Pengaruh Beberapa Subtipe Virus Infectious Bursal Disease terhadap Keberhasilan Vaksinasi
PENGARUH BEBERAPA SUBTlPE
VIRUS INFTECTIOUS BURSAL DISEASE
TERHADAP KEBEIUZASILAN VAKSINASI
Retno D. SOEJOEDONO
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1996
RINGKASAN
RETNO D. SOEJOEDONO.
Infectious
(Di bawah
M.B.M.
bursal
Pengaruh b e b e r a p a
disease
terhadap
subtipe
keberhasila?
virus
vaksinasi.
bimbingan MASDUKI PARTADIPEDJA s e b a g a i k e t u a ,
MALOLE,
PURNOMO
RONOHARDJO,
SOERATNO
PARTOATMODJO d a n GATUT ASHADI s e b a g a i a n g g o t a ) .
P e n y a k i t G u m b o r o atau I n f e c t i o n s b u r s a l d i s e a s e (IBD) s e c a r a
ekonomi bersifat sangat merugikan
peternakan ayam b a i k bagi ayam
pedaging maupun ayam petelur. IBD menyerang ayam mulai umur 1 hari
(DOC) sampai
menimbulkan
pertumbuhan
sekitar 6 minggu. P a d a ayam
di atas 3 minggu, s e l a i n
kematian antara 5-20% j u g a menimbulkan
kelambatan
dan akan mengalami p r o s e s persembuhan yang memerlukan
waktu f 2 minggu s e r t a konversi pakan menjadi sangat buruk. B i l a IBD
menyerang
ayam d i bawah
umur
3
minggu,
ayam
penderita
akan
mengalami imunodefisiensi, sehingga ayam menjadi mudah ditulari oleh
setiap
penyakit merrular, meskipun ayam telah divaksinasi terhadap
penyakit itu. D i samping itu ayam pertumbuhannya terhambat dan akan
mengalami kekerdilan.
Virus penyebabnya sangat tahan terhadap kondisi lingkungan dan
.
tahan hidup di l u a r
+
tubuh ayam s e l a m a 4 bulan.
peternakan sudah tertulari v i r u s IBD maka untuk
X
:
5
tersebut akan
A p a b i l a suatu
selanjutnya penyakit
s e l a l u berjangkit, k a r e n a v i r u s IBD sangat sulit untuk
dibebaskan d a r i peternakan yang bersangkutan.
D i Indonesia b e b e r a p a vaksin IBD yang b e r a s a l d a r i luar, t e l a h
baayak digunakan untuk
- * I.
.
program vaksinasi, akan tetapi satu ha1 yang
nyata a d a l a m a s ~ hterjadinya w a b a h penyakit IBD yang sangat meluas
dan meningkat walaupun ayam sebelumnya telah
divaksinasi
dengan
vaksin IBD tersebut.
Pada
penelitian
ini telah dilakukan pengumpulan bahan untuk
isolasi dan identifikasi virus IBD berupa bursa Fabricius ayam sakit
dari
beberapa lokasi
Qumboro. Kemudian
peternakan yang mengalami wabah penyakit
dilanjutkan dengan isolasi dan idehtifikasi virus
dengan menggunakan biakan jaringan embrio ayam
specific pathogen
free (SPF).
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mempelajari
keanekaragaman
antigen berbagai isolat virus IBD yang diisolasi dari beberapa tempat
peternakan di Indonesia, dengan c a r a melakukan uji netralisasi
d i antara semua isolat virus terhadap antiseranya. Hasil
identifikasi virus IBD pada
asal lapang dan kemudian
penelitian
dipilih
silang
isolasi dan
ini berjumlah 30 ieolat virus
24 isolat yang didasarkan kepada
wilayab penyebaran dan kepadatan
peternakan ayam yang meliputi
daerah Sumatera, Jabotabek. J a w a Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Bali dan Sulawesi Selatan. Antigen untuk uji netralisasi silang dibuat
pada biakan sel fibroblas embrio ayam SPF yang bernmur 9 hari. Sera
kebal terhadap masing-masing isolat virus IBD dibuat pada kelinci. Uji
netralisasi serum silang dilakukan pada biakan eel dengan cara v i r u s
konstan dan pengenceran serum secara seri. Untuk memudahkan analisis
hasil uji netralisasi silang
virus asal lapang
dan
penentuan keterkaitan antigen antar
digunakan pendekatan dengan mencari nilai R yang
berdasarkan rumus Archetti dan Horsfall (Archetti dan Horafall, 1950).
Meskipun vaksinasi terhadap penyakit Gumboro telah dijalankan
?.
j1
t
secara teratur di peternakan-peternakan di Indonesia, tetapi masih tetap
timbul wabah penyakit Gumboro. Tampaknya yang
menjadi penyebab
ketidakberhasilan vaksinasi ini adalah adanya subtipe atau varian virus.
B M n n peedekatan serologik dari hasil uji netralisasi silang dan uji
.,. y+--"
penentuan k t e r k a i t a n antigen dari ke 24 isolat serta 1 galur Lukert
ditetapkan 9 kelompok yang memiliki
kesamaan antigen
di atas 70%
antara satu dengan yang lain, kemudian karena a d a beberapa isolat yang
termasuk ke dalam lebih dari satu kelompok,
maka ditetapkan 4 isolat
virus yang masing-masing mewakili setiap kelompok tertentu yaitu
isolat-isolat k-5, k-11, k-13 dan k-19. Keempat subtipe (varian) virus
IBD
yang terpilih tersebut memiliki
(keanekaragaman antigen) dan selain
perbedaan
itu
jug8
struktur antigen
mempunyai etruktur
antigen yang tidak sesuai dengan yang dimiliki oleh virus vaksin yang
digunakan.
Pada percobaan imunisasi pasif silang antar keempat isolat virus
asal lapang yang terpilih ternyata dapat diketahui bahwa isolat virus
tersebut berbeda subtipenya (varian). Hal ini
percobaan
imunisasi pasif pada ayam dan
maaing-rnasing tsrhadap
setelah
isolat virus IBD anal
antara keempat virus IBD asal
lapang
itu
dibuktikan
lapang,
dengan
diuji tantang
ternyata
di
tidak a d a yang homolog.
Haail uji ini menguatkan hipotesis bahwa memang benar di Indonesia
terdapat subtipe virus IBD dan keempat isolat virus tersebut merupakan
subtipe yang berbeda.
Selain percobaan melalui imunisasi pasif silang juga dilakukan
percobaan necara serologik melalui uji netralisasi silang antar keempat
subtipe isolat virus lapang di atas terhadap antisera dari vaksin impor
yang digunakan d i lapang. Ternyata
BMT-SN antisera
tersebut tidak
mampu menghasilkan titer yang baik terhadap isolat virus asal lapang (k5, 11, 1 3 dan 19) dibandingkan dengan antisera yang dihasilkan oleh
virus standar. Hal ini berarti bahwa virus vaksin tidak homolog dengan
keempat subtipe virus anal lapang.
Berdaaarkan analisis hasil penelitian dapat diaimpulkan bahwa
dari 24 isolat
virus lapang dan 1 galur Lukert
yang diuji, dapat
ditetapkan 4 subtipe virus IBD yang dapat mewakili semua isolat virus
IBD asal lapang (k-S, 11, 13 dan 19). Keempat subtipe virus IBD
tersebut ternyata merupakan isolat yang tidak memiliki kesamaan struktur
antigen antar aatu dengan lainnya s e r t a dengan virus vaksin asal impor.
yang berpengaruh terhadap vaksinasi berdasarkan respons serologik.
Dengan
diketahui adanya perbedaan aubtipe virus IBD asal
lapang dengan virus vaksin dan bahwa di Indonesia terdapat lebih dari
satu
subtipe
virus IBD, diwaktu yang akao datang diharapkan dalam
satu vaksin terkandung keempat subtipe virus IBD asal lapang terpilih di
atas sehingga dapat digunakan sebagai vaksin IBD yang berpotensi tinggi
di Indonesia.
SUMMARY
RETNO
D.
The effect o f some infectious bursal
SOEJOEDONO.
disease viral subtypes on the efficacy o f vaccination pmgrams (Under
the
supervision
of
Advisory
a s chairman,
PARTADIREDJA
RONOHARDJO.
the
SOERATNO
Committee
of
MASDUKI
M.B.M. MALOLE, PURNOMO
PARTOATMODJO
and
GATUT
ASHADI a s members)
Gumboro d i s e a s e or Infectious b u r s a l disease (IBD) has a great
ecomonic importance to the poultry industries, both to layer and broiler
industries, most importantly due to the immunosuppression caused by the
disease.
The
industries w i l l
acquire
a lot o f damages
including
vaccination failure, increased condemnation and mortality, poor feed
conversion, increased morbidity and medication cost commonly resulted
from immunosuppression. IBD virus infects chickens from the early ages,
starting from day-old chicks up to 6 weeks of age. Infection in poultry of
3 weeks of age and older resulting in 5 to 20% mortality, whilst the
disease in chickens under 3 weeks of age manifesting in a severe and
prolonged immunosuppression. Sequelae that have been associated with
immunosuppression induced by the virus include gangrenous dermatitis,
inclusion body hepatitis anemia syndrome, E. coli infections, and
vaccination failures.
The causative organism resisted severe environmental conditions
and resisted outside the chicken's body for four months. Once a farm has
been infected, it w i l l always be infected again and again, because it is
difficult to make the farm free from IBD virus.
Beside the utilization of several imported vaccines against the
disease, prevailing and menacing epidemics of infectious bursa1 disease
are still found in this country.
In
this
study,
collection
of
materials
for
isolation
and
identificaton of IBD virus consisted of bursa Fabricius of infected
chickens collected from different farms which were affected by Oumboro
disease. The isolation and idenification of IBD virus was carried out in
specific pathogen free (SPF) chicken embryo f i b r o b l a s t (CEF).
The aims of the study was to investigate the antigenic variation of
some IBD viral isolates, obtained from several farms in Indonesia, by
performing cross neutralization tests between all viral isolates against
their antisera. The isolation and identification effort of IBD virus was
able to collect 30 field viral isolates and based on the spread and
density of poultry farms, 24 isolates were chosen a s representatives.
Seven areas of Indonesia, i.e. Sumatera, Jabotabek, West, Central and
East Java, Bali and South Sulawesi were represented in this study.
Antigens used for cross neutralization tests were prepared from nine
day old SPF chicken embryo fibroblast. Immune s e r a against each IBD
viral isolate were made by injecting the IBD virus into New Zealand
white rabbits. Cross neutralization tests were performed on cell cultur;
by the method of constant virus against serial dilution of sera. To
facilitate the analysis of the results of cross neutralization tests and to
resolve the relatedness between the field viral isolates the R value of
Archetti and Horsfall's formula was used (Archetti and Horafall. 1950).
Although vaccination programs against Gumboro disease using
imported vaccines have been executed routinely in almost all of the
poultry farms in Indonesia, the epidemics of Gumboro disease are still
menacing the Indonesian poultry industries. The presence of viral
subtypes or variants in the field were suspected to be the cause of these
vaccination failures in the farms. With the serological approach of the
cross neutralization tests and antigenic relatedness determination results
of 24 f i e l d IBD viral isolates and one Lukert strain, nine (9) groups of
viral isolates have antigenic relatedness more than 70%. Knowing that
some o f the isolates belong to more than one group o f isolates. it was
found out that four field IBD viral isolate# were identified as a s
representatives o f the groups, i.e. k-5, k-11, k-13 and K-19 isolates.
These four IBD viral isolates can be identified'as variants o r subtypes
since they have different antigenic structures among themselves and also
between these four viral isolates and IBD vaccine viruses used in
Indonesia.
With
the cross passive immunization teats between those four
field isolates it was confirmed that these four viral isolates there were
different in subtypes o r variants. This fact w a s substantiated by passive
immunization of chickens and then challenged with the four field IBD
viral isolates resulting that those four field isolates were indeed
heterologous. The results o f these tests substantiated the hypothesis that
those four field isolates were of different subtypes o r variants.
Besides cross passive immunization test, serologic tests were also
performed by cross neutralization tests between field IBD viral isolates
against imported vaccine antisera used in the field, showed by the fact,
that the antisera could not produce optimum protection against field IBD
viral isolates (k-5, 11, 13 and k-19).
Analysis of the results of this study on 24 field IBD viral isolates
and one Lukert strain tested, demonstrated that those four IBD viral
subtypes could b e identified a s representatives of a l l field IBD viral
isolates in Indonesia.
It w a s established that those four viral isolates have no antigenic
relation between one to another and to the imported vaccine virus which
affected the vaccination results based on the serologic responses.
Knowing that those four field IBD viral isolates and the virus used
for vaccines in Indoneoia are of different subtypes, and that there are
more than one subtype found among IBD virus in Indonesia; it will be
very ideal
for the poultry industry in Indonesia if in every vaccine
produced for domestic use contains t h o ~ e four IBD viral subtypeo.
,
PENGARUHBEBERAPASUBTJPE
VIRUS 1NFECTIOUS BURSAL DISEASE
TERHADAP KEBERHASILAN VAKSINASI
oleh
Retno D. SOEJOEDONO
Nrp. 91.5351SVT
Dlsertasi sebagal salah satu syarat untuk memperoleh gelar
DOKTOR
pada
Program Pascasarjana lnstltut Pertanian Bogor
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1996
Judul
:PENGARUH BEBERAPA SUBTIPE
VIRUS INFECTIOUS B U W DISEitSE
TERHADAP KEBERHASILAN VAKSINASI
Nama Mahasiswa
:Retno D. SOEJOEDONO
Nomor pokok
: 91535/SVT
,
Menyetujui
Dr. M.B.M.
Malole
ProtDr.H.Soeratno Partoatmodjo, MSc
Anggota
Dr. H Purnomo Ronohardjo
RIWAYAT HIDUP
Penulie dilahirkan pada tanggal 7 Mei 1952, di Magelang, Jawa
Tengah, putri keernpat dari ayah dan bunda R. Ismaoen Qjojosoebroto.
Pendidikan yang ditempuh adalah di. Sekolah Dasar Kanisius,
Magelang yang diselesaikan tahun 1963; Sekolah Menengah Pertama
Negeri I, di Bogor pada
tahun 1964-1967 kemudian melanjutkan ke
Sekolah Menengah Atas. Regina Pacis, di Bogor sampai tahun 1970.
Pada tahun 1971 melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran
Hewan, IPB dan lulus sebagai Sarjana Kedokteran Hewan pada tahun
1976. Selanjutnya, mendapat gelar Dokter Hewan pada tahun 1977.
Penulis menikah dengan R. Roso SOEJOEDONO, Staf Pengajar
pada Laboratorium Kesmavet, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor, dan dikaruniai
seorang putri: Retno Astriningtyas
SOEJOEDONO, pelajar Kelas Dua, SMA Regina Pacis, Bogor.
Pada
tahun
Laboratorium
1974
telah
menjadi
Virologi-Imunologi,
asisten
Jurusan
staf
Penyakit
Pengajar
Hewan
di
dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.
Pada tahun
1980 mendapat
kesempatan mengikuti pendidikan
program Magister Sains pada Program Pascasarjana IPB, jurusan Sains
Veteriner.
Selanjutnya pada tahun
Pernerintah
Perancis
untuk
1986 mendapat
mengikuti
pendidikan
beasiswa dari
pada
"I'Bcole
Nationale Veterinaire d'Alfort (RNVA)" di Maison Alfort, Paris dan
mendapat diploma "Maitre es Science Veterinaire". Kemudian tahun
1991 mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan program Doktor
pada
'7
Program
Pascaearjaaa,
IPB,
jurusan
Sains
Veteriner.
Penulis
sejak diangkat menjadi
Kedokteran Hewan,
IPB
masih
tetap
staf pengajar pada Fakultas
bekerja pada
Laboratorium
Imunologi, Jurusan Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner
hingga saat ini.
,
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan k e p a d a Allah S W T a t a s k a r u n i a dan
rahmatNya yang t e l a h dilimpahkan sehingga d a p a t menyelesaikan tugas
yang dipercayakan k e p a d a penulis. Semoga k a r u n i a ini meiupakan amal
i b a d a h yang bermanfaat bagi semuanya.
Penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan k e p a d a
suami dan putri t e r c i n t a yang t e l a h memberi keaempatan p a d a p e n u l i s
untuk melanjutkan pendidikan ini s e r t a mendampingi dalam s u k a dan duka
( Q u i n'ont
c e s s e d e m'apporter l e u r s encouragements et ont f a i t preuve
d e beaucoup d e comprehension et d e p a t i e n c e ) :
t a n p a kasih sayangmu,
t a n p a pengertianmu d a n
t a n p a semangatmu
n i s c a y a segalanya tidak akan berhasil.
Penghargaan d a n r a s a t e r i m a k a s i h yang tak terhingga penulis
sampaikan k e p a d a Prof.Dr H. Masduki P a r t a d i r e d j a , M.Sc. selaku ketua
Laboratorium
Imunologi,
Jurusan
Penyakit
Hewan
dan
Kesehatan
M a s y a r a k a t Veteriner, FKH-IPB dan penasehat utama dalam program ini.
yang t e l a h memberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan s e r t a
memberi membimbing, mengarahkan, mendorong s e r t a memberi nasehat
yang b e r h a r g a s e j a k a w a l penelitian sampai penyelesaian penulisan ini.
Demikian j u g a k e p a d a D r M.B.M. M a l o l e s e b a g a i anggota komisi
penasehat yang t e l a h ikut s e r t a membimbing, mengarahkan s e r t a memberi
s a r a n d m kritik demi keberhasilan penulisan ini.
Ucapan terimakasih dan penghargaan j u g a penulis
k e p a d a anggota komisi penasehat: Prof. D r H. Soeratno
M. Sc..
D r H. Purnomo Ronohardjo
sampaikan
Partoatmodjo,
d a n P r o E D r H. a a t u t Ashadi
dan b e l i a u yang terakhir ini j u g a bertindak sebagai ketua Program S a i n s
Veteriner, yang t e l a h memberi nasehat, bantuan dan pengarahan demi
k e b e r h a s i l a n p e n y e l e s a i a n penulisan ini.
P e n u l i s rnengucapkan terima kasih k e p a d a ayah dan bunda , kakak
s e r t a a d i k t e r c i n t a yang t e l a h memberikan d o a dan dorongan semangat
s e l a m a ini.
,
T i d a k l u p a penulis rnengucapkan t e r i m a kasih k e p a d a teman-teman
mejawat
Drh.
Pien
Wibowomoekti,
Dr. Fachrian H . Pasaribu s e r t a
Drh. T i t i e k Sunartatie, M S atas s e m u a bantuan b e r u p a apapun yang telah
d i b e r i k a n k e p a d a p e n u l i s s e l a m a ini.
P e n u l i s menyampaikan j u g a ucapan t e r i m a kasih k e p a d a teknisi
Laboratorium Virologi dan Imunologi
Kesehatan
Masyarakat
Veteriner,
, Jurusan Penyakit Hewan dan
FKH-IPB
yang
telah
p e k e r j a a n l a b o r a t o r i u m dalam penyelesaian penelitian ini.
membantu
DAFTAR IS1
RINGKASAN
SUMMARY
v
RIWAYAT HIDUP
xi
KATA PENaANTAR
xiii
DAFTAR IS1
xv
DAFTAR TABEL
xvi
I. PENDAHULUAN
1 . 1 . Latar belakang penelitian
1.2. Permasalahan
1 . 3 . Tujuan dan kegunaan penelitian
1.4. Hipotesis
11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Latar belakang
2.2. Virus penyebab penyakit Gumboro
2.3. Serotipe dan eubtipe virus Gumboro
2.4. Kelainan patologi akibat penyakit Gumboro
2.5. Masa inkubasi dan tanda klinik penyakit
Oumboro
2.6. Imunoeupreei
2.7. Vaksin dan vaksinaei terhadap
penyakit Oumboro
111. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan tempat penelitian
3.2. Penelitian di laboratorium
3.2.1. Isolasi dan identifikaei tipe isolat virus
IBD asal lapang
Hewan percobaan
Bahan kimia
Peralatan
Metode
3.2.2. Pembuatan dan pemurnian antigen
3.2.3. Titrasi virus p a d s biakan CEF
3.2.4. Pembuatan antigen terhadap virus IBD
3.2.5. Uji netralisasi
3.3. Penelitian eksperimental
3.3.1. Percobaan 1
3.3.2. Percobaan 2
3.3.3. Percobaan 3
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Isolasi virus IBD asal lapang
4.1.2. Identifikasi virus IBD dan pemurnim antigen
4.1.3. Titrasi isolat virus IBD asal lapang
4.1.4. Pembuatan antiserum
4.1.5. Uji netralisasi
,
Halaman:
4 . 1 . 6 . Percobaan 1
4.1.7. Percobaan 2
4 . 1 . 8 . Percobaan 3
4.2. Pembahasan
4.2.1. Uji keterkaitan antigen
4.2.2. Uji imunisasi silang
4.2.3. Uji netralieasi silang isolat virus IBD dan
antieera vaksin
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5 . 1 . Kesimpulan
5 . 2 . Saran
VI. DAFTAR PUSTAKA
Nmw:
1. Oenom virus IBD
2. Nilai titer isolat virus asal lapang
3. Nilai R antara antisera terhadap isolat virus IBD
asal lapang
4
. Hasil percobaan ayam yang mendapat imunisasi pasif
dengan s e r a hiperimun (k-5,11,13 dan 1 9 ) yang
ditantang dengan isolat virusnya.
5. Uji netralisasi silang virus IBD isolat lapang terhadap
antisera vaksin
6. Pasangan isolat virus IBD aaal lapang yang memiliki
kesamaan di atas 70%
7. Kelornpok isolat virus asat lapang memiliki kesamaan
di atas 70%
8.
Daftar isolat virus IBD asal lapang
setiap kelompok
yang mewakili
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belskang Penelltian
Infectious
Bursal
Dlsrase (IBD) atau
.
dikenal pertama kali
sebagai penyakit Gumboro yang dikemukakan oteh Cosgrove tahun 1962
adalah penyakit virusi yang
menimbulkan nekroeis jaringan limfoid
terutama organ bursa Fabricius,
limpa,
tonsil,
ceca
dm
timus
(Seneviratna, 1969).
Penyakit Oumboro disebabkan oleh eejenis virus RNA yang aangat
tahan
terhadap
kondisi
lingkungan,
tahan
terhadap
pelbagai
desinfektan dan tahan hidup d i luar tubuh ayam selama 4 bulan lebih.
Akibatnya, b i l a satu peternakan ayam telah ditulari IBD maka untuk
selanjutnya penyakit itu akan selaIu berjangkit dalam peternakan ayam
tersebut. Peteroakan yang telah tertulari virus IBD sangat sulit antuk
dibebaskan kembali dari penyakit ini (Benton et al., 1967).
Daya penularan virus IBD sangat tinggi. B i l a satu kelompok ayam
tertular, hampir 100% dari kelompok ayam tersebut terinfekai. Meskipun
angka kematian hanya berkiaar antara 5 sampai 20% terutama p a d a ayam
d i atas 3 minggu, tetapi ayam yang
telah
terinfeksi akan
mengalami
kelambatan pertumbuhan. Ayam akan sembuh namun memerlukan waktu
sekitar 2 minggu dan konversi pakan menjadi sangat buruk (Lukert dan
Saif, 1991).
Selain daripada itu b i l a kelompok ayam yang terinfeksi berumur di
bawah
3 minggu
maka ayam yang terinfeksi
itu akan mengalami
imunoaupreei yang permanen. Ayam tampak sehat, tetapi tidak mampu
membentuk ketahanan tubuh (Allan et al., 1972 dan Faragher et al.,
1972).
Penyakit Oumboro (IBD) ini sangat merugikan peternakan ayam
baik ayam pedaging maupun petelur. Menyerang ayam umur 3-6 minggu
dengan g e j a l a kelesuan,
bulu
berdiri
dan terlihat
kueam,
diare,
perdarahan alat pencernaan dan pembengkakan
yang
akhirnya terjadi
atrofi bursa Fabricius (Cheville, 1967). Selain itu b i l a infekai IBD
terjadi pada ayam berumur di bawah 3 minggu &an timbul imunosupresi
yang sangat berat dan permanen (Allan et a l . , 1972 dan Faragher et al.,
1972).
•
1 . 2. Permaralahan
Dalam beberapa tahun terakhir ini dilaporkan tentang munculnya
subtipe atau varian baru dari virus IBD yang tidak dapat
dinetralisasi
s e c a r a sempurna oleh antibodi terhadap galur baku (Heine et al., 1991)
sehingga memperkuat penelitian terdahulu yang dilakukan Snyder et a l .
(1988),
bahwa ha1 tersebut
di atas dianggap
sebagai
penyebab
kegagalan vaksinasi.
Di Indonesia penyakit Gumboro termasuk pada urutan penyakit
strategis. Laporan Bulletin Epidemiologi Veteriner menyatakan bahwa
antara tahun 1992 sampai 1994 tercatat adanya kasus tinggi di propinsipropinsi Sumatra Utara, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan, sedangkan
jumlah
kasus penyakit
Gumboro yang tertinggi terjadi
pada tahun
1993(Anonymous, 1995).
Penyakit Gumboro pertama kali ditemukan di Bogor, tahun 1980
(Partadiredja et al., 1982). Laporan berikutnya dinyatakan bahwa
penyakit tersebut telah ditemukan di semua wilayah Jabotabek,
Jawa
Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Maros, Medan dan
Lampung. Virus IBD telah berhasil diisolasi dari peternakan
telah divaksiaasi secara teratur baik
penyakit lainnya, tetapi
muncul
bersamaan
terhadap IBD
ayam yang
maupun terhadap
ternyata kejadian penyakit Gumboro
dengan
wabah
penyakit lain seperti
masih
Newcastle
Disease (ND) ataupun infeksi oleh bakteria (Partadiredja e t a l . , 1991).
Dari uraian di atas jelas penyakit C3umboro itu sangat merugikan
bagi
perunggasan. Di Eropa, Afrika, Amerika dan beberapa negara di
A s i a kini dikenal virus varian IBD yang sangat ganas atau pathogenic
variant tetapi bukan antigenic variant. Virus
tersebut
menimbulkan
kematian 80-100% pada ayam SPF. Virus varian yang patogen ini mampu
mematahkan kekebalan pada ayam yang telah divakeinaii dengan vaksin
standar (baku) yang biasa digunakan d i lapad&, yang sebelumnya mampu
melindungi ayam dari serangan virus IBD (Lukert, 1992). Sedangkan
pada antigenic variant dapat diketahui dengan uji netralisasi silang yang
didasarkan baik pada formula Archetti dan Horsfall (1950) maupun
Kapikian et al. (1967) (Lukert, 1 9 9 2 s d m Lukert. 1992b)
Menurut beberapa penelitian di E r o p a dan Amerika telah berhasil
diidentifikasi 2 serotipe virus IBD
yaitu serotipe I dan
11.
Dengan
rnenggunakan pendekatan uji serologik atau uji proteksi silang dapat
diketahui adanya perbedaan
antigen
sehingga dapat disebut sebagai
yang
nyata d i antara serotipe I
subtipe. Terdapat reaksi silang antar
subtipe dalam serotipe I sehingga tanggap kebal yang dihasilkan tidak
memberi
daya lindung optimum, atau hanya
33% sesama subtipe meskipun
memiliki sifat antigenik
dalam serotipe I. Babkan, pada laporan
b e b e r a p a tahun terakhir ini juga telah ditemukan beberapa varian 'di
antara serotipe I tersebut (McFerran e t al., 1980; Jackwood
et al.,
1982; Jackwood dan Saif, 1987 dan Ismail e t al., 1990).
Di Amerika kini dikenal virus varian (antigenic variant) IBD yang
memiliki struktur atau susunan antigen yang berbeda dengan virus vaksin
yang baku (standar). Perbedaan tersebut ternyata akibat terjadinya
perubahan susunan asam amino yang membentuk protein antigen. Vaksin
IBD yang biasa digunakan untuk melindungi ayam dari serangan IBD
ternyata tidak mampu menahan serangan virue IBD varian baru. Akibat
terbentuknya virus varian baru ini baik di Eropa maupun di Amerika
pernah terjadi
wabah
penyakit
Gumboro yang sangat hebat, padahal
populasi ayam itu sebelumnya telah divaksinasi dengan vaksin IBD baku
( Jackwood dan Saif, 1987).
Dari
penelitian
yang
dilakukan
oleh
e t at.
Partadiredja
(1991) dan (1992) telah dapat dikemukakan bahwa dari kasus IBD yang
terjadi di Indonesia, telah berhasil diisolasi virus lapang sebanyak 1 5
isolat. Terhadap isolat virus IBD tersebut
serum silang dengan menggunakan
biakan
fibroblast
= CEF)
ayam (chicken embrio
dilakukan uji* netralisasi
jaringan
fibroblas embrio
SPF (= specific pathogen
free). Haail uji netralisasi serum silang menunjukkan adanya perbedaan
varian di antara isolat virus IBD tadi dari 15 isolat asal lapang (adanya
variasi antigen).
Di Indonesia, vaksin
IBD anal impor telah banyak digunakan
untuk vaksinasi baik yang berasal dari Amerika maupun Eropa. Akan
tetapi
satu
ha1
yang nyata ialah bahwa wabah
penyakit
Oumboro
masih terjadi dengan wilayah penyebaran yang sangat meluas dan dengan
jumlah kasus terus meningkat walaupun ayam tersebut telah dikebalkan
sebelumnya dengan vaksin IBD asal luar Indonesia (Partadiredja et af.,
1992).
Vaksinasi merupakan salah satu c a r s untuk mencegah penyakit IBD
pada peternakan ayam, namun meskipun ayam telah divaksinasi ternyata*
masih
timbul
wabah penyakit aumboro yang kemungkinan besar
disebabkan karena telah timbul virus varian IBD, aehingga antibodi yang
terbentuk akibat vaksinasi tidak mampu mengenal virus varian IBD.
Berdasarkan permanalahan-permanalahan tersebut di atas,
maka
dilakukanlah suatu penelitian guna mengungkapkan penyebab kegagalan
vaksinasi di lapang yaitu masih terjadinya wabah IBD walaupun ayam
sebelummya telah mendapatkan vaksinasi dengan vaksin yang berasal
dari luar Indonesia.
Adanya
berbeda deng'an
virus
varian (subtipe) dari isolat a r a l lapang yang
virno vaksin tampaknya menjadi penyebab kegagalan
tersebut. Virus subtipe ternebutpun tampaknya juga mempunyai
tingkat
tersebut. Virus subtipe tersebutpun tampaknya j u g a mempunyai
tingkat
keganasan yang berbeda. M a k a dengan uji s e r o l o g i s terhadap berbagai
i s o l a t v i r u s IBD d i Indonesia, diharapkan permasalahan tersebut dapat
terungkap.
P a d a penelitian ini, sebagai bahan untuk i s o l a s i v i r u s digunakan
organ tubuh b e r u p a b u r s a F a b r i c i u s ayam yang s e c a r a klfnis menderita
akibat I B D dan b e r a s a l d a r i berbagai peternakah ayam d i Indonesia.
1. 3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
(1) mengisolasi dan mengindentifikasi v i r u s penyebab w a b a h IBD,
(2) m e n c a r i keterkaitan antar i s o l a t virus IBD asal lapang kemudian
dilakukan imunisasi p a s i f s i l a n g antar i s o l a t v i r u s lapang terpilih,
(3) menentukan hubungan a n t a r a i s o l a t v i r u s IBD a s a l lapang t e r p i l i h dengan
a n t i s e r a vaksin aktif IBD a s a l impor yang dipergunakan d i
peternakan
d i I n d o n e s i a guna membuktikan manfaat vaksin a s a l luar Indonesia.
Hasil-hasil
penelitian diharapkan bermanfaat untuk mejakinkan
p e r l u n y a pembuatan vaksin I B D dengan v i r u s IBD isolat Indonesia
terpilih
.
S e l a m a ini
vaksin IBD yang digunakan b e r a s a l d a r i impor,
tetapi tidak mampu melindungi ayam d a r i serangan IBD d i Indonesia.
Dengan
penggunaan
vaksin
yang mengandung isolat v i r u s IBD
a s a l Indonesia tersebut diharapkan vaksin yang dihasilkan akan mampu
mencegah serangan atau infeksi v i r u s IBD yang a d a di Indonesia.
1. 4. Kipotesis
Mengingat b a h w a penyakit Gumboro d i Indonesia, walaupun telah
banyak
digunakan vaksin a s a l i m p o r baik vaksin aktif maupun vaksin
inaktif, namun ternyata masih t e r j a d i w a b a h IBD yang sangat meluas dan
meningkat. Sedangkan
di luar Indonesia kini telah diidentifikasi dan
diisolasi virus varian
IBD
yang memiliki variasi (keanekaragaman)
struktur antigen atau susunan antigen yang berbeda (antigenic variant)
dengan virus standar. Vaksin IBD yang biasa digunakan ternyata tidak
mampu melindungi infeksi virus varian IBD. Maka dirumuskan hipotesis
dalam penelitinn ini.
,
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitikn ini adalah:
(1) d i antara virus IBD asal lapang di Indonesia terdapat beberapa subtipe
(varian) yang berbeda
(2) isolat virus IBD asal lapang di Indonesia yang mempunyai subtipe
atau
varian yang bereifat antigenik berbeda dari virus vaksin impor yang
telah b i a s a digunakan di peternakan ayam.
11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Latar Belakang
Penyakit
Gumboro pertama kali ditemukan tahun 1 9 6 2 d i d a e r a h
peternakan ayam d i Gumboro, D e l a w a r e , Amerika Serikat. Penyakit ini
d i s e b a b k a n o l e h v i r u s dan menimbulkan nekrosis t e r u t a d a p a d a organ
limfoid b u r s a F a b r i c i u s meskipun organ ~ i m f o i d ' l a i n n ~j uag a mengalami
nekrosie yang ringan. Karena
kerusakan p a d a organ b u r s a
virus
ini
Fabricius
menyerang dan menimbulkan
maka penyakitnya
dinamakan
Infectious Bursal Disease (IBD) (Lukert dan Saif, 1991).
Tahun 1972, A l l a n et al. melaporkan
b a h w a infekei virue p a d a
ayam berumur muda mengakibatkan imunosupresi.
Pengendalian penyakit Gumboro
d i s e b a b k a n o l e h munculnya bentuk
ini menemui kesulitan yang
v a r i a n s e r o t i p e I yang mempunyai
p e r b e d a a n s i f a t biologik dengan g a l u r v i r u s standar (Lukert d a n Saif,
1991).
2.2. Virua Penyebab Penyakit Gumboro
Penyakit Gumboro yang disebut j u g a
Infectious Bursal Disease
(IBD) atau Lymphocytolytic Disease p a d a ayam di sebabkan o l e h v i r u s
dari famili
Birnaviridae, yang hanya mempunyai
satu
genus.
Birnavirus (Kibenge et al.,, 1988a; Lukert dan Saif, 1 9 9 1 dan Cavanagh,
1992).
Birnavirus
berkisar
berbentuk
antara 55-65
eimetri
ikosahedran, dengan diameter
nm dan tidak memiliki amplop. P a d a p a r t i k e l
virue IBD ditemukan 4 struktur protein yang berhasil
d u a komponen yang
diidentifikasi,
b e s a r yaitu VP2 d a n VP3 eedang komponen yang
k e c i i d a r i v i r i o n ( p i n o r internal component) a d a l a h VP, dan VP4. Virus
F
ini terlihat memiliki genom bersegmen dun : A dan B yang tersusun dari
dun
untai R N A sehingga dinamai Bfrnavfrus. Segmen genom B
mempunyai
2 800 pasangan basa yang mengkode protein VP,
segmen A
kurang
pembentukan
dan
lebih 3 300 pasangan
poliprotein yang akan
VP4 (Azad
er al., 1985; Becht
basa
dan
membentuk komponep
sedang
mengkode
VPZ, VP,
dan Mf.lller, 1991; Lukert
dan
Saif, 1991; Fahey et al., 1991b dan Liu et al., 1994).
Tabel 1. Genom virus Infectious bursa1 h e u s e (Azad et al,1985)
Segmen Protein virus
A
B
Berat molekul
w3
32 Kd
wz
w
4
40 Kd
28 Kd
w~
90 Kd
Keterangan
Ag penentu kelompok.
sifat: wtigenik
sebagei enzim protease virus
komponen internal
virion terkecil
Berat molekul yang dimiliki empat jenis protein VP,, VP,,
VP,.
dan VP4 adalah 90, 40, 3 2 dan 28 Kd. VP2 dan VP3 merupakan protein
utama dalam virus IBD, berturut-turut terdiri
dari
5 1 dan 40 9
'
0 pada
virus IBD serotipe I. VP, merupakan antigen penentu serotipe sedangkan
VP3 merupakan antigen penentu
Struktur protein VP,
ae&Brnidr*.&)
n!
kelompok
(Lukert dan Saif 1991).
pada genom segmen A (kurang lebih mempunyai
antara lain rnemiliki determinan antigen yang sebagian
besar dapat mer&gqang pembentukan antibodi yang memberi
*r
daya
lindung (protektif) (Becht et al., 1988; Lukert dan Saif, 1991). Selain
itu serotipe I mempunyai epitop speeifik pada bagian VP, yang
dapat
mengadakan reaksi silang dengao struktur protein serotipe 11, namun
tidak mampu
melakukan
netralisasi eempurna terhadap antibodi yang
terbentuk (Becht, 1980; Fahey et al.. 1989; Azad et al,, 1991; Oppling
et a1
. 1991; Ture dan Saif, 1992; Wu
et al., el992 dan Hsine dan Boyle,
1993).
Perbedaan lain adalah pada ukuran eegmen genom A yang pada
serotipe I mengandung sekitar lebih 70 pasangan baea eedang regmen B
mengandung 20 pasangan basa lebih panjang
dibanding eerotipe I1
(Becht dan MUller, 1988).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ture dan Saif (1992)
s e r t a Kibenge et al. (1988~)diketahui bahwa dalam serotipe I yaitu
isolat virne lapang dan virus klaaik mempunyai perbedaan pada struktur
protein VP2 yaitu pada virus varian dua pita : 45 Kd d m 41 Kd sedang
virus klasik hanya 40 Kd.
Kedua serotipe ( I dan 11), virus IBD memiliki keeamaan antigen
kelompok (common group antigens). Antigen kelompok itu berada pada
VP2 dan VP3- P a d a VP, juga terdapat antigen spesifik untuk serotipbe
yang merangeang pembentukan antibodi pada netralisaai virus (Becht e t
a . 1988; Kibenge e t at., 1988a dan Jagadieh et al., 1990).
Fahey et al.
(1985) menyatakan bphwa VP, bersifat antigenik
dan bertanggung jawab pada produkai antibodi dan merupakan imunogen
atau zat kebal yang sangat protektif sedangkan VP3 bertindak sebagai
antigen kelompok karena mengenal
antibodi
monoklonal
VP3
baik
serotipe I maupun 11. VPl merupakan eebagian kecil komponen internal
d a r l v i r i o &n
~ akhirnya VP4 merupakan enzim protease pada virus IBD
I
(Kibenge et al., 1984%; Ture dan Saif, 1992 dan Schnitzler et al.. 1993).
(I
Sedangkan Becht
dan
et al. (1988) melaporkan kedua protein kapsid VP2
VP3 mengandung epitop yang bertanggung jawab
terhadap
antigenisitas kelompok.
peneliti
Beberapa
telah
melakukan uji
menggunakan antibodi monoklonal (Mobu)
nerologik yang
dengan fmmunoblottlng
,
seIain uji netralisasi terhadap inolat lapang, untuk membednkan virus
dari serotipe I dan atau virus varian (Snyder et al., 1988; Fahey
IBD
e t ai., 1991a dan Becht dan MUller, 1991)
2.3. Serotipe dan Subtipe Virur Gumboro.
McFerran e t al. (1980) melaporkan bahwa virus IBD asal Eropa
dari serotipe I dan I1 eelain itu juga diketahui ada variasi
terdiri
(keragaman) susunan asam amino antigen d i antara isolat
virus
IBD
Eropa, sedangkan d i USA menurut Jackwood dan Saif (1983)
asal
ditemukan dua serotipe (I dan 11) .
Dalam serotipe I1 juga kemudian dapat diketahui ada variasi
dalam susunan antigen d i antara galur, dan galur yang berbeda
kemudian
direbut
subtipe atau varian. Isolat
dapat memperbanyak diri tanpa menimbulkan
virus
serotipe
itu
I1 ini
gejala klinik dan tidak
membuat kerusakan pada sel limfoid bursa Fabricius. Respon
antibodi
terhadap serotipe I1 dapat ditemukan baik pada ayam maupun
pada
kalkun (Jackwood et a!., 1982).
Seperti juga
penelitian
yang
dilakukan oleh Jackwood e t (11.
(1983) telah berhasil mengidentifikaai isolat aral Amerika yang terdiri
dari 2 serotipe yang disebut sebagai serotipe I dan 11 ; sedangkan
infeksi
alam
akibat virus IBD serotipe I1 yang biasanya menyerang
kalkun ternyata secara serologik dapat ditemukan pada peternakan ayam
pedaging dan pembibitan. Sedangkan serotipe I banyak ditemukan pada
peternakan pembibitan (breeder farm). Seperti yang diketahui selama ini
bahwa induk semang alamiah
(inang primer) virus
IBD
serotipe I1
adalah kalkun, baik itu di Amerika maupun di Eropo (McNulty d m Saif,
1988).
Kedua serotipe ini dapat dibedakan dengan uji
netralisasi
(Mahardika dan Becht, 1995).
Telah diketahui pula bahwa virus IBD mempunyai dua serotipe
yaitu serotipe I yang sangat patogen terhadap ayam sedang serotipe I1
dapat mengiafeksi namun tidak menimbulkan perubahan klinik karena
patogen bagi ayam dan kalkun, atau
bersifat sedikit
tidak
patogen
sama sekali (Cumminge e t al., 1986 ; Kibenge e t at., 198Ba; Mahardika
dan Becht, 1995).
Eddy (1990) melaporkan bahwa itik merupakan hewan percobaan
yang sangat peka terhadap infeksi virus IBD baik serotipe I maupun I1
namun
tanpa
menimbulkan gejala klinik, meskipun
terjadi
respon
antibodi. Kadang-kadang serotipe I1 dapat bertindak sebagai penyebab
infeksi d a m .
Sampai saat ini, baru diketahui dua serotipe virus IBD yang
patogen
meskipun McFerran et al. (1980) telah berhasil menelaah
hubungan aotigenik virus IBD asal ayam, kalkun dan itik. Satu serotipe
lainnya yaitu serotipe I1 ternyata bersifat tidak patogen.
Beberapa peneliti melakukan uji netralisaei silang terhadap galpr
virus vaksin eerotipe I dan haail uji tersebut memperoleh
6
subtips
virus IBD. Adanya subtipe atau varian iai, diduga disebabkan karena
telah terjadi mutaei gen virus IBD (Saif er al., 1985 dan Jackwood dan
Saif, 1987). Subtipe atau varian tereebut dapat dibedakan dari eubtipe
lainnya dalam serotipe yang sama dengan menggunakan uji serologik
(Giambrone,
1990).
Sedangkan
Snyder
et (11. (1986) dengan
menggunakan antibodi monoklonal dapat menentukan isolat serotipe I di
lapang.
Para peneliti di Amerika, melaporkan bahwa virus varian ini
mempunyai pengaruh pada kekebalan berperantara eel febih ganae dari
virus klasik, tetapi keduanya berperan juga dalam kekebalan humoral.
Kejadian kasus penyakit Oumboro di Eropa, Afrika d m Israel berbeda
dengan yang di Amerika; wabah
virus varian yang patogenik
tersebut digolongkan
sebagai
akibat
bukan yang antigenik. Virus varian tipe
patogenik ini menyebabkan kematian sampai 80-100% pada ayam SPF
,
(Lukert, 1992 dan Van den Berg et al., 1991).
Selain
daripada itu
untuk
membedakan
antara
virus etandar
(baku) d a r i virus varian dapat dilakukan dengan uji netralisasi silaag
(Oiambrone dan Closser, 1990)
P a d a peternakan ayam di Delmarva, usoha pengendalian penyakit
Gumboro ini sangat sulit
dengan
ditemukannya
bentuk virus varisn
yang berbeda dari galur virus IBD terdahulu .Virus varian tersebut
menyebabkan pengecilan bursa Fabricius lebih
cepat dan menimbulkan
efek uegatif lebih berat terhadap organ timus. Selain daripada itu virus
varian tereebut tidak dapat dinetralkan oleh antibodi anal induk maupun
antibodi hasil vaksinasi dengan vaksin virus standar. Ternyata virus
varian itu mempunyai sifat biologik yang berbeda dari virus standar
(Rosenberger et a l . , 1985 dan Lukert dan Saif. 1991).
2.4. Kelainan Patologik Akibat Virur Gumboro
Telah dilnporkan juga kerusakan yang terjadi dalam organ target
akibat
infeksi virus serotipe I1 pada anak ayam seperti juga akibat
infeksi virus serotipe I, hanya kerusakan tidak terjadi pada organ tonsilsekum, timus dan limpa. Sel folikel
limfoid
bursa
pada anak ayam
hanya mengalami sedikit keruoakan serta sedikit gangguan pada proses
pematangan sel B dari
limfoid perifer,
sedang
kerusakan berat pada
dilepaskan
burrra Fabricius yang akan menuju ke organ
pada ayam umur 4 minggu meskipun terjadi
organ bursa Pabricius namun eel B telah sempat
p a d a organ limfoid perifer; akibatnya meskipun virus
serotipe
I1 b e r s i f a t infeksius dan kontagius
namun
tidak
patogen
t e r h a d a p ayam (Becht d a n M u l l e r , 1 9 9 1 ) .
T e l a h d i l a p o r k a n o l e h Burkhardt d a n M l l l l e r (1987) dan KallferW e i s s & W e i s s ( 1 9 8 0 ) b a h w a v i r u s Oumboro ternyata menyerang s e l
d a n t e l a h dilaporkan p a d a anak ayam yang mengalami
limfosit B
bursektomi s a a t s e d a n g tumbuh (umur 1 minggu dan 4 mingku) ternyata
tahan t e r h a d a p serangan v i r u s IBD. H a l ini
telah
dibuktikan
dengan
p e n e l i t i a n p a d a ayam yang diinfeksi v i r u s IBD melalui mulut (oral),
t e r l i h a t p a d a p e r j a l a n a n infeksi yang mula-mula v i r u s b e r e p l i k a s i dalam
ael limfoid s a l u r a n pencernaan; selanjutnya
r e p l i k a s i kedua
terjadi
p a d a o r g a n b u r s a F a b r i c i u s yang menyebabkan peningkatan jumlah
( t i t e r ) v i r u s dan kemudian akan diikuti dengan p r o s e s kematian ayam.
T e r n y a t a infeksi s e l limfosit B p a d a organ b u r s a F a b r i c i u s b e r s i f a t
cytolytlc
yang akan menyebabkan r e a k s i
imunosupresi. S e l a i n itu
kematian dan timbulnya g e j a l a klinik s e l a l u dihubungkan dengan sistem
kekebalan
dan penurunan
sel-sel
s i s t e m haemolitik
(Becht,
S h a r m a d m Frederickson, 1986; Kibenge et al., 1 9 8 8 a dan
1980;
D a Silva
et ai., 1992).
S e b a l i k n y a S c h a t et al. (1981) d a n Okoye
d a n Uzoukwu (1990)
telah melakukan bursektomi s a a t embrional dan ayam tersebut diinfeksi
dengan virun IBD p a d a umur 2 d a n 3 minggu maka terlihat l e s i o yang
patognomonik b e r u p a perdarahan p a d a
lainnya
dm
akan
diikuti
kematian
otot d a d a disertai
ayam
tersebut
t a n d a klinik
akibat
tidak
terbentuknya kekebalan dalam tubuh ayam.
Sedangkan p a d a ayam yang t i d a k dibursektomi maka terlihat
depresi
yang berat, diare, nekrosis limfatik yang ganas p a d a bursa,
timus, ginjal dan tonsil-sekum.
D a p a t dikatakan b a h w a organ target v i r u s IBD ini adalah s e l B
meskipun v i r u s j u g a d a p a t b e r e p l i k a s i dalam s e l makrofag d a n s e l
granulosit p a d a s a l u r a n pencernaan namun organ yang disukai v i r u s ini
adalah bursa Pabricius terutama s e l limfosit pembawa Ig M. Jadi viru8
ini dengan cepat akan memperbanyak diri dalam bursa Fabricius. Selain
itu
virus
akan
menyebar
ke seluruh
organ
tubuh, meskipun sel
limfosit T dan eel null kurang peka terhadap virue tersebut dibandingkan sel B.
Meskipun demikian virus IBD tetap memperbanyaU diri dalam
jumlah
yang
sedang
dan
dapat diketahui t h b u l reaksi pertahanan
tubuh yaitu dengan ditemukannya antibodi dalam darah sehingga virus
akan cepat dinetralkan. Tidak mengherankan apabila antibodi terhadap
IBD dapat diketahui 5 hari setelah infeksi (KBufer-Weis dan Weiss,
1980; Hirai et al., 1981; Ley et al., 1984 dan Jackwood et al., 1987).
2.5. Masa Inkubari dan Tanda Klinik
Penyakit Gumboro
Masa inkubasi
penyakit h i
sangat singkat, 18-24 jam nedang
tanda klinik yang &an terlihat dalam 2-3 hari. Helmbotdt dan a a r n e r
(1964) dan Ley et af. (1984) secara histologik menemukan virus dalam
bursa 24 jam setelah infekri, sedang MUller et al. (1979) dengan
uji
imunofluoresen menemukan virus dalam sel limfoid dan s e l makrofag. 45 jam setelah infeksi melalui mulut. Menurut Weiss d m Kaufer-Weies
(1994)
setelah masa inkubaei maka &an terjadi viremia pertama
(primary viraemia) dan virus ditemukan dalam sel makrofag
dan
sel
limfoid saluran pencernaan, 4-5 jam pascainfeksi. dilanjutkan terjadinya
replikasi virus dan
menyebabkan nekroeie pada bursa 11 jam setelah
infeksi. Keadaan ini akan
bersamaan
dengan terjadinya viremia
sekunder dan juga mengakibatkm lesio pada organ tubuh lainnya yaitu
limpa, timus, toneil-sekum, hati, ginjal dan sumsum tulang
Tanda klinik
oral) berupa
.
yang ditimbulkan setelah infeksi, 24-48 jam (per
ayam terlihat lesu, bulu sayap sangat kusam, serta bulu
tampak berdiri (tegak), diare yang bercampur air serta kotoran berwarna
putih kekuningan, anoreknia, ayam mengalami depreei, gemetaran dan
kadang-kadang disertai kematian dalam waktu 3 hari akibat ayam
mengalami dehidrataei dan suhu badan menjadi subnormal (Chui dan
Thorsen, 1983; Lukert dan Saif. 1991 d m Da S i l v a et al., 1992). Setelah
ayam mati maka oecara patologik pada otot dada dan otot 'paha bagian
dalam terlihat bercak kemerahan (heemorrhagi),
p&da
daerah perbatasan organ proventrikulus
titik-titik
dan
perdarahan
perut lambung
Cgtzard) dan tanda khas yang terlihat adalah nekrosis pada bursa Fab-
ricius disertai dengan
perbarahan
d m edema peribursal (Metz d m
Harrison, 1986; Da Silva et al., 1992 dan Weies dan Kanfer-Weies,
1994).
Pada ayam yang peka, angka kesakitan dapat meningkat mencapai
loo%, sedang kematian terjadi pada hari ke 3 setelah infeksi, mulai
meningkat dan diikuti penurunan pada hari ke 5-7.
Ada kalanya angka
kematian 0% namun dapat berubah menjadi 20-30Y0. Qarnbaran penyakit
tersebut mempunyai
kurva m o r b i d i t a ~ yang meningkat secara cepat.
dengan cepat pula menurun. Selanjutnya b i l a dibiarkan tanpa diobatipun
s e c a r a cepat pula ayam menjadi sehat kembali.
Angka kematian anak ayam yang terinfeksi saat berumur 1 haria
mencapai kurang lebih
30% dan kematian itu ditandai antara
lain
dengan tidak terserapnya kantung kuning telur (yolk sac), nekrosis dan
perbarahan bursa Fabricius, jaringan peribursal dan ureter. Perbarahan
dan edema ureter disebabkan retensi urin serta nephrohidrosis (Weise
dan KBufer-Weiss, 1994).
Kejadian
wabah
penyakit
Oumboro
di Jepang
menyebabkaa
kematian ayam mencapai 70%, dapat dibuktikan berbeda dengan virus
IBD varian asal USA (Tsukamoto et al., 1992).
Menurut Lukert dan Hitchner (1984), ayam yang peka adalah umur
3 dan 6 minggu, penyakit ini menyebabkan penurunan berat badan bahkan
sampai terjadi kematian; selain daripada itu juga dapat mengakibatkan
perdarahan pada otot paha d m dada (Kibenge et al., 1988a)
Virus Ciumboro dapat menimbulkan penyakit bentuk subklinik b i l a
menyerang ayam umur kurang dari 3 minggu tanpa menimbulkan gejala
klinik. Pada umumnya ayam tersebut akan kehilangan k e m p p u a n daya
k e b a l seoara permanen eehingga mudah tersernhg baik oleh virus, bakteri
maupun cendawan (Rosenberger et al., 1975
dan aiambrone, 1990).
Pada penyakit bentuk subklinik, virus Ciumboro menimbulkan kerusakan
bursa secara kronik dan mampu meastimulaei rintesis antibodi anti IBD
(McIlroy et al., 1992 dan Amstrong et al., 1981).
Beberapa isolat virus IBD dapat memperbanyak diri pada biakan
eel primer embrio ayam, termasuk s e l ginjal dan
eel fibroblas, sebab
virus dapat beradaptasi dengan baik pada eel-sel
tersebut (Kibenge
et al., 1988b). s e d a n g k q virus varian yang ditumbuhkan pada membran
khorio-alantoik dari telur berembrio
tidak
mengakibatkan kematian
embrio tersebut (Kibenge dan Mc Kennan, 1992).
Ture dan Saif (1992) mengemukakan bahwa organ bursa merupakan
tempat yang sangat baik untuk perbanyakan virus IBD s e c a r a sempurna
dibandingkan dengan pada biakan jaringan fibroblas embrio ayam.
Wabah
penyakit Ciumboro ini
eering dijumpai d i daernh yang
padat peternakan ayamnya dan kejadian infeksi virus IBD sangat tinggi
terutama pada ayam yang berumur muda.
Ciejala klinik p a d a ayam tidak
tampak jelae karena ayam masih mempunyai antibodi asal induk
atau
akibat infeksi virue varian. Virus varian ternyata menimbulkan perubahan
subklinik berupa reaksi imunosupreei (Lukert. 1977; Lukert dan Saif,
1991).
Pada beberapa kasus kejadian 'penyakit d i peternakan
ayam
dilaporkan tidak menimbulkan maealnh, tetapi secara uji netralieasi
maupun dengan uji agar presipitasi ternyata serum ayam-ayam termebut
mengandung antibodi terhadap IBD. Meskipun demikian virus IBD tidak
dapat diiaolasi dari kasue tereebut di atas (Lukert, 1977).
Peroah dilaporkan bahwa penyakit aumboro mengakibatkan jumlah
kematian yang cukup tinggi pada anak ayam petelur dibandingkan dengan
anak ayam pedaging menkipua efek imunorupreni yang ditimbulkan r m a
1)
pada kedua jenis ayam tsrrebut (Lukert, 1977;
Van den Berg
1991 dan Bumetead e t al., 1993). Sedangkan menurut
antibodi
anal
induk
pada ayam pedagiag akan
et al.,
Box (1989).
cepat
menurun
dibandingkan pada ayam petelur (Bumstead et ai., 1993).
Dilaporkan pula oleh Saif (1991) bahwa organ bursa Fabricius
mengalami pembeearan akibat proses perbarahan yang &an
segera
diikuti dengan terjadinya atrofi. P a d a beberapa isolat lapang yang
dianggap sebagai virus varian tidak mengakibatkan
perbarahan tetapi
atrofi bursa.
Kerusakan eel limfosit mengakibatkan atrofi burea Fabriciue;
kelainan
tersebut juga terjadi pada limpa, timua, toasil-~ekum dan
glandula Harderian, hanya derajat keruealrannya tidak parah.
Nunoya e t al. (1992) melaporkan di Jepang, bahwa isolat lapang
mampu merangeang terjadinya nekrosis berat pada timun dan aplasia
sumsum tulang. Selain daripada itu
menimbulkan reakei p e r a d a n g h
eistemik yang ditandai dengan meningkatnya aktifitas eistcm fagoeitosin
s e l moaonuklear. Keadaan ini dihubungkan dengan
adanya penekanan
perkembangan eistem kekebalan tubuh berperantara sel.
Akibatnya terjadi kerusakan
nel
limfosit T nehingga ayam
kehilangan rerpon kekebalan yang ditimbulkan oleh vaksinasi.
Virue IBD yang virulen akan
menimbulkan
nekroeis pada eel
folikel limfoid bursa, atrofi bursa secara permanen, nekrosis
korteks
timua dan nekrosis ael limfosit medula timus (Fadly dan Nazerian, 1983)
Amstrong
et a l . (1981)
bersifat kronik
yang
mengemukakan bahwa kerusakan bursa
pada stadium infeksi lanjut, mengakibatkan
penurunan berat bursa Fabricius .
et al. (1972) menyatakan
Winterfield
bahwa
pada ayam umur
kurang dari 3 minggu, infeksi IBD hanya dapat diketahui perubabannya
,
secara mikroskopik pada bursa Fabricius. Sedangkan pada pemerikaaan
secara histopatologikpun aangat sulit
infeksiua atau non infeksiuspun
diketahui karena agen penyebab
menimbulkan
penurunan jumiah
sel
limfosit d m nekrosis bursa Fabricius. Selain itu infeksi virus varian
tidak
menyebabkan
infeksi
lainnya.
serotipe I
serologik tidak
sedang
imflnmaai heterofilik pada bursa seperti pada
Pada
awal infeksi virus IBD, secara
j e l a s karena pada masa tersebut respon
terbentuk dan saat itu ayam masih
induk (Sharma et 41.. 1986; dan Jackwood
Sejak
beberapa
kekebalan
mempunyai antibodi anal
et
VIRUS INFTECTIOUS BURSAL DISEASE
TERHADAP KEBEIUZASILAN VAKSINASI
Retno D. SOEJOEDONO
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1996
RINGKASAN
RETNO D. SOEJOEDONO.
Infectious
(Di bawah
M.B.M.
bursal
Pengaruh b e b e r a p a
disease
terhadap
subtipe
keberhasila?
virus
vaksinasi.
bimbingan MASDUKI PARTADIPEDJA s e b a g a i k e t u a ,
MALOLE,
PURNOMO
RONOHARDJO,
SOERATNO
PARTOATMODJO d a n GATUT ASHADI s e b a g a i a n g g o t a ) .
P e n y a k i t G u m b o r o atau I n f e c t i o n s b u r s a l d i s e a s e (IBD) s e c a r a
ekonomi bersifat sangat merugikan
peternakan ayam b a i k bagi ayam
pedaging maupun ayam petelur. IBD menyerang ayam mulai umur 1 hari
(DOC) sampai
menimbulkan
pertumbuhan
sekitar 6 minggu. P a d a ayam
di atas 3 minggu, s e l a i n
kematian antara 5-20% j u g a menimbulkan
kelambatan
dan akan mengalami p r o s e s persembuhan yang memerlukan
waktu f 2 minggu s e r t a konversi pakan menjadi sangat buruk. B i l a IBD
menyerang
ayam d i bawah
umur
3
minggu,
ayam
penderita
akan
mengalami imunodefisiensi, sehingga ayam menjadi mudah ditulari oleh
setiap
penyakit merrular, meskipun ayam telah divaksinasi terhadap
penyakit itu. D i samping itu ayam pertumbuhannya terhambat dan akan
mengalami kekerdilan.
Virus penyebabnya sangat tahan terhadap kondisi lingkungan dan
.
tahan hidup di l u a r
+
tubuh ayam s e l a m a 4 bulan.
peternakan sudah tertulari v i r u s IBD maka untuk
X
:
5
tersebut akan
A p a b i l a suatu
selanjutnya penyakit
s e l a l u berjangkit, k a r e n a v i r u s IBD sangat sulit untuk
dibebaskan d a r i peternakan yang bersangkutan.
D i Indonesia b e b e r a p a vaksin IBD yang b e r a s a l d a r i luar, t e l a h
baayak digunakan untuk
- * I.
.
program vaksinasi, akan tetapi satu ha1 yang
nyata a d a l a m a s ~ hterjadinya w a b a h penyakit IBD yang sangat meluas
dan meningkat walaupun ayam sebelumnya telah
divaksinasi
dengan
vaksin IBD tersebut.
Pada
penelitian
ini telah dilakukan pengumpulan bahan untuk
isolasi dan identifikasi virus IBD berupa bursa Fabricius ayam sakit
dari
beberapa lokasi
Qumboro. Kemudian
peternakan yang mengalami wabah penyakit
dilanjutkan dengan isolasi dan idehtifikasi virus
dengan menggunakan biakan jaringan embrio ayam
specific pathogen
free (SPF).
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mempelajari
keanekaragaman
antigen berbagai isolat virus IBD yang diisolasi dari beberapa tempat
peternakan di Indonesia, dengan c a r a melakukan uji netralisasi
d i antara semua isolat virus terhadap antiseranya. Hasil
identifikasi virus IBD pada
asal lapang dan kemudian
penelitian
dipilih
silang
isolasi dan
ini berjumlah 30 ieolat virus
24 isolat yang didasarkan kepada
wilayab penyebaran dan kepadatan
peternakan ayam yang meliputi
daerah Sumatera, Jabotabek. J a w a Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Bali dan Sulawesi Selatan. Antigen untuk uji netralisasi silang dibuat
pada biakan sel fibroblas embrio ayam SPF yang bernmur 9 hari. Sera
kebal terhadap masing-masing isolat virus IBD dibuat pada kelinci. Uji
netralisasi serum silang dilakukan pada biakan eel dengan cara v i r u s
konstan dan pengenceran serum secara seri. Untuk memudahkan analisis
hasil uji netralisasi silang
virus asal lapang
dan
penentuan keterkaitan antigen antar
digunakan pendekatan dengan mencari nilai R yang
berdasarkan rumus Archetti dan Horsfall (Archetti dan Horafall, 1950).
Meskipun vaksinasi terhadap penyakit Gumboro telah dijalankan
?.
j1
t
secara teratur di peternakan-peternakan di Indonesia, tetapi masih tetap
timbul wabah penyakit Gumboro. Tampaknya yang
menjadi penyebab
ketidakberhasilan vaksinasi ini adalah adanya subtipe atau varian virus.
B M n n peedekatan serologik dari hasil uji netralisasi silang dan uji
.,. y+--"
penentuan k t e r k a i t a n antigen dari ke 24 isolat serta 1 galur Lukert
ditetapkan 9 kelompok yang memiliki
kesamaan antigen
di atas 70%
antara satu dengan yang lain, kemudian karena a d a beberapa isolat yang
termasuk ke dalam lebih dari satu kelompok,
maka ditetapkan 4 isolat
virus yang masing-masing mewakili setiap kelompok tertentu yaitu
isolat-isolat k-5, k-11, k-13 dan k-19. Keempat subtipe (varian) virus
IBD
yang terpilih tersebut memiliki
(keanekaragaman antigen) dan selain
perbedaan
itu
jug8
struktur antigen
mempunyai etruktur
antigen yang tidak sesuai dengan yang dimiliki oleh virus vaksin yang
digunakan.
Pada percobaan imunisasi pasif silang antar keempat isolat virus
asal lapang yang terpilih ternyata dapat diketahui bahwa isolat virus
tersebut berbeda subtipenya (varian). Hal ini
percobaan
imunisasi pasif pada ayam dan
maaing-rnasing tsrhadap
setelah
isolat virus IBD anal
antara keempat virus IBD asal
lapang
itu
dibuktikan
lapang,
dengan
diuji tantang
ternyata
di
tidak a d a yang homolog.
Haail uji ini menguatkan hipotesis bahwa memang benar di Indonesia
terdapat subtipe virus IBD dan keempat isolat virus tersebut merupakan
subtipe yang berbeda.
Selain percobaan melalui imunisasi pasif silang juga dilakukan
percobaan necara serologik melalui uji netralisasi silang antar keempat
subtipe isolat virus lapang di atas terhadap antisera dari vaksin impor
yang digunakan d i lapang. Ternyata
BMT-SN antisera
tersebut tidak
mampu menghasilkan titer yang baik terhadap isolat virus asal lapang (k5, 11, 1 3 dan 19) dibandingkan dengan antisera yang dihasilkan oleh
virus standar. Hal ini berarti bahwa virus vaksin tidak homolog dengan
keempat subtipe virus anal lapang.
Berdaaarkan analisis hasil penelitian dapat diaimpulkan bahwa
dari 24 isolat
virus lapang dan 1 galur Lukert
yang diuji, dapat
ditetapkan 4 subtipe virus IBD yang dapat mewakili semua isolat virus
IBD asal lapang (k-S, 11, 13 dan 19). Keempat subtipe virus IBD
tersebut ternyata merupakan isolat yang tidak memiliki kesamaan struktur
antigen antar aatu dengan lainnya s e r t a dengan virus vaksin asal impor.
yang berpengaruh terhadap vaksinasi berdasarkan respons serologik.
Dengan
diketahui adanya perbedaan aubtipe virus IBD asal
lapang dengan virus vaksin dan bahwa di Indonesia terdapat lebih dari
satu
subtipe
virus IBD, diwaktu yang akao datang diharapkan dalam
satu vaksin terkandung keempat subtipe virus IBD asal lapang terpilih di
atas sehingga dapat digunakan sebagai vaksin IBD yang berpotensi tinggi
di Indonesia.
SUMMARY
RETNO
D.
The effect o f some infectious bursal
SOEJOEDONO.
disease viral subtypes on the efficacy o f vaccination pmgrams (Under
the
supervision
of
Advisory
a s chairman,
PARTADIREDJA
RONOHARDJO.
the
SOERATNO
Committee
of
MASDUKI
M.B.M. MALOLE, PURNOMO
PARTOATMODJO
and
GATUT
ASHADI a s members)
Gumboro d i s e a s e or Infectious b u r s a l disease (IBD) has a great
ecomonic importance to the poultry industries, both to layer and broiler
industries, most importantly due to the immunosuppression caused by the
disease.
The
industries w i l l
acquire
a lot o f damages
including
vaccination failure, increased condemnation and mortality, poor feed
conversion, increased morbidity and medication cost commonly resulted
from immunosuppression. IBD virus infects chickens from the early ages,
starting from day-old chicks up to 6 weeks of age. Infection in poultry of
3 weeks of age and older resulting in 5 to 20% mortality, whilst the
disease in chickens under 3 weeks of age manifesting in a severe and
prolonged immunosuppression. Sequelae that have been associated with
immunosuppression induced by the virus include gangrenous dermatitis,
inclusion body hepatitis anemia syndrome, E. coli infections, and
vaccination failures.
The causative organism resisted severe environmental conditions
and resisted outside the chicken's body for four months. Once a farm has
been infected, it w i l l always be infected again and again, because it is
difficult to make the farm free from IBD virus.
Beside the utilization of several imported vaccines against the
disease, prevailing and menacing epidemics of infectious bursa1 disease
are still found in this country.
In
this
study,
collection
of
materials
for
isolation
and
identificaton of IBD virus consisted of bursa Fabricius of infected
chickens collected from different farms which were affected by Oumboro
disease. The isolation and idenification of IBD virus was carried out in
specific pathogen free (SPF) chicken embryo f i b r o b l a s t (CEF).
The aims of the study was to investigate the antigenic variation of
some IBD viral isolates, obtained from several farms in Indonesia, by
performing cross neutralization tests between all viral isolates against
their antisera. The isolation and identification effort of IBD virus was
able to collect 30 field viral isolates and based on the spread and
density of poultry farms, 24 isolates were chosen a s representatives.
Seven areas of Indonesia, i.e. Sumatera, Jabotabek, West, Central and
East Java, Bali and South Sulawesi were represented in this study.
Antigens used for cross neutralization tests were prepared from nine
day old SPF chicken embryo fibroblast. Immune s e r a against each IBD
viral isolate were made by injecting the IBD virus into New Zealand
white rabbits. Cross neutralization tests were performed on cell cultur;
by the method of constant virus against serial dilution of sera. To
facilitate the analysis of the results of cross neutralization tests and to
resolve the relatedness between the field viral isolates the R value of
Archetti and Horsfall's formula was used (Archetti and Horafall. 1950).
Although vaccination programs against Gumboro disease using
imported vaccines have been executed routinely in almost all of the
poultry farms in Indonesia, the epidemics of Gumboro disease are still
menacing the Indonesian poultry industries. The presence of viral
subtypes or variants in the field were suspected to be the cause of these
vaccination failures in the farms. With the serological approach of the
cross neutralization tests and antigenic relatedness determination results
of 24 f i e l d IBD viral isolates and one Lukert strain, nine (9) groups of
viral isolates have antigenic relatedness more than 70%. Knowing that
some o f the isolates belong to more than one group o f isolates. it was
found out that four field IBD viral isolate# were identified as a s
representatives o f the groups, i.e. k-5, k-11, k-13 and K-19 isolates.
These four IBD viral isolates can be identified'as variants o r subtypes
since they have different antigenic structures among themselves and also
between these four viral isolates and IBD vaccine viruses used in
Indonesia.
With
the cross passive immunization teats between those four
field isolates it was confirmed that these four viral isolates there were
different in subtypes o r variants. This fact w a s substantiated by passive
immunization of chickens and then challenged with the four field IBD
viral isolates resulting that those four field isolates were indeed
heterologous. The results o f these tests substantiated the hypothesis that
those four field isolates were of different subtypes o r variants.
Besides cross passive immunization test, serologic tests were also
performed by cross neutralization tests between field IBD viral isolates
against imported vaccine antisera used in the field, showed by the fact,
that the antisera could not produce optimum protection against field IBD
viral isolates (k-5, 11, 13 and k-19).
Analysis of the results of this study on 24 field IBD viral isolates
and one Lukert strain tested, demonstrated that those four IBD viral
subtypes could b e identified a s representatives of a l l field IBD viral
isolates in Indonesia.
It w a s established that those four viral isolates have no antigenic
relation between one to another and to the imported vaccine virus which
affected the vaccination results based on the serologic responses.
Knowing that those four field IBD viral isolates and the virus used
for vaccines in Indoneoia are of different subtypes, and that there are
more than one subtype found among IBD virus in Indonesia; it will be
very ideal
for the poultry industry in Indonesia if in every vaccine
produced for domestic use contains t h o ~ e four IBD viral subtypeo.
,
PENGARUHBEBERAPASUBTJPE
VIRUS 1NFECTIOUS BURSAL DISEASE
TERHADAP KEBERHASILAN VAKSINASI
oleh
Retno D. SOEJOEDONO
Nrp. 91.5351SVT
Dlsertasi sebagal salah satu syarat untuk memperoleh gelar
DOKTOR
pada
Program Pascasarjana lnstltut Pertanian Bogor
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1996
Judul
:PENGARUH BEBERAPA SUBTIPE
VIRUS INFECTIOUS B U W DISEitSE
TERHADAP KEBERHASILAN VAKSINASI
Nama Mahasiswa
:Retno D. SOEJOEDONO
Nomor pokok
: 91535/SVT
,
Menyetujui
Dr. M.B.M.
Malole
ProtDr.H.Soeratno Partoatmodjo, MSc
Anggota
Dr. H Purnomo Ronohardjo
RIWAYAT HIDUP
Penulie dilahirkan pada tanggal 7 Mei 1952, di Magelang, Jawa
Tengah, putri keernpat dari ayah dan bunda R. Ismaoen Qjojosoebroto.
Pendidikan yang ditempuh adalah di. Sekolah Dasar Kanisius,
Magelang yang diselesaikan tahun 1963; Sekolah Menengah Pertama
Negeri I, di Bogor pada
tahun 1964-1967 kemudian melanjutkan ke
Sekolah Menengah Atas. Regina Pacis, di Bogor sampai tahun 1970.
Pada tahun 1971 melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran
Hewan, IPB dan lulus sebagai Sarjana Kedokteran Hewan pada tahun
1976. Selanjutnya, mendapat gelar Dokter Hewan pada tahun 1977.
Penulis menikah dengan R. Roso SOEJOEDONO, Staf Pengajar
pada Laboratorium Kesmavet, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor, dan dikaruniai
seorang putri: Retno Astriningtyas
SOEJOEDONO, pelajar Kelas Dua, SMA Regina Pacis, Bogor.
Pada
tahun
Laboratorium
1974
telah
menjadi
Virologi-Imunologi,
asisten
Jurusan
staf
Penyakit
Pengajar
Hewan
di
dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.
Pada tahun
1980 mendapat
kesempatan mengikuti pendidikan
program Magister Sains pada Program Pascasarjana IPB, jurusan Sains
Veteriner.
Selanjutnya pada tahun
Pernerintah
Perancis
untuk
1986 mendapat
mengikuti
pendidikan
beasiswa dari
pada
"I'Bcole
Nationale Veterinaire d'Alfort (RNVA)" di Maison Alfort, Paris dan
mendapat diploma "Maitre es Science Veterinaire". Kemudian tahun
1991 mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan program Doktor
pada
'7
Program
Pascaearjaaa,
IPB,
jurusan
Sains
Veteriner.
Penulis
sejak diangkat menjadi
Kedokteran Hewan,
IPB
masih
tetap
staf pengajar pada Fakultas
bekerja pada
Laboratorium
Imunologi, Jurusan Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner
hingga saat ini.
,
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan k e p a d a Allah S W T a t a s k a r u n i a dan
rahmatNya yang t e l a h dilimpahkan sehingga d a p a t menyelesaikan tugas
yang dipercayakan k e p a d a penulis. Semoga k a r u n i a ini meiupakan amal
i b a d a h yang bermanfaat bagi semuanya.
Penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan k e p a d a
suami dan putri t e r c i n t a yang t e l a h memberi keaempatan p a d a p e n u l i s
untuk melanjutkan pendidikan ini s e r t a mendampingi dalam s u k a dan duka
( Q u i n'ont
c e s s e d e m'apporter l e u r s encouragements et ont f a i t preuve
d e beaucoup d e comprehension et d e p a t i e n c e ) :
t a n p a kasih sayangmu,
t a n p a pengertianmu d a n
t a n p a semangatmu
n i s c a y a segalanya tidak akan berhasil.
Penghargaan d a n r a s a t e r i m a k a s i h yang tak terhingga penulis
sampaikan k e p a d a Prof.Dr H. Masduki P a r t a d i r e d j a , M.Sc. selaku ketua
Laboratorium
Imunologi,
Jurusan
Penyakit
Hewan
dan
Kesehatan
M a s y a r a k a t Veteriner, FKH-IPB dan penasehat utama dalam program ini.
yang t e l a h memberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan s e r t a
memberi membimbing, mengarahkan, mendorong s e r t a memberi nasehat
yang b e r h a r g a s e j a k a w a l penelitian sampai penyelesaian penulisan ini.
Demikian j u g a k e p a d a D r M.B.M. M a l o l e s e b a g a i anggota komisi
penasehat yang t e l a h ikut s e r t a membimbing, mengarahkan s e r t a memberi
s a r a n d m kritik demi keberhasilan penulisan ini.
Ucapan terimakasih dan penghargaan j u g a penulis
k e p a d a anggota komisi penasehat: Prof. D r H. Soeratno
M. Sc..
D r H. Purnomo Ronohardjo
sampaikan
Partoatmodjo,
d a n P r o E D r H. a a t u t Ashadi
dan b e l i a u yang terakhir ini j u g a bertindak sebagai ketua Program S a i n s
Veteriner, yang t e l a h memberi nasehat, bantuan dan pengarahan demi
k e b e r h a s i l a n p e n y e l e s a i a n penulisan ini.
P e n u l i s rnengucapkan terima kasih k e p a d a ayah dan bunda , kakak
s e r t a a d i k t e r c i n t a yang t e l a h memberikan d o a dan dorongan semangat
s e l a m a ini.
,
T i d a k l u p a penulis rnengucapkan t e r i m a kasih k e p a d a teman-teman
mejawat
Drh.
Pien
Wibowomoekti,
Dr. Fachrian H . Pasaribu s e r t a
Drh. T i t i e k Sunartatie, M S atas s e m u a bantuan b e r u p a apapun yang telah
d i b e r i k a n k e p a d a p e n u l i s s e l a m a ini.
P e n u l i s menyampaikan j u g a ucapan t e r i m a kasih k e p a d a teknisi
Laboratorium Virologi dan Imunologi
Kesehatan
Masyarakat
Veteriner,
, Jurusan Penyakit Hewan dan
FKH-IPB
yang
telah
p e k e r j a a n l a b o r a t o r i u m dalam penyelesaian penelitian ini.
membantu
DAFTAR IS1
RINGKASAN
SUMMARY
v
RIWAYAT HIDUP
xi
KATA PENaANTAR
xiii
DAFTAR IS1
xv
DAFTAR TABEL
xvi
I. PENDAHULUAN
1 . 1 . Latar belakang penelitian
1.2. Permasalahan
1 . 3 . Tujuan dan kegunaan penelitian
1.4. Hipotesis
11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Latar belakang
2.2. Virus penyebab penyakit Gumboro
2.3. Serotipe dan eubtipe virus Gumboro
2.4. Kelainan patologi akibat penyakit Gumboro
2.5. Masa inkubasi dan tanda klinik penyakit
Oumboro
2.6. Imunoeupreei
2.7. Vaksin dan vaksinaei terhadap
penyakit Oumboro
111. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan tempat penelitian
3.2. Penelitian di laboratorium
3.2.1. Isolasi dan identifikaei tipe isolat virus
IBD asal lapang
Hewan percobaan
Bahan kimia
Peralatan
Metode
3.2.2. Pembuatan dan pemurnian antigen
3.2.3. Titrasi virus p a d s biakan CEF
3.2.4. Pembuatan antigen terhadap virus IBD
3.2.5. Uji netralisasi
3.3. Penelitian eksperimental
3.3.1. Percobaan 1
3.3.2. Percobaan 2
3.3.3. Percobaan 3
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Isolasi virus IBD asal lapang
4.1.2. Identifikasi virus IBD dan pemurnim antigen
4.1.3. Titrasi isolat virus IBD asal lapang
4.1.4. Pembuatan antiserum
4.1.5. Uji netralisasi
,
Halaman:
4 . 1 . 6 . Percobaan 1
4.1.7. Percobaan 2
4 . 1 . 8 . Percobaan 3
4.2. Pembahasan
4.2.1. Uji keterkaitan antigen
4.2.2. Uji imunisasi silang
4.2.3. Uji netralieasi silang isolat virus IBD dan
antieera vaksin
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5 . 1 . Kesimpulan
5 . 2 . Saran
VI. DAFTAR PUSTAKA
Nmw:
1. Oenom virus IBD
2. Nilai titer isolat virus asal lapang
3. Nilai R antara antisera terhadap isolat virus IBD
asal lapang
4
. Hasil percobaan ayam yang mendapat imunisasi pasif
dengan s e r a hiperimun (k-5,11,13 dan 1 9 ) yang
ditantang dengan isolat virusnya.
5. Uji netralisasi silang virus IBD isolat lapang terhadap
antisera vaksin
6. Pasangan isolat virus IBD aaal lapang yang memiliki
kesamaan di atas 70%
7. Kelornpok isolat virus asat lapang memiliki kesamaan
di atas 70%
8.
Daftar isolat virus IBD asal lapang
setiap kelompok
yang mewakili
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belskang Penelltian
Infectious
Bursal
Dlsrase (IBD) atau
.
dikenal pertama kali
sebagai penyakit Gumboro yang dikemukakan oteh Cosgrove tahun 1962
adalah penyakit virusi yang
menimbulkan nekroeis jaringan limfoid
terutama organ bursa Fabricius,
limpa,
tonsil,
ceca
dm
timus
(Seneviratna, 1969).
Penyakit Oumboro disebabkan oleh eejenis virus RNA yang aangat
tahan
terhadap
kondisi
lingkungan,
tahan
terhadap
pelbagai
desinfektan dan tahan hidup d i luar tubuh ayam selama 4 bulan lebih.
Akibatnya, b i l a satu peternakan ayam telah ditulari IBD maka untuk
selanjutnya penyakit itu akan selaIu berjangkit dalam peternakan ayam
tersebut. Peteroakan yang telah tertulari virus IBD sangat sulit antuk
dibebaskan kembali dari penyakit ini (Benton et al., 1967).
Daya penularan virus IBD sangat tinggi. B i l a satu kelompok ayam
tertular, hampir 100% dari kelompok ayam tersebut terinfekai. Meskipun
angka kematian hanya berkiaar antara 5 sampai 20% terutama p a d a ayam
d i atas 3 minggu, tetapi ayam yang
telah
terinfeksi akan
mengalami
kelambatan pertumbuhan. Ayam akan sembuh namun memerlukan waktu
sekitar 2 minggu dan konversi pakan menjadi sangat buruk (Lukert dan
Saif, 1991).
Selain daripada itu b i l a kelompok ayam yang terinfeksi berumur di
bawah
3 minggu
maka ayam yang terinfeksi
itu akan mengalami
imunoaupreei yang permanen. Ayam tampak sehat, tetapi tidak mampu
membentuk ketahanan tubuh (Allan et al., 1972 dan Faragher et al.,
1972).
Penyakit Oumboro (IBD) ini sangat merugikan peternakan ayam
baik ayam pedaging maupun petelur. Menyerang ayam umur 3-6 minggu
dengan g e j a l a kelesuan,
bulu
berdiri
dan terlihat
kueam,
diare,
perdarahan alat pencernaan dan pembengkakan
yang
akhirnya terjadi
atrofi bursa Fabricius (Cheville, 1967). Selain itu b i l a infekai IBD
terjadi pada ayam berumur di bawah 3 minggu &an timbul imunosupresi
yang sangat berat dan permanen (Allan et a l . , 1972 dan Faragher et al.,
1972).
•
1 . 2. Permaralahan
Dalam beberapa tahun terakhir ini dilaporkan tentang munculnya
subtipe atau varian baru dari virus IBD yang tidak dapat
dinetralisasi
s e c a r a sempurna oleh antibodi terhadap galur baku (Heine et al., 1991)
sehingga memperkuat penelitian terdahulu yang dilakukan Snyder et a l .
(1988),
bahwa ha1 tersebut
di atas dianggap
sebagai
penyebab
kegagalan vaksinasi.
Di Indonesia penyakit Gumboro termasuk pada urutan penyakit
strategis. Laporan Bulletin Epidemiologi Veteriner menyatakan bahwa
antara tahun 1992 sampai 1994 tercatat adanya kasus tinggi di propinsipropinsi Sumatra Utara, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan, sedangkan
jumlah
kasus penyakit
Gumboro yang tertinggi terjadi
pada tahun
1993(Anonymous, 1995).
Penyakit Gumboro pertama kali ditemukan di Bogor, tahun 1980
(Partadiredja et al., 1982). Laporan berikutnya dinyatakan bahwa
penyakit tersebut telah ditemukan di semua wilayah Jabotabek,
Jawa
Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Maros, Medan dan
Lampung. Virus IBD telah berhasil diisolasi dari peternakan
telah divaksiaasi secara teratur baik
penyakit lainnya, tetapi
muncul
bersamaan
terhadap IBD
ayam yang
maupun terhadap
ternyata kejadian penyakit Gumboro
dengan
wabah
penyakit lain seperti
masih
Newcastle
Disease (ND) ataupun infeksi oleh bakteria (Partadiredja e t a l . , 1991).
Dari uraian di atas jelas penyakit C3umboro itu sangat merugikan
bagi
perunggasan. Di Eropa, Afrika, Amerika dan beberapa negara di
A s i a kini dikenal virus varian IBD yang sangat ganas atau pathogenic
variant tetapi bukan antigenic variant. Virus
tersebut
menimbulkan
kematian 80-100% pada ayam SPF. Virus varian yang patogen ini mampu
mematahkan kekebalan pada ayam yang telah divakeinaii dengan vaksin
standar (baku) yang biasa digunakan d i lapad&, yang sebelumnya mampu
melindungi ayam dari serangan virus IBD (Lukert, 1992). Sedangkan
pada antigenic variant dapat diketahui dengan uji netralisasi silang yang
didasarkan baik pada formula Archetti dan Horsfall (1950) maupun
Kapikian et al. (1967) (Lukert, 1 9 9 2 s d m Lukert. 1992b)
Menurut beberapa penelitian di E r o p a dan Amerika telah berhasil
diidentifikasi 2 serotipe virus IBD
yaitu serotipe I dan
11.
Dengan
rnenggunakan pendekatan uji serologik atau uji proteksi silang dapat
diketahui adanya perbedaan
antigen
sehingga dapat disebut sebagai
yang
nyata d i antara serotipe I
subtipe. Terdapat reaksi silang antar
subtipe dalam serotipe I sehingga tanggap kebal yang dihasilkan tidak
memberi
daya lindung optimum, atau hanya
33% sesama subtipe meskipun
memiliki sifat antigenik
dalam serotipe I. Babkan, pada laporan
b e b e r a p a tahun terakhir ini juga telah ditemukan beberapa varian 'di
antara serotipe I tersebut (McFerran e t al., 1980; Jackwood
et al.,
1982; Jackwood dan Saif, 1987 dan Ismail e t al., 1990).
Di Amerika kini dikenal virus varian (antigenic variant) IBD yang
memiliki struktur atau susunan antigen yang berbeda dengan virus vaksin
yang baku (standar). Perbedaan tersebut ternyata akibat terjadinya
perubahan susunan asam amino yang membentuk protein antigen. Vaksin
IBD yang biasa digunakan untuk melindungi ayam dari serangan IBD
ternyata tidak mampu menahan serangan virue IBD varian baru. Akibat
terbentuknya virus varian baru ini baik di Eropa maupun di Amerika
pernah terjadi
wabah
penyakit
Gumboro yang sangat hebat, padahal
populasi ayam itu sebelumnya telah divaksinasi dengan vaksin IBD baku
( Jackwood dan Saif, 1987).
Dari
penelitian
yang
dilakukan
oleh
e t at.
Partadiredja
(1991) dan (1992) telah dapat dikemukakan bahwa dari kasus IBD yang
terjadi di Indonesia, telah berhasil diisolasi virus lapang sebanyak 1 5
isolat. Terhadap isolat virus IBD tersebut
serum silang dengan menggunakan
biakan
fibroblast
= CEF)
ayam (chicken embrio
dilakukan uji* netralisasi
jaringan
fibroblas embrio
SPF (= specific pathogen
free). Haail uji netralisasi serum silang menunjukkan adanya perbedaan
varian di antara isolat virus IBD tadi dari 15 isolat asal lapang (adanya
variasi antigen).
Di Indonesia, vaksin
IBD anal impor telah banyak digunakan
untuk vaksinasi baik yang berasal dari Amerika maupun Eropa. Akan
tetapi
satu
ha1
yang nyata ialah bahwa wabah
penyakit
Oumboro
masih terjadi dengan wilayah penyebaran yang sangat meluas dan dengan
jumlah kasus terus meningkat walaupun ayam tersebut telah dikebalkan
sebelumnya dengan vaksin IBD asal luar Indonesia (Partadiredja et af.,
1992).
Vaksinasi merupakan salah satu c a r s untuk mencegah penyakit IBD
pada peternakan ayam, namun meskipun ayam telah divaksinasi ternyata*
masih
timbul
wabah penyakit aumboro yang kemungkinan besar
disebabkan karena telah timbul virus varian IBD, aehingga antibodi yang
terbentuk akibat vaksinasi tidak mampu mengenal virus varian IBD.
Berdasarkan permanalahan-permanalahan tersebut di atas,
maka
dilakukanlah suatu penelitian guna mengungkapkan penyebab kegagalan
vaksinasi di lapang yaitu masih terjadinya wabah IBD walaupun ayam
sebelummya telah mendapatkan vaksinasi dengan vaksin yang berasal
dari luar Indonesia.
Adanya
berbeda deng'an
virus
varian (subtipe) dari isolat a r a l lapang yang
virno vaksin tampaknya menjadi penyebab kegagalan
tersebut. Virus subtipe ternebutpun tampaknya juga mempunyai
tingkat
tersebut. Virus subtipe tersebutpun tampaknya j u g a mempunyai
tingkat
keganasan yang berbeda. M a k a dengan uji s e r o l o g i s terhadap berbagai
i s o l a t v i r u s IBD d i Indonesia, diharapkan permasalahan tersebut dapat
terungkap.
P a d a penelitian ini, sebagai bahan untuk i s o l a s i v i r u s digunakan
organ tubuh b e r u p a b u r s a F a b r i c i u s ayam yang s e c a r a klfnis menderita
akibat I B D dan b e r a s a l d a r i berbagai peternakah ayam d i Indonesia.
1. 3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
(1) mengisolasi dan mengindentifikasi v i r u s penyebab w a b a h IBD,
(2) m e n c a r i keterkaitan antar i s o l a t virus IBD asal lapang kemudian
dilakukan imunisasi p a s i f s i l a n g antar i s o l a t v i r u s lapang terpilih,
(3) menentukan hubungan a n t a r a i s o l a t v i r u s IBD a s a l lapang t e r p i l i h dengan
a n t i s e r a vaksin aktif IBD a s a l impor yang dipergunakan d i
peternakan
d i I n d o n e s i a guna membuktikan manfaat vaksin a s a l luar Indonesia.
Hasil-hasil
penelitian diharapkan bermanfaat untuk mejakinkan
p e r l u n y a pembuatan vaksin I B D dengan v i r u s IBD isolat Indonesia
terpilih
.
S e l a m a ini
vaksin IBD yang digunakan b e r a s a l d a r i impor,
tetapi tidak mampu melindungi ayam d a r i serangan IBD d i Indonesia.
Dengan
penggunaan
vaksin
yang mengandung isolat v i r u s IBD
a s a l Indonesia tersebut diharapkan vaksin yang dihasilkan akan mampu
mencegah serangan atau infeksi v i r u s IBD yang a d a di Indonesia.
1. 4. Kipotesis
Mengingat b a h w a penyakit Gumboro d i Indonesia, walaupun telah
banyak
digunakan vaksin a s a l i m p o r baik vaksin aktif maupun vaksin
inaktif, namun ternyata masih t e r j a d i w a b a h IBD yang sangat meluas dan
meningkat. Sedangkan
di luar Indonesia kini telah diidentifikasi dan
diisolasi virus varian
IBD
yang memiliki variasi (keanekaragaman)
struktur antigen atau susunan antigen yang berbeda (antigenic variant)
dengan virus standar. Vaksin IBD yang biasa digunakan ternyata tidak
mampu melindungi infeksi virus varian IBD. Maka dirumuskan hipotesis
dalam penelitinn ini.
,
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitikn ini adalah:
(1) d i antara virus IBD asal lapang di Indonesia terdapat beberapa subtipe
(varian) yang berbeda
(2) isolat virus IBD asal lapang di Indonesia yang mempunyai subtipe
atau
varian yang bereifat antigenik berbeda dari virus vaksin impor yang
telah b i a s a digunakan di peternakan ayam.
11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Latar Belakang
Penyakit
Gumboro pertama kali ditemukan tahun 1 9 6 2 d i d a e r a h
peternakan ayam d i Gumboro, D e l a w a r e , Amerika Serikat. Penyakit ini
d i s e b a b k a n o l e h v i r u s dan menimbulkan nekrosis t e r u t a d a p a d a organ
limfoid b u r s a F a b r i c i u s meskipun organ ~ i m f o i d ' l a i n n ~j uag a mengalami
nekrosie yang ringan. Karena
kerusakan p a d a organ b u r s a
virus
ini
Fabricius
menyerang dan menimbulkan
maka penyakitnya
dinamakan
Infectious Bursal Disease (IBD) (Lukert dan Saif, 1991).
Tahun 1972, A l l a n et al. melaporkan
b a h w a infekei virue p a d a
ayam berumur muda mengakibatkan imunosupresi.
Pengendalian penyakit Gumboro
d i s e b a b k a n o l e h munculnya bentuk
ini menemui kesulitan yang
v a r i a n s e r o t i p e I yang mempunyai
p e r b e d a a n s i f a t biologik dengan g a l u r v i r u s standar (Lukert d a n Saif,
1991).
2.2. Virua Penyebab Penyakit Gumboro
Penyakit Gumboro yang disebut j u g a
Infectious Bursal Disease
(IBD) atau Lymphocytolytic Disease p a d a ayam di sebabkan o l e h v i r u s
dari famili
Birnaviridae, yang hanya mempunyai
satu
genus.
Birnavirus (Kibenge et al.,, 1988a; Lukert dan Saif, 1 9 9 1 dan Cavanagh,
1992).
Birnavirus
berkisar
berbentuk
antara 55-65
eimetri
ikosahedran, dengan diameter
nm dan tidak memiliki amplop. P a d a p a r t i k e l
virue IBD ditemukan 4 struktur protein yang berhasil
d u a komponen yang
diidentifikasi,
b e s a r yaitu VP2 d a n VP3 eedang komponen yang
k e c i i d a r i v i r i o n ( p i n o r internal component) a d a l a h VP, dan VP4. Virus
F
ini terlihat memiliki genom bersegmen dun : A dan B yang tersusun dari
dun
untai R N A sehingga dinamai Bfrnavfrus. Segmen genom B
mempunyai
2 800 pasangan basa yang mengkode protein VP,
segmen A
kurang
pembentukan
dan
lebih 3 300 pasangan
poliprotein yang akan
VP4 (Azad
er al., 1985; Becht
basa
dan
membentuk komponep
sedang
mengkode
VPZ, VP,
dan Mf.lller, 1991; Lukert
dan
Saif, 1991; Fahey et al., 1991b dan Liu et al., 1994).
Tabel 1. Genom virus Infectious bursa1 h e u s e (Azad et al,1985)
Segmen Protein virus
A
B
Berat molekul
w3
32 Kd
wz
w
4
40 Kd
28 Kd
w~
90 Kd
Keterangan
Ag penentu kelompok.
sifat: wtigenik
sebagei enzim protease virus
komponen internal
virion terkecil
Berat molekul yang dimiliki empat jenis protein VP,, VP,,
VP,.
dan VP4 adalah 90, 40, 3 2 dan 28 Kd. VP2 dan VP3 merupakan protein
utama dalam virus IBD, berturut-turut terdiri
dari
5 1 dan 40 9
'
0 pada
virus IBD serotipe I. VP, merupakan antigen penentu serotipe sedangkan
VP3 merupakan antigen penentu
Struktur protein VP,
ae&Brnidr*.&)
n!
kelompok
(Lukert dan Saif 1991).
pada genom segmen A (kurang lebih mempunyai
antara lain rnemiliki determinan antigen yang sebagian
besar dapat mer&gqang pembentukan antibodi yang memberi
*r
daya
lindung (protektif) (Becht et al., 1988; Lukert dan Saif, 1991). Selain
itu serotipe I mempunyai epitop speeifik pada bagian VP, yang
dapat
mengadakan reaksi silang dengao struktur protein serotipe 11, namun
tidak mampu
melakukan
netralisasi eempurna terhadap antibodi yang
terbentuk (Becht, 1980; Fahey et al.. 1989; Azad et al,, 1991; Oppling
et a1
. 1991; Ture dan Saif, 1992; Wu
et al., el992 dan Hsine dan Boyle,
1993).
Perbedaan lain adalah pada ukuran eegmen genom A yang pada
serotipe I mengandung sekitar lebih 70 pasangan baea eedang regmen B
mengandung 20 pasangan basa lebih panjang
dibanding eerotipe I1
(Becht dan MUller, 1988).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ture dan Saif (1992)
s e r t a Kibenge et al. (1988~)diketahui bahwa dalam serotipe I yaitu
isolat virne lapang dan virus klaaik mempunyai perbedaan pada struktur
protein VP2 yaitu pada virus varian dua pita : 45 Kd d m 41 Kd sedang
virus klasik hanya 40 Kd.
Kedua serotipe ( I dan 11), virus IBD memiliki keeamaan antigen
kelompok (common group antigens). Antigen kelompok itu berada pada
VP2 dan VP3- P a d a VP, juga terdapat antigen spesifik untuk serotipbe
yang merangeang pembentukan antibodi pada netralisaai virus (Becht e t
a . 1988; Kibenge e t at., 1988a dan Jagadieh et al., 1990).
Fahey et al.
(1985) menyatakan bphwa VP, bersifat antigenik
dan bertanggung jawab pada produkai antibodi dan merupakan imunogen
atau zat kebal yang sangat protektif sedangkan VP3 bertindak sebagai
antigen kelompok karena mengenal
antibodi
monoklonal
VP3
baik
serotipe I maupun 11. VPl merupakan eebagian kecil komponen internal
d a r l v i r i o &n
~ akhirnya VP4 merupakan enzim protease pada virus IBD
I
(Kibenge et al., 1984%; Ture dan Saif, 1992 dan Schnitzler et al.. 1993).
(I
Sedangkan Becht
dan
et al. (1988) melaporkan kedua protein kapsid VP2
VP3 mengandung epitop yang bertanggung jawab
terhadap
antigenisitas kelompok.
peneliti
Beberapa
telah
melakukan uji
menggunakan antibodi monoklonal (Mobu)
nerologik yang
dengan fmmunoblottlng
,
seIain uji netralisasi terhadap inolat lapang, untuk membednkan virus
dari serotipe I dan atau virus varian (Snyder et al., 1988; Fahey
IBD
e t ai., 1991a dan Becht dan MUller, 1991)
2.3. Serotipe dan Subtipe Virur Gumboro.
McFerran e t al. (1980) melaporkan bahwa virus IBD asal Eropa
dari serotipe I dan I1 eelain itu juga diketahui ada variasi
terdiri
(keragaman) susunan asam amino antigen d i antara isolat
virus
IBD
Eropa, sedangkan d i USA menurut Jackwood dan Saif (1983)
asal
ditemukan dua serotipe (I dan 11) .
Dalam serotipe I1 juga kemudian dapat diketahui ada variasi
dalam susunan antigen d i antara galur, dan galur yang berbeda
kemudian
direbut
subtipe atau varian. Isolat
dapat memperbanyak diri tanpa menimbulkan
virus
serotipe
itu
I1 ini
gejala klinik dan tidak
membuat kerusakan pada sel limfoid bursa Fabricius. Respon
antibodi
terhadap serotipe I1 dapat ditemukan baik pada ayam maupun
pada
kalkun (Jackwood et a!., 1982).
Seperti juga
penelitian
yang
dilakukan oleh Jackwood e t (11.
(1983) telah berhasil mengidentifikaai isolat aral Amerika yang terdiri
dari 2 serotipe yang disebut sebagai serotipe I dan 11 ; sedangkan
infeksi
alam
akibat virus IBD serotipe I1 yang biasanya menyerang
kalkun ternyata secara serologik dapat ditemukan pada peternakan ayam
pedaging dan pembibitan. Sedangkan serotipe I banyak ditemukan pada
peternakan pembibitan (breeder farm). Seperti yang diketahui selama ini
bahwa induk semang alamiah
(inang primer) virus
IBD
serotipe I1
adalah kalkun, baik itu di Amerika maupun di Eropo (McNulty d m Saif,
1988).
Kedua serotipe ini dapat dibedakan dengan uji
netralisasi
(Mahardika dan Becht, 1995).
Telah diketahui pula bahwa virus IBD mempunyai dua serotipe
yaitu serotipe I yang sangat patogen terhadap ayam sedang serotipe I1
dapat mengiafeksi namun tidak menimbulkan perubahan klinik karena
patogen bagi ayam dan kalkun, atau
bersifat sedikit
tidak
patogen
sama sekali (Cumminge e t al., 1986 ; Kibenge e t at., 198Ba; Mahardika
dan Becht, 1995).
Eddy (1990) melaporkan bahwa itik merupakan hewan percobaan
yang sangat peka terhadap infeksi virus IBD baik serotipe I maupun I1
namun
tanpa
menimbulkan gejala klinik, meskipun
terjadi
respon
antibodi. Kadang-kadang serotipe I1 dapat bertindak sebagai penyebab
infeksi d a m .
Sampai saat ini, baru diketahui dua serotipe virus IBD yang
patogen
meskipun McFerran et al. (1980) telah berhasil menelaah
hubungan aotigenik virus IBD asal ayam, kalkun dan itik. Satu serotipe
lainnya yaitu serotipe I1 ternyata bersifat tidak patogen.
Beberapa peneliti melakukan uji netralisaei silang terhadap galpr
virus vaksin eerotipe I dan haail uji tersebut memperoleh
6
subtips
virus IBD. Adanya subtipe atau varian iai, diduga disebabkan karena
telah terjadi mutaei gen virus IBD (Saif er al., 1985 dan Jackwood dan
Saif, 1987). Subtipe atau varian tereebut dapat dibedakan dari eubtipe
lainnya dalam serotipe yang sama dengan menggunakan uji serologik
(Giambrone,
1990).
Sedangkan
Snyder
et (11. (1986) dengan
menggunakan antibodi monoklonal dapat menentukan isolat serotipe I di
lapang.
Para peneliti di Amerika, melaporkan bahwa virus varian ini
mempunyai pengaruh pada kekebalan berperantara eel febih ganae dari
virus klasik, tetapi keduanya berperan juga dalam kekebalan humoral.
Kejadian kasus penyakit Oumboro di Eropa, Afrika d m Israel berbeda
dengan yang di Amerika; wabah
virus varian yang patogenik
tersebut digolongkan
sebagai
akibat
bukan yang antigenik. Virus varian tipe
patogenik ini menyebabkan kematian sampai 80-100% pada ayam SPF
,
(Lukert, 1992 dan Van den Berg et al., 1991).
Selain
daripada itu
untuk
membedakan
antara
virus etandar
(baku) d a r i virus varian dapat dilakukan dengan uji netralisasi silaag
(Oiambrone dan Closser, 1990)
P a d a peternakan ayam di Delmarva, usoha pengendalian penyakit
Gumboro ini sangat sulit
dengan
ditemukannya
bentuk virus varisn
yang berbeda dari galur virus IBD terdahulu .Virus varian tersebut
menyebabkan pengecilan bursa Fabricius lebih
cepat dan menimbulkan
efek uegatif lebih berat terhadap organ timus. Selain daripada itu virus
varian tereebut tidak dapat dinetralkan oleh antibodi anal induk maupun
antibodi hasil vaksinasi dengan vaksin virus standar. Ternyata virus
varian itu mempunyai sifat biologik yang berbeda dari virus standar
(Rosenberger et a l . , 1985 dan Lukert dan Saif. 1991).
2.4. Kelainan Patologik Akibat Virur Gumboro
Telah dilnporkan juga kerusakan yang terjadi dalam organ target
akibat
infeksi virus serotipe I1 pada anak ayam seperti juga akibat
infeksi virus serotipe I, hanya kerusakan tidak terjadi pada organ tonsilsekum, timus dan limpa. Sel folikel
limfoid
bursa
pada anak ayam
hanya mengalami sedikit keruoakan serta sedikit gangguan pada proses
pematangan sel B dari
limfoid perifer,
sedang
kerusakan berat pada
dilepaskan
burrra Fabricius yang akan menuju ke organ
pada ayam umur 4 minggu meskipun terjadi
organ bursa Pabricius namun eel B telah sempat
p a d a organ limfoid perifer; akibatnya meskipun virus
serotipe
I1 b e r s i f a t infeksius dan kontagius
namun
tidak
patogen
t e r h a d a p ayam (Becht d a n M u l l e r , 1 9 9 1 ) .
T e l a h d i l a p o r k a n o l e h Burkhardt d a n M l l l l e r (1987) dan KallferW e i s s & W e i s s ( 1 9 8 0 ) b a h w a v i r u s Oumboro ternyata menyerang s e l
d a n t e l a h dilaporkan p a d a anak ayam yang mengalami
limfosit B
bursektomi s a a t s e d a n g tumbuh (umur 1 minggu dan 4 mingku) ternyata
tahan t e r h a d a p serangan v i r u s IBD. H a l ini
telah
dibuktikan
dengan
p e n e l i t i a n p a d a ayam yang diinfeksi v i r u s IBD melalui mulut (oral),
t e r l i h a t p a d a p e r j a l a n a n infeksi yang mula-mula v i r u s b e r e p l i k a s i dalam
ael limfoid s a l u r a n pencernaan; selanjutnya
r e p l i k a s i kedua
terjadi
p a d a o r g a n b u r s a F a b r i c i u s yang menyebabkan peningkatan jumlah
( t i t e r ) v i r u s dan kemudian akan diikuti dengan p r o s e s kematian ayam.
T e r n y a t a infeksi s e l limfosit B p a d a organ b u r s a F a b r i c i u s b e r s i f a t
cytolytlc
yang akan menyebabkan r e a k s i
imunosupresi. S e l a i n itu
kematian dan timbulnya g e j a l a klinik s e l a l u dihubungkan dengan sistem
kekebalan
dan penurunan
sel-sel
s i s t e m haemolitik
(Becht,
S h a r m a d m Frederickson, 1986; Kibenge et al., 1 9 8 8 a dan
1980;
D a Silva
et ai., 1992).
S e b a l i k n y a S c h a t et al. (1981) d a n Okoye
d a n Uzoukwu (1990)
telah melakukan bursektomi s a a t embrional dan ayam tersebut diinfeksi
dengan virun IBD p a d a umur 2 d a n 3 minggu maka terlihat l e s i o yang
patognomonik b e r u p a perdarahan p a d a
lainnya
dm
akan
diikuti
kematian
otot d a d a disertai
ayam
tersebut
t a n d a klinik
akibat
tidak
terbentuknya kekebalan dalam tubuh ayam.
Sedangkan p a d a ayam yang t i d a k dibursektomi maka terlihat
depresi
yang berat, diare, nekrosis limfatik yang ganas p a d a bursa,
timus, ginjal dan tonsil-sekum.
D a p a t dikatakan b a h w a organ target v i r u s IBD ini adalah s e l B
meskipun v i r u s j u g a d a p a t b e r e p l i k a s i dalam s e l makrofag d a n s e l
granulosit p a d a s a l u r a n pencernaan namun organ yang disukai v i r u s ini
adalah bursa Pabricius terutama s e l limfosit pembawa Ig M. Jadi viru8
ini dengan cepat akan memperbanyak diri dalam bursa Fabricius. Selain
itu
virus
akan
menyebar
ke seluruh
organ
tubuh, meskipun sel
limfosit T dan eel null kurang peka terhadap virue tersebut dibandingkan sel B.
Meskipun demikian virus IBD tetap memperbanyaU diri dalam
jumlah
yang
sedang
dan
dapat diketahui t h b u l reaksi pertahanan
tubuh yaitu dengan ditemukannya antibodi dalam darah sehingga virus
akan cepat dinetralkan. Tidak mengherankan apabila antibodi terhadap
IBD dapat diketahui 5 hari setelah infeksi (KBufer-Weis dan Weiss,
1980; Hirai et al., 1981; Ley et al., 1984 dan Jackwood et al., 1987).
2.5. Masa Inkubari dan Tanda Klinik
Penyakit Gumboro
Masa inkubasi
penyakit h i
sangat singkat, 18-24 jam nedang
tanda klinik yang &an terlihat dalam 2-3 hari. Helmbotdt dan a a r n e r
(1964) dan Ley et af. (1984) secara histologik menemukan virus dalam
bursa 24 jam setelah infekri, sedang MUller et al. (1979) dengan
uji
imunofluoresen menemukan virus dalam sel limfoid dan s e l makrofag. 45 jam setelah infeksi melalui mulut. Menurut Weiss d m Kaufer-Weies
(1994)
setelah masa inkubaei maka &an terjadi viremia pertama
(primary viraemia) dan virus ditemukan dalam sel makrofag
dan
sel
limfoid saluran pencernaan, 4-5 jam pascainfeksi. dilanjutkan terjadinya
replikasi virus dan
menyebabkan nekroeie pada bursa 11 jam setelah
infeksi. Keadaan ini akan
bersamaan
dengan terjadinya viremia
sekunder dan juga mengakibatkm lesio pada organ tubuh lainnya yaitu
limpa, timus, toneil-sekum, hati, ginjal dan sumsum tulang
Tanda klinik
oral) berupa
.
yang ditimbulkan setelah infeksi, 24-48 jam (per
ayam terlihat lesu, bulu sayap sangat kusam, serta bulu
tampak berdiri (tegak), diare yang bercampur air serta kotoran berwarna
putih kekuningan, anoreknia, ayam mengalami depreei, gemetaran dan
kadang-kadang disertai kematian dalam waktu 3 hari akibat ayam
mengalami dehidrataei dan suhu badan menjadi subnormal (Chui dan
Thorsen, 1983; Lukert dan Saif. 1991 d m Da S i l v a et al., 1992). Setelah
ayam mati maka oecara patologik pada otot dada dan otot 'paha bagian
dalam terlihat bercak kemerahan (heemorrhagi),
p&da
daerah perbatasan organ proventrikulus
titik-titik
dan
perdarahan
perut lambung
Cgtzard) dan tanda khas yang terlihat adalah nekrosis pada bursa Fab-
ricius disertai dengan
perbarahan
d m edema peribursal (Metz d m
Harrison, 1986; Da Silva et al., 1992 dan Weies dan Kanfer-Weies,
1994).
Pada ayam yang peka, angka kesakitan dapat meningkat mencapai
loo%, sedang kematian terjadi pada hari ke 3 setelah infeksi, mulai
meningkat dan diikuti penurunan pada hari ke 5-7.
Ada kalanya angka
kematian 0% namun dapat berubah menjadi 20-30Y0. Qarnbaran penyakit
tersebut mempunyai
kurva m o r b i d i t a ~ yang meningkat secara cepat.
dengan cepat pula menurun. Selanjutnya b i l a dibiarkan tanpa diobatipun
s e c a r a cepat pula ayam menjadi sehat kembali.
Angka kematian anak ayam yang terinfeksi saat berumur 1 haria
mencapai kurang lebih
30% dan kematian itu ditandai antara
lain
dengan tidak terserapnya kantung kuning telur (yolk sac), nekrosis dan
perbarahan bursa Fabricius, jaringan peribursal dan ureter. Perbarahan
dan edema ureter disebabkan retensi urin serta nephrohidrosis (Weise
dan KBufer-Weiss, 1994).
Kejadian
wabah
penyakit
Oumboro
di Jepang
menyebabkaa
kematian ayam mencapai 70%, dapat dibuktikan berbeda dengan virus
IBD varian asal USA (Tsukamoto et al., 1992).
Menurut Lukert dan Hitchner (1984), ayam yang peka adalah umur
3 dan 6 minggu, penyakit ini menyebabkan penurunan berat badan bahkan
sampai terjadi kematian; selain daripada itu juga dapat mengakibatkan
perdarahan pada otot paha d m dada (Kibenge et al., 1988a)
Virus Ciumboro dapat menimbulkan penyakit bentuk subklinik b i l a
menyerang ayam umur kurang dari 3 minggu tanpa menimbulkan gejala
klinik. Pada umumnya ayam tersebut akan kehilangan k e m p p u a n daya
k e b a l seoara permanen eehingga mudah tersernhg baik oleh virus, bakteri
maupun cendawan (Rosenberger et al., 1975
dan aiambrone, 1990).
Pada penyakit bentuk subklinik, virus Ciumboro menimbulkan kerusakan
bursa secara kronik dan mampu meastimulaei rintesis antibodi anti IBD
(McIlroy et al., 1992 dan Amstrong et al., 1981).
Beberapa isolat virus IBD dapat memperbanyak diri pada biakan
eel primer embrio ayam, termasuk s e l ginjal dan
eel fibroblas, sebab
virus dapat beradaptasi dengan baik pada eel-sel
tersebut (Kibenge
et al., 1988b). s e d a n g k q virus varian yang ditumbuhkan pada membran
khorio-alantoik dari telur berembrio
tidak
mengakibatkan kematian
embrio tersebut (Kibenge dan Mc Kennan, 1992).
Ture dan Saif (1992) mengemukakan bahwa organ bursa merupakan
tempat yang sangat baik untuk perbanyakan virus IBD s e c a r a sempurna
dibandingkan dengan pada biakan jaringan fibroblas embrio ayam.
Wabah
penyakit Ciumboro ini
eering dijumpai d i daernh yang
padat peternakan ayamnya dan kejadian infeksi virus IBD sangat tinggi
terutama pada ayam yang berumur muda.
Ciejala klinik p a d a ayam tidak
tampak jelae karena ayam masih mempunyai antibodi asal induk
atau
akibat infeksi virue varian. Virus varian ternyata menimbulkan perubahan
subklinik berupa reaksi imunosupreei (Lukert. 1977; Lukert dan Saif,
1991).
Pada beberapa kasus kejadian 'penyakit d i peternakan
ayam
dilaporkan tidak menimbulkan maealnh, tetapi secara uji netralieasi
maupun dengan uji agar presipitasi ternyata serum ayam-ayam termebut
mengandung antibodi terhadap IBD. Meskipun demikian virus IBD tidak
dapat diiaolasi dari kasue tereebut di atas (Lukert, 1977).
Peroah dilaporkan bahwa penyakit aumboro mengakibatkan jumlah
kematian yang cukup tinggi pada anak ayam petelur dibandingkan dengan
anak ayam pedaging menkipua efek imunorupreni yang ditimbulkan r m a
1)
pada kedua jenis ayam tsrrebut (Lukert, 1977;
Van den Berg
1991 dan Bumetead e t al., 1993). Sedangkan menurut
antibodi
anal
induk
pada ayam pedagiag akan
et al.,
Box (1989).
cepat
menurun
dibandingkan pada ayam petelur (Bumstead et ai., 1993).
Dilaporkan pula oleh Saif (1991) bahwa organ bursa Fabricius
mengalami pembeearan akibat proses perbarahan yang &an
segera
diikuti dengan terjadinya atrofi. P a d a beberapa isolat lapang yang
dianggap sebagai virus varian tidak mengakibatkan
perbarahan tetapi
atrofi bursa.
Kerusakan eel limfosit mengakibatkan atrofi burea Fabriciue;
kelainan
tersebut juga terjadi pada limpa, timua, toasil-~ekum dan
glandula Harderian, hanya derajat keruealrannya tidak parah.
Nunoya e t al. (1992) melaporkan di Jepang, bahwa isolat lapang
mampu merangeang terjadinya nekrosis berat pada timun dan aplasia
sumsum tulang. Selain daripada itu
menimbulkan reakei p e r a d a n g h
eistemik yang ditandai dengan meningkatnya aktifitas eistcm fagoeitosin
s e l moaonuklear. Keadaan ini dihubungkan dengan
adanya penekanan
perkembangan eistem kekebalan tubuh berperantara sel.
Akibatnya terjadi kerusakan
nel
limfosit T nehingga ayam
kehilangan rerpon kekebalan yang ditimbulkan oleh vaksinasi.
Virue IBD yang virulen akan
menimbulkan
nekroeis pada eel
folikel limfoid bursa, atrofi bursa secara permanen, nekrosis
korteks
timua dan nekrosis ael limfosit medula timus (Fadly dan Nazerian, 1983)
Amstrong
et a l . (1981)
bersifat kronik
yang
mengemukakan bahwa kerusakan bursa
pada stadium infeksi lanjut, mengakibatkan
penurunan berat bursa Fabricius .
et al. (1972) menyatakan
Winterfield
bahwa
pada ayam umur
kurang dari 3 minggu, infeksi IBD hanya dapat diketahui perubabannya
,
secara mikroskopik pada bursa Fabricius. Sedangkan pada pemerikaaan
secara histopatologikpun aangat sulit
infeksiua atau non infeksiuspun
diketahui karena agen penyebab
menimbulkan
penurunan jumiah
sel
limfosit d m nekrosis bursa Fabricius. Selain itu infeksi virus varian
tidak
menyebabkan
infeksi
lainnya.
serotipe I
serologik tidak
sedang
imflnmaai heterofilik pada bursa seperti pada
Pada
awal infeksi virus IBD, secara
j e l a s karena pada masa tersebut respon
terbentuk dan saat itu ayam masih
induk (Sharma et 41.. 1986; dan Jackwood
Sejak
beberapa
kekebalan
mempunyai antibodi anal
et