabupaten Bogor

Gambar 2 Lapangan Olahraga Institut Pertanian Bogor
Gambar 1 menunjukkan lokasi penelitian yang berada di dalam lingkup
kampus IPB Dramaga. Gambar 2 menunjukkan citra satelit lapangan olahraga IPB
yang diambil menggunakan software Google Earth. Citra ini diambil oleh satelit
pada 13 Mei 2014. Lapangan olahraga IPB terdiri atas lapangan sepak bola, lintasan
atletik, lintasan lompat jauh, lintasan tolak peluru, dan tribun penonton. Penelitian
difokuskan pada permasalahan genangan yang masih sering terjadi di lapangan
sepak bola dan lintasan atletik.

9

Pengukuran Topografi
Pengukuran topografi merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk
menentukan perubahan permukaan bumi dan untuk penentuan letak lokasi ciri-ciri
alamiah dan kebudayaan diatasnya. Pengukuran menghasilkan peta topografi yang
berasal dari data pengukuran berupa garis dan simbul-simbul konvensional. Peta
topografik adalah penyajian dari sebagian permukaan bumi yang memperlihatkan
kebudayaan, relief, hidrografi, dan mungkin tumbuh-tumbuhan (Brinker dan Wolf
1997).
Lampiran 11 merupakan peta kontur hasil pengolahan data menggunakan
software Surfer 11. Lapangan sepak bola harus memiliki kemiringan yang
mengarah ke empat arah. Data pengukuran menunjukkan kemiringan lapangan
sepak bola sebelah utara ±0.06%, sebelah barat ±0.04%, sebelah timur ±0.05%,
dan sebelah selatan ±0.02%. Kemiringan tersebut tidak sesuai dengan aturan yang
ada di dalam SNI 03-3646-1994. SNI 03-3646-1994 menentukan kemiringan
lapangan sepak bola mencapai 0.5–1% yang terbagi ke empat arah, lihat lampiran
2. Permukaan lahan yang baik menjaga tingkat keamanan dan memaksimalkan
kualitas permainan (Sport England 2011).
Menurut SNI 03-3646-1994, kemiringan lintasan atletik pada arah
memanjang (arah berlari) ditentukan 0–0.1% dan pada arah melintang 0–1%.
Kemiringan arah melintang ini menjorok ke dalam atau mengarah ke lapangan
sepak bola. Mengacu pada hasil pengukuran topografi, kemiringan lintasan lari arah
melintang mencapai 2%. Kemiringan tersebut melebihi standar yang ada di SNI 033646-1994. Kemiringan yang berlebih menyebabkan air mengalir diatas lintasan
atletik lebih cepat menuju ke hulu. Pergerakan air yang cepat menuju hulu
menyebabkan penumpukan air di hulu.
Lampiran 11 juga memperlihatkan adanya garis kontur yang saling mendekati
atau berhimpit. Pola garis demikian menunjukkan adanya kemiringan lahan yang
cukup curam. Garis kontur yang berhimpit tersebut membentuk area yang cukup
luas. Area tersebut merupakan cekungan yang ada di permukaan tanah. Keberadaan
cekungan membuat penyebaran air hujan tidak merata. Pada area cekungan, volume
air menjadi lebih banyak. Volume air yang berlebih menyebabkan waktu yang
dibutuhkan air untuk menyerap seluruhnya ke dalam tanah lebih lama.
Gambar 3 menunjukkan lokasi genangan yang sering terjadi ketika hujan
turun cukup deras. Lokasi genangan tersebut memiliki luas yang cukup besar dan
waktu yang lama untuk menyerap seluruhnya ke dalam tanah, penampakan
genangan dapat dilihat pada Gambar 4. Waktu penyerapan air yang berada di
lintasan atletik dapat mencapai 30–60 menit. Sedangkan waktu yang dibutuhkan
untuk menyerapkan air di atas lapangan sepak bola dapat mencapai 1–6 jam.
Tabel 2 dan 3 merupakan tabel hasil pengamatan langsung yang menunjukkan ratarata luas dan kedalaman genangan yang terjadi di lapangan sepak bola dan lintasan
atletik. Genangan terluas adalah 800 m2 dan terjadi di lintasan atletik dengan
kedalaman 2–3 cm sedangkan yang terkecil 12 m2 pada lokasi 3. Perbedaan nilai
luasan genangan pada tabel 2 dan 3 dipengaruhi oleh perbedaan intensitas hujan
dan lama hujan yang terjadi pada saat pengukuran dilakukan.

10

Gambar 3 Lokasi genangan di lapangan sepak bola dan lintasan atletik

11

1

2

3

4

5

6

Gambar 4 Genangan yang terjadi di lapangan setelah hujan turun
Pengukuran topografi menunjukkan terdapat cekungan atau tidak meratanya
permukaan lapangan sepak bola IPB. Kemiringan lahan pada lapangan olahraga
alami adalah salah satu hal yang berpengaruh pada aspek fungsionalitas lapangan
(Sport England 2011). Kemiringan area harus dibuat sesuai aturan untuk mencegah
timbulnya genangan. Tidak hanya itu proses perawatan dan pengelolaan juga perlu
ditingkatkan agar kelayakan waktu penggunaan lapangan dapat terjaga.
Tabel 2 Kondisi genangan di lapangan olahraga IPB tanggal 17 September 2014
Lokasi
1
2
3
4
5
6

Luas Genangan (m2)
30
800
18
30
100
20

Kedalaman (cm)
1-3
2-3
1-2
1-4
1-4
1-4

12

Tabel 3 Kondisi genangan di lapangan olahraga IPB tanggal 08 Oktober 2014
Lokasi
1
2
3
4
5
6

Luas Genangan (m2)
25
800
12
30
90
20

Kedalaman (cm)
1-3
2-3
1-2
1-4
1-3
1-2

Pengukuran Kemampuan Tanah Meloloskan Air
Karakteristik tanah merupakan faktor penting dalam perancangan sistem
drainase bawah permukaan. Proses yang terjadi pada drainase bawah permukaan
adalah proses mengalirnya air melewati atau melalui tanah (Braun dan Kruijne
1994). Karakteristik tanah tersebut diantaranya adalah kemampuan tanah
meloloskan air atau konduktivitas hidrolik tanah dan infiltrasi. Tabel 4
menunjukkan nilai laju infiltrasi tanah lapangan sepak bola IPB.
Pengukuran laju infiltrasi dilakukan di 3 titik yang berbeda, lihat Gambar 5.
Lokasi pertama merupakan lokasi yang tidak tergenang, lokasi kedua kedua dan
ketiga merupakan lokasi tergenang. Nilai laju infiltrasi tanah lapangan sepak bola
IPB berkisar antara 1.08–4.68 cm/jam. Tabel 4 menunjukkan keberagaman nilai
laju infiltrasi untuk lokasi yang berbeda di lapangan sepak bola.
Laju infiltrasi yang berbeda dikarenakan kondisi profil muka tanah berbeda
untuk masing-masing lokasi. Lokasi 1 merupakan daerah di lapangan yang tidak
ditutupi rumput, lokasi 2 daerah yang ditutupi rumput dengan jumlah sedang, dan
lokasi 3 daerah yang ditutupi rumput dengan jumlah yang banyak. Ketebalan tanah
di setiap titik pun berbeda titik 1, 2, 3 adalah 7 cm, 11 cm, dan 10 cm. Profil tanah
berdampak pada kemampuan laju infiltrasi suatu lahan (Arsyad 2006).
Tanah lapangan sepak bola IPB dibangun menggunakan tanah berpasir.
Tanah berpasir memiliki nilai laju infiltrasi sebesar 4.9 cm/jam (Free et al. 1940).
Hasil pengukuran menunjukkan laju infiltrasi tanah lapangan sepak bola IPB
mengalami penurunan di beberapa lokasi.
Tabel 4 Hasil pengukuran laju infiltrasi tanah lapangan sepak bola IPB
Lokasi
1
2
3

Lubang
P1
P2
P3

Laju Infiltrasi Tanah
cm/dtk
0.0013
0.0003
0.0004

cm/jam
4.68
1.08
1.44

13

Gambar 5 Lokasi pengujian nilai laju infiltrasi tanah
Lokasi pengambilan contoh uji tanah pengukuran konduktivitas hidrolik
dikelompokkan menjadi lokasi yang tergenang dan tidak tergenang air.
Pengambilan contoh uji tanah dilakukan di 8 lokasi, lihat Gambar 6. Lokasi 1, 2, 3,
dan 4 merupakan lokasi tanah yang tergenang air sedangkan lokasi 5, 6, 7, dan 8
lokasi tidak tergenang air. Nilai konduktivitas hidrolik tanah lapangan sepak bola
IPB dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6. Tabel 5 menunjukkan nilai konduktivitas
tanah pada kedalaman 2 cm. Nilai konduktivitas tanah lapangan pada kedalaman 2
cm mencapai 0.08–2.09 cm/dtk. Konduktivitas tanah yang berada diantara
10-1–10-3 cm/dtk merupakan kerikil halus atau pasir, kemampuan permeabilitasnya
medium (Santosa et al.1998). Selain itu, Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai
konduktivitas hidrolik tanah lapangan sepak bola IPB tergolong baik jika digunakan
untuk sistem drainase bawah permukaan.
Lokasi 1, 2, 3, dan 4 memiliki nilai konduktivitas hidrolik yang lebih rendah
jika dibandingkan dengan lokasi 5, 6, 7, dan 8. Variasi nilai konduktivitas hidrolik
dapat diakibatkan oleh kerusakan pada lapisan tanah lapangan sepak bola.
Kerusakan lapisan tanah dapat dipengaruhi oleh umur pakai yang telah melebihi
batas. Menurut pengelola lapangan, faktor utama penyebab kerusakan adalah umur
pakai bangunan yang sudah melebihi batas. Selain itu, kerusakan juga diakibatkan
pengguna lapangan tidak mematuhi aturan penggunaan lapangan.
Tabel 6 menunjukkan bahwa tanah pada kedalaman 20 cm merupakan lapisan
impervious. Pada kedalaman 20 cm nilai konduktivitas tanah nilainya mencapai
10-5 – 6 × 10-5 cm/dtk. Kondutikvitas tanah yang berada diantara 10-3–10-5 cm/dtk
tergolong tanah lanau, memiliki kemampuan permeabilitas yang rendah (Santosa et
al.1998). Lapisan ini sebagai lapisan pengganti geotextile. Air yang meresap ke
dalam tanah mengalir di atas lapisan impervious menuju pipa drainase bawah
permukaan.

14

Tabel 5 Nilai konduktivitas hidrolik tanah jenuh lapangan sepak bola IPB pada
kedalaman 2 cm
Lokasi
1
2
3
4
5
6
7
8

Konduktivitas hidrolik t=29(cm/dtk)
0.11
0.12
0.10
0.08
0.21
2.09
0.57
0.38

Tabel 6 Nilai konduktivitas hidrolik tanah jenuh lapangan sepak bola IPB pada
kedalaman 20 cm
Lokasi
1
2
3
4
5
6
7
8

Konduktivitas Hidrolik t=29 (cm/jam)
0.00351
0.00374
0.00388
0.00196
0.00131
0.00385
0.00144
0.00078

Tabel 7 Pengelompokan kualitas tanah untuk drainase berdasarkan nilai
konduktivitas hidroliknya
Konduktivitas Hidrolik
K > 10-4
10-6< k < 10-4
K < 10-6

Kualitas
Baik
Kurang
Impervious

Sumber : Santosa et al. 1998

Lapisan penutup tanah lapangan olahraga IPB masih tergolong baik jika
digunakan untuk sistem drainase bawah permukaan. Nilai laju infiltrasi tanahnya
masih jauh dari standar FIFA. FIFA menentukan kemampuan lapangan sepak bola
untuk menghilangkan air harus mencapai >180 mm/jam. Selain itu, menurut SNI
03-3646-1994 lapangan harus dapat menyerap dan mengeringkan air hujan dengan
curah 10.8 mm/m2 dalam waktu 90 menit atau perkolasi 120 l/dtk/hari dalam waktu
15 menit.

15

Gambar 6 Lokasi pengambilan contoh uji pengujian konduktivitas hidrolik

Kondisi Sistem Drainase Eksisting
Drainase bawah permukaan IPB berupa pipa plastik tanpa ulir dan berlubang
(perforated pipe). Jarak antar lubang pada pipa adalah 30 cm. Pola atau jaringan
sistem drainase menggunakan sistem singular. Pada sistem singular setiap pipa
drainase di lapangan mengalirkan air langsung ke drainase pengumpul (Cavelaars
et al. 1994). Sistem singular tersebut diterapkan pada drainase bawah permukaan
lapangan sepak bola dan lintasan atletik, dapat dilihat pada gambar 6.
Lampiran 4 dan 5 menunjukkan gambar detail kondisi pipa drainase bawah
permukaan lapangan olahraga IPB. Sport England (2011), merekomendasikan
sistem drainase pipa untuk lapangan sepak bola alami dengan kriteria :
1.
Menggunakan pipa berulir yang dipasang di kedalaman 45–60 cm dari
permukaan dengan jarak antar pipa 5–10 m.

16

2.

Meningkatkan penggunaan pipa dinding kembar untuk drainase utama untuk
pipa yang lebih kaku dan aliran yang lebih baik.
3.
Pipa harus diletakkan dengan kemiringan yang sesuai dengan diameter pipa
untuk mencapai debit yang direncakan. Umumnya kemiringan yang
digunakan 1:100.
4.
Adanya outfall yang baik menuju suatu saluran air, dapat berupa saluran
permukaan. Pembuatan ini harus sesuai dengan persyaratan yang
diberlakukan oleh otoritas drainase atau badan lingkungan hidup.
Tabel 8 menunjukkan kondisi fisik dari pipa drainase bawah permukaan
lapangan sepak bola. Pipa drainase yang digunakan pada lapangan sepak bola
berjumlah 20 buah. Pipa tersebut tersebar ke dua arah yakni sisi barat dan sisi timur
lapangan, dengan jarak antar pipa adalah 15 m. Setiap pipa dapat mengalirkan air
yang menyerap dari lapangan sepak bola sebesar 0.015 m3/dtk. Kemiringan pipa di
lapangan mencapai 0.011. Kapasitas debit seluruh pipa di lapangan sepak bola
adalah 0.3 m3/dtk.
Saluran dibuat memiliki kemiringan agar air dapat disalurkan dengan
memanfaatkan gaya gravitasi. Besarnya kemiringan pipa mempengaruhi tinggi
kecepatan aliran di dalamnya. Pipa drainase untuk area datar umumnya 0.001
sedangkan saluran pengumpul untuk drainase lahan kemiringannya 0.0003 sampai
0.001 (Cavelaars et al. 1994). Kecepatan minimum saluran untuk daerah yang
rawan sedimentasi adalah 1.4 ft/dtk, sedangkan untuk daerah yang kurang rawan
kecepatan minum dapat diturunkan menjadi 0.5 ft/dtk (USDA 2014). Kecepatan
minimum ditentukan agar saluran dapat melakukan pembersihan sendiri (selfcleaning) jika ada sedimen di saluran. Desain kecepatan maksimum untuk pipa
berlubang dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 8 Kapasitas pipa drainase bawah permukaan lapangan sepak bola
Panjang
(m)
35

Slope
0.011

Diameter
(m)
0.15

Luas
(m2)
0.017

Koef. Manning Debit Hidrolika
(m3/dtk)
0.014
0.015

Tabel 9 Kecepatan maksimum aliran berdasarkan tekstur tanah
Tekstur Tanah
Pasir dan pasir lempung
Lanau dan lanau lempung
Lempung liat berdebu
Liat dan liat lempung
Gersik atau kerikil

Kecepatan (ft/dtk)
3.5
5.0
6.0
7.0
9.0

Sumber : USDA 2014

Tabel 10 menunjukkan kapasitas debit pipa drainase di lintasan atletik
lapangan olahraga IPB. Jumlah keseluruhan pipa yang ada di lintasan atletik adalah
40 buah, dengan spasing 10 m. Besar kapasitas debit per satu pipa untuk
mengalirkan air adalah 0.003 m3/dtk. Kapasitas debit seluruh pipa di lintasan atletik
adalah 0.13 m3/dtk.

17

Kapasitas debit pipa drainase bawah permukaan dihitung dengan
menggunakan persamaan pipa aliran penuh. Persamaan pipa aliran penuh
digunakan untuk menghindari kesalahan konstanta yang beragam dalam persamaan
dan untuk menyederhanakan iterasi penyelesaian persamaan Manning (Cavelaars
et al. 1994).
Tabel 10 Kapasitas pipa drainase bawah permukaan lintasan atletik
Panjang
(m)
10

Slope
0.019

Diameter
(m)
0.076

Luas
(m2)
0.004

Koef. Manning
0.014

Debit Hidrolika
(m3/dtk)
0.003

Gambar 7 Drainase bawah permukaan lapangan sepak bola dan lintasan atletik

Debit Buangan
Data curah hujan yang digunakan dalam analisis hidrologi adalah curah
hujan harian maksimum dari tahun 2004 - 2013. Proses analisis menerapkan teori
distribusi peluang kontinyu dengan menggunakan persamaan empiris distribusi
Normal, Gumbel, Log Normal, dan Log Pearson type III. Hasil analisis distribusi

18

perlu diuji kembali untuk memperkuat hasil yang didapat dengan menggunakan uji
Smirnov-Kolmogorov.
Suatu kenyataan bahwa tidak semua nilai dari suatu variabel hidrologi terletak
atau sama dengan nilai rata-ratanya, tetapi kemungkinan ada nilai yang lebih besar
atau lebih kecil dari nilai rata-ratanya (Mori 2003). Besarnya derajat dari sebaran
variat disekitar nilai rata-ratanya disebut variasi atau dispersi. Besarnya dispersi
dapat diukur melalui perhitungan parameter statistik. Parameter tersebut
diantaranya deviasi rata-rata (S), koefisien variasi (Cv), koefisien kurtosis (Ck), dan
koefisien kemencengan (Cs). Tabel 11 menunjukkan bahwa hanya metode Gumbel
yang memenuhi syarat. Syarat tersebut diambil berdasarkan nilai Cs, Cv, dan Ck
dari kurva masing-masing distribusi peluang.
Tabel 11 Hasil perhitungan dispersi metode distribusi peluang kontinyu melalui
parameter statistik
No

Jenis Distribusi

Syarat
Cs ≤ 1.1396
Ck ≤ 5.4002
Cs = 3 Cv + Cv2
Cs = 0.8325

Hasil
Cs = 0.1562
Ck = 3.2088
Cs = 0.4365
Cs = 0.1562

1

Gumbel

2

Log Normal

3

Log-Pearson III

Cs ≈ 0

Cs = 0.1562

4

Normal

Cs = 0

Cs = 0.1562

Keterangan
Memenuhi
Tidak
Memenuhi
Tidak
Memenuhi
Tidak
Memenuhi

Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering disebut uji kecocokan non
parametrik karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi tertentu (Soewarno
1995). Tabel 12 menunjukkan hasil perhitungan nilai D. Nilai Dmaks lebih kecil
dari Do (0.08 < 0.41) maka persamaan distribusi gumbel yang diperoleh dapat
diterima untuk menghitung peluang curah hujan yang terjadi.
Tabel 12 Hasil Uji Smirnov-Kolmogorov terhadap metode distribusi peluang
kontinyu
No
1
2
3
4

Jenis Distribusi
Normal
Gumbel
Log Normal
Log Pearson III

Syarat
Do < Dmax

Do
0.41
0.41
0.41
0.41

Dmaks
0.08
0.08
0.88
0.88

Keterangan
Memenuhi
Memenuhi
Tidak Memenuhi
Tidak Memenuhi

Tabel 13 menunjukkan besar curah hujan yang mungkin terjadi berdasarkan
periode ulang tertentu. Nilai curah hujan pada Tabel 13 diperoleh dari hasil
perhitungan distribusi peluang metode Gumbel. Pada perancangan, penentuan
periode ulang dilakukan berdasarkan pertimbangan ekonomi. Koefisien drainase
ditentukan berdasarkan curah hujan yang mungkin terjadi dalam 1 hari, karena
hujan 1 hari sudah dapat menggangu fungsionalitas dari lapangan. Perancangan kali
ini ditentukan periode ulang 10 tahun sehingga curah hujan yang diperhitungkan
dalam perancangan adalah 162.09 mm/hari. Air hujan yang turun di lapangan

19

olahraga harus sudah dapat meresap seluruhnya dalam waktu 15 menit (SNI 033646-1994). Koefisien drainase menjadi 162.09 mm/15 menit atau 0.00018 m/dtk.
Tabel 13 Curah hujan periode ulang tertentu berdasarkan hasil perhitungan
distribusi Gumbel
No
1
2
3
4
5
6

Periode Ulang
(tahun)
2
5
10
20
25
50

Curah Hujan Rencana
(mm/hari)
125.68
147.58
162.09
175.99
180.41
194.01

Luas lapangan sepak bola keseluruhan yang harus terlayani oleh sistem
drainase bawah permukaan mencapai 10420 m2. Sedangkan luas lintasan atletik
mencapai 2360 m2. Jumlah debit yang harus dibuang berdasarkan koefisien
drainase pada lapangan sepak bola adalah 1.88 m3/dtk dan lintasan atletik adalah
0.42 m3/dtk.

Rancangan Sistem Drainase Baru
Kapasitas debit 20 pipa drainase bawah permukaan lapangan sepak bola
adalah 0.3 m3/dtk sedangkan debit yang harus dibuang adalah 1.88 m3/dtk.
Kapasitas debit 40 pipa drainase bawah permukaan lintasan atletik berjumlah
0.13 m3/dtk sedangkan debit yang harus dibuang adalah 0.42 m3/dtk. Perancangan
kapasitas sistem drainase harus bernilai sama atau lebih besar dari debit yang harus
dibuang. Kapasitas debit saluran yang ada di lapangan sepak bola dan lintasan
atletik lebih kecil dari debit buangan yang ada. Perlu adanya perancangan ulang
sistem drainase yang lebih tepat. Perancangan ulang yang dilakukan berupa
penentuan diameter dan jarak antar pipa yang baru.
Tabel 14 dan 15 memperlihatkan hasil perhitungan jarak antar pipa dan
diameter pipa baru. Jika diameter pipa lapangan sepak bola dan lintasan atletik
dipertahankan 0.15 m serta 0.07 m dengan koefisien drainase sebesar
0.00018 m/dtk maka jarak antar pipa yang paling tepat untuk lapangan sepak bola
adalah 2.35 m dan lintasan atletik adalah 1.78 m. Jika jarak antar pipa lapangan
sepak bola dan lintasan atletik dipertahankan 15 m serta 10 m dengan koefisien
drainase sebesar 0.00018 m/dtk maka diameter yang paling tepat untuk pipa
drainase lapangan sepak bola adalah 30.03 cm dan lintasan atletik adalah 14.56 cm.
Jarak antar pipa perlu disesuaikan dengan kondisi dilapangan untuk
mempermudah pekerjaan konstruksi. Sehingga nilai jarak antar pipa untuk sistem
drainase lapangan sepak bola menjadi 2 m sedangkan lintasan atletik menjadi 1.5
m. Diameter pipa drainase juga perlu dilakukan penyesuaian dengan diameter pipa
yang ada di pasaran. Diameter pipa untuk sistem drainase lapangan sepakbola
menjadi 31.8 cm sedangkan lintasan atletik menjadi 15 cm.

20

Tabel 14 Jarak antar pipa sistem drainase bawah permukaan baru
Debit Pipa Koef. Drainase Luas Area Panjang Pipa Spasing
(m3/dtk)
(m/dtk)
(m2)
(m)
(m)

DTA
Lapangan
Sepak Bola
Lintasan
Atletik

0.015

74.56

35

2.35

17.79

10

1.78

0.00018
0.003

Tabel 15 Diameter baru pipa sistem drainse bawah permukaan baru
DTA
Lapangan
Sepak Bola
Lintasan
Atletik

ADTA
(m2)

Debit Buangan
(m3/dtk)

525

0.095

100

Koef.
Drainase
(m/dtk)

Koef.
Man
ning

0.00018

0.014

0.018

Diameter
Slope

(m)

(cm)

0.011

0.31 30.03

0.019

0.15 14.56

Rancangan Anggaran Perbaikan
Sistem drainase lapangan olahraga IPB dapat diperbaiki dengan 2 metode.
Metode pertama adalah dengan mengganti pipa lama dengan pipa baru yang
memiliki diameter lebih besar. Metode kedua adalah mengatur ulang jarak antar
pipa yang berarti menambah jumlah pipa yang dipergunakan. Pemilihan metode
yang dipergunakan didasarkan pada besar biaya perbaikan yang dibutuhkan.
Perhitungan besar biaya yang dibutuhkan masing-masing metode dapat dilakukan
dengan melakukan analisis harga satuan pekerjaan (AHSP) serta volume pekerjaan.
Nilai anggaran biaya pekerjaan akan dihasilkan dari AHSP dan volume
pekerjaan. Analisis harga satuan pekerjaan mengacu pada SNI 2385-2008 tentang
Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Tanah untuk Konstruksi Bangunan
Gedung dan Perumahan dan Pedoman Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang
Pekerjaan Umum. Hasil analisis menunjukkan bahwa metode 1 membutuhkan
biaya sebesar Rp 244,209,446.40 dan metode 2 membutuhkan biaya sebesar Rp
1,239,361,419.81.

Operasi dan Perawatan
Pengelola lapangan olahraga IPB menerangkan bahwa tidak ada perlakuan
khusus terkait perawatan sistem drainase bawah permukaan lapangan olahraga.
Tindakan perawatan yang dilakukan hanya berupa pemantuan rumput lapangan
serta pembersihan drainase permukaan dari sampah, sedimen, dan gulma. Padahal
sistem drainase yang dipasang harus dapat bekerja dengan baik untuk waktu yang
lama. Oleh karena itu perlu adanya manajemen yang baik dalam hal teknis dan
administrasi. Secara teknis, perlu adanya “a good drainage base is maintained”,
yakni berupa pemeriksaan secara rutin serta tindakan perbaikan dan pembersihan

21

ketika dibutuhkan. Secara administrasi, perlu adanya kejelasan terkait tanggung
jawab terhadap operasi dan perawatan (Cavelaars et al. 1994).
Menurut Cavelaars et al. (1994), terdapat 3 hal penting yang diperlukan
terkait operasi dan perawatan sistem drainase :
1.
As-Built drawing dari pekerjaan drainase
As-Built drawing merupakan gambar aktual atau peta dari seluruh komponen
yang ada (drainase lahan, kolektor, koneksi, dll). Penanggung jawab harus
memiliki peta ini agar dapat mengetahui kondisi aktual sistem drainase di
lapangan seperti elevasi dari titik kolektor, outlet dari drainase lahan, serta
titik referensi dari struktur utama.
2.
Pemantauan
Kegiatan pemantauan terhadap sistem drainase terbagi menjadi 3,
pemantauan pada saat drainase dibangun, pemantauan rutin, dan pemantauan
lebih mendetail. Pemantauan pada saat drainase dibangun dilakukan untuk
memastikan sistem drainase dibangun sesuai standar dan perencanaan yang
ada. Sedangkan kegiatan pemantauan rutin dilakukan untuk memastikan
sistem drainase bekerja dengan baik, biasanya hanya terkait apakah terjadi
sumbatan atau tidak. Pemantauan lebih mendetail dilakukan rutin dengan
jangka waktu yang panjang. Pemantuan ini dilakukan untuk mengecek
kondisi keseluruhan sistem yang menunjang, terutama kondisi fisik alat.
3.
Pembersihan pipa
Pipa drainase biasanya tersumbat oleh tanah atau pasir yang terbawa oleh air.
Penyumbatan tersebut menghambat atau mengurangi fungsi dari pipa
drainase. Pasir atau tanah yang terkumpul dapat dikeluarkan dengan metode
“flushing”.Flushing merupakan metode pembersihan pipa saluran drainase
yang tersumbat dengan menyemprotkan air bertekanan ke dalam saluran.
Fungsi dari flushing adalah untuk membuka sumbatan yang terjadi di dalam
pipa, membersihkan dan membuka sumbatan pada lubang perforasi pipa,
serta membawa polutan keluar dari pipa.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Genangan yang terjadi di lapangan olahraga IPB dipengaruhi oleh laju
infiltrasi tanah yang nilainya lebih kecil dari curah hujan rencana 10 tahunan
dan kapasitas sistem drainase eksisiting yang kurang memadai. Laju
infiltrasi tanah lapangan sepak bola berkisar antara 1.08–4.68 cm/jam
sedangkan curah hujan mencapai 6.67 cm/jam. Laju infiltrasi di lokasi
genangan nilainya lebih rendah yakni 1.08 cm/jam dibandingkan di lokasi
tidak tergenang yakni 4.68 cm/jam. Konduktivitas hidrolik tanah lapangan
sepak bola IPB tergolong baik, bilainya berkisar 0.08–2.09 cm/dtk.
Kapasitas saluran drainase eksisting lapangan sepak bola adalah 0.3 m3/dtk
dan lintasan atletik adalah 0.13 m3/dtk nilainya lebih kecil dari debit
buangan masing-masing sebesar 1.88 m3/dtk dan 0.42 m3/dtk. Pengukuran
topografi menunjukkan kemiringan lapangan sepak bola sebelah utara

22

±0.06%, sebelah barat ±0.04%, sebelah timur ±0.05%, dan sebelah selatan
±0.02%. Sedangkan kemiringan lintasan lari arah melintang mencapai 2%.
Kemiringan tersebut tidak sesuai dengan aturan yang ada di dalam SNI 033646-1994. Permukaan lapangan sepak bola terdapat cekungan-cekungan
yang menjadi lokasi genangan.
2. Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan
genangan adalah dengan melakukan perbaikan terhadap permukaan tanah
serta sistem drainase lapangan olahraga dan lintasan atletik. Perbaikan
sistem drainase dapat dilakukan dengan mengganti pipa lama dengan pipa
baru yang memiliki diameter lebih besar atau mengganti jarak antar pipa
yang berarti menambah jumlah pipa yang dipergunakan. Perbaikan
penggantian pipa dengan diameter lebih besar membutuhkan biaya sebesar
Rp 244,209,446 dan perbaikan dengan spasing yang baru membutuhkan
biaya sebesar Rp 1,239,361,418. Selain itu, perlu adanya peningkatan hal
teknis dan administasi dari sistem operasi dan perawatan.

Saran
1.
2.
3.

Penelitian dapat dilakukan lebih mendalam dengan mempertimbangkan
adanya drainase permukaan sebagai saluran pengumpul.
Penelitian terkait lapisan permukaan lapangan sepak bola dan lintasan atletik
masih dapat dilakukan dengan mengganti variabel-variabel tertentu, seperti
ketebalan dan jenis lapisan.
Penelitian dapat dilakukan lebih mendalam dengan mengambil topik terkait
sistem drainase yang berwawasan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standar Nasioanl. 1991. Standar Nasional Indonesia Nomor T-251991-03 tentang Tata Cara Perencanaan Teknik Bangunan Stadion. Jakarta (ID):
BSN.
[BSN] Badan Standar Nasional. 1994. Standar Nasiodanl Indonesia Nomor 033646-1994 tentang Tata Cara Perencanaan Teknik Bangunan Stadion. Jakarta
(ID): BSN.
Bos MG. 1994. Drainage Canals and Related Structures. Di dalam : Aart RV, Bos
MG, Braun HMH, Lenselink KJ, Ritzema HP, editor. Drainage Princilples and
Application 3rd ed. Wageningen (NL): ILRI. hal 745-749.
Bos MG. 1994. Basics of Groundwater Flow. Di dalam : Aart RV, Bos MG, Braun
HMH, Lenselink KJ, Ritzema HP, editor. Drainage Princilples and Application
3rd ed. Wageningen (NL): ILRI. hal 228-229.
Bowles JE. 1992. Engineering Properties of Soils and their Measurements 4th ed.
Clark BJ, Kimbell K, Morris JM, editor. New York (US): McGraw-Hill.
Braun HMH, Kruijne R. 1994. Soil Condition. Di dalam : Aart RV, Bos MG, Braun
HMH, Lenselink KJ, Ritzema HP, editor. Drainage Princilples and Application
3rd ed. Wageningen (NL): ILRI. hal 77.

23

Brinker RC, Wolf PR. 1997. Dasar-Dasar Pengukuran Tanah (Surveying) 7th
ed.Walijatun D, Penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari:
Elemental Surveying 7th ed.
Budi GS. 2011. Pengujian Tanah di Laboratorium : Penjelasan dan Panduan.
Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Cavelaars JC, Vlotman WF, Spoor G. 1994. Subsurface Drainage Systems.