Pengelolaan Sumberdaya Udang Mantis (Oratosquillina Gravieri Manning, 1978) Di Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat

PENGELOLAAN SUMBERDAYA UDANG MANTIS
(Oratosquillina gravieri Manning, 1978) DI TELUK
PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT

Rr. NIKEN AMBARSARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengelolaan Sumberdaya
Udang Mantis (Oratosquillina gravieri Manning, 1978) di Teluk Palabuhanratu,
Sukabumi, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016
Rr. Niken Ambarsari
NIM C252130496

RINGKASAN
Rr. NIKEN AMBARSARI. Pengelolaan Sumberdaya Udang Mantis
(Oratosquillina gravieri Manning, 1978) di Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa
Barat. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO, MAJARIANA KRISANTI, dan
ACHMAD FAHRUDIN.
Teluk Palabuhanratu merupakan salah satu basis perikanan tangkap di Laut
Selatan Jawa dan ZEEI di Samudera Hindia. Salah satu komoditas perikanan yang
terdapat di Teluk Palabuhanratu adalah udang mantis (Oratosquillina gravieri).
Udang mantis merupakan salah satu hasil tangkapan sampingan (bycatch)
nelayan udang di Palabuhanratu. Hasil tangkapan utama nelayan udang tersebut
adalah udang dogol (Metapenaeus endeavouri). Permintaan udang dogol di
Palabuhanratu terus meningkat. Peningkatan ini menyebabkan intensitas
penangkapan udang mantis yang merupakan hasil tangkapan sampingan juga
meningkat. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya tangkap lebih pada udang
mantis. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan alternatif pengelolaan udang

mantis berdasarkan identifikasi aspek biologi udang mantis, aspek sosial nelayan
penangkap udang mantis, dan tingkat eksploitasi sumberdaya udang mantis di
Teluk Palabuhanratu. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2014, sedangkan
contoh udang mantis yang dianalisis diambil sejak bulan Agustus 2011 hingga
bulan Oktober 2012. Lokasi penelitian berada di PPN Palabuhanratu, Kecamatan
Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer (panjang total, bobot basah, dan jenis kelamin
udang mantis, serta wawancara dan pengisian kuesioner kepada nelayan udang
mantis). Analisis data pada penelitian ini meliputi hubungan panjang dan bobot,
parameter pertumbuhan, proporsi jenis kelamin, mortalitas dan laju eksploitasi,
analisis spasial sederhana, serta analisis sosial nelayan udang mantis.
Jumlah total udang mantis yang diamati adalah sebanyak 1509 ekor yang
terdiri dari 588 ekor udang mantis jantan dan 921 ekor udang mantis betina.
Panjang udang mantis yang tertangkap secara keseluruhan berukuran kecil dan
ukurannya jauh di bawah L∞ dan ukuran konsumsi. Pola pertumbuhan udang
mantis adalah alometrik negatif. Rasio kelamin antara udang mantis jantan dan
betina di perairan Teluk Palabuhanratu berada dalam kondisi yang tidak seimbang
(1:1,57). Rekrutmen udang mantis pada penelitian ini diduga terjadi sepanjang
tahun. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap udang mantis adalah
trammel net. Daerah penangkapan udang mantis berada di perairan Teluk

Palabuhanratu dan sekitarnya, Ujung Genteng, Cibareno, serta Bayah. Udang
mantis di Palabuhanratu merupakan hasil tangkapan sampingan nelayan yang
selalu ada sepanjang musim. Udang mantis di perairan Teluk Palabuhanratu
diindikasi telah mengalami tangkap lebih (overexploitation). Pendidikan formal
nelayan penangkap udang mantis secara umum masih cukup rendah. Pengelolaan
udang mantis di Teluk Palabuhanratu dapat dilakukan dengan mencari alternatif
teknologi penangkapan udang dan melakukan pengawasan (monitoring) hasil
tangkapan sampingan (bycatch) udang mantis.
Kata kunci: Udang mantis, hasil tangkapan sampingan, tangkap lebih, pengelolaan,
Teluk Palabuhanratu.

SUMMARY
Rr. NIKEN AMBARSARI. Mantis Shrimps (Oratosquillina gravieri
Manning, 1978) Resources Management in Palabuhanratu Bay, Sukabumi, West
Java. Supervised by YUSLI WARDIATNO, MAJARIANA KRISANTI, and
ACHMAD FAHRUDIN.
Palabuhanratu Bay is one of base fisheries in the Java South Sea and ZEEI
in the Indian Ocean. One of fisheries product that is contained in the
Palabuhanratu Bay is mantis shrimp (Oratosquillina gravieri). Mantis shrimp is
one of shrimp fishermen bycatch in Palabuhanratu. The main catch of that shrimp

fishermen is dogol shrimp. Demand of dogol shrimp in Palabuhanratu continues
to increase. This leads to an increase in the intensity fishing of mantis shrimp as
bycatch is also increased. This can cause overexploitation in mantis shrimps
resources. This study aims to determine management alternative of mantis
shrimps based on identification biological aspects of mantis shrimps, social
aspects of mantis shrimp fishermen, and exploitation rate of mantis shrimp
resources in Palabuhanratu Bay. This research was conducted in July 2014, while
sample of mantis shrimps analyzed taken since August 2011 until October 2012.
The research location was in PPN Palabuhanratu, District Palabuhanratu,
Sukabumi, West Java. The data used in this research was primary data (total
length, wet weight, and sex of mantis shrimps, and also interviews and
questionnaires to mantis shrimp fishermen). Analysis data in this research
consisted of the growth parameters, length weight relationship, the proportion of
sexes, mortality and exploitation rate, spatial analysis, and also social analysis of
mantis shrimp fishermen.
The total number of mantis shrimps being observed are 1509 consisted of
588 males mantis shrimp and 921 females mantis shrimp. Length of mantis
shrimps were caught overall in small size and far below L∞ and consumption size.
Growth pattern of mantis shrimps are allometric negative. The maximum length
of males and females mantis shrimp observed sequentially are 115,60 mm and

125,85 mm, while the minimum length of males and females mantis shrimp
observed are 39,77 mm and 34,90 mm. Sex ratio between males and females
mantis shrimp in Palabuhanratu Bay waters are in not balanced condition (1:1,57).
The recruitment of mantis shrimp in this research was continuous throughout the
year. Fishing gear that being used to catch mantis shrimps is trammel net. The
fishing grounds of mantis shrimps are in Palabuhanratu Bay waters and
surrounding that, Ujung Genteng, Cibareno, and Bayah. Mantis shrimps in
Palabuhanratu are bycatch of fishermen who are always there throughout the
season. Mantis shrimps in Palabuhanratu Bay waters were indicated already
overexploitation. Formal education of mantis shrimp fishermen in general is still
quite low. The management of mantis shrimps in Palabuhanratu Bay can be done
by technological improvement of shrimp gear and monitoring mantis shrimp
bycatch.
Keywords: Mantis
shrimps,
Palabuhanratu Bay.

bycatch,

overexploitation,


management,

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGELOLAAN SUMBERDAYA UDANG MANTIS
(Oratosquillina gravieri Manning, 1978) DI TELUK
PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT

Rr. NIKEN AMBARSARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji luar komisi pada ujian tesis Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc

Judul Tesis : Pengelolaan Sumberdaya Udang Mantis (Oratosquillina gravieri
Manning, 1978) di Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat
Nama
: Rr. Niken Ambarsari
NIM

: C252130496


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc
Ketua

Dr Majariana Krisanti, SPi MSi
Anggota

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 2 September 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penyusunan tesis yang berjudul “Pengelolaan Sumberdaya
Udang Mantis (Oratosquillina gravieri Manning, 1978) di Teluk Palabuhanratu,
Sukabumi, Jawa Barat” dapat diselesaikan. Tesis ini disusun dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di program studi
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan sekolah pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan tesis ini, terutama kepada:
1. IPB yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan

studi S2 di program studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan,
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
2. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc sebagai ketua komisi pembimbing serta Dr
Majariana Krisanti, SPi MSi, dan Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi selaku anggota
komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama
penulisan karya ilmiah serta kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
penelitian udang mantis ini.
3. Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc selaku dosen penguji luar komisi yang
telah memberikan masukan kepada penulis.
4. Keluarga terutama kepada Bapak R. Dwiono Rahardjo, Ibu Effy Kurniati,
Yangti Soejati, Kakak R. Bagas Widhiarso, dan Kakak Rr. Laras Anjarsari
atas doa, kasih sayang, dan motivasinya.
5. Fami Ridho Perdana yang memberikan semangat, arahan, dan perhatian
kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.
6. Teman-teman; Allsay, Selvia, Made Ayu, Rodearni, Viska, Gilang, Tyas,
Novita, Surya Gentha Akmal, Romi, Gde, Ochi, Asti, serta teman-teman MSP
angkatan 46, SPL 2012, MSP angkatan 47, MSP angkatan 44, dan saudara/i
yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas segala bentuk bantuan yang
telah diberikan.

Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa
depan. Demikian tesis ini disusun, semoga bermanfaat.

Bogor, Oktober 2016
Rr. Niken Ambarsari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
3
3
4

2 METODE
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Jenis dan Pengumpulan Data
Prosedur Analisis Data

5
5
6
6
8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

12
12
25

4 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

39
39
39

DAFTAR PUSTAKA

40

LAMPIRAN

51

RIWAYAT HIDUP

60

DAFTAR TABEL
1 Rangkuman kebutuhan dan analisis data
2 Pendugaan parameter pertumbuhan udang mantis (Oratosquillina
gravieri) jantan dan betina di Teluk Palabuhanratu
3 Mortalitas dan laju eksploitasi udang mantis (Oratosquillina gravieri)
di Teluk Palabuhanratu
4 Parameter pertumbuhan udang mantis dari beberapa hasil penelitian

7
19
21
28

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Kerangka pemikiran penelitian
Lokasi penelitian
Udang mantis (Oratosquillina gravieri)
Komposisi alat tangkap di PPN Palabuhanratu tahun 2012
Sebaran frekuensi panjang udang mantis (Oratosquillina gravieri)
jantan dan betina di Teluk Palabuhanratu
Hubungan panjang dan bobot udang mantis (Oratosquillina gravieri)
jantan di Teluk Palabuhanratu
Hubungan panjang dan bobot udang mantis (Oratosquillina gravieri)
betina di Teluk Palabuhanratu
Sebaran frekuensi panjang udang mantis (Oratosquillina gravieri)
jantan di Teluk Palabuhanratu dengan ELEFAN I
Sebaran frekuensi panjang udang mantis (Oratosquillina gravieri)
betina di Teluk Palabuhanratu dengan ELEFAN I
Kurva pertumbuhan udang mantis (Oratosquillina gravieri) jantan di
Teluk Palabuhanratu
Kurva pertumbuhan udang mantis (Oratosquillina gravieri) betina di
Teluk Palabuhanratu
Pola rekrutmen udang mantis (Oratosquillina gravieri) di Teluk
Palabuhanratu dalam satu tahun
Peta wilayah sebaran penangkapan udang mantis (Oratosquillina
gravieri) di Teluk Palabuhanratu
Tingkat pendidikan terakhir nelayan udang mantis (Oratosquillina
gravieri) di Palabuhanratu
Umur rata-rata nelayan udang mantis (Oratosquillina gravieri) di
Palabuhanratu
Pekerjaan sampingan nelayan udang mantis (Oratosquillina gravieri) di
Palabuhanratu

4
6
7
14
16
16
17
18
18
19
20
22
23
24
24
25

DAFTAR LAMPIRAN
1 Sebaran frekuensi panjang udang mantis (Oratosquillina gravieri) di
Teluk Palabuhanratu
2 Kisaran panjang dan bobot udang mantis (Oratosquillina gravieri) di
Teluk Palabuhanratu selama pengambilan contoh

51
52

3 Hubungan panjang dan bobot udang mantis (Oratosquillina gravieri) di
Teluk Palabuhanratu (uji t)
4 Pendugaan parameter pertumbuhan udang mantis (Oratosquillina
gravieri) di Teluk Palabuhanratu berdasarkan ELEFAN I pada program
FISAT II
5 Proporsi jenis kelamin udang mantis (Oratosquillina gravieri) di Teluk
Palabuhanratu (uji chi-square)
6 Mortalitas dan laju eksploitasi udang mantis (Oratosquillina gravieri)
di Teluk Palabuhanratu
7 Persentase nilai rekrutmen udang mantis (Oratosquillina gravieri) di
Teluk Palabuhanratu berdasarkan Recruitment Pattern pada program
FISAT II
8 Data aspek sosial nelayan udang mantis (Oratosquillina gravieri) di
Teluk Palabuhanratu

52

53
55
56

58
59

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa
Barat yang memiliki potensi perikanan yang cukup potensial untuk dikembangkan.
Potensi perikanan tersebut menjadi sumber mata pencaharian yang penting bagi
masyarakat setempat (Wahyudin 2011). Produksi perikanan yang potensial di
Sukabumi salah satunya tercermin dari jumlah produksi ikan yang didaratkan di
PPN Palabuhanratu pada tahun 2012 yaitu sebanyak 8.846.526 kg (BPS
Kabupaten Sukabumi 2013). Wilayah Kabupaten Sukabumi secara geografis
berada pada posisi 6º57’-7º25’ Lintang Selatan dan 106º49’-107º00’ Bujur Timur,
dengan batas-batas wilayah secara administratif di sebelah utara berbatasan
dengan Kabupaten Bogor, di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera
Indonesia (Samudera Hindia), di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten
Cianjur, dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Samudera
Indonesia. Adapun kecamatan yang secara administrasi berbatasan dengan Teluk
Palabuhanratu terdiri dari empat kecamatan, yaitu Cisolok, Cikakak,
Palabuhanratu, dan Simpenan. Teluk Palabuhanratu merupakan salah satu potensi
wilayah pesisir dan laut yang dimiliki Kabupaten Sukabumi (PKSPL-IPB 2003).
Teluk ini terletak di wilayah Pantai Selatan Jawa dan berbatasan langsung dengan
Samudera Hindia di sebelah selatan. Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten
Sukabumi merupakan salah satu basis perikanan tangkap untuk wilayah
penangkapan di Laut Selatan Jawa dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI)
di perairan Samudera Hindia. Teluk Palabuhanratu memiliki beragam komoditas
perikanan tangkap yang menjadi sumber mata pencaharian nelayan. Tercatat pada
tahun 2012 sebanyak 5.112 orang nelayan menggunakan PPN Palabuhanratu
sebagai fishing base (BPS Kabupaten Sukabumi 2013). Salah satu komoditas
perikanan yang terdapat di Teluk Palabuhanratu tersebut adalah udang mantis.
Udang mantis (Oratosquillina gravieri) merupakan salah satu hasil
tangkapan sampingan (bycatch) nelayan udang di Palabuhanratu. Hasil tangkapan
utama nelayan udang tersebut adalah udang dogol. Alat tangkap yang digunakan
para nelayan udang di Palabuhanratu berupa trammel net atau jaring udang.
Udang mantis dikenal dengan beberapa nama antara lain udang ronggeng, udang
lipan, udang eiko, udang cakrek, udang plethok, udang mentadak, udang nenek,
udang belalang, atau udang ketak. Udang mantis adalah avertebrata yang
menempati dasar perairan laut pada sedimen yang halus dan merupakan
sumberdaya yang penting bagi perikanan global khususnya di Asia (Colloca et al.
2003; Garces et al. 2006; Lui et al. 2007). Udang mantis termasuk salah satu
crustacea bernilai ekonomi pada beberapa daerah pesisir di Indonesia (Wardiatno
et al. 2012), salah satunya jenis Harpiosquilla raphidea di Kuala Tungkal, Jambi
(Mashar 2011). Udang mantis merupakan salah satu sumber makanan yang
potensial serta menghasilkan produk turunan seperti kitin/kitosan dan dapat
digunakan sebagai hiasan akuarium (Pillai & Thirumilu 2008; Balaji et al. 2009).
Daging udang mantis bermanfaat bagi kesehatan manusia (James & Thirumilu
1993). Udang mantis memiliki kandungan vitamin D, B12 dan omega 3 yang

2
tinggi sehingga sangat vital untuk kecerdasan dan pertumbuhan anak. Selain itu,
udang mantis juga berkhasiat untuk mencegah penyakit anemia, berperan dalam
pembentukan sel darah merah, menjaga kesehatan mata, menjaga kesehatan tulang,
gigi, dan sendi (Harahap 2011). Udang mantis merupakan sumber pangan yang
baik karena mengandung mineral esensial makro dan mikro (Wardiatno et al.
2012) serta tergolong komoditas berprofil protein tinggi dan rendah lemak (Jacoeb
et al. 2008a). Kadar protein, vitamin A, dan vitamin B6 udang mantis segar lebih
besar jika dibandingkan dengan kadar protein udang segar, udang karang segar,
dan lobster segar (Jacoeb et al. 2008b).
Permintaan udang dogol (hasil tangkapan utama nelayan udang) di
Palabuhanratu yang semakin meningkat mendorong para nelayan untuk terus
meningkatkan upaya penangkapannya. Hal ini menyebabkan semakin banyak pula
hasil tangkapan sampingan (bycatch) udang mantis yang ikut tertangkap. Semakin
banyaknya udang mantis yang ikut tertangkap dapat terus mengurangi stok udang
mantis di perairan Teluk Palabuhanratu sehingga lama-kelamaan dapat
mengancam kelestarian udang mantis di perairan tersebut. Oleh karena itu,
diperlukan suatu alternatif pengelolaan hasil tangkapan sampingan (bycatch)
udang mantis yang tepat.
Alternatif pengelolaan udang mantis penting untuk diketahui. Hal ini
karena dengan diketahuinya alternatif pengelolaan udang mantis, maka dapat
ditentukan pengelolaan udang mantis secara tepat sehingga sumberdaya udang
mantis tetap lestari. Akan tetapi, penelitian tentang alternatif pengelolaan
sumberdaya udang mantis (Oratosquillina gravieri) di Teluk Palabuhanratu,
Sukabumi, Jawa Barat belum pernah dilakukan. Udang mantis termasuk salah satu
jenis hewan crustacea laut. Penelitian tentang crustacea laut di perairan Indonesia
akhir-akhir ini lebih banyak dilakukan pada beberapa jenis hewan, diantaranya
yaitu udang mantis spesies Harpiosquilla raphidea (Jacoeb et al. 2008a,b; Mashar
2011; Mashar & Wardiatno 2011; Wardiatno & Mashar 2010; Wardiatno &
Mashar 2011; Wardiatno & Mashar 2013, Wardiatno et al. 2012; Mulyono et al.
2013), rajungan (Portunus pelagicus) (Zairion et al. 2014; Zairion et al. 2015a,b;
Hamid & Wardiatno 2015; Hamid et al. 2016), lobster (Mahasin 2003; Bakhtiar et
al. 2013; Wardiatno et al. 2016a,b,c), dan undur-undur laut (Ordo Hippoidea)
(Mashar & Wardiatno 2013a,b; Sarong & Wardiatno 2013; Mashar et al. 2014;
Wardiatno et al. 2014; Ardika et al. 2015; Mashar et al. 2015; Muzammil et al.
2015; Santoso et al. 2015; Wardiatno et al. 2015a,b; Edritanti et al. 2016;
Pramithasari et al. 2016). Secara umum, aspek yang diteliti pada hewan-hewan
crustacea laut tersebut di Indonesia mencakup aspek biologi, yaitu habitat,
morfometrik, aspek pertumbuhan, aspek reproduksi, fluktuasi kelimpahan,
dinamika populasi, potensi pemanfaatannya untuk kebutuhan makanan bergizi
bagi manusia, serta keanekaragaman crustacea laut. Penelitian ini mengkaji
tentang pengelolaan sumberdaya udang mantis (Oratosquillina gravieri) di
perairan Teluk Palabuhanratu.

Perumusan Masalah
Udang mantis (Oratosquillina gravieri) merupakan salah satu sumberdaya
perikanan yang terdapat di kawasan Teluk Palabuhanratu. Permintaan udang

3
dogol (Metapenaeus endeavouri) yang merupakan hasil tangkapan utama nelayan
udang di Palabuhanratu terus meningkat. Peningkatan ini menyebabkan intensitas
penangkapan udang mantis yang merupakan hasil tangkapan sampingan (bycatch)
juga meningkat. Udang mantis yang tertangkap oleh nelayan memiliki ukuran
yang beragam. Selain menangkap induk udang, nelayan juga menangkap udang
mantis berukuran kecil bahkan juvenil udang mantis juga ikut tertangkap. Jika hal
ini masih berlanjut dikhawatirkan dapat menyebabkan terganggunya kelestarian
udang mantis di alam, khususnya di Teluk Palabuhanratu, sehingga diperlukan
suatu pengelolaan dalam penangkapan udang mantis.
Dalam pengelolaan sumberdaya udang mantis di perairan Teluk
Palabuhanratu dibutuhkan informasi biologi, seperti parameter pertumbuhan,
proporsi jenis kelamin, mortalitas, dan laju eksploitasi udang mantis. Dengan
diketahuinya tingkat eksploitasi udang mantis (Oratosquillina gravieri) di Teluk
Palabuhanratu, maka dapat diketahui status sumberdaya beserta pengelolaan yang
seharusnya dilakukan terhadap sumberdaya perikanan tersebut, apakah dengan
menambah hasil tangkapan udang mantis apabila sumberdaya tersebut masih
underexploitation, atau harus mengurangi hasil tangkapan udang mantis apabila
sumberdaya tersebut sudah overexploitation. Selain informasi ekologi, informasi
mengenai aspek sosial nelayan udang mantis juga perlu diketahui. Hal ini
bertujuan supaya dapat dilakukan pengelolaan sumberdaya udang mantis dari segi
kehidupan sosial para nelayannya. Akan tetapi, informasi mengenai aspek-aspek
tersebut untuk sumberdaya udang mantis di Teluk Palabuhanratu hingga saat ini
belum diketahui. Untuk menjaga kelestarian sumberdaya udang mantis, maka
perlu adanya strategi pengelolaan yang tepat untuk diterapkan di kawasan perairan
Teluk Palabuhanratu. Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan yang dikaji pada
penelitian ini meliputi:
1. Bagaimana kondisi aspek biologi sumberdaya udang mantis di perairan Teluk
Palabuhanratu?
2. Bagaimana kondisi aspek sosial nelayan penangkap udang mantis di
Palabuhanratu?
3. Bagaimana tingkat eksploitasi sumberdaya udang mantis di Teluk
Palabuhanratu?
4. Bagaimana alternatif pengelolaan udang mantis yang tepat di perairan Teluk
Palabuhanratu?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan alternatif pengelolaan udang
mantis berdasarkan identifikasi aspek biologi udang mantis, aspek sosial nelayan
penangkap udang mantis, dan tingkat eksploitasi sumberdaya udang mantis di
Teluk Palabuhanratu.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi
ilmiah tentang pemanfaatan secara optimal pengelolaan sumberdaya udang mantis
di Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Adanya informasi ini diharapkan

4
dapat menjadi acuan bagi nelayan / masyarakat perikanan dalam mengeksploitasi
sumberdaya udang mantis di Teluk Palabuhanratu ke arah berimbang lestari.
Selain itu, adanya informasi ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi instansi
terkait (pemerintah) untuk mengambil kebijakan dalam mengelola sumberdaya
udang mantis di perairan Teluk Palabuhanratu yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kesejahteraan nelayan setempat yang menangkap udang mantis.

Ruang Lingkup Penelitian
Udang mantis (Oratosquillina gravieri) merupakan salah satu sumberdaya
perikanan di perairan Teluk Palabuhanratu. Sumberdaya udang mantis adalah
Sumberdaya perikanan udang mantis
di Teluk Palabuhanratu

Permasalahan perikanan udang mantis
di Palabuhanratu

Pengelolaan sumberdaya
udang mantis

Aspek sosial nelayan
penangkap udang mantis

Aspek biologi
udang mantis
Panjang total

Status nelayan

Bobot basah

Kepemilikan kapal

Rasio kelamin

Jumlah anggota
keluarga

Tingkat eksploitasi
udang mantis

Tingkat pendidikan
Umur
Pekerjaan sampingan

Keberlanjutan perikanan
udang mantis
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

5
sumberdaya perikanan potensial yang sangat baik untuk dikembangkan,
mengingat banyaknya manfaat mengkonsumsi udang tersebut bagi kesehatan
manusia. Jumlah permintaan terhadap sumberdaya perikanan udang dogol
(Metapenaeus endeavouri) yang merupakan hasil tangkapan utama dari nelayan
penangkap udang mantis semakin lama semakin meningkat. Peningkatan
permintaan terhadap udang dogol ini juga mengakibatkan semakin bertambahnya
eksploitasi yang dilakukan terhadap sumberdaya tersebut beserta udang mantis
yang merupakan hasil tangkapan sampingannya (bycatch). Jika eksploitasi ini
terjadi secara terus-menerus bahkan jumlahnya semakin meningkat, maka tidak
menutup kemungkinan bila lama-kelamaan terjadi overexploitation terhadap
sumberdaya udang mantis yang terdapat di perairan Teluk Palabuhanratu. Namun,
di satu sisi masih belum diketahui mengenai tingkat eksploitasi udang mantis di
perairan Teluk Palabuhanratu sehingga belum dapat ditentukan mengenai
pengelolaan yang tepat untuk dilakukan terhadap sumberdaya tersebut, apakah
masih bisa ditingkatkan jumlah tangkapannya atau harus dikurangi.
Informasi mengenai aspek sosial nelayan udang mantis di kawasan
Palabuhanratu juga belum diketahui. Padahal informasi mengenai aspek sosial
nelayan udang mantis perlu untuk diketahui guna menentukan alternatif
pengelolaan sumberdaya udang mantis yang lebih tepat berdasarkan aspek sosial
nelayannya. Untuk menciptakan pengelolaan perikanan udang mantis yang
berkelanjutan di Teluk Palabuhanratu, maka diperlukan suatu perhitungan untuk
menentukan alternatif pengelolaan perikanan udang mantis di kawasan tersebut.
Hal ini dimaksudkan supaya terjadi keberlanjutan perikanan udang mantis, yaitu
keberlanjutan stok sumberdaya udang mantis dan mata pencaharian nelayan
penangkap udang mantis. Berdasarkan uraian tersebut, kerangka pemikiran dari
penelitian ini secara skematis dapat dilihat pada Gambar 1.

2 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dua tahap. Tahap pertama dilaksanakan pada
bulan Agustus 2011 hingga bulan Oktober 2012, kemudian tahap kedua pada
bulan Juli 2014. Penelitian tahap pertama dilakukan untuk memperoleh data
primer biologi udang mantis yang diteliti, sedangkan penelitian tahap kedua
dilakukan untuk memperoleh data primer sosial nelayan penangkap udang mantis.
Lokasi penelitian berada di PPN Palabuhanratu, Kecamatan Palabuhanratu,
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Gambar 2). Udang mantis yang didaratkan di
PPN Palabuhanratu pada umumnya merupakan udang yang ditangkap oleh para
nelayan udang di perairan Teluk Palabuhanratu dan sekitarnya. Udang mantis ini
bukan merupakan tangkapan utama para nelayan, tetapi merupakan hasil
tangkapan sampingan (bycatch). Pengamatan atau analisis parameter biologi
udang mantis contoh dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan, Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.

6

Gambar 2 Lokasi penelitian

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital dengan
skala terkecil 0,0001 gram, jangka sorong dengan skala terkecil 0,01 mm, wadah
plastik, alat tulis, data sheet, kuesioner, kamera, dan laptop. Bahan yang
digunakan yaitu udang mantis, formalin 96%, dan hasil wawancara dengan
nelayan yang menangkap udang mantis di Palabuhanratu.

Jenis dan Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa data
parameter biologi udang mantis dan data parameter sosial nelayan udang. Data
parameter biologi udang mantis diperoleh dari contoh udang mantis di Teluk
Palabuhanratu yang diambil dengan menggunakan alat tangkap jaring udang atau
trammel net. Data parameter sosial nelayan diperoleh dari hasil wawancara dan
pengisian kuesioner terhadap nelayan penangkap udang mantis.
Udang-udang mantis (Gambar 3) dimasukkan ke dalam wadah plastik
yang di dalamnya telah diisi dengan formalin 96%. Pengumpulan data primer
mengenai parameter biologi dilakukan dengan pengukuran panjang total (Gambar
3) dan bobot basah udang mantis serta menentukan jenis kelamin udang mantis di
laboratorium. Panjang udang mantis yang diukur adalah panjang total dengan
menggunakan jangka sorong. Bobot udang mantis yang ditimbang merupakan

7
bobot basah dengan menggunakan timbangan digital. Penentuan jenis kelamin
udang mantis dilakukan dengan mengidentifikasi ciri morfologi udang mantis.
panjang total

1 cm

Gambar 3 Udang mantis (Oratosquillina gravieri) asal Palabuhanratu
Sumber: Dokumentasi pribadi

Tabel 1 Rangkuman kebutuhan dan analisis data
No.
Tujuan
1 Menganalisis nilai b dan
pola pertumbuhan udang
mantis

Analisis Data
Hubungan panjang dan
bobot

Data yang dibutuhkan
1. Panjang total udang
(Gambar 3)
2. Bobot basah udang
3. Jenis kelamin udang

2

Mengkaji parameter
pertumbuhan udang
mantis

ELEFAN I dalam
program FISAT II dan
metode Pauly

1. Panjang total udang
(Gambar 3)
2. Frekuensi panjang udang

3

Menganalisis proporsi
jenis kelamin udang
mantis

Analisis proporsi jenis
kelamin

1. Frekuensi jenis kelamin jantan
2. Frekuensi jenis kelamin betina

4

Mengkaji nilai mortalitas Metode kurva
dan laju eksploitasi
tangkapan yang
udang mantis
dilinearkan berdasarkan
data komposisi panjang

5

Menganalisis pola
rekrutmen udang mantis

Recruitment Pattern
pada program FISAT II

1. Sebaran frekuensi panjang
2. Nilai L∞, K, dan t0 udang

6

Menganalisis musim dan
daerah penangkapan
udang mantis

Analisis spasial
sederhana

1. Informasi mengenai waktu
hasil tangkapan terbanyak
2. Informasi mengenai daerah
tangkapan

7

Mengkaji kondisi sosial
nelayan

Analisis sosial nelayan
(deskriptif)

1. Informasi mengenai kondisi
sosial nelayan udang mantis

1. Panjang total udang
(Gambar 3)
2. Frekuensi panjang udang
3. Selang kelas panjang udang
4. Nilai K, t0, L∞, dan 1/K

8
Data primer yang diperoleh dari wawancara dan pengisian kuesioner
kepada nelayan yang menangkap udang mantis dilakukan dengan menggunakan
metode purposive sampling atau metode yang dilakukan secara sengaja
berdasarkan pertimbangan karakteristik tertentu (Umar 2004). Menurut
Supramono & Utami (2004), purposive sampling merupakan metode pengambilan
sampel berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh peneliti secara objektif.
Metode purposive sampling yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan cara
memilih nelayan yang menangkap udang mantis di sekitar Teluk Palabuhanratu
secara sengaja. Pemilihan responden dilakukan secara sengaja dengan
pertimbangan bahwa responden tersebut mampu berkomunikasi baik terhadap
pengisian kuesioner yang diajukan kepada responden. Diharapkan dengan metode
ini, hasil penelitian yang diperoleh dapat memberikan gambaran hasil yang sesuai
dengan keadaan di lapangan. Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dan
pengisian kuesioner terhadap nelayan antara lain meliputi tingkat pendidikan
masyarakat nelayan, umur, kepemilikan kapal, jumlah keluarga, pekerjaan
sampingan, dan status nelayan penangkap udang mantis. Rangkuman kebutuhan
dan analisis data disajikan pada Tabel 1.

Prosedur Analisis Data
Hubungan Panjang dan Bobot
Analisis hubungan panjang-bobot bertujuan untuk mengetahui pola
pertumbuhan biota perairan dengan menggunakan parameter panjang dan bobot.
Bobot dapat dianggap sebagai fungsi dari panjang. Nilai yang didapat dari
perhitungan panjang-bobot ini adalah untuk menduga bobot dari panjang udang
mantis. Hubungan panjang-bobot ikan dinyatakan dengan rumus (Effendie 2002):
W = aLb

(1)

W adalah bobot (gram), L adalah panjang (mm), a adalah intersep (perpotongan
kurva hubungan panjang bobot dengan sumbu y), dan b adalah penduga pola
pertumbuhan panjang-bobot. Model pertumbuhan ini mengikuti pola hukum
kubik dari dua parameter yang dijadikan dasar analisis dengan pendekatan regresi
linear. Nilai b digunakan untuk laju pertumbuhan kedua parameter yang dianalisis.
Asumsi hukum kubik ini adalah idealnya seluruh ikan akan mengalami
pertambahan panjang dan bobot secara bertahap. Nilai a dan b diduga dengan
menggunakan transformasi logaritmik sebagai berikut:
log W = log a + b log L

(2)

Interpretasi nilai b menunjukkan hubungan panjang-bobot ikan dengan
hipotesis:
1. H0 : b = 3, berarti ikan-ikan contoh memiliki pola hubungan isometrik, yaitu
pola pertumbuhan panjang dan bobot ikan seimbang atau pertambahan bobot
sebanding dengan pertambahan panjangnya.
2. H0 : b ≠ 3, berarti ikan-ikan contoh memiliki hubungan alometrik, yaitu pola
pertumbuhan panjang dan bobot ikan tidak seimbang. Alometrik positif (b>3)

9
mengindikasikan bahwa pertambahan bobot lebih cepat daripada pertambahan
panjang dan alometrik negatif (b ttab maka hipotesis nol (H0) dapat
ditolak, yaitu pola pertumbuhannya alometrik dan jika thit < ttab maka hipotesis nol
(H0) gagal ditolak, yaitu pola pertumbuhannya isometrik (Walpole 1993).
Sebaran Frekuensi Panjang
Analisis sebaran frekuensi panjang dilakukan dengan menganalisis kelaskelas frekuensi panjang udang mantis menggunakan Microsoft Excel. Langkahlangkah analisis sebaran frekuensi panjang meliputi:
1. Menentukan jumlah kelas panjang yang dibutuhkan
2. Menentukan lebar selang kelas
3. Menentukan kelas frekuensi dan memasukkan data panjang masing-masing
udang mantis contoh ke dalam selang kelas yang ditentukan
4. Sebaran frekuensi panjang yang yang telah ditentukan di dalam selang kelas
panjang yang sama selanjutnya diplotkan ke dalam sebuah grafik. Grafik
tersebut menggambarkan kelimpahan udang mantis yang tertangkap
berdasarkan kelas panjang.
Parameter Pertumbuhan
Pendugaan parameter pertumbuhan (K dan L∞) udang mantis dianalisis
dengan menggunakan ELEFAN (Electronic Length-Frequency Analysis) I pada
program FISAT (FAO-ICLARM Fish Stock Assessment Tools) II versi 1.2.2.
Pendugaan persamaan pertumbuhan diperoleh melalui model pertumbuhan von
Bertalanffy (Sparre & Venema 1999) berikut:
[

]

(5)

Pendugaan terhadap nilai t0 (umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan
nol) diperoleh melalui persamaan Pauly (1983) in Sparre & Venema (1999)
berikut:
log (-t0) = 0,3922 – 0,2752 (log L∞) – 1,038 (log K)

(6)

t0 adalah umur udang mantis pada saat panjang sama dengan 0, t adalah umur
udang mantis, Lt adalah panjang udang mantis pada saat umur t (mm), L∞ adalah

10
panjang asimptotik udang mantis (mm), dan K adalah koefisien laju pertumbuhan
udang mantis (mm/satuan waktu).
Proporsi Jenis Kelamin
Analisis proporsi jenis kelamin merupakan suatu analisis yang digunakan
untuk mengetahui perbandingan (proporsi) antara jumlah udang mantis jantan dan
udang mantis betina yang tertangkap. Proporsi jenis kelamin contoh udang mantis
yang tertangkap ini diharapkan mampu menggambarkan kondisi proporsi jenis
kelamin udang mantis yang sebenarnya di alam. Cara untuk menganalisis proporsi
jenis kelamin udang mantis yaitu dengan menghitung keseluruhan jumlah contoh
udang mantis jantan dan betina yang tertangkap lalu dibuat perbandingannya.
Nisbah kelamin ditentukan melalui perbandingan antara udang jantan dan
betina (Hedianto & Purnamaningtyas 2013). Nilai proporsi jantan dan betina
bermanfaat untuk mengetahui perbandingan antara udang mantis jantan dan betina
yang ada di perairan Teluk Palabuhanratu. Rumus mencari proporsinya adalah:

p=

n
 100%
N

(7)

p adalah proporsi udang mantis (jantan atau betina), n adalah jumlah jantan atau
betina, dan N adalah jumlah total udang mantis (jantan + betina).
Selanjutnya penentuan seimbang atau tidaknya udang mantis jantan dan
betina dilakukan dengan uji chi-square pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05)
(Steel & Torrie 1989). Dengan diketahuinya keseimbangan jenis kelamin udang
mantis di perairan Teluk Palabuhanratu, maka dapat diketahui keadaan populasi
udang mantis di perairan tersebut. Rumus uji chi-square menurut Sugiyono
(2007) adalah sebagai berikut:


(8)

x2 adalah nilai bagi peubah acak
yang sebaran penarikan contohnya
menghampiri sebaran chi-square, fo adalah jumlah frekuensi udang mantis jantan
dan betina yang teramati, fh adalah jumlah frekuensi harapan dari udang mantis
jantan dan betina.
Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Informasi tentang laju mortalitas suatu sumberdaya perikanan yang
dieksploitasi diperlukan untuk menganalisis dinamika populasi (Widodo & Suadi
2006). Parameter mortalitas meliputi mortalitas alami dan mortalitas penangkapan
(Sparre & Venema 1999). Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva
tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data komposisi panjang sedemikian
sehingga diperoleh hubungan:
(9)

11
Persamaan tersebut diduga melalui persamaan regresi linear sederhana ŷi = b0 +
b1xi dengan y =
sebagai ordinat, x =
sebagai absis dan Z= -b1.
Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris
Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999) sebagai berikut:
ln M = - 0,0152-0,279 ln L∞ + 0,6543 ln K + 0,463 ln T

(10)

M = e(-0,0152 -0,279 ln L∞+ 0,6543 ln K+ 0,463 ln T)

(11)

M adalah laju mortalitas alami (per tahun), L∞ adalah panjang asimptotik udang
mantis (mm), K adalah koefisien pertumbuhan, dan T adalah rata-rata suhu
permukaan air (ºC).
Setelah laju mortalitas total (Z) dan laju mortalitas alami (M) dihitung, laju
mortalitas penangkapan (F) diperoleh melalui:
F=Z–M

(12)

Penentuan laju eksploitasi merupakan salah satu faktor yang perlu diketahui
untuk menentukan kondisi sumberdaya perikanan dalam pengkajian stok ikan
(King 2007). Laju eksploitasi ditentukan dengan membandingkan mortalitas
penangkapan (F) terhadap mortalitas total (Z) (Pauly 1984):
(13)
E adalah laju eksploitasi, M adalah laju mortalitas alami (per tahun), F adalah laju
mortalitas penangkapan (per tahun), dan Z adalah laju mortalitas total (per tahun).
Nilai laju eksploitasi (E) selanjutnya dibandingkan dengan nilai laju eksploitasi
optimum menurut Gulland (1971) in Pauly (1984) yang nilainya 0,5. Jika E0,5 maka diduga komoditas perikanan telah
mengalami tangkap lebih (overexploitation).
Pola Rekrutmen
Rekrutmen merupakan masuknya individu baru ke dalam suatu populasi.
Dalam perikanan, rekrutmen dapat diartikan sebagai penambahan suplai baru
(yang sudah dapat dieksploitasi) ke dalam stok lama yang sudah ada. Pola
rekrutmen udang mantis di perairan Teluk Palabuhanratu diduga dengan
menggunakan Recruitment Pattern pada program FISAT (FAO-ICLARM Fish
Stock Assessment Tools) II versi 1.2.2. Pola rekrutmen ditentukan dengan
menggunakan data sebaran frekuensi panjang. Informasi parameter pertumbuhan
berupa L∞ (panjang asimptotik udang mantis), K (koefisien laju pertumbuhan
udang mantis), dan t0 (umur udang mantis pada saat panjang sama dengan 0)
adalah input yang diperlukan dalam pengerjaan penentuan pola rekrutmen pada
program FISAT II.

12
Analisis Spasial Sederhana
Analisis spasial sederhana merupakan analisis yang digunakan untuk
mengetahui sebaran daerah penangkapan udang mantis yang didaratkan di PPN
Palabuhanratu. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan daerah
sebaran penangkapan udang mantis adalah sebagai berikut:
1. Penentuan banyaknya jumlah responden (nelayan yang akan diwawancara
mengenai daerah penangkapan udang mantis)
2. Pembuatan peta dasar dari lokasi penelitian
3. Pembuatan plot-plot lokasi penangkapan udang mantis dalam bentuk spasial ke
peta dasar berdasarkan data dari para responden
4. Formulasi peta daerah penangkapan.
Analisis Sosial Nelayan
Analisis sosial yang dilakukan pada penelitian ini merupakan analisis yang
dilakukan mengenai aspek kehidupan sosial para nelayan udang mantis yang ada
di kawasan Teluk Palabuhanratu. Aspek sosial masyarakat nelayan yang dianalisis
di kawasan ini dapat diketahui dengan melihat tingkat pendidikan masyarakat,
umur, kepemilikan kapal, jumlah keluarga, pekerjaan sampingan, dan status
nelayan. Data diperoleh melalui teknik observasi langsung melalui pengamatan
dan wawancara yang disertai pengisian kuesioner oleh nelayan. Data selanjutnya
diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Analisis
deskriptif kualitatif adalah pengolahan data yang dilakukan melalui pertimbanganpertimbangan logika dengan menggunakan kalimat dari penulis yang sistematis
berdasarkan perilaku yang diamati, sedangkan analisis kuantitatif merupakan
pengolahan data dengan menggunakan perhitungan matematis seperti
penjumlahan, persentase, dan angka rata-rata (Wasak 2012) yang selanjutnya
digambarkan melalui grafik atau diagram.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi Umum Teluk Palabuhanratu
Teluk Palabuhanratu merupakan teluk yang terdapat di Kabupaten
Sukabumi, tepatnya terletak pada koordinat 106º20’-106º32,5’ BT dan 6º57’-7º25’
LS. Teluk Palabuhanratu merupakan teluk yang berbatasan langsung dengan
Samudera Hindia di sebelah barat. Perairan Teluk Palabuhanratu dikelilingi oleh
pegunungan dan kemiringan tanahnya terus berlanjut hingga ke dasar perairan
sehingga perairan di Teluk Palabuhanratu tersebut cukup dalam mencapai 200
meter pada jarak sekitar satu kilometer dari garis pantai. Bagian tengahnya
memiliki kedalaman 600 meter (Zulfikar 2012).
Secara topografi sebagian besar daratan yang mengelilingi Teluk
Palabuhanratu berupa daerah berbukit, lereng pegunungan, dataran rendah yang
sempit, serta banyak daerah aliran sungai yang bermuara di Teluk Palabuhanratu.
Sungai-sungai yang bermuara di Teluk Palabuhanratu adalah sungai Cimandiri,

13
Cibareno, Cimaja, Citepus, Cipalabuhan, dan Cipatuguran. Banyaknya sungai
yang bermuara tersebut akan memengaruhi kesuburan perairan di Teluk
Palabuhanratu yang merupakan teluk terbesar di sepanjang pantai selatan pulau
Jawa dengan panjang ±117 km (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Sukabumi 2006).
Kegiatan penangkapan ikan di Teluk Palabuhanratu sangat dipengaruhi
oleh kondisi musim. Selain musim timur dan musim barat, terdapat musim
peralihan di kawasan tersebut, yaitu peralihan dari musim barat ke musim timur
dan dari musim timur ke musim barat. Penduduk setempat menyebut keadaan
demikian dengan sebutan musim liwung.
Kondisi Teluk Palabuhanratu pada musim barat ditandai dengan intensitas
hujan yang sangat tinggi dengan angin yang sangat kencang disertai dengan
ombak yang besar. Hal ini menyebabkan pada musim barat biasanya sebagian
besar nelayan tidak berangkat melaut dengan alasan keamanan, kalaupun terdapat
kapal yang beroperasi jumlahnya tidak banyak dan daerah penangkapan yang
dituju pun terbatas di fishing ground yang tidak terlalu jauh. Kondisi tersebut
wajar dilakukan oleh nelayan setempat khususnya nelayan tradisional karena unit
penangkapan ikan yang mereka miliki cenderung berukuran kecil sampai sedang.
Lain halnya dengan musim timur yang biasanya berlangsung sekitar bulan
Mei sampai Juli, keadaan perairan biasanya tenang, jarang terjadi hujan dan
ombak yang relatif kecil sehingga memungkinkan nelayan untuk melaut dan
biasanya pada musim timur ini merupakan musim puncak ikan. Jumlah ikan yang
melimpah pada bulan-bulan tersebut diduga akibat adanya upwelling yang terjadi
pada perairan di Teluk Palabuhanratu dan sekitarnya. Upwelling ini yang
menyebabkan perairan Teluk Palabuhanratu menjadi subur karena adanya
plankton dalam jumlah berlimpah yang pada posisinya di ekosistem adalah
sebagai produsen. Upwelling ini dapat terjadi karena pada musim timur gerakan
arus air laut datang dari arah timur menuju ke barat sehingga mengakibatkan pada
musim timur arus air bergerak menjauh dari pulau dan terjadi kekosongan massa
air di daerah tersebut, kemudian air dari bawah naik ke atas sehingga terjadi
upwelling (PPN Palabuhanratu 1999 in Ekasari 2008).
Kegiatan perikanan tangkap di Palabuhanratu berpusat di Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu didirikan pada
tahun 1992 atas kerjasama Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi melalui
Dinas Kelautan dan Perikanan beserta Departemen Kelautan dan Perikanan (Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi 2006). PPN Palabuhanratu sebagai
pelabuhan perikanan terbesar di Jawa Barat memiliki fasilitas dan tingkat
operasional yang cukup baik (Lubis et al. 2012).
Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap komoditas perikanan di
Teluk Palabuhanratu bermacam jenisnya. Penggunaan alat tangkap ini didasarkan
atas jenis target komoditas perikanan yang ditangkap dan keadaan perairan di
teluk tersebut. Alat tangkap yang beraktivitas di PPN Palabuhanratu rata-rata
sangat ramah lingkungan dan cukup berkelanjutan (Zulfikar 2012). Alat tangkap
yang mendominasi di Palabuhanratu adalah pancing ulur atau hand line yang
biasa digunakan oleh nelayan. Pancing ulur merupakan salah satu alat tangkap
yang digunakan pada perikanan artisanal (perikanan rakyat) yang
mengoperasikan empat alat tangkap dalam satu armada penangkapan (Hargiyatno
et al. 2013). Jumlah unit pancing ulur terus meningkat setiap tahunnya.

14
Peningkatan ini terjadi karena pengoperasian pancing ulur memiliki beberapa
keunggulan di antaranya biaya operasi penangkapan relatif kecil, kualitas ikan
hasil tangkapan merupakan komoditas ekspor, operasi penangkapan tidak
tergantung pada musim ikan, dan daerah penangkapan sudah pasti pada rumpon
yang dipasang (Wudianto et al. 2003). Komposisi alat tangkap di PPN
Palabuhanratu dapat dilihat pada Gambar 4. Udang mantis di Palabuhanratu biasa
ditangkap menggunakan alat tangkap trammel net. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Gokoglu et al. (2008) yang menyatakan bahwa udang mantis yang
menjadi objek penelitiannya ditangkap dengan menggunakan alat tangkap
trammel net. Iskandar (2010) menyatakan bahwa udang dapat ditangkap dengan
menggunakan berbagai jenis alat tangkap. Udang mantis ini biasanya ikut
tertangkap ketika nelayan menangkap udang dogol (Metapenaeus endeavouri).
Udang mantis ini pada umumnya hidup di bagian bawah (dasar) perairan laut
dangkal dan estuari (Manning 1998).

tuna longline
16%

rawai / bubu
payang
1%
8%

pancing tonda
20%

pancing ulur
41%

purse seine
0%
gill net
1%

bagan
3%

trammel net
3%

rampus / jaring
klitik
7%

Gambar 4 Komposisi alat tangkap di PPN Palabuhanratu tahun 2012
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan (2013)

Menurut Suhana (2008) di dalam perairan Teluk Palabuhanratu terkandung
berbagai potensi sumberdaya ikan yang cukup melimpah, antara lain ikan pelagis,
ikan demersal, udang, dan biota laut lainnya. Ikan yang tertangkap di perairan
Teluk Palabuhanratu didominasi oleh jenis ikan ekonomis sedang dan hanya
sebagian kecil yang bernilai ekonomis
tinggi.
Jenis ikan tersebut antara lain ikan
(scalebar 1 cm
= 10 mm)
layur (Trichiurus sp.), peperek (Leiognathus spp.), selar (Selaroides sp.), tembang
(Sardinella fimbriata), teri (Stolephorus commersonii), tongkol lisong (Auxis
rochei), kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), tongkol abu-abu (Thunnus
tonggol), udang rebon (Mysis sp.), semar (Mene maculata), dan kembung
perempuan (Rastrelliger brachysoma). Jenis hasil tangkapan nelayan
Palabuhanratu yang bernilai ekonomis tinggi yaitu jenis udang yang biasa

15
tertangkap oleh alat tangkap trammel net (Pelabuhan Perikanan Nusantara
Palabuhanratu 2008). Jenis udang yang banyak tertangkap di Teluk Palabuhanratu
adalah udang dogol (Metapenaeus endeavouri). Para nelayan biasa menangkap
udang pada pagi hingga siang atau sore hari.
Udang mantis di Palabuhanratu biasa tertangkap oleh para nelayan
bersamaan dengan ketika udang dogol atau jenis hasil perikanan lainnya
tertangkap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tirmizi et al. (1994) yang
menyatakan bahwa udang mantis biasanya tertangkap pada jaring ikan. Udang
mantis ini merupakan hasil tangkapan sampingan (bycatch) nelayan. Tidak hanya
di Palabuhanratu, udang mantis ternyata merupakan hasil tangkapan sampingan
(bycatch) dari alat tangkap yang menggunakan jaring dasar di berbagai tempat
(Dell & Sumpton 1999; Zynudheen et al. 2004; Lui et al. 2007; Rao et al. 2015).
Udang mantis yang berukuran kecil tidak memiliki nilai ekonomis dan tidak
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Namun, udang mantis yang berukuran
besar biasanya dijual atau dikonsumsi oleh nelayan. Berdasarkan hasil
pengamatan, sebagian besar udang mantis yang tertangkap di perairan Teluk
Palabuhanratu berukuran kecil, sangat jarang dijumpai yang berukuran besar.
Udang mantis jenis Oratosquillina gravieri di Palabuhanratu bukan merupakan
komoditas ekspor, namun udang mantis jenis Harpiosquilla raphidea yang
terdapat di perairan Tanjung Jabung Barat, Jambi merupakan salat satu komoditas
ekspor utama (Mashar 2011).
Sebaran Frekuensi Panjang
Udang mantis yang didapat dalam setiap pengambilan contoh berbedabeda jumlahnya. Pengambilan contoh udang mantis di Teluk Palabuhanratu
dilaksanakan dalam kurun waktu selama satu tahun. Jumlah total contoh udang
mantis yang menjadi objek penelitian ini adalah sebanyak 1509 individu yang
terdiri atas 588 udang mantis jantan dan 921 udang mantis betina. Berdasarkan
analisis frekuensi panjang tubuh, dapat diestimasi panjang tubuh maksimum (L∞)
dan koefisien pertumbuhan intrinsik (K). Dengan menggunakan parameter L∞ dan
K, maka dapat diestimasi umur teoritis pada saat udang mantis mempunyai
panjang tubuh sama dengan nol atau t0 menggunakan rumus empiris Pauly (Pauly
1984).
Gambar 5 adalah sebaran frekuensi panjang udang mantis jantan dan betina
selama pengambilan contoh. Contoh udang mantis yang menjadi objek penelitian
mempunyai kisaran panjang total antara 34,90-125,85 mm. Berdasarkan hasil
pengelompokan dalam kelas panjang udang mantis didapatkan 12 kelas panjang
dengan frekuensi berbeda-beda yang ditunjukkan dalam tabel sebaran frekuensi
panjang udang mantis (Lampiran 1). Jumlah frekuensi udang mantis jantan dan
betina yang tertinggi be