Pengembangan Produk Yoghurt Sinbiotik Terenkapsulasi Berbahan Dasar Susu Sapi Dan Puree Ubi Jalar Ungu.
PENGEMBANGAN PRODUK YOGHURT SINBIOTIK
TERENKAPSULASI BERBAHAN DASAR SUSU SAPI DAN
PUREE UBI JALAR UNGU
SARI MUSTIKA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Produk
Yoghurt Sinbiotik Terenkapsulasi Berbahan Dasar Susu Sapi dan Puree Ubi Jalar
Ungu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2015
Sari Mustika
NRP F251120101
RINGKASAN
SARI MUSTIKA. Pengembangan Produk Yoghurt Sinbiotik Terenkapsulasi
Berbahan Dasar Susu Sapi dan Puree Ubi Jalar Ungu. Dibimbing oleh
SEDARNAWATI YASNI dan SULIANTARI.
Susu merupakan salah satu produk hasil ternak yang dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia dalam bentuk segar maupun dalam bentuk susu olahan
karena kandungan gizinya yang sangat baik untuk kesehatan. Untuk meningkatkan
kualitas dan memperpanjang umur simpan dari susu segar perlu dilakukan
pengolahan lebih lanjut antara lain pengolahan susu fermentasi atau yang lebih
dikenal dengan yoghurt. Yoghurt adalah produk susu olahan yang diperoleh dari
hasil kerja bakteri asam laktat, yaitu Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus
bulgaricus. Penambahan Lactobacillus rhamnosus sebagai probiotik ditujukan
untuk meningkatkan nilai fungsional dari yoghurt. Lactobacillus rhamnosus adalah
salah satu bakteri probiotik yang dapat ditambahkan dalam pembuatan yoghurt. Ubi
jalar ungu (Ipomoea batatas) merupakan salah satu bahan pangan yang dapat
ditambahkan dalam pembuatan yoghurt dan dapat berfungsi sebagai prebiotik,
karena mengandung oligosakarida dan serat yang mampu mendukung pertumbuhan
bakteri probiotik. Yoghurt yang dibuat dengan menambahkan bakteri probiotik dan
prebiotik disebut dengan yoghurt sinbiotik.
Pada penelitian ini dilakukan modifikasi pembuatan yoghurt berbentuk
serbuk menggunakan teknik pengeringan semprot yang bertujuan untuk
diversifikasi produk olahan yoghurt dan memperpanjang umur simpan yoghurt.
Selain itu, yoghurt berbentuk serbuk lebih efisien dan efektif dalam penyimpanan
dan distribusi. Penelitian ini bertujuan memperoleh formulasi produk yoghurt
sinbiotik dari campuran susu sapi dengan puree ubi jalar ungu dan mengkaji
karakteristik fisikokimia produk yoghurt sinbiotik terenkapsulasi dan menguji
ketahanan bakteri probiotik pada yoghurt setelah dilakukan pengeringan semprot.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi yoghurt sinbiotik yang
terpilih adalah yoghurt dengan penambahan puree ubi jalar ungu sebanyak 8% dan
L. rhamnosus R23 sebanyak 3% serta memiliki karakteristik sebagai berikut: nilai
pH 4.17, total asam tertitrasi 1.23%, viskositas 559.3 cp, total padatan terlarut 10.9o
Brix dan total bakteri probiotik adalah 2.03x108 cfu/ml. Hasil analisa ini sudah
memenuhi persyaratan mutu yoghurt berdasarkan SNI 2009. Penggunaan susu skim
sebanyak 7% sebagai bahan enkapsulan dalam pengeringan semprot dapat
mempertahankan kandungan probiotik didalam yoghurt dengan nilai total probiotik
sekitar 1.71x108 cfu/ml.
Kata kunci: pengeringan semprot, puree ubi jalar ungu, susu sapi, yoghurt
SUMMARY
SARI MUSTIKA. Product Development of Encapsulated Synbiotic Yoghurt Made
From of Cow Milk and Purple Sweet Potato Puree. Supervised by
SEDARNAWATI YASNI and SULIANTARI.
Milk is one of the livestock products consumed by the people of Indonesia in
the form of fresh or in the form of processed milk because of nutritional content is
very good for health. To improve the quality and extend the shelf life of fresh milk
needs to be done further processing among other fermented milk processing or
better known as the yoghurt. Yoghurt is a dairy product that is obtained from the
work of lactic acid bacteria, the Streptococcus thermophilus and Lactobacillus
bulgaricus. The addition of probiotics is intended to enhance the functional value
of yoghurt. Lactobacillus rhamnosus is a probiotic bacteria that may be added in
the manufacture of yoghurt. Purple sweet potato (Ipomoea batatas) is one of the
foods that can be added in the manufacture of yoghurt. Purple sweet potato can
serve as a prebiotic, because it contains oligosaccharides and fiber that is capable
of supporting the growth of probiotic bacteria. Yoghurt is made by adding probiotic
bacteria and prebiotic yoghurt called synbiotik.
In this study, a modification of making yoghurt powder using spray drying
technique which aims to diversify processed products and extend the shelf life of
yoghurt. Additionally, yoghurt powder is more efficient and effective in storage and
distribution. This study is conducted to obtain formulations synbiotic yoghurt
product of a mixture of cow milk and sweet potato puree purple and study the
physicochemical characteristics of yoghurt products and making test of the
resistance sinbiotic encapsulated probiotic bacteria in yoghurt after spray drying.
The results showed that the yoghurt formulation is synbiotic elected by the
addition of purple sweet potato puree as much as 8% and L. rhamnosus R23 as
much as 3%. The yoghurt product has the following characteristics: pH value of
4.17, total acid titration 1.23%, viscosity 559.3 cp, total dissolved solids 10.9o Brix
and total probiotic bacteria is 2.03x108 cfu / ml. Results of this analysis has met the
quality requirements of SNI 2009. The use of yoghurt by as much as 7% skim milk
as an ingredient in the spray drying as an encapsulan can maintain content of
probiotics yoghurt with a total value of about 1.71x108 cfu / ml.
Keywords: cow milk, purple sweet potato puree, spray drying, yoghurt
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGEMBANGAN PRODUK YOGHURT SINBIOTIK
TERENKAPSULASI BERBAHAN DASAR SUSU SAPI DAN
PUREE UBI JALAR UNGU
SARI MUSTIKA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Sidang Tesis : Dr Ir Hanifah Nuryani Lioe, MSi
Judul Tesis : Pengembangan Produk Yoghurt Sinbiotik Terenkapsulasi Berbahan
Dasar Susu Sapi dan Puree Ubi Jalar Ungu
Nama
: Sari Mustika
NRP
: F251120101
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Sedarnawati Yasni, MAgr
Ketua
Dr Dra Suliantari, MS
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 2 September 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia, rahmat,
berkah, hidayah, dan kesehatan dari-Nya sehingga tesis dengan judul
Pengembangan Produk Yoghurt Sinbiotik Terenkapsulasi Berbahan Dasar Susu
Sapi Dan Puree Ubi Jalar Ungu berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan
sejak bulan Desember 2014 sampai Juli 2015 berkaitan dengan pangan fungsional.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Sedarnawati Yasni,
MAgr dan Ibu Dr Dra Suliantari, MS selaku komisi pembimbing atas dukungan,
arahan, waktu yang telah diberikan, dan kesabaran membantu penulis dalam
penelitian dan menyelesaikan penulisan tesis. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Dr Ir Hanifah Nuryani Lioe, Msi yang telah bersedia menjadi
penguji luar komisi pada ujian tesis dan memberikan saran-saran untuk perbaikan
tesis. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada
Papa Ardelis, Mama Sumarni (almh), kakak Aulya Rahman, SPd ST serta seluruh
keluarga dan teman-teman atas doa dan dukungannya.
Penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi para pembaca dan pemerhati
bidang pangan.
Bogor, November 2015
Sari Mustika
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis
1
1
2
3
3
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Susu Sapi
Yoghurt
Ubi Jalar Ungu dan Prebiotik
Probiotik
Mikroenkapsulasi Probiotik dan Pengeringan Semprot
4
4
5
7
8
10
3 METODE
Bahan
Alat
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian
Prosedur Analisis
11
11
12
12
12
15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Kultur Starter Yoghurt
Penelitian pendahuluan (trail and error penentuan konsentrasi
puree ubi jalar ungu)
Pembuatan Yoghurt Campuran Susu Sapi dan Puree Ubi Jalar Ungu
Pembuatan Yoghurt Sinbiotik dengan Variasi Starter Berbeda
Pengeringan Semprot Produk Yoghurt
19
19
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
27
27
27
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
31
RIWAYAT HIDUP
50
19
20
23
26
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Syarat mutu susu segar
Komposisi zat gizi susu dari berbagai hewan mammalia
Syarat mutu yoghurt
Kandungan zat gizi pasta ubi jalar ungu
Spesies mikroba yang umum digunakan sebagai probiotik
Jumlah sel bakteri kultur starter untuk pembuatan yoghurt
Hasil pengukuran analisa fisikokimia yoghurt pada penelitian
pendahuluan
Hasil pengukuran analisa fisikokimia yoghurt
Hasil analisa fisikokimia yoghurt sinbiotik dengan variasi kultur starter
Perbandingan hasil analisa kimia yoghurt sinbiotik dengan
syarat mutu yoghurt menurut SNI (2009)
Nilai total probiotik yoghurt sinbiotik sebelum dan setelah
pengeringan semprot
4
5
6
7
9
19
19
20
23
25
26
DAFTAR GAMBAR
1 Simbiosis S. thermophillus dan L. bulgaricus sebagai starter yoghurt
2 Diagram alir pembuatan yoghurt formula dasar
3 Diagram alir pembuatan yoghurt sinbiotik
5
13
14
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Anova trial and error penentuan konsentrasi puree ubi jalar ungu
Anova respon pH terhadap konsentrasi puree
Anova respon TAT terhadap konsentrasi puree
Anova viskositas terhadap konsentrasi puree
Anova respon TPT terhadap konsentrasi puree
Anova respon pH terhadap konsentrasi probiotik
Anova respon TAT terhadap konsentrasi probiotik
Anova respon viskositas terhadap konsentrasi probiotik
Anova respon TPT terhadap konsentrasi probiotik
Ubi jalar ungu
Proses pembuatan puree ubi jalar ungu
Yoghurt sinbiotik
Proses pengeringan semprot
Yoghurt kering
31
37
39
40
41
43
44
45
46
48
48
49
49
49
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan manusia mengonsumsi pangan yang sehat semakin meningkat dan
berkembang. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan penelitian-penelitian
yang menggunakan teknologi baru agar dapat menghasilkan produk pangan yang
memenuhi kebutuhan manusia. Susu merupakan salah satu produk hasil ternak yang
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dalam bentuk segar maupun dalam bentuk
susu olahan karena kandungan gizinya yang sangat baik untuk kesehatan terutama
untuk pertumbuhan anak-anak.
Susu sapi segar adalah susu yang diperoleh dari hasil pemerahan sapi perah
yang dilakukan secara teratur dan terus menerus tanpa dicampur, dikurangi atau
ditambah sesuatu. Kandungan nutrisi susu sangat baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas dan
memperpanjang umur simpan dari susu segar perlu dilakukan pengolahan lebih
lanjut antara lain pengolahan susu fermentasi atau yang lebih dikenal dengan
yoghurt. Yoghurt adalah produk olahan susu yang diperoleh dari hasil kerja bakteri
asam laktat, yaitu Streptococcus thermophilus and Lactobacillus bulgaricus.
Adanya aktivitas bakteri asam laktat, menyebabkan laktosa dihidrolisa menjadi
glukosa dan galaktosa yang akan lebih mudah dicerna dan diserap oleh alat
pencernaan manusia. Pada produk yoghurt sering ditambahkan probiotik dengan
tujuan untuk meningkatkan nilai fungsional dari yoghurt. Probiotik merupakan
mikroorganisme hidup yang apabila dikonsumsi dapat bertahan hidup ketika
melewati kondisi lambung dan saluran pencernaan, serta dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan didalam tubuh. Umumnya
mikroorganisme yang termasuk ke dalam probiotik adalah bakteri asam laktat.
Salah satu bakteri asam laktat yang dapat digunakan sebagai probiotik saluran
pencernaan adalah Lactobacillus. Penelitian Nuraida et al. (2011) menunjukkan L.
rhamnosus R23 merupakan bakteri asam laktat kandidat probiotik yang dapat
digunakan dalam pembuatan produk susu fermentasi sinbiotik, ditambahkan lagi
hasil penelitian Nuraida et al. (2012) menunjukkan L. rhamnosus R23 memiliki
potensi untuk mencegah diare dan mampu menekan jumlah Escherichia coli pada
feses.
Dalam pembuatan yoghurt dapat ditambahkan bahan pangan lainnya yang
bertujuan untuk meningkatkan nilai fungsional yoghurt. Salah satu bahan pangan
yang dapat ditambahkan dalam pembuatan yoghurt adalah puree ubi jalar ungu
(Ipomoea batatas). Ubi jalar ungu adalah salah satu jenis lain dari ubi-ubian yang
mempunyai karakteristik kulit dan warna buahnya berwarna ungu. Warna ungu dari
ubi jalar menunjukkan jumlah kandungan pigmen antosianin yang sangat
bermanfaat sebagai antioksidan. Jawi dan Budiasa (2011) menyatakan bahwa
pemberian ekstrak air umbi jalar ungu dapat meningkatkan kadar total antioksidan
dan memperbaiki profil lipid darah pada kelinci yang diberikan makanan tinggi
kolesterol. Selain itu ubi jalar ungu dapat berfungsi sebagai prebiotik, karena
mengandung oligosakarida tidak dicerna diantaranya rafinosa dan sukrosa yang
mampu mendukung pertumbuhan atau aktifitas bakteri pencernaan secara selektif
dan sekaligus meningkatkan kesehatan inangnya. Hasil penelitian Haryati dan
2
Supriyati (2010) menunjukkan bahwa kandungan oligosakarida yang terdapat
didalam ekstrak ubi jalar terdiri dari rafinosa (56.51%) dan stakiosa (12.79).
Konsentrasi rafinosa, sukrosa dan total oligosakarida dari ubi jalar dapat meningkat
setelah mengalami proses pengukusan disebabkan terjadinya proses hidrolisis pati
menjadi oligosakarida dan monosakarida akibat pemanasan (Lesmanawati et al.
2013). Dengan adanya penambahan puree ubi jalar ungu dalam pembuatan yoghurt
makan akan dihasilkan produk yoghurt sinbiotik. Yoghurt sinbiotik adalah
kombinasi probiotik dan prebiotik yang dapat meningkatkan daya tahan bakteri
probiotik oleh karena substrat yang spesifik telah tersedia untuk fermentasi
sehingga tubuh mendapat manfaat yang lebih sempurna dari kombinasi ini.
Dilaporkan Zaufani (2009) pemakaian prebiotik ubi jalar kuning dan probiotik L.
casei dapat meningkatkan kualitas susu fermentasi sebagai makanan fungsional
terhadap keseimbangan mikroflora di usus manusia.
Selama pengolahan dan penyimpanan produk yoghurt, viabilitas dari
probiotik dapat mengalami penurunan. Untuk mengatasi hal tersebut, dapat
dilakukan metode mikroenkapsulasi pada probiotik. Mikroenkapsulasi adalah suatu
metode yang bertujuan untuk melindungi sel bakteri probiotik sehingga bakteri
probiotik tidak mati akibat proses pengolahan produk. Mikroenkapsulasi pada
prinsipnya membentuk suatu coating (selaput) semi permiabel yang melapisi sel
bakteri probiotik, sehingga sel bakteri probiotik dapat bertahan lebih lama. Salah
satu teknik mikroenkapsulasi yang dapat dilakukan adalah teknik pengeringan
semprot (spray drying). Keuntungan penggunaan teknik pengeringan semprot
adalah produk akan menjadi kering tanpa menyentuh permukaan logam yang panas,
temperatur produk akhir rendah meskipun temperatur pengering relatif tinggi,
waktu pengeringan singkat serta produk akhir berupa bubuk stabil yang
memudahkan penanganan dan transportasi (Triana et al. 2006). Pada saat ini produk
yoghurt yang telah banyak dijual dipasaran umumnya berbentuk cairan kental
(menggumpal) sehingga teknik mikroenkapsulasi dengan pengeringan semprot
merupakan modifikasi bentuk lain dari yoghurt, yaitu dengan membuat yoghurt
berbentuk serbuk. Penelitian Harmayani et al. (2001) menujukkan setelah
dilakukan pengeringan semprot dengan menggunakan susu skim sebagai bahan
enkapsulan terjadi penurunan jumlah sel menjadi 107-108 cfu/g bahan atau terjadi
penurunan sekitar 2.5-4 siklus log. Penelitian Rizqiati et al. (2009) menunjukkan
jumlah bakteri setelah dienkapsulasi dengan teknik pengeringan semprot
menggunakan enkapsulan susu skim dan gum arab berkisar antara 107-109 cfu/g
berat kering. Dihasilkannya jumlah bakteri sekitar 107-109 cfu/g setelah
pengeringan semprot masih memungkinkan produk memiliki peran dalam
meningkatkan kesehatan, hal ini didukung oleh Sultana et al. (2000) yang
menyatakan jumlah minimal sel probiotik pada produk susu untuk dapat berperan
dalam peningkatan kesehatan pencernaan adalah 107.
Perumusan Masalah
Pengembangan produk yoghurt sinbiotik terenkapsulasi dari campuran susu
sapi segar dan puree ubi jalar ungu dilakukan melalui pengeringan semprot dan
pengujian karakteristik fisikokimia produk yoghurt sinbiotik yang dihasilkan.
Produk yoghurt sinbiotik terenkapsulasi yang dihasilkan tidak hanya sebagai
diversifikasi produk olahan susu, tetapi juga menambah jenis pangan fungsional.
3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk (1) memperoleh formulasi produk yoghurt
sinbiotik dari campuran susu sapi dengan puree ubi jalar ungu dan mengkaji
karakteristik fisikokimia produk yoghurt sinbiotik terenkapsulasi yang dihasilkan
dan (2) menguji ketahanan bakteri probiotik pada yoghurt setelah dilakukan
pengeringan semprot.
Manfaat Penelitian
Pembuatan produk yoghurt sinbiotik terenkapsulasi merupakan
pengembangan teknik pengolahan pasca panen, dan upaya melakukan diversifikasi
produk olahan susu segar. Hal ini dapat menambah pilihan jenis produk probiotik
yang memiliki khasiat bagi kesehatan sekaligus mendukung program pemerintah di
bidang kesehatan masyarakat yang meningkatkan penggunaan produk lokal.
Hipotesis
1. Proses enkapsulasi dapat mempertahankan sintasan sel probiotik pada produk
yoghurt kering
2. Proses pengeringan semprot mempunyai pengaruh terhadap karakteristik dari
produk yoghurt yang dihasilkan terutama kandungan probiotik.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Susu Sapi
Susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang
diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan nutrisi alaminya
tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan
apapun kecuali pendinginan (SNI 2011). Persyaratan mutu susu segar dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1 Syarat mutu susu segar
No.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Karakteristik
Berat jenis (pada suhu 27.5oC)minimum
Kadar lemak mimimum
Kadar bahan kering tanpa lemak
minimum
Kadar protein minimum
Warna, bau, rasa, kekentalan
Derajat asam
pH
Uji alkohol (70%) v/v
Cemaran mikroba maksimum :
1. Total Plate Count
2. Staphylococcus aureus
3. Enterobacteriacae
j.
Jumlah sel somatis maksimum
k.
Residu antibiotika (Golongan penisilin,
tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida)
l.
Uji pemalsuan
m.
Titik beku
n.
Uji peroxidase
o.
Cemaran logam berat, maksimum :
1. Timbal (Pb)
2. Merkuri (Hg)
3. Arsen (As)
Sumber : SNI (2011)
Satuan
g/ml
%
%
Syarat
1.0270
3.0
7.8
%
o
SH
-
2.8
Tidak
perubahan
6.0-7.5
6.3-6.8
Negatif
CFU/ml
CFU/ml
CFU/ml
Sel/ml
-
1x106
1x102
1x103
4x105
Negatif
o
C
-
Negatif
-0.520 s.d -0.560
Positif
µg/ml
µg/ml
µg/ml
0.02
0.03
0.1
ada
Menurut Aritonang (2009), susu sapi mengandung zat-zat makanan yang
sangat berguna bagi pertumbuhan anak-anak sapi, maupun sebagai minuman yang
sempurna bagi manusia. Zat makanan yang terkandung dalam susu mudah dicerna
dan dapat dikatakan seluruh bahan yang terkandung didalamnya secara sempurna
dapat dicerna. Zat makanan yang terdapat dalam susu meliputi protein, lemak,
karbohidrat, mineral dan vitamin. Komposisi rata-rata susu dari berbagai hewan
mammalia dapat dilihat pada Tabel 2.
5
Tabel 2 . Komposisi zat gizi susu dari berbagai hewan mammalia
Kandungan Zat Gizi (%)
Hewan
Lemak
Sapi
4.00
Kerbau
12.40
Domba
6.18
Kambing
4.09
Kuda
1.59
Manusia
3.70
Sumber: Aritonang (2009)
Protein
Laktosa
Mineral
3.50
6.03
5.15
3.71
2.69
1.63
4.90
3.74
4,17
4.20
6.14
6.98
0.70
0.89
0.93
0.78
0.51
0.21
Bahan
Kering
13.10
13.91
16.43
12.68
10.96
12.57
Yoghurt
Menurut Kumar dan Mishra (2004) yoghurt adalah produk pangan kaya
protein yang diperoleh melalui fermentasi susu dengan S. thermophillus dan L.
bulgaricus. Produk ini diterima konsumen karena rasa dan aroma yang dikaitkan
dengan adanya asetaldehida, dan teksturnya. Umur simpan yoghurt sangat pendek,
yaitu 1 hari dibawah kondisi 25-30oC dan sekitar 5 hari pada penyimpanan suhu
7oC. Yoghurt disimpan pada suhu 2-4oC bertujuan untuk menghindari resiko
pembusukan dari ragi dan jamur, dan juga mencegah aktivitas lebih lanjut oleh
kultur starter yoghurt itu sendiri.
Menurut SNI (2009) yoghurt adalah produk yang diperoleh dari fermentasi
susu dan atau susu rekonstitusi dengan menggunakan bakteri L. bulgaricus dan S.
thermophillus dan atau bakteri asam laktat lain yang sesuai, dengan/atau tanpa
penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan.
Simbiosis S. thermophillus dan L. bulgaricus sebagai starter dalam pembuatan
yoghurt dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Simbiosis S. thermophillus dan L. bulgaricus sebagai starter yoghurt
(Aswal et al. 2012).
6
S. thermophillus menghasilkan asam laktat dan sejumlah kecil asam format,
yang membantu perkembangan L. bulgaricus. Disisi lain L. bulgaricus
menghasilkan asam amino untuk menstimulasi pertumbuhan S. thermophillus.
Komposisi kimia dari susu (total padatan dan kandungan lemak) akan
mempengaruhi aktivitas kultur starter (Aswal et al. 2012). Adapun syarat mutu
yoghurt dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Syarat mutu yoghurt
No Kriteria Uji
.
1
1.1
1.2
1.3
1.4
2
3
4
5
6
7
7.1
7.2
7.3
7.4
8
9
9.1
Keadaan
Penampakan
Bau
Rasa
Konsistensi
Kadar
lemak
(b/b)
Total
padatan
susu
bukan
lemak (b/b)
Protein (Nx6.38)
(b/b)
Kadar abu (b/b)
Keasaman
(dihitung
sebagai
asam
laktat) (b/b)
Cemaran logam
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Timah (Sn)
Raksa (Hg)
Arsen
Cemaran
mikroba
Bakteri coliform
Satuan
%
Yoghurt tanpa perlakuan panas
setelah fermentasi
Yoghurt dengan perlakuan
panas setelah fermentasi
Yoghurt Yoghurt
rrendah
llemak
Yoghurt Yoghurt Yoghurt
rendah
tanpa
lemak
lemak
Yoghurt
tanpa
lemak
%
cairan kental padat
normal/khas
asam/khas
Homogen
Min. 3.0
0.6-2.9
Maks.
0.5
Min 8.2
%
Min. 2.7
Min. 2.7
%
%
Maks. 1.0
0.5 – 2.0
Maks. 1.0
0.5 – 2.0
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Maks. 0.3
Maks. 20.0
Maks. 40.0
Maks. 0.03
Maks. 0.1
Maks. 0.3
Maks. 20.0
Maks. 40.0
Maks. 0.03
Maks. 0.1
Maks. 10
Maks. 10
Negatif/25 g
Negatif/25 g
Negatif/25 g
Negatif/25 g
Min. 107
Min. 107
APM/g
atau
koloni/g
9.2 Salmonella
9.3 Listeria
monocytogenes
10 Jumlah bakteri
starter
Koloni/
g
cairan kental padat
normal/khas
asam/khas
Homogen
Min. 3.0 0.6-2.9 Maks.
0.5
Min 8.2
Sumber : SNI (2009)
Menurut Krasaekoopt et al. (2003) kultur yoghurt yang biasa dipakai adalah
L. bulgaricus dan S. thermophiles dan menghasilkan β-galactosidase dalam
yoghurt, tetapi bakteri tersebut tidak dapat bertahan hidup dan tumbuh dalam
7
saluran usus karena toleransi garam empedu yang rendah. Leroy dan Vuyst (2004)
menjelaskan bahwa perubahan laktosa dalam produksi yoghurt oleh starter menjadi
asam laktat menyebabkan kisaran pH 4.2-4.5 dan selama penyimpanan pH dapat
menurun mencapai 4.0. Produk susu fermentasi telah direkomendasikan sebagai
suplemen makanan karena dapat bersifat sebagai hypocholesterolaemic pada
manusia (El-Gawad et al. 2005).
Ubi Jalar Ungu dan Prebiotik
Ubi jalar ungu (I. batatas) merupakan tumbuhan merambat yang hidup
disegala cuaca, didaerah pegunungan maupun di pantai dan memiliki kulit dan
daging berwarna ungu sehingga memiliki pigmen antosianin yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan varietas ubi jalar lainnya. Kandungan antosianin tersebut
dapat digunakan sebagai pewarna dalam produk minuman maupun makanan
(Winarti et al. 2008). Antosianin yang terkandung dalam ubi jalar ungu juga
memiliki fungsi fisiologis, seperti antioksidan, antikanker, antibakteri serta
perlindungan terhadap kerusakan hati, pencegah penyakit jantung dan stroke. Ubi
jalar ungu memiliki aktivitas antioksidan 2.5 kali dan antibakteri 3.2 kali lebih
tinggi dibandingkan beberapa varietas blueberi (Koswara 2013).
Ekstrak air umbi ubi jalar ungu dapat bersifat sebagai antioksidan dan dapat
meningkatkan total antioksidan secara signifikan pada kelinci yang diberikan diet
tinggi kolesterol. Ekstrak air umbi ubi jalar ungu juga dapat mengurangi stres
oksidatif karena mengandung antosianin cukup tinggi. Pemberian ekstrak air umbi
ubi jalar ungu dalam kurun waktu yang lama aman terhadap hati dan bahkan bersifat
hepatoprotektif (Jawi dan Budiasa 2011). Kandungan zat gizi pasta ubi jalar ungu
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Kandungan zat gizi pasta ubi jalar ungu
Kandungan gizi
Kadar air (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Abu (%)
Karbohidrat (%)
Serat total (%)
Aktivitas antioksidan (AAE)
Kadar antosianin (mg/l)
Sumber: Yasni et al. (2009)
Jumlah
65.67
2.02
0.25
1.45
30.61
2.16
3160.56
480.45
Menurut Daud et al. (2009) prebiotik adalah substansi dari makanan yang
tidak dapat dicerna dan secara selektif meningkatkan pembiakan dan aktivitas
bakteri yang menguntungkan pada usus besar. Zat ini mengalami proses peragian
di dalam usus besar, dalam proses tersebut dihasilkan “makanan” bagi bakteri yang
menguntungkan. Makanan tersebut sangat berguna bagi perkembangbiakan bakteri
yang menguntungkan, sehingga jumlah bakteri ini menjadi berlipat ganda. Bagi
bakteri yang tidak menguntungkan, karena tidak menyukai makanan tersebut,
perkembangannya menjadi terhambat, sehingga jumlah bakteri yang
8
menguntungkan menjadi lebih banyak dan mendominasi populasi bakteri yang
terdapat di dalam usus. Oligosakarida hasil purifikasi dari ekstrak tepung buah
rumbia berpotensi digunakan sebagai sumber prebiotik karena dapat mendukung
pertumbuhan bakteri probiotik (Bifidobacterium bifidum, B. animalis, L. bulgaricus
dan L. rhamnosus) secara in vitro.
Antarini (2011) menjelaskan prebiotik adalah nondigestible food ingredient
yang mempunyai pengaruh baik terhadap host dengan memicu aktivitas
pertumbuhan yang selektif, atau keduanya terhadap satu jenis atau lebih bakteri
penghuni kolon. Prebiotik pada umumnya karbohidrat yang tidak dicerna dan tidak
diserap, biasanya dalam bentuk oligosakarida dan serat pangan. Suatu ingredien
pangan dapat diklasifikasikan sebagai prebiotik apabila bersifat tidak terhidrolisis
atau terserap pada saluran pencernaan bagian atas, secara selektif dapat menstimulir
pertumbuhan bakteri yang mengguntungkan pada kolon, dapat menekan
pertumbuhan bakteri patogen, sehingga dapat meningkatkan kesehatan. Beberapa
prebiotik seperti inulin dan oligosakarida dapat bersumber dari bahan alami seperti
umbi-umbian. Umbi-umbian mengandung oligosakarida dalam bentuk rafinosa
dalam jumlah yang tinggi.
Menurut Zaufani (2009), pemakaian prebiotik ubi jalar kuning dan probiotik
L. casei dapat meningkatkan kualitas dari susu fermentasi sebagai makanan
fungsional terhadap keseimbangan mikroflora usus manusia. Kehadiran prebiotik
dapat mempertahankan daya simpan susu fermentasi sebagai pangan probiotik,
yang terlihat dari meningkatkan jumlah bakteri asam laktat pada susu fermentasi.
Dari penelitian Sari et al. (2013) sifat prebiotik pati resisten kentang tahan terhadap
hidrolisis asam lambung, mampu meningkatkan survival probiotik (L. acidophilus),
menurunkan survival patogen (Salmonella Typhimurium).
Probiotik
Menurut FAO/WHO (2002) probiotik adalah mikroorganisme hidup yang
apabila dikonsumsi oleh manusia atau hewan dalam jumlah yang cukup, mampu
bertahan hidup ketika melewati kondisi lambung dan saluran pencernaan serta
bermanfaat bagi sel inangnya dengan cara meningkatkan kesehatan bagi inangnya.
Menurut Ananta et al. (2005) probiotik adalah kelompok unik dari bakteri asam
laktat yang menguntungkan untuk kesehatan manusia jika dikonsumsi dalam
jumah yang cukup tinggi dan dikonsumsi secara teratur. Disarankan minimal
konsumsi harian 108 sel untuk memastikan efek probiotik pada konsumen
kesehatan.
Krasaekoopt et al. (2003) menyatakan bahwa bakteri probiotik mampu
menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan, seperti
Salmonella, yang dapat ditemui di saluran pencernaan. Efek probiotik telah
dikaitkan dengan produksi asam, produksi bakteriosin, persaingan dengan patogen,
dan peningkatan sistem kekebalan tubuh. Bakteri probiotik menghasilkan βgalaktosidase yang bermanfaat bagi orang-orang dengan intoleransi laktosa.
Probiotik juga telah diklaim memiliki aktivitas anti kanker atau antimutagenik.
Banyak mikroorganisme yang bersifat sebagai probiotik dapat digunakan pada
produk hasil ternak. Diantaranya Lactobacilli seperti L. acidophilus, L. casei, L.
bulgaricus, L. reuteri, L. brevis, L. celloboisus, L. curvatus, L. fermentum, dan L.
plantarum, gram positif coccus seperti Lactococcus lactis ssp. cremoris, S.
9
thermophilus, Enterococcus faecium, S. diacetyllactis, S. intermedius, dan
Bifidobactreria seperti B. bifidum, B. adolescentis, B. animalis, B. infantis, B.
longum, dan B. thermphilum.
Perbedaan antara bakteri asam laktat yang termasuk probiotik dengan
bakteri asam laktat yang bukan probiotik adalah bakteri probiotik unggul dalam
penyerapan nutrien dan sisi penempelan pada sel epitel usus dan menstimulasi
sistem imunitas dan mampu mengubah aktivitas metabolisme mikroba dalam
saluran pencernaan. Mekanisme kerja probiotik dalam membentuk proteksi
terhadap bakteri patogen adalah bakteri tersebut akan menempel dan membuat
kolonisasi pada usus, yang dapat menekan pertumbuhan atau invasi epitel oleh
bakteri pathogen (Antarini 2011). Spesies mikroba yang umum digunakan sebagai
probiotik dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Spesies mikroba yang umum digunakan sebagai probiotik
BAL
Lactobacillus
Bifidobacterium
Lactobacillus
Bifidobacterium
acidophillus
adolescentis
Lactobacillus
Bifidobacterium
casei
animalis
Lactobacillus
Bifidobacterium
amylovorus
bifidum
Lactobacillus
Bifidobacterium
delbrueckii subsp breve
bulgaricus
Lactobacillus
Bifidobacterium
gallinarum
infantis
Lactobacillus
Bifidobacterium
gasseri
lactis
Lactobacillus
Bifidobacterium
johnsonni
longum
Lactobacillus
paracasei
Lactobacillus
plantarum
Lactobacillus
reuteri
Lactobacillus
rhamnosus
Sumber: Antarini (2011)
Spesies lainnya
Enterococcus
faecalis
Enterococcus
faecium
Lactococcus lactis
Leuconostoc
mesentetoides
Bukan
spesies
BAL
Bacillus cereues
var. toyoi
Escherichia coli
Nissle 1917
Propionibacterium
freudenreichii
Saccharomyces
cerevisiae
Pediococcus
Saccharomyces
acidolactici
boulardii
Streptococcus
thermophillus
Sporolactobacillus
inulinus
Ada beberapa karakteristik yang harus dipertimbangkan untuk menentukan
apakah suatu mikroba berpotensi menjadi kultur probiotik antara lain adalah
ketahanan terhadap asam lambung dan ketahanan terhadap sekresi garam empedu
pada usus. Selain itu bakteri tersebut juga harus mampu bersaing dengan bakteri
patogen dalam saluran pencernaan. Menurut Susanti et al. (2007) kebanyakan
bakteri asam laktat tidak hanya tumbuh lebih lambat pada pH rendah, tetapi
10
mungkin juga mengalami kerusakan dan hilangnya viabilitas jika selnya berada
pada kondisi pH rendah. Kondisi asam dapat mengakibatkan kerusakan membran
dan lepasnya komponen intraselular yang dapat menyebabkan kematian. Bakteri
yang tahan asam memiliki ketahanan yang lebih besar terhadap kerusakan membran
akibat penurunan pH ekstraselular dibandingkan dengan bakteri yang tidak tahan
terhadap asam. Garam empedu berpengaruh terhadap permeabilitas sel bakteri. Sel
bakteri asam laktat yang tahan terhadap garam empedu, bila diinkubasi pada larutan
oxgal masih terjadi pertumbuhan dan tidak mengalami lisis, namun mengalami
peningkatan kebocoran materi intraselular. Pada bakteri yang tidak tahan garam
empedu perubahan permeabilitas sel dan kebocoran materi intaselular lebih besar
sehingga sel mati karena lisis.
Mikroenkapsulasi Probiotik dan Pengeringan Semprot
Mikroenkapsulasi adalah proses mempertahankan sel-sel dalam suatu
membran enkapsulasi untuk mengurangi cedera sel atau hilangnya sel. Teknik
enkapsulasi diterapkan pada probiotik untuk digunakan dalam produk susu
fermentasi atau produksi biomassa, yang dapat dikelompokkan menjadi 2
kelompok, tergantung pada metode yang digunakan untuk membentuk manikmanik yaitu ekstrusi (metode droplet) dan emulsi atau sistem twophase. Teknik
ekstrusi dan emulsi dapat meningkatkan kelangsungan hidup bakteri probiotik
hingga 80-95%. Metode emulsi dapat memproduksi mikrokapsul yang berukuran
25µm-2mm (Krasaekoopt et al. 2003).
Mikroenkapsulasi sel bakteri dapat meningkatkan kelangsungan hidup
bakteri probiotik dalam produk asam seperti yoghurt. Mikroenkapsulasi
mensegregasikan sel-sel dari lingkungan yang merugikan, sehingga berpotensi
mengurangi cedera sel. Enkapsulasi bakteri probiotik bertujuan agar bakteri
probiotik tersebut dapat bertahan hidup dalam lambung manusia dengan pH 2.
Mikroenkapsulasi yang menggunakan alginat-pati dan whey protein telah
meningkatkan kelangsungan hidup bakteri probiotik dalam yoghurt selama
penyimpanan (Kailasapathy 2006).
Mikroenkapsulasi probiotik dapat dilakukan dengan menggunakan polimer
alami untuk mengurangi kerusakan sel selama pengolahan dan penyimpanan.
Lapisan pelindung enkapsulasi melindungi organisme probiotik dari pencernaan
asam lambung dan garam empedu. Mikroenkapsulasi juga dapat digunakan untuk
mengatur produksi asam laktat oleh kultur starter (Capela et al. 2006) dan
meningkatkan kelangsungan hidup bakteri asam laktat ketika dimasukkan dalam
produk susu dan dalam saluran pencernaan (Kim et al. 2008). Teknik
mikroenkapsulasi berhasil digunakan untuk meningkatkan kelangsungan hidup
mikroorganisme dalam produk susu. Menurut Gharsallaoui et al. (2007) banyak
biopolimer dari berbagai sumber yang digunakan dalam mikroenkapsulasi berbagai
bahan makanan seperti getah alam (gum arabic, alginat, carragenans, dll), protein
(susu atau whey protein, gelatin, dll) dan maltodekstrin. Penggunaaan skim milk
sebagai biopolimer dalam mikroenkapsulasi didasarkan pada sifat fungsional yang
sangat baik dari protein sebagai bahan pelapis mikroenkapsulasi yang baik dengan
teknik pengeringan semprot.
Mortazavian et al. (2007) menjelaskan keuntungan mikroenkapsulasi
probiotik dalam produk makanan probiotik adalah meningkatkan viabilitas
11
probiotik dalam produk sampai saat konsumsi. Mikroenkapsulasi dapat
meningkatkan kelangsungan hidup mikroorganisme probiotik karena efek protektif
terhadap faktor lingkungan yang merugikan seperti keasaman tinggi, pH rendah,
molekul oksigen (mikroorganisme anaerobik), agen keracunan yang dihasilkan
selama proses (terutama perlakuan panas), pencernaan enzim, bakteri, hidrogen
peroksida, dan pengolahan panas (misalnya pengeringan). Keasaman tinggi dan pH
rendah produk fermentasi merupakan faktor utama yang menyebabkan hilangnya
viabilitas probiotik. Keuntungan lain dari mikroenkapsulasi adalah
mikroenkapsulasi probiotik membantu untuk memperbaiki dan meningkatkan sifat
sensorik produk akhir. Rasa asam dari produk fermentasi ( seperti yoghurt) yang
diproduksi oleh starter yang enkapsulasi melemah daripada produk yoghurt yang
dihasilkan oleh starter yang tidak dienkapsulasi karena jumlah asam yang
dihasilkan lebih sedikit dan pH menurun.
Pengeringan semprot adalah proses pengeringan yang cocok untuk yoghurt
karena memungkinkan pembuatan produk yang stabil dan fungsional. Namun, telah
dilaporkan bahwa sebagian besar senyawa aroma dan karakteristik rheologi dari
yoghurt hilang selama proses pengeringan semprot (Kumar dan Mishra 2004).
Pengertian lain menyatakan pengeringan semprot adalah unit operasi dimana
produk cair diatomisasi dalam arus gas panas untuk segera mendapatkan bubuk.
Gas yang umumnya digunakan adalah udara atau gas inert seperti nitrogen. Hasil
dari pengeringan semprot tergantung pada media yang digunakan dan kondisi
operasi, menghasilkan bubuk yang sangat halus (10-50 µm) atau partikel ukuran
besar (2-3 mm). Prinsip dasar dari pengeringan semprot adalah penghilangan air.
Pengeringan semprot umumnya digunakan dalam industri makanan untuk
mempertahankan stabilitas mikrobiologi produk, menghindari risiko degradasi
kimia dan/atau biologi, mengurangi biaya penyimpanan dan transportasi. Proses
pengeringan semprot telah dikembangkan dalam pembuatan susu kering. Bahan
yang cocok untuk mikroenkapsulasi dengan pengeringan semprot adalah
karbohidrat yang memiliki berat molekul rendah, susu atau kedelai protein, gelatin
dan hidrokoloid seperti gum akasia (Gharsallaoui et al. 2007).
Menurut Ananta et al. (2005) pengeringan semprot lebih hemat biaya dan
membutuhkan waktu yang relatif singkat. Namun, karena menggunakan paparan
suhu udara yang tinggi, memberikan suatu dampak negatif pada kelangsungan
hidup mikroorganisme probiotik. Selain itu, karena air membantu dalam menjaga
stabilitas molekul biologis, penghilangan air dalam proses pengeringan dapat
menyebabkan perubahan ireversibel dalam integritas struktural dan fungsional dari
membran bakteri.
3 METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu sapi segar dari
peternak di lingkungan Fakultas Peternakan IPB, susu skim (SUNLAC), ubi jalar
ungu yang diperoleh dari Balai penelitian kacang-kacangan dan umbi-umbian
(BALITKABI), Malang-Jawa Timur, gula pasir (Gulaku). Kultur bakteri yang
digunakan dalam penelitian ini S. thermophillus FNCCI-903, L. bulgaricus
12
FNCC004P, L. rhamnosus R23 (koleksi pribadi Prof. Lilis Nuraida). Media tumbuh
mikroorganisme yang digunakan antara lain MRSA (de Man Rogosa Sharpe Agar
dari Oxoid) dan MRSB (de Man Rogosa Sharpe Broth dari Oxoid). Bahan kimia
yang digunakan antara lain NaCl (Oxoid), indikator phenolphtalein 1%, NaOH 0,1
N.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pH-meter, viskometer
Brokfield, refraktometer, food processor, spray dryer Buchi 190 Mini, timbangan,
panci, blender, sendok pengaduk, mikropipet, bunsen, magnetic stirrer, inkubator,
autoclave, refrigerator, vorteks, laminar air flow, alat-alat gelas, waterbath, ose,
cawan petridish, anoxomat dan oven.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai Juli 2015 di
Laboratorium Mikrobiologi Pusat Antar Universitas (PAU), Pilot Plant Seafast
(Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology) Centre IPB serta
Laboratorium Kimia BBPP Pascapanen Pertanian.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu pembuatan puree ubi jalar ungu
serta pembuatan produk yoghurt campuran susu segar dengan puree ubi jalar ungu
yang selanjutnya disebut formula dasar yoghurt dengan konsentrasi puree (4%, 6%,
dan 8%). Penentuan produk yoghurt terpilih didasarkan pada hasil analisis pH, total
asam tertitrasi, viskositas, total padatan terlarut. Selanjutnya dilakukan pembuatan
yoghurt sinbiotik berdasarkan formula dasar dan pada formula dasar terpilih
ditambahkan probiotik L. rhamnosus R23 dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%,
selanjutnya pada produk yang dihasilkan dilakukan analisa pH, total asam tertitrasi,
viskositas, total padatan terlarut. Pada penelitian tahap ketiga dilakukan
pengeringan produk yoghurt dengan pengeringan semprot produk yoghurt sinbiotik
terpilih. Selanjutnya dilakukan penghitungan total bakteri probiotik untuk
mengetahui jumlah bakteri probiotik yang masih terdapat pada produk setelah
dilakukan pengeringan semprot.
Persiapan Bahan Baku
Puree ubi jalar ungu diperoleh melalui beberapa tahapan proses, yaitu ubi
jalar ungu segar disortasi dan dicuci, dikukus selama 45 menit, dikupas, kemudian
dilumatkan dengan menggunakan food processor.
Pembuatan kultur starter
Pembuatan kultur starter dimulai dengan cara membuat larutan susu skim
12%, disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit, dan
didinginkan. Setelah dingin, larutan susu diinokulasikan dengan 1% kultur murni
S. thermophillus FNCC1-903, L. bulgaricus FNCC004P, L. rhamnosus R23, dan
diinkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam.
13
Pembuatan yoghurt campuran susu segar dengan puree ubi jalar ungu
(formula dasar yoghurt)
Pembuatan yoghurt dilakukan dengan mencampurkan 3% susu skim dan 3%
sukrosa kedalam susu segar, kemudian ditambahkan puree ubi jalar ungu (4%, 6%,
8%) dan diaduk. Campuran dipasteurisasi pada suhu 90oC selama 30 menit, dan
didinginkan sampai suhu mencapai 45oC. Kemudian ditambahkan starter yoghurt
sebanyak 2% dengan kombinasi starter yang terdiri dari S. thermophillus FNCC1903 dan L. bulgaricus FNCC004P pada rasio 1:1 (v/v) dan dimasukkan kedalam
wadah cup plastik serta diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Diagram alir
pembuatan yoghurt dapat dilihat pada Gambar 2.
Susu segar
Susu skim 3%
Gula Pasir 3%
Diaduk
Puree ubi jalar ungu
4%, 6%, 8%
Dipasteurisasi (85oC,
30 menit)
Didinginkan hingga suhu
45oC
Ditambahkan starter S. thermophillus FNCC1-903
dan L. bulgaricus FNCC004P sebanyak 2% dengan
rasio 1:1
Dikemas dalam wadah cup plastik
Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam
Gambar 2 Diagram alir pembuatan yoghurt formula dasar
14
Pembuatan yoghurt sinbiotik
Pembuatan yoghurt sinbiotik dilakukan dengan mencampurkan 3% susu skim
dan 3% sukrosa kedalam susu segar, kemudian ditambahkan puree ubi jalar ungu
(konsentrasi terpilih dari penelitian tahap pertama) dan diaduk. Campuran
dipasteurisasi pada suhu 90oC selama 30 menit, dan didinginkan sampai mencapai
suhu 45oC kemudian ditambahkan starter yoghurt sebanyak 2% dengan tiga variasi
perbandingan kombinasi starter yang terdiri dari S. thermophillus FNCC1-903, L.
bulgaricus FNCC004P, L. rhamnosus R23 pada tiga kombinasi rasio 1:1:1 (v/v),
1:1:2 (v/v), dan 1:1:3 (v/v) dan dimasukkan kedalam wadah cup plastik serta
diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Diagram alir pembuatan yoghurt dapat
dilihat pada Gambar 3.
Susu segar
Susu skim 3%
Gula pasir 3%
Diaduk
Dipasteurisasi (85oC,
30 menit)
Puree ubi jalar ungu
dari konsentrasi
terpilih penelitian
tahap satu
Didinginkan hingga suhu 45oC
Ditambahkan starter 2% S. thermophillus FNCC1903: L. bulgaricus FNCC004P: L. rhamnosus R23
dengan rasio (1:1:1), (1:1:2), (1:1:3)
Dikemas dalam wadah cup plastik
Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24
jam
Gambar 3 Pembuatan yoghurt sinbiotik
15
Mikroenkapsulasi dan pengeringan semprot pada yoghurt ( Harmayani et al.
2001)
Pada proses pengeringan semprot, bahan yang akan dikeringkan
disemprotkan dalam bentuk kabut. Luas permukaan bahan yang kontak langsung
dengan media pengering dapat lebih besar sehingga menyebabkan penguapan
berlangsung lebih baik. Kelebihan dari pengering semprot dibandingkan teknik
pengering lainnya adalah produk tidak bersentuhan langsung dengan permukaan
logam panas, waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan relatif singkat, dan produk
berbentuk bubuk yang stabil. Pengeringan semprot adalah salah satu teknik
mikroenkapsulasi. Enkapsulasi merupakan penyalutan suatu bahan sehingga bahan
yang disalut dapat dilindungi dari pengaruh lingkungan seperti panas dan bahan
kimia. Susu skim dan maltodekstrin adalah bahan penyalut yang digunakan dalam
penelitian ini. Yoghurt sinbiotik yang dihasilkan dilakukan pengeringan semprot
dengan menggunakan suhu inlet 1200C±20C dan suhu outlet ±600C.
Prosedur Analisis
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi viskositas, pH, total
asam tertitrasi, total padatan terlarut, uji proksimat ( kadar air, kadar abu, kadar
lemak, dan kadar protein), kapasitas antioksidan, total bakteri asam laktat dan total
probiotik.
Derajat keasaman yoghurt
Alat dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan larutan buffer yang mewakili
pH rendah (4.00) dan pH netral (7.00). Sebanyak 25 ml sampel ditempatkan dalam
gelas piala 100 ml. Kemudian elektroda pH meter dicelupkan di dalam sampel, dan
nilai pH dapat dibaca pada layar pH meter.
Total asam tertitrasi (AOAC 2006)
Sebanyak 10 ml sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan
3 tetes indikator phenolphthalein 1%. Sampel dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N
yang telah terstandarisasi sampai terbentuk warna merah muda yang merupakan
titik akhir titrasi Perhitungan total asam tertitrasi dapat dihitung dengan persamaan:
Total Asam Laktat (%) = V NaoH x N NaOH x 90 x 100
V sampel x 1000
Viskositas (AOAC 2006)
Analisa viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Brokfield.
Sebanyak 200 ml sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml. Spindel
dicelupkan ke dalam sampel dan diatur ketinggian viscometer hingga tanda garis
tercelup. Pengukuran dilakukan dengan menekan tombol ON dan dibiarkan spindel
berputar selama 20 -30 detik, dan angka yang ditunjuk spindel dibaca dengan tepat.
16
Total padatan terlarut (Retnowati dan Kusnadi 2014)
Sampel diambil dengan menggunakan pipet tetes. Diletakkan dalam prisma
refraktometer. Nilai hasil pengukuran ditentukan dengan melihat skala yang tertera
pada refraktometer
Kadar air yoghurt (AOAC 2006 )
Cawan aluminium yang akan digunakan untuk mengukur bobot sampel
yang sudah dioven, kemudian ditimbang dengan neraca analitik dan dicatat nilainya
(c). Cawan disimpan didalam desikator sebelum digunakan agar tidak menyerap
uap air dari udara yang menyebabkan bobotnya bertambah.Sebelum digunakan
timbangan di nolkan terlebih dulu. Sebanyak 1-2 gram sampel ditimbang dalam
cawan yang sudah disiapkan. Bobot sampel yang terbaca pada neraca analitik
dicatat dan kemudian disebut bobot basah sampel (a). Sampel beserta cawan tadi
dikeringkan dalam oven selama 3 jam pada suhu 105oC, kemudian didinginkan
dalam desikator dan ditimbang bobotnya sampai diperoleh bobot konstan. Bobot
yang diperoleh kemudian disebut bobot kering sampel + cawan (b). Perhitungan
kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan :
Kadar air (% bb) = a – ( b – c)
(a)
x 100
Kadar air (% bk) = a – (b – c) x 100
(b – c)
Kadar abu yoghurt (AOAC 2006)
Cawan porselen dipanaskan terlebih dahulu dalam tanur, kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 gram sampel di dalam
cawan porselen dibakar sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur bersuhu
600oC sampai berwarna putih. Kemudian didinginkan dalam desikator dan
ditimbang.
Perhitungan kadar abu dapat dihitung dengan persamaan :
Kadar abu (% bb) = W1 – W2 x 100%
W
Keterangan :
% bb
= kadar abu per bahan basah (%)
W
= bobot bahan awal sebelum diabukan (g)
W1
= bobot contoh + cawan kosong setelah diabukan (g)
W2
= bobot cawan kosong (g)
17
Kadar lemak yoghurt (AOAC 2006)
Sampel sebanyak 5 gram dalam bentuk tepung dibungkus dengan kertas
saring kemudian kertas saring tersebut dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet.
Alat kondensor diletakkan diatasnya dan labu lemak diletakkan dibawahnya.
Pelarut heksana dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet sampai sampel
terendam. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai pelarut yang
turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu
lemak didestilasi dan pelarut ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi
lemak hasil ekstraksi dipanaskan di dalam oven pada suhu 150oC hingga mencapai
berat konstan, kemudian didinginkan di dalam desikator. Kemudian labu beserta
lemak didalamnya ditimbang dan berat lemak dapat diketahui. Perhitungan kadar
lemak dapat dilihat pada persamaan berikut ini :
Kadar lemak (% bb) = W1 – W2 x 100%
W
Keterangan :
% bb
W
W1
W2
= kadar lemak per bahan basah (%)
= berat sampel (g)
= berat labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g)
= berat labu lemak kosong (g)
Kadar protein yoghurt (AOAC 2006)
Sampel ditimbang sebanyak 0.2 g dimasukkan ke dalam labu Kjehdal, lalu
ditambahkan 1.9±0.1 g K2SO4, 40±10 mg HgO, dan 2.0 ± 0.1 ml H2SO4. Kemudian
sampel didestruksi sampai cairan jernih (sekitar 1 jam). Larutan jernih ini kemudian
dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjehdal dicuci dengan aquades kemudian
air cucican dimasukkan ke dalam alat destilasi ditambahkan 8-10 ml larutan NaOHNa2S2O3. Dibawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan
H3BO3 dan 2-4 tetes indicator (campuran 2 bagian metal merah 0.2% dalam alcohol
dan 1 bagian metal biru 0.2% dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus
terendam di dalam larutan H3BO3. Kemudian isi erlenmeyer diencerkan sampai 50
ml lalu titrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu.
Prosedur yang sama dilakukan juga terhadap blanko.
Perhitungan % N dan kadar protein sampel dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan dibawah ini :
% N = (ml HCl – ml HCl blanko ) x N HCl x 14.007
x 100 %
mg sampel
Kadar protein (% bb) = % N x faktor konversi (6.38)
Keterangan :
% bb
= kadar protein per bahan basah (%)
%N
= kandungan nitrogen pada sampel (%)
18
Kapasitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH (Permana et al.
2012)
Buffer asetat sebanyak 4 ml ditambahkan dengan 7.5 ml metanol, 400 μl
larutan DPPH, dihomogenisasi dan ditambahkan sampel 100 μl kemudian
diinkubasi selama 20 menit pada suhu 20oC. Sampel diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Kapasitas antioksidan sampel
berdasarkan dengan membandingkan absorbansi sampel dengan kurva standar.
Standar menggunakan asam askorbat dan kapasitas dinyatakan dalam mg/g AEAC
(Ascorbic Acid Equivalent Antioxidant Capacity). Kapasitas antioksidan dihitung
dengan menggunakan persamaan :
Kapasitas antioksidan (mg AEAC /g) = (C x FP)/(M x FK)
Keterangan:
C
= kapasitas anti oksidan dari kurva standar(mg/L)
FP = faktor pengenceran
M
= bobot sempel kering (gram)
FK = faktor konversi
Penghitungan Jumlah Bakteri Asam Laktat (AOAC 1995 )
Sebanyak 1 ml sampel yoghurt diencerkan ke dalam 9 ml larutan fisiologis
NaCl 0.85% steril sehingga diperoleh pengenceran 10-1. Sampel diaduk hingga
homogen kemudian diencerkan kembali hingga penge
TERENKAPSULASI BERBAHAN DASAR SUSU SAPI DAN
PUREE UBI JALAR UNGU
SARI MUSTIKA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Produk
Yoghurt Sinbiotik Terenkapsulasi Berbahan Dasar Susu Sapi dan Puree Ubi Jalar
Ungu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2015
Sari Mustika
NRP F251120101
RINGKASAN
SARI MUSTIKA. Pengembangan Produk Yoghurt Sinbiotik Terenkapsulasi
Berbahan Dasar Susu Sapi dan Puree Ubi Jalar Ungu. Dibimbing oleh
SEDARNAWATI YASNI dan SULIANTARI.
Susu merupakan salah satu produk hasil ternak yang dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia dalam bentuk segar maupun dalam bentuk susu olahan
karena kandungan gizinya yang sangat baik untuk kesehatan. Untuk meningkatkan
kualitas dan memperpanjang umur simpan dari susu segar perlu dilakukan
pengolahan lebih lanjut antara lain pengolahan susu fermentasi atau yang lebih
dikenal dengan yoghurt. Yoghurt adalah produk susu olahan yang diperoleh dari
hasil kerja bakteri asam laktat, yaitu Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus
bulgaricus. Penambahan Lactobacillus rhamnosus sebagai probiotik ditujukan
untuk meningkatkan nilai fungsional dari yoghurt. Lactobacillus rhamnosus adalah
salah satu bakteri probiotik yang dapat ditambahkan dalam pembuatan yoghurt. Ubi
jalar ungu (Ipomoea batatas) merupakan salah satu bahan pangan yang dapat
ditambahkan dalam pembuatan yoghurt dan dapat berfungsi sebagai prebiotik,
karena mengandung oligosakarida dan serat yang mampu mendukung pertumbuhan
bakteri probiotik. Yoghurt yang dibuat dengan menambahkan bakteri probiotik dan
prebiotik disebut dengan yoghurt sinbiotik.
Pada penelitian ini dilakukan modifikasi pembuatan yoghurt berbentuk
serbuk menggunakan teknik pengeringan semprot yang bertujuan untuk
diversifikasi produk olahan yoghurt dan memperpanjang umur simpan yoghurt.
Selain itu, yoghurt berbentuk serbuk lebih efisien dan efektif dalam penyimpanan
dan distribusi. Penelitian ini bertujuan memperoleh formulasi produk yoghurt
sinbiotik dari campuran susu sapi dengan puree ubi jalar ungu dan mengkaji
karakteristik fisikokimia produk yoghurt sinbiotik terenkapsulasi dan menguji
ketahanan bakteri probiotik pada yoghurt setelah dilakukan pengeringan semprot.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi yoghurt sinbiotik yang
terpilih adalah yoghurt dengan penambahan puree ubi jalar ungu sebanyak 8% dan
L. rhamnosus R23 sebanyak 3% serta memiliki karakteristik sebagai berikut: nilai
pH 4.17, total asam tertitrasi 1.23%, viskositas 559.3 cp, total padatan terlarut 10.9o
Brix dan total bakteri probiotik adalah 2.03x108 cfu/ml. Hasil analisa ini sudah
memenuhi persyaratan mutu yoghurt berdasarkan SNI 2009. Penggunaan susu skim
sebanyak 7% sebagai bahan enkapsulan dalam pengeringan semprot dapat
mempertahankan kandungan probiotik didalam yoghurt dengan nilai total probiotik
sekitar 1.71x108 cfu/ml.
Kata kunci: pengeringan semprot, puree ubi jalar ungu, susu sapi, yoghurt
SUMMARY
SARI MUSTIKA. Product Development of Encapsulated Synbiotic Yoghurt Made
From of Cow Milk and Purple Sweet Potato Puree. Supervised by
SEDARNAWATI YASNI and SULIANTARI.
Milk is one of the livestock products consumed by the people of Indonesia in
the form of fresh or in the form of processed milk because of nutritional content is
very good for health. To improve the quality and extend the shelf life of fresh milk
needs to be done further processing among other fermented milk processing or
better known as the yoghurt. Yoghurt is a dairy product that is obtained from the
work of lactic acid bacteria, the Streptococcus thermophilus and Lactobacillus
bulgaricus. The addition of probiotics is intended to enhance the functional value
of yoghurt. Lactobacillus rhamnosus is a probiotic bacteria that may be added in
the manufacture of yoghurt. Purple sweet potato (Ipomoea batatas) is one of the
foods that can be added in the manufacture of yoghurt. Purple sweet potato can
serve as a prebiotic, because it contains oligosaccharides and fiber that is capable
of supporting the growth of probiotic bacteria. Yoghurt is made by adding probiotic
bacteria and prebiotic yoghurt called synbiotik.
In this study, a modification of making yoghurt powder using spray drying
technique which aims to diversify processed products and extend the shelf life of
yoghurt. Additionally, yoghurt powder is more efficient and effective in storage and
distribution. This study is conducted to obtain formulations synbiotic yoghurt
product of a mixture of cow milk and sweet potato puree purple and study the
physicochemical characteristics of yoghurt products and making test of the
resistance sinbiotic encapsulated probiotic bacteria in yoghurt after spray drying.
The results showed that the yoghurt formulation is synbiotic elected by the
addition of purple sweet potato puree as much as 8% and L. rhamnosus R23 as
much as 3%. The yoghurt product has the following characteristics: pH value of
4.17, total acid titration 1.23%, viscosity 559.3 cp, total dissolved solids 10.9o Brix
and total probiotic bacteria is 2.03x108 cfu / ml. Results of this analysis has met the
quality requirements of SNI 2009. The use of yoghurt by as much as 7% skim milk
as an ingredient in the spray drying as an encapsulan can maintain content of
probiotics yoghurt with a total value of about 1.71x108 cfu / ml.
Keywords: cow milk, purple sweet potato puree, spray drying, yoghurt
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGEMBANGAN PRODUK YOGHURT SINBIOTIK
TERENKAPSULASI BERBAHAN DASAR SUSU SAPI DAN
PUREE UBI JALAR UNGU
SARI MUSTIKA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Sidang Tesis : Dr Ir Hanifah Nuryani Lioe, MSi
Judul Tesis : Pengembangan Produk Yoghurt Sinbiotik Terenkapsulasi Berbahan
Dasar Susu Sapi dan Puree Ubi Jalar Ungu
Nama
: Sari Mustika
NRP
: F251120101
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Sedarnawati Yasni, MAgr
Ketua
Dr Dra Suliantari, MS
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 2 September 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia, rahmat,
berkah, hidayah, dan kesehatan dari-Nya sehingga tesis dengan judul
Pengembangan Produk Yoghurt Sinbiotik Terenkapsulasi Berbahan Dasar Susu
Sapi Dan Puree Ubi Jalar Ungu berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan
sejak bulan Desember 2014 sampai Juli 2015 berkaitan dengan pangan fungsional.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Sedarnawati Yasni,
MAgr dan Ibu Dr Dra Suliantari, MS selaku komisi pembimbing atas dukungan,
arahan, waktu yang telah diberikan, dan kesabaran membantu penulis dalam
penelitian dan menyelesaikan penulisan tesis. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Dr Ir Hanifah Nuryani Lioe, Msi yang telah bersedia menjadi
penguji luar komisi pada ujian tesis dan memberikan saran-saran untuk perbaikan
tesis. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada
Papa Ardelis, Mama Sumarni (almh), kakak Aulya Rahman, SPd ST serta seluruh
keluarga dan teman-teman atas doa dan dukungannya.
Penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi para pembaca dan pemerhati
bidang pangan.
Bogor, November 2015
Sari Mustika
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis
1
1
2
3
3
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Susu Sapi
Yoghurt
Ubi Jalar Ungu dan Prebiotik
Probiotik
Mikroenkapsulasi Probiotik dan Pengeringan Semprot
4
4
5
7
8
10
3 METODE
Bahan
Alat
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian
Prosedur Analisis
11
11
12
12
12
15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Kultur Starter Yoghurt
Penelitian pendahuluan (trail and error penentuan konsentrasi
puree ubi jalar ungu)
Pembuatan Yoghurt Campuran Susu Sapi dan Puree Ubi Jalar Ungu
Pembuatan Yoghurt Sinbiotik dengan Variasi Starter Berbeda
Pengeringan Semprot Produk Yoghurt
19
19
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
27
27
27
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
31
RIWAYAT HIDUP
50
19
20
23
26
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Syarat mutu susu segar
Komposisi zat gizi susu dari berbagai hewan mammalia
Syarat mutu yoghurt
Kandungan zat gizi pasta ubi jalar ungu
Spesies mikroba yang umum digunakan sebagai probiotik
Jumlah sel bakteri kultur starter untuk pembuatan yoghurt
Hasil pengukuran analisa fisikokimia yoghurt pada penelitian
pendahuluan
Hasil pengukuran analisa fisikokimia yoghurt
Hasil analisa fisikokimia yoghurt sinbiotik dengan variasi kultur starter
Perbandingan hasil analisa kimia yoghurt sinbiotik dengan
syarat mutu yoghurt menurut SNI (2009)
Nilai total probiotik yoghurt sinbiotik sebelum dan setelah
pengeringan semprot
4
5
6
7
9
19
19
20
23
25
26
DAFTAR GAMBAR
1 Simbiosis S. thermophillus dan L. bulgaricus sebagai starter yoghurt
2 Diagram alir pembuatan yoghurt formula dasar
3 Diagram alir pembuatan yoghurt sinbiotik
5
13
14
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Anova trial and error penentuan konsentrasi puree ubi jalar ungu
Anova respon pH terhadap konsentrasi puree
Anova respon TAT terhadap konsentrasi puree
Anova viskositas terhadap konsentrasi puree
Anova respon TPT terhadap konsentrasi puree
Anova respon pH terhadap konsentrasi probiotik
Anova respon TAT terhadap konsentrasi probiotik
Anova respon viskositas terhadap konsentrasi probiotik
Anova respon TPT terhadap konsentrasi probiotik
Ubi jalar ungu
Proses pembuatan puree ubi jalar ungu
Yoghurt sinbiotik
Proses pengeringan semprot
Yoghurt kering
31
37
39
40
41
43
44
45
46
48
48
49
49
49
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan manusia mengonsumsi pangan yang sehat semakin meningkat dan
berkembang. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan penelitian-penelitian
yang menggunakan teknologi baru agar dapat menghasilkan produk pangan yang
memenuhi kebutuhan manusia. Susu merupakan salah satu produk hasil ternak yang
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dalam bentuk segar maupun dalam bentuk
susu olahan karena kandungan gizinya yang sangat baik untuk kesehatan terutama
untuk pertumbuhan anak-anak.
Susu sapi segar adalah susu yang diperoleh dari hasil pemerahan sapi perah
yang dilakukan secara teratur dan terus menerus tanpa dicampur, dikurangi atau
ditambah sesuatu. Kandungan nutrisi susu sangat baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas dan
memperpanjang umur simpan dari susu segar perlu dilakukan pengolahan lebih
lanjut antara lain pengolahan susu fermentasi atau yang lebih dikenal dengan
yoghurt. Yoghurt adalah produk olahan susu yang diperoleh dari hasil kerja bakteri
asam laktat, yaitu Streptococcus thermophilus and Lactobacillus bulgaricus.
Adanya aktivitas bakteri asam laktat, menyebabkan laktosa dihidrolisa menjadi
glukosa dan galaktosa yang akan lebih mudah dicerna dan diserap oleh alat
pencernaan manusia. Pada produk yoghurt sering ditambahkan probiotik dengan
tujuan untuk meningkatkan nilai fungsional dari yoghurt. Probiotik merupakan
mikroorganisme hidup yang apabila dikonsumsi dapat bertahan hidup ketika
melewati kondisi lambung dan saluran pencernaan, serta dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan didalam tubuh. Umumnya
mikroorganisme yang termasuk ke dalam probiotik adalah bakteri asam laktat.
Salah satu bakteri asam laktat yang dapat digunakan sebagai probiotik saluran
pencernaan adalah Lactobacillus. Penelitian Nuraida et al. (2011) menunjukkan L.
rhamnosus R23 merupakan bakteri asam laktat kandidat probiotik yang dapat
digunakan dalam pembuatan produk susu fermentasi sinbiotik, ditambahkan lagi
hasil penelitian Nuraida et al. (2012) menunjukkan L. rhamnosus R23 memiliki
potensi untuk mencegah diare dan mampu menekan jumlah Escherichia coli pada
feses.
Dalam pembuatan yoghurt dapat ditambahkan bahan pangan lainnya yang
bertujuan untuk meningkatkan nilai fungsional yoghurt. Salah satu bahan pangan
yang dapat ditambahkan dalam pembuatan yoghurt adalah puree ubi jalar ungu
(Ipomoea batatas). Ubi jalar ungu adalah salah satu jenis lain dari ubi-ubian yang
mempunyai karakteristik kulit dan warna buahnya berwarna ungu. Warna ungu dari
ubi jalar menunjukkan jumlah kandungan pigmen antosianin yang sangat
bermanfaat sebagai antioksidan. Jawi dan Budiasa (2011) menyatakan bahwa
pemberian ekstrak air umbi jalar ungu dapat meningkatkan kadar total antioksidan
dan memperbaiki profil lipid darah pada kelinci yang diberikan makanan tinggi
kolesterol. Selain itu ubi jalar ungu dapat berfungsi sebagai prebiotik, karena
mengandung oligosakarida tidak dicerna diantaranya rafinosa dan sukrosa yang
mampu mendukung pertumbuhan atau aktifitas bakteri pencernaan secara selektif
dan sekaligus meningkatkan kesehatan inangnya. Hasil penelitian Haryati dan
2
Supriyati (2010) menunjukkan bahwa kandungan oligosakarida yang terdapat
didalam ekstrak ubi jalar terdiri dari rafinosa (56.51%) dan stakiosa (12.79).
Konsentrasi rafinosa, sukrosa dan total oligosakarida dari ubi jalar dapat meningkat
setelah mengalami proses pengukusan disebabkan terjadinya proses hidrolisis pati
menjadi oligosakarida dan monosakarida akibat pemanasan (Lesmanawati et al.
2013). Dengan adanya penambahan puree ubi jalar ungu dalam pembuatan yoghurt
makan akan dihasilkan produk yoghurt sinbiotik. Yoghurt sinbiotik adalah
kombinasi probiotik dan prebiotik yang dapat meningkatkan daya tahan bakteri
probiotik oleh karena substrat yang spesifik telah tersedia untuk fermentasi
sehingga tubuh mendapat manfaat yang lebih sempurna dari kombinasi ini.
Dilaporkan Zaufani (2009) pemakaian prebiotik ubi jalar kuning dan probiotik L.
casei dapat meningkatkan kualitas susu fermentasi sebagai makanan fungsional
terhadap keseimbangan mikroflora di usus manusia.
Selama pengolahan dan penyimpanan produk yoghurt, viabilitas dari
probiotik dapat mengalami penurunan. Untuk mengatasi hal tersebut, dapat
dilakukan metode mikroenkapsulasi pada probiotik. Mikroenkapsulasi adalah suatu
metode yang bertujuan untuk melindungi sel bakteri probiotik sehingga bakteri
probiotik tidak mati akibat proses pengolahan produk. Mikroenkapsulasi pada
prinsipnya membentuk suatu coating (selaput) semi permiabel yang melapisi sel
bakteri probiotik, sehingga sel bakteri probiotik dapat bertahan lebih lama. Salah
satu teknik mikroenkapsulasi yang dapat dilakukan adalah teknik pengeringan
semprot (spray drying). Keuntungan penggunaan teknik pengeringan semprot
adalah produk akan menjadi kering tanpa menyentuh permukaan logam yang panas,
temperatur produk akhir rendah meskipun temperatur pengering relatif tinggi,
waktu pengeringan singkat serta produk akhir berupa bubuk stabil yang
memudahkan penanganan dan transportasi (Triana et al. 2006). Pada saat ini produk
yoghurt yang telah banyak dijual dipasaran umumnya berbentuk cairan kental
(menggumpal) sehingga teknik mikroenkapsulasi dengan pengeringan semprot
merupakan modifikasi bentuk lain dari yoghurt, yaitu dengan membuat yoghurt
berbentuk serbuk. Penelitian Harmayani et al. (2001) menujukkan setelah
dilakukan pengeringan semprot dengan menggunakan susu skim sebagai bahan
enkapsulan terjadi penurunan jumlah sel menjadi 107-108 cfu/g bahan atau terjadi
penurunan sekitar 2.5-4 siklus log. Penelitian Rizqiati et al. (2009) menunjukkan
jumlah bakteri setelah dienkapsulasi dengan teknik pengeringan semprot
menggunakan enkapsulan susu skim dan gum arab berkisar antara 107-109 cfu/g
berat kering. Dihasilkannya jumlah bakteri sekitar 107-109 cfu/g setelah
pengeringan semprot masih memungkinkan produk memiliki peran dalam
meningkatkan kesehatan, hal ini didukung oleh Sultana et al. (2000) yang
menyatakan jumlah minimal sel probiotik pada produk susu untuk dapat berperan
dalam peningkatan kesehatan pencernaan adalah 107.
Perumusan Masalah
Pengembangan produk yoghurt sinbiotik terenkapsulasi dari campuran susu
sapi segar dan puree ubi jalar ungu dilakukan melalui pengeringan semprot dan
pengujian karakteristik fisikokimia produk yoghurt sinbiotik yang dihasilkan.
Produk yoghurt sinbiotik terenkapsulasi yang dihasilkan tidak hanya sebagai
diversifikasi produk olahan susu, tetapi juga menambah jenis pangan fungsional.
3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk (1) memperoleh formulasi produk yoghurt
sinbiotik dari campuran susu sapi dengan puree ubi jalar ungu dan mengkaji
karakteristik fisikokimia produk yoghurt sinbiotik terenkapsulasi yang dihasilkan
dan (2) menguji ketahanan bakteri probiotik pada yoghurt setelah dilakukan
pengeringan semprot.
Manfaat Penelitian
Pembuatan produk yoghurt sinbiotik terenkapsulasi merupakan
pengembangan teknik pengolahan pasca panen, dan upaya melakukan diversifikasi
produk olahan susu segar. Hal ini dapat menambah pilihan jenis produk probiotik
yang memiliki khasiat bagi kesehatan sekaligus mendukung program pemerintah di
bidang kesehatan masyarakat yang meningkatkan penggunaan produk lokal.
Hipotesis
1. Proses enkapsulasi dapat mempertahankan sintasan sel probiotik pada produk
yoghurt kering
2. Proses pengeringan semprot mempunyai pengaruh terhadap karakteristik dari
produk yoghurt yang dihasilkan terutama kandungan probiotik.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Susu Sapi
Susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang
diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan nutrisi alaminya
tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan
apapun kecuali pendinginan (SNI 2011). Persyaratan mutu susu segar dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1 Syarat mutu susu segar
No.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Karakteristik
Berat jenis (pada suhu 27.5oC)minimum
Kadar lemak mimimum
Kadar bahan kering tanpa lemak
minimum
Kadar protein minimum
Warna, bau, rasa, kekentalan
Derajat asam
pH
Uji alkohol (70%) v/v
Cemaran mikroba maksimum :
1. Total Plate Count
2. Staphylococcus aureus
3. Enterobacteriacae
j.
Jumlah sel somatis maksimum
k.
Residu antibiotika (Golongan penisilin,
tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida)
l.
Uji pemalsuan
m.
Titik beku
n.
Uji peroxidase
o.
Cemaran logam berat, maksimum :
1. Timbal (Pb)
2. Merkuri (Hg)
3. Arsen (As)
Sumber : SNI (2011)
Satuan
g/ml
%
%
Syarat
1.0270
3.0
7.8
%
o
SH
-
2.8
Tidak
perubahan
6.0-7.5
6.3-6.8
Negatif
CFU/ml
CFU/ml
CFU/ml
Sel/ml
-
1x106
1x102
1x103
4x105
Negatif
o
C
-
Negatif
-0.520 s.d -0.560
Positif
µg/ml
µg/ml
µg/ml
0.02
0.03
0.1
ada
Menurut Aritonang (2009), susu sapi mengandung zat-zat makanan yang
sangat berguna bagi pertumbuhan anak-anak sapi, maupun sebagai minuman yang
sempurna bagi manusia. Zat makanan yang terkandung dalam susu mudah dicerna
dan dapat dikatakan seluruh bahan yang terkandung didalamnya secara sempurna
dapat dicerna. Zat makanan yang terdapat dalam susu meliputi protein, lemak,
karbohidrat, mineral dan vitamin. Komposisi rata-rata susu dari berbagai hewan
mammalia dapat dilihat pada Tabel 2.
5
Tabel 2 . Komposisi zat gizi susu dari berbagai hewan mammalia
Kandungan Zat Gizi (%)
Hewan
Lemak
Sapi
4.00
Kerbau
12.40
Domba
6.18
Kambing
4.09
Kuda
1.59
Manusia
3.70
Sumber: Aritonang (2009)
Protein
Laktosa
Mineral
3.50
6.03
5.15
3.71
2.69
1.63
4.90
3.74
4,17
4.20
6.14
6.98
0.70
0.89
0.93
0.78
0.51
0.21
Bahan
Kering
13.10
13.91
16.43
12.68
10.96
12.57
Yoghurt
Menurut Kumar dan Mishra (2004) yoghurt adalah produk pangan kaya
protein yang diperoleh melalui fermentasi susu dengan S. thermophillus dan L.
bulgaricus. Produk ini diterima konsumen karena rasa dan aroma yang dikaitkan
dengan adanya asetaldehida, dan teksturnya. Umur simpan yoghurt sangat pendek,
yaitu 1 hari dibawah kondisi 25-30oC dan sekitar 5 hari pada penyimpanan suhu
7oC. Yoghurt disimpan pada suhu 2-4oC bertujuan untuk menghindari resiko
pembusukan dari ragi dan jamur, dan juga mencegah aktivitas lebih lanjut oleh
kultur starter yoghurt itu sendiri.
Menurut SNI (2009) yoghurt adalah produk yang diperoleh dari fermentasi
susu dan atau susu rekonstitusi dengan menggunakan bakteri L. bulgaricus dan S.
thermophillus dan atau bakteri asam laktat lain yang sesuai, dengan/atau tanpa
penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan.
Simbiosis S. thermophillus dan L. bulgaricus sebagai starter dalam pembuatan
yoghurt dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Simbiosis S. thermophillus dan L. bulgaricus sebagai starter yoghurt
(Aswal et al. 2012).
6
S. thermophillus menghasilkan asam laktat dan sejumlah kecil asam format,
yang membantu perkembangan L. bulgaricus. Disisi lain L. bulgaricus
menghasilkan asam amino untuk menstimulasi pertumbuhan S. thermophillus.
Komposisi kimia dari susu (total padatan dan kandungan lemak) akan
mempengaruhi aktivitas kultur starter (Aswal et al. 2012). Adapun syarat mutu
yoghurt dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Syarat mutu yoghurt
No Kriteria Uji
.
1
1.1
1.2
1.3
1.4
2
3
4
5
6
7
7.1
7.2
7.3
7.4
8
9
9.1
Keadaan
Penampakan
Bau
Rasa
Konsistensi
Kadar
lemak
(b/b)
Total
padatan
susu
bukan
lemak (b/b)
Protein (Nx6.38)
(b/b)
Kadar abu (b/b)
Keasaman
(dihitung
sebagai
asam
laktat) (b/b)
Cemaran logam
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Timah (Sn)
Raksa (Hg)
Arsen
Cemaran
mikroba
Bakteri coliform
Satuan
%
Yoghurt tanpa perlakuan panas
setelah fermentasi
Yoghurt dengan perlakuan
panas setelah fermentasi
Yoghurt Yoghurt
rrendah
llemak
Yoghurt Yoghurt Yoghurt
rendah
tanpa
lemak
lemak
Yoghurt
tanpa
lemak
%
cairan kental padat
normal/khas
asam/khas
Homogen
Min. 3.0
0.6-2.9
Maks.
0.5
Min 8.2
%
Min. 2.7
Min. 2.7
%
%
Maks. 1.0
0.5 – 2.0
Maks. 1.0
0.5 – 2.0
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Maks. 0.3
Maks. 20.0
Maks. 40.0
Maks. 0.03
Maks. 0.1
Maks. 0.3
Maks. 20.0
Maks. 40.0
Maks. 0.03
Maks. 0.1
Maks. 10
Maks. 10
Negatif/25 g
Negatif/25 g
Negatif/25 g
Negatif/25 g
Min. 107
Min. 107
APM/g
atau
koloni/g
9.2 Salmonella
9.3 Listeria
monocytogenes
10 Jumlah bakteri
starter
Koloni/
g
cairan kental padat
normal/khas
asam/khas
Homogen
Min. 3.0 0.6-2.9 Maks.
0.5
Min 8.2
Sumber : SNI (2009)
Menurut Krasaekoopt et al. (2003) kultur yoghurt yang biasa dipakai adalah
L. bulgaricus dan S. thermophiles dan menghasilkan β-galactosidase dalam
yoghurt, tetapi bakteri tersebut tidak dapat bertahan hidup dan tumbuh dalam
7
saluran usus karena toleransi garam empedu yang rendah. Leroy dan Vuyst (2004)
menjelaskan bahwa perubahan laktosa dalam produksi yoghurt oleh starter menjadi
asam laktat menyebabkan kisaran pH 4.2-4.5 dan selama penyimpanan pH dapat
menurun mencapai 4.0. Produk susu fermentasi telah direkomendasikan sebagai
suplemen makanan karena dapat bersifat sebagai hypocholesterolaemic pada
manusia (El-Gawad et al. 2005).
Ubi Jalar Ungu dan Prebiotik
Ubi jalar ungu (I. batatas) merupakan tumbuhan merambat yang hidup
disegala cuaca, didaerah pegunungan maupun di pantai dan memiliki kulit dan
daging berwarna ungu sehingga memiliki pigmen antosianin yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan varietas ubi jalar lainnya. Kandungan antosianin tersebut
dapat digunakan sebagai pewarna dalam produk minuman maupun makanan
(Winarti et al. 2008). Antosianin yang terkandung dalam ubi jalar ungu juga
memiliki fungsi fisiologis, seperti antioksidan, antikanker, antibakteri serta
perlindungan terhadap kerusakan hati, pencegah penyakit jantung dan stroke. Ubi
jalar ungu memiliki aktivitas antioksidan 2.5 kali dan antibakteri 3.2 kali lebih
tinggi dibandingkan beberapa varietas blueberi (Koswara 2013).
Ekstrak air umbi ubi jalar ungu dapat bersifat sebagai antioksidan dan dapat
meningkatkan total antioksidan secara signifikan pada kelinci yang diberikan diet
tinggi kolesterol. Ekstrak air umbi ubi jalar ungu juga dapat mengurangi stres
oksidatif karena mengandung antosianin cukup tinggi. Pemberian ekstrak air umbi
ubi jalar ungu dalam kurun waktu yang lama aman terhadap hati dan bahkan bersifat
hepatoprotektif (Jawi dan Budiasa 2011). Kandungan zat gizi pasta ubi jalar ungu
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Kandungan zat gizi pasta ubi jalar ungu
Kandungan gizi
Kadar air (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Abu (%)
Karbohidrat (%)
Serat total (%)
Aktivitas antioksidan (AAE)
Kadar antosianin (mg/l)
Sumber: Yasni et al. (2009)
Jumlah
65.67
2.02
0.25
1.45
30.61
2.16
3160.56
480.45
Menurut Daud et al. (2009) prebiotik adalah substansi dari makanan yang
tidak dapat dicerna dan secara selektif meningkatkan pembiakan dan aktivitas
bakteri yang menguntungkan pada usus besar. Zat ini mengalami proses peragian
di dalam usus besar, dalam proses tersebut dihasilkan “makanan” bagi bakteri yang
menguntungkan. Makanan tersebut sangat berguna bagi perkembangbiakan bakteri
yang menguntungkan, sehingga jumlah bakteri ini menjadi berlipat ganda. Bagi
bakteri yang tidak menguntungkan, karena tidak menyukai makanan tersebut,
perkembangannya menjadi terhambat, sehingga jumlah bakteri yang
8
menguntungkan menjadi lebih banyak dan mendominasi populasi bakteri yang
terdapat di dalam usus. Oligosakarida hasil purifikasi dari ekstrak tepung buah
rumbia berpotensi digunakan sebagai sumber prebiotik karena dapat mendukung
pertumbuhan bakteri probiotik (Bifidobacterium bifidum, B. animalis, L. bulgaricus
dan L. rhamnosus) secara in vitro.
Antarini (2011) menjelaskan prebiotik adalah nondigestible food ingredient
yang mempunyai pengaruh baik terhadap host dengan memicu aktivitas
pertumbuhan yang selektif, atau keduanya terhadap satu jenis atau lebih bakteri
penghuni kolon. Prebiotik pada umumnya karbohidrat yang tidak dicerna dan tidak
diserap, biasanya dalam bentuk oligosakarida dan serat pangan. Suatu ingredien
pangan dapat diklasifikasikan sebagai prebiotik apabila bersifat tidak terhidrolisis
atau terserap pada saluran pencernaan bagian atas, secara selektif dapat menstimulir
pertumbuhan bakteri yang mengguntungkan pada kolon, dapat menekan
pertumbuhan bakteri patogen, sehingga dapat meningkatkan kesehatan. Beberapa
prebiotik seperti inulin dan oligosakarida dapat bersumber dari bahan alami seperti
umbi-umbian. Umbi-umbian mengandung oligosakarida dalam bentuk rafinosa
dalam jumlah yang tinggi.
Menurut Zaufani (2009), pemakaian prebiotik ubi jalar kuning dan probiotik
L. casei dapat meningkatkan kualitas dari susu fermentasi sebagai makanan
fungsional terhadap keseimbangan mikroflora usus manusia. Kehadiran prebiotik
dapat mempertahankan daya simpan susu fermentasi sebagai pangan probiotik,
yang terlihat dari meningkatkan jumlah bakteri asam laktat pada susu fermentasi.
Dari penelitian Sari et al. (2013) sifat prebiotik pati resisten kentang tahan terhadap
hidrolisis asam lambung, mampu meningkatkan survival probiotik (L. acidophilus),
menurunkan survival patogen (Salmonella Typhimurium).
Probiotik
Menurut FAO/WHO (2002) probiotik adalah mikroorganisme hidup yang
apabila dikonsumsi oleh manusia atau hewan dalam jumlah yang cukup, mampu
bertahan hidup ketika melewati kondisi lambung dan saluran pencernaan serta
bermanfaat bagi sel inangnya dengan cara meningkatkan kesehatan bagi inangnya.
Menurut Ananta et al. (2005) probiotik adalah kelompok unik dari bakteri asam
laktat yang menguntungkan untuk kesehatan manusia jika dikonsumsi dalam
jumah yang cukup tinggi dan dikonsumsi secara teratur. Disarankan minimal
konsumsi harian 108 sel untuk memastikan efek probiotik pada konsumen
kesehatan.
Krasaekoopt et al. (2003) menyatakan bahwa bakteri probiotik mampu
menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan, seperti
Salmonella, yang dapat ditemui di saluran pencernaan. Efek probiotik telah
dikaitkan dengan produksi asam, produksi bakteriosin, persaingan dengan patogen,
dan peningkatan sistem kekebalan tubuh. Bakteri probiotik menghasilkan βgalaktosidase yang bermanfaat bagi orang-orang dengan intoleransi laktosa.
Probiotik juga telah diklaim memiliki aktivitas anti kanker atau antimutagenik.
Banyak mikroorganisme yang bersifat sebagai probiotik dapat digunakan pada
produk hasil ternak. Diantaranya Lactobacilli seperti L. acidophilus, L. casei, L.
bulgaricus, L. reuteri, L. brevis, L. celloboisus, L. curvatus, L. fermentum, dan L.
plantarum, gram positif coccus seperti Lactococcus lactis ssp. cremoris, S.
9
thermophilus, Enterococcus faecium, S. diacetyllactis, S. intermedius, dan
Bifidobactreria seperti B. bifidum, B. adolescentis, B. animalis, B. infantis, B.
longum, dan B. thermphilum.
Perbedaan antara bakteri asam laktat yang termasuk probiotik dengan
bakteri asam laktat yang bukan probiotik adalah bakteri probiotik unggul dalam
penyerapan nutrien dan sisi penempelan pada sel epitel usus dan menstimulasi
sistem imunitas dan mampu mengubah aktivitas metabolisme mikroba dalam
saluran pencernaan. Mekanisme kerja probiotik dalam membentuk proteksi
terhadap bakteri patogen adalah bakteri tersebut akan menempel dan membuat
kolonisasi pada usus, yang dapat menekan pertumbuhan atau invasi epitel oleh
bakteri pathogen (Antarini 2011). Spesies mikroba yang umum digunakan sebagai
probiotik dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Spesies mikroba yang umum digunakan sebagai probiotik
BAL
Lactobacillus
Bifidobacterium
Lactobacillus
Bifidobacterium
acidophillus
adolescentis
Lactobacillus
Bifidobacterium
casei
animalis
Lactobacillus
Bifidobacterium
amylovorus
bifidum
Lactobacillus
Bifidobacterium
delbrueckii subsp breve
bulgaricus
Lactobacillus
Bifidobacterium
gallinarum
infantis
Lactobacillus
Bifidobacterium
gasseri
lactis
Lactobacillus
Bifidobacterium
johnsonni
longum
Lactobacillus
paracasei
Lactobacillus
plantarum
Lactobacillus
reuteri
Lactobacillus
rhamnosus
Sumber: Antarini (2011)
Spesies lainnya
Enterococcus
faecalis
Enterococcus
faecium
Lactococcus lactis
Leuconostoc
mesentetoides
Bukan
spesies
BAL
Bacillus cereues
var. toyoi
Escherichia coli
Nissle 1917
Propionibacterium
freudenreichii
Saccharomyces
cerevisiae
Pediococcus
Saccharomyces
acidolactici
boulardii
Streptococcus
thermophillus
Sporolactobacillus
inulinus
Ada beberapa karakteristik yang harus dipertimbangkan untuk menentukan
apakah suatu mikroba berpotensi menjadi kultur probiotik antara lain adalah
ketahanan terhadap asam lambung dan ketahanan terhadap sekresi garam empedu
pada usus. Selain itu bakteri tersebut juga harus mampu bersaing dengan bakteri
patogen dalam saluran pencernaan. Menurut Susanti et al. (2007) kebanyakan
bakteri asam laktat tidak hanya tumbuh lebih lambat pada pH rendah, tetapi
10
mungkin juga mengalami kerusakan dan hilangnya viabilitas jika selnya berada
pada kondisi pH rendah. Kondisi asam dapat mengakibatkan kerusakan membran
dan lepasnya komponen intraselular yang dapat menyebabkan kematian. Bakteri
yang tahan asam memiliki ketahanan yang lebih besar terhadap kerusakan membran
akibat penurunan pH ekstraselular dibandingkan dengan bakteri yang tidak tahan
terhadap asam. Garam empedu berpengaruh terhadap permeabilitas sel bakteri. Sel
bakteri asam laktat yang tahan terhadap garam empedu, bila diinkubasi pada larutan
oxgal masih terjadi pertumbuhan dan tidak mengalami lisis, namun mengalami
peningkatan kebocoran materi intraselular. Pada bakteri yang tidak tahan garam
empedu perubahan permeabilitas sel dan kebocoran materi intaselular lebih besar
sehingga sel mati karena lisis.
Mikroenkapsulasi Probiotik dan Pengeringan Semprot
Mikroenkapsulasi adalah proses mempertahankan sel-sel dalam suatu
membran enkapsulasi untuk mengurangi cedera sel atau hilangnya sel. Teknik
enkapsulasi diterapkan pada probiotik untuk digunakan dalam produk susu
fermentasi atau produksi biomassa, yang dapat dikelompokkan menjadi 2
kelompok, tergantung pada metode yang digunakan untuk membentuk manikmanik yaitu ekstrusi (metode droplet) dan emulsi atau sistem twophase. Teknik
ekstrusi dan emulsi dapat meningkatkan kelangsungan hidup bakteri probiotik
hingga 80-95%. Metode emulsi dapat memproduksi mikrokapsul yang berukuran
25µm-2mm (Krasaekoopt et al. 2003).
Mikroenkapsulasi sel bakteri dapat meningkatkan kelangsungan hidup
bakteri probiotik dalam produk asam seperti yoghurt. Mikroenkapsulasi
mensegregasikan sel-sel dari lingkungan yang merugikan, sehingga berpotensi
mengurangi cedera sel. Enkapsulasi bakteri probiotik bertujuan agar bakteri
probiotik tersebut dapat bertahan hidup dalam lambung manusia dengan pH 2.
Mikroenkapsulasi yang menggunakan alginat-pati dan whey protein telah
meningkatkan kelangsungan hidup bakteri probiotik dalam yoghurt selama
penyimpanan (Kailasapathy 2006).
Mikroenkapsulasi probiotik dapat dilakukan dengan menggunakan polimer
alami untuk mengurangi kerusakan sel selama pengolahan dan penyimpanan.
Lapisan pelindung enkapsulasi melindungi organisme probiotik dari pencernaan
asam lambung dan garam empedu. Mikroenkapsulasi juga dapat digunakan untuk
mengatur produksi asam laktat oleh kultur starter (Capela et al. 2006) dan
meningkatkan kelangsungan hidup bakteri asam laktat ketika dimasukkan dalam
produk susu dan dalam saluran pencernaan (Kim et al. 2008). Teknik
mikroenkapsulasi berhasil digunakan untuk meningkatkan kelangsungan hidup
mikroorganisme dalam produk susu. Menurut Gharsallaoui et al. (2007) banyak
biopolimer dari berbagai sumber yang digunakan dalam mikroenkapsulasi berbagai
bahan makanan seperti getah alam (gum arabic, alginat, carragenans, dll), protein
(susu atau whey protein, gelatin, dll) dan maltodekstrin. Penggunaaan skim milk
sebagai biopolimer dalam mikroenkapsulasi didasarkan pada sifat fungsional yang
sangat baik dari protein sebagai bahan pelapis mikroenkapsulasi yang baik dengan
teknik pengeringan semprot.
Mortazavian et al. (2007) menjelaskan keuntungan mikroenkapsulasi
probiotik dalam produk makanan probiotik adalah meningkatkan viabilitas
11
probiotik dalam produk sampai saat konsumsi. Mikroenkapsulasi dapat
meningkatkan kelangsungan hidup mikroorganisme probiotik karena efek protektif
terhadap faktor lingkungan yang merugikan seperti keasaman tinggi, pH rendah,
molekul oksigen (mikroorganisme anaerobik), agen keracunan yang dihasilkan
selama proses (terutama perlakuan panas), pencernaan enzim, bakteri, hidrogen
peroksida, dan pengolahan panas (misalnya pengeringan). Keasaman tinggi dan pH
rendah produk fermentasi merupakan faktor utama yang menyebabkan hilangnya
viabilitas probiotik. Keuntungan lain dari mikroenkapsulasi adalah
mikroenkapsulasi probiotik membantu untuk memperbaiki dan meningkatkan sifat
sensorik produk akhir. Rasa asam dari produk fermentasi ( seperti yoghurt) yang
diproduksi oleh starter yang enkapsulasi melemah daripada produk yoghurt yang
dihasilkan oleh starter yang tidak dienkapsulasi karena jumlah asam yang
dihasilkan lebih sedikit dan pH menurun.
Pengeringan semprot adalah proses pengeringan yang cocok untuk yoghurt
karena memungkinkan pembuatan produk yang stabil dan fungsional. Namun, telah
dilaporkan bahwa sebagian besar senyawa aroma dan karakteristik rheologi dari
yoghurt hilang selama proses pengeringan semprot (Kumar dan Mishra 2004).
Pengertian lain menyatakan pengeringan semprot adalah unit operasi dimana
produk cair diatomisasi dalam arus gas panas untuk segera mendapatkan bubuk.
Gas yang umumnya digunakan adalah udara atau gas inert seperti nitrogen. Hasil
dari pengeringan semprot tergantung pada media yang digunakan dan kondisi
operasi, menghasilkan bubuk yang sangat halus (10-50 µm) atau partikel ukuran
besar (2-3 mm). Prinsip dasar dari pengeringan semprot adalah penghilangan air.
Pengeringan semprot umumnya digunakan dalam industri makanan untuk
mempertahankan stabilitas mikrobiologi produk, menghindari risiko degradasi
kimia dan/atau biologi, mengurangi biaya penyimpanan dan transportasi. Proses
pengeringan semprot telah dikembangkan dalam pembuatan susu kering. Bahan
yang cocok untuk mikroenkapsulasi dengan pengeringan semprot adalah
karbohidrat yang memiliki berat molekul rendah, susu atau kedelai protein, gelatin
dan hidrokoloid seperti gum akasia (Gharsallaoui et al. 2007).
Menurut Ananta et al. (2005) pengeringan semprot lebih hemat biaya dan
membutuhkan waktu yang relatif singkat. Namun, karena menggunakan paparan
suhu udara yang tinggi, memberikan suatu dampak negatif pada kelangsungan
hidup mikroorganisme probiotik. Selain itu, karena air membantu dalam menjaga
stabilitas molekul biologis, penghilangan air dalam proses pengeringan dapat
menyebabkan perubahan ireversibel dalam integritas struktural dan fungsional dari
membran bakteri.
3 METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu sapi segar dari
peternak di lingkungan Fakultas Peternakan IPB, susu skim (SUNLAC), ubi jalar
ungu yang diperoleh dari Balai penelitian kacang-kacangan dan umbi-umbian
(BALITKABI), Malang-Jawa Timur, gula pasir (Gulaku). Kultur bakteri yang
digunakan dalam penelitian ini S. thermophillus FNCCI-903, L. bulgaricus
12
FNCC004P, L. rhamnosus R23 (koleksi pribadi Prof. Lilis Nuraida). Media tumbuh
mikroorganisme yang digunakan antara lain MRSA (de Man Rogosa Sharpe Agar
dari Oxoid) dan MRSB (de Man Rogosa Sharpe Broth dari Oxoid). Bahan kimia
yang digunakan antara lain NaCl (Oxoid), indikator phenolphtalein 1%, NaOH 0,1
N.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pH-meter, viskometer
Brokfield, refraktometer, food processor, spray dryer Buchi 190 Mini, timbangan,
panci, blender, sendok pengaduk, mikropipet, bunsen, magnetic stirrer, inkubator,
autoclave, refrigerator, vorteks, laminar air flow, alat-alat gelas, waterbath, ose,
cawan petridish, anoxomat dan oven.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai Juli 2015 di
Laboratorium Mikrobiologi Pusat Antar Universitas (PAU), Pilot Plant Seafast
(Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology) Centre IPB serta
Laboratorium Kimia BBPP Pascapanen Pertanian.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu pembuatan puree ubi jalar ungu
serta pembuatan produk yoghurt campuran susu segar dengan puree ubi jalar ungu
yang selanjutnya disebut formula dasar yoghurt dengan konsentrasi puree (4%, 6%,
dan 8%). Penentuan produk yoghurt terpilih didasarkan pada hasil analisis pH, total
asam tertitrasi, viskositas, total padatan terlarut. Selanjutnya dilakukan pembuatan
yoghurt sinbiotik berdasarkan formula dasar dan pada formula dasar terpilih
ditambahkan probiotik L. rhamnosus R23 dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%,
selanjutnya pada produk yang dihasilkan dilakukan analisa pH, total asam tertitrasi,
viskositas, total padatan terlarut. Pada penelitian tahap ketiga dilakukan
pengeringan produk yoghurt dengan pengeringan semprot produk yoghurt sinbiotik
terpilih. Selanjutnya dilakukan penghitungan total bakteri probiotik untuk
mengetahui jumlah bakteri probiotik yang masih terdapat pada produk setelah
dilakukan pengeringan semprot.
Persiapan Bahan Baku
Puree ubi jalar ungu diperoleh melalui beberapa tahapan proses, yaitu ubi
jalar ungu segar disortasi dan dicuci, dikukus selama 45 menit, dikupas, kemudian
dilumatkan dengan menggunakan food processor.
Pembuatan kultur starter
Pembuatan kultur starter dimulai dengan cara membuat larutan susu skim
12%, disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit, dan
didinginkan. Setelah dingin, larutan susu diinokulasikan dengan 1% kultur murni
S. thermophillus FNCC1-903, L. bulgaricus FNCC004P, L. rhamnosus R23, dan
diinkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam.
13
Pembuatan yoghurt campuran susu segar dengan puree ubi jalar ungu
(formula dasar yoghurt)
Pembuatan yoghurt dilakukan dengan mencampurkan 3% susu skim dan 3%
sukrosa kedalam susu segar, kemudian ditambahkan puree ubi jalar ungu (4%, 6%,
8%) dan diaduk. Campuran dipasteurisasi pada suhu 90oC selama 30 menit, dan
didinginkan sampai suhu mencapai 45oC. Kemudian ditambahkan starter yoghurt
sebanyak 2% dengan kombinasi starter yang terdiri dari S. thermophillus FNCC1903 dan L. bulgaricus FNCC004P pada rasio 1:1 (v/v) dan dimasukkan kedalam
wadah cup plastik serta diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Diagram alir
pembuatan yoghurt dapat dilihat pada Gambar 2.
Susu segar
Susu skim 3%
Gula Pasir 3%
Diaduk
Puree ubi jalar ungu
4%, 6%, 8%
Dipasteurisasi (85oC,
30 menit)
Didinginkan hingga suhu
45oC
Ditambahkan starter S. thermophillus FNCC1-903
dan L. bulgaricus FNCC004P sebanyak 2% dengan
rasio 1:1
Dikemas dalam wadah cup plastik
Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam
Gambar 2 Diagram alir pembuatan yoghurt formula dasar
14
Pembuatan yoghurt sinbiotik
Pembuatan yoghurt sinbiotik dilakukan dengan mencampurkan 3% susu skim
dan 3% sukrosa kedalam susu segar, kemudian ditambahkan puree ubi jalar ungu
(konsentrasi terpilih dari penelitian tahap pertama) dan diaduk. Campuran
dipasteurisasi pada suhu 90oC selama 30 menit, dan didinginkan sampai mencapai
suhu 45oC kemudian ditambahkan starter yoghurt sebanyak 2% dengan tiga variasi
perbandingan kombinasi starter yang terdiri dari S. thermophillus FNCC1-903, L.
bulgaricus FNCC004P, L. rhamnosus R23 pada tiga kombinasi rasio 1:1:1 (v/v),
1:1:2 (v/v), dan 1:1:3 (v/v) dan dimasukkan kedalam wadah cup plastik serta
diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Diagram alir pembuatan yoghurt dapat
dilihat pada Gambar 3.
Susu segar
Susu skim 3%
Gula pasir 3%
Diaduk
Dipasteurisasi (85oC,
30 menit)
Puree ubi jalar ungu
dari konsentrasi
terpilih penelitian
tahap satu
Didinginkan hingga suhu 45oC
Ditambahkan starter 2% S. thermophillus FNCC1903: L. bulgaricus FNCC004P: L. rhamnosus R23
dengan rasio (1:1:1), (1:1:2), (1:1:3)
Dikemas dalam wadah cup plastik
Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24
jam
Gambar 3 Pembuatan yoghurt sinbiotik
15
Mikroenkapsulasi dan pengeringan semprot pada yoghurt ( Harmayani et al.
2001)
Pada proses pengeringan semprot, bahan yang akan dikeringkan
disemprotkan dalam bentuk kabut. Luas permukaan bahan yang kontak langsung
dengan media pengering dapat lebih besar sehingga menyebabkan penguapan
berlangsung lebih baik. Kelebihan dari pengering semprot dibandingkan teknik
pengering lainnya adalah produk tidak bersentuhan langsung dengan permukaan
logam panas, waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan relatif singkat, dan produk
berbentuk bubuk yang stabil. Pengeringan semprot adalah salah satu teknik
mikroenkapsulasi. Enkapsulasi merupakan penyalutan suatu bahan sehingga bahan
yang disalut dapat dilindungi dari pengaruh lingkungan seperti panas dan bahan
kimia. Susu skim dan maltodekstrin adalah bahan penyalut yang digunakan dalam
penelitian ini. Yoghurt sinbiotik yang dihasilkan dilakukan pengeringan semprot
dengan menggunakan suhu inlet 1200C±20C dan suhu outlet ±600C.
Prosedur Analisis
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi viskositas, pH, total
asam tertitrasi, total padatan terlarut, uji proksimat ( kadar air, kadar abu, kadar
lemak, dan kadar protein), kapasitas antioksidan, total bakteri asam laktat dan total
probiotik.
Derajat keasaman yoghurt
Alat dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan larutan buffer yang mewakili
pH rendah (4.00) dan pH netral (7.00). Sebanyak 25 ml sampel ditempatkan dalam
gelas piala 100 ml. Kemudian elektroda pH meter dicelupkan di dalam sampel, dan
nilai pH dapat dibaca pada layar pH meter.
Total asam tertitrasi (AOAC 2006)
Sebanyak 10 ml sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan
3 tetes indikator phenolphthalein 1%. Sampel dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N
yang telah terstandarisasi sampai terbentuk warna merah muda yang merupakan
titik akhir titrasi Perhitungan total asam tertitrasi dapat dihitung dengan persamaan:
Total Asam Laktat (%) = V NaoH x N NaOH x 90 x 100
V sampel x 1000
Viskositas (AOAC 2006)
Analisa viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Brokfield.
Sebanyak 200 ml sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml. Spindel
dicelupkan ke dalam sampel dan diatur ketinggian viscometer hingga tanda garis
tercelup. Pengukuran dilakukan dengan menekan tombol ON dan dibiarkan spindel
berputar selama 20 -30 detik, dan angka yang ditunjuk spindel dibaca dengan tepat.
16
Total padatan terlarut (Retnowati dan Kusnadi 2014)
Sampel diambil dengan menggunakan pipet tetes. Diletakkan dalam prisma
refraktometer. Nilai hasil pengukuran ditentukan dengan melihat skala yang tertera
pada refraktometer
Kadar air yoghurt (AOAC 2006 )
Cawan aluminium yang akan digunakan untuk mengukur bobot sampel
yang sudah dioven, kemudian ditimbang dengan neraca analitik dan dicatat nilainya
(c). Cawan disimpan didalam desikator sebelum digunakan agar tidak menyerap
uap air dari udara yang menyebabkan bobotnya bertambah.Sebelum digunakan
timbangan di nolkan terlebih dulu. Sebanyak 1-2 gram sampel ditimbang dalam
cawan yang sudah disiapkan. Bobot sampel yang terbaca pada neraca analitik
dicatat dan kemudian disebut bobot basah sampel (a). Sampel beserta cawan tadi
dikeringkan dalam oven selama 3 jam pada suhu 105oC, kemudian didinginkan
dalam desikator dan ditimbang bobotnya sampai diperoleh bobot konstan. Bobot
yang diperoleh kemudian disebut bobot kering sampel + cawan (b). Perhitungan
kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan :
Kadar air (% bb) = a – ( b – c)
(a)
x 100
Kadar air (% bk) = a – (b – c) x 100
(b – c)
Kadar abu yoghurt (AOAC 2006)
Cawan porselen dipanaskan terlebih dahulu dalam tanur, kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 gram sampel di dalam
cawan porselen dibakar sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur bersuhu
600oC sampai berwarna putih. Kemudian didinginkan dalam desikator dan
ditimbang.
Perhitungan kadar abu dapat dihitung dengan persamaan :
Kadar abu (% bb) = W1 – W2 x 100%
W
Keterangan :
% bb
= kadar abu per bahan basah (%)
W
= bobot bahan awal sebelum diabukan (g)
W1
= bobot contoh + cawan kosong setelah diabukan (g)
W2
= bobot cawan kosong (g)
17
Kadar lemak yoghurt (AOAC 2006)
Sampel sebanyak 5 gram dalam bentuk tepung dibungkus dengan kertas
saring kemudian kertas saring tersebut dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet.
Alat kondensor diletakkan diatasnya dan labu lemak diletakkan dibawahnya.
Pelarut heksana dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet sampai sampel
terendam. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai pelarut yang
turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu
lemak didestilasi dan pelarut ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi
lemak hasil ekstraksi dipanaskan di dalam oven pada suhu 150oC hingga mencapai
berat konstan, kemudian didinginkan di dalam desikator. Kemudian labu beserta
lemak didalamnya ditimbang dan berat lemak dapat diketahui. Perhitungan kadar
lemak dapat dilihat pada persamaan berikut ini :
Kadar lemak (% bb) = W1 – W2 x 100%
W
Keterangan :
% bb
W
W1
W2
= kadar lemak per bahan basah (%)
= berat sampel (g)
= berat labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g)
= berat labu lemak kosong (g)
Kadar protein yoghurt (AOAC 2006)
Sampel ditimbang sebanyak 0.2 g dimasukkan ke dalam labu Kjehdal, lalu
ditambahkan 1.9±0.1 g K2SO4, 40±10 mg HgO, dan 2.0 ± 0.1 ml H2SO4. Kemudian
sampel didestruksi sampai cairan jernih (sekitar 1 jam). Larutan jernih ini kemudian
dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjehdal dicuci dengan aquades kemudian
air cucican dimasukkan ke dalam alat destilasi ditambahkan 8-10 ml larutan NaOHNa2S2O3. Dibawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan
H3BO3 dan 2-4 tetes indicator (campuran 2 bagian metal merah 0.2% dalam alcohol
dan 1 bagian metal biru 0.2% dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus
terendam di dalam larutan H3BO3. Kemudian isi erlenmeyer diencerkan sampai 50
ml lalu titrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu.
Prosedur yang sama dilakukan juga terhadap blanko.
Perhitungan % N dan kadar protein sampel dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan dibawah ini :
% N = (ml HCl – ml HCl blanko ) x N HCl x 14.007
x 100 %
mg sampel
Kadar protein (% bb) = % N x faktor konversi (6.38)
Keterangan :
% bb
= kadar protein per bahan basah (%)
%N
= kandungan nitrogen pada sampel (%)
18
Kapasitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH (Permana et al.
2012)
Buffer asetat sebanyak 4 ml ditambahkan dengan 7.5 ml metanol, 400 μl
larutan DPPH, dihomogenisasi dan ditambahkan sampel 100 μl kemudian
diinkubasi selama 20 menit pada suhu 20oC. Sampel diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Kapasitas antioksidan sampel
berdasarkan dengan membandingkan absorbansi sampel dengan kurva standar.
Standar menggunakan asam askorbat dan kapasitas dinyatakan dalam mg/g AEAC
(Ascorbic Acid Equivalent Antioxidant Capacity). Kapasitas antioksidan dihitung
dengan menggunakan persamaan :
Kapasitas antioksidan (mg AEAC /g) = (C x FP)/(M x FK)
Keterangan:
C
= kapasitas anti oksidan dari kurva standar(mg/L)
FP = faktor pengenceran
M
= bobot sempel kering (gram)
FK = faktor konversi
Penghitungan Jumlah Bakteri Asam Laktat (AOAC 1995 )
Sebanyak 1 ml sampel yoghurt diencerkan ke dalam 9 ml larutan fisiologis
NaCl 0.85% steril sehingga diperoleh pengenceran 10-1. Sampel diaduk hingga
homogen kemudian diencerkan kembali hingga penge