Kepemimpinan Perempuan Dalam Gerakan Hijau Di Indonesia

i

KEPEMIMPINAN PEREMPUAN
DALAM GERAKAN HIJAU DI INDONESIA

SUSIANAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kepemimpinan Perempuan
Dalam Gerakan Hijau di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya
melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Susianah
NIM : I353100041

i

RINGKASAN
SUSIANAH. Kepemimpinan Perempuan Dalam Gerakan Hijau di Indonesia.
Dibimbing oleh EKAWATI SRI WAHYUNI dan SOERYO ADIWIBOWO.
Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) menganalisis sejauh mana SIKIB
dan Muslimat NU yang terlibat dalam gerakan penanaman pohon dapat
digolongkan sebagai bagian dari gerakan hijau; (2) menganalisis gerakan
menanam pohon yang dilakukan oleh SIKIB dan Muslimat NU serta faktor-faktor
sosial yang mempengaruhinya merupakan aksi kesadaran terhadap
developmentalism atau reaksi simbolis-politik; dan (3) menganalisis peran
kepemimpinan perempuan (SIKIB dan Muslimat NU) dalam gerakan penanaman

pohon. Jenis penelitian ini adalah studi kasus kepemimpinan perempuan dalam
gerakan menanam pohon Organisasi SIKIB (Solidaritas Istri Kabinet Indonesia
Bersatu) dan organisasi Muslimat NU. Pengumpulan data kualitatif diperoleh
dengan dua cara yakni pertama penelitian kelembagaan dilakukan di Pimpinan
Pusat Muslimat NU di DKI Jakarta, Pimpinan Cabang Muslimat NU Jombang
Propinsi Jawa Timur dan SIKIB di Jakarta. Kedua, penelitian lapangan dilakukan
di empat tempat yakni lahan gerakan tanam di Jombang, lahan gerakan tanam di
Desa Tunjung Kecamatan Udanawu Kabupaten Blitar, lahan gerakan tanam di
Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang dan lahan gerakan tanam di desa
Hargotirto Kabupaten Kulonprogo Propinsi Jogjakarta. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Agustus 2011-Juli 2012. Penelitian ini melibatkan 31 orang informan
dari jajaran Pimpinan Pusat Muslimat NU, pengurus SIKIB, LPPM UGM, Tenaga
Pendamping Program Indonesia Hijau dan Desa Sejahtera Kulon Progo
Jogjakarta, Kelompok Wanita Tani Desa Hargotirto Kulon Progo Jogjakarta,
Ketua dan anggota Muslimat NU Jombang Jawa Timur, Pengurus KOWANI dan
masyarakat yang terlibat dalam gerakan penanaman pohon Muslimat NU dan
SIKIB.
Hasil penelitian ini memperlihatkan gerakan hijau saat ini menjadi isu
utama dalam kehidupan sehari-hari selain isu HAM dan demokratisasi. Gerakan
hijau menjadi gerakan rakyat karena gerakan ini dipandang sebagai gerakan sadar

umat manusia terhadap bahaya ekspolitasi lingkungan. Namun di balik pemikiran
tersebut, kelompok kritis melihat gerakan hijau sebagai gerakan politik Negara
barat yang saat ini tengah terancam adanya bahaya pemanasan global dan
berharap Negara-negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki hutan luas
dapat berkontribusi dalam mencegah bahaya perubahan iklim tersebut. Kaum
perempuan dianggap sebagai kelompok strategis dalam upaya mencapai target
pelestarian lingkungan karena secara gender dekat dengan alam sekitarnya,
banyak menghabiskan waktunya di ladang, sawah dan menjadi penopang
kebutuhan pangan keluarga.
Organisasi Muslimat NU dan SIKIB didirikan dengan tujuan berbeda,
memiliki keterikatan yang sangat kuat dengan kepemimpinan laki-laki di organisasi
induk masing-masing organisasi tersebut. Muslimat NU didirikan oleh organisasi
Nahdlatul Ulama. Tujuan berdirinya Muslimat NU adalah untuk mengoptimalkan
peran Ibu dalam ikut mentradisikan ajaran Islam ahlussunnah wal jama‟ah. SIKIB
didirikan oleh Ani Yudhoyono dengan tujuan Mensukseskan program Kabinet
Indonesia Bersatu. Muslimat NU dan SIKIB sejak berdirinya tidak memfokuskan
bidang gerakannya hanya pada gerakan hijau.

ii


Muslimat NU memiliki struktur dari tingkat pusat sampai tingkat desa
sedangkan SIKIB hanya ada di tingkat pusat, tidak memiliki hierarkhi
kepengurusan sampai tingkat desa. Muslimat NU memiliki anggota atau pengikut
sedangkan SIKIB tidak beranggota. Sistem rekrutmen kepemimpinan dalam
Muslimat NU berdasarkan pada sistem kekerabatan melalui hubungan antar
keluarga pesantren, keluarga pengurus NU, saudara dan sistem kaderisasi melalui
IPPNU, Fatayat NU dan PMII Putri. SIKIB tidak memiliki sistem rekrutmen
kepemimpinan. Kepengurusan SIKIB melekat dengan jabatan suami dalam jajaran
Kabinet Indonesia Bersatu.
Perbedaan sistem rekrutmen kepemimpinan, keanggotaan dan struktur
organisasi antara Muslimat NU dengan SIKIB membawa dampak pada perbedaan
gaya kepemimpinan dalam gerakan penanaman pohon di Indonesia. Muslimat NU
menggunakan kekuatan strukturnya dari pusat sampai tingkat desa (pengurus
ranting). Kepemimpinan SIKIB yang tidak memiliki anggota dan struktur
kepengurusan di tingkat bawah, dalam menjalankan program penanaman pohon
(di lokasi penelitian ini) bekerjasama dengan LPPM UGM, Pemda Kabupaten
Kulon Progo Jogjakarta, Kelompok Wanita Tani (KWT) dan dunia usaha.
Kepemimpinan dalam penanaman pohon SIKIB tersebut memperlihatkan betapa
besarnya kekuasaan (power) yang dimiliki oleh pemimpin meskipun tidak
memiliki otoritas (kewenangan) atas pribadi atau kelompok yang dipimpin. SIKIB

juga memperlihatkan dengan tegas posisinya dalam koridor kepemimpinan
transaksional di mana kepemimpinan dijalankan berdasarkan transaksi antara
pemimpin dengan pihak yang dipimpin.
Kepemimpinan perempuan dalam penanaman pohon Muslimat NU dan
SIKIB merupakan bagian dari reaksi simbolis-politis atas permasalahan
pemanasan global yang telah menjadi isu dunia internasional sebagaimana
dirumuskan dalam MDGs. Jadi dari sini terlihat bagaimana Muslimat NU secara
organisatoris hanya memanfaatkan kekuatan naluri perempuan (anggota Muslimat
NU) yang dekat dengan lingkungannya untuk mensukseskan program penanaman
pohon Pemerintah. Muslimat NU sendiri beserta kekuatan strukturnya di desadesa dimanfaatkan oleh Pemerintah untuk mensukseskan program pelestarian
lingkungan. Dalam hal manfaat-memanfaatkan anggota masyarakat dalam
gerakan penanaman pohon, jika Muslimat NU hanya memanfaatkan anggotanya
(internal), SIKIB memanfaatkan pihak lain dan justru tidak hanya memanfaatkan
namun juga melakukan “klaim” sepihak terhadap gerakan penanaman pohon yang
dilakukan oleh pihak lain di luar SIKIB.
Kepemimpinan Perempuan dalam Gerakan Hijau menuai konflik internal
(konflik laten) baik itu kepemimpinan dalam Muslimat NU maupun SIKIB.
Konflik laten dalam gerakan penanaman pohon di Muslimat NU berdampak pada
program layanan pendidikan yang terwadai dalam Yayasan Pendidikan Muslimat
NU (YPM NU). YPM NU mengalami kevakuman selama 4 tahun lamanya.

Konflik laten dalam gerakan penanaman pohon SIKIB dengan organisasi yang
tergabung dalam GPTP (Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara) berdampak
pada kaburnya kepemilikan atas pohon yang telah ditanam. Konflik laten dalam
SIKIB juga berdampak pola interaksi antar pemimpin dalam organisasi GPTP.
Kata kunci : Kepemimpinan Perempuan, Gerakan Hijau, Muslimat NU, SIKIB

iii

SUMMARY
SUSIANAH. The Women Leadership in Indonesian Green Movement. Guided by
EKAWATI SRI WAHYUNI and SOERYO ADIWIBOWO.
The purpose of this study are : (1) analyze the extent to which SIKIB and
Muslimat NU in the tree planting movement can be classified as part of the green
movement; (2) analyzing the tree planting undertaken by SIKIB and Muslimat
NU and social factors that influence the awareness action against
developmentalism or symbolic-political reaction; and (3) analyze the role of
women's leadership (SIKIB and Muslimat NU) in a tree-planting movement. This
research is case study of women's leadership in the movement to plant trees
SIKIB Organization (Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu) and Muslimat
NU organization. The collection of qualitative data is obtained in two ways: first,

institutional research conducted in Pimpinan Pusat Muslimat NU at Jakarta,
Pimpinan Cabang (Branch Manager) Muslimat NU Jombang East Java and SIKIB
at Jakarta. Second, field research conducted in four places namely land planting
movement in Jombang, land planting movement in Udanawu Blitar, land planting
movement in District Pasirian Lumajang and land planting movement in Desa
Hargotirto Kulon Progo Regency of Yogyakarta Province. This study was
conducted in August 2011 to July 2012. The study involved 31 informants from
Pimpinan Pusat Muslimat NU, SIKIB management, LPPM, Consultan Program of
Indonesia Hijau Desa Hargotirto Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta, Women
Farmers Group (Kelompok Wanita Tani) Desa Hargotirto Kulon Progo
Yogyakarta , Chairman and members of the Muslimat NU Jombang East Java,
Board KOWANI and communities involved in tree planting and SIKIB Muslimat
NU.
The results of this study show that green movement has becomes a major
issue in daily life, beside of human rights and democratization issues. Green
movement has becomes people‟s movement due to this movement seems as an
awareness of mankind on the danger of exploitating environment. However,
regardless to those rationale mentioned above, critic groups are seeing this green
movement as a Western political movement which are currently are threathen by
global warming and expectively for developing contries such as Indonesia that has

very wide forests so they can contribute to prevent climate changes. Women are
deemed as a strategic group in order to reach its targets on environment
conservation, because they are really close to their vicinnity natures, they are
often spend more times in farms, fields and become a buttress for family food
needs.
Organizations of Muslimat NU and SIKIB were founded with different
objectives, these have a solid tie on men leadership at relevant main organizations.
Muslimat NU was founded by Nahdlatul Ulama that pioneered by religious and
very charismatic clerics/ulamas/Kyais in its communities : KH Moh Dahlan, KH
Wahab Hasbullah and KH Saifuddin Zuhri. The purpose of Muslimat NU
establishment was to optimize maternal roles as well as to preserve Traditional
Islamic methods of ahlussunnah wal jama‟ah. SIKIB was founded by Mrs. Ani
Yudhoyono, its main objective is to make success any programs of Indonesian

iv

Cabinet. Since its establishment, Muslimat NU and SIKIB were not focused on
green movement.
Muslimat NU has structures from central level to rural levels, and SIKIB
is only in the central level, it has no organization hierarchy to rural levels.

Muslimat NU has members or followers, and SIKIB has no members whatsoever.
Leadership recruitment systems in Muslimat NU is based on kinship relationship
between pesantren families, families of NU managements, relatives as well as
cadre systems by IPPNU, Fatayat NU and Young Female PMII. SIKIB has no
recruitment systems in leadership. Management of SIKIB is attached to their
spouses‟ positions in the Indonesian Cabinet.
The different between leadership recruitment, membership and
organization structure between Muslimat NU and SIKIB have made different style
of leaderships in tree planting movement in Indonesia. Muslimat NU is using their
influences in its structure from central to rural levels. Leadership on SIKIB which
has no members nor management structure in grass-root level to carry out tree
planting programs (in the site of this study) are cooperating with LPPM UGM, the
Regional Government of Kulon Progo Yogyakarta, Kelompok Wanita Tani
(KWT/Women Farmer Groups) and entrepreneurs. Leadership in planting trees in
SIKIB showed the huge power of the leaders, however, it has not authorization on
any personal or groups that it leaded. SIKIB is also shown its solid position in
transactional leadership corridor, where its leadership is carried out that based on
transactions between leader and those who are being leaded.
Women leadership in tree plantings Muslimat NU and SIKIB are part of
reactions of political symbolic on issues of global warming which has become

world‟s issue as being formulated in MDG. So, we can see here that Muslimat NU
in its organization is only use their women instinct (members of Muslimat NU)
who are very close to its environment in order to make tree planting program
become successful. Muslihat NU and its structures in rural areas are being used
by the government to make programs of tree planting movement become
successful. In using members of community to plant trees, Muslimat NU is only
use their internal members. SIKIB has used other parties that claimed unilaterally
on tree planting movement that made by other parties beside of SIKIB.
Women leadership in Green Movement has a latent internal conflict both
in leaderships on Muslimat NU and SIKIB. This latent conflict in planting tree
movement in Muslimat NU has its effect on its educational service programs that
coordinating Educational Foundations of Muslimat NU (YPM NU). YPM NU has
been hibernated for four years. This latency conflict in tree planting movement
between SIKIB and organizations that grouped into GPTP (Gerakan Perempuan
Tanam dan Pelihara/Women Movement to Plant and Raise) has been biased on
the ownership of planted trees. This latency conflict in SIKIB has also impacted to
interaction pattern between the leaders in organization of GPTP.
Keywords : Women Leadership, Green Movement, Muslimat NU, SIKIB

v


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

vi

vii

KEPEMIMPINAN PEREMPUAN
DALAM GERAKAN HIJAU DI INDONESIA

SUSIANAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Sosiologi Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Rilus A Kinseng, MA

1

2

PRAKATA
Alhamdulillah, segala puja dan puji hanya kepada Allah SWT karena atas
berkat rahman dan rahim-Nya penulis dapat merampungkan studi di Sekolah
Pascasarjana IPB. Penelitian berjudul “Kepemimpinan Perempuan Dalam
Gerakan Hijau di Indonesia” ini berangkat dari kesadaran penulis sebagai aktifis
gerakan perempuan yang melihat dengan kasat mata bagaimana ideology gerakan
perempuan di pedesaan mulai mengalami tarik menarik kepentingan, baik
kepentingan elit di internal gerakan perempuan maupun kepentingan elit nasional
bahkan kepentingan internasional. Bagaimanapun isu hijau di kalangan gerakan
perempuan sampai saat ini tetap menjadi isu yang revelan karena kaum
perempuan khususnya di pedesaan secara gender banyak menghabiskan waktunya
di lahan, sawah, hutan dan pantai di saat yang sama kelompok laki-laki banyak
memasuki ruang publik.
Rampungnya penelitian dan penulisan tesis ini bagi penulis tidak menjadi
penanda akan akhir dari perjalanan studi karena seyogyanya upaya memperoleh
ilmu pengetahuan dilakukan sampai akhir hayat. Dalam hal pencarian ilmu
pengetahuan sendiri, Program Studi Sosiologi Pedesaan IPB berhasil mendoktrin
penulis bahwa jika kita ingin dapat menikmati isi dunia ini maka kita harus
mengikuti tahapan berfikir ilmiah. Tahapan berfikir ilmiah yang sampai saat ini
penulis ingat adalah : “Jika kita dapat merumuskan masalah dengan baik maka
kita akan dapat menyelesaikannya dengan efektif. Jika kita dapat menyelesaikan
masalah dengan efektif maka kita akan dapat melihat dunia dengan lebih baik,
dan kemudian ketika kita melihat dunia lebih baik maka kitapun akan dapat
menikmatinya lebih banyak”.
Proses belajar di IPB memberi keberkahan pada penulis tidak sekadar
perolehan gelar akademik semata, namun yang lebih jauh itu IPB telah membawa
penulis masuk pada epistemologis kritis. Proses belajar di program studi Sosiologi
Pedesaan IPB telah membawa penulis pada tradisi berfikir ilmiah-kritis, berpihak
kepada kelompok mayarakat yang mengalami marginalisasi oleh dampak
pembangunan, bervisi kemanusiaan di manapun dan kapanpun. Penulis sangat
berhutang budi kepada seluruh jajaran sivitas akademika IPB yang telah
memberikan pelayanan yang sangat baik mulai dari pelayanan pendidikan,
pelayanan administrasi, pelayanan publik yang mendukung proses belajarmengajar dan lain sebagainya. Penulis menghaturkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada :
1. Bapak Dr. Arya Hadi Dharmawan Ketua Program Studi Sosiologi
Pedesaan IPB yang telah mencurahkan waktu, pikiran dan tenaganya
untuk melayani penulis baik yang berkaitan dengan bidang studi yang
penulis kaji selama proses belajar di IPB maupun dalam pelayanan
birokrasi dan administrasi akademik
2. Bapak Dr. Rillus Kinseng, Sekretaris Program Studi Sosiologi Pedesaan
yang juga pengampu mata kuliah Perubahan Sosial yang dengan sabar
melayani diskusi penulis
3. Ibu Dr. Ekawati Sri Wahyuni Ketua Komisi Pembimbing yang di awal
proses pembimbingan telah menumbuhkan semangat penulis untuk tetap
yakin bahwa proses belajar ini akan dapat dilalui dengan baik.

3

Terimakasih penulis haturkan kepada Ibu Ekawati yang di akhir proses
bimbingan meneguhkan komitmen penulis dengan prinsip “Jika kita
berani mengawali satu pekerjaan, maka kita juga harus bisa
mengakhirinya dengan baik”. Waktu jua yang bicara tentang hikmah di
balik semua proses studi ini karena ternyata studi ini pula yang
menghantarkan saya menjadi aktifis Muslimat NU yang sebenarnya jauh
dari yang pernah saya mimpikan bahkan berfikirpun juga tidak.
4. Bapak Dr. Soeryo Adiwibowo selaku Komisi Pembimbing yang berhasil
memberi stimulasi “ideology hijau” melalui proses pembelajaran mata
kuliah “Ekologi Manusia”. Bersama Pak Bowo, saya jadi mengenal siapa
itu Rappaport, Julian Steward, Arne Naess, Jim Ife, Peluso dan lain
sebagainya. Pertanyaan agak menggelitik di awal studi dari Pak Bowo
adalah apakah kita hendak memposisikan diri sebagai ilmuwan atau
peneliti atau aktifis-peneliti? Memilih posisi tentu beresiko, apalagi jika
yang dipilih itu adalah menjadi aktifis-peneliti.
5. Ibu Nurmala K Pandjaitan dan Bapak Djuara Lubis yang telah
mengantarkan penulis pada pemahaman tentang Filsafat Ilmu khususnya
tentang Metode Penelitian. Penulis memahami bahwa penelitian kualitatif
pun memiliki kekhasan validasi sendiri yang itu berbeda dengan validasi
pada metode penelitian survey yang sangat kuantitatif.
6. Kepada dosen-dosen program studi Sosiologi Pedesaan IPB yang telah
setia menemani proses belajar memahami realitas sosial pedesaan.
7. Kepada Mbak Anggra dan Mbak Hety yang setia melayani semua
mahasiswa khususnya penulis dalam berproses di Sosiologi Pedesaan
sehingga semua berjalan baik-baik saja.
8. Bapak Prof. Dr. Nahrowi Ramli yang dengan tulus memberikan pelayanan
kepada penulis dalam melalui setiap tahapan penyelesaian studi di IPB
9. Bapak Prof. Dr. Said Agil Siradj Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama yang telah memberikan dukungan moral, material dan spiritual
kepada penulis sehingga sampai di sini.
10. Ibu Khofifah Indar Parawansa Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat NU
yang dengan kemurahan hatinya menerima penulis menjadi bagian dari
jajaran PP Muslimat NU (meski usia penulis saat itu masih 33 tahun).
Muslimat NU sebagai obyek studi ini penulis kaji dengan menggunakan
metode partisipatori riset yakni penulis menjadi bagian dari Muslimat NU.
Artinya selama proses studi ini berlangsung penulis menempatkan diri
sebagai aktifis-peneliti.
Terakhir, semoga hasil studi yang penulis paparkan dalam tesis ini memberi
manfaat bagi masyarakat.

Bogor, Juli 2014
Susianah

4

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xvi
I PENDAHULUAN
Latar Belakang Pemikiran
1
Rumusan Masalah
5
Tujuan Penelitian
8
Kegunaan Penelitian
8
Aspek Teoritis
8
Aspek Praktis
8
II TINJAUAN PUSTAKA
Teori Perilaku Kepemimpinan
Pemimpin
9
Sumber Lahirnya Pemimpin
11
Gaya Kepemimpinan
12
Teori Kepemimpinan Perempuan
13
Kepemimpinan Formal dan Informal
13
Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional
14
Kekuasaan dan Otoritas Dalam Kepemimpinan
16
Gerakan Hijau
18
Etika Lingkungan
18
Gerakan Hijau sebagai Ideologi Politik
19
Gerakan Hijau Sebagai Perilaku
20
Kerangka Pemikiran
21
Hipotesis Pengarah
22
III METODE PENELITIAN
Metode dan Pendekatan Penelitian
22
Tempat dan Waktu Penelitian
25
Metode Pengumpulan Data
25
Metode Analisis Data
25
IV KEPEMIMPINAN MUSLIMAT NU DALAM GERAKAN
PENANAMAN POHON
Sejarah dan Kepemimpinan Perempuan
26
Sejarah Perkembangan Organisasi Muslimat NU
26
Pelayanan Masyarakat Sebagai Ibadah (Nilai Altruistik)
30
Sumber Lahirnya Pemimpin Muslimat NU
34
Ciri-ciri anggota dan Pola Kepemimpinan
36
Kasus Penanaman Pohon di Jombang Jawa Timur
39
Manajemen Penanaman Pohon
41
Distribusi Bibit
43
Pola Kepemimpinan
47
Konflik Laten dalam Gerakan Penanaman Pohon
50
V KEPEMIMPINAN SIKIB DALAM DALAM GERAKAN PENANAMAN
POHON
Sejarah Perkembangan dan Kepemimpinan Perempuan
53
Sejarah Perkembangan SIKIB
53
Sumber Lahirnya Pemimpin
55

5

Ciri-ciri Anggota
61
Kasus Penanaman Pohon di Hargotirto Jogjakarta
61
Manajemen Penanaman Pohon
61
Pola Kepemimpinan
63
Konflik Laten dalam Gerakan Penanaman Pohon
72
VI TINJAUAN KRITIS TERHADAP KEPEMIMPINAN PEREMPUAN
DALAM GERAKAN PENANAMAN POHON
Gerakan Simbolik-Politis
78
Kepentingan Politik Internasional
81
Penanaman Pohon dan Ketidak Adilan Sosial
Kasus Penanaman Pohon Anggota Muslimat NU
86
Makna Pohon Bagi Muslimat NU
86
Pohon dan Ketidak Adilan Sosial
89
KWT Ngudi Lestari dan Gerakan Hijau di Desa Hargotirto
91
VII KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

96
97
98
102

6

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Daftar Usulan Bibit Yang dibutuhkan anggota Muslimat NU
Daftar Penerimaan dan Distribusi Bibit dari Kementrian
Kehutanan
Partisipasi Dalam Program Penanaman Pohon Muslimat NU
Pihak-pihak Yang Berkepentingan Dalam Gerakan Menanam
SIKIB
Hasil Monitoring dan Evaluasi Gerakan Tanam SIKIB dan GPTP
Distribusi Bibit

44
45
47
71
78
94

7

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Jalinan hubungan antar komponen dari kepemimpinan
(Luthans, 1981)
Model pola interaksi antara pemimpin, perilaku pemimpin
dan lingkungannya (Luthans, 1981)
Latar Belakang Berdirinya Muslimat NU
Distribusi Program Penanaman Pohon
Aktor Gerakan Tanam Berbasis Masyarakat
Peristiwa yang Melatari Gerakan Menanam dan Pelihara
Pohon SIKIB

10
11
29
46
62
86

8

DAFTAR LAMPIRAN

1

.

Daftar informan penelitian Kepemimpinan Perempuan
Dalam Gerakan Hijau di Indonesia

102

1

I PENDAHULUAN
Latar Belakang Pemikiran
Indonesia bersama negara-negara berkembang menandatangani perjanjian
mencapai tujuan pembangunan yang terumuskan dalam program Millenium
Development Goals (MDGs). Ada delapan target yang ingin dicapai dalam
program MDGs tersebut antara lain memberantas kemiskinan dan kelaparan,
pendidikan dasar untuk semua, kesetaraan gender, menurunkan angka kematian
anak, meningkatkan kesehatan Ibu, mengurangi penyakit menular, meningkatkan
kelestarian lingkungan hidup dan mengembangkan kemitraan global (Claessens
dan Feijen 2006). Sebagaimana tercantum dalam penandatangan MDGs, batas
waktu pencapaian ke delapan program pembangunan pada tahun 2015.
Meningkatkan kelestarian lingkungan hidup selain menjadi salah satu issu
utama dalam pencapaian target pembangunan milenium, kelestarian lingkungan di
Indonesia juga merupakan program yang mendapat perhatian banyak pihak
selama 10 tahun terakhir. Kita bisa melihat bagaimana komitmen pemerintah
terhadap gerakan menanam sejuta pohon dan sejenisnya diselenggarakan tak
hanya bertopang pada satu Kementrian Kehutanan namun juga melibatkan intansi
lain di jajaran pemerintah. Pemerintah juga secara tegas mewajibkan BUMN dan
sector swasta agar memperhatikan aspek pembangunan sosial menjadi bagian
dalam perencanaan perusahaan seperti tertuang dalam tiga Undang-undang yakni
UU No 19 tahun 2003 tentang BUMN, UU No 25 tahun 2007 tentang Penanaman
Modal dan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Supomo 2004)
Upaya pelestarian lingkungan di Negara-negara sedang berkembang yang
kini menjadi salah satu target pembangunan millenium berangkat dari kesadaran
adanya degradasi lingkungan yang disebabkan ulah manusia. Kesalahan perilaku
manusia kepada lingkungannya berakar dari kesalahan cara pandangnya tentang
dirinya sendiri, alam dan hubungan manusia dan lingkungannya. Oleh karena itu
menurut Keraf (2010), untuk mengatasi dan melestarikan lingkungan hidup saat
ini harus dimulai dari perubahan cara berfikir atau cara pandang dan perilaku
manusia kepada lingkungannya.
Kesadaran menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan
pembangunan sosial dengan upaya melestarikan lingkungan hidup sebenarnya
sudah ada di Indonesia sejak akhir tahun 1970. Ketika itu pemerintah Indonesia
bersama dengan negara-negara berkembang dalam forum PBB menandatangani
kesepakatan bersama untuk menyelenggarakan pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan yang dimaksud adalah pembangunan yang tidak
berdampak pada eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan secara besarbesaran hanya untuk kepentingan ekonomi politik (Affandy 2010).
Dalam perjalanannya, pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan
ekonomi menjadi kendala serius dalam menjaga komitmen dan menyelenggarakan
pembangunan berkelanjutan. Ambisi untuk mengekspolitasi alam berwajah
pembangunan adalah faktor utama yang menenggelamkan komitmen untuk
menyelenggarakan pembangunan berkelanjutan. Penerapan teori modernisasi
dalam kebijakan di negara-negara berkembang (Dunia Ketiga) menyebabkan
terbukanya peluang bagi negara-negara kapitalis mengembangkan usahanya di Ibu

2

pertiwi ini melalui beroperasinya perusahaan-perusahaan multinasional. Dan
sumber daya alam adalah komponen berkembangnya kapitalisme yang di poles
oleh negara barat dengan wajah ”pembangunan” selain komponen lain yakni
sumberdaya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi (Affandy 2010).
Akibatnya dari berbagai evaluasi upaya pelestarian lingkungan melalui
gerakan hijau di Indonesia, seringkali hanya dimanfaatkan oleh para elit
khususnya elit politik untuk mengkampanyekan partai dan golongannya sebagai
gerakan pro rakyat. Gerakan hijau menjadi sebuah gerakan yang populis karena
gerakan ini menentang upaya-upaya eksploitasi lingkungan untuk berbagai
kepentingan, termasuk kepentingan pembangunan ekonomi. Gerakan hijau juga
dikenal sebagai gerakan yang menjunjung tinggi keadilan sosial karena
meletakkan keberpihakan kepada rakyat sebagai asasnya.
Gerakan hijau yang terpusat pada kaum laki-laki sebagai leading sector di
daerah-daerah tanah air banyak yang berakhir sia-sia. Gerakan hijau tidak menuai
hasil karena hanya mengedepankan sisi seremonial dan bersifat sporadis. Gerakan
hijau yang dimotori pemerintah melalui Kementrian Kehutanan RI ini kemudian
mengundang praduga para aktivis sosial sebagai gerakan yang hanya bertujuan
untuk menarik simpati masyarakat karena seringkali selesai pada proses tanam
tanpa dibarengi kegiatan perawatan tanaman. Banyak sekali tanaman yang mati
sia-sia karena tidak mendapat perawatan. Program hijau juga seringkali berakhir
dengan dipenjarakannya penanggung jawab proyek yang telah terbukti
memanipulasi data dan laporan keuangan yang banyak mendapat mark up.
Sejak tahun 2007, bersamaan dengan pencanangan penamanan 1 milyar
pohon untuk dunia oleh Presiden RI, kelompok perempuan menghimpun diri
dalam organisasi sosial kemasyarakatan bernama ”Gerakan Perempuan Tanam
dan Pelihara Pohon” atau disingkat GPTP. Organisasi yang terfokus pada gerakan
menanam dan memelihara pohon berbasis perempuan pedesaan ini beranggotakan
tujuh organisasi yang memiliki struktur kepengurusan dari tingkat desa sampai
tingkat pusat antara lain SIKIB, KOWANI, Dharma Wanita, TP PKK,
Bhayangkari, Dharma Pertiwi dan APPB1. Pembentukan GPTP berangkat dari
kesadaran akan kekuatan naluri perempuan dalam ”merawat dan melestarikan”
lingkungan dalam berbagai penelitian hasilnya lebih tinggi daripada laki-laki.
Kaum perempuan yang sebagian besar tinggal di pedesaan dan banyak
menghabiskan waktunya di sawah-sawah, ladang, kebun, pegunungan serta hutan
dipandang memiliki potensi kuat mensukseskan gerakan hijau yang saat ini
menjadi prioritas negara-negara berkembang dalam menyelamatkan lingkungan.
Di antara 7 organisasi anggota GPTP yang intens melakukan gerakan hijau
dan secara bersamaan juga melaksanakan program pengembangan masyarakat
adalah SIKIB (Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu). Sebagaimana
kepanjangan nama SIKIB, organisasi ini merupakan perkumpulan para isteri
Menteri Kabinet Indonesia Bersatu yang pembentukannya diinisiasi atas
1

Masing-masing organisasi tersebut memiliki kepengurusan dari tingkat kecamatan
sampai tingkat pusat kecuali organisasi SIKIB (Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu) dan
APPB (Aliansi Perempuan Untuk Pembangunan Berkelanjutan) yang hanya memiliki
kepengurusan di Jakarta sebagai Ibu Kota Indonesia. KOWANI sendiri merupakan federasi
organisasi perempuan yang memiliki 70-an anggota organisasi perempuan di tingkat pusat.
Dengan kekuatan struktur yang hiarkhi dari pusat sampai tingkat kecamatan ini memudahkan
untuk mewujudkan ”gerakan hijau” berbasis keadilan gender

3

keprihatinan Ibu Ani Bambang Yudoyono terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara. SIKIB menggariskan pengabdiannya pada bidang sosial dan
pendidikan. Secara garis besar kegiatan SIKIB bertumpu pada visi untuk
mewujudkan tatanan kehidupan dan penghidupan masyarakat dan bangsa
Indonesia yang cerdas, sehat dan sejahtera. Sedangkan misi SIKIB antara lain
membantu mensukseskan pelaksanaan program Kabinet Indonesia Bersatu,
membantu mencerdaskan kualitas pendidikan
masyarakat, membantu
meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan, membantu menciptakan lingkungan
yang hijau dan bersih, menumbuhkan kreatifitas seni dan budaya masyarakat,
peduli dalam meningkatkan rasa nasionalisme, kesetia kawanan dan solidaritas
korban bencana alam serta pemberdayaan ekonomi (Said 2008)
Dalam melaksanakan gerakan tanam 1 milyar pohon beserta program Desa
Sejahtera, SIKIB menjalin kerjasama dengan banyak stake holder. Stake holder
dari jajaran pemerintah yang bekerja sama dengan SIKIB antara lain Kementrian
Kehutanan, Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kementrian Lingkungan Hidup,
Kementrian Pekerjaan Umum, Kementrian UKM, Kementrian Perdagangan,
Kementrian Kesehatan, Kementrian Sosial, Kementrian Perumahan Rakyat,
BKKBN, KASAL, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Propinsi. Stake holder
dari unsur masyarakat dan perusahaan meliputi Universitas YARSI, YKKSJ,
Artha Graha Peduli, PT Adaro, PT Sinar Mas, PT Bogasari, PT Teh Sosro dan
lain sebagainya (http://indonesiahijau.or.id/)
Dalam merealisasikan pelestarian lingkungan, selain membentuk SIKIB
pemerintah juga bekerja sama dengan organisasi kemasyarakatan berbasis
perempuan. Salah satu organisasi yang secara massif menjalankan program
menanam pohon adalah Muslimat NU. Dalam visi dan misi organisasinya,
Muslimat NU memposisikan dirinya sebagai organisasi layanan sehingga semua
kegiatannya juga terfokus pada ruang pengabdian kepada bangsa dan negara
melalui kegiatan-kegiatan sosial, pendidikan, pengembangan ekonomi mikro,
kesehatan dan kependudukan serta lingkungan hidup. Muslimat NU memiliki
kepengurusan dari tingkat desa (pengurus ranting) sampai tingkat nasional di
Jakarta (pengurus pusat). Sejak tahun 1956 Muslimat NU tergabung dalam
organisasi KOWANI (Kongres Wanita Indonesia) yakni federasi organisasi
perempuan yang memiliki kepengurusan di tingkat pusat (Muslimat NU 1996).
Kehadiran Muslimat sebagai organisasi perempuan memiliki kekhasan di
bandingkan dengan organisasi perempuan lain di Indonesia. Pertama, secara
struktural Muslimat memiliki kepengurusan dari tingkat pusat (Jakarta) sampai
tingkat ranting (desa atau kelurahan). Jumlah kepengurusan Muslimat sampai
Kongres XVI yang diselenggarakan 15-18 Juli 2011 menyebar di 445
Kabupaten/Kota di Indonesia memiliki kekuatan sebagai penggerak perubahan
dalam masyarakat karena organisasi ini memiliki basis kader yang solid di akar
rumput. Kedua, anggota Muslimat NU merupakan anggota masyarakat pedesaan
(tanpa pandang bulu asal beragama Islam) secara organisatoris menjadikan
Muslimat memiliki “keterlekatan” dengan struktur sosial pedesaan (Affandy
2011).
Dengan posisi yang melekat tersebut menjadikan Muslimat juga sangat
dekat dengan permasalahan bahkan “lekat” dengan beragam potensi pedesaan
yang kemudian menjadi sumber modal sosial. Ketiga, sebagai organisasi
masyarakat keagamaan kehadiran Muslimat NU bagi anggotanya mampu

4

memberikan pijakan nilai sebagai dasar atau motivasi dalam berperilaku sosial.
Nilai-nilai agama yang menjadi pijakan berorganisasi Muslimat NU ini pada masa
Orde Baru telah mencipta opini bahwa Muslimat NU sering kali “dianggap”
seperti “pengajian Ibu-Ibu” pedesaan, bukan organisasi yang memiliki sistem dan
struktur di dalamnya. Hal ini tidak selamanya bermakna negatif karena kita juga
bisa memaknai hadirnya Muslimat NU di masa lalu telah diakui banyak pihak
berhasil mengisi “ruang nilai (agama)” dalam masyarakat.
Kekhasan organisasi Muslimat NU tersebut di atas telah membawa
organisasi kaum Ibu-Ibu ini memiliki modal sosial yang besar sehingga berhasil
eksis dalam melalui semua zaman. Ketiga sumber modal sosial yang dimiliki
Muslimat NU antara lain, pertama jaringan. Posisi Muslimat NU yang melekat
dalam struktur sosial pedesaan membuat organisasi ini memiliki jaringan kuat di
masyarakat. Secara garis besar, jaringan-jaringan tersebut meliputi antara lain
jaringan pesantren. Sebagian besar pengurus Muslimat NU adalah pengasuh
pesantren. Mereka memiliki santri yang juga kelak menjadi kader-kader dalam
menjalankan misi dakwah dan pemberdayaan masyarakat. Dalam tradisi
pesantren, para santri yang telah lulus mengemban amanah untuk mendakwahkan
Islam di kampung halamannya. Para santri di kemudian hari menjadi panutan dan
pemimpin masyarakat mulai dari pemimpin majlis ta‟lim, pemimpin pesantren,
pemimpin kelembagaan formal dan nonformal. Dengan keasadaran akan kekuatan
modal sosial tersebut, pemerintah berharap kepada Muslimat ikut serta
mensukseskan gerakan hijau di Indonesia.
Partisipasi perempuan dalam gerakan menanam pohon di Indonesia
dianggap memiliki peran besar dalam mengembalikan degradasi hutan dan
kerusakan lingkungan sehingga gerakan tersebut layak disebut sebagai bagian dari
gerakan hijau sebagaimana gerakan hijau yang ada di negara-negara sebagai
reaksi terhadap developmentalis. Laporan Kementrian Kehutanan sebagai pilot
project memberikan ”klaim” terhadap gerakan tanam yang dilakukan perempuan
sebagai gerakan berdampak positif karena telah berhasil menjadikan degradasi
hutan menurun dari 2,83 juta hektar pertahun menjadi 1,08 juta hektar (data per
Agustus 2008) atau menurun sampai angka 60%. Penurunan tersebut sangat cepat
sebab pada tahun 2005, Indonesia memiliki lahan kritis dari kerusakan 59, 2 juta
hektar per tahuan dan pada tahun 2006 menurun menjadi 30 juta hektar. Prestasi
tersebut diraih setelah pemerintah melakukan gerakan hijau dengan menjadikan
perempuan sebagai penggerak selama kurun waktu 2004-2007 (Kementerian
Kehutanan RI 2008).
Partisipasi perempuan dalam gerakan menanam pohon yang
dikoordinasikan oleh Kementrian Kehutanan RI bersama Kementrian
Pemberdayaan Perempuan RI mewujud dalam berbagai kegiatan yang terpolakan
dalam program antara lain ”Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan),
Indonesia Menanam dengan semboyan ”Kecil Menanam, Besar Memanen”,
”Tebang Satu Tanam Seribu”, serta ”Santri Menanam, Kyai Memanen, Anak dan
Cucu Memanen”, ”Duta Tanam Sekolah” (Jurnal Pena, edisi 2, 2005). Gerakan
menanam pohon di Indonesia yang awal mulanya hanya memiliki target 10 juta
pohon, namun antusiasme masyarakat dalam berpartisipasi yang sangat tinggi
membuat pencapaian target tersebut meningkat 14, 1 juta pohon (Kementerian
Kehutanan RI 2008).

5

Rumusan Masalah
Dinamika kehidupan perempuan di pedesaan, khususnya dalam mahzab
Bogor, telah banyak dilakukan dan dirintis oleh Pudjiwati Sajogyo melalui
disertasinya mengenai peranan perempuan dalam perkembangan masyarakat desa
(Wahyuni dan Kolopaking. editor. 2010). Dalam kajian yang dilakukan
Kolopaking et al (2010) menyajikan data penganut mahzab Bogor memiliki
ketertarikan yang lumayan tinggi terhadap kajian gender. Selama 24 tahun (19812005), dalam lingkup penganut mahzab Bogor telah menghasilan sebanyak 51
judul tesis dan disertasi bertemakan peranan perempuan, gender dan keluarga
yang akar keilmuannya terkait langsung dengan sosiologi pedesaan. Dari berbagai
studi perempuan yang ada memperlihatkan bahwa kepemimpinan perempuan
dalam menggerakkan partisipasi perempuan pedesaan belum banyak dilakukan
dalam mahzab Bogor. Kajian kepemimpinan perempuan sendiri banyak dilakukan
terutama yang berkaitan dengan kepemimpinan politik sedangkan kepemimpinan
perempuan dalam gerakan hijau di Indonesia belum pernah diungkap dalam kajian
akademis.
Partisipasi perempuan dalam gerakan hijau di Indonesia berbeda dengan
gerakan hijau di negara lain yang banyak dipelopori oleh kelompok kiri. Sejarah
gerakan hijau di dunia dapat dilihat dari karya J.R.R Tolkiens (1987) pada tahun
1970-an di mana di benua Eropa ketika itu banyak muncul kaum hippies anti
perang yang terhimpun dalam komunitas hijau. Gerakan hijau yang kemudian
berkembang menjadi ideologi hijau jika ditelusuri ke akarnya, gerakan ini
menganut paham demokrasi partisipatori dan berlandaskan pada prinsip ”think
globally, act locally”. Partai hijau pertama kali muncul pada tahun 1972 dari
sebuah gerakan bernama ”United Tasmanian Group” di kota Hobart, Australia
(Walker 1986). Dari negeri Kanguru ini lalu menyebar ke Kanada dan New
Zealand hingga parlemen Inggris dengan terbentuknya ”Ecology Party”.
Kemunculan partai hijau membawa ideologi yang fundamental dalam
menempatkan lingkungan lepas dari kerangka pikir tradisional dalam sosiokultural dan politik (Keil 1998).
Munculnya ideologi hijau di Eropa merupakan wujud kesadaran akan
adanya kesenjangan antara kebutuhan dan kualitas hidup masyarakat. Empat pilar
ideologi hijau yang terumuskan di Jerman membuktikan ideologi ini sangat
menentang kapitalisme. Keempat pilar inilah yang menjadi dasar dalam pendirian
partai hijau antara lain ; (1) ekologi yang seimbang, (2) keadilan sosial, (3)
demokrasi rakyat, dan (4) anti kekerasan.
Gerakan hijau yang spesifik dimotori oleh gerakan perempuan juga menjadi
bagian dari pemberontakan terhadap ketidak adilan sosial. Gagasan ecofeminism
misalnya dilontarkan pertama kali tahun 1974 oleh seorang feminis Francis dalam
buku Le Feminisme ou La Mort. Buku tersebut menggugah kesadaran manusia
khususnya kaum perempuan akan potensi untuk melakukan revolusi ekologis
dalam menyelematkan lingkungan hidup (Armstrong 1993)
Salah satu tokoh ekofeminisme adalah Vandana Shiva, seorang doktor fisika
dan filsafat ilmu, lahir pada 5 November 1953 di Dehradun, di kaki pegunungan
Himalaya. Aksi memeluk pohon khejri di desa Bishnoi Rajastan India yang terjadi
300 tahun silam ketika Raja Abhay Singh memerintahkan menebang pohon
tersebut sebagai wujud protes masyarakat telah menginspirasi Vandana Shiva

6

untuk melakukan kajian tentang hubungan antara logika dominasi dengan krisis
ekologi yang terjadi di belahan dunia. Kritik terbesarnya terhadap paham
neoliberalisme yang kapitalistik berasal dari analisisnya terhadap sejarah ilmu
pengetahuan modern yang ditulang punggungi cara berpikir maskulin (Shiva
1988).
Ilmu pengetahuan modern yang maskulin telah melahirkan “dualisme” dan
“reduksionisme”. Prinsip dualisme menempatkan secara diametral antara obyeksubyek, manusia-alam semesta, akal-rasa, dan lelaki-perempuan. Shiva
menemukan jejak darah yang ditinggalkan reduksionisme di mana-mana. Pada
abad ke-16 misalnya, di Eropa terjadi pembantaian besar-besaran terhadap
perempuan berkemampuan kebidanan, pengobatan, dan astrologi. Mitos nenek
sihir yang jahat lahir dari sana. Mitos dan kearifan tradisional pun diberangus
dengan alasan manifestasi pengetahuan yang sesat, irasional, takhayul, dan tidak
ilmiah (Shiva 1988).
Gerakan hijau dengan ideologi ecofeminism di banyak negara telah
memperhadapkan aktivis perempuan dengan negara, perempuan dengan pihak
kapitalis dan juga perempuan dengan strutur sosial beserta budayanya. Kritikan
penganut paham ecofeminism terhadap ideologi hijau di luar „ideologi
ekofeminisme‟ membuat gerakan ini kerap dituding sebagai gerakan yang tidak
membumi. Bagi ekofeminisme, krisis lingkungan tidak semata disebabkan oleh
perilaku yang dihasilkan dari cara pandang antroposentrisme. Krisis lingkungan
yang mendasar juga disebabkan oleh cara pandang dan perilaku yang androsentris
yakni cara pandang dan perilaku yang menempatkan dominasi, manipulasi,
eksploitasi terhadap alam. Menurut Karren J Warren dalam Keraf (2010) kerangka
konseptual androsentris yang menindas memiliki tiga ciri utama yakni : (a)
berfikir tentang “nilai-secara-hierarkis”, yang menempatkan nilai dan status yang
lebih tinggi pada pihak yang dianggap lebih tinggi; (b) dualisme nilai, yang
melakukan penilaian moral dalam kerangka dualistik (laki-laki dilawankan
dengan perempuan, manusia di lawankan dengan alam) untuk memberi nilai lebih
tinggi pada satu sambil menilai rendah pada yang lain; (c) logika dominasi yaitu
struktur berfikir yang cenderung membenarkan dominasi dan sub ordinasi.
Di Indonesia, partisipasi perempuan dalam gerakan menanam pohon justru
di “drive” oleh pemerintah. Kehadiran SIKIB sendiri jika dirunut
pembentukannya juga bersifat “top down”, yang konon ketika itu Ibu Ani
Yudhoyono dalam rapat persiapan pencanangan “penanaman 1 milyar pohon
untuk dunia” pada tahun 2007 mengajukan protes mengapa program kelestarian
lingkungan di Indonesia tidak melibatkan kaum perempuan2 yang justru banyak
menghabiskan waktu dan aktifitasnya di sawah-sawah, ladang, hutan dan
pegunungan.
Kehadiran SIKIB dalam GPTP serta Muslimat NU telah menyatukan
gerakan perempuan Indonesia yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatan
dengan dasar ideologi yang beragam (nasionalis, sosialis dan religius). Dalam
pandangan penulis, kepemimpinan penanaman pohon berbasis perempuan dalam
wadah SIKIB dan Muslimat NU inilah yang menarik untuk dikaji secara
mendalam. Sebab ditelisik dari sejarah perkembangan bangsa Indonesia, gerakan
perempuan “nyaris” susah bertemu dan melakukan aksi secara bersama-sama
2

Diskusi dengan Sukma Taroniarta, Penyuluh Fungsional Kementrian Kehutanan Pusat,
10 April 2011

7

dalam satu tujuan. Gerakan perempuan Indonesia pernah melakukan perjuangan
bersama-sama ketika melawan penjajah. Setelah itu, gerakan perempuan justru
memilih berjalan sendiri-sendiri mewujudkan visi dan misinya yang sebenarnya
sama yakni menjunjung harkat dan martabat perempuan Indonesia. Namun antara
satu gerakan perempuan dengan gerakan perempuan lain sering kali saling
“menghakimi”. Kelompok sosialis dan nasionalis melihat ketertindasan
perempuan karena salah satunya disebabkan oleh bias tafsir agama. Sehingga
mereka mengecam gerakan perempuan berbasis agama yang terkesan tidak kritis
terhadap teks-teks agama dan bahkan ikut melegitimasi poligami (terselubung)
dalam UU No 1 tahun 1974. Gerakan perempuan berbasis agama sendiri juga
kerap kecewa dan curiga dengan gerakan perempuan berpaham sosialis dan
nasionalis yang cenderung menggunakan pola pikir dan tindakan yang kebaratbaratan. Gerakan perempuan berbasis agama selama ini curiga dengan program
“gender equality” sebagai corong para kapitalis yang ingin menjadikan
masyarakat Indonesia mengikuti gerak “pasar”. Hubungan antara gerakan
perempuan berhaluan sosialis dan religius sempat menegang saat pembahasan
RUU Pornografi dan Pornoaksi di DPR-RI.
Dalam kajian kepemimpinan perempuan dalam gerakan menanam pohon
melalui SIKIB dan Muslimat NU ini juga tak bisa dilepaskan dari akar sejarah
gerakan perempuan Indonesia yang tentunya berbeda dari pengalaman gerakan
perempuan negara lain sehingga teori feminisme (ecofeminism) yang cenderung
mengedepankan “konflik” seringkali tidak pas di pasang dalam bingkai keIndonesiaan. Dalam gerakan perempuan untuk misi yang berbeda, pada tahun
1980-an juga berhasil mensukseskan program Keluarga Berencana. Hambatan
program KB seperti dialami negara-negara lainnya adalah pertentangan dari kaum
agamawan yang menganggap program ini sebagai bentuk menolak takdir. Ketika
pemerintah Indonesia mengambil inisiatif merangkul agawaman maka program
KB pun berhasil cemerlang. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
(PBNU) Dr. KH Idham Khalid ketika itu diangkat pemerintah menjadi Menteri
Kesejahteraan Rakyat. Melalui tangan-tangan ormas perempuan underbow NU
seperti Muslimat, Fatayat, IPPNU yang memiliki kepengurusan sampai tingkat
desa membuat program KB menjadi program yang populis. Gerakan perempuan
Islam bekerja secara bersama-sama bersama TP PKK, Dharma Wanita,
Bayangkari dan lainnya mensukseskan KB. Ada kemungkinan romantisme masa
lalu ini menjadi pertimbangan pemerintah menyatukan gerakan perempuan untuk
merealisasikan gerakan pelestarian lingkungan di Indonesia.
Dari gaya kepemimpinan perempuan dalam gerakan hijau di Indonesia yang
berbeda dengan kepemimpinan penganut ecofeminis di Negara lain, diduga
kepemimpinan gerakan menanam pohon SIKIB maupun Muslimat NU menganut
paradigma transaksional yakni kepemimpinan merupakan kontrak sosial (baik itu
antara pemerintah dengan organisasi perempuan maupun di antara pemimpin
dengan para anggotanya. Pemerintah, pemimpin dan anggota dalam
kepemimpinan gerakan menanam pohon di Indonesia merupakan pihak-pihak
yang independen yang masing-masing mempunyai tujuan dan hubungan di antara
ketiganya didahului oleh transaksi, negosiasi dan tawar menawar.
Melalui kajian kepemimpinan ini, agenda penting lain adalah mengetahui
aspek-aspek kelembagaan dari organisasi kemasyarakatan SIKIB dan Muslimat
NU, ciri-ciri anggota atau pengikut di masyarakat, bagaimana gaya kepemimpinan

8

yang dijalankan untuk merealisasikan tujuan dalam pelestarian lingkungan.
Berangkat dari permasalahan tersebut, pertanyaan penelitian yang diangkat dalam
penelitian ini adalah :
1. Apakah gerakan menanam pohon SIKIB dan Muslimat NU di era
kepemimpinan Kabinet Indonesia Bersatu dapat digolongkan sebagai
bagian dari gerakan hijau?
2. Apakah kegiatan penanaman pohon yang dilakukan SIKIB dan Muslimat
NU merupakan reaksi sadar terhadap developmentalism melalui diskursus
“perempuan dan hijau” atau sekedar merupakan reaksi simbolik-politik?
3. Bagaimana peran kepemimpinan perempuan (SIKIB dan Muslimat NU)
dalam gerakan penanaman pohon
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis sejauh mana SIKIB dan Muslimat NU yang terlibat dalam
gerakan penanaman pohon dapat digolongkan sebagai bagian dari gerakan
hijau.
2. Menganalisis gerakan menanam pohon yang dilakukan oleh SIKIB dan
Muslimat NU serta faktor-faktor sosial yang mempengaruhinya
merupakan aksi kesadaran terhadap developmentalism atau reaksi
simbolis-politik.
3. Menganalisis peran kepemimpinan perempuan (SIKIB dan Muslimat NU)
dalam gerakan penanaman pohon
Kegunaan Penelitian
Aspek Teoritis
Penelitian ini memberikan kontribusi dalam khazanah kajian teori
kepemimpinan dalam sosiologi. Aspek-aspek kepemimpinan yang dikaji dalam
interaksi pemimpin, gaya kepemimpinan dalam mencapai tujuan, gaya
kepemimpinan transformasional dan transaksional adalah jabaran dari teori elit
dan kepemimpinan yang menjadi fokus kajian sosiologi seperti telah dirumuskan
oleh Max Weber dalam teori kepemimpinan kharismatik dan kepemimpinan
birokrasi yang ada dalam setiap masyarakat di dunia. Selain yang termaktub
dalam teori sosial, penelitian ini memberi kontribusi dalam kajian teori-teori
dalam gugus di luar ilmu sosiologi seperti ilmu komunikasi, ilmu psikologi
sosial, ilmu manajemen, ilmu administrasi yang memiliki keterkaitan langsung
dengan bahasan kepemimpinan sebagai bagian dari unit kajian. Penelitian ini juga
memperkaya khazanah kajian analisis gender di mana penelitian dilakukan tidak
hanya untuk meneliti tentang perempuan namun juga untuk perempuan dengan
menggunakan pendekatan kualitatif yang menempatkan peneliti sebagai bagian
dari kaum perempuan yang memiliki pengalaman yang sama dengan pihak yang
diteliti.
Aspek Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menjawab
permasalahan pencapaian tujuan gerakan menanam pohon di Indonesia khususnya
yang dilakukan oleh gerakan perempuan ditinjau dari sisi kepemimpinannya.

9

Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi oleh para praktisi
sosial baik itu di kalangan ormas, LSM, OKP, organisasi perempuan dan lain
sebagainya untuk melakukan refleksi dan evaluasi terhadap kepemimpinan
perempuan di masing-masing organisasi. Penelitian ini dapat dijadikan referensi
bagi program pemberdayaan perempuan dengan mengangkat aspek struktural
daripada hal teknis berupa infastruktur sehingga perbaikan hidup perempuan yang
telibat langsung dalam gerakan sosial di masyarakat dapat tercapai.

II TINJAUAN PUSTAKA

Teori Perilaku Kepemimpinan
Pemimpin
Apakah kehadiran pemimpin dalam suatu masyarakat bersifat ”natural” atau
”by design” telah menjadi kajian sosiologi sejak masa-masa kelahirannya yang
kemudian juga populis dalam studi ekonomi terapan seperti manajemen. Berbeda
dengan studi ekonomi, posisi pemimpin di masyarakat tak bisa dilekatkan secara
otomatis pada posisi pimpinan. Dalam studi kepemimpinan yang hendak penulis
angkat ini berbeda teori dan konsep dengan pemimpin yang merujuk pada konsep
studi ekonomi manajemen. Luthans (1981) mengklasifikasi kepemimpinan dalam
lima pendekatan.