Hakikat Drama dan Unsur-Unsurnya

yang lainnya, yaitu sama-sama mengkaji aspek sosial yang terkandung di dalam naskah drama dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Perbedaannya, terdapat pada hal-hal yang melatarbelakangi masalah sosial yang ada dalam naskah drama.

F. Landasan Teori

1. Hakikat Drama dan Unsur-Unsurnya

Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas pentas. Melihat drama penonton seolah melihat kejadian dalam masyarakat. Kadang-kadang konflik yang disajikan dalam drama sama dengan konflik batin mereka sendiri. Drama adalah potret kehidupan manusia, potret duka, pahit manis, hitam putih kehidupan manusia Waluyo, 2002:1. Drama adalah salah satu karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan untuk dipentaskan Pardjimin dalam Nugraheni dan Suyadi, 2011:186. Tarigan dalam Nugraheni dan Suyadi, 2011:186 menyatakan, drama adalah hidup yang ditampilkan dalam gerak. Drama menggunakan perbuatan dan gerak yang merupakan inti hakikat setiap karangan yang bersifat dramatis. Drama naskah merupakan salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa. Drama naskah dapat diberi batasan sebagai salah satu jenis karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan untuk dipentaskan. Sebagai potret atau tiruan kehidupan, dialog drama banyak berorientasi pada dialog yang hidup dalam masyarakat Waluyo, 2002:2- 3. Seorang pengarang drama -sadar atau tidak sadar- pasti menyampaikan amanat dalam karyanya. Pembaca cukup teliti akan dapat menangkap apa yang tersirat di balik yang tersurat. Setiap pembaca dapat berbeda-beda menafsirkan makna karya itu bagi dirinya, dan semuanya cenderung dibenarkan Waluyo, 2002:28. Drama naskah dibangun oleh struktur fisik kebahasaan dan struktur batin semantik, makna. Wujud fisik sebuah naskah adalah dialog atau ragam tutur. Waluyo 2002:8-30 secara rinci menyebutkan bahwa unsur-unsur naskah drama terdiri dari plot atau kerangka cerita, penokohan dan perwatakan, dialog atau percakapan, setting atau latar, tema, amanat atau pesan pengarang, petunjuk teknis, dan drama sebagai interpretasi kehidupan. Adapun penjabaran dari unsur-unsur naskah drama sebagai berikut. a. Alur atau Plot Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi Semi, 1988:43. Stanton dalam Nurgiyantoro, 2009:113 menyatakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain. Plot atau alur adalah salah satu unsur fungsional dalam drama. Struktur alur dramatik sebuah drama terdiri dari lima perkembangan, yaitu, pembeberan mula, penggawatan, klmakspuncak kegawatan, peleraiananti klimaks, dan penyelesaian Nugraheni dan Suyadi, 2011:187. Tasrif dalam Nurgiyantoro, 2009:149-150 menjelaskan kelima tahap plot sebagai berikut. 1 Tahap Penyituasian Tahap Situasion Tahap penyituasian merupakan tahap yang berisi pelukisan dan pengenalan latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal dan lain-lain. 2 Tahap Pemunculan Konflik Tahap Generating Curcumstances Tahap pemunculan konflik yaitu suatu tahap di mana masalah-masalah dan peristiwa yang menyangkut terjadinya konflik itu akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. 3 Tahap Peningkatan Konflik Tahap Rising Action Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita makin mencekam dan menegangkan. Konflik terjadi secara internal, eksternal, maupun keduanya, pertentangan-pertentngan, benturan- benturan antarkepentingan, masalah, dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tak dapat dihindari. 4 Tahap Klimaks Tahap Climax Konflik dan atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dilakui dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. 5 Tahap Penyelesaian Tahap Denouement Konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Konflik-konflik lain, sub-subkonflik, atau konflik-konflik tambahan, jika ada, juga diberi jalan keluar, cerita diakhiri. Nurgiyantoro dalam bukunya berjudul Teori Pengkajian Fiksi 2009:153-155 membedakan alur menjadi tiga. a Plot Maju, Lurus atau Progresif Plot dikatakan maju, lurus, atau progresif adalah peristiwa- peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh atau: menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa kemudian. b Plot Mundur, Sorot Balik atau Flash Back, Regresif Urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang berplot regresif tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan. Karya yang berplot jenis ini, dengan demikian, langsung menyuguhkan adegan-adegan konflik, bahkan barang kali konflik yang telah meruncing. Padahal, pembaca belum lagi dibawa masuk- mengetahui situasi dan permasalahan yang menyebabkan terjadinya konflik dan pertentangan dalam cerita itu. c Plot Campuran Plot campuran merupakan cerita yang di dalamnya tidak hanya mengandung plot progresif saja, tetapi juga sering terdapat adegan-adegan sorot balik. b. Penokohan atau Perwatakan Penokohan atau perwatakan sangat penting dalam drama. Tanpa perwatakan, tidak akan ada cerita. Tanpa perwatakan, tidak akan ada plot Nugraheni dan Suyadi, 2011:187. Menurut Nurgiyantoro 2009: 164 istilah ―tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Hamzah 1985:104-106 membagi perwatakan menjadi tiga, yaitu protagonis, antagonis, dan tritagonis. 1 Protagonis adalah pelaku utama yang berjuang untuk mencapai cita-citanya. 2 Antagonis merupakan tokoh yang menghalangi tercapainya cita-cita protagonis. 3 Tritagonis adalah orang ketiga atau pelaku tambahan, yaitu orang-orang lain yang berpihak pada kedua kubu kubu protagonis dan antagonis. Waluyo 2002:16 membedakan jenis tokoh berdasarkan peranannya dalam drama menjadi tiga seperti di bawah ini. 1 Tokoh sentral, yaitu tokoh-tokoh yang paling menentukan gerak lakon. Tokoh sentral merupakan biang keladi pertikaian, dalam hal ini tokoh sentral adalah tokoh protagonis dan antagonis. 2 Tokoh utama, yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral. Tokoh utama juga dapat menjadi medium atau perantara tokoh sentral, dalam hal ini adalah tokoh tritagonis. 3 Tokoh pembantu, yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rangkai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini menurut kebutuhan cerita saja. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro, 2009:165 tokoh cerita adalah, orang -orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Menurut Nurgiyantoro 2009:166 penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.Tokoh-tokoh di atas, selain membawakan peran juga dituntut untuk membawakan watak sesuai dengan karakter yang terdapat dalam naskah drama. Menurut Waluyo 2002:17-18 watak para tokoh digambarkan dalam tiga dimensi, yaitu berdasarkan keadaan fisik, psikis, dan sosial fisiologis, psikologis, dan sosiologis. Keadaan fisik tokoh meliputi: umur, jenis kelamin, raut muka, kesukaan, tinggipendek, kurusgemuk, suku, senyumcemberut, dan sebagainya. Keadaan psikis tokoh meliputi: watak, kegemaran, mentalitas, standar moral, temperamen, ambisi, kompleks psikologis yang dialami, keadaan emosinya, dan sebagainya. Keadaan sosiologis meliputi: jabatan, pekerjaan, kelas sosial, ras, agama, ideologi, dan sebagainya. Menurut Saad dalam Al Ma’ruf, 2010:81-82 kehadiran tokoh dalam suatu cerita dapat dilihat dari berbagai cara, yang secara garis besar dapat dibagi dalam tiga cara antara lain: 1 cara analitis, yakni pengarang secara langsung menjelaskan dan melukiskan tokoh- tokohnya, 2 cara dramatik, yakni pengarang melukiskan tokoh- tokohnya melalui gambaran tempat dan lingkungan tokoh, dialog antar tokoh, perbuatan dan jalan pikiran tokoh, dan 3 kombinasi keduanya. Menurut Lubis dalam Al Ma’ruf, 2010:82-83 penokohan secara wajar dapat diterima jika dapat dipertanggungjawabkan dari sudut psikologis, fisiologis, dan sosiologis. Termasuk psikologis antara lain cita-cita, ambisi, kekecewaan, kecakapan, temperamen, dan sebagainya. Aspek yang masuk dalam fisiologis misalnya jenis kelamin, tampang, kondisi tubuh, dan lain-lain. Sudut sosiologis terdiri atas misalnya lingkungan, pangkat, status sosial, agama, kebangsaan, dan sebagainya. c. Dialog Dialog atau cakapan merupakan ciri khas suatu drama. Ragam bahasa dalam dialog tokoh-tokoh drama adalah bahasa lisan yang komunikatif dan bukan ragam bahasa tulis Waluyo, 2002:20. d. Latar atau Setting Abrams dalam Nurgiyantoro, 2009:216 menyatakan bahwa latar atau setting yang disebut juga landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Menurut Nurgiyantoro 2009:227 unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok berikut. 1. Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. 2. Latar waktu berhubungan dengan masalah ―kapan‖ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. 3. Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Fananie 2002:98 menyatakan bahwa latar dimaksudkan untuk mengidentifikasi situasi tergambar dalam cerita, tidak hanya menyatakan di mana, kapan, dan bagaimana situasi itu berlangsung melainkan berkaitan dengan gambaran tradisi, karakter, perilaku sosial, dan pandangan masyarakat pada waktu cerita ditulis. e. Tema Tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama Waluyo, 2002:24. Menurut Nugraheni dan Suyadi 2011:187, drama memiliki pikiran pokok yang hendak disampaikan oleh pengarangnya. Pokok pikiran itu merupakan suatu yang diyakini, suatu pendirian, paling tidak dalam kaitan drama naskah yang dihasilkan itu. Drama yang tidak jelas sikapnya, arah plotnya pun tidak akan menentu. Pokok pikiran yang demikian itulah yang dinamakan tema. Untuk menemukan tema sebuah karya fiksi pembaca harus menyimpulkan dari keseluruhan cerita. Tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya fiksi. Gagasan dasar umum inilah —yang tentunya telah ditemukan sebelumnya oleh pengarang —yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita. Dengan kata lain, cerita tentunya akan ―setia‖ mengikuti gagasan dasar umum yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga berbagai peristiwa-konflik dan pemilihan berbagai unsur intrinsik yang lain seperti penokohan, pelataran, dan penyudutpandangan diusahakan mencerminkan gagasan dasar umum tersebut Nurgiyantoro, 2009:70. f. Amanat Moral dalam cerita, menurut Kenny dalam Nurgiantoro, 2009:321, biasanya dimaksudkan sebagai suatu sarana yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. g. Petunjuk Teknis Petunjuk teknik merupakan teks samping yang terdapat dalam naskah drama. Teks samping biasanya ditulis dengan tulisan berbeda dari dialog misalnya dengan huruf miring atau huruf besar semua. Petunjuk teknis yang lengkap akan mempermudah sutradara dalam penafsiran naskah Waluyo, 2002:29. h. Drama sebagai Interpretasi Kehidupan Setiap pengarang tidak sama dalam melihat dan menginterpretasikan sisi kehidupan. Tontonan atau naskah yang dihasilkan akan ditentukan oleh bagaimana sikap penulis dalam menginterpretasikan kehidupan ini. Drama mempunyai kekayaan batin yang tiada tara sebagai interpretasi terhadap kehidupan. Kehidupan yang ditiru oleh penulis drama dalam lakon diberi aksentuasi- aksentuasi sesuai dengan sisi kehidupan mana yang akan ditonjolkan oleh penulis. Hal yang ditonjolkan itu akan menentukan konflik yang dibangun. Konflik yang tergambar dalam pertikaian antara tokoh protagonis dan tokoh antagonis akan membangun dan mengembangkan plot. Potret kehidupan pun akan menjadi cermin bagi penonton untuk menyaksikan gejolak batinnya sendiri Waluyo, 2002:30-31.

2. Pendekatan Strukturalisme

Dokumen yang terkait

Kritik Sosial dalam Naskah Drama Monolog Surat Kepada Setan Karya Putu Wijaya: Telaah Sosiologi Sastra dan Implementasinya sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA

0 5 13

PENDAHULUAN Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Rt 0 Rw 0 Karya Iwan Simatupang: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia Di SMA.

0 4 6

ASPEK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA “NYAI ONTOSOROH” KARYA FAIZA MARDZOEKI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Aspek Sosial Dalam Naskah Drama “Nyai Ontosoroh” Karya Faiza Mardzoeki: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 1 12

PENDAHULUAN Aspek Sosial Dalam Naskah Drama “Nyai Ontosoroh” Karya Faiza Mardzoeki: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 2 6

ASPEK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA “NYAI ONTOSOROH” KARYA FAIZA MARDZOEKI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Aspek Sosial Dalam Naskah Drama “Nyai Ontosoroh” Karya Faiza Mardzoeki: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

1 13 12

ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI Aspek Sosial Dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 2 12

PENDAHULUAN Aspek Sosial Dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 4 42

ASPEK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA KIDUNG PINGGIR LURUNG KARYA UDYN U.Pe.We: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Aspek Sosial Dalam Naskah Drama Kidung Pinggir Lurung Karya Udyn U.Pe.We: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di

0 1 11

DAFTAR PUSTAKA Aspek Sosial Dalam Naskah Drama Kidung Pinggir Lurung Karya Udyn U.Pe.We: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 7 4

ASPEK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA KIDUNG PINGGIR LURUNG KARYA UDYN U.Pe.We: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Aspek Sosial Dalam Naskah Drama Kidung Pinggir Lurung Karya Udyn U.Pe.We: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di

0 4 21