Pendugaan Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) Harian Terkait Musim (Studi Kasus: Indonesia).

PENDUGAAN KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA (CO)
HARIAN TERKAIT MUSIM
Studi Kasus : Indonesia

INDY HARIST SANDY

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Konsentrasi
Karbon Monoksida (CO) Harian Terkait Musim (Studi Kasus: Indonesia) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Indy Harist Sandy
NIM G24100020

ABSTRAK
INDY HARIST SANDY. Pendugaan Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) Harian
Terkait Musim (Studi Kasus: Indonesia). Dibimbing oleh SOBRI EFFENDY
Kemampuan The Gridded Analysis and Display System (GrADS) dalam
memvisualisasikan curah hujan dan konsentrasi karbon monoksida di Indonesia
akan dicobakan dengan melakukan analisis antara data Tropical Rainfall
Measurement Mission ( TRMM) 3B42 V7 periode 1 Desember 2012 hingga 30
November 2014 dengan data Total Column Carbon Monoxide (TCO) keluaran
European Centre for Medium Range Weather Forecast. Kemampuan GrADS yang
dievaluasi yaitu kemampuan dalam memvisualisasikan data curah hujan TRMM
3B42 V7 dan karakteristik (TCO) dari European Centre for Medium Range
Weather Forecast pada empat waktu pengukuran yaitu 00.00 UTC, 06.00 UTC,
12.00 UTC, 18.00 UTC. Adapun pola tersebut dilukiskan oleh grafik timeseries.
Selain itu, analisis puncak kemarau maupun puncak hujan dilakukan untuk

mengetahui tingkat keterkaitan nilai curah hujan dalam mempengaruhi kadar TCO
di atmosfer Indonesia. Hasil evaluasi GrADS menunjukkan nilai keluaran TCO
pada saat musim kemarau lebih tinggi jika dibandingkan dengan data nilai keluaran
pada saat musim hujan. Nilai TCO dominan tertinggi terjadi di Timur Sumatera
sepanjang tahun. Pada grafik regresi dapat diketahui hubungan TCO terhadap
tingkat curah hujan TRMM di Indonesia adalah bervariasi berdasarkan tipe curah
hujan wilayah. Adapun tipe curah hujan tersebut adalah monsunal, ekuatorial dan
lokal. Korelasi TCO terhadap tipe hujan monsunal dan lokal di wilayah Indonesia
adalah semakin tinggi curah hujan maka semakin rendah tingkat konsentrasi TCO.
Hal yang berbeda terjadi pada kadar TCO di wilayah dengan tipe hujan ekuatorial
di wilayah Indonesia. Korelasi tersebut adalah semakin tinggi curah hujan di
wilayah ekuatorial maka semakin tinggi pula tingkat konsentrasi Total Column
Carbon Monoxide di wilayah tersebut.
Kata kunci : GrADS, musim hujan, musim kemarau, TCO, TRMM 3B42 V7

ABSTRACT
INDY HARIST SANDY. Estimating of Daily Carbon Monoxide Concentrations
to Seasonal Pattern (Study Case Area : Indonesia). Supervised by SOBRI
EFFENDY.
The capability of Gridded Analysis and Display System Software (GrADS)

in visualization processing for Tropical Rainfall Measurement Mission 3B42 V7
rainfall data and Total Column Carbon Monoxide (TCO) in Indonesia will be tested
in this study. That testing will be done by correlating between Tropical Rainfall
Measurement Mission 3B42- V7 data along of 1 December 2012 until 30 November
2014 with Total Column Carbon Monoxide data in which has made in European
Centre for Medium Range Weather Forecast. That capability of software is being
evaluated about the GrADS’s strongness in visualization processes especially for
TRMM 3B42-V7 and Total Column Carbon Monoxide (TCO). Meanwhile the
TCO has a special characteristic. The characteristic of TCO data was measured
fourth times in a day. The measurement time for TCO includes of 00.00 UTC,
06.00 UTC, 12.00 UTC, 18.00 UTC. Extraction processes in this study helps with
GrADS software for visualization. In addition microsoft excel also used in this
study for creating the timeseries and correlation between both of the data.
Furthermore, the analysis data for peak of wet season and peak of dry season is
aimed to see the correlation between rainfall degree and TCO’s concentration in
Indonesian troposphere. The result of all processes above showed that the TCO data
along of dry season was higher than the TCO data along of wet season. The TCO
data always becomes highest in east Sumatera island in all year. The pattern tells
that the increasing of rainfall amount will not be always followed by decreasing
TCO values, it depends on the raifall types. In Indonesia found three rainfall types,

they were monsoonal, equatorial and local. The pattern of correlation also tells that
the increasing of rainfall amount will be always followed by decreasing TCO values
in monsoonal and local areas. In the contrast, the pattern tells that the increasing of
rainfall amount will not be followed by decreasing total column carbon monoxide
values for equatorial rainfall type regions.
Keywords: Dry Season, GrADS, TCO, TRMM 3B42-V7, Wet Season

PENDUGAAN KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA (CO)
HARIAN TERKAIT MUSIM
Studi Kasus : Indonesia

INDY HARIST SANDY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Judul Skripsi

: Pendugaan Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) Harian Terkait
Musim (Studi Kasus: Indonesia)

Nama

Indy Harist Sandy

NIM

G24100020

Disetujui oleh


Dr Ir Sobri Effend, MSi
Dosen Pembimbing

Tanggal Lulus:

'2 8 JAN 2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
kasih-Nya sehingga skripsi dengan judul “Pendugaan Konsentrasi Karbon
Monoksida (CO) Terkait Musim Menggunakan Software GrADS, “Studi Kasus
Indonesia” dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada yang
terhormat Bapak Dr.Ir.Sobri Effendy, M.Si selaku pembimbing skripsi, para dosen
dan para staff Departemen Geofisika dan Meteorologi (GFM) IPB. Ungkapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayah, Umi, Adik serta juga seluruh
anggota keluarga besar penulis.
Terima Kasih juga saya ucapkan kepada para penghuni Laboratorium
Klimatologi dan juga ntuk Laboratorium Kualitas Udara dan Pencemaran Atmosfer
(Ridwan,Iyo,Goler,Nita,Sulviana,Agung,Diah dan kawan kawan Lab Angkatan 48
lainnya).

Ucapan Terima kasih juga penulis sampaikan kepada para dosen
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (KPM) IPB yang
telah mengizinkan penulis untuk mengikuti Program Minor pada Pengembangan
Masyarakat FEMA, serta penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang khusus
kepada Bapak Dr.Ir.Martua Sihaloho, M.si dan Bapak Dr.Ir.Fredian Tonny
Nasdian.MS serta Mas Mahmudi Siwi, M.si yang telah memberikan kepercayaan
kepada penulis untuk menjadi Asisten Praktikum Sosiologi Umum selama tahun
2013 sampai tahun 2015.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Mbak Icha, Mbak Dini dan Mas
Hamdan selaku Staff tata usaha Departemen SKPM atas kelancaran honorium
asisten untuk periode 2013 sampai 2015.
Ucapan terima Kasih juga saya khusus sampaikan kepada Ibu Dr.Ir.Rini
Hidayati,M.si atas kepercayaan yang telah beliau berikan kepada penulis untuk
menjadi Asisten Praktikum Biometeorologi.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para teman-teman
Internasional yang terdiri dari Libyan’s Brotherhood (Fathi,Waleed,Al-Ghaidimy),
Uzbekistan’s Brotherhood (Mukhiridin Khoshimov dan Anvar Gafurov), African
Brotherhood (Bienmali Kombate, Haillu Wekhandros, Issa Diop, Lilianov
Airlindo, dan calon Menteri Pendidikan Tanzania, Mr.Likava Kalyahi) Hakuna
Matata.

Ucapan Terima Kasih Penulis sampaikan kepada teman-teman
persaudaraan ASEAN (Yuzana,Channtrevaty,Steven Kao,Danyal, PJ Rosario dan
Mahmudi) dan juga terkhusus untuk para asisten di Departemen SKPM (Kak
Rajib,Kak Lukman,Kak Titania dan teruntuk kakak yang paling cantik dan spesial
selama ini yaitu Kak Zessy Ardinal B).
Penulis juga menerima dan mengharapkan adanya kritik dan saran untuk
perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini dan bermanfaat bagi umum.

Bogor, Januari 2016

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Bahan


3

Alat

3

Prosedur Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN

7
29

Simpulan

29


Saran

29

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN

32

RIWAYAT HIDUP

42

DAFTAR GAMBAR
1 Gambar koordinat letak geografis Indonesia
2 Gambar flow chart metode penelitian dan pengolahan data
TCO dan TRMM 3B42 menggunakan GrADS
3 Curah hujan TRMM 3B42-V7 Indonesia Desember 2012-November
2013
4 Curah hujan TRMM 3B42-V7 Indonesia Desember 2013- November
2014
5 Kosentrasi TCO Indonesia pukul 00.00 UTC Desember 2012- November
2013
6 Kosentrasi TCO Indonesia pukul 00.00 UTC Desember 2013- November
2014
7 Kosentrasi TCO Indonesia pukul 06.00 UTC Desember 2012- November
2013
8 Kosentrasi TCO Indonesia pukul 06.00 UTC Desember 2013- November
2014
9 Kosentrasi TCO Indonesia pukul 12.00 UTC Desember 2012- November
2013
10 Kosentrasi TCO Indonesia pukul 12.00 UTC Desember 2013- November
2014
11 Kosentrasi TCO Indonesia pukul 18.00 UTC Desember 2012- November
2013
12 Kosentrasi TCO Indonesia pukul 18.00 UTC Desember 2012- November
2013
13 Timeseries korelasi TCO 00.00 UTC periode 1 Januari 2013 hingga 30
November 2014 dengan curah hujan harian TRMM 3B42-V7 Indonesia
periode 31 Desember 2012 hingga 30 November 2014
14 Timeseries korelasi TCO 00.00 UTC periode 1 Januari 2013 hingga 30
November 2014 dengan curah hujan harian TRMM 3B42-V7 Indonesia
periode 1 Januari 2013 hingga 30 November 2014
15 Timeseries korelasi TCO 06.00 UTC periode 1 Januari 2013 hingga 30
November 2014 dengan curah hujan harian TRMM 3B42-V7 Indonesia
periode 31 Desember 2012 hingga 30 November 2014
16 Timeseries korelasi TCO 06.00 UTC periode 1 Januari 2013 hingga 30
November 2014 dengan curah hujan harian TRMM 3B42-V7 Indonesia
periode 1 Januari 2013 hingga 30 November 2014
17 Timeseries korelasi TCO 12.00 UTC periode 1 Januari 2013 hingga 30
November 2014 dengan curah hujan harian TRMM 3B42-V7 Indonesia
periode 31 Desember 2012 hingga 30 November 2014
18 Timeseries korelasi TCO 12.00 UTC periode 1 Januari 2013 hingga 30
November 2014 dengan curah hujan harian TRMM 3B42-V7 Indonesia
periode 31 Desember 2012 hingga 30 November 2014
19 Timeseries korelasi TCO 18.00 UTC periode 1 Januari 2013 hingga 30
November 2014 dengan curah hujan harian TRMM 3B42-V7 Indonesia
periode 31 Desember 2012 hingga 30 November 2014

3
5
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

18

19

20

20

21

21

22

20 Timeseries korelasi TCO 18.00 UTC periode 1 Januari 2013 hingga 30
November 2014 dengan curah hujan harian TRMM 3B42-V7 Indonesia
periode 1 Januari 2013 hingga 30 November 2014
21 Korelasi TCO DKI Jakarta dan Kota Surabaya harian dengan curah hujan
TRMM 3B42 DKI Jakarta dan Kota Surabaya harian, periode bulan DJF
2012-2014 (a) DKI Jakarta, (b) Kota Surabaya
22 Korelasi TCO DKI Jakarta dan Kota Surabaya harian dengan curah hujan
TRMM 3B42 DKI Jakarta dan Kota Surabaya harian, periode bulan JJA
2012-2014 (a) DKI Jakarta, (b) Kota Surabaya
Korelasi TCO Kota Palu dan Maluku Selatan harian dengan curah hujan
TRMM 3B42 Kota Palu dan Maluku Selatan harian, periode bulan DJF
2012-2014 (a) Kota Palu, (b) Maluku Selatan
23 Korelasi TCO Kota Palu dan Maluku Selatan dengan curah hujan TRMM
3B42 Kota Palu dan Maluku Selatan harian, periode bulan JJA 20122014
(a) Kota Palu, (b) Maluku Selatan
24 Korelasi TCO Kota Pontianak dan Kota Bukit Tinggi dengan curah hujan
TRMM 3B42 Kota Pontianak dan Kota Bukit Tinggi, periode bulan DJF
2012-2014 (a) Kota Pontianak, (b) Kota Bukit Tinggi
25 Korelasi TCO Kota Pontianak dan Kota Bukit Tinggi dengan curah hujan
TRMM 3B42 Kota Pontianak dan Kota Bukit Tinggi, periode bulan JJA
2012-2014 (a) Kota Pontianak, (b) Kota Bukit Tinggi

23

23

24

25

26

27

28

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Scripting language untuk TCO (kg/m2) Bulanan Indonesia Pukul
18.00 UTC Januari 2013
Scripting language untuk TCO (kg/m2) rata-rata harian Indonesia
pukul 18.00 UTC, 31 Desember 2012- 30 November 2014
Scripting language untuk Ekstraksi data TCO (kg/m2) Harian
Indonesia pukul 18.00 UTC, 31 Desember 2012- 30 November 2014
Scripting language data TCO (kg/m2) Harian DKI Jakarta pukul 18.00
UTC, 1 Desember 2012- 30 November 2014
Scripting language untuk Ekstraksi data TCO (kg/m2) Harian DKI
Jakarta pukul 18.00 UTC, 1 Desember 2012- 30 November 2014
Scripting language data TCO (kg/m2) Harian Kota Pontianak pukul
18.00 UTC, 1 Desember 2012- 30 November 2014
Scripting language untuk Ekstraksi data TCO (kg/m2) Harian Kota
Pontianak pukul 18.00 UTC, 1 Desember 2012- 30 November 2014
Scripting language data TCO (kg/m2) Harian Kota Palu pukul 18.00
UTC, 1 Desember 2012- 30 November 2014
Scripting language untuk Ekstraksi data TCO (kg/m2) Harian Kota
Palu pukul 18.00 UTC, 1 Desember 2012- 30 November 2014
Scripting language untuk Akumulasi CH TRMM 3B42-V7 (mm)
Indonesia Bulanan Januari 2013
Scripting language untuk curah hujan harian Indonesia periode bulan
Januari 2013
Scripting language untuk ekstraksi data curah hujan harian Indonesia
bulan Januari 2013 (mm)
Scripting language data CH (mm) Harian DKI Jakarta, 1 Desember
2012- 30 November 2014
Scripting language untuk Ekstraksi data CH (mm) Harian DKI Jakarta,
1 Desember 2012- 30 November 2014
Scripting language data CH (mm) Harian Kota Pontianak, 1 Desember
2012- 30 November 2014
Scripting language untuk Ekstraksi data CH (mm) Harian Kota
Pontianak, 1 Desember 2012- 30 November 2014
Scripting language data CH (mm) Harian Kota Palu, 1 Desember 201230 November 2014
Scripting language untuk Ekstraksi data CH (mm) Harian Kota Palu, 1
Desember 2012- 30 November 2014

32
33
33
34
34
35
35
36
36
37
37
38
38
39
39
40
40
41

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kejadian Pencemaran udara ambien di Indonesia pada umumnya adalah
relatif sama dengan negara berkembang lainnya yaitu didominasi oleh gas-gas
pencemar seperti CO, SO2 dan partikulat yang berupa PM10 atau biasa disebut
dengan debu polusi. Proses pencemaran udara ambien; CO, SO2 dan debu
disebabkan oleh dua faktor utama yaitu transportasi dan industri serta proses dari
aktivitas domestik seperti kegiatan memasak dan membakar sampah atau sisa hasil
pertanian.
Kosentrasi polutan di berbagai wilayah terutama CO di negara berkembang
cenderung mengalami peningkatan dalam beberapa dekade terakhir (Raub et al
2000). Polutan yang tersuspensi di dalam udara ambien adalah dapat berwujud
padat maupun gas (De Konning et al 1985)
Salah satu komponen dari polutan yang berwujud gas adalah karbon
monoksida atau CO. Pada umumnya masyarakat di wilayah negara berkembang
menggunakan bahan bakar berbahan dasar karbon berupa BBM untuk mendukung
kegiatan transportasi dan perindustrian mereka. Kegiatan ini mempunyai nilai yang
berkorelasi positif dengan pertumbuhan perekonomian yang semakin tinggi di
wilayah negara berkembang (Raub et al 2000).
Kegiatan transportasi dan perindustrian di wilayah Indonesia ini
menyebabkan turunnya nilai dan kualitas dari udara ambien. Hal ini terjadi karena
adanya proses difusi polutan kedalam udara ambien yang berujung pada
pertambahan kosentrasi karbon monoksida. Namun proses tersebut tidak terus
mengalami kenaikan untuk sepanjang waktu.Kosentrasi karbon monoksida yang
tersuspensi di atmosfer akan mengalami penurunan dengan adanya hujan ( Mu’in
2004).
Diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui adanya keterkaitan antara
nilai kosentrasi karbon monoksida (CO) dengan nilai curah hujan untuk wilayah
Indonesia dalam kurun waktu tertentu. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat
korelasi nilai kosentrasi karbon monoksida (CO) terhadap periode bulan basah dan
bulan kering.Curah hujan tinggi adalah pembersih alami untuk aerosol dan CO di
atmosfer ( Guensler 2005).
Untuk jumlah zat pencemar seperti karbon monoksida dan aerosol yang
masuk kedalam udara ambien di suatu wilayah sangatlah tergantung pada jenis zat
polutan itu sendiri serta bahan bakar yang digunakan pada mesin tersebut dan
jumlah emisi yang dihasilkan oleh suatu kendaraan sangat bergantung pada
perubahan kinerja mesin kendaraan (Guensler 2005).
The Gridded Analysis and Display System (GrADS) merupakan software
interaktif yang digunakan untuk memanipulasi dan visualisasi data sains kebumian.
GrADS merupakan software yang telah direkomendasikan oleh World
Meteorological Organization (WMO) untuk menggambarkan parameter-parameter
meteorologi dalam bentuk spasial (Erwin 2008).
Format data yang bisa digunakan dalam GrADS adalah biner biasa yang
terdiri dari bilangan 0 dan juga 1, netCDF dan HDF-SDS (Hierarchical Data
Format–Scientific Data Format). GrADS juga dapat menggunakan data dengan 4

2
dimensi: garis bujur, garis lintang, ketinggian dan waktu. Adapun data dapat
ditampilkan menggunakan bermacam-macam teknik grafis seperti grafik
garis,grafik batang, kontur biasa, kontur berwarna, vektor angin dan garis alur.
Total Column Carbon Monoxide (TCO) adalah satuan besaran yang
menyatakan besarnya kosentrasi polutan CO pada suatu wilayah dengan jangkauan
tertentu dan dalam waktu yang spesifik atau tertentu. Nilai dari TCO merupakan
suatu output yang berdasarkan pencatatan pengukuran satelit.TCO dihasilkan
melalui pencatatan satelit yang terdiri dari minimal tiga buah sounder dan dua buah
satelit bumi atau ground satelite (Yurganov et al 2010).
TCO merupakan satuan besaran nilai data citra satelit keluaran ECMWF
yang menyatakan banyaknya polutan karbon monoksida yang dihasilkan baik
karbon monoksida yang berasal dari aktivitas antropogenik maupun yang
dihasilkan dari biogenik pada ketinggian 1000 mb di seluruh permukaan bumi.
Nilai curah hujan di Indonesia memiliki puncak kemarau selama Juni, Juli,
dan Agustus. Untuk nilai curah hujan pada puncak musim hujan terjadi selama
Desember, Januari dan Febuari. Pengaruh puncak musim adalah sangat besar
terutama terhadap distribusi polutan CO dalam udara ambien Indonesia.
Penggunaan GrADS sebagai alat serta media visualisasi untuk mengetahui
arah penyebaran aerosol dan curah hujan serta hubungan antara nilai curah hujan
dengan tingkat kosentrasi polutan khususnya untuk jenis pencemar karbon
monoksida (CO) di atmofer Indonesia.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serta menduga korelasi antara
nilai total karbon monoksida (CO) yang berasal dari berbagai kegiatan manusia
maupun biogenik terhadap curah hujan pada bulan basah dan pada bulan kering
pada periode waktu Desember 2012 hingga November 2014 di wilayah Indonesia.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil wilayah Indonesia. Adapun
koordinat Indonesia adalah 900BT-1450 BT dan 60LU-110LS. Penelitian ini dimulai
pada Januari 2015 dengan diawali studi pustaka sampai dengan Febuari 2015. Lalu
dilanjutkan pada bulan Maret 2015 hingga selesai di Laboratorium Meteorologi dan
Pencemaran Atmosfer Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

3

Gambar 1 Zona koordinat Indonesia (900BT-1450 BT dan 60LU-110LS)
(sumber: http://iridl.ldeo.columbia.edu/ )

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data nilai total
column carbon monoxide (TCO) selama Desember 2012 hingga November 2014
yang diperoleh dari website http://ecmwf.int/. Untuk kosentrasi CO memiliki
ukuran grid sebesar 0.125o x 0.1250. Sedangkan untuk data curah hujan diambil
periode yang sama dengan data TCO yakni pada Desember 2012 hingga November
2014 dari website http://iridl.ldeo.columbia.edu/ dengan ukuran grid sebesar 0.25o
x 0.250.

Alat
Alat yang digunakan adalah meliputi perangkat lunak Microsoft Excel serta
Microsoft Word 2013 dan Software GrADS.

Prosedur Analisis Data
Metode Penentuan Koefisien Korelasi
Penentuan koefisien korelasi dapat berfungsi sebagai pencari hubungan
antara dua komponen variabel dengan rentang nilai antara -1 sampai dengan
+1.Nilai ini menyatakan perbandingan korelasi negatif atau korelasi terbalik jika
nilai yang didapat sebesar (-1) dan hubungan antar variabel adalah berbanding lurus
jika nilai yang didapat adalah (+1). Adapun persamaan dapat dituliskan sebagai
berikut (Aunuddin 2005) :

�=



√∑

�−

�−

2∑

�−

�−

2

(1)

4
Keterangan
x = Variabel x
y = Variabel y
xi = Hubungan antar variabel x dengan i
yi = Hubungan antar variabel y dengan i
Adapun hasil keluaran output adalah berupa file data yang berbentuk angka
besaran pada Microsoft Excell serta data berbentuk NC file yang dapat diolah
menggunakan software GrADS. Proses visualisasi dapat dilakukan dengan software
GrADS dengan menentukan waktu periode pada data pendukung adalah Bulan
Desember 2012 hingga November tahun 2014.
Metode Penentuan Analisis Regresi
Penentuan nilai regresi berdasarkan pada analisis nilai r dapat berfungsi
sebagai pencari tingkat keterkaitan data majemuk. Analisis nilai r memiliki nilai
positif yang bermakna bahwa korelasi antara komponen variabel x dan komponen
variabel y adalah berbanding lurus. Apabila nilai r memiliki nilai negatif maka
korelasi antara komponen x dan komponen y adalah berbanding terbalik.
Pada dasarnya analisis regresi adalah cara mengenai ketergantungan variabel
dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (variabel penjelas
bebas), dengan tujuan untuk mengestimasi atau memprediksi rata-rata populasi atau
nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui
(Gujarati 2003) :
=

+



Keterangan
Y = Peubah terikat
Xi = Peubah bebas
a = Nilai intersep / Nilai perpotongan terhadap sumbu tegak
b = Nilai gradien

(2)

5
Data Total
Column
Carbon
Monoxide

Data
TCO
Pukul 00.00
UTC

Data
TCO
Pukul 06.00
UTC

Data Curah
Hujan
TRMM 3B42
V7

Data
TCO
Pukul 12.00
UTC

Data
TCO
Pukul 18.00
UTC

Data curah
hujan TRMM
3B42 Harian

Data curah hujan
TRMM 3B42 dalam
bentuk Net CDF file
free download

Data curah hujan TRMM
3B42 selama periode DJF
dan periode JJA

Data TCO dalam
bentuk Net CDF file
free download

Ekuatorial
(Pontianak,
Bukit Tinggi)

Pengolahan
data
Net CDF file dengan
menggunakan
GrADS Software

GrADS
Output TXT dan
Gambar.jpeg

Monsunal
(Jakarta,
Surabaya)
Pengelompokan
data berdasarkan
tiga tipe hujan
Lokal (Palu,
Maluku
Selatan)

Ms Excell

Timeseries dan regresi
data TCO serta TRMM

Korelasi data TCO
dengan curah hujan
TRMM periode JJA

Korelasi data TCO
dengan curah hujan
TRMM periode DJF

Selesai

Gambar 2 Diagram alir penelitian untuk data Total Column Carbon Monoxide
(TCO) dan data curah hujan TRMM 3B42- V7

6
Metodologi Penelitian
Gambar 2 merupakan gambar untuk diagram alir pengolahan informasi dan
data curah hujan TRMM 3B42- V7 dan Total Column Carbon Monoxide (TCO)
untuk wilayah Indonesia. Hasil dari pengolahan dan ekstraksi data NC file tersebut
berupa bilangan dalam bentuk bulat yang menunjukan keterkaitan hubungan antara
curah hujan TRMM dengan data TCO.
Pertama kali dalam penelitian ini dilakukan kegiatan mengunduh data.
Adapun data yang diunduh adalah data TCO dari website ECMWF pada periode
pengukuran 00.00 UTC, 06.00 UTC, 12.00 UTC dan 18.00 UTC untuk wilayah
Indonesia (900BT-1450 BT dan 60LU-110LS). Data diunduh harus dalam mode NC
file agar dapat divisualisasikan menggunakan GrADS.
Langkah kedua yaitu dilakukan kegiatan mengunduh data. Adapun data
yang diunduh adalah data Tropical Rainfall Measurement Mission 3B42- V7 serta
merupakan salah satu jenis data curah hujan area tropis yang berasal dari sumber
Iridl.Ideo.climate untuk wilayah Indonesia (900BT-1450 BT dan 60LU-110LS). Data
diunduh harus dalam mode NC file dan bersifat data harian.
Langkah ketiga dalam penelitian ini adalah dengan melakukan proses
pengolahan data TCO dan TRMM 3B42 menggunakan GrADS agar memperoleh
hasil berupa visualisasi gambar berupa Jpeg dan data TXT.
Langkah keempat dalam penelitian ini adalah proses pengklasifikasian data
curah hujan menjadi dua tipe waktu yakni periode DJF dan JJA menggunakan Ms
Excel pada data TXT TCO dan TXT TRMM 3B42.
Langkah kelima dalam penelitian ini adalah dengan membuat pola
timeseries serta nilai regresi untuk menggambarkan hubungan data TCO dengan
data curah hujan TRMM 3B42 wilayah Indonesia.
Langkah keenam dalam penelitian ini meliputi kegiatan pengkorelasian data
TCO dengan data curah hujan TRMM Indonesia periode DJF.
Langkah ketujuh dalam penelitian ini meliputi kegiatan pengkorelasian data
TCO dengan data curah hujan TRMM Indonesia periode JJA.
Langkah terakhir dalam penelitian ini adalah melakukan pengklasifikasian
tipe curah hujan berdasarkan nilai curah hujan pada periode DJF dan JJA menjadi
tiga tipe yaitu; Tipe ekuatorial dengan wilayah sampel meliputi Pontianak dan Bukit
Tinggi. Tipe monsunal dengan wilayah sampel meliputi DKI Jakarta dan Surabaya.
Tipe lokal dengan wilayah sampel meliputi Palu serta Maluku Selatan.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Curah Hujan Bulanan Indonesia Desember 2012 hingga November 2014
Kecenderungan data curah hujan bulanan Tropical Rainfall Measurement
Mission (TRMM) 3B42 V7 dengan grid 0.250 x 0.250 selama periode Desember
2012 hingga November 2014 menunjukan adanya perbedaan yang cukup signifikan
antara puncak musim kemarau dengan puncak musim penghujan di wilayah
Indonesia. Data TRMM 3B42 dan TRMM 3B43 telah diuji oleh Suryantoro et al
(2008) untuk wilayah Indonesia dengan nilai korelasi sebesar r = 0,7 hingga r = 0,8.
Hal ini menunjukan bahwa data curah hujan TRMM cocok untuk wilayah
Indonesia.
Gambar 3 dan Gambar 4 tampak bahwa rata-rata curah hujan di wilayah
Indonesia berkisar antara 100 mm sampai dengan 600 mm perbulan pada musim
kemarau. Hal ini terutama terjadi pada puncak musim kering yaitu Bulan Juni, Juli
dan Agustus. Nilai curah hujan selama periode tersebut memiliki nilai tertinggi di
Pulau Papua bagian selatan yaitu sebesar 200 mm hingga 600 mm. Nilai curah hujan
bulanan tersebut relatif lebih tinggi daripada wilayah Indonesia lainnya. Adapun
proses pergantian musim hujan menuju musim kemarau berangsur-angsur dialami
oleh wilayah Indonesia Bagian Barat kemudian bergerak menuju Indonesia Bagian
Timur. Pada penelitian yang dilakukan oleh Amalina di tahun 2013 menggunakan
data curah hujan yang sejenis yaitu TRMM 3B43 V7 telah mengindikasikan bahwa
curah hujan di Indonesia adalah relatif antara 100 mm hingga 400 mm selama
musim kemarau
Kecenderungan curah hujan bulanan pada musim hujan yang memiliki
puncak selama Bulan Desember, Januari serta Febuari memiliki nilai curah hujan
yang berkisar antara 300 mm hingga 800 mm. Angka curah hujan tersebut terus
mengalami peningkatan pada Bulan Desember hingga Januari. Pada Desember
2012 dan Desember 2013 serta Januari tahun 2013 dan Januari 2014 tercatat bahwa
curah hujan di wilayah Barat Indonesia dan Timur Indonesia memiliki nilai yang
berkisar antara 300 mm hingga 800 mm per bulan. Pada Desember 2012 serta
Desember 2013 nilai curah hujan relatif berkisar antara 300 mm hingga 500 mm di
Pulau Sumatera. Sedangkan untuk Utara Jawa serta Utara Kalimantan nilai curah
Indonesia dapat mencapai 800 mm. Adapun proses pergantian musim kemarau
menuju musim hujan di Kepulauan Indonesia secara berangsur-angsur dialami oleh
wilayah Indonesia Bagian Barat kemudian bergerak menuju Indonesia Bagian
Timur.
Digunakan data pembanding pada penelitian ini telah dilakukan cross
check terhadap penelitian sebelumnya yang terkait dengan variabilitas curah hujan
di Indonesia pada musim hujan dan musim kemarau. Penelitian sebelumnya yang
dijadikan data pembanding adalah penelitian yang dilakukan oleh Amalina di tahun
2013 dengan menggunakan TRMM 3B43. Pada penelitian tersebut diketahui bahwa
nilai curah hujan pada puncak musim hujan yaitu Desember, Januari hingga Febuari
berkisar 300 mm sampai dengan 600 mm (Amalina 2013).

8

Gambar 3 Curah hujan bulanan (mm) pada Wilayah Indonesia Desember 2012November 2013

9

Gambar 4 Curah hujan bulanan (mm) pada Wilayah Indonesia Desember 2013November 2014

Total Column Carbon Monoxide (TCO)
Nilai Total Column Carbon Monoxide (TCO) pada penelitian ini hanya
berdasarkan selama periode Desember 2012 hingga November 2014. Hal ini
disebabkan hanya selama periode tersebut yang memiliki data terlengkap dan
terukur sepanjang tahun oleh ECMWF. Nilai TCO adalah besaran yang
menggambarkan seberapa besar kosenterasi karbon monoksida yang terlarut dalam
udara ambien di dalam suatu luasan wilayah tertentu dan pada rentang waktu
pengukuran yang spesifik (Dee 2011). Nilai TCO pada penelitian ini tergambar
pada Gambar 5 hingga Gambar 12.
Adapun nilai standar baku mutu nasional untuk polutan CO menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 adalah sebesar 30.000 micro per meter
kubik udara (µm/m3) dalam satu hari pengukuran. Namun nilai data CO pada
penelitian ini berbentuk dalam satuan kg/m2. Hal ini disebabkan data CO keluaran
ECMWF yang digunakan dalam penelitian ini adalah data permukaan yang diukur
oleh citra satelit pada semua lokasi di permukaan bumi pada ketinggian 1000 mb
(Dee 2011). Dengan pengukuran citra satelit pada ketinggian 1000 mb di semua

10
lokasi permukaan bumi, maka data TCO yang terbentuk adalah data dalam satuan
luas (m2).
Penelitian terkait data karbon monoksida dalam udara ambien telah
dilakukan juga pada wilayah Nigeria (Ayodele 2007). Pada penelitian tersebut
diketahui bahwa kosentrasi TCO untuk wilayah Nigeria memiliki keragaman yang
cukup besar. Untuk wilayah pedesaan tercatat kosentrasi karbon monoksida berada
jauh di bawah baku mutu nasional Nigeria. Sementara untuk wilayah perkotaan
seperti pada wilayah kota Kano Metropolis, tercatat memiliki kosentrasi karbon
monoksida memiliki kosentrasi yang melebihi batas baku mutu nasional Nigeria
(Ayodele 2007). Pada udara ambien di negara nigeria, gas karbon monoksida
memiliki kriteria lebih tinggi sepanjang area urban. Hal tersebut memiliki kesamaan
pola terhadap kosentrasi karbon monoksida di dalam udara ambien Indonesia.

Gambar 5 Nilai TCO pada 00.00 UTC (kg/m2) Wilayah Indonesia Desember 2012
hingga November 2013

11

Gambar 6 Nilai TCO pada 00.00 UTC (kg/m2) Wilayah Indonesia Desember 2013
hingga November 2014
Nilai TCO 00.00 UTC pada puncak kemarau yang terdiri dari Bulan Juni,
Juli dan Agustus di Wilayah Indonesia Timur cenderung lebih rendah dibandingkan
Wilayah Indonesia Tengah dan Indonesia Barat. Pada Gambar 5 dan Gambar 6
tampak bahwa rentang nilai TCO di Wilayah Indonesia Timur sebesar 0,0003 kg/m2
hingga 0,0006 kg/m2. Sedangkan untuk Wilayah Indonesia Tengah sebesar 6 kg/m2
hingga 0,0009 kg/m2 dan untuk Wilayah Indonesia Barat sebesar 0,0009 kg/m2
hingga 0,0015 kg/m2. Nilai TCO tertinggi selama puncak kemarau terjadi di
sepanjang Pantai Sumatera Timur dan Selat Malaka sebesar 0,0009 kg/m2 hingga
0,0015 kg/m2. Nilai tertinggi pada pukul 00.00 UTC terdapat pada Juli 2014 yaitu
sebesar 0,0015 kg/m2 yang terjadi pada Wilayah Utara Jawa, Kalimantan Barat
serta Timur Sumatera.
Nilai TCO 00.00 UTC pada puncak musim hujan yang terdiri dari Bulan
Desember serta Januari di seluruh Wilayah Indonesia baik Wilayah Indonesia
Timur, Indonesia Tengah dan Indonesia Barat cenderung lebih tinggi jika
dibandingkan dengan nilai TCO pada puncak musim kemarau. Hal ini disebabkan
pada awal musim hujan masih terdapat sisa-sisa penumpukan TCO yang
tersuspensi pada udara ambien yang diproduksi saat akhir musim kemarau. Pada
Wilayah Indonesia Timur tercatat nilai TCO pada puncak musim hujan sebesar
0,0003 kg/m2. Sedangkan untuk Wilayah Indonesia Tengah memiliki kisaran nilai
TCO sebesar 0,0006 kg/m2. Sepanjang daerah Jawa, Kalimantan dan barat
Sumatera nilai TCO berkisar 0,0009 kg/m2. Nilai TCO tertinggi berada di Wilayah

12
Timur Sumatera dan Kepulauan Natuna dengan kisaran nilai 0,0015 kg/m2 sampai
dengan lebih. Anomali terjadi pada Febuari 2014 dimana terdapat nilai TCO 0,0009
kg/m2 untuk Sulawesi serta nilai TCO memiliki angka lebih besar dari 0,0015 kg/m2
untuk Provinsi Riau serta Jambi.

Gambar 7 Nilai TCO pada 06.00 UTC (kg/m2) Wilayah Indonesia Desember
2012 hingga November 2013

13

Gambar 8 Nilai TCO pada 06.00 UTC (kg/m2) Wilayah Indonesia Desember 2013
hingga November 2014
Pada Gambar 7 serta Gambar 8 dapat dilihat bahwa nilai TCO pada pukul
06.00 UTC selama Bulan Juni, Juli dan Agustus mempunyai nilai yang bervariasi
antara Wilayah Indonesia Timur, Indonesia Tengah dan juga Wilayah Indonesia
Barat. Untuk Wilayah Indonesia Timur memiliki nilai TCO yang konstan sebesar
0,0003 kg/m2 selama Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 hingga 2014. Sedangkan
pada Wilayah Indonesia Tengah nilai TCO memiliki nilai 0,0006 kg/m2 kg/m2.
Sepanjang Wilayah Indonesia Bagian Barat yang terdiri dari Pulau Kalimantan,
Jawa serta Sumatera terlihat bahwa kadar TCO dalam udara ambien memiliki nilai
sebesar 0,0006 kg/m2 hingga lebih dari 0,0015 kg/m2. Kadar TCO tertinggi untuk
atmosfer Indonesia Barat terdapat di Provinsi Riau dan Jambi selama Bulan Febuari
2013 yaitu lebih dari 0,0015 kg/m2.
Pada puncak musim hujan tercatat bahwa nilai TCO pada pukul 06.00 UTC
mempunyai nilai yang relatif lebih tinggi daripada nilai TCO 06.00 UTC pada
puncak musim kemarau. Hal ini disebabkan pada awal musim hujan masih terdapat
sisa-sisa penumpukan TCO di udara ambien yang diproduksi saat akhir musim
kemarau. Sepanjang Indonesia Timur yang terdiri dari Pulau Papua, Halmahera,
Ambon serta Laut Arafuru tercatat memiliki nilai TCO sebesar 0,0003 kg/m2
selama Bulan Desember 2012.
Wilayah Sulawesi dan Nusa Tenggara memiliki nilai TCO yang relatif stabil
dan konstan sebesar 0,0006 kg/m2 pada Bulan Desember 2012 hingga Febuari 2013.
Pada periode puncak musim hujan 06.00 UTC untuk Wilayah Indonesia Barat yang
terdiri Pulau Kalimantan, Jawa dan Sumatera memiliki nilai TCO tertinggi jika
dibandingkan dengan pulau -pulau lainnya. Pada puncak musim hujan nilai TCO di
atmosfer Indonesia Barat memiliki nilai sebesar 0,0006 kg/m2 kg/m2. Namun
terdapat juga nilai anomali TCO di atmosfer Indonesia Barat yang terjadi selama
Febuari 2014 yaitu sebesar lebih dari 0,0015 kg/m2.

14

Gambar 9 Nilai TCO pada 12.00 UTC (kg/m2) Wilayah Indonesia Desember 2012
hingga November 2013

15

Gambar 10

Nilai TCO pada 12.00 UTC (Kg/m2) Wilayah Indonesia Desember
2013 hingga November 2014

Nilai TCO pukul 12.00 UTC pada Gambar 9 serta Gambar 10
mendeskripsikan bahwa nilai TCO di atmosfer Indonesia cenderung mengalami
adanya dua nilai kadar TCO yang berbeda pada puncak musim kemarau memiliki
nilai TCO yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai TCO pada puncak
musim hujan. Namun selama Febuari 2014 terjadi puncak nilai TCO untuk seluruh
wilayah Kepulauan Indonesia. Nilai TCO pada Febuari 2014 berkisar antara 0,0006
kg/m2 hingga lebih dari 0,0015 kg/m2 . Pada bulan-bulan saat puncak musim
kemarau yang terdiri dari Bulan Juni, Juli dan Agustus dapat terlihat bahwa kadar
TCO cenderung mempunyai nilai konstan. Untuk atmosfer Indonesia Bagian Timur
memiliki nilai TCO berkisar 0,0006 kg/m2 untuk Pulau Papua serta untuk Pulau
Sulawesi dan Nusa Tenggara. Sedangkan sepanjang Jawa, Kalimantan dan
Sumatera nilai TCO tercatat sebesar 0,0009 kg/m2.
Nilai TCO saat puncak musim hujan pada waktu 12.00 UTC juga memiliki
dua nilai yang cukup berbeda yakni pada sepanjang tahun 2013 dengan nilai TCO
sepanjang tahun 2014. Hal ini dikarenakan pada tahun 2014 nilai TCO mengalami
fluktuasi yang cukup besar. Pada tahun 2013 nilai TCO pada atmosfer Indonesia
relatif konstan. Pulau Papua, Maluku dan Laut Arafura memiliki nilai sebesar
0,0003 kg/m2 dan sepanjang Sulawesi serta Nusa Tenggara sebesar 0,0006 kg/m2.
Untuk Pulau Kalimantan, Jawa dan Sumatera memiliki nilai TCO sebesar 0,0009
kg/m2. Namun hal tersebut berubah dan mengalami kenaikan yang besar pada
Febuari 2014. Nilai tertinggi berada di pantai timur Pulau Sumatera yaitu 0,0015
kg/m2.

16

Gambar 11 Nilai TCO pada 18.00 UTC (kg/m2) Wilayah Indonesia Desember
2012 hingga November 2013

17

Gambar 12

Nilai TCO pada 18.00 UTC (kg/m2) Wilayah Indonesia Desember
2013 hingga November 2014

Pada pukul 18.00 UTC nilai TCO cenderung mengalami hal yang tidak jauh
berbeda dengan waktu pengukuran lainnya. Nilai TCO pada puncak musim
kemarau lebih rendah dibandingkan dengan nilai TCO saat puncak musim hujan.
Pada saat puncak musim kemarau nilai TCO bernilai 0,0003 kg/m2 untuk Papua
dan Maluku. Sedangkan nilai TCO bernilai 0,0006 kg/m2 untuk Wilayah Indonesia
Tengah dan Indonesia Barat. Nilai TCO tertinggi pada puncak musim kemarau
pukul 18.00 UTC 2013 terdapat di sepanjang timur Pulau Sumatera yaitu sebesar
0,0009 kg/m2. Pada waktu pengukuran yang sama di tahun 2014 tercatat bahwa
nilai TCO tertinggi Bulan Febuari 2014 dan berada di Riau serta Jambi sebesar lebih
dari 0,0015 kg/m2.
Untuk puncak musim hujan pada pukul 18.00 UTC dari gambar terlihat
bahwa nilai TCO sepanjang Papua dan Maluku dan sekitar Arafura memiliki nilai
TCO sebesar 0,0003 kg/m2 sampai dengan 0,0006 kg/m2 sepanjang Desember 2012
hingga November 2014. Sedangkan untuk Sulawesi dan Nusa Tenggara memiliki
nilai TCO sebesar 0,0006 kg/m2 hingga 0,00075 kg/m2 pada Desember 2012 hingga
November 2014. Pada atmosfer Pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatera terdapat
rata-rata terendah untuk puncak musim penghujan yaitu 0,0006 kg/m2 pada Bulan
Desember 2012 sebesar 0,0006 kg/m2. Namun hal tersebut mengalami kenaikan
dan anomali pada Febuari 2014 menjadi 0,0009 kg/m2 untuk hampir seluruh
wilayah Kepulauan Indonesia. Nilai TCO tertinggi di Indonesia pada pukul 18.00
UTC berada di Provinsi Riau dan Jambi yang memiliki nilai TCO paling tinggi
yaitu sebesar lebih dari 0,0015 kg/m2 pada Febuari 2014.
Menurut hasil prosiding semiloka Palembang (2003) nilai kosentrasi TCO
yang tinggi selama sepanjang tahun untuk daerah Jambi dan Riau adalah akibat dari
adanya kebakaran sepanjang tahun pada wilayah rawa-rawa dengan dasar
konturnya adalah tanah gambut. Lahan tersebut merupakan lahan yang baik untuk
cadangan batu bara Indonesia di masa depan. Akan tetapi akibat adanya faktor

18
antropogenik sehingga menyebabkan lahan yang tidak seharusnya terbakar justru
ikut terbakar (Semiloka 2003). Proses inilah yang menyebabkan nilai TCO di
Provinsi Riau dan Jambi menjadi tinggi sepanjang tahun baik pada musim kemarau
dan musim hujan.

Korelasi Curah Hujan dengan Konsentrasi TCO di Indonesia

precipitation (mm)

TCO 00.00

20

2000000

15

1500000

10

1000000

5

500000

0

0

Gambar 13

Kosentrasi TCO 00.00
UTC
(micro gram)

Rata-Rata Curah Hujan
Harian Indonesia (mm)

Korelasi nilai curah hujan dengan kosentrasi TCO pada Wilayah Indonesia
dilukiskan Gambar 13 sampai dengan Gambar 20. Grafik merah pada Gambar 13
hingga Gambar 20 melukiskan fluktuasi nilai TCO pada periode 1 Januari 2013
hingga 30 November 2014. Sedangkan nilai curah hujan pada periode 1 Januari
2013 hingga 30 November 2014 serta curah hujan periode 31 Desember 2012
hingga 30 November 2014 dilukiskan oleh grafik bewarna biru.
Gambar 13 terlihat nilai TCO 00.00 UTC periode 1 Januari 2013 sampai
dengan 30 November 2014 memiliki korelasi yang negatif terhadap nilai curah
hujan harian periode 31 Desember 2012 hingga 30 November 2014 di Indonesia.
Gambar 13 menunjukan bahwa nilai TCO kenaikan tertinggi berada pada
September 2014 hingga Oktober 2014. Hal ini disertai juga dengan adanya
penurunan nilai curah hujan hingga hampir mencapai 0 mm pada September 2014
hingga Oktober 2014. Sedangkan nilai TCO terendah terjadi pada Januari 2013
hingga Maret 2013 dan juga terjadi pada November 2014. Namun penurunan nilai
TCO ini disertai dengan adanya kenaikan nilai curah hujan pada waktu yang
bersamaan dengan proses penurunan kadar TCO 00.00 UTC di Indonesia.

Korelasi TCO 00.00 UTC periode 1 Januari 2013 hingga 30
November 2014 dengan curah hujan harian TRMM 3B42 periode 31
Desember 2012 hingga 31 Desember 2014 (Wilayah Indonesia)

Pada Gambar 14 terlihat nilai korelasi TCO 00.00 UTC periode 1 Januari
2013 sampai dengan 30 November 2014 dengan curah hujan Indonesia periode
rentang waktu 1 Januari 2013 hingga 30 November 2014 memiliki korelasi yang
negatif terhadap nilai curah hujan di Indonesia. Gambar 14 menunjukan bahwa nilai
TCO kenaikan tertinggi berada pada September 2014 hingga Oktober 2014. Hal ini
disertai juga dengan adanya penurunan nilai curah hujan hingga hampir mencapai
0 mm pada September 2014 hingga Oktober 2014. Sedangkan nilai TCO terendah
terjadi pada Januari 2013 hingga Maret 2013 dan juga terjadi pada November 2014.
Namun penurunan nilai TCO ini disertai dengan adanya kenaikan nilai curah hujan

19

precipitation (mm)

TCO 00.00

20

2000000

15

1500000

10

1000000

5

500000

0

0

Kosentrasi TCO 00.00
UTC
(micro gram)

Rata-rata Curah Hujan
Harian Indonesia (mm)

pada waktu yang bersamaan dengan proses penurunan kadar TCO 00.00 UTC di
Indonesia.

Gambar 14 Korelasi TCO 00.00 UTC periode 1 Januari 2013 hingga 30 November
2014 dengan curah hujan harian TRMM 3B42 periode 1 Januari 2013
hingga 30 November 2014 (Wilayah Indonesia)

precipitation (mm)

TCO 06.00

20

2000000

15

1500000

10

1000000

5

500000

0

0

Kosentrasi TCO 06.00
UTC
(micro gram)

Rata-Rata Curah Hujan
Harian Indonesia (mm)

Pada Gambar 15 terlihat nilai TCO 06.00 UTC untuk periode 1 Januari 2013
sampai dengan 30 November 2014 memiliki korelasi yang negatif terhadap nilai
curah hujan harian periode 31 Desember 2012 hingga 30 November 2014 di
Indonesia. Gambar 15 menunjukan fluktuasi nilai TCO tidak jauh berbeda dengan
waktu lainnya. Proses kenaikan tertinggi berada pada September 2014 hingga
Oktober 2014. Hal ini disertai juga dengan adanya penurunan nilai curah hujan
hingga hampir mencapai batas nilai 0 mm pada Oktober 2014. Sedangkan nilai
TCO terendah terjadi pada Januari 2013 hingga Maret 2013 dan juga terjadi pada
November 2014. Namun penurunan nilai TCO ini disertai dengan adanya kenaikan
nilai curah hujan pada waktu yang bersamaan dengan proses penurunan kadar TCO
06.00 UTC di Indonesia. Hal ini menunjukan adanya kesamaan pola korelasi TCO
pukul 00.00 UTC dan 06.00 UTC dengan nilai curah hujan harian Indonesia periode
1 Desember 2012 hingga 30 November 2014.

Gambar 15 Korelasi TCO 06.00 UTC periode 1 Januari 2013 hingga 30
November 2014 dengan curah hujan harian TRMM 3B42 periode 31
Desember 2012 hingga 30 November 2014 (Wilayah Indonesia)

20

precipitation (mm)

TCO 06.00

20

2000000

15

1500000

10

1000000

5

500000

0

0

Kosentrasi TCO 06.00
UTC
(micro gram)

Rata-Rata Curah Hujan
Harian Indonesia (mm)

Pada Gambar 16 terlihat nilai TCO 06.00 UTC untuk periode 1 Januari 2013
sampai dengan 30 November 2014 memiliki korelasi yang negatif terhadap nilai
curah hujan Indonesia periode rentang waktu 1 Januari 2013 hingga 30 November
2014. Gambar 16 menunjukan bahwa hubungan nilai TCO dengan curah hujan
Januari 2013 hingga November 2014 tidak jauh berbeda dengan waktu lainnya.
Proses kenaikan tertinggi berada pada September 2014 hingga Oktober 2014. Hal
ini disertai juga dengan adanya penurunan nilai curah hujan hingga hampir
mencapai batas nilai 0 mm pada Oktober 2014. Sedangkan nilai TCO terendah
terjadi pada Januari 2013 hingga Maret 2013 dan juga terjadi pada November 2014.

Gambar 16 Korelasi TCO 06.00 UTC periode 1 Januari 2013 hingga 30 November
2014 dengan curah hujan harian TRMM 3B42 periode 1 Januari 2013
hingga 30 November 2014 (Wilayah Indonesia)
Gambar 17 terlihat nilai TCO 12.00 UTC untuk periode 1 Januari 2013
sampai dengan 30 November 2014 memiliki hubungan yang negatif terhadap nilai
curah hujan Indonesia periode rentang waktu 31 Desember 2012 hingga 30
November 2014. Gambar 17 juga menunjukan bahwa korelasi nilai TCO dengan
curah hujan periode Desember 2012 hingga November 2014 tidak jauh berbeda
dengan waktu lainnya. Proses kenaikan tertinggi berada pada September 2014
hingga Oktober 2014. Hal ini disertai juga dengan adanya penurunan nilai curah
hujan hingga hampir mencapai batas nilai 0 mm pada Oktober 2014. Sedangkan
nilai TCO terendah terjadi pada Januari 2013 hingga Maret 2013. Hal ini
menunjukan bahwa adanya perbedaan walaupun tidak signifikan antara TCO 00.00
UTC dengan 06.00 UTC.

21

TCO 12.00

20

2000000

15

1500000

10

1000000

5

500000

0

0

Kosentrasi TCO 12.00
UTC
(micro gram)

Rata-Rata Curah Hujan
Harian Indonesia (mm)

precipitation (mm)

Gambar 17 Korelasi TCO 12.00 UTC periode 1 Januari 2013 hingga 30 November
2014 dengan curah hujan harian TRMM 3B42 periode 31 Desember
2012 hingga 30 November 2014 (Wilayah Indonesia)
Pada Gambar 18 terlihat nilai TCO 12.00 UTC periode 1 Januari 2013
sampai dengan 30 November 2014 dengan curah hujan Indonesia periode rentang
waktu 1 Januari 2013 hingga 30 November 2014 memiliki korelasi yang negatif.
Gambar 18 menunjukan bahwa nilai TCO kenaikan tertinggi berada pada
September 2014 hingga Oktober 2014. Hal ini disertai juga dengan adanya
penurunan nilai curah hujan hingga hampir mencapai 0 mm pada September 2014
hingga Oktober 2014. Sedangkan nilai TCO terendah terjadi pada Januari 2013
hingga Maret 2013 dan juga terjadi pada November 2014. Namun penurunan nilai
TCO ini disertai dengan adanya kenaikan nilai curah hujan pada waktu yang
bersamaan dengan proses penurunan kadar TCO 12.00 UTC di Indonesia. Hal ini
menunjukan bahwa tidak adanya perbedaan walaupun tidak signifikan antara TCO
00.00 UTC dengan 06.00 UTC dan TCO 12.00 UTC.

22
TCO 12.00

20

2000000

15

1500000

10

1000000

5

500000

0

0

Gambar 18

Kosentrasi TCO 12.00
UTC
(micro gram)

Rata-Rata Curah Hujan
Harian Indonesia (mm)

precipitation (mm)

Korelasi TCO 12.00 UTC periode 1 Januari 2013 hingga 30
November 2014 dengan curah hujan harian TRMM 3B42 periode 1
Januari 2013 hingga 30 November 2014 (Wilayah Indonesia)

precipitation (mm)

TCO 18.00

20

2000000

15

1500000

10

1000000

5

500000

0

0

Gambar 19

Kosentrasi TCO 18.00
UTC
(micro gram)

Rata-Rata Curah Hujan
Harian Indonesia (mm)

Gambar 19 dapat terlihat nilai hubungan TCO 18.00 UTC periode 1 Januari
2013 sampai dengan 30 November 2014 dengan curah hujan Indonesia periode
rentang waktu 31 Desember 2012 hingga 30 November 2014 memiliki korelasi
yang negatif. Gambar 19 menunjukan bahwa nilai TCO kenaikan tertinggi berada
pada September 2014 hingga Oktober 2014. Hal ini disertai juga dengan adanya
penurunan nilai curah hujan hingga hampir mencapai 0 mm pada September 2014
hingga Oktober 2014. Sedangkan nilai TCO terendah terjadi pada Januari 2013
hingga Maret 2013 dan juga terjadi pada November 2014.

Korelasi TCO 18.00 UTC periode 1 Januari 2013 hingga 30
November 2014 dengan curah hujan harian TRMM 3B42 periode 31
Desember 2012 hingga 30 November 2014 (Wilayah Indonesia)

Gambar 20 dapat terlihat nilai korelasi TCO 18.00 UTC periode 1 Januari
2013 sampai dengan 30 November 2014 dengan curah hujan Indonesia periode
rentang waktu 1 Januari 2013 hingga 30 November memiliki korelasi yang negatif.
Gambar 20 menunjukan bahwa nilai TCO mengalami kenaikan tertinggi berada
pada September 2014 hingga Oktober 2014. Hal ini disertai juga dengan adanya
penurunan nilai curah hujan hingga hampir mencapai 0 mm pada September 2014
hingga Oktober 2014. Sedangkan nilai TCO terendah terjadi pada Januari 2013
hingga Maret 2013 dan juga terjadi pada November 2014. Hal ini menunjukan

23
bahwa nilai TCO 00.00 UTC, 06.00 UTC, 12.00 UTC dan 18.00 UTC memiliki
perbedaan walaupun tidak menunjukan kontras yang terlalu nyata.

TCO 18.00

20

2000000

15

1500000

10

1000000

5

500000

0

0

Gambar 20

Kosentrasi TCO 18.00
UTC
(micro gram)

Rata-Rata Curah Hujan
Harian Indonesia (mm)

precipitation (mm)

Korelasi TCO 18.00 UTC periode 1 Januari 2013 hingga 30
November 2014 dengan curah hujan harian TRMM 3B42 periode 1
Januari 2013 hingga 30 November 2014 (Wilayah Indonesia)

Korelasi Kosentrasi TCO dan Curah Hujan Musiman pada Tiga Tipe Curah
Hujan Indonesia
Tipe Monsunal ( DKI Jakarta dan Kota Surabaya ) Periode DJF
Korelasi kosentrasi TCO pada masing- masing waktu pengukuran terhadap
nilai curah hujan wilayah monsunal yang terdiri dari DKI Jakarta dan Kota
Surabaya dengan rentang periode pengukuran untuk data TCO serta data curah
hujan TRMM 3B42- V7 selama periode Desember, Januari dan Febuari (DJF) yang
merupakan puncak musim hujan (Gambar 21 a dan b).

(a)

(b)

Gambar 21 Korelasi TCO DKI Jakarta dan Kota Surabaya harian dengan curah
hujan TRMM 3B42 DKI Jakarta dan Kota Surabaya harian, periode
bulan DJF 2012-2014
(a) DKI Jakarta, (b) Kota Surabaya

24

Nilai regresi antara nilai rataan TCO wilayah DKI Jakarta dengan nilai
curah hujan TRMM 3B42 Jakarta periode DJF. Regresi ini memiliki persamaan
kuadratik y = 16.336x2 - 2854.8x + 904377 dengan nilai koefisien korelasi data
sebesar r = –0.1264. Nilai koefisien korelasi (r) menunjukan data rataan TCO
Jakarta dengan data curah hujan TRMM wilayah Jakarta periode DJF mempunyai
korelasi negatif atau berbanding terbalik, serta memiliki keeratan data sebesar 12%
(Gambar 21 a).
Hasil regresi antara data rataan TCO wilayah Kota Surabaya dengan nilai
curah hujan TRMM 3B42 Surabaya periode DJF yang memiliki persamaan
kuadratik sebesar y = 8.7208x2 - 1934.9x + 864058 dengan nilai koefisien korelasi
data sebesar r = -0.1794. Hal tersebut menunjukan data rataan TCO Surabaya
dengan data curah hujan TRMM wilayah Kota Surabaya periode DJF mempunyai
korelasi negatif atau berbanding terbalik, serta memiliki keeratan data sebesar 17%
(Gambar 21 b).
Tipe Monsunal ( DKI Jakarta dan Kota Surabaya ) Periode JJA
Korelasi kosentrasi TCO pada masing- masing waktu pengukuran terhadap
nilai curah hujan wilayah monsunal yang terdiri dari DKI Jakarta dan Kota
Surabaya dengan rentang periode pengukuran untuk data TCO serta data curah
hujan TRMM 3B42- V7 selama periode Juni, Juli dan Agustus (JJA) yang
merupakan puncak musim kemarau (Gambar 22 a dan b).

(a)

(b)

Gambar 22 Korelasi TCO DKI Jakarta dan Kota Sur