Pemanfaatan Ekstrak Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas (L.) Poir) sebagai Zat Warna pada Sediaan Lipstik

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PEMANFAATAN EKSTRAK UBI JALAR UNGU

(

Ipomea batatas

(L.) Poir) SEBAGAI ZAT WARNA

PADA SEDIAAN LIPSTIK

SKRIPSI

ROSITA PRACIMA

1111102000041

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

OKTOBER 2015


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PEMANFAATAN EKSTRAK UBI JALAR UNGU

(

Ipomea batatas

(L.) Poir) SEBAGAI ZAT WARNA

PADA SEDIAAN LIPSTIK

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

ROSITA PRACIMA

1111102000041

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

OKTOBER 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Nama : Rosita Pracima Program Studi : Strata-1-Farmasi

Judul Skripsi : Pemanfaatan Ekstrak Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas (L.) Poir) sebagai Zat Warna pada Sediaan Lipstik

Ubi jalar ungu memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai pewarna alami karena memiliki warna yang menarik. Warna ungu dari ubi jalar ungu disebabkan oleh adanya pigmen antosianin yang merupakan turunan senyawa flavonoid. Pada penelitian ini dibuat sediaan lipstik dengan memanfaatkan pewarna alami yang terkandung dalam ubi jalar ungu. Formulasi lipstik terdiri dari bahan-bahan seperti cera alba, carnauba wax, adeps lanae, vaselin, minyak jarak, propil paraben dan butil hidroksi toluen serta penambahan ekstrak ubi jalar ungu dengan konsentrasi 5%, 7%, dan 9%. Hasil evaluasi fisik menunjukkan bahwa sediaan lipstik yang dibuat berwarna merah muda, homogen, titik lebur 52-60oC, kekuatan lipstik 84,44–134,44 gram, warna tidak menempel ketika dioleskan dan stabil pada kondisi penyimpanan suhu ruang (25oC) namun tidak stabil pada kondisi penyimpanan suhu tinggi (40oC) dan cycling test.


(7)

ABSTRACK

Name : Rosita Pracima

Program Study : Pharmacy

Title : The Utilization of Purple Potato Sweet (Ipomea batatas (L.) Poir) Extract as Lipstik Colouring Material

Purple sweet potato has potential to be used as a natural coloring agent because its attractive colour. The purple color comes from the anthocyanin pigment which are flavonoid derivatives. The aim of this research is to formulate lipstick using a natural coloring agent contained in purple sweet potato. Lipstick formulation consists of components such as cera alba, carnauba wax, adeps lanae, vaseline, castor oil, propyl paraben and butylated hydroxytoluen also added with purple sweet potato extract using a concentration of 5%, 7%, and 9%. Lipstick physical evaluation results showed that the homogenity of the lipstick was excellent, the melting point was 52-60oC, the breaking point was 84,44–134,44 gram, the color of its coloring agent wasnt visible when applied, and stable at room temperature (25oC) but unstable at high temperature (40oC) and cycling test.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi saya yang berjudul “Pemanfaatan

Ekstrak Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas (L.) Poir) Sebagai Zat Warna Pada

Sediaan Lipstik” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya dorongan, bimbingan, semangat, motivasi, bantuan baik moral maupun material serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Nelly Suryani, Ph.D., Apt. dan Bapak Hefriyan Handra, M.Kes., M.Sc., Apt. sebagai pembimbing yang telah membimbing dan membantu penulis dalam penelitian hingga penyusunan skripsi.

2. Bapak Yardi, Ph.D., Apt. sebagai ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.

3. Bapak Dr. Arief Sumantri, S.KM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Puteri Amelia, M.Farm., Apt. sebagai pembimbing akademik yang telah

membimbing dan memberikan dukungan dalam menghadapi permasalahan akademik.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kedua orang tua, Ayah dan Ibu tercinta yaitu Bapak Ihrom dan Ibu Sri Sumiyati yang selalu memberikan kasih sayang dan doa yang tiada henti senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis,serta dukungan baik secara moril maupun materil. Kepada kakak ku tersayang Rosellian Pramuditha yang telah memberikan doa dan semangat dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.


(9)

7. Sahabat-sahabat tercinta, Tiara, Ririn, Asrul dan Didjah yang telah menjadi keluarga kedua yang telah menghabiskan waktu susah senang bersama dan mendengarkan segala keluh kesah penulis.

8. Teman seperjuangan penelitian, Happy Rahma Yulin atas perhatian, kerja sama, kebersamaan dan waktu untuk mendengarkan segala keluh kesah selama penelitian.

9. Seluruh laboran, Kak Eris, Kak Rani, Kak Rahmadi, Kak Lisna, Kak Tiwi, Kak Yaenap dan Kak Walid yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

10. Teman-teman seangkatan Farmasi 2011 yang telah memberikan semangat dan doa selama ini.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan penulisan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Penulis berdoa semoga amal baik dari semua pihak yang telah membantu penulis mendapat balasan dari Allah SWT., Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Ciputat, 8 Oktober 2015 Penulis


(10)

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN ABSTRAK ... vi

HALAMAN ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Hipotesis ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Kosmetik ... 4

2.1.1 Kosmetik Dekoratif ... 4

2.1.1.1 Pembagian Kosmetik Dekoratif ... 4

2.1.1.2 Zat Warna dalam Kosmetik Dekoratif ... 5

2.2 Bibir ... 6

2.3 Pewarna Bibir (Lipstik) ... 7

2.3.1 Persyaratan Lipstik ... 7

2.3.2 Komponen Utama Sediaan Lipstik ... 8

2.3.3 Zat Tambahan Sediaan Lipstik ... 9

2.4 Ubi Jalar Ungu ... 10

2.4.1 Klasifikasi Tanaman ... 10

2.4.2 Kandungan ... 10

2.5 Antosianin ... 11

2.6 Ekstrak dan Ekstraksi ... 12

2.7 Komposisi Bahan Lipstik ... 14

2.7.1 Cera Alba ... 14

2.7.2 Carnauba Wax ... 15

2.7.3 Vaselin Flavum ... 15

2.7.4 Minyak Jarak ... 15

2.7.5 Adeps Lanae ... 16

2.7.6 Propil Paraben ... 16

2.7.7 Butil Hidroksi Toluen... 17

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18


(12)

3.2.1 Alat ... 18

3.2.2 Bahan ... 18

3.3 Prosedur Kerja ... 19

3.3.1 Determinasi Tanaman ... 19

3.3.2 Metode Ekstraksi ... 19

3.3.3 Karakterisasi Ubi Jalar Ungu ... 19

3.3.3.1 Karakterisasi Non-Spesifik ... 19

3.3.3.2 Uji Organoleptis ... 20

3.3.4 Penapisan Fitokimia ... 20

3.3.5 Formulasi Sediaan Lipstik ... 21

3.3.6 Pembuatan Sediaan Lipstik ... 22

3.3.7 Evaluasi Fisik Sediaan Lipstik ... 22

3.3.7.1Uji Organoleptis ... 22

3.3.7.2Uji Titik Lebur ... 22

3.3.7.3Uji Kekuatan ... 22

3.3.7.4Uji Homogenitas ... 23

3.3.7.5Uji Daya Oles ... 23

3.3.7.6Uji Stabilitas ... 23

3.3.7.7Uji Cycling Test ... 23

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Determinasi Tanaman ... 24

4.2 Metode Ekstraksi ... 24

4.3 Karakterisasi Ekstrak Ubi Jalar Ungu ... 24

4.4 Penapisan Fitokimia ... 26

4.5 Pembuatan Sediaan Lipstik ... 27

4.6 Evaluasi Fisik Sediaan Lipstik ... 29

4.6.1 Evaluasi Awal Sediaan Lipstik ... 30

4.6.2 Pemeriksaan Organoleptis ... 30

4.6.3 Uji Homogenitas ... 31

4.6.4 Uji Titik Lebur ... 31

4.6.5 Uji Kekuatan ... 32

4.6.6 Uji Daya Oles ... 33

4.6.7 Uji Cycling Test ... 34

BAB 5. PENUTUP ... 37

5.1 Kesimpulan ... 37

5.2 Saran ... 37


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Ubi Jalar Ungu ... 10

Gambar 2.2 Antosianin ... 12

Gambar 2.3 Struktur Propil Paraben ... 16

Gambar 2.4 Struktur Butil Hidroksitoluen ... 17

Gambar 4.1 Sediaan Lipstik Tidak Memenuhi Persyaratan ... 28


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kandungan Ubi Jalar Ungu ... 11

Tabel 3.1 Formula Sediaan Lipstik Ekstrak Ubi Jalar Ungu ... 21

Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi Ekstrak Ubi Jalar Ungu ... 25

Tabel 4.2 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Ubi Jalar Ungu ... 26

Tabel 4.3 Hasil Evaluasi Awal Sediaan Lipstik ... 30

Tabel 4.4 Hasil Uji Titik Lebur Sediaan Lipstik ... 32

Tabel 4.5 Hasil Uji Kekuatan Sediaan Lipstik ... 33

Tabel 4.6 Hasil Uji Titik Lebur Kondisi Cycling Test ... 36


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Alur Penelitian ... 42

Lampiran 2. Hasil Determinasi Tanaman ... 43

Lampiran 3. Gambar Hasil Ekstrak Ubi Jalar Ungu ... 44

Lampiran 4. Gambar Alat Uji Kekuatan Lipstik ... 44

Lampiran 5. Perhitungan Rendemen Ekstrak ... 45

Lampiran 6. Perhitungan Parameter Non Spesifik ... 45

Lampiran 7. Gambar Hasil Penapisan Fitokimia ... 46


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Anonim, 2010).

Setiap wanita mempunyai kecendrungan serupa, yaitu ingin terlihat cantik dan menyenangkan untuk dipandang sehingga produk kosmetik merupakan kebutuhan mutlak bagi dirinya (Farima, 2009). Salah satu produk kosmetika yang sering digunakan khususnya bagi para wanita yaitu lipstik (Mamoto dan Fatimawali, 2013).

Lipstik adalah salah satu sediaan kosmetika yang sangat umum digunakan oleh para wanita untuk mewarnai bibir karena bibir dianggap sebagai bagian penting dalam penampilan seseorang (Farima, 2009). Lipstik digunakan oleh para wanita untuk menambah warna bibir sehingga tampak lebih segar, membentuk bibir, serta memberi ilusi bibir lebih kecil atau besar, tergantung warna yang digunakan. Biasanya wanita memilih lipstik terutama karena warnanya, dimana dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah (Sinurat, 2011).

Zat warna menurut asalnya terdiri dari zat warna sintetis dan zat warna alami (Winarti, 2008). Ubi jalar ungu merupakan salah satu tanaman yang berpotensi sebagai sumber zat warna alami. Dibandingkan jenis ubi jalar lain, ubi jalar ungu memiliki keunggulan, salah satunya mengandung antioksidan dan pigmen antosianin yang lebih tinggi dari sumber lain seperti kubis ungu, blueberry dan jagung merah (Rosidah, 2010). Ubi jalar ungu umumnya diperdagangkan dalam bentuk segar dan


(17)

pemanfaatannya terbatas untuk konsumsi langsung (dikukus/digoreng) (Ginting et al., 2011).

Jumlah antosianin yang terkandung dalam ubi jalar ungu yaitu sebesar 110,51 mg/100 gr (Rosidah, 2010). Antosianin memiliki banyak manfaat, salah satunya dapat dimanfaatkan sebagai zat warna alami (Hardhi, 2013). Sebagai contoh, zat warna alami dapat digunakan sebagai pewarna pada formulasi lipstik. Penelitian yang dilakukan Adliani et al. (2012) menggunakan zat warna dari ekstrak bunga kecombrang menghasilkan warna merah muda hingga merah tua yang stabil pada sediaan lipstik. Begitu juga penelitian yang dilakukan Farima (2009) menggunakan zat warna dari ekstrak bunga mawar menghasilkan warna yang stabil pada sediaan lipstik.

Berdasarkan perkembangan pewarna alami yang dapat digunakan sebagai zat warna lipstik dan masih sedikitnya pemanfaatan ubi ungu, maka dilakukan penelitian terhadap ubi jalar ungu dengan cara memanfaatkan ubi jalar ungu yang kemudian diaplikasikan untuk mengembangkan suatu formulasi lipstik dengan ubi jalar ungu sebagai zat warna dan melihat kestabilannya secara fisik.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu sebagai berikut:

1.2.1 Apakah ekstrak ubi jalar ungu dapat dimanfaatkan sebagai zat warna pada sediaan lipstik?

1.2.2 Bagaimana stabilitas fisik sediaan lipstik dengan ekstrak ubi jalar ungu sebagai zat warna?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengetahui apakah ekstrak ubi jalar ungu dapat dimanfaatkan sebagai zat warna pada sediaan lipstik


(18)

1.4 Hipotesis

Ekstrak ubi jalar ungu dapat dimanfaatkan sebagai zat warna pada sediaan lipstik dan menghasilkan sediaan yang stabil secara fisik.

1.5 Manfaat Penelitian

Memanfaatkan ubi jalar ungu sebagai pewarna pada sediaan lipstik, memberikan informasi mengenai stabilitas fisik sediaan dan memberikan tambahan pengetahuan kepada penulis mengenai sediaan lipstik.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmetik

Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. (Permenkes, 2010).

2.1.1 Kosmetik Dekoratif

Kosmetik dekoratif adalah bahwa kosmetik ini bertujuan semata-mata untuk mengubah penampilan, yaitu agar tampak lebih cantik dan noda-noda atau kelainan pada kulit tertutupi. Kosmetik dekoratif tidak perlu menambah kesehatan kulit. Kosmetik ini dianggap memadai jika tidak merusak kulit atau sesedikit mungkin merusak kulit. Pemakaian kosmetik dekoratif lebih untuk alasan psikologis daripada kesehatan kulit. Dengan memakai kosmetik dekoratif, seseorang ingin menyembunyikan kekurangan pada kulitnya atau ingin memberikan penampilan yang lebih cantik, lebih menarik kepada dunia luar (Tranggono dan Latifah, 2007).

Sedikit persyaratan untuk kosmetik dekoratif antara lain adalah warna yang menarik, bau yang harum menyenangkan, tidak lengket, tidak menyebabkan kulit tampak berkilau, dan sudah tentu tidak merusak atau mengganggu kulit, rambut, bibir, kuku, dan adneksa lainnya (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.1.1.1 Pembagian Kosmetik Dekoratif

Kosmetik dekoratif dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu (Tranggono dan Latifah, 2007):


(20)

dan pemakaiannya sebentar, misalnya bedak, lipstik, pemerah pipi, eye-shadow, dan lain-lain (Tranggono dan Latifah, 2007).

2. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, pengriting rambut, dan preparat penghilang rambut (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.1.1.2 Zat Warna dalam Kosmetik Dekoratif

Dalam kosmetik dekoratif, zat warna memegang peran sangat besar. Zat warna untuk kosmetik dekoratif berasal dari berbagai kelompok, yaitu (Tranggono dan Latifah, 2007):

1. Zat Warna Alam yang Larut

Dampak zat warna alam ini pada kulit lebih baik daripada zat warna sintetis, tetapi kekuatan pewarnaannya relatif lemah, tak tahan cahaya, dan relatif mahal. Misalnya alkalain, zat warna merah yang dieksrak dari kulit akar alkana (Radix alcannae); carmine, zat warna merah yang diperoleh dari serangga Coccus cacti yang dikeringkan; klorofil daun-daun hijau; henna, yang diekstrak dari daun Lawsonia inermis; carotene, zat warna kuning (Tranggono dan Latifah, 2007).

2. Zat Warna Sintetis yang Larut

Zat warna sintesis pertama kali disintesis dari anilin, sekarang benzene, toluene, anthracene, dan hasil isolasi dari coal-tar lain yang berfungsi sebagai produk awal bagi kebanyakan zat warna dalam kelompok ini sehingga sering disebut sebagai zat warna dari coal tar yang berhasil diciptakan, tetapi hanya sebagian yang dipakai dalam kosmetik (Tranggono dan Latifah, 2007).

3. Pigmen-Pigmen Alam

Pigmen alam adalah pigmen warna pada tanah yang memang terdapat secara alamiah, misalnya aluminium silikat, yang warnanya tergantung pada kandungan besi oksida atau mangan oksidanya (misalnya kuning oker, coklat, merah bata, coklat tua). Zat warna ini


(21)

murni, sama sekali tidak berbahaya, penting untuk mewarnai bedak-krim dan make-up sticks (Tranggono dan Latifah, 2007).

4. Pigmen-Pigmen Sintetis

Dewasa ini, besi oksida sintetis dan oker sintetis sering menggantikan zat warna alam. Warnanya lebih intens dan lebih terang. Pilihan warnanya antara lain kuning, coklat sampai merah, dan macam-macam violet. Pigmen sintetis putih seperti zinc oxide dan titanium oxide termasuk dalam kelompok zat pewarna kosmetik yang terpenting. Zinc oxide tidak hanya memainkan suatu peran besar dalam pewarnaan kosmetik dekoratif, tetapi juga dalam preparat kosmetik dan farmasi lainnya. Sejumlah senyawa cobalt digunakan sebagai pigmen sintetis warna biru, khususnya warna cobalt dan ultramarine. Cobalt hijau adalah pigmen hijau yang kebiru-biruan (Tranggono dan Latifah, 2007).

5. Lakes Alam dan Sintetis

Lakes dibuat dengan mempresipitasikan satu atau lebih zat warna yang larut air di dalam satu atau lebih substrat yang tidak larut dan mengikatnya sedemikian rupa (biasanya dengan reaksi kimia) sehingga produk akhirnya menjadi bahan pewarna yang hampir tidak larut dalam air, minyak, atau pelarut lain. Kebanyakan lakes dewasa ini dibuat dari zat warna sintetis, kecuali Florentine lake yang diperoleh dari presipitasi carmine dan brasilin (zat warna dari sayuran) di dalam aluminum hidroksida. Lakes yang dibuat dari zat-zat warna asal coal-tar merupakan zat pewarna terpenting di dalam bedak, lipstik, dan make-up warna lainnya (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.2 Bibir

Bibir adalah lipatan membran otot yang mengelilingi bagian anterior mulut. Bibir atas dan bawah masing-masing disebut sebagai "labium superius oris" dan "labium inferius oris". Titik di mana bibir bertemu kulit di sekitar daerah mulut adalah perbatasan merah terang. Tepat di atas zona transisi antara kulit dan zona merah terang adalah


(22)

lengkungan cupid. Kulit bibir memiliki 3-5 lapisan, sangat tipis dibandingkan dengan kulit wajah yang memiliki hingga 16 lapisan. Kulit bibir membentuk perbatasan antara kulit luar wajah, dan selaput lendir interior bagian dalam mulut. Kulit bibir tidak berbulu dan tidak memiliki kelenjar keringat. Kulit bibir mengandung lebih sedikit melanosit (sel yang memproduksi pigmen melanin, yang memberikan kulit warna). Karena itu, pembuluh darah muncul melalui kulit bibir, yang memberikan warna merah bibir. Dengan warna kulit lebih gelap efek ini kurang menonjol, seperti dalam kasus ini kulit bibir mengandung lebih banyak melanin sehingga secara visual lebih gelap. Wilayah yang lebih dalam yang membentuk bibir terdiri dari lapisan otot lurik, otot orbicularis orbis, dan jaringan ikat longgar. Otot membuat daerah tepi zona merah terang memberikan bentuk bibir. Bibir memiliki kepekaan sentuhan yang bagus. Jaringan labial memiliki banyak reseptor sensorik, termasuk Meissner, sel Merkel, dan ujung saraf bebas (Draelos, 2010).

2.3 Pewarna Bibir (Lipstik) 2.3.1 Persyaratan Lipstik

Persyaratan untuk lipstik yang dituntut oleh masyarakat, antara lain (Tranggono dan Latifah, 2007):

a. Melapisi bibir secara mencukupi

b. Dapat bertahan di bibir selama mungkin

c. Cukup melekat pada bibir, tetapi tidak sampai lengket d. Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir e. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya f. Memberikan warna yang merata pada bibir

g. Penampilannya harus menarik, baik warna maupun bentuknya h. Tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak bopeng atau


(23)

2.3.2 Komponen Utama Sediaan Lipstik

Adapun komponen utama dalam sediaan lipstik terdiri dari lilin, minyak, lemak dan zat warna (Tranggono dan Latifah, 2007).

1. Lilin

Lilin digunakan untuk memberi struktur batang yang kuat pada lipstik dan menjaganya tetap padat walau keadaan hangat. Lilin yang biasa digunakan antara lain carnauba wax, paraffin wax, ozokerite, beeswax, candellila wax, spermaceti dan ceresine (Tranggono dan Latifah, 2007).

2. Minyak

Minyak yang digunakan dalam sediaan lipstik harus memberikan kelembutan, kilauan dan berfungsi sebagai medium pendispersi zat warna. Minyak yang sering digunakan antara lain minyak jarak, tetrahydrofufuryl alkohol, isopropyl myristate, butyl stearat dan paraffin oil (Tranggono dan Latifah, 2007).

3. Lemak

Lemak yang biasa digunakan adalah campuran lemak padat yang berfungsi untuk membentuk lapisan film pada bibir, memberi tekstur yang lembut, meningkatkan kekuatan lipstik, mengikat antara fase minyak dan fase lilin dan dapat mengurangi efek berkeringat dan pecah pada lipstik. Lemak padat yang biasa digunakan dalam basis lipstik adalah lemak coklat, lanolin, lesitin dan minyak tumbuhan yang sudah dihidrogenasi (Tranggono dan Latifah, 2007).

4. Zat warna

Zat warna dalam lipstik dibedakan atas dua jenis yaitu staining dye dan pigmen. Stanining dye merupakan zat warna yang larut atau terdipersi dalam basisnya, sedangkan pigmen adalah zat warna yang tidak larut tetapi tersuspensi dalam basisnya (Tranggono dan Latifah, 2007).


(24)

2.3.3 Zat Tambahan dalam Sediaan Lipstik

Zat tambahan dalam lipstik adalah zat yang ditambahkan dalam formula lipstik untuk menghasilkan lipstik yang baik yaitu dengan cara menutupi kekurangan yang ada tetapi dengan syarat zat tersebut harus inert, tidak toksik, tidak menimbulkan alergi, stabil dan dapat bercampur dengan bahan-bahan lain dalam formula lipstik. Zat tambahan yang biasa digunakan dalam sediaan lipstik antara lain (Tranggono dan Latifah, 2007):

1. Antioksidan

Antioksidan digunakan untuk melindungi minyak dan bahan tak jenuh lain yang rawan terhadap reaksi oksidasi. BHA, BHT dan vitamin E adalah antioksidan yang paling sering digunakan. Antioksidan yang digunakan harus memenuhi syarat (Wasitaatmadja, 1997):

a. Tidak berbau agar tidak mengganggu wangi parfum dalam kosmetika

b. Tidak berwarna c. Tidak toksik

d. Tidak berubah meskipun disimpan lama 2. Pengawet

Kemungkinan bakteri atau jamur untuk tumbuh di dalam sediaan lipstik sebenarnya sangat kecil karena lipstik tidak mengandung air. Akan tetapi ketika lipstik diaplikasikan pada bibir kemungkinan terjadi kontaminasi pada permukaan lipstik sehingga terjadi pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu perlu ditambahkan pengawet di dalam formula lipstik. Pengawet yang sering digunakan yaitu metil paraben dan propil paraben (Tranggono dan Latifah, 2007).

3. Parfum

Parfum digunakan untuk memeberikan bau yang menyenangkan, menutupi bau dari lemak yang digunakan sebagai basis dan dapat menutupi bau yang mungkin timbul selama penyimpanan dan penggunaan lipstik (Tranggono dan Latifah, 2007).


(25)

2.4 Ubi Jalar Ungu

Ubi jalar ungu berbentuk lonjong dan permukaan kecil rata, daging berwarna ungu ada yang keunguan dan ada yang berwarna ungu pekat. Teksturnya tergolong keras, rasanya manis namun tak semanis ubi putih (Rosidah, 2010).

Gambar 2.1Ubi Jalar Ungu

[Sumber: Ina et al., 2013]

2.4.1 Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantea

Devisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotylodonnae Ordo : Convolvulales Famili : Convolvulaceae Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea Batatas L. (Juanda, 2010)

2.4.2 Kandungan

Ubi jalar ungu mengandung vitamin (A, B1, B2, C, dan E), mineral (kalsium, kalium, magnesium, tembaga, dan seng), serat pangan, serta karbohidrat bukan serat. Total kandungan antosianin ubi jalar ungu berkisar 110,51 mg/100 gram. Pigmennya lebih stabil bila dibandingkan


(26)

antosianin dari sumber lain, seperti kubis merah, elderberi, bluberi, dan jagung merah. Kestabilan dan kandungan antosianin yang lebih tinggi pada ubi jalar ungu daripada sumber lain, menjadikannya sebagai pilihan alternatif pewarna alami (Ginting et al., 2011). Kandungan secara lengkap tercantum dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.1. Kandungan Ubi Jalar Ungu

No. Kandungan Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Zat Besi Vitamin A Vitamin B1 Vitamin C Air Gula reduksi Serat BDD Antosianin 123 kal 0,77 g 0,94 g 27,64 g 30 mg 49 g 0,7 mg 7.700 SI 0,9 mg 21,34 mg 70,46 g 0,3 0,3 86% 110,51 mg/100 g Sumber: Sarwono (2005) dalam Rosidah 2010

2.5 Antosianin

Antosianin tergolong pigmen yang disebut flavonoid yang pada umumnya larut dalam air. Flavonoid mengandung dua cincin benzena yang dihubungkan oleh tiga atom karbon. Ketiga atom karbon tersebut dirapatkan oleh sebuah atom oksigen sehingga terbentuk cincin di antara dua cincin benzena. Warna pigmen antosianin merah, biru, violet dan biasanya dijumpai pada bunga, buah-buahan, dan sayur-sayuran (Koswara, 2009).


(27)

Gambar 2.2 Antosianin [Sumber: Koswara, 2009]

Antosianin dalam tanaman terdapat dalam bentuk glikosida yaitu membentuk ester dengan monosakarida (glukosa, galaktosa, ramnosa dan kadang-kadang pentosa). Sewaktu pemanasan dalam asam mineral pekat, antosianin pecah menjadi antosianidin dan gula. Pada pH rendah (asam) pigmen berwarna merah dan pada pH tinggi berubah menjadi violet dan kemudian menjadi biru. Antosianin banyak menarik perhatian untuk dipakai sebagai pengganti zat warna sintesis amaranth (FD & C Red No. 2) yang dilarang di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya (Koswara, 2009).

2.6 Ekstrak dan Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstraksi adalah pemisahan bahan aktif sebagai obat dari jaringan tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur yang telah ditetapkan. Selama proses ekstraksi, pelarut akan berdifusi sampai ke material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al., 2011).

Macam-macam perbedaan metode ekstraksi yang akan mempengaruhi kuantitas dan kandungan metabolit sekunder dari ekstrak, antara lain (Tiwari et al., 2011):

1. Tipe ekstraksi 2. Waktu ekstraksi


(28)

3. Suhu ekstraksi 4. Konsentrasi pelarut 5. Polaritas pelarut

Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi dua cara, yaitu cara panas dan cara dingin (Anonim, 2000). 1. Ekstraksi Cara Dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana, sedangkan kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama, membutuhkan pelarut yang banyak dan penyarian kurang sempurna (Anonim, 2000). Metode ini paling cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al., 2011).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap perendaman, tahap perkolasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak) secara terus menerus samp.i diperoleh ekstrak (perkolat). Ini adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan ekstrak cairan (Tiwari et al., 2011).

2. Ekstraksi Cara Panas a. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru, dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Anonim, 2000).


(29)

b. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Anonim, 2000).

c. Infusa

Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90oC selama 15 menit. Infusa adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada temperatur penangas air dimana bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur yang digunakan (96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Anonim, 2000).

d. Dekok

Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur. Metode ini digunakan untuk ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap panas dengan cara direbus dalam air selama 15 menit (Tiwari et al., 2011).

e. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya 25-30oC). Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al., 2011).

2.7 Komposisi Bahan Lipstik 2.7.1 Cera alba

Cera alba dibuat dengan cara memutihkan malam yang diperoleh dari sarang lebah Apis mellifera L. atau spesies Apis lain. Cera alba berupa zat padat berwarna bening atau putih kekuningan dan memiliki bau khas lemah. Cera alba praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) dingin dan larut dalam kloroform, eter hangat, minyak lemak dan minyak atsiri. Cera alba memiliki titik lebur antara 62o- 64oC. Ketika cera alba dipanaskan di atas 150oC, terjadi proses esterifikasi yang ditandai dengan penurunan bilangan asam. Cera alba inkompatibel dengan agen


(30)

pengoksidasi (Rowe et al., 2009). Cera alba dalam formulasi ini sebagai agen pemberi struktur batang.

2.7.2 Carnauba wax

Carnauba wax diperoleh dari tunas daun dan daun kelapa carnauba Brasil, Copernicia cerifera. Daun kemudian dikeringkan dan diparut, dan lilin ini dihilangkan dengan penambahan air panas. Carnauba wax berupa serpihan berbentuk tidak teratur berwarna kuning pucat. Memiliki karakteristik bau hambar dan praktis tidak ada rasa. Hal ini menyebabkan bebas dari tengik. Titik lebur carnauba wax tinggi yaitu 85oC. Carnauba wax larut dalam kloroform hangat dan toluena hangat, sedikit larut dalam etanol (95%) mendidih, dan praktis tidak larut dalam air (Rowe et al., 2009). Carnauba wax dalam formulasi ini agen pemberi struktur batang dan meningkatkan titik lebur sediaan lipstik.

2.7.3 Vaselin flavum

Vaselin flavum merupakan campuran hidrokarbon setengah padat yang diperoleh dari minyak mineral. Vaselin flavum memiliki massa lunak, lengket, bening, kuning muda sampai kuning dan sifat ini tetap setelah zat dileburkan bahkan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk. Vaselin flavum tidak berbau, hampir tidak berasa dan dapat berfluoresensi lemah. Vaselin flavum praktis tidak larut dalam air dan etanol (95%) dan larut dalam kloroform, eter juga eter minyak tanah. Vaselin flavum melebur pada suhu antara 38o- 56oC. Ketika terpapar cahaya, vaselin flavum akan teroksidasi yang akan membuat berubah warna (Rowe et al., 2009). Vaselin flavum dalam formula ini sebagai agen pembentuk lapisan film pada bibir dan memberikan tekstur yang lembut.

2.7.4 Minyak Jarak

Minyak jarak merupakan minyak lemak yang diperoleh dengan perasan dingin biji Ricinus communis L. yang telah dikupas. Minyak jarak berupa cairan kental, jernih, berwarna kuning pucat atau hampir tidak berwarna, berbau lemah dengan rasa manis kemudian agak pedas,


(31)

umumnya memualkan. Minyak jarak dapat bercampur dengan kloroform, larut dalam etanol (95%) dan praktis tidak larut dalam air. Minyak jarak stabil dan tidak menjadi tengik dengan pemanasan. Pemanasan pada suhu 300oC untuk beberapa jam, minyak jarak membentuk polimerisasi dan menjadi larut dalam minyak mineral. Ketika didinginkan pada suhu 0oC, menjadi kental (Rowe et al., 2009). Minyak jarak dalam formula ini digunakan sebagai medium pendispersi zat warna.

2.7.5 Adeps Lanae

Adeps lanae merupakan zat serupa lemak yang dimurnikan, diperoleh dari bulu domba Ovis aries (Fam Bovidae). Adeps lanae berbentuk liat, lekat, berwarna kuning muda atau kuning pucat, agak tembus cahaya dan bau khas lemah. Adeps lanae melebur pada suhu antara 36o-42oC. Adeps lanae praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%), mudah larut dalam kloroform dan eter (Rowe et al., 2009). Adeps lanae dalam penelitian ini digunakan sebagai agen pembentuk lapisan film pada bibir dan memberikan tekstur yang lembut.

2.7.6 Propil Paraben

Gambar 2.3 Struktur Propil Paraben [Sumber: Rowe et al., 2009]

Propil paraben digunakan sebagai pengawet antimikroba yang memiliki spektrum antimikroba luas. Propil paraben berbentuk serbuk hablur putih, tidak berbau dan tidak berasa. Propil paraben sangat sukar larut dalam air, larut dalam 40 bagian minyak lemak dan mudah larut dalam larutan alkali hidroksida. Aktifitas antimikroba propil paraben


(32)

berkurang dengan adanya surfaktan nonionik. Propil paraben berubah warna dengan adanya besi dan terjadi hidrolisis oleh alkali lemah dan asam kuat (Rowe et al., 2009). Propil paraben dalam formula digunakan sebagai pengawet agar sediaan tidak mudah terkontaminasi.

2.7.7 Butil hidroksitoluen (BHT)

Gambar 2.4 Struktur Butil Hidroksitoluen [Sumber: Rowe et al., 2009]

BHT digunakan sebagai antioksidan. Karakteristik BHT berupa hablur padat berwara putih dan memiliki bau khas. BHT praktis tidak larut dalam air dan propilenglikol, mudah larut dalam etanol (95%), kloroform dan eter. BHT memiliki titik lebur 70oC. Ketika terpapar cahaya, lembab dan panas menyebabkan perubahan warna dan menghilangkan aktifitas. BHT inkompatibel dengan agen pengoksidasi kuat seperti peroksida dan permanganat. Garam besi menyebabkan perubahan warna dan hilangnya aktifitas (Rowe et al., 2009). BHT dalam formula digunakan sebagai antioksidan agar sediaan tidak mudah teroksidasi dan berbau tengik.


(33)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, Laboratorium Penelitian II, Laboratorium Sediaan Padat, Laboratorium Penelitian I, Laboratorium Sediaan Steril, dan Laboratorium Kimia Obat Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Januari-Agustus 2015.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan antara lain oven (Etuves C 3000®, Perancis), lemari pendingin (SANYO Medicool, Jepang), hot plate (Cimarec Thermo Scientific, Amerika), melting point (Stuart®), alat uji kekuatan, timbangan analitik (KERN KB, Jerman), pH meter (Horiba F-52, Jepang), cetakan lipstik, wadah lipstik (roll up), tanur, botol timbang, termometer, sudip, alu dan alat gelas(Schoot Duran, Jerman).

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan antara lain ubi jalar ungu yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat, akuades, asam sitrat, minyak jarak, cera alba, vaselin flavum, adeps lanae, carnauba wax, butil hidroksi toluen (BHT), propil paraben, H2SO4 2 N, pereaksi mayer, pereaksi dragendorff, etanol,

serbuk Mg, HCl, H2SO4 pekat, asam asetat anhidrat, FeCl3 1%, dan H2SO4


(34)

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Determinasi Tanaman

Tanaman ubi jalar ungu diperoleh dari perkebunan ubi jalar ungu di Desa Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat dan dideterminasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Puslit Biologi, Bogor.

3.3.2 Metode Ekstraksi

Sebanyak 1 kg ubi jalar ungu dibersihkan kulitnya lalu dipotong kecil-kecil dan dihancurkan dengan blender. Setelah itu, dimaserasi menggunakan 1,5 liter akuades dan ditambahkan 30 g asam sitrat kemudian ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sesekali dilakukan pengocokan. Setelah 5 hari, disaring menggunakan kapas dan dilanjutkan dengan kertas saring sehingga diperoleh filtrat. Ampas yang tersisa kemudian dimaserasi ulang. Hasil filtrat yang diperoleh dicampur menjadi satu lalu di freeze dry menggunakan alat freeze dryer pada suhu -40oC dan dihitung persen rendemen dengan rumus (Risnawati, 2012):

3.3.3 Karakterisasi Ekstrak Ubi Jalar Ungu 3.3.3.1 Karakterisasi Non Spesifik

Adapun karakterisasi non-spesifik yang dilakukan meliputi penetapan kadar air dan kadar abu.

1. Kadar Air

Dimasukan lebih kurang 1 gram ekstrak, dan ditimbang dalam wadah yang telah ditara. Keringkan pada suhu 105oC selama 5 jam,

dan timbang. Lakukan pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara jarak penimbangan bertururt-turut tidak lebih dari 0,25% (Anonim, 2000).


(35)

2. Kadar Abu

Sebanyak 1 g ekstrak ditimbang dan dimasukkan ke dalam krus porselen yang sebelumnya telah dipijarkan dan ditimbang. Setelah itu ekstrak dipijar dengan menggunakan tanur secara perlahan-lahan (dengan suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600° ± 25° C) hingga arang habis. Kemudian ditimbang hingga bobot tetap (Anonim, 2000).

3.3.3.2 Uji Organoleptis

Pemeriksaan secara fisik menggunakan panca indera yang meliputi pemeriksaan bentuk, warna, bau, dan rasa (Anonim, 2000).

3.3.4 Penapisan Fitokimia

a. Identifikasi golongan alkaloid

Sampel dicampur dengan 5 mL kloroform dan 5 mLamoniak kemudian dipanaskan, dikocok dan disaring. Ditambahkan 5 tetes asam sulfat 2 N pada masing-masing filtrat, kemudian dikocok dan didiamkan. Bagian atas dari masing-masing filtrat diambil dan diuji dengan pereaksi Meyer dan Dragendorff. Terbentuknya endapan putih dan jingga yang menunjukkan adanya alkaloid (Anonim, 2000).

b. Identifikasi golongan flavonoid

Sampel dicampur dengan 5 mL etanol, dikocok, dipanaskan, dan dikocok lagi kemudian disaring. Kemudian ditambahkan serbuk Mg 0,2 g dan 3 tetes HCl pada masing-masing filtrat. Terbentuknya warna merah pada lapisan etanol menunjukkan adanya flavonoid (Anonim, 2000).


(36)

c. Identifikasi golongan saponin

Sampel dididihkan dengan 20 mLair dalam penangas air. Filtrat dikocok dan didiamkan selama 15 menit. Terbentuknya busa yang stabil berarti positif terdapat saponin (Anonim, 2000).

d. Identifikasi golongan steroid

Sampel diekstrak dengan etanol dan ditambah 2 mL asam sulfat pekat dan 2 mL asam asetat anhidrat. Perubahan warna dari ungu ke biru atau hijau menunjukkan adanya steroid (Anonim, 2000).

e. Identifikasi golongan triterpenoid

Sampel dicampur dengan 2 mL kloroform dan 3 mL asam sulfat pekat. Terbentuknya warna merah kecoklatan pada antar permukaan menunjukkan adanya triterpenoid (Anonim, 2000).

f. Identifikasi golongan tannin

Sampel didihkan dengan 20 mL air lalu disaring. Ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1% dan terbentuknya warna coklat kehijauan atau

biru kehitaman menunjukkan adanya tannin (Anonim, 2000).

3.3.5 Formulasi Sediaan Lipstik

Total sediaan yang dibuat untuk satu formula adalah 5 g.

Tabel 3.1 Formula Sediaan Lipstik Ekstrak Ubi Jalar Ungu

Komposisi Formula (%) I II III

Ekstrak ubi jalar ungu Cera alba Carnauba wax Vaselin Minyak jarak Isopropil miristat Adeps lanae Propil paraben BHT 5 15 9 8 40,88 10 12 0,1 0,02 7 15 9 8 37,88 10 12 0,1 0,02 9 15 9 8 35,88 10 12 0,1 0,02 Keterangan :

Formulasi I : Sediaan dengan konsentrasi ekstrak 5% Formulasi II : Sediaan dengan konsentrasi ekstrak 7%


(37)

Formulasi III : Sediaan dengan konsentrasi ekstrak 9%

3.3.6 Pembuatan Sediaan Lipstik

Lebur cera alba, carnauba wax, minyak jarak, propil paraben, BHT dan ekstrak ubi jalar ungu di atas hot plate. Setelah melebur, campuran digerus hingga homogen (M1). Lebur adeps lanae, vaselin dan isopropil miristat (M2). Campurkan M2 ke dalam M1 dan kemudian digerus hingga homogen (M3). Lebur M3 di atas hot plate dan setelah melebur segera dimasukkan ke dalam cetakan lipstik. Diamkan ± 10 menit sampai lipstik mengeras. Keluarkan lipstik dari cetakan dan dimasukkan ke dalam wadah lipstik.

3.3.7 Evaluasi Fisik Sediaan Lipstik 3.3.7.1 Uji Organoleptis

Pengujian ini meliputi pemeriksaan warna, bentuk, dan bau sediaan yang dihasilkan (Anvisa, 2005).

3.3.7.2 Uji Titik Lebur

Pengamatan dilakukan terhadap titik lebur lipstik dengan cara melebur lipstik. Sediaan lipstik yang baik adalah sediaan lipstik dengan titik lebur dengan suhu di atas 50ºC. Lipstik dimasukkan dalam pipa piler kaca hingga membentuk kolom di dasar tabung dengan tinggi 2,5 mm hingga 3,5 mm setelah diisi semampat mungkin dengan cara mengetukkan secukupnya pada permukaan padat. Panaskan tangas hingga suhu lebih kurang 10o di bawah suhu lebur yang diperkirakan, dan naikkan suhu dengan kecepatan 1o ± 0,5o per menit. Masukkan kapiler, bila suhu mencapai 5o di bawah suhu terendah yang diperkirakan, lanjutkan pemanasan hingga melebur sempurna. Catat jarak lebur (Anonim, 1995).

3.3.7.3Uji Kekuatan

Pengamatan dilakukan terhadap kekuatan lipstik dengan cara lipstik diletakkan horizontal kemudian digantungkan beban yang berfungsi


(38)

sebagai penekan. Tiap 30 detik berat penekan ditambah (10 gram). Penambahan berat sebagai penekanan dilakukan terus menerus sampai lipstik patah, pada saat lipstik patah merupakan nilai kekuatan lipstiknya (Vishwakarma et al., 2011).

3.3.7.4Uji Homogenitas

Masing-masing sediaan lipstik yang dibuat diperiksa homogenitasnya dengan cara mengoleskan sejumlah tertentu sediaan pada kaca yang transparan. Sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butir-butir kasar (Risnawati, 2012).

3.3.7.5Uji Daya Oles

Uji oles dilakukan secara visual dengan cara mengoleskan lipstik pada kulit punggung tangan kemudian mengamati banyaknya warna yang menempel dengan perlakuan 5 kali pengolesan. Sediaan lipstik dikatakan mempunyai daya oles yang baik jika warna yang menempel pada kulit punggung tangan banyak dan merata (Risnawati, 2012).

3.3.7.6Uji Stabilitas

Pengujian dilakukan dengan menyimpan sediaan pada suhu tinggi (40oC) dan suhu kamar (25oC) selama 1 bulan, dan dilakukan pengamatan setiap 1 minggu sekali terhadap adanya perubahan warna, bentuk dan bau (Anvisa, 2005).

3.3.7.7Uji Cycling Test

Pemeriksaan stabilitas dengan cara sediaan lipstik dari masing-masing formula disimpan secara bergantian pada suhu dingin (4˚C) pada 24 jam pertama dan suhu tinggi (40oC) pada 24 jam berikutnya (1 siklus), pengujian ini dilakukan sebanyak 6 siklus. (Anvisa, 2005).


(39)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Determinasi Tanaman

Hasil determinasi tanaman yang telah dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Puslit Biologi, Bogor menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan adalah ubi jalar ungu (Ipomea batatas (L.) Poir) famili Convolvulaceae. Hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.2 Metode Ekstraksi

Ekstraksi ubi jalar ungu dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut akuades. Akuades dipilih sebagai pelarut karena zat warna antosianin merupakan senyawa polar yang akan larut di dalam pelarut yang bersifat polar dan juga didasarkan pada keamanan ketika digunakan dalam sediaan lipstik.

Saat proses maserasi ditambahkan pula asam sitrat sebanyak 30 gram. Menurut Robinson (1995) dalam Surianti 2012), ekstraksi senyawa golongan flavonoid dianjurkan dilakukan pada suasana asam karena asam berfungsi mendenaturasi membran sel tanaman, kemudian melarutkan pigmen antosianin sehingga dapat keluar sel serta dapat mencegah oksidasi flavonoid yang berhubungan dengan kestabilan warna pigmen. Semakin rendah nilai pH maka semakin tinggi warna merah yang dihasilkan dan sebaliknya semakin tinggi nilai pH maka semakin rendah warna merah yang dihasilkan (Ali et al., 2013). Setelah proses maserasi, filtrat kemudian di-freeze dry dan didapatkan ekstrak air kering dengan persentase rendemen ekstrak sebesar 7,4%.

4.3 Karakterisasi Ekstrak Ubi Jalar Ungu

Ekstrak yang telah didapat kemudian dilakukan karakterisasi yang meliputi parameter spesifik dan nonspesifik. Karakterisasi ini menandakan


(40)

bahwa ekstrak tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Hasil karakterisasi ekstrak ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi Ekstrak Ubi Jalar Ungu

Jenis Karakterisasi Hasil Parameter Spesifik

a. Identitas : b. Organoleptis:

 Warna  Bau  Rasa  Bentuk

Parameter Non Spesifik

a. Kadar air b. Kadar abu

Ekstrak air ubi jalar ungu (Ipomea batatas (L.) Poir

Merah Khas Asam

Ekstrak kering 1,07%

4,62%

Pengamatan yang meliputi identitas dan organoleptis bertujuan untuk memberikan objektifitas dari nama dan spesifikasi tanaman serta sebagai pengenalan awal dengan mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa menggunakan panca indra (Anonim, 2000). Berdasarkan hasil pengamatan yang didapat adalah ekstrak air ubi jalar ungu (Ipomea batatas (L.) Poir) dengan warna merah, berbau khas, memiliki rasa asam dan berbentuk ekstrak kering.

Pengujian kadar air ekstrak ubi jalar ungu diperoleh hasil sebesar 1,07%. Hasil ini telah sesuai dengan persyaratan dimana batas kadar air adalah ≤5%. Hal ini bertujuan untuk menghindari cepatnya pertumbuhan jamur dalam ekstrak sehingga akan mempengaruhi stabilitas pada saat penyimpanan (Anam, 2011). Selanjutnya, pada pengujian kadar abu diperoleh hasil sebesar 4,62%. Hasil ini memenuhi persyaratan batasan kadar abu yaitu ≤16%. Penentuan kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral dan unsur anorganik.


(41)

4.4. Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia bertujuan untuk mengetahui keberadaan golongan senyawa metabolit sekunder yang ada dalam ekstrak. Pada penelitian ini dilakukan penapisan fitokimia senyawa golongan alkaoid, flavonoid, tanin, saponin, steroid dan triterpenoid. Hasil penapisan fitokimia pada ekstrak ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Ubi Jalar Ungu

Golongan Hasil

Alkaloid Flavonoid

Tanin Saponin

Steroid Triterpenoid

- +

- - - - Keterangan: (+) = ada; (-) = tidak ada

Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak air ubi jalar ungu positif mengandung flavonoid yang ditandai dengan terbentuknya warna merah pada lapisan amil alkohol. Flavonoid merupakan golongan pigmen organik yang membentuk pigmentasi pada daun, bunga, buah dan biji tanaman (I.D.A.D.Y, Dewi, 2013). Flavonoid memiliki sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih atau suatu gula yang menyebabkan flavonoid bersifat polar yang dapat terlarut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, dan air sehingga ekstrak yang dihasilkan mengandung flavonoid (Markham, 1988). Flavonoid merupakan senyawa yang juga memiliki potensi sebagai antioksidan (Bhat, 2009 dalam Putranti 2013). Dengan adanya antioksidan alami ini dapat memberikan keuntungan dalam aplikasi ekstrak ubi jalar ungu sebagai pewarna alami untuk mencegah atau menghambat oksidasi pada sediaan lipstik.

Berdasarkan uji penapisan fitokimia yang telah dilakukan, memberikan hasil positif pada uji flavonoid sedangkan uji alkaloid, saponin, tannin, steroid dan triterpenoid memberikan hasil negatif karena tidak adanya endapan maupun perubahan warna yang terjadi saat


(42)

penambahan pereaksi. Hasil ini sesuai dengan literatur (Sulastri, 2013) yang menunjukkan bahwa dalam ubi jalar ungu terdapat kandungan flavonoid dan tidak mengandung alkaloid, saponin, tannin, steroid dan triterpenoid.

4.5 Pembuatan Sediaan Lipstik

Secara umum komponen utama sediaan lipstik terdiri dari minyak, lilin (wax), lemak dan zat warna. Dalam pembuatan sediaan lipstik dilakukan percobaan pendahuluan agar mendapatkan sediaan lipstik memenuhi persyaratan. Formula sediaan lipstik yang dibuat pada awalnya mengacu pada penelitian Risnawati (2012) yang menggunakan cera alba, lanolin anhidrat, vaselin, setil alkohol, carnauba wax, minyak jarak, propilen glikol, tween 80, BHT dan nipagin menghasilkan tekstur lipstik tidak lembab dan lengket ketika dioleskan. Kemudian coba dibuat dengan menggunakan bahan-bahan seperti cera alba, carnauba wax, vaselin, adeps lanae, minyak jarak, isopropil miristat, propil paraben dan BHT menghasilkan sediaan lipstik yang lembab dan tidak lengket ketika dioleskan.

Pembuatan sediaan lipstik selanjutnya dicoba dengan 2 metode pembuatan. Metode pembuatan sediaan lipstik pertama dibuat dengan cara ekstrak ubi jalar ungu dilakukan dengan cara massa 1 (cera alba, carnauba wax, adeps lanae, vaselin dan isopropil miristat) yang dilebur bersama di atas hot plate pada suhu ±70oC dicampurkan dengan massa 2 (ekstrak ubi jalar ungu, BHT dan propil paraben yang telah dicampur dengan minyak jarak). Campuran kemudian diaduk dan dimasukkan dalam cetakan (Risnawati, 2012). Warna sediaan lipstik yang dihasilkan masih kurang terdispersi dengan baik karena ekstrak ubi jalar ungu yang mengendap di bagian bawah lipstik. Dengan menggunakan metode ini sediaan lipstik yang dihasilkan tidak homogen. Sediaan lipstik yang tidak memenuhi persyaratan dapat dilihat pada Gambar 4.1.


(43)

Gambar 4.1 Sediaan Lipstik Tidak Homogen

[Sumber: Koleksi Pribadi]

Metode pembuatan sediaan lipstik kedua dilakukan dengan cara meleburkan massa 1 (cera alba, carnauba wax, minyak jarak, propil paraben, BHT dan ekstrak ubi jalar ungu) di atas hot plate pada suhu ±70oC. Setelah melebur sempurna, campuran digerus hingga homogen. Selanjutnya massa 2 (adeps lanae, vaselin dan isopropil miristat) dilebur di atas hot plate. Massa 2 yang telah dilebur dicampurkan ke dalam massa 1 dan kemudian digerus kembali hingga homogen. Campuran yang digerus ini berwarna merah muda dan berbentuk seperti pasta. Campuran kemudian dilebur di atas hot plate pada suhu ±50oC dan dimasukkan ke dalam cetakan. Sediaan lipstik yang dihasilkan berwarna merah muda dan terdispersi secara merata. Hasil sediaan lipstik dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Sediaan Lipstik Homogen [Sumber: Koleksi Pribadi]


(44)

Pembuatan sediaan lipstik dengan metode pertama menghasilkan sediaan yang tidak memenuhi persyaratan diduga disebabkan oleh cara pembuatan yang hanya menggunakan batang pengaduk saat proses pengadukan dan juga ketika proses memasukan campuran ke dalam cetakan yang dilakukan pada suhu tinggi ketika campuran berbentuk cair. Hal ini menyebabkan ekstrak cepat mengendap dan tidak terdispersi merata dalam sediaan. Berbeda halnya dengan cara pembuatan metode pertama, dimana dalam metode kedua dilakukan penggerusan dengan menggunakan alu. Tekanan yang dihasilkan dengan menggunakan alu lebih besar dibandingkan menggunakan batang pengaduk dan proses memasukan campuran ke dalam cetakan dilakukan pada suhu yang lebih rendah dan sambil terus diaduk sehingga dapat membuat ekstrak menjadi lebih mudah terdispersi merata dalam sediaan.

Proses pengadukan pada pembuatan lipstik dengan metode pertama coba dilakukan penggantian dengan cara digerus namun pasta yang dihasilkan lebih kaku sehingga sulit untuk digerus sedangkan pada cara pembuatan metode kedua semua bahan tidak dilebur langsung menjadi satu. Adeps lanae, vaselin dan isopropil miristat yang telah dilebur ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam pasta sehingga ketika digerus tidak kaku. Berdasarkan sediaan lipstik yang dihasilkan maka dipilihlah metode pembuatan kedua untuk membuat sediaan lipstik ekstrak ubi jalar ungu.

4.6 Evaluasi Fisik Sediaan Lipstik

Evaluasi sediaan lipstik ini merupakan langkah pemeriksaan mutu untuk melihat kestabilan sediaan selama penyimpanan. Evaluasi dilakukan terhadap masing-masing sediaan lipstik yang mengandung konsentrasi pewarna yang berbeda. Pada proses evaluasi, ketiga sediaan lipstik disimpan pada 3 kondisi yang berbeda yaitu pada suhu kamar (25oC), suhu tinggi (40oC), dan cycling test.

Untuk penyimpanan pada suhu kamar (25oC) dan suhu tinggi (40oC) dilakukan selama 4 minggu dimana setiap 1 minggu sekali


(45)

dilakukan pengamatan sedangkan cycling test dilakukan selama 12 hari (6 siklus) pada suhu dingin (4oC) dan suhu tinggi (40oC) secara bergantian dengan masing-masing suhu selama 24 jam dan setiap pergantian siklus dilakukan pengamatan. Pengamatan yang dilakukan meliputi organoleptis, homogenitas, kekuatan, titik lebur, dan daya oles. Kestabilan sediaan lipstik dapat dilihat dengan cara membandingkan kondisi sebelum penyimpanan dan sesudah penyimpanan.

4.6.1 Evaluasi Awal Sediaan Lipstik

Evaluasi awal sediaan lipstik masing-masing formula berwarna merah muda dengan aroma khas wax, homogen namun memiliki daya oles yang kurang baik karena ketika dioleskan warna tidak menempel. Kekuatan dan titik lebur yang dihasilkan dari tiap formula pun bervariasi. Adapun hasil evaluasi awal sediaan lipstik dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Evaluasi Awal Sediaan Lipstik

Parameter Formula I Formula II Formula III

Organoleptis Homogenitas Kekuatan Titik lebur Daya oles Warna merah muda dan beraroma khas wax Homogen 94,44 gram

55oC Kurang baik (warna tidak menempel) Warna merah muda dan beraroma khas wax Homogen 124,44 gram

58oC Kurang baik (warna tidak menempel) Warna merah muda dan beraroma khas wax Homogen 134,44 gram

60oC Kurang baik (warna tidak menempel)

4.6.2 Pengamatan Organoleptis Sediaan Lipstik

Hasil sediaan lipstik setelah dilakukan proses penyimpanan pada suhu kamar (25oC) dan suhu tinggi (40oC) tidak menunjukkan adanya perubahan organoleptis. Ketiga formula sediaan lipstik tetap berwarna merah muda dan beraroma khas wax sampai akhir penyimpanan. Adapun hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 8.


(46)

4.6.3 Uji Homogenitas Sediaan Lipstik

Sediaan lipstik dikatakan homogen apabila tidak terdapat butir-butir kasar atau grity ketika dioleskan pada kaca objek. Adanya butir-butir kasar atau grity menandakan sediaan lipstik tidak homogen karena tidak terdispersinya antar komponen lipstik (Utami, 2013). Hasil pengujian homogenitas menunjukkan bahwa sediaan lipstik yang dihasilkan tidak memperlihatkan adanya butir-butir kasar atau grity saat dioleskan pada kaca objek. Selain diuji dengan cara tersebut, sediaan lipstik juga dilihat homogenitas warnanya sampai ke bagian dalam dengan cara sediaan lipstik dibelah membujur dan dilihat apakah warna merata sampai ke bagian dalam lipstik. Setelah sediaan lipstik dibelah terlihat bahwa seluruh sediaan lipstik memiliki warna yang merata sampai ke bagian dalam. Hal ini menujukkan bahwa sediaan lipstik homogen pada penyimpanan suhu kamar (25oC) maupun suhu tinggi (40oC). Hasil uji homogenitas sediaan lipstik dapat dilihat pada Lampiran 8.

4.6.4 Uji Titik Lebur Sediaan Lipstik

Berdasarkan hasil pengujian titik lebur pada suhu yang bebeda terlihat bahwa ketiga formula memiliki titik lebur yang bervariasi. Hasil uji titik lebur sediaan lipstik selama penyimpanan pada suhu ruang (25oC) cenderung memiliki titik lebur yang tetap. Pada kondisi penyimpanan suhu tinggi (40oC) terlihat bahwa terjadi penurunan titik lebur sediaan lipstik bila dibandingkan dengan hasil uji kekuatan pada evaluasi awal. Hal ini kemungkinan karena kondisi penyimpanan dengan suhu tinggi (40oC) mendekati suhu lebur sediaan lipstik sehingga ketika dilakukan penyimpanan selama 4 minggu sediaan lipstik sedikit melunak dan titik leburnya menurun.


(47)

Tabel 4.4 Hasil Uji Titik Lebur Sediaan Lipstik

Suhu Minggu

Ke- Formula I Formula II Formula III

Ruang (25oC) Tinggi (40oC)

1 2 3 4 1 2 3 4

55oC 55oC 55oC 55oC 53oC 52oC 52oC 52oC

58oC 58oC 58oC 58oC 57oC 56oC 55oC 55oC

60oC 60oC 60oC 60oC 59oC 58oC 58oC 56oC

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa ketiga formulasi sediaan lipstik pada penyimpanan suhu kamar (25oC) memiliki titik lebur pada kisaran 55-60oC dan pada penyimpanan suhu tinggi (40oC) memiliki titik lebur pada kisaran 52-59oC. Titik lebur sediaan lipstik yang ideal yaitu di atas 50oC. Titik lebur sediaan lipstik sebaiknya melebihi kisaran suhu yang ideal. Hasil titik lebur ini menunjukkan bahwa sediaan lipstik yang dibuat memenuhi persyaratan.

4.6.5 Uji Kekuatan Sediaan Lipstik

Uji kekuatan sediaan lipstik dilakukan dengan menggunakan alat seberat 4,44 gram yang digantungkan pada sediaan lipstik. Dari hasil pengujian kekuatan sediaan lipstik ketiga formula pada suhu yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan kemampuan sediaan lipstik menahan beban. Sediaan lipstik pada formula I memiliki kekuatan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan sediaan lipstik pada formula II dan formula III. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan konsentrasi pewarna ekstrak ubi jalar ungu yang digunakan dalam formulasi. Semakin besar konsentrasi pewarna yang digunakan, maka minyak jarak yang digunakan pun berkurang sehingga jumlah wax akan meningkatkan jumlah padatan dalam emulsi sehingga sediaan lipstik yang terbentuk akan semakin keras, sebaliknya bila konsentrasi pewarna yang digunakan berkurang maka minyak jarak yang digunakan akan bertambah sehingga


(48)

akan menambah jumlah cairan dalam emulsi dan sediaan lipstik yang terbentuk semakin lunak (Perdanakusuma dan Wulandari, 2003).

Kekuatan sediaan lipstik dapat pula dipengaruhi oleh titik lebur dimana kekuatan akan meningkat seiring dengan titik lebur sediaan lipstik yang dihasilkan. Jika dilihat hasil antara uji kekuatan dan uji titik lebur sediaan lipstik memiliki kesinambungan yaitu pada formula I memiliki kakuatan paling rendah dibandingkan formula II dan formula III. Hal tersebut mungkin diakibatkan karena sediaan lipstik formula I memiliki titik lebur yang lebih rendah dibandingkan formula II dan formula III sehingga kekuatan yang dihasilkan juga lebih rendah.

Tabel 4.5 Hasil Uji Kekuatan Sediaan Lipstik

Suhu Minggu

Ke- Formula I Formula II Formula III

Ruang (25oC) Tinggi (40oC)

1 2 3 4 1 2 3 4 94,44 gram 94,44 gram 94,44 gram 94,44 gram 84,44 gram 84,44 gram 84,44 gram 74,44 gram 124,44 gram 124,44 gram 124,44 gram 124,44 gram 104,44 gram 104,44 gram 94,44 gram 94,44 gram 134,44 gram 134,44 gram 134,44 gram 134,44 gram 124,44 gram 114,44 gram 114,44 gram 114,44 gram

Hasil uji kekuatan sediaan lipstik selama penyimpanan pada suhu ruang (25oC) terlihat bahwa formula I, formula II, dan formula III cenderung memiliki kekuatan yang tetap bila dibandingkan dengan hasil uji kekuatan pada evaluasi awal. Berbeda dengan kondisi penyimpanan pada suhu tinggi (40oC) terlihat bahwa terjadi penurunan kekuatan sediaan lipstik bila dibandingkan dengan hasil uji kekuatan pada evaluasi awal. Hal ini dikarenakan titik lebur sediaan lipstik pada suhu tinggi (40oC) mengalami penurunan sehingga kekuatannya pun ikut mengalami penurunan.


(49)

4.6.6 Uji Daya Oles Sediaan Lipstik

Daya oles merupakan hal penting yang akan menjadi patokan dalam memilih sediaan lipstik karena banyak orang cenderug memilih lipstik yang warnanya menempel di bibir. Hasil pengujian daya oles sediaan lipstik pada suhu kamar (25oC) dan suhu tinggi (40oC) dapat dikatakan tidak memenuhi standar karena ketika sediaan lipstik dioleskan ke bagian punggung tangan warnanya tidak menempel di kulit hanya terlihat mengkilap. Hal ini kemungkinan disebabkan kurang optimalnya proses ekstraksi yang dilakukan. Salah satu faktor yang berpengaruh pada proses ekstraksi zat warna adalah jenis pelarut (Lestari et al., 2013). Pada ekstraksi dengan menggunakan air, umumnya menghasilkan rendemen yang cukup banyak namun kandungan zat warna yang didapat sedikit. Untuk mendapatkan ekstrak zat warna yang maksimal, maka perlu digunakan larutan pengekstrak yang cocok dengan sifat zat yang akan diekstrak (Putri, 2005 dalam Lestari et al. 2013). Dalam hal ini diduga zat warna dari ubi jalar ungu yaitu antosianin memiliki kepolaran yang berbeda dengan pelarut akuades sehingga proses ekstraksi antosianin menjadi tidak optimal.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Saati (2002), pelarut yang paling baik digunakan untuk ekstraksi antosianin dari Bunga Pacar Air adalah etanol 95%. Begitu juga dengan penelitian Wijaya (2001) tentang ekstraksi pigmen dari kulit buah rambutan. Hal ini disebabkan tingkat kepolaran antosianin hampir sama dengan etanol 95 % sehingga dapat larut dengan baik pada etanol 95 % (Samsudin dan Khoirudin, 2011 dalam Siregar et al., 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Risnawati (2012), memformulasi sediaan lipstik dari ekstrak biji coklat. Biji coklat diekstrak dengan menggunakan pelarut etanol 95% yang telah dicampur dengan asam sitrat, menghasilkan sediaan lipstik dengan daya oles yang baik. Hal ini ditandai dengan 4 kali pengolesan sediaan telah memberikan warna yang intensif, merata dan homogen saat dioleskan pada kulit punggung tangan.


(50)

4.6.7 Uji Cycling Test Sediaan Lipstik

Cycling test merupakan uji yang berguna sebagai simulasi apabila terjadi perubahan suhu setiap tahun bahkan setiap hari. Uji cycling test dilakukan pada suhu dengan interval waktu tertentu sehingga sediaan akan mengalami tekanan yang bervariasi.

Hasil pengamatan selama uji cycling test menunjukkan bahwa ketiga formula sediaan lipstik tidak memperlihatkan adanya perubahan organoleptis. Warna sediaan lipstik dari awal hingga akhir siklus tetap merah muda dan aromanya pun tidak berubah. Hasil pengamatan organoleptis dapat dilihat pada Lampiran 8.

Hasil pengujian homogenitas sediaan lipstik selama uji cycling test juga menunjukkan bahwa sediaan lipstik pada ketiga formula homogen. Hal ini terlihat ketika sediaan lipstik dioleskan pada kaca objek tidak menampakkan butir-butir kasar atau grity dan ketika sediaan lipstik dibelah membujur warnanya pun merata sampai ke bagian dalam sediaan lipstik. Adapun hasil pengujian homogenitas dapat dilihat pada Lampiran 8.

Pengujian titik lebur sediaan lipstik menunjukkan bahwa baik formula I, formula II maupun formula III cenderung mengalami penurunan namun masih memenuhi persyaratan titik lebur yang ideal yaitu di atas 50oC. Penurunan titik lebur sediaan lipstik ini kemungkinan disebabkan oleh lamanya waktu penyimpanan dalam suhu yang berfluktuasi sehingga menyebabkan lipstik menjadi sedikit lunak. Hasil yang sama juga ditunjukkan dari uji kekuatan sediaan lipstik. Seiring terjadinya penurunan titik lebur sediaan lipstik, hasil pengujian kekuatan pun mengalami penurunan.


(51)

Tabel 4.6 Hasil Uji Titik Lebur Kondisi Cycling Test

Siklus Formula I Formula II Formula III

1 2 3 4 5 6

55 oC 55 oC 55 oC 54 oC 54 oC 54 oC

58 oC 58 oC 57 oC 57 oC 56 oC 56 oC

60 oC 60 oC 59 oC 58 oC 58 oC 58 oC

Tabel 4.7 Hasil Uji Kekuatan Kondisi Cycling Test

Siklus Formula I Formula II Formula III

1 2 3 4 5 6 94,44 gram 94,44 gram 94,44 gram 84,44 gram 84,44 gram 84,44 gram 124,44 gram 124,44 gram 114,44 gram 114,44 gram 104,44 gram 104,44 gram 134,44 gram 134,44 gram 124,44 gram 104,44 gram 104,44 gram 104,44 gram

Hasil daya oles sediaan lipstik pada uji cycling test dari awal siklus sampai siklus terakhir kurang baik karena warna tidak menempel ketika dioleskan. Hal ini tidak berbeda pada saat evaluasi awal sediaan lipstik dimana ketika dioleskan warna tidak menempel.


(52)

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Sediaan lipstik dengan zat warna dari ekstrak ubi jalar ungu tidak

mengeluarkan warna ketika dioleskan.

2. Sediaan lipstik dengan zat warna dari ekstrak ubi jalar ungu secara fisik stabil pada kondisi penyimpanan suhu ruang (25oC) tetapi tidak stabil pada kondisi penyimpanan suhu tinggi (40oC) dan cycling test (4oC dan 40oC).

5.2 Saran

1. Perlunya dilakukan pengkajian lebih dalam mengenai pemilihan pelarut yang tepat untuk proses ekstraksi sehingga dapat menghasilkan zat warna antosianin yang maksimal.

2. Perlunya diperhatikan cara penuangan ke dalam cetakan lipstik agar zat warna ekstrak ubi jalar ungu tidak mengendap.

3. Perlunya ditambahkan pewangi agar bau wax tertutupi.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Adliani, Nur., Nazliniwaty., Djendakita Purba. 2012. Formulasi Lipstik Menggunakan Zat Warna dari Ekstrak Bunga Kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M..Sm. Journal of Pharmaceutics and Pharmacology Vol. 1 (2): 87-94. Ali, Farida., Ferawati., Risma Arqomah. 2013. Ekstraksi Zat Warna Dari Kelopak Bunga Rosella. Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19.

Anam, Syariful., Muhammad, Muhammad Yusran, Alfred Trisakti, Nurlina Ibrahim, Ahmad Khumaidi, Ramdanil, dan Muhammad Sulaiman Zubair. 2013. Standarisasi Ekstrak Etil Asetat KayuSanrego (Lunasia amaru Blanco). Online Jurnal of Natural Science Vol. 2 (3): 1-8.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim. 1995. Materia Medika Indonesia Jilid VI. Depkes RI: Jakarta.

Anonim. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anvisa. 2005. Cosmetics Products Stability Guide Volume 1. Brasilia.

Azwanida., Normasarah., Asrul Afandi. 2014. Utilization and Evaluation of Betalain Pigment from Red Dragon Fruit (Hylocereus polyrhizus) as a Natural Colorant for Lipstick. Jurnal Teknologi (Sciences & Engineering) 69:6, 134-142. Badan POM RI . 2006. Public Warning No. KH.00.01.3352. Tentang Kosmetik yang Mengandung Bahan dan Zat Warna yang Dilarang.

I.D.A.D.Y, Dewi., Astuti, K. W., dan Warditiani, N.K. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 95% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal Farmasi Universitas Udayana.

Ina, PT., GAKD Puspawati, GA Ekawati. 2013. Efek Waktu Ekstraksi Terhadap Aktivitas Antioksidan, Total Fenol dan Kadar Antosianin Ekstrak Ubi Ungu. Jurnal Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

Draelos, Zoe Diana. 2010. Cosmetic Dermatology Products & Procedures. USA: Wiley-Blackwell.

Farima, Devi. 2009. Skripsi: Karakterisasi dan Ekstraksi Simplisia Tumbuhan Bunga Mawar (Rosa hybrida L.) Serta Formulasinya dalam Sediaan Pewarna Bibir. Universitas Sumatera Utara, Medan.


(54)

Ginting, Erliana., Joko S. Utomo., Rahmi Yulifianti., M. Jusuf. 2011. Potensi Ubi Jalar Ungu Sebagai Pangan Fungsional. Iptek Tanaman Pangan Vol. 6 No. 1. Juanda, et al., 2000. Ubi jalar: Budi Daya dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta: Kanisius.

Koswara, Sutrisno. 2009. Pewarna Alami Produksi dan Penggunaannya. Ebookpangan.com.

Lestari, Puji., Susinggih Wijana., Widelia Ika Putri. 2013. Ekstraksi Tanin Dari Daun Alpukat (Persea americana Mill.) Sebagai Pewarna Alami. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya.

Mamoto, Lidya Valda dan Fatimawali Gayatri Citraningtyas. 2013. Analisis Rhodamin B pada Lipstik yang Beredar Di Pasar Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 2 No. 02.

Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: Penerbit ITB. Menkes RI. 2010. Permenkes Nomor 1175/Menkes/Per/VII/2010 Tentang Izin Produksi Kosmetika, Kementrian Kesehatan RI.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 445/Menkes/Per/V/1998 Tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat Pengawet dan Tabir Surya Pada Kosmetik.

Perdanakusuma, O., dan Wulandari, Z. 2003. Optimasi Proses Pembuatan Lipstik dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Malam Lebah. J. Tek. Ind. Pert. Vol. 14 (3), 95-100.

Putranti, Ristyana Ika. 2013. Skrining Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rumput Laut Sargassum duplicatum dan Turbinaria ornata dari Jepara. Tesis. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro.

Rosidah. 2010. Potensi Ubi Jalar Sebagai Bahan Baku Industri Pangan.

TEKNUBUGA Volume 2 No.2

Risnawati., Nazliniwaty., Djendakita Purba. 2012. Formulasi Lipstik Menggunakan Zat Warna dari Ekstrak Biji Coklat (Theobroma cacao L.) Sebagai Pewarna. Journal of Pharmaceutics and Pharmacology Vol. 1 (2): 78-86.

Rowe, C.R., Paul, J., Marian, E.Q. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition. USA: Pharmaceutical Press.

Samsudin, A.S., dan Khoiruddin. 2011. Ekstraksi dan Filtrasi Membran dan Uji Stablitas Warna dari Kulit Manggis (Garcinia mangostana). Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro.


(55)

Sinurat, Mangoloi. 2012. Analisa Kandungan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik yang Beredar Di Masyarakat Tahun 2011. Poltekes Medan. Siregar, Yusraini Dian Inayati, Nurlaela. 2013. Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami dari Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) dan Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L). Valensi Vol. 2 No.3 ISSN: 1978-8193.

Surianti, Nengah Sri. 2012. Pengaruh Konsentrasi Asam Sitrat Terhadap Karakteristik Ekstrak Pigmen Limbah Selaput Lendir Biji Terung Belanda (Cyphomandra beatacea S.) Dan Aktivitas Antioksidannya. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan Volume 1, No.1.

Syarifuddin, dan Muhammad Umar. 2011. Kapasitas Antioksidan dan Stabilitas Ekstrak Pigmen Antosianin Kulit Kacang Gude Hitam (Cajanus cajan (Linn.) Millsp.) dengan Variasi Pelarut. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

Tiwari, P. Kumar, B. Kaur, M. Kaur, G. Kaur, H. 2011. Phytochemical screening and Extraction: A Review. Internationale Pharmaceutica Sciencia Vol. 1. Issue. 1.

Tranggono, R.I dan Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: Penerbit Pustaka Utama.

Utami, Putri. 2013. Pemanfaatan Ekstrak Kulit Melinjo Merah (Gnetum gnemon) Sebagai Pewarna Alami Pada Pembuatan Lipstik. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Vishwakarma, B., Sumeet, D., Kushagra, D., Hemant, J. 2011. Formulation and Evaluation of Herbal Lipstick. International Journal of Drug Discovery & Herbal Research 1(1): 18-19.


(56)

(57)

Lampiran 1. Alur Penelitian

Ubi jalar ungu

Ekstrak ubi jalar ungu

Formulasi dan pembuatan sediaan

lipstik

Evaluasi fisik sediaan lipstik

Karakterisasi

Penapisan fitokimia

Cycling test Stabilitas

Daya oles

Homogenitas Titik leleh

Kekuatan Organoleptik

Analisa hasil evaluasi fisik sediaan lipstik


(58)

(59)

Lampiran 3. Gambar Hasil Ekstrak Ubi Jalar Ungu


(60)

Lampiran 5. Perhitungan Rendemen Ekstrak

Lampiran 6. Perhitungan Parameter Non Spesifik

1. Kadar Air

2. Kadar Abu


(61)

Lampiran 7. Gambar Hasil Penapisan Fitokimia

Golongan Hasil Keterangan Alkaloid

Dragendorf

Meyer

Tidak terbentuk endapan putih

Flavonoid

Terbentuknya warna merah pada lapisan etanol


(62)

Tanin

Tidak terbentuk warna biru kehitaman

Saponin

Tidak terbentuk busa yang stabil

Steroid

Tidak terjadi perubahan warna menjadi biru atau


(63)

Triterpenoid

Tidak terbentuk warna merah kecoklatan pada


(64)

Lampiran 8. Gambar Hasil Penelitian

1. Uji Stabilitas

Suhu Minggu

Ke- Formula I Formula II Formula III

Ruang (25oC)

1 2 3 4 Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax Tinggi (40oC)

1 2 3 4 Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax Warna merah muda dan beraroma khas wax


(65)

a. Suhu Kamar (25oC)

5% 7%

9%

Minggu ke-0 Minggu ke-1

Minggu ke-2

5% 7%

9%

Minggu ke-3

Minggu ke-4

5%

5% 5%

7%

7% 7%

9%

9% 9%


(66)

b. Suhu Tinggi (40oC)

Minggu ke-0

5% 7%

9%

Minggu ke-1

5% 7%

9%

Minggu ke-2

5% 7%

9%

Minggu ke-3

5% 7%

9%

Minggu ke-4

5% 7%


(67)

2. Uji Cycling Test

Siklus Formula I Formula II Formula III

1 2 3 4 5 6

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax Siklus ke-0 5% 7% 9% Siklus ke-1 5% 7% 9%


(68)

Siklus ke-2

5% 7%

9%

Siklus ke-3

5% 7%

9%

Siklus ke-4

5% 7%

9%

Siklus ke-5

5% 7%

9%

Siklus ke-6

5% 7%


(69)

3. Uji Homogenitas a. Suhu kamar (25oC)

Minggu ke-1

Minggu ke-2

Minggu ke-3


(70)

b. Suhu tinggi (40oC)

Minggu ke-1

Minggu ke-2

Minggu ke-3


(71)

c. Cycling test

Siklus ke-1

Siklus ke-2

Siklus ke-3


(72)

Siklus ke-5


(1)

2. Uji Cycling Test

Siklus Formula I Formula II Formula III

1 2 3 4 5 6

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax

Warna merah muda dan beraroma khas

wax Siklus ke-0 5% 7% 9% Siklus ke-1 5% 7% 9%


(2)

Siklus ke-2 5% 7%

9%

Siklus ke-3 5% 7%

9%

Siklus ke-4

5% 7%

9%

Siklus ke-5 5% 7%

9%

5% 7%


(3)

3. Uji Homogenitas a. Suhu kamar (25oC)

Minggu ke-1

Minggu ke-2

Minggu ke-3


(4)

b. Suhu tinggi (40oC)

Minggu ke-1

Minggu ke-2

Minggu ke-3


(5)

c. Cycling test

Siklus ke-1

Siklus ke-2

Siklus ke-3


(6)

Siklus ke-5