Pengaruh Teknik Pemasakan Beras Analog Terhadap Tingkat Kesukaan Konsumen dan Nilai Indeks Glikemik

usu

PENGARUH TEKNIK PEMASAKAN BERAS ANALOG
TERHADAP TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN DAN NILAI
INDEKS GLIKEMIK

REYNALDY FAJRI ALDYA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Teknik
Pemasakan Beras Analog Terhadap Tingkat Kesukaan Konsumen dan Nilai
Indeks Glikemik adalah benar karya saya dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Reynaldy Fajri Aldya
NIM I14100044

ABSTRAK
REYNALDY FAJRI ALDYA. Pengaruh Teknik Pemasakan Beras Analog
Terhadap Tingkat Kesukaan Konsumen dan Nilai Indeks Glikemik. Dibimbing
oleh RIMBAWAN.
Beras analog merupakan inovasi baru pangan sumber karbohidrat yang
terbuat dari tepung jagung, sagu dan sorgum kemudian diproses sehingga
membentuk bulir beras. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh
teknik pemasakan beras analog dengan menggunakan rice cooker terhadap tingkat
kesukaan dan nilai indeks glikemik. Pada penelitian ini dilakukan beberapa teknik
pemasakan beras analog dengan menggunakan variasi suhu (suhu kamar dan
mendidih) dan penghangatan kembali sebelum dikonsumsi (15’, 60’, 120’).
Berdasarkan uji organoleptik didapatkan nasi analog yang paling disukai dan tidak

disukai, yang kemudian akan dilanjutkan dengan analisis zat gizi proksimat, serat
pangan dan indeks glikemik. Nasi analog yang paling disukai adalah nasi dengan
teknik pemasakan menggunakan air mendidih dan dikonsumsi 15’ setelah matang,
sedangkan yang tidak disukai adalah nasi yang dimasak menggunakan air dingin
dan dikonsumsi 60’ setelah matang. Hasil nilai indeks glikemik nasi analog yang
disukai dan tidak disukai berturut-turut sebesar 55.16 dan 51.76. Nilai IG tersebut
termasuk dalam kategori rendah sampai batas atas rendah. Uji independen sampel
t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaaan yang signifikan antara teknik
pemasakan terhadap nilai indeks glikemik.
Kata kunci: beras analog, indeks glikemik, teknik pemasakan.
ABSTRACT
REYNALDY FAJRI ALDYA. Effect of analogue rice cooking technique to
consumers preference level and glycemic index. Supervised by RIMBAWAN.
Analogue rice is a new innovative food source of carbohydrate made from
cornstarch, sago and sorghum then processed to grain of rice-form. This study was
aimed to analyze the effect of analogue rice cooking technique using “rice cooker”
to consumers preferences level and glycemic index values. In this study, analogue
rice was cooked using varies of temperatures (cold and boiled water) and rewarming time (15’, 60’, 120’) before it was consumed. Based on organoleptic
tests, two from each cooking techniques was selected representing analogue rice
which are most preferred and not preferred. Selected products were then analyzed

for proxymate nutrients, dietary fiber and glycemic index. Cooking of rice with
boiled water and consumed 15’ after cooked was the most preferred technique,
while that with cold water and consumed 60’ after cooked was the not preferred
technique. Results of glycemic index values of analogue rice which is most
preferred and not preferred are 55.16 and 51.76 respectively. The IG values
included in category low till upper limit low. Independent samples t-test showed
that there was no significant difference between selected cooking techniques with
glycemic index values.
Keywords: analogue rice, cooking technique, glycemic index

PENGARUH TEKNIK PEMASAKAN BERAS ANALOG
TERHADAP TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN DAN NILAI
INDEKS GLIKEMIK

REYNALDY FAJRI ALDYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul
Nama
NIM

: Pengaruh Teknik Pemasakan Beras Analog Terhadap Tingkat
Kesukaan Konsumen dan Nilai Indeks Glikemik
: Reynaldy Fajri Aldya
: I14100044

Disetujui oleh

Dr. Rimbawan

Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr. Rimbawan
Ketua Departemen

Tanggal disetujui:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 hingga Agustus
2014 ialah indeks glikemik, dengan judul Pengaruh Teknik Pemasakan Beras
Analog Terhadap Tingkat Kesukaan Konsumen dan Nilai Indeks Glikemik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Rimbawan selaku
pembimbing skripsi, serta Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MS selaku pembimbing
akademik yang telah banyak memberi saran. Ucapan terimakasih juga penulis
sampaikan kepada Ibu Leily Amalia Furkon, S.TP., M.Si atas kesediaannya
sebagai pemandu seminar dan penguji ujian skripsi. Di samping itu, penghargaan

penulis sampaikan kepada Bapak Mashudi dari bagian laboratorium analisis zat
gizi, Ibu Titi beserta staf laboratorium biokimia gizi, serta laboran semua
laboratorium, yang membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Reynaldy Fajri Aldya

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

Manfaat Penelitian

2

METODOLOGI PENELITIAN


2

Disain, Tempat dan Waktu

2

Alat dan Bahan

3

Tahapan Penelitian

3

Pengolahan dan Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN


6

Pengolahan Beras Analog

6

Uji Organoleptik

7

Analisis Kandungan Zat Gizi dan Serat Pangan Hasil Pengolahan Beras
Analog

11

Penentuan IG Hasil Pengolahan Beras Analog

14


SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

22


RIWAYAT HIDUP

37

DAFTAR TABEL
1 Hasil uji mutu hedonik nasi analog
2 Hasil uji hedonik nasi analog
3 Indeks glikemik beberapa varietas beras giling di Indonesia

8
9
17

DAFTAR GAMBAR
1 Tahapan Penelitian
2 Beras analog
3 Grafik hasil analisis kandungan zat gizi dan serat pangan nasi analog
terpilih (disukai dan tidak disukai)
4 Grafik available carbohydrate dan jumlah pangan uji terpilih (disukai
dan tidak disukai) yang dikonsumsi
5 Kurva respon gula darah nasi analog terpilih (disukai dan tidak disukai)
terhadap glukosa murni
6 Grafik IG nasi analog terpilih (disukai dan tidak disukai)

4
7
11
14
14
15

LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

8
9
10
11
12
13

Uji mutu hedonik organoleptik
Uji hedonik organoleptik
Hasil analisis statistik Kruskal-Wallis terhadap mutu hedonik nasi
analog
Hasil analisis statistik Duncan terhadap mutu hedonik nasi analog
Hasil analisis statistik Kruskal-Wallis terhadap hedonik nasi analog
Hasil analisis statistik Duncan terhadap hedonik nasi analog
Langkah-langkah metode analisis kimia, meliputi analisis proksimat
(analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar potein, kadar
karbohidrat) dan analisis serat pangan
Hasil uji t-test perbedaan teknik pemasakan terpilih (nasi analog
disukai dan tidak disukai) terhadap nilai kandungan gizi
Formulir persetujuan setelah mendapatkan penjelasan (INFORMED
CONSENT)
Surat persetujuan etik penelitian
Rekapitulasi data indeks glikemik nasi analog yang disukai
Rekapitulasi data indeks glikemik nasi analog yang tidak disukai
Hasil uji t-test perbedaan teknik pemasakan terbaik (nasi analog
disukai) dan terburuk (nasi analog tidak disukai) terhadap nilai IG

22
23
24
25
26
27

28
32
33
34
35
35
36

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang
berbahaya. Penyakit ini merupakan penyakit non infeksi yang disebabkan oleh
pola makan serta pola hidup yang tidak baik. Penyakit ini sudah mulai menyerang
manusia pada usia 40 tahun dan bahkan usia dibawahnya.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan proporsi
penyebab kematian akibat diabetes mellitus pada kelompok usia 45-54 tahun di
daerah perkotaan menduduki ranking ke 2 yaitu 14.7%, sedangkan pada daerah
pedesaan, DM menduduki ranking ke 6 yaitu 5.8%. Peningkatan pendapatan per
kapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar menyebabkan
pravalensi penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus menjadi bertambah.
World Health Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2007 terdapat 246
juta penderita diabetes dan 3.5 juta mengalami kematian akibat diabetes. Hal ini
menunjukkan bahwa diabates mellitus merupakan salah satu penyebab kematian
terbesar.
Risiko diabetes dapat disebabkan karena keturunan dan life style atau gaya
hidup. Secara umum, hampir sebagian besar prevalensi diabetes adalah diabetes
tipe 2. Pada diabetes tipe ini, gaya hidup yang tidak sehat seringkali menjadi
faktor pemicu. Hal ini terlihat berdasarkan hasil Riskesdas (2007) prevalensi
kurang makan buah dan sayur sebesar 93.6% dan prevalensi kurang aktivitas fisik
pada penduduk diatas usia 10 tahun sebesar 48.2%. Meningkatnya konsumsi
pangan cepat saji, menurunnya aktivitas (sedentary life), serta prevalensi merokok
yang relatif tinggi juga merupakan risiko yang meningkatkan terjadinya diabetes
tipe 2.
Salah satu pengaturan pola hidup sehat adalah dengan cara pengaturan gizi
dengan pendekatan nilai indeks glikemik. Setiap bahan pangan mempunyai
pegaruh berbeda terhadap kenaikan kadar gula dalam darah (Barclay et al. 2005).
Hal tersebut berarti setiap bahan pangan mempunyai respon yang berbeda
terhadap glukosa darah dan dapat dikatakan bahwa nilai indeks glikemik dari
setiap bahan pangan berbeda. Pemilihan bahan pangan dengan nilai indeks
glikemik yang rendah dapat mencegah lonjakan kadar gula dalam darah, hal ini
sangat bermanfaat dan dianjurkan bagi para diabetesi yang ingin melakukan
pengaturan pola makan.
Berbagai penelitian untuk mengukur nilai indeks glikemik beras yang
banyak dikonsumsi masyarakat dalam bentuk nasi sudah banyak dilakukan
dengan hasil indeks glikemik yang bervariasi secara umum termasuk dalam
kategori sedang sampai tinggi. Ketergantungan masyarakat Indonesia akan
konsumsi nasi yang terus meningkat dan variasi sumber karbohidrat yang kurang
beragam memerlukan adanya inovasi sumber karbohidrat yang bentuknya
menyerupai beras. Beras analog merupakan salah satu dari inovasi tersebut. Beras
analog merupakan beras tiruan yang dapat terbuat dari jagung, sagu, dan sorgum.
Bulir-bulir beras analog memiliki kemiripan dengan bulir beras yang berasal dari
padi sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu pangan alternatif pengganti beras.

2
Pada umumnya pengolahan beras menjadi nasi dilakukan melalui proses
pemasakan menggunakan beberapa alat tanak. Rice cooker merupakan salah satu
alat tanak nasi yang penggunaannya semakin meningkat. Cara pemasakan beras
analog pada label kemasan adalah dengan menggunakan air panas yang langsung
dimasukan ke dalam rice cooker tetapi pada umumnya masyarakat memasak
beras dengan menggunakan air dingin, oleh karena itu pada penelitian ini beras
analog diolah dengan beberapa teknik pemasakan berupa pemanasan
menggunakan air dingin dan air panas dengan waktu konsumsi yang berbeda. Hal
ini akan berpengaruh kepada tingkat kesukaan dan nilai indeks glikemik nasi
analog. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melihat bagaimana pengaruh itu,
sehingga penelitian ini perlu dilakukan.
Tujuan
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh teknik
pemasakan beras analog dan waktu penghangatan sebelum dikonsumsi terhadap
nilai IG. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mempelajari teknik pemasakan nasi analog terpilih dari beberapa teknik
pemasakan menggunakan beberapa variasi suhu air dan waktu penghangatan
sebelum dikonsumsi dengan waktu yang berbeda melalui uji organoleptik.
2. Mempelajari komposisi zat gizi proksimat dan serat pangan nasi analog
terpilih.
3. Mempelajari nilai Indeks Glikemik nasi analog dari teknik pemasakan yang
terpilih.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk memilih proses
pengolahan beras analog yang paling sesuai dengan kondisi diabetisi mengingat
nilai indeks glikemik pangan berperan dalam menentukan respon terhadap
perubahan kadar glukosa darah antar waktu.

METODOLOGI PENELITIAN
Desain, Tempat dan Waktu
Desain penelitian yang digunakan adalah ekperimental. Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium Organoleptik,
Laboratorium Biokimia Gizi, Laboratorium Kimia dan Analisis Gizi Departemen
Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor serta klinik
Yasminur, Pandeglang. Adapun beras analog didapat dari kios Serambi Botani
yang terletak di Botani Square. Waktu pelaksanaan dilakukan dalam jangka waktu
4 bulan, yaitu dimulai bulan Mei 2014 hingga Agustus 2014. Penelitian ini sudah
mendapatkan izin dari Komisi Etik Penelitian Biomedis, Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia.

3
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain, gelas ukur, termometer,
piring, pemanas air, rice cooker, sendok, cawan alumunium, cawan porselen,
desikator, oven, timbangan analitik, tabung reaksi, gelas piala, labu takar, sudip,
tanur, labu lemak, labu Kjeldhal, alat destruksi, alat destilasi, erlenmeyer, labu
semprot, corong, pompa vakum, pipet volimetrik, Soxhlet, lancet, glukometer
GlucoDr dan strip GlukoDr
Bahan yang digunakan antara lain beras analog, air bebas ion, selenium mix,
HCl (0,03 N; 0,1 M dan 6 M), NaOH 30%, asam borat (H3BO3 3%), etanol 95 %,
aseton, buffer fosfat asam nitrat (HNO3), asam sufat (H2SO4), pepsin, natrium
bikarbonat (NaHCO3), heksan, petroleum eter, alcohol swab, kapas, air mineral
dan dextrose monohydrate.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan proses pemasakan beras
analog dengan dua perlakuan yang berbeda, pertama yaitu penanakan dengan air
panas yang kedua adalah penanakan dengan air suhu kamar, kemudian dibiarkan
tetap hangat dalam rice cooker sesuai waktu penghangatan sebelum dikonsumsi
yang telah ditentukan, sedangkan penelitian utama dilakukan uji organoleptik,
analisis kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar karbohidrat, serat
pangan, serta penentuan nilai indeks glikemik terhadap nasi analog yang disukai
dan tidak disukai. Secara skematik tahap penelitian disajikan dalam Gambar 1
pada halaman 4.
Uji organoleptik
Uji organoleptik yang dilakukan meliputi uji mutu hedonik dan uji hedonik.
Uji mutu hedonik meliputi mutu aroma, testur, warna dan rasa dengan skor 1
sampai 5. Skor aroma 1 memiliki arti sangat apek sampai 5 dengan arti sangat
wangi, skor tekstur 1 berarti sangat pera sampai 5 berarti sangat pulen, skor warna
1 dengan arti sangat buram sampai 5 dengan arti sangat putih cerah, skor rasa 1
memiliki arti sangat hambar sampai 5 memiliki arti hambar manis. Uji hedonik
yang dilakukan meliputi uji kesukaan aroma, tekstur, warna dan rasa dengan skala
1 sampai 5 (sangat tidak suka sampai sangat suka). Panelis adalah panelis agak
terlatih sebanyak 40 orang mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat IPB.
Analisis kandungan zat gizi hasil pengolahan beras analog
Berdasarkan hasil organoleptik didapatkan teknik pemasakan dan waktu
konsumsi setelah matang yang disukai dan tidak disukai, kemudian selanjutnya
dilakukan analisis kandungan zat gizi dan serat pangan dengan dua kali ulangan.
Analisis kandungan gizi nasi analog yang dihasilkan meliputi analisis kadar air
dengan metode oven biasa (AOAC 1995), kadar abu (AOAC 1995), kadar protein
dengan metode Kjeldhal (AOAC 1995), kadar lemak dengan metode ekstraksi
Soxhlet (AOAC 1995), kadar karbohidrat dengan metode carbohydrate by
difference (hasil selisih dari kadar air, abu, lemak dan protein), kadar serat pangan
total metode enzimatis (AOAC 1995) dan kandungan available carbohydrate
(hasil selisih dari carbohydrate by difference dan serat pangan total).

4

Disiapkan rice cooker
Pemasakan beras dengan dua cara
perlakuan yang berbeda

Penanakan dengan air
panas (900C)
menggunakan rice cooker
Ditunggu hingga nasi analog
siap untuk dikonsumsi (matang)

Penanakan dengan air
suhu normal(230C)
menggunakan rice cooker
Ditunggu hingga nasi analog
siap untuk dikonsumsi (matang)

Nasi analog dibiarkan dalam rice cookerdengan
waktu penghangatan sebelum dikonsumsi selama
15 menit, 60 menit dan 120 menit setelah matang

Uji organoleptik
Didapatkan teknik pemasakan dan waktu konsumsi
setelah matang terpilih (disukai dan tidak disukai)
Analisis zat gizi proksimat dan
seratpangan dengan dua kali ulangan
Penentuan nilai indeks
glikemik nasi analog
Gambar 1 Tahapan penelitian
Ket

= Penelitian pendahuluan
= Peneliian utama

Penentuan IG Hasil Pengolahan Beras Analog
Penelitian ini telah mendapat izin dari Komisi Etik Penelitian Biomedis,
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia pada tanggal 21 Juli 2014 dengan

5
nomor 486/H2.F1/ETIK/2014. Jumlah subjek yang dibutuhkan dalam penelitian
ini sebanyak 10 orang yang terdiri dari 5 orang pria dan 5 orang wanita. Subjek
penelitian harus memenuhi dua kriteria, yaitu kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
Kriteria inklusi terdiri atas subjek berumur 18-30 tahun, subjek memiliki indeks
masa tubuh (IMT) normal antara 18.5 – 22.9 kg/m2 (WHO untuk Asia Pasifik
2000) dan subjek dalam kondisis sehat. Kriteria eksklusi subjek penelitian antara
lain: memiliki riwayat penyakit DM, sedang mengalami gangguan pencernaan,
menjalani pengobatan, menggunakan obat-obatan terlarang, meminum alkohol,
dan perokok.
Tahapan awal yang dilakukan dalam penentuan IG hasil pemasakan beras
analog ini adalah seleksi subjek penelitian, pemilihan subjek penelitian dilakukan
dengan secara purposive dikarenakan alasan kemudahan dalam melakukan
penelitian. Penjaringan calon subjek dilakukan dengan cara sosialisasi. Subjek
mula-mula diberikan penjelasan bahwa penelitian ini sudah mendapatkan izin dari
Komisi Etik Penelitian Biomedis, kemudian diberikan penjelasan mengenai
presedur penelitian termasuk kompensasi yang akan diterima subjek dan hak
untuk mengundurkan diri dari peneltian yang pada akhirnya subjek mengisi
informed consent untuk seterusnya dinyatakan sebagai subjek penelitian.
Kemudian subjek diberikan pangan acuan glukosa/dekstrosa (IG:100) dan
pangan uji (nasi analog disukai dan tidak disukai), untuk selanjutnya dilakukan
perhitungan indeks glikemik. Pangan acuan akan diberikan pada minggu pertama
penelitian. Pangan acuan (untuk pengukuran IG) adalah glukosa/dekstrosa (IG:
100) yang mengandung 50g available carbohydrate. Glukosa/dektrosa diberikan
kepada subjek dengan dilarutkan bersama air mineral 240 mL dengan batas waktu
konsumsi 5-10 menit. Pangan uji (nasi analog) akan diberikan setelah pemberian
pangan acuan. Masing-masing pangan uji diberikan setara dengan 50g kandungan
karbohidrat tersedia (available carbohydrate). Jumlah porsi yang diberikan
kepada subjek dihitung dengan cara berikut:

Jarak pemberian pangan acuan dan pangan uji adalah satu minggu hal ini
untuk memulihkan kondisi subjek. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), jarak
pengambilan glukosa darah antara pangan satu dengan pangan lainnya adalah tiga
hari agar memerkecil keragaman respon glukosa darah.
Setelah pangan uji (nasi analog) dikonsumsi oleh subjek, langkah selajutnya
adalah pengambilan sampel darah subjek untuk mengetahui IG hasil pengolahan
beras analog. Prosedur penentuan Indeks Glikemik pangan adalah sebagai berikut
(Miller 1996 diacu dalam Rimbawan & Siagian 2004) dan telah ditetapkan
prosedur standar oleh BPOM melalui Peraturan Kepala BPOM No HK.
03.1.23.12.11.09909 tahun 2011:
a) Pangan acuan berupa dextrose monohydrate setara dengan 50 gram available
carbohydrate diberikan pada subjek penelitian yang telah menjalani puasa
selama 10 jam, kecuali air.
b) Selama dua jam setelah subjek mengonsumsi pangan acuan, sampel darah (12µL) finger-prick capillary blood sample method berturut-turut diambil pada
menit ke 0 (sebelum konsumsi), 15, 30, 45, 60, 90, dan 120 dengan
menggunakan alat GlucoDr®.

6
c) Pada 7 hari kemudian, hal yang sama dilakukan dengan memberikan pangan
uji berupa nasi analog yang disukai, selanjutnya 7 hari berikutnya diberikan
pangan uji ke 2 berupa nasi analog yang tidak disukai.
d) Kadar glukosa darah (pada setiap waktu pengambilan sampel) ditebarkan pada
dua sumbu, yaitu sumbu x (waktu dalam menit) dan sumbu y (kadar glukosa
darah) dengan menggunakan Software Microsoft Excel 2007.
e) Indeks glikemik ditentukan dengan cara membandingkan luas daerah di bawah
kurva antara pangan yang diukur indeks glikemiknya dengan pangan acuan
(glukosa).
Kurva respon gula darah dihitung dengan menggunakan luas area bawah
kurva (Area Under Curve). Cara perhitungan menggunakan luas area bawah kurva
merupakan cara yang valid. Luas daerah dibawah kurva dapat dihitung dengan
berbagai cara, salah satunya adalah IAUC, cara ini merupakan cara terbaik untuk
menghitung nilai IG (Wolever 2006). Indeks glikemik ditentukan dengan
membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan yang diukur indeks
glikemiknya dengan pangan acuan (Wolever et al. 2008). IG yang diperoleh
merupakan rata-rata dari IG 10 orang subjek penelitian.
Pengolahan dan Analisis Data
Hasil pengukuraan respon glukosa darah pangan acuan dan pangan uji
direkap dan diolah dengan bantuan Microsoft Excel 2007. Hasil dari data tersebut
kemudian akan didapat kurva respon glukosa darah yang kemudian dihitung
dengan menggunakan luas daerah dibawah kurva. Sumbu X pada kurva
merupakan waktu pengambilan darah dan sumbu Y merupakan kadar glukosa
darah subjek. Data hasil organoleptik dianalisis dengan menggunakan uji KruskalWallis dengan menggunakan sistem ranking tertinggi dan terendah sebagai dasar
untuk penentuan hasil pemasakan terpilih (nasi analog disukai dan tidak disukai).
Uji Duncan digunakan untuk mengetahui teknik pemasakan beras analog mana
yang berbeda setelah diketahui jika pengaruhnya tekhnik pemasakannya
signifikan. Independen sample t-test digunakan untuk mengatahui apakah ada
perbedaan antara kandungan gizi nasi analog terpilih (disukai dan tidak disukai)
serta untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara nilai IG terhadap teknik
pemasakan dan waktu konsumsi setelah matang. Uji analisis statistika ini
menggunakan bantuan software SPSS 16.0 for windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengolahan Beras Analog
Beras analog yang digunakan sebagai bahan pangan utama dalam penelitian
ini merupakan beras analog yang dijual pada kios Serambi Botani. Beras analog
merupakan sebutan lain dari beras tiruan (artificial rice). Produk beras yang
dibuat dari bahan non padi lebih dikenal sebagai beras analog (Machmur et al.
2011). Beras analog merupakan satu bentuk inovasi sumber pangan pengganti nasi

7
berbasis tepung jagung, sagu dan sorgum yang diproses sedemikian rupa sehingga
mempunyai karakteristik seperti beras, baik sifat-sifat fisik butiran, penanakan
dan tekstur (Budijanto et al. 2013). Metode pemasakan untuk beras analog dapat
dilakukan seperti menanak nasi pada umumnya.

Gambar 2 Beras analog
Pada umumnya proses pengolahan beras menjadi nasi dapat dilakukan
menggunakan beberapa alat tanak. Rice cooker merupakan alat penanak nasi yang
penggunaannya semakin meningkat. Pada penelitian ini proses penanakan
dilakukan dalam dua cara.
Pertama yaitu penanakan dengan menggunakan air panas sesuai dengan
aturan menanak pada label beras analog, kedua yaitu penanakan dengan
menggunakan air suhu kamar sesuai dengan cara penanakan nasi pada umumnya.
Perbandingan air dengan beras yang digunakan dalam penanakan yaitu 1:1.
Setelah proses penanakan selesai, nasi analog dibiarkan tetap hangat di dalam rice
cooker dengan beberapa waktu konsumsi yang berbeda yaitu 15 menit, 60 menit
dan 120 menit setelah matang. Pemasakan beras analog dengan menggunakan rice
cooker membutuhkan waktu sekitar 18 menit. Penggunaan air panas dapat
mempercepat proses pemasakan dibandingkan dengan air dingin. Selisih waktu
antara pemaskan dengan air panas dan pemasakan dengan air dingin yaitu sekitar
3 menit.
Uji Organoleptik
Keistimewaan produk pangan yaitu mempunyai nilai mutu subjektif yang
menonjol disamping mutu objektif. Jika mutu objektif dapat diukur dengan
instrumen fisik maka sifat mutu subjektif hanya dapat diukur dengan instrumen
manusia (Soekarto 1990). Pengujian sensori atau pengujian dengan indera atau
dikenal dengan pengujian organoleptik merupakan penilaian dengan cara
memberi rangsangan terhadap organ tubuh, penilian ini digunakan untuk
mengetahui daya terima suatu produk serta untuk menilai mutu suatu bahan
(Soekarto 1990). Analisis sensori akan memberikan keyakinan terhadap
pengambilan keputusan penting yang sangat tergantung pada pengujian kualitas
sensori produk (Setyaningsih et al. 2010).
Pengujian organoleptik yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari dua
jenis, yaitu uji hedonik (kesukaan) dan uji mutu hedonik. Uji mutu hedonik

8
menyatakan kesan tentang baik atau buruk suatu bahan uji. Kesan mutu hedonik
lebih spesifik daripada sekedar kesan suka atau tidak suka. Uji mutu hedonik
dapat bersifat umum dan bersifat spesifik seperti empuk-keras (Setyaningsih et al.
2010), sedangkan uji hedonik merupakan salah satu jenis uji penerimaan (Rahayu
1998). Pengujian ini dilakukan pada 40 orang panelis agak terlatih untuk
menentukan nasi analog terpilih berdasarkan penilaiannya terhadap beberapa
macam teknik pemasakan berupa beberapa variasi suhu dan waktu konsumsi
setelah matang yang berbeda.
Uji pada Panelis
Pengujian sifat organoleptik pada panelis agak terlatih bertujuan untuk
menentukan teknik pemasakan dan waktu konsumsi setelah matang yang paling
disukai dan tidak disukai dari nasi analog. Penilaian dilakukan melalui uji hedonik
(kesukaan) dan uji mutu hedonik terhadap atribut aroma, tekstur, warna dan rasa.
Hal ini didasarkan karena mutu penerimaan konsumen beras ditentukan oleh
keempat atribut tersebut (Santika & Aliawati 2007). Beras analog pada penelitian
kali ini ditanak dengan teknik pemasakan dan waktu konsumsi yang berbeda-beda.
Teknik pemasakan 120’AP yaitu beras analog ditanak dengan air panas dan
dibiarkan tetap hangat dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi 120
menit setelah matang, teknik 120’AD yaitu beras analog ditanak dengan air dingin
dan dibiarkan tetap hangat dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi 120
menit setelah matang, teknik 60’ AP yaitu beras analog ditanak dengan air panas
dan dibiarkan tetap hangat dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi 60
menit setelah matang, teknik 60’AD yaitu beras analog ditanak dengan air dingin
dan dibiarkan tetap hangat dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi 60
menit setelah matang, teknik 15’AP yaitu beras analog ditanak dengan air panas
dan dibiarkan tetap hangat dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi 15
menit setelah matang, dan teknik 15’AD yaitu beras analog ditanak dengan air
dingin dan dibiarkan tetap hangat dalam rice cooker dengan selang waktu
konsumsi 15 menit setelah matang.
Cara penilaian yaitu dengan menggunakan metode skor dengan skala
penilaian mulai dari angka 1 sampai dengan angka 5. Pada uji mutu hedonik,
semakin tinggi nilai yang diberikan panelis maka semakin baik pula mutu nasi
analog, sedangkan pada uji hedonik, semakin tinggi nilai yang diberikan panelis
menunjukan tingkat kesukaan terhadap nasi analog. Hasil uji mutu hedonik dan
hedonik disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1 Hasil uji mutu hedonik nasi analog
Teknik
Pemasakan
15’AP
15’AD
60’AP
60’AD
120’AP
120’AD

Aroma
3.25a
3.23a
3.15a
2.95a
3.23a
3.13a

Mutu Hedonik
Tekstur
Warna
3.50c
3.10ab
ab
2.78
3.18ab
bc
3.18
3.33b
a
2.58
2.88a
bc
3.20
3.03ab
3.03b
2.78a

Rasa
2.78c
2.40abc
2.68bc
2.28a
2.30ab
2.43abc

Keterangan: aroma 1=sangat apek 5=sangat wangi, tekstur 1=sangat pera 5=sangat pulen, warna
1=sangat buram 5=sangat putih cerah, rasa: 1=sangat hambar 5=hambar manis. Nilai rata-rata
sekolom dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p0.05).

9
Tabel 2 Hasil uji hedonik nasi analog
Teknik
Pemasakan
15’AP
15’AD
60’AP
60’AD
120’AP
120’AD

Aroma
3.28a
3.20a
3.13a
3.05a
3.18a
3.03a

Mutu Hedonik
Tekstur
Warna
3.35c
3.33a
ab
2.78
3.33a
bc
3.10
3.25a
a
2.63
3.08a
2.93ab
3.10a
ab
2.90
3.00a

Rasa
3.03c
2.78ab
3.00c
2.58a
2.63a
2.63ab

Keterangan: aroma 1=sangat tidak suka 5=sangat suka, tekstur 1= sangat tidak suka 5= sangat
suka, warna 1= sangat tidak suka 5= sangat suka, rasa 1= sangat tidak suka 5= sangat suka. Nilai
rata-rata sekolom dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p0.05).

Aroma
Aroma adalah bau yang sulit diukur dan bersifat subjektif, hal ini
disebabkan karena setiap orang mempunyai sensitifitas dan kesukaan yang
berbeda-beda. Setiap orang dapat mendeteksi perbedaan aroma tetapi setiap
individu dapat memiliki kesukaan yang berlainan (Meilgaard et al. 2000).
Sebagian besar enak atau tidaknya makanan ditentukan oleh aroma, maka dari itu
aroma penting karena dapat dengan cepat memberikan penilaian terhadap
penerimaan konsumen.
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat rata-rata mutu aroma berkisar antara 2.953.25. Nilai warna ini berada pada kisaran biasa sampai wangi. Rata-rata tingkat
kesukaan panelis (Tabel 2) terhadap aroma yaitu berkisar antara 3.03-3.28, yaitu
berkisar antara biasa sampai suka. Perbedaan suhu air yang digunakan dalam
penanakan, serta penghangatan dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi
setelah matang yang berbeda tidak berpengaruh nyata pada mutu aroma dan
kesukaan aroma (p>0.05).
Tekstur
Tekstur adalah suatu sifat dari bahan atau produk makanan yang dapat
dirasakan melalui sentuhan kulit maupun pencicipan. Mutu tekstur suatu produk
makanan ditentukan oleh kemudahan terpecahnya partikel-partikel penyusunnya
bila produk tersebut dikunyah. Tekstur salah satu sifat penting dalam mutu produk
makanan karena setiap produk makanan memiliki perbedaan dalam sifat dan
strukturnya. Menurut Gozali et al. (2001) dijelaskan bahwa tekstur makanan
adalah bagaimana berbagai unsur struktur ditata dan digabung menjadi makro dan
mikro struktur. Tekstur pulen pada umumnya disukai orang suku sunda,
perbedaan tektur pulen atau pera dapat dipengaruhi oleh derajat gelatinisasi pati.
Kandungan amilosa dan amilpektin dapat memengaruhi hal tersebut. Pati dengan
kandungan amilopektin yang tinggi akan membentuk gel yang tidak kaku,
sedangkan pati dengan amilopektin yang rendah akan gel yang kaku. Beras
umumnya tergelatinisasi pada suhu dibawah 800C (Winarno 2008).
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat rata-rata mutu tekstur berkisar antara
2.58-3.50. Nilai tekstur ini berada pada kisaran pera sampai biasa. Rata-rata
tingkat kesukaan panelis (Tabel 2) terhadap tekstur yaitu berkisar antara 2.633.35, yaitu berkisar antara kurang suka sampai biasa. Perbedaan suhu air yang
digunakan dalam penanakan, serta penghangatan dalam rice cooker dengan selang

10
waktu konsumsi setelah matang yang berbeda berpengaruh nyata pada mutu
tekstur dan kesukaan tekstur (p0.05).
Karbohidrat (by difference)
Kandungan karbohidrat dihitung dari sisa kandungan air, abu, lemak dan
protein dari masing-masing hasil pengolahan beras analog. Grafik kandungan
karbohidrat (by difference) hasil pengolahan beras analog disajikan pada Gambar
3. Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa kandungan karbohidat (by
difference) nasi analog dengan penanakan menggunakan air dingin dan
dihangatkan dalam rice cooker dengan selang waktu konsumsi selama 60 menit
setelah matang memiliki kandungan yang lebih kecil yaitu sebesar 88.34% (bk).
Hal ini dipengaruhi oleh kandungan zat gizi lain yang terkadung dalam setiap
hasil pengolahan, terutama kandungan air pada hasil pengolahan tersebut. Tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara teknik pemasakan 15’AP dan 60’AD
terhadap kandungan karbohidrat (p>0.05).
Serat pangan
Serat pangan adalah sisa dari dinding sel tumbuhan yang tidak terhidrolisis
atau tercerna oleh enzim pencernaan manusia yaitu meliputi hemiselulosa,
selulosa, lignin, oligosakarida, pektin dan gum (Herminingsih 2010). Grafik
kandungan serat pangan hasil pengolahan beras analog disajikan pada Gambar 3.
Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa kandungan serat pangan nasi
analog dengan penanakan menggunakan air panas dan dihangatkan dalam rice
cooker dengan selang waktu konsumsi selama 15 menit setelah matang yaitu
sebesar sebesar 3.77% (bk). Hasil ini lebih kecil dari pengolahan dengan
penanakan dengan air dingin dan dihangakan dengan selang waktu konsumsi
selama 60 menit setelah matang. Hal ini karena bahan pangan yang mengandung
serat pangan tinggi akan mengalami penurunan kadar serat pangan apabila
dilakukan pengolahan dengan panas. Pengaruh panas dapat memicu pemecahan
polisakarida menjadi monomer penyusunnya, sehingga pengukuran polisakarida
(serat pangan) akan menurun (Johansson 2012). Tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara teknik pemasakan 15’AP dan 60’AD terhadap kandungan serat
(p>0.05).

14

Penentuan IG Nasi Analog Terpilih
Pangan uji dan pangan acuan yang digunakan untuk penentuan IG nasi
analog terpilih (disukai dan tidak disukai) yaitu setara dengan 50g karbohidrat.
Jumlah pangan yang dikonsumsi subjek tergantung dari available carbohydrate
dari nasi analog terpilih (disukai dan tidak disukai), semakin besar available
carbohydrate yang terkadung maka semakin sedikit jumlah yang harus
dikonsumsi oleh subjek. Jumlah pangan uji yang harus dikonsumsi subjek pada
penelitian ini disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Grafik available carbohydrate dan jumlah pangan uji terpilih (disukai
dan tidak disukai) yang dikonsumsi
Available carbohydrate merupakan karbohidrat yang dapat dicerna oleh
enzim pencernaan manusia, diserap serta dimetabolisme oleh tubuh (Wolever
2006). Pada Gambar 4 dapat diketahui jumlah pangan uji yang harus dikonsumsi
subjek untuk nasi analog dengan teknik pemasakan 15’AP adalah sebanyak
126.9g, sedangkan untuk nasi analog dengan teknik pemasakan 60’AD adalah
sebanyak 142.1g. Kurva perubahan respon gula darah setelah subjek
mengonsumsi pangan uji berupa glukosa/dekstrosa dan pangan acuan berupa nasi
analog terpilih (disukai dan tidak disukai) disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Kurva respon gula darah nasi analog terpilih(disukai dan tidak disukai)
terhadap glukosa murni

15
Kurva pada Gambar 5 menunjukan bahwa respon gula darah dari nasi
analog yang disukai maupun yang tidak disukai berada di bawah kurva respon
gula darah glukosa murni. Glukosa murni memiliki kecernaan diserap tubuh
mencapai 100% dan ditetapkan memiliki IG 100. Beras analog tersusun dari
kandungan pati jagung dan sagu. Pati sagu memiliki memiliki kandungan amilosa
sekitar 45-50% (Limbongan 2007), dan pati jagung memiliki kandungan amilosa
sebesar 55-60% yang lebih resisten dicerna oleh enzim pencernaan sehingga
memiliki daya cerna yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan pati lainnya
(Tovar et al. 2002). Perbedaan daya cerna antara glukosa dan beras analog
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan respon glukosa darah nasi analog
berada dibawah respon glukosa pangan acuan (glukosa/dektrosa).
Pangan uji dan pangan acuan memiliki kadar gula darah tertinggi pada
menit ke 30 dan kemudian menurun hal ini disebabkan terjadinya eliminasi kadar
glukosa darah pada waktu tersebut. Nasi analog yang disukai memiliki kurva
respon gula darah yang hampir sama dengan nasi analog yang tidak disukai, hanya
saja pada menit ke 60 kurva respon gula darah nasi analog yang disukai sedikit
lebih tinggi dibandingkan nasi analog yang tidak disukai. Nilai IG yang dihitung
berdasarkan luas daerah bawah kurva dengan metode IAUC (Wolever 2006)
disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Grafik IG nasi analog yang disukai dan yang tidak disukai
Berdasarkan Miller et al. (1996) dalam Rimbawan dan Siagian (2004) nilai
IG dikategorikan menjadi tiga yaitu IG rendah (70). Dari Gambar 7 maka nilai IG kedua nasi analog tersebut termasuk ke
dalam kategori rendah sampai dengan batas atas rendah. Hasil uji t-test
menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara teknik pemasakan
15’ AP (nasi analog yang disukai) dan 60’ AD (nasi analog yang tidak disukai)
terhadap nilai IG pada taraf nyata 5%. Nilai IG suatu pangan dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya adalah cara pengolahan, kandungan amilosa dan
amilopektin, kandungan serat pangan, kandungan lemak dan protein, serta
kandungan zat anti gizi (Rimbawan & Siagian 2004).
Nilai IG nasi analog yang disukai dari sepuluh orang responden relatif
bervariasi dengan nilai maksimum 66.8 dan nilai minimum 48.4 data nilai IG ini
tersebar normal. Rata-rata nilai IG pada nasi analog yang disukai adalah sebesar
55.1 dengan standar deviasi 6.06 yang artinya nilai IG dari sepuluh orang
responden ini tidak jauh menyimpang dari nilai pusat. Pada hasil pengukuran IG
nasi analog yang tidak disukai pada sepuluh orang responden hasilnya lebih
bervariasi dengan nilai maksimum 65.8 dan nilai minimum sebesar 34.5. Data

16
nilai IG ini tersebar normal. Rata-rata nilai IG pada nasi analog yang tidak disukai
yaitu sebesar 51.7 dengan standar deviasi 9.79. Nasi analog yang tidak disukai
memiliki nilai standar deviasi yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa nilai
IG nasi analog yang tidak disukai dari sepuluh orang responden lebih beragam.
Menurut Wolever (2006) standar deviasi untuk IG dibawah 20% dapat dinyatakan
sebagai pengukuran IG yang dapat diterima.
Nasi analog yang disukai memiliki nilai IG yang lebih tinggi dari pada nasi
analog yang tidak disukai hal ini dipengaruhi oleh kandungan serat yang rendah
pada nasi analog yang disukai yaitu sebesar 3.77% (bk) dibandingkan dengan nasi
analog yang tidak disukai yaitu sebesar 5.50% (bk). Pengaruh panas dapat
memicu pemecahan polisakarida menjadi monomer penyusunnya, sehingga
pengukuran polisakarida (serat pangan) akan menurun (Johansson 2012). Serat
pangan yang rendah cenderung mengakibatkan nilai IG menjadi tinggi, hal ini
disebabkan serat makanan akan memengaruhi pengosongan lambung dan
penyerapan glukosa (Maulida & Estiasih 2014) sehingga nasi analog yang disukai
memiliki nilai IG yang lebih tinggi.
Nasi analog yang tidak disukai memiliki nilai IG yang lebih rendah
dibandingkan dengan nasi analog yang disukai. Hal ini diduga disebabkan oleh
kandungan lemak yang berbeda dari kedua teknik pemasakan beras analog.
Menurut Shultoniahet al. (2012) peningkatan suhu dapat menyebabkan lemak
mengalami kerusakan dan jumlahnya menurun. Pada umumnya setelah proses
pengolahan bahan pangan akan terjadi kerusakan lemak, tingkat kerusakan lemak
tergantung pada suhu dan lamanya proses pengolahan, semakin tinggi suhu maka
tingkat kerusakan lemak semakin meningkat dan akan memengaruhi nilai gizinya
(Palupi et al. 2007). Kandungan lemak yang tinggi dapat mengurangi respon
glikemik, hal ini dipengaruhi oleh beberapa mekanisme seperti tertundanya
pengosongan lambung dan peningkatan sekresi insulin (Moghaddam et al. 2006)
sehingga nilai IG nasi analog yang tidak disukai menjadi lebih rendah.
Konsep IG memberikan cara yang mudah dalam mengendalikan lonjakan
gula darah. Pangan dengan IG rendah akan dicerna dan diubah menjadi glukosa
secara bertahap. Seseorang yang mengonsumsi pangan dengan IG rendah maka
peningkatan kadar gula berlangsung lambat dan pucak kadar gulanya rendah
sehingga lonjakannya relatif pendek. Konsumsi makanan rendah IG dan tinggi
serat dapat efektif dalam mengontrol kadar gula darah dalam jangka waktu
panjang (Riccardi 2008). Hal ini berguna bagi para diabetisi dalam mengatur
kadar gula darah. Selain bermanfaat dalam pengendalian gula darah, pangan
rendah IG juga dapat membantu dalam mengontrol dan menurunkan berat badan
(Thomas et al. 2007), menurunkan kolestrol darah (Thomas et al. 2007), dan
mengendalikan rasa lapar dan nafsu makan (Siagian et al. 2006).
Pemilihan bahan pangan dengan IG rendah dan cara pengolahan yang baik
akan membantu diabetisi dalam menjaga kesehatannya. Selain itu perlu
diperhatikan kandungan zat gizi lain dan beban glikemik. Beban glikemik adalah
perkalian antara nilai IG dengan total karbohidrat tersedia (Venn et al. 2006).
Pangan dengan nilai IG rendah akan memiliki beban glikemik tinggi jika
dikonsumsi dalam porsi besar, begitu juga sebali