1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia masih tergolong baru. Banyak kalangan memandang bahwa Islam tidak berurusan dengan bank dan
peruangan sehingga tidak mengherankan apabila beberapa cendekiawan dan ekonomi melihat Islam - dengan sistem nilai tatanan normatifnya - sebagai
faktor penghambat pembangunan an obstacle to economic growth. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan Asia pada khususnya
serta resesi dan ketidakseimbangan ekonomi global pada umumnya, adalah suatu bukti adanya ‘ketidakberesan’ dalam sistem yang kita anut selama ini.
Nilai-nilai Ilahiyah yang melandasi operasional perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Kenyataannya sekarang ada 63 bank sudah ditutup, 14 bank
telah di-take-over, dan sembilan bank lagi harus direkapitalisasi dengan biaya ratusan triliyun rupiah. Antonio, 2001: 8
Keberadaan ekonomi Islam, khususnya perbankan syariah sekarang, baru memasuki tahap reformasi kebijakan yaitu tahap perbaikan
regulasi perbankan syariah. Kondisi ini ‘terlambat’ dibandingkan negara- negara Islam lainnya, seperti negara – negara Arab, Malaysia, bahkan
Philipina negara dengan mayoritas penduduknya beragama Katolik. Satu hal yang cukup menarik adalah tiga agama besar Islam,Yahudi dan
Kristen sepakat bahwa riba adalah perbuatan yang dilarang dan
2
pengambilan bunga uang telah memenuhi seluruh kriteria ketidakadilan riba yang tercela itu. Pendapat ini dikukuhkan oleh fatwa akademi –
akademi fiqih Islam Islamic Fiqih Academy, seperti keputusan Akademi Fiqih Organisasi Konferensi Islam OKI tahun 1970 dan ulama – ulama
dunia dalam salah satu konferensinya di Al-Azhar University, Kairo pada tahun 1965.
Menurut Antonio 2001: 10 mengenai kekurangtegasan pendapat sebagian ulama dan ormas Islam di tanah air, disebabkan oleh beberapa alasan,
diantaranya sebagai berikut: 1. Kurang komprenhensifnya informasi yang disampaikan kepada para
ulama dan cendekiawan tentang bahaya dan dampak destruktif sistem bunga terutama pada saat krisis moneter dan ekonomi dilanda
kelesuan. Kesenjangan informasi ini menjadikan sebagian ulama merasa tenang-tenang saja bahkan cenderung melegitimasi mekanisme
konvensional; 2. Nash-nash Qur’ani dan sunah-sunah Nabawiyah yang berkaitan dengan
riba cenderung kurang memahami secara komperehensif. Hal ini tercermin dalam analisis, tahapan-tahapan pelarangan riba, arahan
Rasulullah terhadap praktek bisnis dan simpan pinjam sahabat, demikian juga pelarangan praktek pembungaan uang dalam ajaran
yang berakar samawi lainnya seperti Yahudi dan Nasrani;
3
3. Belum berkembang luasnya lembaga keuangan syariah sehingga ulama dalam posisi yang sulit untuk melarang transaksi keuangan
konvensional yang demikian luas itu; dan 4. Adanya ‘kemalasan intelektual’ yang cenderung pragmatis yang
memunculkan anggapan bahwa praktek pembungaan uang, seperti yang dilakukan lembaga-lembaga keuangan ciptaaan Yahudi, sudah
‘sejalan’dengan ruh dan semangat Islam. Para ulama serta cendekiawan tinggal membubuhkan stempel saja
Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ini ditandai dengan disetujuinya Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Undang-Undang
tersebut mengatur secara rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Peluang
tersebut disambut antusias oleh masyarakat perbankan. Sejumlah bank mulai memberikan pelatihan bidang perbankan syariah bagi para stafnya.
Salah satu hal yang menarik adalah bahwa lembaga-lembaga keuangan asing global seperti: Citibank, Bank ANZ, Jardine Flemming, dan ABN
AMRO ternyata sudah melebarkan sayapnya memasuki indrustri keuangan syariah Antonio, 2001: 9.
Perbankan Syariah khususnya di Jawa tengah kini mengalami perkembangan yang cukup baik. Jumlah jaringan kantor bank Syariah
pada tahun 2003 meningkat menjadi 24 kantor atau hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya, baik berupa kantor cabang, kantor cabang
pembantu kas. Hingga akhir triwulan pertama 2004, angka ini mengalami
4
penambahan satu kantor cabang lagi. Perkembangan bank Syariah di Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah ini serta grafik 1.1 mengenai
keberadaan kantor bank Syariah di Jawa Tengah. Tabel 1.1 Bank Syariah di Jawa Tengah
No Jenis dan Nama bank Syariah Lokasi Jumlah
Kantor Cabang Umum Syariah 7
1. PT Bank Syariah mandiri
Semarang Solo
Pekalongan 2.
PT. Bank Muamalat Semarang
Pekalongan Solo
Purwokerto Kantor Cabang Unit Usaha Mandiri
4 1.
PT bank BNI Syariah Semarang
Pekalongan 2.
PT. Bank BRI Syariah Semarang
3. PT Bank Danamon Syariah
Solo Kantor BPR Syariah
3 1.
PT BPR Syariah Asad Alif Kebumen
2. PT BPR Syariah Ihsanul Amal
Kendal 3. PT BPR Syariah Ben Salamah
Abadi Purwodadi
Total 14
Sumber: Kantor Bank Indonesia Semarang data Sampai Maret 2004
5
Grafik 1.1 Jumlah Kantor Bank Syariah di Jawa Tengah
5 10
15 20
25
2002 2003
2004 Bank Umum dan Unit
Usaha S
yariah BPR Syariah
Keterangan: terdiri atas kantor Cabang, Cabang Pembantu dan Kantor Kas
Sumber: Kantor Bank Indonesia Semarang Data sampai Maret 2004
Kondisi ini sesuai dengan kinerja yang juga mengalami pertumbuhan signifikan. Fatwa MUI pad akhir 2003 lalu mengenai haramnya bunga
bank, juga mempengaruhi dalam penghimpunan dana ini, seperti yang terlihat dalam grafik 1.2 di bawah ini:
Grafik 1.2 Kinerja Bank Umum Syariah di Jateng miliar rupiah
50 100
150 200
250 300
350 400
450
triwulan I 2003 triwulan II 2003 Triwulan III 2003
Triwulan IV 2003 triwulan I 2004
Total aset Dana Pihak ketiga
Pembiayaan
Sumber : Kantor Bank Indonesia Semarang Data sampai Maret 2004
Bank Syariah Mandiri BSM merupakan bank milik pemerintah pertama yang melandaskan operasionalnya pada prinsip syariah. Secara
struktural, BSM berasal dari Bank Susila bakti BSB, sebagai salah satu
6
anak perusahaan dilingkup Bank Mandiri ex BDN, Bank Bumi Daya, BankExim dan Bapindo, yang kemudian dikonversikan menjadi bank
syariah secara penuh. Peneliti memilih lokasi penelitian pada BSM Surakarta dengan alasan
BSM memiliki nasabah dan kantor cabang yang cukup signifikan. Keberadaannya dalam beberapa tahun belakangan ini masih asing bagi
masyarakat luas dikarenakan sosialisasi yang belum memadai. Untuk mengatasi hal tersebut beberapa upaya dilaksanakan diantaranya
pembentukan Masyarakat Ekonomi Syariah MES dan Pusat Komunikasi Syariah PKES.
Adanya beberapa kendala dalam pengembangan produk Bank Syariah khususnya BSM Cabang Surakarta salah satunya adalah bagian
marketing. Untuk melaksanakan fungsinya secara optimal pihak BSM Surakarta akan meningkatkan pelayanan diantaranya memperkenalkan
berbagai macam fasilitas atau produk-produk serta kemudahan-kemudahan peminjaman yang diperoleh nasabah. Hal ini merupakan kunci
keberhasilan BSM Cabang Surakarta dalam menaruh kepercayaan pada nasabah.
BSM Cabang Surakarta dalam melaksanakan fungsinya senantiasa tidak lepas dari berbagai bentuk persaingan, baik dengan bank-bank
konvensional maupun bank-bank Syariah lainnya. Oleh karena itu BSM Surakarta berusaha mengkomunikasikan produknya melalui penanganan
bauran pemasaran jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan para
7
masyarakat luas. Melalui bauran pemasaran yang sesuai harapan sehingga diharapkan dapat meningkatkan nasabah sehingga berdampak positif bagi
perkembangan BSM Surakarta itu sendiri. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti terdorong untuk menganalisa
marketing mix atau bauran pemasaran yang terdapat dalam BSM sehingga dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap bank Syariah tersebut
serta memberi kepercayaan penuh. Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan sebagai dasar dan bahan evaluasi bagi pihak BSM Surakarta
untuk meningkatkan kualitas pelayanan nasabah.
B. Perumusan Masalah