Hubungan Keterkendalian Gula Darah Dengan Gangguan Hemostasis Pada Pasien DM Tipe 2

(1)

HUBUNGAN KETERKENDALIAN GULA DARAH DENGAN

GANGGUAN HEMOSTASIS PADA PASIEN DM TIPE 2

TESIS

IRA RAMADHANI 0771010011

PROGRAM MAGISTER KLINIK – SPESIALIS ILMU PENYAKIT DALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

HUBUNGAN KETERKENDALIAN GULA DARAH DENGAN

GANGGUAN HEMOSTASIS PADA PASIEN DM TIPE 2

T E S I S

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik ( Penyakit Dalam ) dalam program Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara

IRA RAMADHANI 0771010011

PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

Judul Tesis : Hubungan Keterkendalian Gula Darah Dengan Gangguan Hemostasis Pada Pasien DM Tipe 2

Nama Mahasiswa : Ira Ramadhani Nomor Induk Mahasiswa : 0771010011

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Penyakit Dalam

Menyetujui Komisi Pembimbing

I. Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD

II. Dr. Dairion Gatot, SpPD-KHOM

Ketua Program Studi Ketua TKP-PPDS


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 21 Juni 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Sutomo Kasiman SpPD-KKV Anggota : Dr. Abdurrahim Rasyid lubis, SpPD-KGH

Dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD


(5)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul : ” HUBUNGAN KETERKENDALIAN GULA DARAH DENGAN GANGGUAN HEMOSTASIS PADA PASIEN DM TIPE 2 “, yang merupakan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan dokter ahli di bidang Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Dengan selesainya karya tulis ini, maka penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Salli R Nasution, SpPD-KGH, selaku Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kemudahan dan perhatian yang besar terhadap pendidikan penulis.

2. Dr. Zulhelmi Bustami, KGH dan Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD sebagai ketua dan sekretaris program studi Ilmu Penyakit Dalam yang dengan sungguh-sungguh telah banyak membantu, memberikan nasehat dan bimbingan kepada penulis hingga selesainya penulisan tesis ini.

3. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Dharma Lindarto, SpPD KEMD


(6)

selaku kepala Divisi Endokrinologi Metabolik Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan sebagai pembimbing tesis serta kepada

Dr. Dairion Gatot SpPD KHOM sebagai pembimbing tesis yang penulis rasakan benar-benar dengan tulus membantu penulis menyelesaikan penelitian dan karya tulis ini, hanya doa yang dapat penulis berikan kiranya berkat berlimpah dari Yang Maha Kuasa selalu beserta mereka dan keluarga.

4. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/RSUD Dr Pirngadi/ RSUP H. Adam Malik Medan : Prof.Dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Prof.Dr. T. Renardi Haroen, MPH, SpPD-KKV, (alm), Prof. Dr. Bachtiar Fanani Lubis, SpPD-KHOM, Prof. Dr. Habibah Hanum, KPsi, Prof. Dr. OK Moehad Sjah, SpPD-KR, Prof. Dr. Azhar Tanjung, SpPD-KP-KAI-SpMK, Prof. Dr. Pengarapen Tarigan, SpPD-KGEH, Prof. Dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH, Prof. Dr. M. Yusuf Nasution, SpPD-KGH, Prof. Dr. Sutomo Kasiman SpPD-KKV, Prof. Dr. Azmi S Kar, SpPD-KHOM, Prof. Dr. Gontar A Siregar, SpPD-KGEH, Prof. Dr. Harris Hasan, SpPD, SpJP(K), Dr. Nur Aisyah, SpPD-KEMD, Dr. A. Adin St. Bagindo, SpPD-KKV, Dr. Lufti Latief, SpPD-KKV, Dr. Betthin Marpaung, SpPD-KGEH, Dr. Syafii Piliang, SpPD-KEMD, Dr. T. Bachtiar Panjaitan, SpPD, Dr. Abiran Nababan, SpPD-KGEH, Dr. Sri M Sutadi, SpPD-KGEH, Dr. Mabell Sihombing, SpPD-KGEH, Dr. Salli R Nasution KGH, DR. Dr. Juwita Sembiring, SpPD-KGEH, Dr. Leonardo B Dairi, SpPD-SpPD-KGEH, Dr. Alwinsyah Abidin,


(7)

SpPD, Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Dr. Mardianto, SpPD ,Dr. Umar Zein SpPD-KPTI-DTM&H-MHA, Dr. Yosia Ginting, KPTI, Dr. Refli Hasan SpPD, SpJP(K), Dr. E. N. Keliat KP, DR. Dr. Blondina Marpaung KR, Dr.Dasril Efendi SpPD-KGEH, yang merupakan guru-guru penulis yang telah banyak memberikan arahan dan petunjuk kepada penulis selama mengikuti pendidikan.

5. Dr. Armon Rahimi, SpPD-KPTI, Dr. Heriyanto Yoesoef, SpPD (alm), Dr. Daud Ginting, SpPD, Dr. Tambar Kembaren, SpPD, Dr. Saut Marpaung, SpPD, Dr. Zuhrial, SpPD, Dr. Dasril Efendi, SpPD-KGEH, Dr. Ilhamd, SpPD, Dr. Calvin Damanik, SpPD, Dr. Zainal Safri, SpPD, SpJP, Dr. Rahmat Isnanta, SpPD, Dr. Santi Safril, SpPD, Dr. Soegiarto Gani, SpPD, Dr. Franciscus Ginting, SpPD, Dr. Savita Handayani, SpPD, Dr. Hariyani Adin, SpPD, Dr. Endang, SpPD, Dr. Syafrizal Nst, SpPD, Dr. Deske Muhadi, SpPD, sebagai dokter kepala ruangan/ senior yang telah amat banyak membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.

6. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin dan menerima saya, sehingga dapat mengikuti pendidikan keahlian ini.

7. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, RSUD Dr. Pirngadi Medan dan Direktur RS Tembakau Deli Medan yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan izin dalam menggunakan fasilitas


(8)

dan sarana Rumah Sakit untuk menunjang pendidikan keahlian ini.

8. Kepada Drs. Abdul Jalil Amri Arma, MKes yang telah memberikan bantuan yang tulus kepada penulis khususnya dalam metodologi penelitian ini.

9. Para sejawat PPDS-Interna, Paramedis dan seluruh karyawan/ti bagian Penyakit Dalam RSUD. Dr. Pirngadi dan RSUP. H. Adam Malik Medan : Lely Husna, Syafruddin Abdullah, Yanti, Theresia, Fitri ,Ita, Wanti, Sari, Tika dan Deni yang telah banyak membantu dan bekerjasama dengan baik selama ini.

10. Para penderita rawat jalan di SMF/Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP. H. Adam Malik Medan, karena tanpa mereka mustahil penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

11. Khusus buat para senior yang sangat membantu penelitian ini dan teman-teman penulis Dr. M. Gusti S, Dr. Sari A, Dr. Immanuel, Dr. Abida, Dr. Rini M, Dr. Aron P, Dr. Donal P, Dr. Chaca, Dr. Fuad yang memberi bantuan, dorongan dan pengorbanan selama menjalani pendidikan sehingga terjalin rasa persaudaraan yang erat.

12. Kepada kedua orang tua saya Erwin Tanjung dan Maryulis yang saya kasihi, tiada kata-kata yang paling tepat untuk mengungkapkan perasaan hati, rasa terimakasih atas segala jasa-jasa yang tiada mungkin terucapkan dan terbalaskan.


(9)

13. Kepada saudara sekandungku sekalian yang telah banyak membantu, memberi semangat dan dorongan selama pendidikan, terimakasihku yang tak terhingga untuk segalanya.

Khusus untuk suamiku tercinta dr Martin terimakasih saya ucapkan atas kesabaran, keikhlasan, dukungan dan pengorbanan selama ini, semoga dapat memberi kebahagiaan dan kesejahteraan bagi kita.

Sebenarnya masih banyak lagi kata ucapan terima kasih yang ingin penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang tidaklah mungkin disebutkan satu persatu, dan pada kesempatan ini izinkanlah penulis menyampaikan rasa terimakasih yang setulusnya secara menyeluruh kepada semua pihak.

Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak atas semua kesalahan dan kekurangan penulis selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan , bimbingan dan petunjuk yang telah diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan dari Allah SWT . Amin ya Rabbal Alamin.

Wassalamulaikum Wr.Wb.

Medan, Juni 2010 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Persetujuan Pembimbing iii

Kata Pengantar v

Daftar Isi x

Daftar Tabel xii

Daftar Gambar xiii

Daftar Singkatan dan Lambang xiv

Abstrak xv

BAB 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Hipotesis 4

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 5

BAB 2. Tinjauan Pustaka

2.1. Keterkendalian Gula darah Pada Diabetes 6

2.2. Hemostasis 9

2.3. Patofisiologi Trombosis 14

2.4. Gangguan Hemostasis pada Penderita DM 16 2.5. Pemeriksaan Penyaring Hemostasis 21


(11)

BAB 3. Metodologi

3.1. Desain Penelitian 24

3.2. Tempat dan Waktu 24

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 24

3.4. Perkiraan Besar Sampel 24

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 25 3.6. Persetujuan/ Informed Consent 25

3.7. Etika Penelitian 25

3.8. Cara Kerja 26

3.9. Defenisi Operasional 26

3.10. Kerangka Operasional 29

3.11. Analisa Data 30

BAB 4. Hasil 31

BAB 5. Pembahasan 40

BAB 6. Kesimpulan Dan Saran 45

6.1. Kesimpulan 45

6.2. Saran 46

Daftar Pustaka 47

Lampiran

1. Master Tabel 55

2. Lembaran Penjelasan Kepada Calon Subjek 56 3. Surat Persetujuan Ikut Penelitian 57

4. Data Peserta Penelitian 58

5. Persetujuan Komisi Etik


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Kriteria Pengendalian DM 8

Tabel 4.1.1 Karakteristik sampel penelitian 32 Tabel 4.1.2 Hubungan kadar gula darah puasa 33

(KGD N) dengan status koagulasi

Tabel 4.1.3 Hubungan kadar gula darah 2 jam Post 36 Prandial (KGD 2 J PP) dengan status koagulasi


(13)

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 2.4.1 Skema sistem koagulasi dan fibrinolisis 21

Gambar 2.6.1 Kerangka Konseptual 23

Gambar 3.10 Kerangka Operasional 29

Gambar 4.1.1 Diagram hubungan antara KGD N 34 dengan rPT

Gambar 4.1.2 Diagram hubungan antara KGD N 34 dengan INR

Gambar 4.1.3 Diagram hubungan antara KGD N 35 dengan raPTT

Gambar 4.1.4 Diagram hubungan antara KGD N 35 dengan D Dimer

Gambar 4.1.5 Diagram hubungan antara KGD N 37 dengan raPTT

Gambar 4.1.6 Diagram hubungan antara HbA1C 38 dengan raPTT

Gambar 4.1.7 Diagram hubungan antara HbA1C 39 dengan Fibrinogen


(14)

DAFTAR SINGKATAN

KGD N : Kadar Gula Darah Nughter

KGD 2 j PP : Kadar Gula Darah 2 jam Post Prandial

UKPDS : United Kingdom Prospectve Diabetes Study

ADA : American Diabetes Association

DCCT : Diabetes Control and Complication Trial

PAI-1 : Plasminogen Activator Inhibitor -1

KPTT : kaolin partial thromboplastin time

PT : Prothrombine Time

ADP : Adenosine di phosphate

ATP : Adenosine tri phosphate

vWF : von Willebrand factor

HMWK : High Molecular Weight Kininogen

PK : Pre kallikrein

PF.3 : Platelet Factor 3

t-PA : tissue plasminogen aktivator (t-PA),

u-PA : urokinase plasminogen aktivator (u-PA)

FDP : Fibrinogen Degradation Product

Sicam-1 : soluble Intercellular Adhesion Molecule

TATcs : Thrombin Anti Thrombin complex

aPTT : activated Partial Thromboplastin Time

TT : Thrombin Time


(15)

Abstrak

Hubungan Keterkendalian Gula Darah Dengan Gangguan Hemostasis Pada Pasien DM Tipe 2

Ira Ramadhani, Dharma Lindarto*, Dairion Gatot**

*Divisi Endokrinologi Metabolik, Divisi Hematologi-Onkologi Medik Departemen Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran USU Medan Latar belakang

Keadaan hiperkoagulasi yang disebabkan oleh hiperglikemia, hiperinsulinemia dan resistensi insulin yang terjadi pada penderita Diabetes Melitus (DM) dapat memicu terjadinya perubahan pada komponen yang berperan dalam faal hemostasis sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan aktifitas koagulasi dengan penurunan aktifitas fibrinolisis. Adanya keadaan hiperkoagulasi ini akan menyebabkan penderita DM memiliki kecenderungan yang meningkat untuk mengalami trombosis.

Tujuan

Untuk mengetahui hubungan keterkendalian gula darah dengen status hemostasis pada pasien DM tipe 2.

Metode

Penelitian ini dilakukan secara potong lintang di RS H. Adam Malik Medan Oktober 2009 – Maret 2010. Subjek penelitian terdiri dari 30 orang. Pada seluruh subjek penelitian dilakukan pemeriksaan darah untuk KGD Puasa, KGD 2 jam PP dan HbA1C. Dan dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan penyaring hemostasis meliputi PT, aPTT, TT, INR, D-dimer dan Fibrinogen. Digunakan uji Pearson jika data berdistribusi normal untuk mengetahui korelasi antara KGD N, KGD 2 jam PP, dan HbA1C dengan nilai koagulasi. Dan digunakan uji Speaman’s untuk data yang terdistribusi tidak normal. Hasil analisis dianggap bermakna apabila p<0,05.

Hasil

Didapatkan hubungan negatif yang signifikan antara KGD N dengan rasio PT, INR, aPTT dengan nilai masing-masing 0,037, 0,032, 0,002 dimana nilai p<0,05. Dan didapatkan hubungan positif yang signifikan antara KGD N dengan D Dimer dengan nilai 0,042 (p<0,05). Didapatkan hubungan negatif yang signifikan antara KGD 2 jam PP dengan rasio aPTT dengan nilai 0,014 dimana p<0,05. Terlihat adanya hubungan negatif yang signifikan antara HbA1C dengan rasio aPTT (0.000) dimana nilai p<0,05. Dan didapatkan hubungan positif yang signifikan antara HbA1c dengan fibrinogen (0,010) dimana nilai p<0,05.

Kesimpulan

Dijumpai hubungan positif dan negatif yang signifikan di antara beberapa faktor koagulasi dengan KGD N, KGD 2 jam PP dan HbA1C.


(16)

Abstract

The Correlation Between Blood Glucose Control And Hemostasis Disorder In Type 2 Diabetic Patients

Ira Ramadhani, Dharma Lindarto*, Dairion Gatot**

* Endocrinology and Metabolic Division, Hematology-Onkology Medic Division Internal Medicine Department

Medical Faculty of North Sumatera, Medan Background

The hypercoagulation condition caused by the hyperglycaemia, hyperinsulinemia and insulin resistance occurring in the patients with diabetes mellitus (DM) can stimulate the change in the components that play role in hemostatis that lead to increase in coagulation activity with the reduced fibrinolisis activity. Such hypercoagulation will results in the diabetic patients to have increased the trombosis risk.

Objective

To assess the correlation between blood glucose control and hemostatis status in type 2 diabetic patients

Method

A cross-sectional study in determining the correlation between blood glucose control and hemostasis disorder In type 2 diabetic Patients was performed since October 2009 to March 2010 at H. Adam Malik General Hospital Medan The subjects of the study consisted of 30 samples. For all the subjects, blood examination was done for fasting blood glucose level, 2 h PP blood glucose and HbA1c. The sampling of blood was taken for hemostatis examination included PT, aPTT, TT, INR, D Dimer and fibrinogen. Pearson-test is used if the data are distributed normaly to know the correlation between fasting blood glucose level, 2 h PP blood glucose and HbA1c with the coagulation level. And also, Spearman’s-test analysis was applied to the data undistributed normally. The analysis result was considered to be significant if p < 0.05.

Results

There is a significant negative correlation between the fasting blood glucose level in ratio of PT, INR, aPTT each of which has 0.037, 0.032, and 0.002 (p < 0.05), There is a significant positive correlation between the fasting blood glucose with D Dimer (p=0,042). There is a significant negative correlation between 2h PP blood glucose with the ratio of aPTT (p=0.014). There is also a significant negative correlation between HbA1c with the ratio of aPTT (p=0.000) and there is a significant positive correlation between HbA1c with fibrinogen (p=0.010).

Conclusion

There is a significant positive and negative correlation among some coagulating factors and fasting blood sugar, 2h PP blood glucose and HbA1c.


(17)

Abstrak

Hubungan Keterkendalian Gula Darah Dengan Gangguan Hemostasis Pada Pasien DM Tipe 2

Ira Ramadhani, Dharma Lindarto*, Dairion Gatot**

*Divisi Endokrinologi Metabolik, Divisi Hematologi-Onkologi Medik Departemen Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran USU Medan Latar belakang

Keadaan hiperkoagulasi yang disebabkan oleh hiperglikemia, hiperinsulinemia dan resistensi insulin yang terjadi pada penderita Diabetes Melitus (DM) dapat memicu terjadinya perubahan pada komponen yang berperan dalam faal hemostasis sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan aktifitas koagulasi dengan penurunan aktifitas fibrinolisis. Adanya keadaan hiperkoagulasi ini akan menyebabkan penderita DM memiliki kecenderungan yang meningkat untuk mengalami trombosis.

Tujuan

Untuk mengetahui hubungan keterkendalian gula darah dengen status hemostasis pada pasien DM tipe 2.

Metode

Penelitian ini dilakukan secara potong lintang di RS H. Adam Malik Medan Oktober 2009 – Maret 2010. Subjek penelitian terdiri dari 30 orang. Pada seluruh subjek penelitian dilakukan pemeriksaan darah untuk KGD Puasa, KGD 2 jam PP dan HbA1C. Dan dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan penyaring hemostasis meliputi PT, aPTT, TT, INR, D-dimer dan Fibrinogen. Digunakan uji Pearson jika data berdistribusi normal untuk mengetahui korelasi antara KGD N, KGD 2 jam PP, dan HbA1C dengan nilai koagulasi. Dan digunakan uji Speaman’s untuk data yang terdistribusi tidak normal. Hasil analisis dianggap bermakna apabila p<0,05.

Hasil

Didapatkan hubungan negatif yang signifikan antara KGD N dengan rasio PT, INR, aPTT dengan nilai masing-masing 0,037, 0,032, 0,002 dimana nilai p<0,05. Dan didapatkan hubungan positif yang signifikan antara KGD N dengan D Dimer dengan nilai 0,042 (p<0,05). Didapatkan hubungan negatif yang signifikan antara KGD 2 jam PP dengan rasio aPTT dengan nilai 0,014 dimana p<0,05. Terlihat adanya hubungan negatif yang signifikan antara HbA1C dengan rasio aPTT (0.000) dimana nilai p<0,05. Dan didapatkan hubungan positif yang signifikan antara HbA1c dengan fibrinogen (0,010) dimana nilai p<0,05.

Kesimpulan

Dijumpai hubungan positif dan negatif yang signifikan di antara beberapa faktor koagulasi dengan KGD N, KGD 2 jam PP dan HbA1C.


(18)

Abstract

The Correlation Between Blood Glucose Control And Hemostasis Disorder In Type 2 Diabetic Patients

Ira Ramadhani, Dharma Lindarto*, Dairion Gatot**

* Endocrinology and Metabolic Division, Hematology-Onkology Medic Division Internal Medicine Department

Medical Faculty of North Sumatera, Medan Background

The hypercoagulation condition caused by the hyperglycaemia, hyperinsulinemia and insulin resistance occurring in the patients with diabetes mellitus (DM) can stimulate the change in the components that play role in hemostatis that lead to increase in coagulation activity with the reduced fibrinolisis activity. Such hypercoagulation will results in the diabetic patients to have increased the trombosis risk.

Objective

To assess the correlation between blood glucose control and hemostatis status in type 2 diabetic patients

Method

A cross-sectional study in determining the correlation between blood glucose control and hemostasis disorder In type 2 diabetic Patients was performed since October 2009 to March 2010 at H. Adam Malik General Hospital Medan The subjects of the study consisted of 30 samples. For all the subjects, blood examination was done for fasting blood glucose level, 2 h PP blood glucose and HbA1c. The sampling of blood was taken for hemostatis examination included PT, aPTT, TT, INR, D Dimer and fibrinogen. Pearson-test is used if the data are distributed normaly to know the correlation between fasting blood glucose level, 2 h PP blood glucose and HbA1c with the coagulation level. And also, Spearman’s-test analysis was applied to the data undistributed normally. The analysis result was considered to be significant if p < 0.05.

Results

There is a significant negative correlation between the fasting blood glucose level in ratio of PT, INR, aPTT each of which has 0.037, 0.032, and 0.002 (p < 0.05), There is a significant positive correlation between the fasting blood glucose with D Dimer (p=0,042). There is a significant negative correlation between 2h PP blood glucose with the ratio of aPTT (p=0.014). There is also a significant negative correlation between HbA1c with the ratio of aPTT (p=0.000) and there is a significant positive correlation between HbA1c with fibrinogen (p=0.010).

Conclusion

There is a significant positive and negative correlation among some coagulating factors and fasting blood sugar, 2h PP blood glucose and HbA1c.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Diabetes Melitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang. Di Indonesia, penelitian terakhir di Depok antara tahun 2001 dan 2005 mendapatkan prevalensi DM Tipe 2 sebesar 14,7%. Demikian juga di Makasar, prevalensi diabetes tahun 2005 mencapai 12,5%. Menurut perkiraan WHO, Indonesia akan menempati peringkat kelima dunia dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025, menunjukkan kenaikan 2 tingkat dibanding tahun 1995. 1

Berbagai penelitian eksperimental dan observasional telah membuktikan bahwa hiperglikemia, hiperinsulinemia dan resistensi insulin yang terjadi secara berkepanjangan dapat meningkatkan aktivitas koagulasi dan mengurangi aktivitas antikoagulasi dari sistem hemostasis. Perubahan keseimbangan hemostasis ini menyebabkan penderita diabetes melitus berada dalam keadaan hiperkoagulasi.2,3

Virchow (1845) menyatakan bahwa perubahan daya beku darah menjadi salah satu faktor utama yang berperan dalam patofisiologi terjadinya trombosis. Darah yang mengalami hiperkoagulasi cenderung


(20)

lebih mudah membeku bila mendapat stimulus koagulasi, dan bekuan yang terbentuk akan lebih sulit untuk dilarutkan.4,5

Trombosis adalah suatu keadaan dimana terjadi pembentukan massa abnormal yang berasal dari komponen-komponen darah di dalam sistem peredaran darah. 6,7

Trombosis menjadi salah satu penyulit yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Sekitar 80% kematian pada penderita DM disebabkan trombosis, tiga perempatnya karena komplikasi kardiovaskular, berupa trombosis yang terjadi pada pembuluh darah jantung, otak dan kaki yang bermanifestasi klinik sebagai infark miokard, stroke, ulkus dan gangren kaki diabetik. 8,9

Diabetes melitus akan disertai dengan keadaan protrombotik yaitu perubahan-perubahan proses trombosis dan fibrinolisis. Kelainan ini disebabkan adanya resistensi insulin terutama yang terjadi pada pasien DM Tipe 2. Peningkatan fibrinogen serta aktivitas faktor VII dan

Plasminogen Activator Inhibitor (PAI–1) di dalam plasma akan

menyebabkan penurunan urokinase dan meningkatkan agregasi trombosit. Over ekspresi PAI-1 diduga terjadi akibat pengaruh langsung dari insulin dan proinsulin. Berbagai penelitian yang dilakukan pada penderita diabetes melitus melaporkan peningkatan kadar dari berbagai faktor pembekuan darah yang berperan pada jalur intrinsik (kallikrein, vWF, F VIII, FIX, F.XII), maupun yang berperan pada jalur ekstrinsik (TF dan F.VII). 8,10


(21)

Dalam berbagai penelitian diketahui bahwa pada penderita diabetes melitus terdapat keadaan hiperkoagulasi yang disebabkan oleh hiperglikemia, hiperinsulinemia dan resistensi insulin yang terjadi pada penderita diabetes mellitus dapat memicu terjadinya perubahan pada komponen-komponen yang berperan dalam faal hemostasis sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas koagulasi dengan penurunan aktivitas fibrinolisis. Abnormalitas hemostasis yang muncul ini akan mempermudah terjadinya aktivasi proses hemostasis dan menyebabkan respon koagulasi yang terjadi berlangsung secara berlebihan. Adanya keadaan hiperkoagulasi ini akan menyebabkan penderita diabetes melitus memiliki kecenderungan yang meningkat untuk mengalami trombosis dibandingkan dengan penderita non diabetes melitus. 8,11,12

Acang dan Jalil (1993) melakukan penelitian tentang hiperkoagulasi pada DM dan mendapatkan adanya pemendekan nilai PT dan aPTT pada pasien-pasien DM. Penelitian lain oleh Carmassi F dkk (1992) tentang koagulasi dan perburukan sistem fibrinolisis pada Non-Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (NIDDM) juga mendapatkan keadaan hiperkoagulasi

pada pasien dengan kontrol glikemik yang buruk. Hal yang berbeda didapatkan pada penelitian Collier dkk (1992) dimana nilai PT didapatkan normal pada pasien-pasien NIDDM. 13,14,15

Penanda aktifitas fibrinolisis dan kerjanya pada pasien DM menunjukkan hasil yang bervariasi. Penelitian yang dilakukan oleh Reverter dkk (1997) mendapatkan adanya peningkatan D Dimer pada DM.


(22)

Hasil yang berbeda dilaporkan pada studi oleh Garcia F dkk (1990) yang mendapatkan adanya penurunan nilai D Dimer pada DM. 16,17

Nilai fibrinogen plasma merupakan faktor pembekuan abnormal yang paling konsisten pada DM. Hal ini dibuktikan oleh Acang dan jalil (1993), Collier dkk (1992), Carmassi F dkk (1992), Rosove dkk (1984), Borsey dkk (1984), Adelstein dkk (1979) dimana seluruh studi mendapatkan hal yang sama, yaitu adanya peningkatan nilai fibrinogen pada DM. 13,14,15,18,19,20

Keadaan hiperkoagulasi sebagai faktor resiko yang mempermudah dan memperberat trombosis dapat diketahui melalui pemeriksaan laboratorium terhadap beberapa parameter fungsi hemostasis. 21

Sehubungan masih sedikitnya penelitian tentang status koagulasi pada penderita DM tipe 2 di Indonesia khususnya di Medan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini

1.2. Perumusan Masalah

Apakah keterkendalian gula darah berhubungan dengan status hemostasis pada pasien DM tipe2.

1.3. Hipotesa

Ada hubungan keterkendalian gula darah dengan status hemostasis pada pasien DM tipe2

1.4. Tujuan penelitian

Untuk mengetahui hubungan keterkendalian gula darah dengan status hemostasis pada pasien DM tipe 2


(23)

1.5. Manfaat penelitian

1.5.1. Di bidang akademik/ilmiah : meningkatkan pengetahuan peneliti dibidang Endokrinologi Metabolik dan Hematologi-Onkologi, khususnya mengenai hubungan keterkendalian gula darah dengan gangguan hemostasis pada pasien DM tipe 2.

1.5.2. Di bidang pelayanan masyarakat : meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan pada penderita DM yang mempunyai resiko terjadinya trombosis.

1.5.3. Di bidang pengembangan penelitian : memberi data awal kepada Divisi Endokrinologi Metabolik dan Hematologi-Onkologi, tentang Hubungan keterkendalian gula darah dengan gangguan hemostasis pada pasien DM tipe 2.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keterkendalian Gula Darah Pada Penderita Diabetes

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang sangat kompleks, seringkali sudah disertai dengan komplikasi mikro maupun makrovaskular. Dalam pengelolaan diabetes melitus, kontrol gula darah secara intensif merupakan langkah fundamental. UK Prospective Diabetes Study (UKPDS) menyatakan bahwa kontrol glikemik dengan obat anti diabetes (OAD) akan menurunkan komplikasi mikrovaskular. Dari beberapa rekomendasi terapi menyatakan bahwa penurunan kadar gula darah secara baik dan tepat mendekati nilai normal dapat menurunkan komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular. American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan nilai HbA1c < 7% dalam pencapaian kontrol glikemik yang baik dan penurunan kadar HbA1c akan lebih besar pengaruhnya terhadap resiko terjadinya komplikasi. 22

HbA1c yang lebih dikenal dengan hemoglobin glikat adalah salah satu fraksi hemoglobin didalam tubuh manusia yang berikatan dengan glukosa secara enzimatik. Hal ini dapat dimengerti jika kadar glukosa yang berlebih akan selalu terikat didalam hemoglobin, juga dengan kadar yang tingggi. Akan tetapi kadar HbA1c yang terukur sekarang atau sewaktu mencerminkan kadar glukosa pada waktu 3 bulan yang lampau (sesuai dengan umur sel darah merah manusia kira-kira 100-120 hari), sehingga hal ini dapat memberikan informasi seberapa tinggi kadar glukosa pada waktu 3 bulan yang lalu. Dengan melakukan pemeriksaan ini kita juga


(25)

dapat mengetahui seberapa besar kepatuhan dalam berobat pada penderita DM. Selain dapat memberikan informasi mengenai kepatuhan berobat penderita DM, juga dapat memprediksi kemungkinan terjadinya komplikasi dan prognosis (dugaan perbaikan). Berapakah nilai rujukan kadar HbA1c ? Sebenarnya pada manusia normal, terdapat juga keterikatan antara hemoglobin dengan glukosa tetapi dalam jumlah yang normal yaitu sekitar 4-6%, pada penderita DM yang diprediksi memiliki kerentanan terhadap terjadinya komplikasi adalah 8-10%.23

Pengendalian glukosa darah pada penderita DM dilihat dari dua hal yaitu glukosa darah sesaat dan glukosa darah jangka panjang. Pemantauan glukosa darah sesaat dilihat dari glukosa darah puasa dan 2 jam PP, sedangkan pengontrolan glukosa darah jangka panjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan HbA1c.24

Pemantauan status metabolik penyandang DM merupakan hal yang penting dan sebagai bagian dari pengelolaan DM. Hasil pemantauan tersebut digunakan untuk menilai manfaat pengobatan dan sebagai pegangan penyesuaian diet, latihan jasmani dan obat-obatan untuk mencapai kadar glukosa darah senormal mungkin sehingga dapat terhindar dari keadaan hiperglikemia atau hipoglikemia. 25

Secara umum tujuan pengelolaan DM adalah : 25 - Menghilangkan gejala

- Menciptakan dan mempertahankan rasa sehat - Memperbaiki kualitas hidup


(26)

- Mengurangi laju perkembangan komplikasi yang telah ada - Mengurangi kematian

- Mengobati penyakit penyerta bila ada

Kendali Glikemik

Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa kendali glikemik yang baik berhubungan dengan menurunnya komplikasi diabetes. Hasil

Diabetes control and complication trial (DCCT) menunjukkan bahwa

pengendalian DM tipe 1 yang baik dapat mengurangi komplikasi kronik DM antara 20-30%. Bahkan hasil dari The United Kingdom Prospective

Diabetes Study (UKPDS) menunjukkan setiap penurunan 1 % dari HbA1c

(misal dari 9 ke 8%) akan menurunkan risiko komplikasi sebesar 35%. 25 UKPDS juga membuktikan bahwa kontrol glikemik dengan intensif sangat berhubungan erat dengan keuntungan klinis pada DM tipe 2. Setiap penurunan HbA1c 1% akan menurunkan insiden kematian yang berhubungan dengan DM sebesar 21%, infark miokard 14%, komplikasi mikrovaskular 37% dan penyakit pembuluh darah perifer 43%. 22

Tabel 2. 1. Kriteria pengendalian DM 22

NILAI KGDN (mg/dl)

KGD 2 jam PP (mg/dl) HbA1c

90-130 mg/dl < 180 mg/dl


(27)

Pemeriksaan Hiperglikemik Kronik

Hasil pemeriksaan HbA1c merupakan pemeriksaan tunggal yang sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan berguna pada semua tipe penyandang DM. 25

Perbaikan pengendalian gula darah dapat mencegah timbulnya dan progresifitas komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. Suatu data analisa epidemiologi dari UKPDS menunjukkan bahwa setiap penurunan HbA1c diikuti dengan penurunan yang bermakna baik klinik maupun statistik pada komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. 26

Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik yang merupakan target terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan HbAIc juga mencapai kadar yang diharapkan. Demikian juga status gizi dan tekanan darah. 27

2.2 Hemostasis

Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan mekanisme tubuh untuk menghentikan secara spontan perdarahan akibat kerusakan sistem pembuluh darah. Ada beberapa komponen yang berperan dalam proses hemostasis yaitu endotel pembuluh darah, trombosit, protein pembekuan darah, protein antikoagulasi dan enzim fibrinolisis . 28

Pembuluh darah yang normal dilapisi oleh sel endotel. Sel endotel yang utuh bersifat antikoagulan dengan menghasilkan inhibitor trombosit


(28)

(nitrogen oksida, prostasiklin, ADP-ase), inhibitor bekuan darah/lisis (trombomodulin, heparan, tissue plasminogen activator, urokinase plasminogen aktivator, inhibitor jalur faktor jaringan). Jika lapisan endotel rusak, maka jaringan ikat dibawah endotel seperti serat kolagen, serat elastin dan membrana basalis terbuka, sehingga dimulainya aktivasi trombosit (adesi, agregasi sehingga terjadi sumbat trombosit). Endotel pembuluh darah yang tidak utuh akan bersifat prokoagulan dengan menyebabkan vasokonstriksi lokal, menghasilkan faktor koagulasi (tromboplastin, faktor von Willebrand, aktivator dan inhibitor protein C, inhibitor aktivator plasminogen tipe 1), terbukanya jaringan ikat subendotel (serat kolagen, serat elastin dan membran basalis) yang menyebabkan aktivasi dan adhesi trombosit serta mengaktifkan faktor XI dan XII. 29,30

Trombosit dalam proses hemostasis berperan sebagai penambal kebocoran dalam sistem sirkulasi dengan membentuk sumbat trombosit pada daerah yang mengalami kerusakan. Agar dapat membentuk sumbat trombosit maka trombosit harus mengalami beberapa tahap reaksi yaitu aktivasi trombosit, adhesi trombosit pada daerah yang mengalami kerusakan, agregasi trombosit dan reaksi degranulasi. Trombosit akan teraktivasi jika terpapar dengan berbagai protein prokoagulan yang dihasilkan oleh sel endotel yang rusak. Adhesi trombosit ialah suatu proses melekatnya trombosit pada permukaan asing, terutama serat kolagen. Adhesi trombosit terutama tergantung pada protein plasma yang disebut faktor von Willebrand (vWF), yang menjembatani trombosit dengan jaringan subendotel. Agregasi trombosit ialah proses melekatnya


(29)

trombosit dengan trombosit lain, yang mula-mula dicetuskan oleh ADP yang dikeluarkan oleh trombosit yang melekat pada serat subendotel. Selama proses agregasi, trombosit berubah bentuk menjadi bulat disertai pembentukan pseudopodi, yang mengakibatkan granula trombosit akan terkumpul di tengah dan akhirnya trombosit akan melepaskan isi granul (degranulasi). Pada proses degranulasi, trombosit akan melepaskan berbagai senyawa yang terdapat dalam granul sitoplasma trombosit (serotonin, katekolamin, histamin, ADP, ATP, siklik AMP, ion kalsium dan kalium, faktor trombosit 3 dan 4, B-tromboglobulin, PDGF, plasminogen , fibrinogen, protein plasma, tromboksan A2). Senyawa-senyawa ini akan menstimulasi aktivasi dan aggregasi trombosit lebih lanjut hingga menghasilkan sumbat trombosit yang stabil, mengaktifkan membran fosfolipid dan memfasilitasi pembentukan komplek protein koagulasi yang terjadi secara berurutan. 31

Teori yang banyak dianut untuk menerangkan proses pembekuan darah adalah teori cascade atau waterfall yang dikemukan oleh Mac Farlane, Davie dan Ratnoff. Proses pembekuan darah terdiri dari serangkaian reaksi enzimatik yang melibatkan protein plasma yang disebut sebagai faktor pembekuan darah, fosfolipid dan ion kalsium. Faktor pembekuan beredar dalam darah sebagai prekursor yang akan diubah menjadi enzim bila diaktifkan. Enzim ini akan mengubah prekursor selanjutnya untuk menjadi enzim. Jadi mula-mula faktor pembekuan darah bertindak sebagai substrat dan kemudian sebagai enzim. Proses pembekuan darah dimulai melalui dua jalur intrinsik yang dicetuskan oleh


(30)

adanya fase kontak dan pembentukan kompleks aktivator F.X. Kemudian jalur ini akan meliputi diaktifkannya F.XII, F.XI, F.IX, F.VIII, High Molecular Weight Kininogen (HMWK), Pre Kallikrein (PK), PF.3 dan ion kalsium. Jalur ekstrinsik terdiri dari reaksi tunggal yaitu dengan adanya ion kalsium, faktor kallikrein dan faktor tromboplastin jaringan oleh karena adanya pembuluh darah yang luka, maka faktor VII akan terkativasi menjadi faktor VIIa (jalur ekstrinsik), faktor IXa, PF3, ion Ca (jalur intrinsik) akan mengaktifkan faktor X menjadi Xa, serta melibatkan F.V, PF-3, protrombin dan fibrinogen. Rangkaian reaksi koagulasi ini akan membentuk trombin dan mengubah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin yang tidak larut. Fibrin sebagai hasil akhir dari proses pembekuan darah akan menstabilkan sumbatan trombosit. 28, 32

Pembekuan darah merupakan proses autokatalitik dimana sejumlah kecil enzim yang terbentuk pada tiap reaksi akan menimbulkan enzim dalam jumlah besar pada reaksi selanjutnya. Oleh karena itu perlu ada mekanisme kontrol untuk mencegah aktivasi dan pemakaian faktor pembekuan darah secara berlebihan yaitu melalui aliran darah, mekanisme pembersihan seluler dan inhibitor alamiah. Aliran darah akan menghilangkan dan mengencerkan faktor pembekuan darah yang aktif dari tempat luka yang selanjutnya faktor pembekuan darah yang aktif ini akan dibersihkan dari sirkulasi darah oleh hati. Dalam keadaan normal plasma darah mengandung sejumlah protein yang dapat menghambat enzim proteolitik yang disebut sebagai inhibitor seperti antitrombin, alfa 2 makroglobulin, alfa 1 antitripsin, C1 esterase inhibitor, protein C, protein S.


(31)

Inhibitor ini berfungsi untuk membatasi reaksi koagulasi agar tidak berlangsung secara berlebihan sehingga pembentukan fibrin hanya terbatas disekitar daerah yang mengalami cedera. Antitrombin akan menghambat aktivitas trombin, F.XIIa, F.XIa, F.Xa, F.IXa, F.VIIa, plasmin dan kalikrein. Protein C yang diaktifkan oleh trombin dengan kofaktor trombomodulin akan memecah F.Va dan F.VIIIa menjadi bentuk yang tidak aktif dengan adanya kofaktor protein S. Alfa 1 antitripsin akan berperan dalam menginaktifkan trombin, F.XIa, kalikrein dan HMWK. C1 inhibitor akan menghambat komponen pertama dari sistem komplemen, F.XIIa, F.XIa dan kalikrein. 3,6

Fibrinolisis adalah proses penghancuran deposit fibrin, sehingga aliran darah akan terbuka kembali. Sistem fibrinolisis mulai bekerja sesaat setelah terbentuknya bekuan fibrin. Deposisi fibrin akan merangsang aktivasi plasminogen menjadi plasmin oleh aktivator plasminogen seperti

tissue plasminogen aktivator (t-PA), urokinase plasminogen aktivator (u-PA), F.XIIa dan kallikrein. Plasmin yang terbentuk akan memecah fibrinogen dan fibrin menjadi fibrinogen degradation product (FDP). Dengan proses ini fibrin yang tidak diperlukan dilarutkan sehingga hambatan terhadap aliran darah dapat dicegah. Untuk menghindari terjadinya aktivitas fibrinolisis yang berlebihan, tubuh mempunyai mekanisme kontrol berupa inhibitor aktivator plasminogen (PAI-1) yang akan menginaktivasi t-PA maupun u-PA, dan alfa 2 antiplasmin yang akan menetralkan aktivitas plasmin yang masuk ke sirkulasi. 29,32


(32)

Proses hemostasis yang berlangsung untuk memperbaiki kerusakan pada pembuluh darah dapat dibagi atas beberapa tahapan, yaitu hemostasis primer yang dimulai dengan aktivasi trombosit hingga terbentuknya sumbat trombosit. Hemostasis sekunder dimulai dengan aktivasi koagulasi hingga terbentuknya bekuan fibrin yang mengantikan sumbat trombosit. Hemostasis tertier dimulai dengan diaktifkannya sistem fibrinolisis hingga pembentukan kembali tempat yang luka setelah perdarahan berhenti. 29,33

Adanya defek pada salah satu atau beberapa komponen yang berperan dalam proses hemostasis ini akan mengganggu keseimbangan hemostasis dan menimbulkan masalah mulai dari perdarahan yang sulit diatasi setelah terjadinya luka sampai pembekuan darah yang tidak pada tempatnya dalam pembuluh darah. 34

2.3. Patofisiologi Trombosis

Trombosis adalah pembentukan suatu massa abnormal di dalam sistem peredaran darah yang berasal dari komponen-komponen darah. Trombosis terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara faktor trombogenik dengan mekanisme proteksi sebagai akibat dari meningkatnya stimulus trombogenik atau penurunan mekanisme proteksi. Ada 3 hal yang menjadi penyebab timbulnya trombosis yaitu kelainan endotel pembuluh darah, perubahan aliran darah yang melambat/stasis dan perubahan daya beku darah/hiperkoagulasi. 4,29,34


(33)

Sel endotel pembuluh darah yang utuh akan melepaskan berbagai senyawa yang bersifat antitrombotik untuk mencegah trombosit menempel pada permukaannya. Sifat non trombogenik ini akan hilang bila endotel mengalami kerusakan/terkelupas karena berkurangnya produksi senyawa antitrombotik dan meningkatnya produksi senyawa protrombotik. Berbagai senyawa protrombotik yang dilepaskan ini akan mengaktifkan sistem pembekuan darah dan menyebabkan menurunnya aktifitas fibrinolisis sehingga meningkatkan kecenderungan untuk terjadi trombosis. Bila kerusakan endotel terjadi sekali dan dalam waktu singkat, maka lapisan endotel normal akan terbentuk kembali, proliferasi sel otot polos berkurang dan intima menjadi tipis kembali. Bila kerusakan endotel terjadi berulang-ulang dan berlangsung lama, maka proliferasi sel otot polos dan penumpukan jaringan ikat serta lipid berlangsung terus sehingga dinding arteri akan menebal dan terbentuk bercak aterosklerosis. Bila bercak aterosklerotik ini robek maka jaringan yang bersifat trombogenik akan terpapar dan terjadi pembentukan trombus. 29,34

Aliran darah yang melambat bahkan stasis akan mengakibatkan gangguan pembersih faktor koagulasi aktif, mencegah bercampurnya faktor koagulasi aktif dengan penghambatnya, mencegah faktor koagulasi aktif dilarutkan oleh darah yang tidak aktif. Keadaan ini akan mengakibatkan terjadinya akumulasi faktor-faktor pembekuan yang aktif dan dapat merusak dinding pembuluh darah. Perubahan aliran darah ini dapat diakibatkan oleh imobilisasi, obstruksi vena dan meningkatnya viskositas darah. 34,35


(34)

Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara proses aktivasi dan inhibisi sistem pembekuan darah. Kecenderungan trombosis timbul bila aktivasi sistem pembekuan meningkat dan atau aktivitas inhibisi sistem pembekuan menurun. Menurut beberapa peneliti, darah penderita trombosis lebih cepat membeku dibandingkan orang normal dan pada penderita-penderita tersebut dijumpai peningkatan kadar berbagai faktor pembekuan terutama fibrinogen, F.V, VII, VIII dan X. Menurut Schafer penyebab lain yang dapat menimbulkan kecenderungan trombosis yaitu defisiensi AT, defisiensi protein C, defisiensi protein S, disfibrinogenemia, defisiensi F.XII dan kelainan struktur plasminogen. 34,35,36

2.4. Gangguan hemostasis pada penderita DM

Gangguan pada sistem hemostatik dapat terjadi jauh sebelum DM terdiagnosis. Pada kondisi sindroma metabolik, gangguan sistem hemostatik sering kali sudah terjadi. Pasien DM sering disertai sindroma metabolik : hipertensi, dislipidemia, obesitas, disfungsi endotel dan faktor protrombotik yang semuanya akan memicu dan memperberat komplikasi kardiovaskuler. 29

Dari penelitian-penelitian diketahui bahwa pada diabetisi terdapat keadaan status hiperkoagulasi yang disebabkan hiperglikemia, hiperinsulinemia dan resistensi insulin yang mana keadaan-keadaan tersebut dapat mencetuskan terjadinya perubahan dalam faal hemostasis


(35)

yaitu terjadi peningkatan aktifitas koagulasi dan penurunan aktifitas fibrinolisis. 1,37,38

Hiperglikemia juga akan menyebabkan gangguan fungsi –fungsi trombosit, sehingga akan memperbesar kemungkinan terjadinya keadaan prokoagulasi. 8

Perubahan faal hemostasis (keadaan protrombotik) yaitu disebabkan karena adanya resistensi insulin terutama yang terjadi pada pasien DM Tipe 2. Peningkatan fibrinogen serta aktivitas faktor VII, faktor VIII dan Plasminogen Activator inhibitor (PAI)-1 didalam plasma maupun didalam plak aterosklerotik akan menyebabkan penurunan urokinase, kadar tPA dan kadar PGI2 dan meningkatkan agregasi trombosit. Terjadi juga peningkatan Tromboxan A4 dan B2 dan soluble Intercellular Adhesion Molecule (sICAM-1) dan kadar s-E-selectin. Penanda aktivasi koagulasi, seperti trombin-anti-trombin kompleks (TATcs), dijumpai meningkat pada penderita DM tipe 2. Over ekspresi PAI-1 diduga terjadi akibat pengaruh langsung dari insulin dan proinsulin. 39,40,41

Gangguan hemostasis ini akan mempermudah terjadinya aktivasi proses hemostasis dan menyebabkan respon koagulasi yang terjadi berlangsung secara berlebihan. Status hiperkoagulasi ini akan menyebabkan diabetisi cenderung untuk mengalami trombosis diabandingkan non diabetisi. 42

Keadaan hiperkoagulasi pada diabetes berhubungan dengan peningkatan produksi faktor jaringan, suatu prokoagulan poten yang dihasilkan oleh sel endotel, serta peningkatan pengaktifan faktor koagulasi


(36)

plasma seperti faktor VII. Hiperglikemi juga berhubungan dengan penurunan kadar antikoagulan alamiah seperti antitombin dan protein C, gangguan fungsi fibrinolitik, dan peningkatan produksi PAI-1. 43,44

Kelainan tersebut terlihat pada peningkatan viskositas darah dan fibrinogen. Fibrin pada keadaan hiperglikemia akan mengalami proses glikasi, sehingga akan menjadi fibrin yang lebih padat dan sulit untuk didegradasi. 44

Hiperglikemia, resistensi insulin dan peningkatan asam lemak bebas yang dialami penderita diabetes melitus secara berkepanjangan akan meningkatkan aktivitas jalur sorbitol, sintesis advance glycosilation end products, produksi radikal bebas oksidatif, aktivasi protein kinase C (PKC) dan pelepasan sitokin oleh jaringan adiposa. Aktivasi berbagai jalur seluler ini akan menimbulkan gangguan faal atau kerusakan pada endotel pembuluh darah. Perubahan fungsi endotel pada penderita diabetes melitus telah banyak dibuktikan baik secara invivo maupun invitro. Pada sel endotel yang mengalami disfungsi akan terjadi peningkatan produksi berbagai senyawa yang bersifat protombotik dan vasokonstriksi seperti tissue factors (TF), faktor von Willebrand (vWF), faktor aktivasi platelet (PAF), endotelin, tromboksan A2, PAI-1, dan penurunan produksi berbagai senyawa yang bersifat antitrombotik dan vasodilatasi seperti nitrogen oksida (NO), prostasiklin, ADPase, trombomodulin, heparin sulfat dan aktivator plasminogen. 43,45,46

Keadaan hiperglikemia yang lama telah terbukti dapat menimbulkan berbagai perubahan pada trombosit, seperti penurunan


(37)

fluiditas membran, meningkatnya aktifitas Ca2+ ATPase, berkurangnya aktifitas Na+/K+ ATPase, menurunnya turnover phosphoinositoside, meningkatnya aktifitas cGMP phosphodiesterase meningkatnya produksi TxA2, meningkatnya metabolisme asam arachidonat, menurunnya aktivitas antiagregasi dari insulin dan HDL, meningkatnya respon agregasi terhadap LDL, menurunnya kadar antioksidan, meningkatnya ekspresi reseptor permukaan (IIb,IIIa,ADP, vW, Ia/IIa), ukuran trombosit menjadi lebih besar dan immatur, menurunnya sintesa nitrit oksida dan prostasiklin, meningkatkan pelepasan protein granular (P-selectin, PAI-1, PF-4, PDGF, β-thromboglobulin). Berbagai perubahan yang terjadi ini menyebabkan berkurangnya inhibitor endogen dan memacu peningkatan aktivasi trombosit secara instrinsik sehingga trombosit penderita diabetes melitus menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan adhesi dan agregasi. Adanya beberapa perubahan pada lingkungan luar trombosit seperti peningkatan vWF,fibrinogen, dan oksidasi/LDL, dan berkurangnya sintesa prostasiklin dan nitrit oksida oleh endotel, meningkatnya interaksi dengan pembuluh darah akan memperkuat keadaan hiperaktifitas trombosit. 11,47,48

Meningkatnya kadar F. VIIa dan VIII c, prothrombin activation fragmen 1+2 (F1+2) dan kompleks thrombin-antithrombin (TAT) pada individu sehat yang terpapar dengan keadaan hiperglikemia yang berkepanjangan akan merangsang aktivasi sistem koagulasi. 12,41

Baloman dkk, mendapatkan aktivitas antikoagulan alamiah (antitrombin III, protein C dan protein S) yang lebih rendah pada penderita


(38)

diabetes melitus dibandingkan dengan individu sehat. Menurunnya aktivitas antitrombin III akan meningkatkan aktivitas dari trombin dan menurunnya aktivitas protein C dan S) akan meningkatkan aktivitas faktor V dan VIII. 9,49

Stegenga dkk. Dalam penelitiannya terhadap individu sehat yang dibuat terpapar dengan keadaan hiperglikemia dan hiperinsulinemia mendapatkan bahwa hiperinsulinemia yang berlangsung secara lama akan menyebabkan meningkatnya kadar dan aktivitas dari PAI-1, dan menurunnya aktivitas dari plasma plasminogen aktivator (tPA). Perubahan ini menyebabkan berkurangnya aktivitas fibrinolisis. 39

Fibrinogen yang mengalami glikosilasi akan membentuk bekuan fibrin yang memiliki pori-pori yang lebih kecil dan terdiri dari serabut-serabut fibrin dengan berdiameter kecil, yang lebih resisten terhadap degradasi oleh plasmin. Keadaan ini membuat bekuan yang terbentuk menjadi lebih sulit dan butuh waktu yang lebih lama untuk dilarutkan. 8,12,41,50

Hiperglikemia, hiperinsulinemia dan resistensi insulin telah terbukti dalam berbagai penelitian dapat menimbulkan perubahan terhadap berbagai komponen yang berperan pada faal hemostasis. Penderita diabetes dilaporkan memiliki trombosit yang hipersensitif terhadap rangsangan agregasi, terjadi peningkatan dari kadar fibrinogen dan faktor von willebrand, meningkatnya aktivitas faktor VII dan faktor VIII, peningkatan kadar PAI-1, penurunan kadar tPA dan kadar PGI2. 36,41,43,51


(39)

Perubahan yang terjadi pada berbagai faktor tersebut menyebabkan peningkatan aktivitas koagulasi dan penurunan aktivitas fibrinolisis, sehingga penderita diabetes mengalami keadaan hiperkoagulasi dimana darah lebih mudah membeku atau mengalami trombosis dibandingkan dengan keadaan fisiologi normal. 8,39,41,43,50

TXA2 5-HT GMP-140

Gambar 2.4.1 Skema sistem koagulasi dan fibrinolisis 50

2.5. Pemeriksaan penyaring hemostasis

Adanya gangguan hemostasis dapat diketahui dengan melakukan beberapa pemeriksaan laborotorium yang dapat mengevaluasi aktivitas koagulasi dan aktivitas fibrinolisis. Pemeriksaan yang secara rutin dapat dilakukan antara lain : plasma prothrombin time, activated partial thromboplastin time, thrombine time dan kadar D Dimer. 3,21


(40)

Masa prothrombin plasma (PT) digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui jalur ekstrinsik dan jalur bersama yang melibatkan faktor pembekuan VII, X, V, protrombin dan fibrinogen. Pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma yang diinkubasi pada suhu 37o ditambahkan reagan tromboplastin jaringan dan kalsium. Nilai normal dari pemeriksaan ini berkisar antara 10-14 detik.3,21

Masa thromboplastin parsial teraktivasi (aPTT) digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui jalur intrinsik dan jalur bersama yang melibatkan faktor XII, prekalikrein, kininogen, faktor XI, IX, VIII, X, V, protrombin dan fibrinogen. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lama terbentuknya bekuan bila kedalam plasma ditambahkan reagen tromboplastin parsial dan aktivator serta ion kalsium pada suhu 37oC. Reagen tromboplastin parsial adalah fosfolipid sebagai pengganti PF-3. Nilai normal dari pemeriksaan in berkisar antara 30 – 40 detik. 3,21

Masa trombin digunakan untuk menguji perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lama terbentuk nya bekuan pada suhu 37oC bila ke dalam plasma ditambahkan reagen trombin. Nilai normal dari pemeriksaan ini berkisar antara 14 – 16 detik. 3,21

D Dimer merupakan suatu protein yang dilepaskan kedalam sirkulasi selama proses penghancuran bekuan fibrin. D Dimer digunakan untuk mendeteksi cross linked fibrin dari fragmen protein yang dihasilkan oleh aktivitas proteolitik plasmin terhadap fibrin atau fibrinogen. Kadar D


(41)

Dimer normal < 500 ng/dl. Meningkatnya kadar D Dimer berhubungan dengan meningkatnya aktivitas sistem koagulasi. 3,6,21

2.6. Kerangka Konseptual

DM tipe2

Hiperglikemia - KGD N - KGD 2 j PP - HbA1C

Hiperkoagulasi: PT,TT, aPTT, INR

D.Dimer ,


(42)

BAB III

METODOLOGI

3.1. Desain Penelitian

Penelitian dengan metode potong lintang 3.2. Waktu dan tempat

Waktu penelitian antara bulan Oktober 2009 - Maret 2010 atau sampai jumlah sampel memenuhi target. Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan.

3.3. Populasi Sampel

Semua Penderita DM tipe-2 yang berobat jalan di RSUP H. Adam Malik Medan.

3.4. Besar Sampel

Perkiraan besar sampel dengan memakai rumus :

[

]

[

]

28 , 21 3 75817 , 0 242 , 3 3 ) 64 , 0 1 /( ) 64 , 0 1 ( ln 5 , 0 ) 282 , 1 9 , 1 ( 3 ) 1 /( ) 1 ( ln 5 , 0 2 2 = + ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ = + ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − + + = + ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − ++ = r r Z Z

n α β

Dimana =

Zα = Nilai baku normal berdasarkan α = 0,05 Zα=1,96 Zβ = Nilai baku normal berdasarkan β = 0,15 Zβ = 1,28 r = Perkiraan koefisien korelasi


(43)

3.5. Kriteria Inkulasi dan Ekslusi A. Inklusi :

1. Penderita DM Tipe 2 IRJ Poliklinik Endokrinologi dan Metabolik RSUP. H. Adam Malik

2. Bersedia mengikuti penelitian B. Ekslusi

1. Sedang menggunakan anti koagulan. 2. Pasien dalam keadaan infeksi.

3. Pasien dengan penyakit keganasan 4. Gangren diabetik

5. Stroke 6. PJK

7. Kehamilan

8. Pasien dengan Hipertensi 9. Pasien obesitas

10. Klinis gangguan hati 11. Dislipidemi

12. Gangguan fungsi ginjal

3.6. Persetujuan Setelah Penjelasan/Informed Consent

Seluruh subyek penelitian dimintakan persetujuan secara tertulis tentang kesediaan mengikuti penelitian (informed consent).

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(44)

3.8. Cara Kerja

• Dilakukan pengambilan data subyek penelitian meliputi : umur, jenis kelamin, kondisi / penyakit penyerta, pengobatan yang diperoleh.

• Dilakukan pengukuran vital sign dan pemeriksaan fisik diagnostik.

• Dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan : darah rutin, SGPT, Ureum, Kreatinin, profil lipid.

• Pemilihan subyek didasarkan pada kriteria inklusi.

• Dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan KGD puasa, KGD 2 jam PP dan HbA1c.

• Dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan penyaring hemostasis meliputi meliputi, PT, aPTT, TT, INR, D.Dimer dan Fibrinogen.

3.9. Definisi Operasional 1.

DM Tipe 2 (Perkeni 2006)

a. Keluhan klasik diabetes + KGD sewaktu ≥ 200 mg/dl atau KGD puasa ≥ 126 mg/dl

b. Dalam 2 masa pemeriksaan : KGD sewaktu ≥ 200 mg/dl atau KGD puasa ≥ 126 mg/dl

2. Keterkendalian gula darah

a. DM terkendali baik : HbA1c < 7%, KGD N 90-130 mg/dl, KGD 2 j PP < 180 mg/dl


(45)

b. DM tidak terkendali : HbA1c > 7%, KGD N > 130 mg/dl, KGD 2 j PP > 180 mg/dl

c. HbA1c : Senyawa yang terbentuk dari ikatan antara glukosa dengan hemoglobin. Yang memberikan gambaran rata- rata gula darah selama periode waktu 6-12 minggu.

3. Pemeriksaan penyaring hemostasis

a. Pemeriksaan laboratorium yang terdiri dari : APTT, PT, TT, INR, D Dimer dan fibrinogen

PT : Pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila kedalam plasma yang diinkubasi pada suhu 370 ditambahkan reagen tromboplastin jaringan dan kalsium. Nilai normal berkisar antara 10-14 detik

INR : Didapat dari rasio PT plasma yang dipangkatkan dengan ISI (International Sensitivity Index) dari reagen tromboplastin yang dipakai.

aPTT : Pemeriksaan ini adalah mengukur lama terbentuknya bekuan bila kedalam plasma ditambahkan reagen troboplastin parsial dan aktivator serta ion kalsium pada suhu 370C. Reagen tromboplastin parsial adalah fosfolipid sebagai pengganti PF-3.

Nilai normal antara 30-40 detik.

TT : Pemeriksaan ini adalah mengukur lama terbentuknya bekuan pada suhu 370c bila kedalam plasma ditambahkan reagen trombin.


(46)

Nilai normal berkisar antara 14-16 detik

D Dimer : digunakan untuk mendeteksi cross linked fibrin dari fragmen protein yang dihasilkan oleh aktivitas proteolitik plasmin terhadap fibrin atau fibrinogen. Kadar D Dimer normal < 500 ng/dl

Fibrinogen : Pemeriksaan lama terbentuknya bekuan fibrin dari fibrinogen secara enzimatik bila didalam plasma ditambahkan reagen trombin.

4. Hiperkoagulasi

Bila satu atau lebih dari hasil pemeriksaan hemostasis dengan nilai :

- rasio aPTT<0,8 x nilai kontrol

- rasio PT<0,8 x kontrol

- INR <0,9

- Kadar D Dimer > 500 ng/dl

- Kadar Fibrinogen >400 mg/dl 5. Kondisi penyerta

Keadaan fisik atau penyakit yang juga dijumpai pada penderita saat dilakukan pengumpulan data.


(47)

3.10 Kerangka Operasional

Subjek Penelitian : Penderita Diabetes

• Anamnese

• Pemeriksaan Fisik

• Pemeriksaan Laboratorium : - Darah rutin

- SGPT - Kreatinin - Profil Lipid

- Kriteria Inklusi - Kriteria Eksklusi

- Pemeriksaan Hemostasis :

• aPTT

• PT

• TT

• INR

KGD N KGD 2 J PP

HbA1c

• Fibrinogen


(48)

3.11 Analisa Data

Semua data yang diperlukan dimasukkan kedalam tabel induk dengan menggunakan bantuan program komputer. Kemudian data disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan dalam bentuk rerata, simpangan baku dan proporsi.

Untuk mengetahui korelasi antara KGD N, KGD 2 jam PP, HbA1c dengan nilai koagulasi digunakan uji Pearson jika data terdistribusi normal dan uji Spearman’s jika data yang terdistribusi tidak normal. Hasil analisis dianggap bermakna apabila p < 0,05.


(49)

BAB IV

H A S I L

4.1. HASIL PENELITIAN

4.1.1. Karakteristik Subyek Penelitian

Sampel yang diteliti sebanyak 30 orang, terdiri dari 9 orang (30%) laki-laki dan 21 orang (70%) perempuan. Rerata usia peserta subjek adalah 54,20 tahun dengan umur terendah 41 tahun dan tertinggi 68 tahun.

Pada penelitian ini didapatkan Sampel dengan kadar gula darah puasa terkendali sebanyak 11 orang (36,7%), tidak terkendali sebanyak 19 orang (63,3%). Sampel dengan kadar glukosa darah 2 jam PP terkendali sebanyak 4 orang (13,3%), tidak terkendali sebanyak 26 orang (86,7%). Pada penelitian ini didapatkan 11 orang (36,7%) sampel yang HbA1c terkendali, tidak terkendali sebanyak 19 orang (63,3%).


(50)

Tabel 4.1.1. Karakteristik Subyek Penelitian

N Mean Std. Deviation

Umur (tahun) 30 54,20 6,98

Jenis kel: (L) 9 30,00%

(P) 21 70,00%

KGD N 30 156,28 68,16

KGD 2 J PP 30 261,27 88,23

HbA1c 30 8,07 1,81

rPT 30 0,94 0,83

INR 30 0,95 0,09

raPTT 30 1,08 0,15

rTT 30 0,96 0,13

Fibrinogen 30 237,0 95,08

D Dimer 30 99,80 106,35

TDS 30 121,67 6,865

TDD 30 74,50 4,974

IMT 30 23,627 1,7047

WBC 30 7,8937 1,64926

SGPT 30 25,867 13,4048

Cr 30 0,8363 0,31752

Colesterol 30 199,1633 34,12443

Trigliserida 30 130,847 34,3409

HDL 30 39,757 9,0222


(51)

Tabel 4.1.2

Hubungan kadar gula darah puasa (KGD N) dengan status koagulasi

KGD N R p

rPTa) -0,383 0,037 *

INRa) -0,391 0,032 *

raPTTa) -0,533 0,002 *

rTTa) 0,083 0,662

Fibrinogena) 0,338 0,068

D. Dimerb) 0,373 0,042 *

Keterangan: a) uji korelasi Pearson b) uji korelasi Spearman’s

* bermakna secara statistik p<0,05

Dilakukan uji korelasi antara faktor-faktor yang dinilai dalam pengendalian glukosa darah yaitu glukosa darah puasa, 2 jam PP dan HbA1c dengan nilai hemostasis. Berdasarkan uji korelasi didapatkan hubungan yang signifikan antara KGD N dengan nilai rPT, INR, raPTT dan D Dimer dengan niliai p<0,05.

Untuk nilai koefisien korelasi yang ditunjukkan antara KGDN dengan rPT (r= -0,383), KGD N dengan INR (r= -0,391), KGD N dengan raPTT (r= -0,533) ini menunjukkan sifat hubungannya adalah negatif, yang artinya jika KGD N meningkat maka nilai status koagulasi semakin memendek (status hiperkoagulasi).

Sedangkan koefisien korelasi KGD N dengan D Dimer (r=0,373) sifat hubungannya adalah positif, hal ini menunjukkan jika KGD N meningkat maka akan diikuti oleh peningkatan D Dimer. Selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 4.1.2


(52)

Pada gambar 4.1.1 terlihat bahwa rPT mempunyai korelasi negatif yaitu semakin tinggi KGD N akan diikuti oleh pemendekan nilai rPT.

rPT 1.10 1.00 0.90 0.80 KG D P u a s a 350.0 300.0 250.0 200.0 150.0 100.0 50.0

R Sq Linear = 0.147

Gambar 4.1.1 Diagram hubungan antara KGD N dengan rPT

Pada gambar 4.1.2 terlihat bahwa INR mempunyai korelasi negatif yaitu semakin tinggi KGD N akan diikuti oleh pemendekan nilai INR.

INR 1.20 1.10 1.00 0.90 0.80 0.70 KGD P u asa 350.0 300.0 250.0 200.0 150.0 100.0 50.0

R Sq Linear = 0.153


(53)

Pada gambar 4.1.3 terlihat bahwa raPTT mempunyai korelasi negatif yaitu semakin tinggi KGD N akan diikuti oleh pemendekan nilai raPTT. r aPTT 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 KG D P u a s a 350.0 300.0 250.0 200.0 150.0 100.0 50.0

R Sq Linear = 0.284

Gambar 4.1.3 Diagram hubungan antara KGD N dengan raPTT

Pada gambar 4.1.4 terlihat bahwa D Dimer mempunyai korelasi positif yaitu semakin tinggi KGD N akan diikuti oleh peningkatan nilai D Dimer. D Dimer 500 400 300 200 100 0 KG D Pu asa 350.0 300.0 250.0 200.0 150.0 100.0 50.0

R Sq Linear = 0.038


(54)

Tabel 4.1.3 Hubungan kadar gula darah 2 jam post prandial (KGD 2 j PP) dengan status koagulasi

KGD 2j PP R p

rPTa) -0,334 0,071

INRa) -0,293 0,116

raPTT a) -0,445 0,014 *

rTT a) -0,147 0,438

Fibrinogen a) 0,249 0,184

D Dimer b) 0,242 0,197

Keterangan: a) uji korelasi Pearson b) uji korelasi Spearman’s

* bermakna secara statistik p<0,05

Berdasarkan uji korelasi didapatkan hubungan yang signifikan antara KGD 2 jam PP dengan nilai raPTT dengan niliai p<0,05.

Untuk nilai koefisien korelasi yang ditunjukkan antara KGD 2 jam PP dengan raPTT (r= -0,445) ini menunjukkan sifat hubungannya adalah negatif, yang artinya jika KGD 2 jam PP meningkat maka nilai status koagulasi semakin memendek (status hiperkoagulasi). Selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 4.1.3


(55)

Pada gambar 4.1.5 terlihat bahwa aPTT mempunyai korelasi negatif yaitu semakin tinggi KGD 2 jam PP akan diikuti oleh pemendekan nilai aPTT. r aPTT 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 KG D 2 j a m PP 500 400 300 200 100

R Sq Linear = 0.198

Gambar 4.1.5 Diagram hubungan antara KGD 2 jam PP dengan aPTT

Tabel 4.1.4 Data Hubungan kadar HbA1c dengan status koagulasi

HbA1c R p

rPTa) -0,236 0,209

INRa) -0,213 0,259

raPTTa) -0,652 0,000*

rTTa) -0,040 0,832

Fibrinogena) 0,462 0,010 *

D Dimerb) 0,312 0,094

Keterangan: a) uji korelasi Pearson b) uji korelasi Spearman’s

* bermakna secara statistik p<0,05

Berdasarkan uji korelasi didapatkan hubungan yang signifikan antara HbA1c dengan nilai raPTT dan Fibrinogen dengan niliai p<0,05.


(56)

Untuk nilai koefisien korelasi yang ditunjukkan antara HbA1c dengan raPTT (r= -0,652) ini menunjukkan sifat hubungannya adalah negatif, yang artinya jika HbA1c meningkat maka nilai status koagulasi semakin memendek (status hiperkoagulasi).

Sedangkan koefisien korelasi HbA1c dengan Fibrinogen (r=0,462) sifat hubungannya adalah positif, hal ini menunjukkan jika HbA1c meningkat maka akan diikuti oleh peningkatan Fibrinogen. Selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 4.1.4

Pada gambar 4.1.6 terlihat bahwa aPTT mempunyai korelasi negatif yaitu semakin tinggi HbA1c akan diikuti oleh pemendekan nilai aPTT.

r aPTT

1.60 1.40

1.20 1.00

0.80

Hb

A1

c

14.0

12.0

10.0

8.0

6.0

4.0

R Sq Linear = 0.426


(57)

Pada gambar 4.1.7 terlihat bahwa fibrinogen mempunyai korelasi positif yaitu semakin tinggi HbA1c akan diikuti oleh peningkatan nilai fibrinogen.

Fibrinogen

500 400

300 200

100

Hb

A1

c

14.0

12.0

10.0

8.0

6.0

4.0

R Sq Linear = 0.214


(58)

BAB V

P E M B A H A S A N

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa hiperglikemia, hiperinsulinemia dan resistensi insulin dapat meningkatkan aktivitas koagulasi dan menurunkan aktivitas antikoagulasi dari komponen-komponen yang berperan dalam proses hemostasis, sehingga darah menjadi lebih mudah membeku dan bekuan yang terbentuk akan lebih sulit untuk dihancurkan. Perubahan daya beku darah ini dikenal sebagai keadaan hiperkoagulasi. (2, 11,12)

Keadaan hiperkoagulasi pada penderita diabetes melitus selain disebabkan oleh hipersensitivitas trombosit terhadap rangsangan agregasi, juga terkait dengan meningkatnya aktivitas protein koagulasi, dan menurunnya aktivitas protein inhibitor alamiah dan menurunnya aktivitas fibrinolisis. Kecenderungan adhesi dan agregasi trombosit ditambah dengan adanya tendensi terjadinya koagulasi merupakan resiko kejadian trombosis. 8,12,48,50

Suatu hasil pemeriksaan penyaring hemostasis dikategorikan sebagai status hiperkoagulasi bila salah satu dari parameter yang diperiksa didapatkan memiliki kriteria : rasio aPTT < 0,8 x nilai kontrol, rasio PT < 0,8 x kontrol, INR < 0,9, kadar Fibrinogen > 400 mg/dl dan D-Dimer > 500 ng/dl. 21

Hubungan antara KGD N dengan rasio PT, INR dan aPTT menunjukkan hubungan negatif yang signifikan dengan p berturut-turut


(59)

0,037, 0,032 dan 0,002. Hal ini sesuai dengan yang didapatkan oleh Carmassi F dkk (1992) yang mendapatkan nilai PT dan aPTT memendek pada pasien-pasien dengan kontrol glikemik yang buruk. Demikan juga dengan Acang dan Jalil (1993) melaporkan adanya pemendekan PT dan aPTT pada pasien DM. Namun hal yang berbeda dilaporkan oleh Colliers dkk (1992), menemukan nilai PT yang normal pada pasien dengan Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). 13,14,15,

Studi mengenai D Dimer sebagai penanda aktifitas fibrinolitik pada DM menunjukkan hasil yang bervariasi. Reverter dkk (1997) mendapatkan adanya peningkatan D Dimer pada DM, demikian juga Carmassi F dkk mendapatkan hal yang sama dan sesuai dengan hasil yang didapat pada penelitian ini dimana nilai p=0,042 (p<0,05). Sedangkan studi lain oleh Garcia F dkk (1987) mendapatkan adanya penurunan nilai D Dimer pada DM. 16,17

Wada dkk (2006) mengungkapkan bahwa semua pasien yang didapatkan mengalami emboli paru, koagulasi intravaskular disseminata, infark miokard akut dan trombosis vena dalam mempunyai kadar D Dimer yang tinggi yang dapat digunakan sebagai petanda adanya trombosis, namun manifestasi klinis adanya trombosis hanya dijumpai bila trombosis yang terjadi menimbulkan penyumbatan pembuluh darah secara total atau hampir total. 52

Kadar D Dimer yang meningkat di atas 500 ng/dl menandakan terjadinya peningkatan aktivitas fibrinolisis sekunder untuk


(60)

menghancurkan deposit bekuan fibrin stabil yang terdapat didalam pembuluh darah. 53

Kadar D Dimer > 500 ng/dl dengan status hipokoagulasi disebabkan oleh menurunnya aktivitas dari faktor- faktor pembekuan pada jalur intrinsik, ekstrinsik dan jalur bersama karena peningkatan penggunaan faktor- faktor pembekuan dalam pembentukan mikrotrombin yang berlangsung secara hebat atau terus menerus ini tidak dapat diimbangi oleh kecepatan produksinya. Kadar D Dimer > 500 ng/dl dengan status normokoagulasi dapat dijumpai bila mekanisme kompensasi tubuh mampu mengatasi peningkatan konsumsi faktor- faktor pembekuan untuk pembentukan mikrotrombi. Kadar D Dimer > 500 ng/dl dengan status hiperkoagulasi dapat dijumpai bila tubuh memiliki kadar faktor-faktor pembekuan yang lebih tinggi dari normal sebelum terjadinya proses pembentukan mikrotrombi. 8,9,12,54

Hubungan antara KGD 2 jam PP dengan rasio aPTT menunjukkan hubungan negatif yang signifikan dengan p=0,014. Hal ini sesuai dengan yang didapatkan oleh Carmassi F dkk (1992). Demikian juga yang didapatkan oleh Acang dan Jalil (1993) mendapat hal yang sama, yaitu adanya pemendekan nilai aPTT pada pasien-pasien DM. 13,14

Fibrinogen adalah glikoprotein dengan waktu paruh yang panjang. Mirshahi dkk menyebutkan bahwa keberadaan fibrinogen di sirkulasi dengan kadar gula darah yang tinggi seperti pada keadaan hiperglikemia akan menyebabkan fibrinogen menjadi hiperglikosilat. Peningkatan konsentrasi hiperglokosilat fibrinogen akan menyebabkan terjadinya


(61)

peningkatan resistensi terhadap fibrinolisis pada pasien DM tidak terkontrol. 55

Pada penelitian ini didapatkan hubungan negatif yang signifikan antara kadar HbA1c dengan rasio aPTT dengan p=0,000. Hal ini sesuai dengan yang didapatkan oleh Carmassi F dkk (1992) yang menyatakan bahwa aPTT memendek pada pasien-pasien dengan kontrol glikemik yang buruk. Pada penelitian ini didapatkan hubungan positif yang signifikan antara kadar HbA1c dengan fibrinogen dengan p=0,010. Hal ini sesuai dengan yang didapatkan oleh Carmassi F dkk (1992) yang menyatakan bahwa fibrinogen meningkat pada pasien-pasien dengan kontrol glikemik yang buruk. 14

Dilihat dari hubungan KGD N dan KGD 2 jam PP maupun HbA1c dengan status koagulasi, hanya rasio aPTT yang menunjukkan hubungan negatif yang signifikan ( KGD N, r= -0,533; p=0,002, KGD 2 jam PP, r= -0,445, p=0,014, HbA1c, r= -0,652, p=0,000). Hal ini mungkin disebabkan karena jumlah sampel yang sedikit. Terjadinya peningkatan aPTT (status koagulasi) dihubungkan dengan kontrol metabolik yang buruk.

Pada beberapa studi tentang faktor pembekuan pada DM, Carmassi dkk (1992) mendapatkan adanya peningkatan faktor VII sedangkan Adelstein dkk (1979) dan Garcia F (1987) melaporkan adanya peningkatan faktor VIII . Peningkatan faktor XI dan faktor XII didapatkan pada studi oleh Patrassi dkk (1982). 14,17,20,56


(62)

Dilihat dari kadar gula darah (KGD), baik KGD N maupun KGD 2 jam PP tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan kadar fibrinogen (KGD N, r=0,338; p=0,068, KGD 2 jam PP, r=0,249, p=0,184). Sedangkan hubungan antara HbA1c dengan fibrinogen pada penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan dengan p=0.010. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan HbA1c pada pasien DM akan diikuti oleh peningkatan fibrinogen. Hasil ini sesuai dengan yang didapatkan oleh Acang dan Jalil (1993), Collier dkk (1992), Carmassi dkk (1992), Rosove dkk (1984), Borsey dkk (1984), Adelstein (1979) dimana Fibrinogen berhubungan positif dengan DM. 13,14,15,18,19,20

Peningkatan Kompleks Thrombin-antithrombin (TAT) merupakan penanda aktivasi sistem koagulasi yang dijiumpai meningkat pada penderita DM. Banyak studi mencatat adanya peningkatan TAT pada DM diantaranya Reverter dkk (1997), Lopez dkk (1999), Nagai (1994), Murakami dkk (1994) dan Davi dkk (1992). 16,57,58,59,60

Di Micco dkk (2004) menyatakan bahwa sebagian besar penderita yang mengalami hiperkoagulasi bersifat asimptomatik dan diketahui secara kebetulan saat dilakukan pemeriksaan laboratorium. 61

Kelemahan penelitian ini adalah tidak dimasukkannya petanda yang lebih spesifik untuk menentukan status hiperkoagulasi pada DM tipe 2 seperti F1+2, TAT, AT III, PAI –I, tPA, protein S/C karena keterbatasan dana.


(63)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. K E S I M P U L A N

5.1.1. Pada penelitian ini didapati peningkatan KGD N akan diikuti oleh pemendekan rasio dari PT, INR, aPTT. Dan peningkatan KGD N akan diikuti oleh peningkatan nilai D Dimer. Dan peningkatan KGD 2 jam PP akan diikuti oleh pemendekan rasio dari aPTT. Serta peningkatan HbA1c akan diikuti oleh pemendekan rasio dari aPTT, dan peningkatan HbA1c akan diikuti oleh peningkatan nilai Fibrinogen.

5.1.2. Tidak dijumpai hubungan yang signifikan antara KGD N dengan rasio TT dan Fibrinogen . Dan tidak ada hubungan yang signifikan antara KGD 2 j PP dengan rasio PT, INR TT, Fibrinogen dan D. Dimer. Tidak dijumpai hubungan yang signifikan antara HbA1c dengan rasio PT, INR, TT dan D Dimer

5.1.3. Tidak semua faktor koagulasi dipengaruhi oleh status metabolik.


(64)

5.2. S A R A N

5.2.1. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar

5.2.2. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan faktor koagulasi yang lebih lengkap


(65)

DAFTAR PUSTAKA

1. Suyono S. Diabetes Mellitus di Indonesia. Dalam : Aru W Sudoyo dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006. 1874-8.

2. Benyamin A F, Gustaviani R. Gangguan Hemostasis pada Diabetes Melitus. Dalam: Aru W Sundaru dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006

3. Suharti C. Dasar-Dasar Hemostasis. Dalam : Aru W Sundaru dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2006.

4. Makin A, Silverman SH. Peripheral Vascular Disease and Virchow’s Triad for Thrombogenesis. Q J Med 2002 ; 95 : 199 - 210.

5. Tadjoedin H. Kondisi Hiperkoagulabilitas. Dalam : Aru W Sunadaru dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2006.

6. Supardiman I. Trombosis. Dalam: Aru W Sundaru dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2006.

7. Saleh S. Gangguan peredaran cairan tubuh, elektrolit dan darah. Dalam: Himawan S. (editor), Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta.


(66)

8. Carr ME. Diabetes Mellitus A hypercoagulable State. Journal of Diabetes and Its Complications 2001; 15:44-54

9. Onbasi K, Efe B. Diabetes Mellitus and The Natural Anticoagulant. Turkish Journal of Endocrinology and Metabolism 1999;2:53-63

10.Shahab A. Komplikasi kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Dalam : Aru W Sudoyo dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006. 1916-9

11.Colwell JA, et al. Atherosclerosis and Thrombosis in Diabetes Mellitus. In : John H Bowker, Michael A Pfeifer (editors). Levin and O’Neals The Diabetic Foot. 7th edition. Philadelphia. Mosby Elservier. 2008.

12.Kluft C, Jespersen J. diabetes as a Procoagulant Condition. The British Journal of Diabetes and Vascular Disease 2002 ; 2 (5) : 358-362.

13.Acang, N., & Jalil,F.D. (1993). Hypercoagulation in diabetes Mellitus. Southeast Asian J Trop Med Public Health 24 (suppl. I), 263-266.

14.Carmassi, F., Morale, M., Puccetti, R., De Negri, F., Monzani, F., Navalesi, R., & Mariani, G. (1992). Coagulation and Fibrinolytic system impairment in insulin dependentdiabetes mellitus. Thromb Res 67,643-654

15.Collier, A., Rumley, A., Rumley, A.G., Paterson, J.R., Leach, J.P., Lowe, G.D.,& Small,M. (1992). Free radical activity and hemostatic factors in NIDDM patients with and without microalbuminuria. Diabetes 41, 909-913.


(67)

16.Reverter, J.L., Reverter, J. C., Tassies, D., Rius, F., Monteagudo,J., Rubies-Prat, J., Escolar, G., Ordinas, A., & Sanmarti, A. (1997). Thrombonodulin and induced tissue factor expression on monocytes as markers of diabetic microangiopathy: a prospective study on hemostasis and lipoproteins in insulin-dependent diabetes mellitus. Am J Hematol56,93-99

17.Garcia Frade, L. J., de la Calle, H., Alava, I., Navarro, J.L., Creighton, L. J., & Gaffney, P. J. (1987). Diabetes Mellitus as a hypercoagulable state: its relationship with fibrin fragments and vascular damage. Thromb Res 47,533-540

18.Rosove, M. H., Frank, H. J., & Harwig, S. S. (1984). Plasma beta thromboglobulin, platelet factor 4, fibrinopeptide A, and other hemostatic function during improved, short-term glycemic control in diabetes mellitus. Diabetes Care7, 174-19

19.Borsey, D. Q., Prowse, C.V., Gray, R.S., Dawes, J., James, K., Elton, R., & Clarke, B.F. (1984). Platelet and coagulation factors in proliperative diabetic retinopathy. J Clin Pathol 37, 659-664

20.Adelstein, S., Gomperts, E. D., Joffe, B. I., Hockley, J., & Seftel, H.C. (1979). Haemostatic factors in balck and white diabetics. S Afr Med J 55,325-328

21.Aulia D. Pemeriksaan penyaring pada kelainan hemostasis. Dalam : Rahayu D Setiabudy (editor). Hemostasis dan Trombosis. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007. 23-33


(68)

22.American Diabetes Association : Standards of Medical Care in Diabetes Care 2004;27:S15-35

23.Lembar S. HbA1c sebagai kontrol penderita diabetes mellitus. Wed,2006-08-30 21:57

24.Service FJ, O’Brien PC. The relation of glycaemia to the risk of development and progression of retinopathy in the diabetes control and complications trial. Diabetologia 2001;44:1215-20.

25.Pradana Soewondo. Pemantauan Pengendalian Diabetes Melitus. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007. 147-54

26.Sungkar MA. Hubungan antara Pengendalian Metabolik dan Komplikasi Kronik Diabetes Tipe 2 pada Penyakit Kardiovaskular. Balai Penerbitas Universitas Diponegoro.Semarang. 2007. 257-64.

27.Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006.25.

28.Riddle JP, Aouizerat BE, Miaskowski CM, Lillicrap DP. Theories of Blood Coagulation. Journal of pediatric oncology nursing 2007;24:123-31

29. Tambunan KL. Patogenesis Trombosis. Dalam : Aru W Sundaru dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006. 765-8

30.Furie B, Furie BC. Mechanism of thrombus formation. The New Englang Journal of Medicine 2008;359:938-49


(69)

31.Oesman F, Setiabudy RD. Fisiologi Hemostasis dan Fibrinolisis. Dalam: Rahajuningsih D Setiabudy (editor). Hemostasis dan Trombosis. Edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007. 1-15

32.Roberts HR, Monroe DM, Hoffman M. Molecular Biology and Biochemistry of The Coagulation Factors and Pathway of Hemostasis. In Lichtman MA, Kipps TJ, Kaushansky K, et al. (editors). Williams Hematology. Seventh edition. New York : McGraw Hill; 2006.p.1655-93.

33.Sukrisman L. Koagulasi Intravaskular Diseminata. Dalam : Aru W Sundaru dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006. 777-9

34.Setiabudy RD. Patofisiologi Trombosis. Dalam : Rahajuningsih D Setiabudy (editor) Hemostasis dan Trombosis. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2007.

35.Goodnight SHG, Hathway WE. Disorders of Hemostasis and Thrombosis. New York. McGraw Hill. 2001.

36.Grant PJ. Is hypercoagulability an issue in arterial thrombosis? Yes. Journal of Thrombosis and Haemostasis 2004 ; 2 :690-1

37.Frykberg RG. Diabetic Foot Ulcers: Pathogenesis and Management. American Family Physician 2002; 66: 1655-62.

38.Knox RC, Dutch W, Blume P, Sumpio BE. Diabetic Foot Disease. International Journal of Angiology 2000; 9:1-6.


(70)

39.Stegenga ME. Hypergycemia Stimulates Coagulation, Whereas Hyperinsulinemia Impairs Fibrinolysis in Healthy Humans. Diabetes 2006; 55 : 1807-12.

40.Piemontino U, Ceriello A, Di Minno g., Hemostatic and Metabolic Abnormalities in diabetes Mellitus. Haematologica 1994 ; 79 : 387-92. 41.Meigs JB. Hyperinsulinemia, Hyperglicemia and Impaired Hemostasis.

JAMA 2000 ; 283 (2):221-8.

42.Suhartono. Gangguan Hemostasis pada Penderita Ulkus Kaki Diabetik (tesis). Medan : USU ; 2009.

43.Beckmen JA, Cieager MA, Libby P. Diabetes and Atherosclerosis. JAMA 2002 ; 287 : 2570-80.

44.American Diabetes Association. Peripheral Arterial Disease in People with Diabetes. Diabetes Care 2003;26:3333-41.

45.Subekti I. Patogenesis dan Pengelolaan neuropati Diabetika. Dalam Proseding Simposium Current Diagnosis and treatment in internal Medicine 2005. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2005 : 109-116.

46.Jansson P. Endothelial Dysfunction in Insulin Resistance and Type 2 Diabetes. J Intern Med 2007 ; 262 : 173 – 183.

47.Vinik AI, et al. Atherosclerosis and Thrombosis in Diabetes. Diabetes care 2001 ; 24 (8) : 14 76 – 1485.

48.Ceriello A. Coagulation Activation In Diabetes Mellitus. Diabetologica 1993; 36:1119-1125


(71)

49.Boalaman, et al. The Change of Coagulation Parameters and Microvascular Complication in Diabtes Mellitus. Endocrinologist 2007 ; 17 (4) : 196 – 199.

50.Grant P J, Diabetes Mellitus As A Prothrombotic condition. Journa of Internal Medicine 2007 ; 262 : 157-172.

51.Duncan BB, Schmidt MI, Offenbacher S, Wu KK, Savage PJ, Heiss G. Factor VIII and other Hemostasis Variables are Related to Incident Diabetes in Adult, The Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC) Study. Diabetes Care 1999;22:767-73

52.Wada H, et al. Elevated Levels of Soluble Fibrin or D-Dimer indicate High Risk of Thrombosis. Journal of Thrombosis and Hemostasis 2006: 4 :1253-1258

53.Sprong Blood Coagulation and The Risk of Atherotrombosis. Trombosis Journal 2004 ; 2 : 12-22.

54.Amarel A, Opal SM, Vincent Jl. Coagulation in Sepsis. Intensive Care Med 2004 ; 30 : 1032-1040.

55.Mirshahi, M., Soria, J., Soria, C., Bertrand, O., Mirshahi, M., & Basdevant, A. (1987). Glycosylation of human fibrinogen and fibrin in vitro its consequences on the properties of fibrinogen. Thromb Res 48, 279-289

56.Patrassi, G. M., Vettor, R., Padovan, D., & Girolami, A. (1982). Contact phase of blood coagulation in diabetes mellitus. Eur J clin Invest 12,307-311.


(1)

Lampiran 4

Data Peserta Penelitian No :

Tanggal : MR :

I. Anamnese Pribadi

Nama : ………

Tanggal lahir/tempat : ……….... Jenis Kelamin : ………

Alamat : ………

No telp/hp : ……… - Lama menderita DM : ... bulan / tahun

- Tinggi Badan : cm - Berat Badan : kg

II. Pemeriksaan

Kadar Gula Darah

- KGD N :

- KGD 2 jam PP :

- HbA1c :

Kesan : Terkendali / tidak terkendali

- Status koagulasi: (tanggal...)

- PT : kontrol :

- INR :

- aPTT : kontrol :

- TT : kontrol :

- D dimer : N :

- Fibrinogen : N :


(2)

Hb :...g/dl Leukosit : ...103/mm3 Trombosit :...103/mm3 SGOT : ...U/l SGPT : ...U/l Alkaline p : ...U/l Bil.direk : ...mg/dl Bil.total : ...mg/dl


(3)

LAMPIRAN 6

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Dr. Ira Ramadhani

Tempat / tanggal lahir : Medan, 16 Juli 1981 Alamat kantor : Fakultas Kedokteran USU

Jln Dr Mansur no 5, Medan

Departemen Penyakit Dalam

RSUP H Adam Malik

Jln Bunga Lau no 17 Medan Alamat : Jln Stadion no. 64 Lubuk Pakam

No Telp : 061-77735847

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Alulum Medan, Sumut Ijazah 1993 2. SMPAlkautsar- Alakbar Medan, Sumut Ijazah 1996 3. MAN I Medan, Sumut Ijazah 1999 4. Fakultas Kedokteran UISU Medan Ijazah 2006

5. PPDS Ilmu Penyakit Dalam FK USU Juli 2006 - sekarang

KEANGGOTAAN PROFESI

1. Ikatan Dokter Indonesia (IDI).


(4)

KARYA ILMIAH DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

1. Ira Ramadhani, Dede Moeswir, T. Realsyah Renardi, Rahmat Isnanta, Zainal Safri, Refli Hasan, Harris Hasan. Hubungan Nilai N-Terminal Pro-Brain Natriuretic Peptide (NT-proBNP) Dengan Keparahan Penderita Gagal Jantung. KOPAPDI XIV, Jakarta November 2009.

2. Ira Ramadhani, Syafrizal Nst, Zuhrial Z, E.N. Keliat, Alwinsyah A, Azhar Tanjung. Prevalensi Simtom Refluks Gastroesofageal Dan Hubungannya Dengan Berat Asma di RS Pirngadi Medan. PERPARI, Palembang Juni 2010.

PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH

1. Peserta Gastroentero-hepatologi Update IV 2006. Medan 8-9 september 2006.

2. Peserta simposium “How to Choose an Appropriate OAD” Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IX 2008 Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan, 15 April 2008

3. Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IX. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU. Medan, 17-19 April 2008

4. Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) X. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU. Medan, 23-25 April 2008.

5. Peserta simposium “Fucoidan, Nature’s Way for Faster Peptic Ulcer Healing”. Medan, 14 Juni 2008.

6. Peserta Diabetes Management Training for Internist. Medan 7-9 Agustus 2008. Peserta Gastroentero-Hepatologi Update VI. Medan 17-18 Oktober 2008.

7. Peserta FESTSCHRIFT PROF.Dr. HARUN RASYD LUBIS, SpPD-KGH. Medan 10 November 2008.

8. Peserta simposium ” ONTARGET : A land mark trial in Cardio & Vascular protection”. Departemen Kardiologi & Kdokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Sumatera Utara. Medan, 5 Juli 2008


(5)

9. Peserta Simposium “Landmark trial in management of hipertension & Diabetes” . PAPDI Sumut. Medan, 7 Maret 2009

10. Peserta Workshop Achieving Ambitious Glycaemic Target in Diabetes: ’ Stepwise Intensification of Insulin Treatment from Basal to Basal Plus/Bolus”. Medan 12 juli 2009.

11. Peserta Workshop on Osteoporosis “ Osteoporosis Crunch Time”. Medan, 8 Agustus 2009.

12. Peserta Gastroentero-Hepatologi Update VII. Medan 9-10 Oktober 2009.

13. Peserta Simposium “The natural Astaxanthin Symposium 2009. Medan 2 November 2009.

14. Pembicara dan Peserta Simposium KOPAPDI XIV. Jakarta 11-14 November 2009.

15. Peserta Simposium “ Pain management update “. Medan, 6 Desember 2009.

16. Peserta Workshop 1 Annual Pathobiology Course: Focus On Stem Cell New Era of Stem Cell Therapy. Medan 12-13 Desember 2009.

17. Peserta RTD dan workshop “Cirrhosis & its complications : does it matter? “ Medan, 13 Maret 2010.

18. Peserta Roadshow Ilmiah PB PAPDI ” Penggunaan Testosteron pada Aging Male”. Medan 6 Maret 2010.

19. Peserta Seminar Ilmiah hari Ginjal Sedunia 2010. ”Protect Kidney And Control Diabetes”. Medan 11 Maret 2010.

20. Peserta workshop PAPDI ”Confronting obstacles in managing type 2 DM controlling HbA1c effectively without compromise.” Medan, 20 Maret 2010

21. Peserta Workshop USG. Medan 1-3 April 2010


(6)

management for optimal CV outcome”. Medan, 10 April 2010. 23.Peserta Simposium “Update on diabetes management and medical nutrition therapy “. Medan, 17 April 2010.

24.Pembicara dan Peserta Simposium The 11 National Congress of PERPARI, Chest and Critical Care in Internal medicine. Palembang Juni 2010.


Dokumen yang terkait

Hubungan Kendali Kadar Gula Darah dengan Asymmetrical Dimethilarginine (ADMA) pada Pasien DM Tipe 2

1 84 80

HUBUDIAB Hubungan Pengetahuan Pasien Tentang Penyakit DM dengan Tingkat Pengendalian Kadar Glukosa Darah pada DM Tipe II.

0 1 13

PENDAHULUAN Hubungan Pengetahuan Pasien Tentang Penyakit DM dengan Tingkat Pengendalian Kadar Glukosa Darah pada DM Tipe II.

0 2 5

HUBUNGAN KEPATUHAN DIIT DENGAN KADAR GULA DARAH SEWAKTU PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 di RAWAT Hubungan Kepatuhan Diit Dengan Kadar Gula Darah Sewaktu Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rawat Inap RSUD Sukoharjo.

0 2 15

HUBUNGAN KEPATUHAN DIIT DENGAN KADAR GULA DARAH SEWAKTU PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 di RAWAT Hubungan Kepatuhan Diit Dengan Kadar Gula Darah Sewaktu Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rawat Inap RSUD Sukoharjo.

0 1 13

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN HIPERTENSI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Hipertensi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.

0 3 14

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN HIPERTENSI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Hipertensi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.

0 3 18

Hubungan Kadar Gula Darah Puasa dan pH saliva pada Pasien DM Tipe 2.

1 8 4

Asupan Vitamin C dan E Tidak Mempengaruhi Kadar Gula Darah Puasa Pasien DM Tipe 2

0 1 14

Hubungan Gangguan Hemostasis Dengan Penyakit Ginjal Kronik

0 0 8