Morfopatologi Usus Broiler Setelah Pemberian Minyak Ikan dan Vitamin E sebagai Imunomodulator dan Paparan Virus Infectious Bursal Disease
MORFOPATOLOGI USUS BROILER SETELAH PEMBERIAN
MINYAK IKAN DAN VITAMIN E SEBAGAI
IMUNOMODULATOR DAN PAPARAN VIRUS Infectious
Bursal Disease
Elpita Br Tarigan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
ABSTRAK
ELPITA BR TARIGAN. Morfopatologi Usus Broiler Setelah Pemberian
Minyak Ikan dan Vitamin E sebagai Imunomodulator dan Paparan Virus
Infectious Bursal Disease. Dibimbing oleh AGUS SETIYONO
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histopatologi usus
broiler yang ditantang virus Infectious Bursal Disease (IBD) setelah pemberian
minyak ikan dan vitamin E sebagai imunomodulator dalam ransum. Penelitian ini
menggunakan ayam broiler strain CP 707 berumur satu hari (DOC) yang
berjumlah 190 ekor, minyak ikan 6%, dan vitamin E 200ppm, virus IBD 106
LD50/ml. Vaksinasi dengan vaksin Newcastle Disease (ND) 107 EID50/ml dan
IBD 107 EID50/ml. Perlakuan dibagi atas 5 kelompok yang terdiri atas: A (diberi
minyak ikan dan vitamin E, divaksin, tanpa ditantang virus IBD); B (diberi
minyak ikan dan vitamin E, tidak divaksin, tanpa ditantang virus IBD); C (diberi
minyak ikan dan vitamin E, tidak divaksin, ditantang virus IBD); D (diberi
minyak ikan dan vitamin E, divaksin, ditantang virus IBD; dan E (tidak diberi
minyak ikan dan vitamin E, divaksin, ditantang virus IBD). Nekropsi dilakukan
pada saat ayam berumur 15, 30, 37 dan 44 hari, dikoleksi organ ususnya bagian
duodenum dalam buffer neutral formalin (BNF) 10% dan dibuat preparat
histopatologi dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE). Pengamatan
histopatologi dilakukan secara deskriptif kualitatif menggunakan mikroskop
dengan pembesaran obyektif 10x dan 40x terhadap 10 lapang pandang, kemudian
dirata-ratakan. Pada kelompok yang diberi minyak ikan, vitamin E dan ditantang
virus IBD ditemukan oedema dan atau kongesti. Pada kelompok yang tidak diberi
minyak ikan, vitamin E dan ditantang virus IBD ditemukan peradangan,
perdarahan, penebalan dan deskuamasi vili usus. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa minyak ikan dan vitamin E yang ditambahkan dalam ransum broiler dan
ditantang virus IBD dapat menekan kerusakan vili usus broiler.
Kata kunci : Morfopatologi usus, Minyak ikan, Vitamin E, Imunomodulator,
Virus IBD
MORFOPATOLOGI USUS BROILER SETELAH PEMBERIAN
MINYAK IKAN DAN VITAMIN E SEBAGAI
IMUNOMODULATOR DAN PAPARAN VIRUS Infectious
Bursal Disease
Elpita Br Tarigan
B04103019
Skripsi
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
Judul Skripsi : Morfopatologi Usus Broiler Setelah Pemberian Minyak Ikan dan
Vitamin E sebagai Imunomodulator dan Paparan Virus Infectious
Bursal Disease
Nama
: Elpita Br Tarigan
NRP
: B04103019
Disetujui
Drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D
NIP. 131 760 874
Diketahui
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS
NIP. 131 129 090
Tanggal lulus : 25 September 2007
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas
berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul
Morfopatologi Usus Broiler Setelah Pemberian Minyak Ikan dan Vitamin E
sebagai Imunomodulator dan Paparan Virus Infectious Bursal Disease. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D sebagai dosen pembimbing skripsi yang
sangat banyak memberikan bimbingan dan masukan untuk penulis
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. drh. Ekowati Handharyani, MS, Ph.D sebagai dosen penilai skripsi yang
memberikan saran-saran dan dengan sabar membimbing penulis.
3. Bapak dan Ibu staff Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi
FKH IPB.
4. drh. Retno Wulansari, MSi, Ph.D sebagai pembimbing akademik yang
banyak memberikan masukan selama penulis kuliah.
5. Ir. Denny Rusmana, MS yang memberikan bantuan kepada penulis dalam
penelitian ini.
6. Pak Kasnadi dan Pak Endang yang menemani setiap saat di laboratorium
dan mau lembur, teman-teman sepenelitianku Mudia, Bangkit, Vico, dan
yang almost always ada di laboratorium Ochie dan Tri’once’.
7. Keluarga Bang Gustaf dan Kak Ikke, Penaga Family, Hisopers, Permata
GBKP Bogor, Panti Asuhan Candranaya, dan KPA-nis.
8. Gymnolaemata’ers, teman-teman seperjuanganku waktu yang kita lalui
bersama sangat mengesankan. Jangan pernah goyah lagi walaupun banyak
yang mau memecah kita, tetap jadi satu keluarga yang kompak.
9. Adek kelompok kecilku Debya dan Tata (we are family), Sry Ulina, Ribka
44, Lina (makasih ya inang coz u always there), dan adekku Andre
”makasih ya dek dah jagain aku waktu sakit”.
10. B’Yosia, B’ Edu Ginting, B’Budi, B’Joy, B’Bremin, B’Donald, B’Hendra,
B’ Eka (Hitara), K’Emma, K’Mila, K’ Lala, K’Tetty, K’Demitha, dan
K’Yanthi yang menjadi kakak dan abangku selama kuliah dan berdoa buat
kesehatanku.
11. Andung crew dan Griya Ananta crew ” Ethax, Debya, Lina, Jani, Erikut,
Chenty, Uchank, Jesica, Emta, Evi, Novi, dan Agoestina”.
12. ATF crew ” Jani, Chenty, Anin, Cynthia, Efni ” dan Mey-mey terimakasih
kalian
telah
mengisi
hari-hariku
dengan
warna-warni
(MEJIKUHIBINIU) semoga persahabatan kita tetap diberkati Tuhan.
13. Sahabatku Etha, Gatha, Ribka 40, Rikki, Zaldie, Adam, Ady’Bone’,
Agung, Irvan, Riskha, Lina, Togu, Lis, Melva, Ithink, Intan, Uchie,
Windy, Aisy, wywy, dan Isaias.
14. Mamak, Bapak, abang tua Sarman Tarigan dan abang Repi Tarigan
tercinta yang selalu menyayangi, membela, dan mendukung dengan penuh
kasih dan selalu menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan penulis baik
materil dan terlebih doa. Tuhan Yesus senantiasa menyertai, melindungi
dan memberkati kita.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini
namun penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang
membutuhkan.
Bogor , 24 September 2007
Elpita Br Tarigan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Berastagi pada tanggal 13 Mei 1985 sebagai anak ke
tiga dari tiga bersaudara, anak dari pasangan Lapang Tarigan dan Bidan Br
Sinuhaji.
Tahun 2003 penulis lulus SMU Negeri 1 Berastagi dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah
Agama Kristen pada tahun ajaran 2004/2005, sebagai pengurus di Himpunan
Profesi Ruminansia FKH (kepengurusan 2006/2008), sebagai pengurus di Komisi
Pelayanan Anak (KPA); Organisasi Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB, dan
sebagai asisten praktikum mata kuliah Patologi Sistemik pada tahun ajaran
2007/2008.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................
i
DAFTAR TABEL
..........................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
iii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ....................................................................................
Tujuan Penelitian ...............................................................................
Manfaat Penelitian ..............................................................................
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
Usus Halus ..........................................................................................
Infectious Bursal Disease (IBD) .........................................................
Minyak Ikan ........................................................................................
Asal Omega 3 pada Ikan .....................................................................
Peranan Asam Lemak Tak Jenuh (Omega3) ........................................
Peranan PUFA terhadap Respon Kekebalan ......................................
Vitamin E ............................................................................................
Interaksi PUFA dengan Vitamin E .....................................................
4
6
10
12
12
13
13
14
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu .............................................................................
Materi .................................................................................................
Hewan Coba .......................................................................................
Alat dan Bahan ...................................................................................
Ransum Penelitian ..............................................................................
Kandang penelitian dan perlengkapan ................................................
Metoda ................................................................................................
Pemeliharaan dan Perlakuan ayam ............................................
Pengambilan Organ Usus ..........................................................
Pembuatan Preparat Histopatologi ............................................
Pemeriksaan Histopatologi ........................................................
Analisis Data .............................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
16
16
16
16
16
16
17
17
18
18
18
18
19
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 30
LAMPIRAN .................................................................................................... 34
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Tabel 1 Sumber asam lemak dari berbagai ikan (g/100g) ...........................
11
2. Tabel 2 Komposisi ransum penelitian ..........................................................
16
3. Tabel 3 Hasil rata-rata skoring pengamatan ................................................
19
4. Tabel 4 Hasil skoring akhir pengamatan ......................................................
20
5. Tabel 5 Komposisi ransum penelitian tahap I ..............................................
37
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Gambar 1 Histologi usus halus normal .........................................................
4
2. Gambar 2 Model kandang ayam .................................................................. 17
3. Gambar 3 Grafik Hasil rata-rata skoring pengamatan ................................. 20
4. Gambar 4 Histopatologi usus halus keadaan oedema ................................. 22
5. Gambar 5 Histopatologi usus halus peradangan dan atau perdarahan ........ 23
6. Gambar 6 Histopatologi usus halus keadaan deskuamasi epitel ................. 24
7. Gambar 7 Histopatologi usus halus dalam keadaan penebalan vili usus ...... 25
MORFOPATOLOGI USUS BROILER SETELAH PEMBERIAN
MINYAK IKAN DAN VITAMIN E SEBAGAI
IMUNOMODULATOR DAN PAPARAN VIRUS Infectious
Bursal Disease
Elpita Br Tarigan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
ABSTRAK
ELPITA BR TARIGAN. Morfopatologi Usus Broiler Setelah Pemberian
Minyak Ikan dan Vitamin E sebagai Imunomodulator dan Paparan Virus
Infectious Bursal Disease. Dibimbing oleh AGUS SETIYONO
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histopatologi usus
broiler yang ditantang virus Infectious Bursal Disease (IBD) setelah pemberian
minyak ikan dan vitamin E sebagai imunomodulator dalam ransum. Penelitian ini
menggunakan ayam broiler strain CP 707 berumur satu hari (DOC) yang
berjumlah 190 ekor, minyak ikan 6%, dan vitamin E 200ppm, virus IBD 106
LD50/ml. Vaksinasi dengan vaksin Newcastle Disease (ND) 107 EID50/ml dan
IBD 107 EID50/ml. Perlakuan dibagi atas 5 kelompok yang terdiri atas: A (diberi
minyak ikan dan vitamin E, divaksin, tanpa ditantang virus IBD); B (diberi
minyak ikan dan vitamin E, tidak divaksin, tanpa ditantang virus IBD); C (diberi
minyak ikan dan vitamin E, tidak divaksin, ditantang virus IBD); D (diberi
minyak ikan dan vitamin E, divaksin, ditantang virus IBD; dan E (tidak diberi
minyak ikan dan vitamin E, divaksin, ditantang virus IBD). Nekropsi dilakukan
pada saat ayam berumur 15, 30, 37 dan 44 hari, dikoleksi organ ususnya bagian
duodenum dalam buffer neutral formalin (BNF) 10% dan dibuat preparat
histopatologi dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE). Pengamatan
histopatologi dilakukan secara deskriptif kualitatif menggunakan mikroskop
dengan pembesaran obyektif 10x dan 40x terhadap 10 lapang pandang, kemudian
dirata-ratakan. Pada kelompok yang diberi minyak ikan, vitamin E dan ditantang
virus IBD ditemukan oedema dan atau kongesti. Pada kelompok yang tidak diberi
minyak ikan, vitamin E dan ditantang virus IBD ditemukan peradangan,
perdarahan, penebalan dan deskuamasi vili usus. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa minyak ikan dan vitamin E yang ditambahkan dalam ransum broiler dan
ditantang virus IBD dapat menekan kerusakan vili usus broiler.
Kata kunci : Morfopatologi usus, Minyak ikan, Vitamin E, Imunomodulator,
Virus IBD
MORFOPATOLOGI USUS BROILER SETELAH PEMBERIAN
MINYAK IKAN DAN VITAMIN E SEBAGAI
IMUNOMODULATOR DAN PAPARAN VIRUS Infectious
Bursal Disease
Elpita Br Tarigan
B04103019
Skripsi
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
Judul Skripsi : Morfopatologi Usus Broiler Setelah Pemberian Minyak Ikan dan
Vitamin E sebagai Imunomodulator dan Paparan Virus Infectious
Bursal Disease
Nama
: Elpita Br Tarigan
NRP
: B04103019
Disetujui
Drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D
NIP. 131 760 874
Diketahui
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS
NIP. 131 129 090
Tanggal lulus : 25 September 2007
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas
berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul
Morfopatologi Usus Broiler Setelah Pemberian Minyak Ikan dan Vitamin E
sebagai Imunomodulator dan Paparan Virus Infectious Bursal Disease. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D sebagai dosen pembimbing skripsi yang
sangat banyak memberikan bimbingan dan masukan untuk penulis
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. drh. Ekowati Handharyani, MS, Ph.D sebagai dosen penilai skripsi yang
memberikan saran-saran dan dengan sabar membimbing penulis.
3. Bapak dan Ibu staff Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi
FKH IPB.
4. drh. Retno Wulansari, MSi, Ph.D sebagai pembimbing akademik yang
banyak memberikan masukan selama penulis kuliah.
5. Ir. Denny Rusmana, MS yang memberikan bantuan kepada penulis dalam
penelitian ini.
6. Pak Kasnadi dan Pak Endang yang menemani setiap saat di laboratorium
dan mau lembur, teman-teman sepenelitianku Mudia, Bangkit, Vico, dan
yang almost always ada di laboratorium Ochie dan Tri’once’.
7. Keluarga Bang Gustaf dan Kak Ikke, Penaga Family, Hisopers, Permata
GBKP Bogor, Panti Asuhan Candranaya, dan KPA-nis.
8. Gymnolaemata’ers, teman-teman seperjuanganku waktu yang kita lalui
bersama sangat mengesankan. Jangan pernah goyah lagi walaupun banyak
yang mau memecah kita, tetap jadi satu keluarga yang kompak.
9. Adek kelompok kecilku Debya dan Tata (we are family), Sry Ulina, Ribka
44, Lina (makasih ya inang coz u always there), dan adekku Andre
”makasih ya dek dah jagain aku waktu sakit”.
10. B’Yosia, B’ Edu Ginting, B’Budi, B’Joy, B’Bremin, B’Donald, B’Hendra,
B’ Eka (Hitara), K’Emma, K’Mila, K’ Lala, K’Tetty, K’Demitha, dan
K’Yanthi yang menjadi kakak dan abangku selama kuliah dan berdoa buat
kesehatanku.
11. Andung crew dan Griya Ananta crew ” Ethax, Debya, Lina, Jani, Erikut,
Chenty, Uchank, Jesica, Emta, Evi, Novi, dan Agoestina”.
12. ATF crew ” Jani, Chenty, Anin, Cynthia, Efni ” dan Mey-mey terimakasih
kalian
telah
mengisi
hari-hariku
dengan
warna-warni
(MEJIKUHIBINIU) semoga persahabatan kita tetap diberkati Tuhan.
13. Sahabatku Etha, Gatha, Ribka 40, Rikki, Zaldie, Adam, Ady’Bone’,
Agung, Irvan, Riskha, Lina, Togu, Lis, Melva, Ithink, Intan, Uchie,
Windy, Aisy, wywy, dan Isaias.
14. Mamak, Bapak, abang tua Sarman Tarigan dan abang Repi Tarigan
tercinta yang selalu menyayangi, membela, dan mendukung dengan penuh
kasih dan selalu menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan penulis baik
materil dan terlebih doa. Tuhan Yesus senantiasa menyertai, melindungi
dan memberkati kita.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini
namun penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang
membutuhkan.
Bogor , 24 September 2007
Elpita Br Tarigan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Berastagi pada tanggal 13 Mei 1985 sebagai anak ke
tiga dari tiga bersaudara, anak dari pasangan Lapang Tarigan dan Bidan Br
Sinuhaji.
Tahun 2003 penulis lulus SMU Negeri 1 Berastagi dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah
Agama Kristen pada tahun ajaran 2004/2005, sebagai pengurus di Himpunan
Profesi Ruminansia FKH (kepengurusan 2006/2008), sebagai pengurus di Komisi
Pelayanan Anak (KPA); Organisasi Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB, dan
sebagai asisten praktikum mata kuliah Patologi Sistemik pada tahun ajaran
2007/2008.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................
i
DAFTAR TABEL
..........................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
iii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ....................................................................................
Tujuan Penelitian ...............................................................................
Manfaat Penelitian ..............................................................................
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
Usus Halus ..........................................................................................
Infectious Bursal Disease (IBD) .........................................................
Minyak Ikan ........................................................................................
Asal Omega 3 pada Ikan .....................................................................
Peranan Asam Lemak Tak Jenuh (Omega3) ........................................
Peranan PUFA terhadap Respon Kekebalan ......................................
Vitamin E ............................................................................................
Interaksi PUFA dengan Vitamin E .....................................................
4
6
10
12
12
13
13
14
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu .............................................................................
Materi .................................................................................................
Hewan Coba .......................................................................................
Alat dan Bahan ...................................................................................
Ransum Penelitian ..............................................................................
Kandang penelitian dan perlengkapan ................................................
Metoda ................................................................................................
Pemeliharaan dan Perlakuan ayam ............................................
Pengambilan Organ Usus ..........................................................
Pembuatan Preparat Histopatologi ............................................
Pemeriksaan Histopatologi ........................................................
Analisis Data .............................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
16
16
16
16
16
16
17
17
18
18
18
18
19
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 30
LAMPIRAN .................................................................................................... 34
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Tabel 1 Sumber asam lemak dari berbagai ikan (g/100g) ...........................
11
2. Tabel 2 Komposisi ransum penelitian ..........................................................
16
3. Tabel 3 Hasil rata-rata skoring pengamatan ................................................
19
4. Tabel 4 Hasil skoring akhir pengamatan ......................................................
20
5. Tabel 5 Komposisi ransum penelitian tahap I ..............................................
37
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Gambar 1 Histologi usus halus normal .........................................................
4
2. Gambar 2 Model kandang ayam .................................................................. 17
3. Gambar 3 Grafik Hasil rata-rata skoring pengamatan ................................. 20
4. Gambar 4 Histopatologi usus halus keadaan oedema ................................. 22
5. Gambar 5 Histopatologi usus halus peradangan dan atau perdarahan ........ 23
6. Gambar 6 Histopatologi usus halus keadaan deskuamasi epitel ................. 24
7. Gambar 7 Histopatologi usus halus dalam keadaan penebalan vili usus ...... 25
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan asal ternak sangat dibutuhkan untuk menunjang kehidupan dan
kualitas hidup manusia, sekaligus sebagai komoditas dagang. Ayam broiler
merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi protein hewani. Komoditas broiler mempunyai prospek pasar yang
sangat baik karena didukung oleh karakteristik produk yang dapat diterima oleh
masyarakat, harga relatif murah dibandingkan dengan sumber protein hewani lain,
dan akses yang mudah diperoleh karena sudah merupakan barang kepunyaan
masyarakat. Peternak diharapkan mampu menjaga performa dari produk broiler
agar kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Pakan, penyakit ayam, obat hewan,
pengawasan dan manajemen pada proses praproduksi memegang peranan penting
dalam menghasilkan produk yang bermutu tinggi dan aman dikonsumsi.
Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi ketahanan broiler
adalah pakan. Hal ini mendorong peternak untuk mengoptimalkan nilai guna dari
pakan yang dikonsumsi. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan
produktivitas adalah melalui penentuan jenis ransum yang tepat oleh peternak.
Penyediaan ransum yang berkualitas tinggi terutama dari segi nutrisi yang
memegang peranan vital harus dapat dijaga dan dipertahankan sehingga dapat
memperbaiki atau meningkatkan kesehatan dan performa ayam broiler.
Penambahan beberapa zat makanan bertujuan untuk menjaga nilai nutrisi
maksimal dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh ternak agar tidak terancam
oleh penyakit. Berdasarkan penelitian Rusmana (2000), zat makanan yang dapat
memperbaiki sistem kekebalan tubuh ternak diantaranya adalah asam lemak tak
jenuh ganda atau polyunsatturated fatty acids (PUFA). Minyak yang kaya asam
lemak omega-3 dan omega-6 pada tingkat tertentu dapat meningkatkan imunitas
(Friedman & Sklan 1997). Pemberian minyak ikan yang kaya asam lemak omega3 dalam ransum broiler ternyata mampu menghasilkan respon titer antibodi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi minyak yang mengandung asam
lemak omega-6 (Frietche et al. 1991)
Ikan terutama ikan berlemak yang berasal dari laut dalam, seperti tenggiri,
kembung dan tongkol adalah salah satu sumber alami asam lemak omega-3 yang
memiliki kandungan eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid
(DHA), sedangkan asam lemak Omega-6 paling banyak dijumpai pada minyak
nabati seperti minyak biji matahari (65%), margarin (60%), minyak jagung (60%),
dan minyak kedelai (55%) (Whitney 1990). Minyak ikan dan minyak sawit
masing masing merupakan sumber asam lemak tak jenuh ganda seri omega-3 dan
omega-6. Potensi kedua asam lemak tersebut dapat dikombinasikan dalam pakan
broiler dengan rasio 5-10 : 1 agar dihasilkan produk daging yang baik untuk
dikonsumsi (Suprayogi 1999).
Minyak ikan merupakan sumber EPA dan DHA yang berpotensi
mencegah berbagai macam jenis penyakit. Minyak ikan sebagai bahan pakan
mempunyai beberapa sifat penting diantaranya sangat kaya energi, menambah
efisiensi penggunaan ransum, menyediakan asam-asam lemak essensial,
menambah palatabilitas ransum, dan pembawa vitamin (Sari 2004). Tyas utami et
al. (1998) mengatakan bahwa penambahan minyak ikan dalam ransum unggas
selain membantu memenuhi kebutuhan energi yang tinggi, juga dapat
menurunkan sifat berdebu pada ransum yang berbentuk tepung lengkap. Namun
asam lemak tak jenuh ganda dikenal sangat peka terhadap proses oksidasi. Oleh
karena itu penambahan antioksidasi sering dianggap perlu untuk mencegah proses
tersebut (Sanders 1992).
Morfologi permukaan vili usus halus sangat berperan dalam menyerap
nutrien bahan pakan, oleh karena itu usus halus harus mempunyai struktur yang
optimal. Struktur tersebut dapat diamati sebagai performa vili usus halus.
Performa vili usus halus dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis bahan
pakan, zat kimia pakan dan feed aditif, serta gangguan pertumbuhan vili. Pakan
tambahan juga dapat merusak struktur vili jika penambahannya mengganggu
keseimbangan asam basa usus halus (Rofiq 2006).
Jika terjadi perlukaan pada usus halus maka pakan tidak tercerna,
sehingga terjadi beberapa abnormalitas dalam proses pencernaan dan penyerapan
zat makanan. Nutrisi yang terserap akan sangat minimal dan tidak mencukupi
kebutuhan. Nutrisi yang rendah atau tidak seimbang dapat menyebabkan penyakit
defisiensi, sehingga berpengaruh terhadap vitalitas ayam dan mudah terkena
infeksi penyakit.
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histopatologi usus
broiler setelah pemberian minyak ikan dan vitamin E sebagai imunomodulator
dan paparan virus IBD.
Manfaat penelitian
Memberikan informasi dasar tentang gambaran histopatologi usus broiler
setelah pemberian minyak ikan dan vitamin E sebagai imunomodulator dan
paparan virus IBD.
TINJAUAN PUSTAKA
USUS HALUS
Bagian terbesar dari pencernaan dan penyerapan terjadi di usus halus.
Usus halus pada prinsipnya adalah tempat untuk pencernaan secara kimiawi
(Ressang 1984). Usus berfungsi untuk mencerna makanan dengan enzim-enzim
yang disalurkan dari berbagai kelenjar dan sebagai alat penyerapan terhadap sarisari makanan. Usus halus terdiri atas tiga bagian yaitu duodenum, jejunum dan
ileum.
Calhoun (1954) membagi Lapisan usus halus terdiri atas empat lapisan,
yaitu lapisan luar, lapisan otot, submukosa dan mukosa. Gambar 1 adalah
histologi usus normal, yang menunjukkan susunan usus halus.
a
Keterangan gambar :
b
a. epitel vili (enterosit)
c
b. lamina propria
c. sel goblet
d
d. villus
e. kripta Lieberkuhn
f. submukosa.
e
f
e
Gambar 1 Histologi usus halus normal.
(Sumber : http://www.cvm.okstate.edu 2000)
Lapisan luar merupakan peritonium yang melapisi usus halus dengan erat.
Lapisan otot polos terdiri atas 2 lapisan serabut, lapisan luar yang memanjang
(longitudinal) dan lapisan dalam yang melingkar (serabut sirkuler). Kontraksi otot
polos dan bentuk peristaltik usus yang turut serta dalam proses pencernaan
mekanis,
pencampuran
makanan
dengan
enzim-enzim
pencernaan
dan
pergerakkan makanan sepanjang saluran pencernaan. Diantara kedua lapisan
serabut berotot terdapat pembuluh darah, pembuluh limfe dan pleksus syaraf.
Submukosa terdiri dari jaringan ikat yang mengandung syaraf otonom,
berfungsi mengatur kontraksi muskularis mukosa dan sekresi dari mukosa saluran
pencernaan. Submukosa terdapat diantara otot sirkuler dan lapisan mukosa.
Dinding submukosa terdiri atas jaringan alveolar dan berisi banyak pembuluh
darah, sel limfe, kelenjar, dan pleksus syaraf yang disebut plexus of meissner.
Pada duodenum terdapat kelenjar brunner yang berfungsi untuk melindungi
lapisan duodenum dari pengaruh isi lambung yang asam. Sistem kerjanya adalah
kelenjar brunner akan mengeluarkan sekret cairan kental alkali.
Mukosa terdiri dari epitel silindris selapis dan sel goblet yang mensekresi
getah usus halus (intestinal juice). Pada lapisan ini terdapat vili yang merupakan
tonjolan dari plika sirkularis (lipatan yang terjadi antara mukosa dengan
submukosa). Lipatan ini menambah luasnya permukaan sekresi dan absorpsi serta
memberi kesempatan lebih lama pada getah cerna untuk bekerja pada makanan.
Menurut Bevelander dan Ramaley (1988), bagian terpenting yaitu transportasi
nutrisi dari lumen ke dalam pembuluh darah dan limfatika dari mukosa.
Vili terdapat pada semua bagian usus dan merupakan sifatnya yang khas.
Dalam duodenum vili berbentuk daun, dalam jejunum bentuknya tinggi dan agak
membesar atau bercanggah pada ujung distalnya. Ileum mempunyai vili yang
lebih pendek dan berbentuk gada. Diantara dasar-dasar vili terdapat kelenjarkelenjar yang meluas kedalam bagian bawah mukosa, merupakan kelenjarkelenjar usus (kripta Lieberkuhn). Terdapat mukus pada lumen dan pada kelenjar
Lieberkuhn (Calhoun 1954).
Vili terdiri atas lakteal, buluh darah, otot fiber, dan jaringan limfatik, yang
berbeda pada setiap umur ayam. Vili pada duodenum adalah yang terpanjang,
kadang bercabang dua. Epitel vili terdiri dari enterosit (epitel silindris selapis)
untuk absorbsi dan musin (sel goblet) sel sekresi. Enterosit berada di dasar
nukleus, sel goblet berada diantara enterosit. Tipe sel lainnya adalah Paneth sel,
berada pada kripta, dikarakteristik oleh eosinofilik yang terang, supranuklear, dan
granul sitoplasma. Sel endokrin berada pada kripta sebagai sel tunggal atau dalam
kelompok (cluster), tidak seperti Paneth sel ini berada pada dasar sel (Calhoun
1954).
Lamina propria adalah jaringan retikuler yang mengandung kapiler,
limfatika dan serat-serat otot terpencar. Sel radang berada pada lamina propria dan
selalu terdiri dari plasma dan limfosit. Limfatika sentral adalah lakteal yang
berfungsi sebagai penyerapan, lemak-lemak tertentu dari saluran pencernaan
terserap ke dalam lakteal. Arteriola masuk ke dalam vili pada sisi dan memecah
ke dalam kapiler pada ujung distalnya (Bevelander & Ramaley 1988).
Sel-sel kripta menyediakan sel-sel baru untuk permukaan vili agar
menggantikan sel-sel yang terbuang dalam lumen. Kelenjar brunner adalah lobus
musin dengan sekresi yang ditujukan ke kelenjar kripta. Kelenjar brunner pada
duodenum sangat banyak pada bagian awal. Jaringan limfoid tersebar luas dalam
seluruh mukosa usus kecil. Pada ileum nodula terkumpul dalam kelompok–
kelompok (bercak-bercak Payer) dan tidak hanya mengisi mukosa tetapi juga
submukosa (Bevelander dan Ramaley 1988).
Morfologi permukaan vili usus halus sangat berperan dalam menyerap
nutrien bahan pakan, oleh karena itu morfologi usus halus harus mempunyai
struktur yang optimal dalam menyerap nutrient. Struktur tersebut dapat diamati
sebagai performa vili usus halus. Performa vili usus halus dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu jenis bahan pakan, zat kimia pakan dan feed aditif, serta
gangguan pertumbuhan vili usus halus. Pakan tambahan juga dapat merusak
struktur vili jika penambahannya mengganggu keseimbangan asam basa usus
halus sehingga menyebabkan kerusakan usus halus (Rofiq 2006).
Infectious Bursal Disease (IBD)
Infectious Bursal Disease (IBD) atau sering juga disebut Gumboro
merupakan penyakit virus yang akut dan sangat kontagius, yang menyerang ayam
muda (Fenner et al. 1995). Pada tahun 1962 IBD pertama kali dilaporkan berada
dekat dengan Gumboro Delaware (Jordan 1990). IBD disebabkan oleh virus IBD
yang menyerang bursa Fabrisius anak ayam umur 3 sampai 6 minggu. Jaringan
limfoid merupakan target primer dan bursa Fabrisius merupakan predileksi
utamanya (Jackwood et al. l987). Virus tersebut akan menghancurkan sel limfosit
B yang belum matang sehingga menyebabkan imunosupresi. Akibat kerusakan sel
limfosit B ayam menjadi rentan terhadap infeksi penyakit lain. Kejadian penyakit
hanya diketahui pada ayam saja (Bains 1979).
Mikrobiologi virus IBD antara lain ukuran kecil, genus Avibirnavirus,
famili Birnaviridae dengan genom memiliki RNA rantai ganda. Virus IBD
berukuran 60 nm berbentuk ikosahedral tanpa selubung sel (non-enveloped), virus
yang sangat stabil, bertahan pada kisaran pH yang tinggi (2-12), tahan panas
(stabil hidup setelah 30 menit dalam pemanasan 600 C), resistensi tinggi terhadap
desinfektan yang umum, dan bertahan pada lingkungan kandang dalam jangka
waktu yang lama. Virus bertahan selama sebulan pada kandang yang
terkontaminasi dan seminggu pada air, pakan dan obat (Bains 1979). Masa
inkubasi 2-3 hari dan gejala klinis muncul pada 3-4 hari, ayam yang bertahan
hidup akan sembuh dengan cepat (Fenner et al. 1995).
Virus IBD diklasifikasikan ke dalam dua serotipe berdasarkan uji
netralisasi, yaitu serotipe 1 bersifat patogen dan serotipe 2 bersifat nonpatogen.
Serotipe 1 dapat merusak ayam sedangkan serotipe 2 tidak merusak. Virus dapat
di provagasi pada telur embrio tertunas (Bains 1979, Jackwood 2000).
Berdasarkan virulensi virus, Bains (1979) membagi serotipe 1 menjadi
empat patotipe. Empat patotipe tersebut adalah strain lapang dan vaksin, strain
klasik, strain sangat virulen, dan strain varian IBD.
Strain lapang dan strain vaksin IBD tidak ada mortalitas atau gejala klinis,
tetapi merusak bursa tergantung virulensi virus yang masih bisa terjadi. Strain
klasik menimbulkan mortalitas (20%), kerusakan bursa, dan mampu
merusak ke dalam antibodi dengan level lebih tinggi dari strain klasik. Strain
varian IBD mampu menyebabkan infeksi IBD yang cepat dengan kerusakan bursa
yang parah (atrofi), menghasilkan imunosupresi dan mortalitas kurang dari 5%
(Bains 1979).
Setiyono (2000) mengklasifikasikan virus IBD menjadi dua tipe, terdiri
atas tipe ganas (virulent) yang dicirikan dengan virus mampu membunuh ternak
ayam hingga 70%, dan tipe subklinis atau klasik (avirulent) yang ditandai dengan
kegagalan pertumbuhan disertai peningkatan kepekaan ayam terhadap infeksi
agen penyakit lain. Berdasarkan hal tersebut, maka virus IBD patut digolongkan
sebagai salah satu penyebab penyakit unggas ganas di industri peternakan.
Tanda klinis yang timbul adalah pada otot paha dan otot dada terdapat
hemoragi pteki ataupun ekimotik, perdarahan pada mukosa proventrikulus, lesio
pada ginjal dan peningkatan mukus pada usus halus. Pada hari ke-4 post infeksi,
bursa Fabrisius bengkak dua kali lebih besar dari normal, edematosa, dan
kemerahan kemungkinan hemoragi. Hari ke-5 bursa Fabrisius kembali ke ukuran
normal dan mengalami pengecilan 1/3 dari ukuran normal pada hari ke-8 post
infeksi (Jordan 1990). Beberapa strain virus menyebabkan sedikit gejala klinis
dan perubahan akut yang jelas sangat minim pada bursa, namun strain lain sangat
mempengaruhi bursa atrofi dengan cepat dan imunosupresi yang hebat.
Onset infeksi dalam waktu yang cepat khususnya yang baru pertama
tereinfeksi (Jackwood 2000). Gejala klinis yang mengikuti virulensi IBD terjadi
pada 2 sampai 3 hari. Tanda klinis yang muncul adalah menghindari makan dan
minum dengan bulu yang rontok, badan bungkuk, tremor, tidak dapat berdiri,
depresi, anoreksia dan terlihat ada leleran. Diare yang sangat berair dan dehidrasi
selalu terjadi, kadang-kadang terjadi berak darah dan defekasi dipaksakan. Berat
badan yang menurun, ataksia, gemetaran, dan rebah sering terjadi sehingga
berakhir dengan kematian. Kesakitan (morbiditas) pada kelompok terjadi 100%
tetapi dengan kematian tidak melebihi 20-30% (Bains 1979). Kematian pada
kelompok selalu menjadi puncak dan terjadi setelah 1 minggu onset.
Rute yang paling sering terjadi adalah melalui oral dengan mengkonsumsi
feses terkontaminasi atau material organic (Jackwood 2000). Weiss et al. (1994)
mendemonstrasikan jalannya virus dengan teknik imunofluoresen sebagai berikut,
dalam waktu 4-5 jam virus akan menginfeksi makrofag terkait usus dan sel-sel
limfatik yang terdapat duodenum, jejunum dan ileum sebagai tempat pertama
replikasi virus. Melalui jalan sistem vena porta virus mencapai hati dalam waktu 5
jam setelah infeksi. Sel Kupffer pada hati menangkap dan fagositosis sedapat
mungkin partikel virus. Virus IBD mencapai aliran darah utama dan bersirkualsi
ke organ lain termasuk bursa Fabrisius. Limfosit B yang belum matang pada
folikel bursa Fabrisius adalah sel target untuk replikasi virus. Beberapa folikel
pada bursa Fabrisius positif terkena virus, 13 jam post infeksi terjadi viremia
secara besar-besaran, kemudian virion yang dihasilkan akan dilepaskan ke
peredaran darah dan menyebabkan terjadinya viremia sekunder yang berakibat
terdisposisinya virus pada berbagai organ lain seperti timus, limpa dan paru-paru.
Penyakit klinis dan kematian terjadi pada 64-72 jam pos infeksi (Weiss et al
l994).
Terdisposisinya virus pada berbagai organ menyebabkan perubahan pada
organ tersebut dan perubahan biasanya mulai terlihat setelah virus melisis sel
sasarannya. Virus IBD bersifat sitolitik membuat perubahan yang teramati secara
makroskopik adalah mengecilnya organ sasaran akibat lisisnya sel parenkim
organ tersebut. Namun hal tersebut tidak bersifat permanen karena proses
persembuhan yang disertai dengan regenerasi organ segera terjadi (Mirah Adi &
Berata 1998).
Ayam yang berumur kurang dari 3 minggu terinfeksi oleh virus IBD tidak
akan menunjukkan gejala klinis, walaupun kerusakan bursa dapat ditemukan
dengan adanya imunosupresi. Menghasilkan kemungkinan yang tinggi terhadap
patogenitas berikutnya karena sekali lingkungan terkontaminasi dengan IBD maka
penyakit akan terjadi dengan infeksi subklinis. Bentuk akut ditandai dengan
kesakitan yang sangat tinggi depresi, diare, inkoordinasi dan mati. Lesio yang
signifikan adalah pada bursa Fabrisius. Menekan sistem imun terlihat dari
mengecilnya (atrofi) bursa Fabrisius. Kejadian klinis dan subklinis ditemukan
hampir diseluruh peternakan unggas yang produktif diseluruh dunia (de Wit &
Baxendale 2000).
Imunitas pasif bersama dengan vaksinasi sangat penting bagi ayam (Bains
1954). Ternak harus menerima vaksin untuk menstimulasi antibodi maternal yang
tinggi. Anak ayam dengan imunisasi yang baik pada kelompok ayam bertahan
terhadap infeksi selama 2-4 minggu. Transfer pasif dari antibodi maternal ke anak
ayam sangat penting untuk pencegahan awal dari infeksi virus. Ayam yang tidak
memiliki
imunitas
akan
teradministrasi
penyakit
pada
saat
menetas.
Memvaksinasi ayam sebaiknya setelah imunitas maternal menurun (Bains 1954).
Kegagalan program vaksinasi tidak jarang dijumpai di lapangan karena efek
penekanan kekebalan (immunosuppressive) dari virus IBD (Setiyono 2000).
Penyebaran virus IBD sangat cepat, berasal dari ayam terinfeksi dan pakan
serta muntahan kepada ayam yang rentan. Transmisi virus tidak terlihat terjadi
pada telur dan tidak terjadi pada carrier. Menyebar pada kelompok dengan kontak
atau aerosol, vertikal transmisi dari induk dan dari peralatan yang terkontaminasi
(Bains 1979). Telah dilaporkan bahwa lesser mealworm (Alphitobius diaperinus),
yang hidup pada kotoran ayam adalah sebagai vektor dari IBD dari satu siklus ke
siklus berikutnya. Karena penyebaran dan sifat virus IBD tersebut pembersihan
kandang yang baik sangat diwajibkan jika terjaditantang IBD (de Wit & William
2000).
MINYAK IKAN
Minyak ikan adalah minyak dari ikan-ikan dengan kadar lemak yang
tinggi, seperti ikan lemuru (Permadi 2004). Sumber minyak ikan tersebut
diperoleh dari hasil ekstraksi yang khusus untuk diambil minyaknya, hasil
ekstraksi dari pengolahan tepung ikan dan hasil samping dari pengolahan ikan
kaleng.
Minyak ikan sangat berbeda dengan minyak lainnya, yang dicirikan
dengan variasi asam lemaknya lebih tinggi dibandingkan dengan minyak atau
lemak lainnya dan jumlah asam lemaknya lebih banyak. Panjang rantai karbon
mencapai 20 atau 22, lebih banyak mengandung jenis asam lemak tak jenuh
jamak (ikatan rangkap sampai dengan 5 dan 6) dan lebih banyak mengandung
jenis omega-3 dibandingkan dengan omega-6 (Stansby 1982). Asam lemak yang
berasal dari ikan pada prinsipnya ada 3 jenis yaitu jenuh, tidak jenuh tunggal dan
tidak jenuh jamak. Asam lemak tak jenuh tunggal mengandung satu ikatan
rangkap dan asam lemak tak jenuh jamak mengandung banyak ikatan rangkap per
molekul. Ikan dan mamalia laut mengandung jumlah substansi asam lemak rantai
panjang pada jenis Omega 3 (Ikrawan 2004).
Secara keseluruhan, komposisi utama minyak ikan adalah trigliserida,
sedangkan komposisi lainnya adalah fosfolipida, lemak dengan group eter dan
wax ester (Singh & Chandra 1988). Senyawa lain yang terdapat pada minyak ikan
adalah sterol, vitamin dan pigmen (Stansby 1982).
Minyak atau lemak ikan merupakan sumber vitamin A dan vitamin D
dengan berat berturut-turut 10-55 IU per gram dan 20-100 IU per gram. Minyak
ikan juga merupakan sumber mineral seperti kalsium, fosfor, iodin dan selenium..
Kadar Omega 3 minyak ikan khususnya minyak ikan sardin, dapat bervariasi
tetapi berkisar antara 4.48% sampai dengan 11.80% (Permadi 2004).
Berdasarkan kandungan minyak atau lemaknya, ikan dapat digolongkan
menjadi tiga golongan yaitu ikan dengan kandungan minyak atau lemak rendah
(kurang dari 2%), ikan dengan kandungan minyak/lemak medium (2%-5%) dan
ikan dengan kandungan minyak atau lemak tinggi (6%-20%) (Ikrawan 2004).
Kelompok ikan berlemak rendah misalnya kerang, lobster, bawal dan
gabus. Kelompok ikan berlemak medium contohnya rajungan, udang, ikan mas,
sardin dan salmon. Sedangkan kelompok ikan berlemak tinggi contohnya
mackerel, tuna, tawes, sepat dan belut. Walaupun lemak ikan dibagi tiga
kelompok, secara keseluruhan ikan tidak digolongkan ke dalam kelompok bahan
pangan yang tinggi lemaknya. Bagian tubuh ikan memiliki minyak dengan
komposisi Omega 3 yang berbeda-beda. Bagian kepala 12%, tubuh bagian dada
28%, daging permukaan 31,2% dan isi rongga perut 42,1% (Ikrawan 2004).
Lands (1986), melaporkan bahwa asam lemak EPA dan DHA yang ada
dalam beberapa jenis ikan dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1 Sumber asam lemak dari berbagai ikan (g/100g)
Ikan
Lemak total C18:2 n-6 C20:4 n-6 C20:5 n-3
Tuna
6,8
0,15
0,14
0,63
(albacore)
Anchovy
6,4
0,12
0,02
0,69
Herring
6,2
0,29
0,03
0,33
Mackerel
9,8
0,14
0,12
0,65
Salmon
13,8
0,13
0,06
1
Tuna (bleufin)
4,7
0,05
0,02
0,28
Halibut
2
0,02
0,08
0,11
Flounder
1,2
0,01
0,04
0,11
Cod
0,73
0,02
0,08
Haddock
0,66
0,01
0,01
0,05
C22:6 n-3
1,7
1,2
0,58
1,1
0,72
0,88
0,2
0,11
0,15
0,1
Sumber: Lands 1986
Penelitian Dewi (1996) menunjukkan bahwa kandungan EPA dan DHA
pada minyak ikan lemuru masing-masing sebesar 15% dan 11%. Minyak ikan
lemuru ini dapat diperoleh dari hasil samping pengolahan pengalengan dan
penepungan ikan lemuru yang banyak terdapat di daerah Muncar, Jawa Timur.
Kelemahan minyak ikan adalah bersifat sangat sensitif terhadap oksigen
dan memiliki cita rasa yang tidak enak. Minyak ikan sangat mudah teroksidasi
oleh karena banyaknya ikatan rangkap pada gugus rantai asam lemaknya. Hal ini
berarti bahwa harus diberikan perhatian yang lebih apabila minyak ikan
ditambahkan pada produk makanan, jika tidak akan menyebabkan timbulnya bau
atau rasa yang tidak enak dan senyawa-senyawa hasil oksidasi yang berpengaruh
buruk bagi kesehatan (Permadi 2003).
Omega 3 pada Ikan
Omega 3 pada dasarnya disintesis dari asam linoleat dan asam linolenat
(Ikrawan 2004). Linoleat dan linolenat berasal dari tanaman, sedangakan EPA dan
DHA dijumpai pada hewan laut terutama bangsa ikan yang mengkonsumsi
fitoplankton (Kreutler 1980).
Kandungan omega 3 dalam ikan tidak berasal dari proses sintesis tubuh
ikan, tapi berasal dari makanan ikan dalam bentuk jasad renik chlorella, diatomi
dan dinoflagellata (Sari 2004). Ketiga mikroba ganggang tersebut selain
mensintesis omega 3 juga mensintesis omega 6. Selain atas bantuan ganggang
omega 3 juga disintesis dari bakteri, kapang dan fitoplankton lain dengan tingkat
efisien yang berbeda-beda (Kreutler 1980).
Peranan Asam Lemak (Omega 3)
Kandungan asam lemak esensial minyak ikan tinggi, yang meliputi asam
linoleat, linolenat dan arakhidonat. Asam lemak esensial terdiri dari asam lemak
linoleat atau linoleat acid (LA) (18:2 n-6) dan linolenat atau linolenat acid (LNA)
(18:3 n-3) yang juga termasuk omega-3.
Dua jenis asam lemak omega 3 yang dominan terdapat dalam minyak ikan
adalah EPA dan DHA (Stansby 1982). Kedua jenis asam lemak inilah yang
banyak peranannya dalam kesehatan. Asam lemak esensial LA dan LNA
berperanan sebagai bahan dasar untuk pembentukan zat yang menyerupai hormon
yang terdiri dari prostaglandin dan leukotrien. Zat-zat ini merupakan senyawa
yang terbentuk dari poly unsaturated fatty acids (PUFA) dengan 20 atom karbon
dan mempunyai peran penting sebagai pengatur fungsi normal sel. EPA dan asam
amino di dalam tubuh akan diubah menjadi zat-zat yang dikenal sebagai
eikosanoid yaitu prostanoid (prostaglandin dan prostacylin) dan leukotrien
(Silalahi 2000).
Konsumsi EPA dan DHA dari ikan atau minyak ikan akan menggantikan
asam amino dari pospolipida membran pada sel-sel. Jika hal ini terjadi, keadaan
akan mengarah kepada kondisi fisiologis dimana akan diproduksi prostanoid dan
leukotrien yang bersifat sebagai antitrombotik, antikemotaktik, antivasokontriktif,
hipotensif, antiateromatous, dan anti-inflamatori. Sebaliknya, jika konsumsi LA
dan atau asam amino (omega-6) lebih banyak daripada LNA dan DHA (omega-3)
maka keadaan kurang menguntungkan, karena akan mengarah ke keadaan kondisi
fisiologis yang bersifat protrombik dan proagregatori dengan kenaikkan viskositas
darah, vasokonstriksi dan menurunkan waktu perdarahan (Silalahi & Hutagalung
2002).
Peranan PUFA Terhadap Respon Kekebalan
Sumber
lemak
dan
komposisi
asam lemak
pada
broiler,
bisa
mempengaruhi komposisi jaringan limfoid dan fungsi sel imun (Fritsche et al.
1991a). Defisiensi PUFA mengurangi proliferasi lymfosit, produksi Interkulin-2
(IL-2), monosit dan polymorphonuclear (PMN) cell kemotaksis pada mamalia
(Kinsella et al. 1990). Rendah dan tingginya konsumsi PUFA berhubungan
dengan menurunnya produksi antibodi dan proliferasi limfosit, sedangkan optimal
respon kekebalan terjadi pada konsumsi linoleat sebanyak 47% dari total asam
lemak (Friedman & Sklan 1995). Hasil penelitian Friedman & Sklan (1997),
menunjukkan bahwa produksi antibodi berhubungan secara kuadratik terhadap
konsentrasi linoleat dan total n-6 PUFA serum. Respon produksi antibodi yang
optimal terjadi pada konsentrasi linoleat plasma 40-50% dari total asam lemak.
Peningkatan penambahan minyak ikan (0.5, 1, dan 2%) dalam ransum
meningkatkan performa dan dapat menurunkan dampak peradangan tetapi tidak
mengubah respon imun pada ayam yang sedang tumbuh (Korver & Klasing
1997). Penggunaan omega 3 dihubungkan dengan kecenderungan penurunan
terhadap pembentukan penggumpalan darah, mengurangi tingkat trigliserida
darah, mengurangi pertumbuhan tumor, menurunkan tekanan darah, dan anti
radang (Larsson 2004).
Vitamin E
Vitamin E ditemukan oleh Evans dan Bishop dalam tahun 1922 sebagai
faktor yang larut dalam lemak dan disebut tokoferol (Anggorodi 1985). Vitamin E
terdiri atas delapan bentuk dan memiliki peranan penting sebagai antioksidan.
Delapan isomer murni yang terdiri atas empat turunan tokoferol dan empat
turunan tokotrienol. Sebagai makanan tambahan tokoferol dikenal dengan label E
sebagai berikut: E307 (α-tokoferol), E308 (γ-tokoferol) dan E309 (δ-tokoferol).
Alfa-tokoferol memiliki kekuatan sebagai antioksidan biologi (Anonymous 2007)
dan merupakan yang paling aktif (Anggorodi 1985).
Sumber vitamin E adalah minyak sayur seperti minyak kelapa, bunga
matahari, jagung, kedelai, dan minyak Zaitun. Sumber lain dari vitamin E adalah
ikan, gandum, sayur hijau dan hay pastura, kacang, biji bunga matahari, dan kiwi.
Sumber vitamin E sintesis adalah di-alpha tocopherol acetate (Anonymous 2007).
Fungsi utama vitamin E adalah sebagai antioksidan yang bertindak untuk
melindungi sel tubuh dalam melawan efek radikal bebas. Vitamin E dalam bentuk
alkohol merupakan antioksidan yang paling berpengaruh (Anggorodi 1985).
Sebagai antioksidan vitamin E mencegah oksidasi dan peroksidasi unit asam
lemak tidak jenuh dan fosfolipid membran plasma sel. Vitamin E juga berperan
dalam fungsi kekebalan, memperbaiki DNA dan proses metabolisme serta
pembentukan sel darah merah dan sintesis ko-enzim A yang penting dalam proses
pernafasan (Anonymous 2007).
Vitamin E selain berfungsi sebagai antioksidan juga berperan di dalam
sintesis asam nukleat, pembentukan sel darah merah, dan sintesis koenzim A yang
penting dalam proses pernafasan. Sebagai antioksidan selain menekan terjadinya
oksidasi asam lemak tak jenuh, vitamin E juga mencegah terjadinya oksidasi
terhadap vitamin A, baik selama proses pencernaan, penyerapan, maupun setelah
sampai ke dalam jaringan.
Defisiensi vitamin E dapat menyebabkan meningkatnya proses oksidasi
sel, sehingga mengakibatkan kematian sel dan masalah neuron, yaitu konduksi
syaraf yang buruk. Gejala utamanya pada unggas adalah kelumpuhan.
Kekurangan vitamin E juga menyebabkan meningkatnya kecepatan pergantian
besi dalam plasma, menurunnya produksi hemoglobin serta pendeknya umur selsel darah merah (Muchtadi et al. 1993).
Interaksi PUFA dengan vitamin E
Suplementasi minyak ikan, selain memberikan pengaru
MINYAK IKAN DAN VITAMIN E SEBAGAI
IMUNOMODULATOR DAN PAPARAN VIRUS Infectious
Bursal Disease
Elpita Br Tarigan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
ABSTRAK
ELPITA BR TARIGAN. Morfopatologi Usus Broiler Setelah Pemberian
Minyak Ikan dan Vitamin E sebagai Imunomodulator dan Paparan Virus
Infectious Bursal Disease. Dibimbing oleh AGUS SETIYONO
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histopatologi usus
broiler yang ditantang virus Infectious Bursal Disease (IBD) setelah pemberian
minyak ikan dan vitamin E sebagai imunomodulator dalam ransum. Penelitian ini
menggunakan ayam broiler strain CP 707 berumur satu hari (DOC) yang
berjumlah 190 ekor, minyak ikan 6%, dan vitamin E 200ppm, virus IBD 106
LD50/ml. Vaksinasi dengan vaksin Newcastle Disease (ND) 107 EID50/ml dan
IBD 107 EID50/ml. Perlakuan dibagi atas 5 kelompok yang terdiri atas: A (diberi
minyak ikan dan vitamin E, divaksin, tanpa ditantang virus IBD); B (diberi
minyak ikan dan vitamin E, tidak divaksin, tanpa ditantang virus IBD); C (diberi
minyak ikan dan vitamin E, tidak divaksin, ditantang virus IBD); D (diberi
minyak ikan dan vitamin E, divaksin, ditantang virus IBD; dan E (tidak diberi
minyak ikan dan vitamin E, divaksin, ditantang virus IBD). Nekropsi dilakukan
pada saat ayam berumur 15, 30, 37 dan 44 hari, dikoleksi organ ususnya bagian
duodenum dalam buffer neutral formalin (BNF) 10% dan dibuat preparat
histopatologi dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE). Pengamatan
histopatologi dilakukan secara deskriptif kualitatif menggunakan mikroskop
dengan pembesaran obyektif 10x dan 40x terhadap 10 lapang pandang, kemudian
dirata-ratakan. Pada kelompok yang diberi minyak ikan, vitamin E dan ditantang
virus IBD ditemukan oedema dan atau kongesti. Pada kelompok yang tidak diberi
minyak ikan, vitamin E dan ditantang virus IBD ditemukan peradangan,
perdarahan, penebalan dan deskuamasi vili usus. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa minyak ikan dan vitamin E yang ditambahkan dalam ransum broiler dan
ditantang virus IBD dapat menekan kerusakan vili usus broiler.
Kata kunci : Morfopatologi usus, Minyak ikan, Vitamin E, Imunomodulator,
Virus IBD
MORFOPATOLOGI USUS BROILER SETELAH PEMBERIAN
MINYAK IKAN DAN VITAMIN E SEBAGAI
IMUNOMODULATOR DAN PAPARAN VIRUS Infectious
Bursal Disease
Elpita Br Tarigan
B04103019
Skripsi
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
Judul Skripsi : Morfopatologi Usus Broiler Setelah Pemberian Minyak Ikan dan
Vitamin E sebagai Imunomodulator dan Paparan Virus Infectious
Bursal Disease
Nama
: Elpita Br Tarigan
NRP
: B04103019
Disetujui
Drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D
NIP. 131 760 874
Diketahui
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS
NIP. 131 129 090
Tanggal lulus : 25 September 2007
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas
berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul
Morfopatologi Usus Broiler Setelah Pemberian Minyak Ikan dan Vitamin E
sebagai Imunomodulator dan Paparan Virus Infectious Bursal Disease. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D sebagai dosen pembimbing skripsi yang
sangat banyak memberikan bimbingan dan masukan untuk penulis
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. drh. Ekowati Handharyani, MS, Ph.D sebagai dosen penilai skripsi yang
memberikan saran-saran dan dengan sabar membimbing penulis.
3. Bapak dan Ibu staff Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi
FKH IPB.
4. drh. Retno Wulansari, MSi, Ph.D sebagai pembimbing akademik yang
banyak memberikan masukan selama penulis kuliah.
5. Ir. Denny Rusmana, MS yang memberikan bantuan kepada penulis dalam
penelitian ini.
6. Pak Kasnadi dan Pak Endang yang menemani setiap saat di laboratorium
dan mau lembur, teman-teman sepenelitianku Mudia, Bangkit, Vico, dan
yang almost always ada di laboratorium Ochie dan Tri’once’.
7. Keluarga Bang Gustaf dan Kak Ikke, Penaga Family, Hisopers, Permata
GBKP Bogor, Panti Asuhan Candranaya, dan KPA-nis.
8. Gymnolaemata’ers, teman-teman seperjuanganku waktu yang kita lalui
bersama sangat mengesankan. Jangan pernah goyah lagi walaupun banyak
yang mau memecah kita, tetap jadi satu keluarga yang kompak.
9. Adek kelompok kecilku Debya dan Tata (we are family), Sry Ulina, Ribka
44, Lina (makasih ya inang coz u always there), dan adekku Andre
”makasih ya dek dah jagain aku waktu sakit”.
10. B’Yosia, B’ Edu Ginting, B’Budi, B’Joy, B’Bremin, B’Donald, B’Hendra,
B’ Eka (Hitara), K’Emma, K’Mila, K’ Lala, K’Tetty, K’Demitha, dan
K’Yanthi yang menjadi kakak dan abangku selama kuliah dan berdoa buat
kesehatanku.
11. Andung crew dan Griya Ananta crew ” Ethax, Debya, Lina, Jani, Erikut,
Chenty, Uchank, Jesica, Emta, Evi, Novi, dan Agoestina”.
12. ATF crew ” Jani, Chenty, Anin, Cynthia, Efni ” dan Mey-mey terimakasih
kalian
telah
mengisi
hari-hariku
dengan
warna-warni
(MEJIKUHIBINIU) semoga persahabatan kita tetap diberkati Tuhan.
13. Sahabatku Etha, Gatha, Ribka 40, Rikki, Zaldie, Adam, Ady’Bone’,
Agung, Irvan, Riskha, Lina, Togu, Lis, Melva, Ithink, Intan, Uchie,
Windy, Aisy, wywy, dan Isaias.
14. Mamak, Bapak, abang tua Sarman Tarigan dan abang Repi Tarigan
tercinta yang selalu menyayangi, membela, dan mendukung dengan penuh
kasih dan selalu menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan penulis baik
materil dan terlebih doa. Tuhan Yesus senantiasa menyertai, melindungi
dan memberkati kita.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini
namun penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang
membutuhkan.
Bogor , 24 September 2007
Elpita Br Tarigan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Berastagi pada tanggal 13 Mei 1985 sebagai anak ke
tiga dari tiga bersaudara, anak dari pasangan Lapang Tarigan dan Bidan Br
Sinuhaji.
Tahun 2003 penulis lulus SMU Negeri 1 Berastagi dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah
Agama Kristen pada tahun ajaran 2004/2005, sebagai pengurus di Himpunan
Profesi Ruminansia FKH (kepengurusan 2006/2008), sebagai pengurus di Komisi
Pelayanan Anak (KPA); Organisasi Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB, dan
sebagai asisten praktikum mata kuliah Patologi Sistemik pada tahun ajaran
2007/2008.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................
i
DAFTAR TABEL
..........................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
iii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ....................................................................................
Tujuan Penelitian ...............................................................................
Manfaat Penelitian ..............................................................................
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
Usus Halus ..........................................................................................
Infectious Bursal Disease (IBD) .........................................................
Minyak Ikan ........................................................................................
Asal Omega 3 pada Ikan .....................................................................
Peranan Asam Lemak Tak Jenuh (Omega3) ........................................
Peranan PUFA terhadap Respon Kekebalan ......................................
Vitamin E ............................................................................................
Interaksi PUFA dengan Vitamin E .....................................................
4
6
10
12
12
13
13
14
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu .............................................................................
Materi .................................................................................................
Hewan Coba .......................................................................................
Alat dan Bahan ...................................................................................
Ransum Penelitian ..............................................................................
Kandang penelitian dan perlengkapan ................................................
Metoda ................................................................................................
Pemeliharaan dan Perlakuan ayam ............................................
Pengambilan Organ Usus ..........................................................
Pembuatan Preparat Histopatologi ............................................
Pemeriksaan Histopatologi ........................................................
Analisis Data .............................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
16
16
16
16
16
16
17
17
18
18
18
18
19
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 30
LAMPIRAN .................................................................................................... 34
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Tabel 1 Sumber asam lemak dari berbagai ikan (g/100g) ...........................
11
2. Tabel 2 Komposisi ransum penelitian ..........................................................
16
3. Tabel 3 Hasil rata-rata skoring pengamatan ................................................
19
4. Tabel 4 Hasil skoring akhir pengamatan ......................................................
20
5. Tabel 5 Komposisi ransum penelitian tahap I ..............................................
37
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Gambar 1 Histologi usus halus normal .........................................................
4
2. Gambar 2 Model kandang ayam .................................................................. 17
3. Gambar 3 Grafik Hasil rata-rata skoring pengamatan ................................. 20
4. Gambar 4 Histopatologi usus halus keadaan oedema ................................. 22
5. Gambar 5 Histopatologi usus halus peradangan dan atau perdarahan ........ 23
6. Gambar 6 Histopatologi usus halus keadaan deskuamasi epitel ................. 24
7. Gambar 7 Histopatologi usus halus dalam keadaan penebalan vili usus ...... 25
MORFOPATOLOGI USUS BROILER SETELAH PEMBERIAN
MINYAK IKAN DAN VITAMIN E SEBAGAI
IMUNOMODULATOR DAN PAPARAN VIRUS Infectious
Bursal Disease
Elpita Br Tarigan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
ABSTRAK
ELPITA BR TARIGAN. Morfopatologi Usus Broiler Setelah Pemberian
Minyak Ikan dan Vitamin E sebagai Imunomodulator dan Paparan Virus
Infectious Bursal Disease. Dibimbing oleh AGUS SETIYONO
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histopatologi usus
broiler yang ditantang virus Infectious Bursal Disease (IBD) setelah pemberian
minyak ikan dan vitamin E sebagai imunomodulator dalam ransum. Penelitian ini
menggunakan ayam broiler strain CP 707 berumur satu hari (DOC) yang
berjumlah 190 ekor, minyak ikan 6%, dan vitamin E 200ppm, virus IBD 106
LD50/ml. Vaksinasi dengan vaksin Newcastle Disease (ND) 107 EID50/ml dan
IBD 107 EID50/ml. Perlakuan dibagi atas 5 kelompok yang terdiri atas: A (diberi
minyak ikan dan vitamin E, divaksin, tanpa ditantang virus IBD); B (diberi
minyak ikan dan vitamin E, tidak divaksin, tanpa ditantang virus IBD); C (diberi
minyak ikan dan vitamin E, tidak divaksin, ditantang virus IBD); D (diberi
minyak ikan dan vitamin E, divaksin, ditantang virus IBD; dan E (tidak diberi
minyak ikan dan vitamin E, divaksin, ditantang virus IBD). Nekropsi dilakukan
pada saat ayam berumur 15, 30, 37 dan 44 hari, dikoleksi organ ususnya bagian
duodenum dalam buffer neutral formalin (BNF) 10% dan dibuat preparat
histopatologi dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE). Pengamatan
histopatologi dilakukan secara deskriptif kualitatif menggunakan mikroskop
dengan pembesaran obyektif 10x dan 40x terhadap 10 lapang pandang, kemudian
dirata-ratakan. Pada kelompok yang diberi minyak ikan, vitamin E dan ditantang
virus IBD ditemukan oedema dan atau kongesti. Pada kelompok yang tidak diberi
minyak ikan, vitamin E dan ditantang virus IBD ditemukan peradangan,
perdarahan, penebalan dan deskuamasi vili usus. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa minyak ikan dan vitamin E yang ditambahkan dalam ransum broiler dan
ditantang virus IBD dapat menekan kerusakan vili usus broiler.
Kata kunci : Morfopatologi usus, Minyak ikan, Vitamin E, Imunomodulator,
Virus IBD
MORFOPATOLOGI USUS BROILER SETELAH PEMBERIAN
MINYAK IKAN DAN VITAMIN E SEBAGAI
IMUNOMODULATOR DAN PAPARAN VIRUS Infectious
Bursal Disease
Elpita Br Tarigan
B04103019
Skripsi
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
Judul Skripsi : Morfopatologi Usus Broiler Setelah Pemberian Minyak Ikan dan
Vitamin E sebagai Imunomodulator dan Paparan Virus Infectious
Bursal Disease
Nama
: Elpita Br Tarigan
NRP
: B04103019
Disetujui
Drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D
NIP. 131 760 874
Diketahui
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS
NIP. 131 129 090
Tanggal lulus : 25 September 2007
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas
berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul
Morfopatologi Usus Broiler Setelah Pemberian Minyak Ikan dan Vitamin E
sebagai Imunomodulator dan Paparan Virus Infectious Bursal Disease. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D sebagai dosen pembimbing skripsi yang
sangat banyak memberikan bimbingan dan masukan untuk penulis
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. drh. Ekowati Handharyani, MS, Ph.D sebagai dosen penilai skripsi yang
memberikan saran-saran dan dengan sabar membimbing penulis.
3. Bapak dan Ibu staff Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi
FKH IPB.
4. drh. Retno Wulansari, MSi, Ph.D sebagai pembimbing akademik yang
banyak memberikan masukan selama penulis kuliah.
5. Ir. Denny Rusmana, MS yang memberikan bantuan kepada penulis dalam
penelitian ini.
6. Pak Kasnadi dan Pak Endang yang menemani setiap saat di laboratorium
dan mau lembur, teman-teman sepenelitianku Mudia, Bangkit, Vico, dan
yang almost always ada di laboratorium Ochie dan Tri’once’.
7. Keluarga Bang Gustaf dan Kak Ikke, Penaga Family, Hisopers, Permata
GBKP Bogor, Panti Asuhan Candranaya, dan KPA-nis.
8. Gymnolaemata’ers, teman-teman seperjuanganku waktu yang kita lalui
bersama sangat mengesankan. Jangan pernah goyah lagi walaupun banyak
yang mau memecah kita, tetap jadi satu keluarga yang kompak.
9. Adek kelompok kecilku Debya dan Tata (we are family), Sry Ulina, Ribka
44, Lina (makasih ya inang coz u always there), dan adekku Andre
”makasih ya dek dah jagain aku waktu sakit”.
10. B’Yosia, B’ Edu Ginting, B’Budi, B’Joy, B’Bremin, B’Donald, B’Hendra,
B’ Eka (Hitara), K’Emma, K’Mila, K’ Lala, K’Tetty, K’Demitha, dan
K’Yanthi yang menjadi kakak dan abangku selama kuliah dan berdoa buat
kesehatanku.
11. Andung crew dan Griya Ananta crew ” Ethax, Debya, Lina, Jani, Erikut,
Chenty, Uchank, Jesica, Emta, Evi, Novi, dan Agoestina”.
12. ATF crew ” Jani, Chenty, Anin, Cynthia, Efni ” dan Mey-mey terimakasih
kalian
telah
mengisi
hari-hariku
dengan
warna-warni
(MEJIKUHIBINIU) semoga persahabatan kita tetap diberkati Tuhan.
13. Sahabatku Etha, Gatha, Ribka 40, Rikki, Zaldie, Adam, Ady’Bone’,
Agung, Irvan, Riskha, Lina, Togu, Lis, Melva, Ithink, Intan, Uchie,
Windy, Aisy, wywy, dan Isaias.
14. Mamak, Bapak, abang tua Sarman Tarigan dan abang Repi Tarigan
tercinta yang selalu menyayangi, membela, dan mendukung dengan penuh
kasih dan selalu menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan penulis baik
materil dan terlebih doa. Tuhan Yesus senantiasa menyertai, melindungi
dan memberkati kita.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini
namun penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang
membutuhkan.
Bogor , 24 September 2007
Elpita Br Tarigan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Berastagi pada tanggal 13 Mei 1985 sebagai anak ke
tiga dari tiga bersaudara, anak dari pasangan Lapang Tarigan dan Bidan Br
Sinuhaji.
Tahun 2003 penulis lulus SMU Negeri 1 Berastagi dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah
Agama Kristen pada tahun ajaran 2004/2005, sebagai pengurus di Himpunan
Profesi Ruminansia FKH (kepengurusan 2006/2008), sebagai pengurus di Komisi
Pelayanan Anak (KPA); Organisasi Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB, dan
sebagai asisten praktikum mata kuliah Patologi Sistemik pada tahun ajaran
2007/2008.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................
i
DAFTAR TABEL
..........................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
iii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ....................................................................................
Tujuan Penelitian ...............................................................................
Manfaat Penelitian ..............................................................................
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
Usus Halus ..........................................................................................
Infectious Bursal Disease (IBD) .........................................................
Minyak Ikan ........................................................................................
Asal Omega 3 pada Ikan .....................................................................
Peranan Asam Lemak Tak Jenuh (Omega3) ........................................
Peranan PUFA terhadap Respon Kekebalan ......................................
Vitamin E ............................................................................................
Interaksi PUFA dengan Vitamin E .....................................................
4
6
10
12
12
13
13
14
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu .............................................................................
Materi .................................................................................................
Hewan Coba .......................................................................................
Alat dan Bahan ...................................................................................
Ransum Penelitian ..............................................................................
Kandang penelitian dan perlengkapan ................................................
Metoda ................................................................................................
Pemeliharaan dan Perlakuan ayam ............................................
Pengambilan Organ Usus ..........................................................
Pembuatan Preparat Histopatologi ............................................
Pemeriksaan Histopatologi ........................................................
Analisis Data .............................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
16
16
16
16
16
16
17
17
18
18
18
18
19
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 30
LAMPIRAN .................................................................................................... 34
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Tabel 1 Sumber asam lemak dari berbagai ikan (g/100g) ...........................
11
2. Tabel 2 Komposisi ransum penelitian ..........................................................
16
3. Tabel 3 Hasil rata-rata skoring pengamatan ................................................
19
4. Tabel 4 Hasil skoring akhir pengamatan ......................................................
20
5. Tabel 5 Komposisi ransum penelitian tahap I ..............................................
37
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Gambar 1 Histologi usus halus normal .........................................................
4
2. Gambar 2 Model kandang ayam .................................................................. 17
3. Gambar 3 Grafik Hasil rata-rata skoring pengamatan ................................. 20
4. Gambar 4 Histopatologi usus halus keadaan oedema ................................. 22
5. Gambar 5 Histopatologi usus halus peradangan dan atau perdarahan ........ 23
6. Gambar 6 Histopatologi usus halus keadaan deskuamasi epitel ................. 24
7. Gambar 7 Histopatologi usus halus dalam keadaan penebalan vili usus ...... 25
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan asal ternak sangat dibutuhkan untuk menunjang kehidupan dan
kualitas hidup manusia, sekaligus sebagai komoditas dagang. Ayam broiler
merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi protein hewani. Komoditas broiler mempunyai prospek pasar yang
sangat baik karena didukung oleh karakteristik produk yang dapat diterima oleh
masyarakat, harga relatif murah dibandingkan dengan sumber protein hewani lain,
dan akses yang mudah diperoleh karena sudah merupakan barang kepunyaan
masyarakat. Peternak diharapkan mampu menjaga performa dari produk broiler
agar kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Pakan, penyakit ayam, obat hewan,
pengawasan dan manajemen pada proses praproduksi memegang peranan penting
dalam menghasilkan produk yang bermutu tinggi dan aman dikonsumsi.
Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi ketahanan broiler
adalah pakan. Hal ini mendorong peternak untuk mengoptimalkan nilai guna dari
pakan yang dikonsumsi. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan
produktivitas adalah melalui penentuan jenis ransum yang tepat oleh peternak.
Penyediaan ransum yang berkualitas tinggi terutama dari segi nutrisi yang
memegang peranan vital harus dapat dijaga dan dipertahankan sehingga dapat
memperbaiki atau meningkatkan kesehatan dan performa ayam broiler.
Penambahan beberapa zat makanan bertujuan untuk menjaga nilai nutrisi
maksimal dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh ternak agar tidak terancam
oleh penyakit. Berdasarkan penelitian Rusmana (2000), zat makanan yang dapat
memperbaiki sistem kekebalan tubuh ternak diantaranya adalah asam lemak tak
jenuh ganda atau polyunsatturated fatty acids (PUFA). Minyak yang kaya asam
lemak omega-3 dan omega-6 pada tingkat tertentu dapat meningkatkan imunitas
(Friedman & Sklan 1997). Pemberian minyak ikan yang kaya asam lemak omega3 dalam ransum broiler ternyata mampu menghasilkan respon titer antibodi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi minyak yang mengandung asam
lemak omega-6 (Frietche et al. 1991)
Ikan terutama ikan berlemak yang berasal dari laut dalam, seperti tenggiri,
kembung dan tongkol adalah salah satu sumber alami asam lemak omega-3 yang
memiliki kandungan eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid
(DHA), sedangkan asam lemak Omega-6 paling banyak dijumpai pada minyak
nabati seperti minyak biji matahari (65%), margarin (60%), minyak jagung (60%),
dan minyak kedelai (55%) (Whitney 1990). Minyak ikan dan minyak sawit
masing masing merupakan sumber asam lemak tak jenuh ganda seri omega-3 dan
omega-6. Potensi kedua asam lemak tersebut dapat dikombinasikan dalam pakan
broiler dengan rasio 5-10 : 1 agar dihasilkan produk daging yang baik untuk
dikonsumsi (Suprayogi 1999).
Minyak ikan merupakan sumber EPA dan DHA yang berpotensi
mencegah berbagai macam jenis penyakit. Minyak ikan sebagai bahan pakan
mempunyai beberapa sifat penting diantaranya sangat kaya energi, menambah
efisiensi penggunaan ransum, menyediakan asam-asam lemak essensial,
menambah palatabilitas ransum, dan pembawa vitamin (Sari 2004). Tyas utami et
al. (1998) mengatakan bahwa penambahan minyak ikan dalam ransum unggas
selain membantu memenuhi kebutuhan energi yang tinggi, juga dapat
menurunkan sifat berdebu pada ransum yang berbentuk tepung lengkap. Namun
asam lemak tak jenuh ganda dikenal sangat peka terhadap proses oksidasi. Oleh
karena itu penambahan antioksidasi sering dianggap perlu untuk mencegah proses
tersebut (Sanders 1992).
Morfologi permukaan vili usus halus sangat berperan dalam menyerap
nutrien bahan pakan, oleh karena itu usus halus harus mempunyai struktur yang
optimal. Struktur tersebut dapat diamati sebagai performa vili usus halus.
Performa vili usus halus dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis bahan
pakan, zat kimia pakan dan feed aditif, serta gangguan pertumbuhan vili. Pakan
tambahan juga dapat merusak struktur vili jika penambahannya mengganggu
keseimbangan asam basa usus halus (Rofiq 2006).
Jika terjadi perlukaan pada usus halus maka pakan tidak tercerna,
sehingga terjadi beberapa abnormalitas dalam proses pencernaan dan penyerapan
zat makanan. Nutrisi yang terserap akan sangat minimal dan tidak mencukupi
kebutuhan. Nutrisi yang rendah atau tidak seimbang dapat menyebabkan penyakit
defisiensi, sehingga berpengaruh terhadap vitalitas ayam dan mudah terkena
infeksi penyakit.
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histopatologi usus
broiler setelah pemberian minyak ikan dan vitamin E sebagai imunomodulator
dan paparan virus IBD.
Manfaat penelitian
Memberikan informasi dasar tentang gambaran histopatologi usus broiler
setelah pemberian minyak ikan dan vitamin E sebagai imunomodulator dan
paparan virus IBD.
TINJAUAN PUSTAKA
USUS HALUS
Bagian terbesar dari pencernaan dan penyerapan terjadi di usus halus.
Usus halus pada prinsipnya adalah tempat untuk pencernaan secara kimiawi
(Ressang 1984). Usus berfungsi untuk mencerna makanan dengan enzim-enzim
yang disalurkan dari berbagai kelenjar dan sebagai alat penyerapan terhadap sarisari makanan. Usus halus terdiri atas tiga bagian yaitu duodenum, jejunum dan
ileum.
Calhoun (1954) membagi Lapisan usus halus terdiri atas empat lapisan,
yaitu lapisan luar, lapisan otot, submukosa dan mukosa. Gambar 1 adalah
histologi usus normal, yang menunjukkan susunan usus halus.
a
Keterangan gambar :
b
a. epitel vili (enterosit)
c
b. lamina propria
c. sel goblet
d
d. villus
e. kripta Lieberkuhn
f. submukosa.
e
f
e
Gambar 1 Histologi usus halus normal.
(Sumber : http://www.cvm.okstate.edu 2000)
Lapisan luar merupakan peritonium yang melapisi usus halus dengan erat.
Lapisan otot polos terdiri atas 2 lapisan serabut, lapisan luar yang memanjang
(longitudinal) dan lapisan dalam yang melingkar (serabut sirkuler). Kontraksi otot
polos dan bentuk peristaltik usus yang turut serta dalam proses pencernaan
mekanis,
pencampuran
makanan
dengan
enzim-enzim
pencernaan
dan
pergerakkan makanan sepanjang saluran pencernaan. Diantara kedua lapisan
serabut berotot terdapat pembuluh darah, pembuluh limfe dan pleksus syaraf.
Submukosa terdiri dari jaringan ikat yang mengandung syaraf otonom,
berfungsi mengatur kontraksi muskularis mukosa dan sekresi dari mukosa saluran
pencernaan. Submukosa terdapat diantara otot sirkuler dan lapisan mukosa.
Dinding submukosa terdiri atas jaringan alveolar dan berisi banyak pembuluh
darah, sel limfe, kelenjar, dan pleksus syaraf yang disebut plexus of meissner.
Pada duodenum terdapat kelenjar brunner yang berfungsi untuk melindungi
lapisan duodenum dari pengaruh isi lambung yang asam. Sistem kerjanya adalah
kelenjar brunner akan mengeluarkan sekret cairan kental alkali.
Mukosa terdiri dari epitel silindris selapis dan sel goblet yang mensekresi
getah usus halus (intestinal juice). Pada lapisan ini terdapat vili yang merupakan
tonjolan dari plika sirkularis (lipatan yang terjadi antara mukosa dengan
submukosa). Lipatan ini menambah luasnya permukaan sekresi dan absorpsi serta
memberi kesempatan lebih lama pada getah cerna untuk bekerja pada makanan.
Menurut Bevelander dan Ramaley (1988), bagian terpenting yaitu transportasi
nutrisi dari lumen ke dalam pembuluh darah dan limfatika dari mukosa.
Vili terdapat pada semua bagian usus dan merupakan sifatnya yang khas.
Dalam duodenum vili berbentuk daun, dalam jejunum bentuknya tinggi dan agak
membesar atau bercanggah pada ujung distalnya. Ileum mempunyai vili yang
lebih pendek dan berbentuk gada. Diantara dasar-dasar vili terdapat kelenjarkelenjar yang meluas kedalam bagian bawah mukosa, merupakan kelenjarkelenjar usus (kripta Lieberkuhn). Terdapat mukus pada lumen dan pada kelenjar
Lieberkuhn (Calhoun 1954).
Vili terdiri atas lakteal, buluh darah, otot fiber, dan jaringan limfatik, yang
berbeda pada setiap umur ayam. Vili pada duodenum adalah yang terpanjang,
kadang bercabang dua. Epitel vili terdiri dari enterosit (epitel silindris selapis)
untuk absorbsi dan musin (sel goblet) sel sekresi. Enterosit berada di dasar
nukleus, sel goblet berada diantara enterosit. Tipe sel lainnya adalah Paneth sel,
berada pada kripta, dikarakteristik oleh eosinofilik yang terang, supranuklear, dan
granul sitoplasma. Sel endokrin berada pada kripta sebagai sel tunggal atau dalam
kelompok (cluster), tidak seperti Paneth sel ini berada pada dasar sel (Calhoun
1954).
Lamina propria adalah jaringan retikuler yang mengandung kapiler,
limfatika dan serat-serat otot terpencar. Sel radang berada pada lamina propria dan
selalu terdiri dari plasma dan limfosit. Limfatika sentral adalah lakteal yang
berfungsi sebagai penyerapan, lemak-lemak tertentu dari saluran pencernaan
terserap ke dalam lakteal. Arteriola masuk ke dalam vili pada sisi dan memecah
ke dalam kapiler pada ujung distalnya (Bevelander & Ramaley 1988).
Sel-sel kripta menyediakan sel-sel baru untuk permukaan vili agar
menggantikan sel-sel yang terbuang dalam lumen. Kelenjar brunner adalah lobus
musin dengan sekresi yang ditujukan ke kelenjar kripta. Kelenjar brunner pada
duodenum sangat banyak pada bagian awal. Jaringan limfoid tersebar luas dalam
seluruh mukosa usus kecil. Pada ileum nodula terkumpul dalam kelompok–
kelompok (bercak-bercak Payer) dan tidak hanya mengisi mukosa tetapi juga
submukosa (Bevelander dan Ramaley 1988).
Morfologi permukaan vili usus halus sangat berperan dalam menyerap
nutrien bahan pakan, oleh karena itu morfologi usus halus harus mempunyai
struktur yang optimal dalam menyerap nutrient. Struktur tersebut dapat diamati
sebagai performa vili usus halus. Performa vili usus halus dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu jenis bahan pakan, zat kimia pakan dan feed aditif, serta
gangguan pertumbuhan vili usus halus. Pakan tambahan juga dapat merusak
struktur vili jika penambahannya mengganggu keseimbangan asam basa usus
halus sehingga menyebabkan kerusakan usus halus (Rofiq 2006).
Infectious Bursal Disease (IBD)
Infectious Bursal Disease (IBD) atau sering juga disebut Gumboro
merupakan penyakit virus yang akut dan sangat kontagius, yang menyerang ayam
muda (Fenner et al. 1995). Pada tahun 1962 IBD pertama kali dilaporkan berada
dekat dengan Gumboro Delaware (Jordan 1990). IBD disebabkan oleh virus IBD
yang menyerang bursa Fabrisius anak ayam umur 3 sampai 6 minggu. Jaringan
limfoid merupakan target primer dan bursa Fabrisius merupakan predileksi
utamanya (Jackwood et al. l987). Virus tersebut akan menghancurkan sel limfosit
B yang belum matang sehingga menyebabkan imunosupresi. Akibat kerusakan sel
limfosit B ayam menjadi rentan terhadap infeksi penyakit lain. Kejadian penyakit
hanya diketahui pada ayam saja (Bains 1979).
Mikrobiologi virus IBD antara lain ukuran kecil, genus Avibirnavirus,
famili Birnaviridae dengan genom memiliki RNA rantai ganda. Virus IBD
berukuran 60 nm berbentuk ikosahedral tanpa selubung sel (non-enveloped), virus
yang sangat stabil, bertahan pada kisaran pH yang tinggi (2-12), tahan panas
(stabil hidup setelah 30 menit dalam pemanasan 600 C), resistensi tinggi terhadap
desinfektan yang umum, dan bertahan pada lingkungan kandang dalam jangka
waktu yang lama. Virus bertahan selama sebulan pada kandang yang
terkontaminasi dan seminggu pada air, pakan dan obat (Bains 1979). Masa
inkubasi 2-3 hari dan gejala klinis muncul pada 3-4 hari, ayam yang bertahan
hidup akan sembuh dengan cepat (Fenner et al. 1995).
Virus IBD diklasifikasikan ke dalam dua serotipe berdasarkan uji
netralisasi, yaitu serotipe 1 bersifat patogen dan serotipe 2 bersifat nonpatogen.
Serotipe 1 dapat merusak ayam sedangkan serotipe 2 tidak merusak. Virus dapat
di provagasi pada telur embrio tertunas (Bains 1979, Jackwood 2000).
Berdasarkan virulensi virus, Bains (1979) membagi serotipe 1 menjadi
empat patotipe. Empat patotipe tersebut adalah strain lapang dan vaksin, strain
klasik, strain sangat virulen, dan strain varian IBD.
Strain lapang dan strain vaksin IBD tidak ada mortalitas atau gejala klinis,
tetapi merusak bursa tergantung virulensi virus yang masih bisa terjadi. Strain
klasik menimbulkan mortalitas (20%), kerusakan bursa, dan mampu
merusak ke dalam antibodi dengan level lebih tinggi dari strain klasik. Strain
varian IBD mampu menyebabkan infeksi IBD yang cepat dengan kerusakan bursa
yang parah (atrofi), menghasilkan imunosupresi dan mortalitas kurang dari 5%
(Bains 1979).
Setiyono (2000) mengklasifikasikan virus IBD menjadi dua tipe, terdiri
atas tipe ganas (virulent) yang dicirikan dengan virus mampu membunuh ternak
ayam hingga 70%, dan tipe subklinis atau klasik (avirulent) yang ditandai dengan
kegagalan pertumbuhan disertai peningkatan kepekaan ayam terhadap infeksi
agen penyakit lain. Berdasarkan hal tersebut, maka virus IBD patut digolongkan
sebagai salah satu penyebab penyakit unggas ganas di industri peternakan.
Tanda klinis yang timbul adalah pada otot paha dan otot dada terdapat
hemoragi pteki ataupun ekimotik, perdarahan pada mukosa proventrikulus, lesio
pada ginjal dan peningkatan mukus pada usus halus. Pada hari ke-4 post infeksi,
bursa Fabrisius bengkak dua kali lebih besar dari normal, edematosa, dan
kemerahan kemungkinan hemoragi. Hari ke-5 bursa Fabrisius kembali ke ukuran
normal dan mengalami pengecilan 1/3 dari ukuran normal pada hari ke-8 post
infeksi (Jordan 1990). Beberapa strain virus menyebabkan sedikit gejala klinis
dan perubahan akut yang jelas sangat minim pada bursa, namun strain lain sangat
mempengaruhi bursa atrofi dengan cepat dan imunosupresi yang hebat.
Onset infeksi dalam waktu yang cepat khususnya yang baru pertama
tereinfeksi (Jackwood 2000). Gejala klinis yang mengikuti virulensi IBD terjadi
pada 2 sampai 3 hari. Tanda klinis yang muncul adalah menghindari makan dan
minum dengan bulu yang rontok, badan bungkuk, tremor, tidak dapat berdiri,
depresi, anoreksia dan terlihat ada leleran. Diare yang sangat berair dan dehidrasi
selalu terjadi, kadang-kadang terjadi berak darah dan defekasi dipaksakan. Berat
badan yang menurun, ataksia, gemetaran, dan rebah sering terjadi sehingga
berakhir dengan kematian. Kesakitan (morbiditas) pada kelompok terjadi 100%
tetapi dengan kematian tidak melebihi 20-30% (Bains 1979). Kematian pada
kelompok selalu menjadi puncak dan terjadi setelah 1 minggu onset.
Rute yang paling sering terjadi adalah melalui oral dengan mengkonsumsi
feses terkontaminasi atau material organic (Jackwood 2000). Weiss et al. (1994)
mendemonstrasikan jalannya virus dengan teknik imunofluoresen sebagai berikut,
dalam waktu 4-5 jam virus akan menginfeksi makrofag terkait usus dan sel-sel
limfatik yang terdapat duodenum, jejunum dan ileum sebagai tempat pertama
replikasi virus. Melalui jalan sistem vena porta virus mencapai hati dalam waktu 5
jam setelah infeksi. Sel Kupffer pada hati menangkap dan fagositosis sedapat
mungkin partikel virus. Virus IBD mencapai aliran darah utama dan bersirkualsi
ke organ lain termasuk bursa Fabrisius. Limfosit B yang belum matang pada
folikel bursa Fabrisius adalah sel target untuk replikasi virus. Beberapa folikel
pada bursa Fabrisius positif terkena virus, 13 jam post infeksi terjadi viremia
secara besar-besaran, kemudian virion yang dihasilkan akan dilepaskan ke
peredaran darah dan menyebabkan terjadinya viremia sekunder yang berakibat
terdisposisinya virus pada berbagai organ lain seperti timus, limpa dan paru-paru.
Penyakit klinis dan kematian terjadi pada 64-72 jam pos infeksi (Weiss et al
l994).
Terdisposisinya virus pada berbagai organ menyebabkan perubahan pada
organ tersebut dan perubahan biasanya mulai terlihat setelah virus melisis sel
sasarannya. Virus IBD bersifat sitolitik membuat perubahan yang teramati secara
makroskopik adalah mengecilnya organ sasaran akibat lisisnya sel parenkim
organ tersebut. Namun hal tersebut tidak bersifat permanen karena proses
persembuhan yang disertai dengan regenerasi organ segera terjadi (Mirah Adi &
Berata 1998).
Ayam yang berumur kurang dari 3 minggu terinfeksi oleh virus IBD tidak
akan menunjukkan gejala klinis, walaupun kerusakan bursa dapat ditemukan
dengan adanya imunosupresi. Menghasilkan kemungkinan yang tinggi terhadap
patogenitas berikutnya karena sekali lingkungan terkontaminasi dengan IBD maka
penyakit akan terjadi dengan infeksi subklinis. Bentuk akut ditandai dengan
kesakitan yang sangat tinggi depresi, diare, inkoordinasi dan mati. Lesio yang
signifikan adalah pada bursa Fabrisius. Menekan sistem imun terlihat dari
mengecilnya (atrofi) bursa Fabrisius. Kejadian klinis dan subklinis ditemukan
hampir diseluruh peternakan unggas yang produktif diseluruh dunia (de Wit &
Baxendale 2000).
Imunitas pasif bersama dengan vaksinasi sangat penting bagi ayam (Bains
1954). Ternak harus menerima vaksin untuk menstimulasi antibodi maternal yang
tinggi. Anak ayam dengan imunisasi yang baik pada kelompok ayam bertahan
terhadap infeksi selama 2-4 minggu. Transfer pasif dari antibodi maternal ke anak
ayam sangat penting untuk pencegahan awal dari infeksi virus. Ayam yang tidak
memiliki
imunitas
akan
teradministrasi
penyakit
pada
saat
menetas.
Memvaksinasi ayam sebaiknya setelah imunitas maternal menurun (Bains 1954).
Kegagalan program vaksinasi tidak jarang dijumpai di lapangan karena efek
penekanan kekebalan (immunosuppressive) dari virus IBD (Setiyono 2000).
Penyebaran virus IBD sangat cepat, berasal dari ayam terinfeksi dan pakan
serta muntahan kepada ayam yang rentan. Transmisi virus tidak terlihat terjadi
pada telur dan tidak terjadi pada carrier. Menyebar pada kelompok dengan kontak
atau aerosol, vertikal transmisi dari induk dan dari peralatan yang terkontaminasi
(Bains 1979). Telah dilaporkan bahwa lesser mealworm (Alphitobius diaperinus),
yang hidup pada kotoran ayam adalah sebagai vektor dari IBD dari satu siklus ke
siklus berikutnya. Karena penyebaran dan sifat virus IBD tersebut pembersihan
kandang yang baik sangat diwajibkan jika terjaditantang IBD (de Wit & William
2000).
MINYAK IKAN
Minyak ikan adalah minyak dari ikan-ikan dengan kadar lemak yang
tinggi, seperti ikan lemuru (Permadi 2004). Sumber minyak ikan tersebut
diperoleh dari hasil ekstraksi yang khusus untuk diambil minyaknya, hasil
ekstraksi dari pengolahan tepung ikan dan hasil samping dari pengolahan ikan
kaleng.
Minyak ikan sangat berbeda dengan minyak lainnya, yang dicirikan
dengan variasi asam lemaknya lebih tinggi dibandingkan dengan minyak atau
lemak lainnya dan jumlah asam lemaknya lebih banyak. Panjang rantai karbon
mencapai 20 atau 22, lebih banyak mengandung jenis asam lemak tak jenuh
jamak (ikatan rangkap sampai dengan 5 dan 6) dan lebih banyak mengandung
jenis omega-3 dibandingkan dengan omega-6 (Stansby 1982). Asam lemak yang
berasal dari ikan pada prinsipnya ada 3 jenis yaitu jenuh, tidak jenuh tunggal dan
tidak jenuh jamak. Asam lemak tak jenuh tunggal mengandung satu ikatan
rangkap dan asam lemak tak jenuh jamak mengandung banyak ikatan rangkap per
molekul. Ikan dan mamalia laut mengandung jumlah substansi asam lemak rantai
panjang pada jenis Omega 3 (Ikrawan 2004).
Secara keseluruhan, komposisi utama minyak ikan adalah trigliserida,
sedangkan komposisi lainnya adalah fosfolipida, lemak dengan group eter dan
wax ester (Singh & Chandra 1988). Senyawa lain yang terdapat pada minyak ikan
adalah sterol, vitamin dan pigmen (Stansby 1982).
Minyak atau lemak ikan merupakan sumber vitamin A dan vitamin D
dengan berat berturut-turut 10-55 IU per gram dan 20-100 IU per gram. Minyak
ikan juga merupakan sumber mineral seperti kalsium, fosfor, iodin dan selenium..
Kadar Omega 3 minyak ikan khususnya minyak ikan sardin, dapat bervariasi
tetapi berkisar antara 4.48% sampai dengan 11.80% (Permadi 2004).
Berdasarkan kandungan minyak atau lemaknya, ikan dapat digolongkan
menjadi tiga golongan yaitu ikan dengan kandungan minyak atau lemak rendah
(kurang dari 2%), ikan dengan kandungan minyak/lemak medium (2%-5%) dan
ikan dengan kandungan minyak atau lemak tinggi (6%-20%) (Ikrawan 2004).
Kelompok ikan berlemak rendah misalnya kerang, lobster, bawal dan
gabus. Kelompok ikan berlemak medium contohnya rajungan, udang, ikan mas,
sardin dan salmon. Sedangkan kelompok ikan berlemak tinggi contohnya
mackerel, tuna, tawes, sepat dan belut. Walaupun lemak ikan dibagi tiga
kelompok, secara keseluruhan ikan tidak digolongkan ke dalam kelompok bahan
pangan yang tinggi lemaknya. Bagian tubuh ikan memiliki minyak dengan
komposisi Omega 3 yang berbeda-beda. Bagian kepala 12%, tubuh bagian dada
28%, daging permukaan 31,2% dan isi rongga perut 42,1% (Ikrawan 2004).
Lands (1986), melaporkan bahwa asam lemak EPA dan DHA yang ada
dalam beberapa jenis ikan dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1 Sumber asam lemak dari berbagai ikan (g/100g)
Ikan
Lemak total C18:2 n-6 C20:4 n-6 C20:5 n-3
Tuna
6,8
0,15
0,14
0,63
(albacore)
Anchovy
6,4
0,12
0,02
0,69
Herring
6,2
0,29
0,03
0,33
Mackerel
9,8
0,14
0,12
0,65
Salmon
13,8
0,13
0,06
1
Tuna (bleufin)
4,7
0,05
0,02
0,28
Halibut
2
0,02
0,08
0,11
Flounder
1,2
0,01
0,04
0,11
Cod
0,73
0,02
0,08
Haddock
0,66
0,01
0,01
0,05
C22:6 n-3
1,7
1,2
0,58
1,1
0,72
0,88
0,2
0,11
0,15
0,1
Sumber: Lands 1986
Penelitian Dewi (1996) menunjukkan bahwa kandungan EPA dan DHA
pada minyak ikan lemuru masing-masing sebesar 15% dan 11%. Minyak ikan
lemuru ini dapat diperoleh dari hasil samping pengolahan pengalengan dan
penepungan ikan lemuru yang banyak terdapat di daerah Muncar, Jawa Timur.
Kelemahan minyak ikan adalah bersifat sangat sensitif terhadap oksigen
dan memiliki cita rasa yang tidak enak. Minyak ikan sangat mudah teroksidasi
oleh karena banyaknya ikatan rangkap pada gugus rantai asam lemaknya. Hal ini
berarti bahwa harus diberikan perhatian yang lebih apabila minyak ikan
ditambahkan pada produk makanan, jika tidak akan menyebabkan timbulnya bau
atau rasa yang tidak enak dan senyawa-senyawa hasil oksidasi yang berpengaruh
buruk bagi kesehatan (Permadi 2003).
Omega 3 pada Ikan
Omega 3 pada dasarnya disintesis dari asam linoleat dan asam linolenat
(Ikrawan 2004). Linoleat dan linolenat berasal dari tanaman, sedangakan EPA dan
DHA dijumpai pada hewan laut terutama bangsa ikan yang mengkonsumsi
fitoplankton (Kreutler 1980).
Kandungan omega 3 dalam ikan tidak berasal dari proses sintesis tubuh
ikan, tapi berasal dari makanan ikan dalam bentuk jasad renik chlorella, diatomi
dan dinoflagellata (Sari 2004). Ketiga mikroba ganggang tersebut selain
mensintesis omega 3 juga mensintesis omega 6. Selain atas bantuan ganggang
omega 3 juga disintesis dari bakteri, kapang dan fitoplankton lain dengan tingkat
efisien yang berbeda-beda (Kreutler 1980).
Peranan Asam Lemak (Omega 3)
Kandungan asam lemak esensial minyak ikan tinggi, yang meliputi asam
linoleat, linolenat dan arakhidonat. Asam lemak esensial terdiri dari asam lemak
linoleat atau linoleat acid (LA) (18:2 n-6) dan linolenat atau linolenat acid (LNA)
(18:3 n-3) yang juga termasuk omega-3.
Dua jenis asam lemak omega 3 yang dominan terdapat dalam minyak ikan
adalah EPA dan DHA (Stansby 1982). Kedua jenis asam lemak inilah yang
banyak peranannya dalam kesehatan. Asam lemak esensial LA dan LNA
berperanan sebagai bahan dasar untuk pembentukan zat yang menyerupai hormon
yang terdiri dari prostaglandin dan leukotrien. Zat-zat ini merupakan senyawa
yang terbentuk dari poly unsaturated fatty acids (PUFA) dengan 20 atom karbon
dan mempunyai peran penting sebagai pengatur fungsi normal sel. EPA dan asam
amino di dalam tubuh akan diubah menjadi zat-zat yang dikenal sebagai
eikosanoid yaitu prostanoid (prostaglandin dan prostacylin) dan leukotrien
(Silalahi 2000).
Konsumsi EPA dan DHA dari ikan atau minyak ikan akan menggantikan
asam amino dari pospolipida membran pada sel-sel. Jika hal ini terjadi, keadaan
akan mengarah kepada kondisi fisiologis dimana akan diproduksi prostanoid dan
leukotrien yang bersifat sebagai antitrombotik, antikemotaktik, antivasokontriktif,
hipotensif, antiateromatous, dan anti-inflamatori. Sebaliknya, jika konsumsi LA
dan atau asam amino (omega-6) lebih banyak daripada LNA dan DHA (omega-3)
maka keadaan kurang menguntungkan, karena akan mengarah ke keadaan kondisi
fisiologis yang bersifat protrombik dan proagregatori dengan kenaikkan viskositas
darah, vasokonstriksi dan menurunkan waktu perdarahan (Silalahi & Hutagalung
2002).
Peranan PUFA Terhadap Respon Kekebalan
Sumber
lemak
dan
komposisi
asam lemak
pada
broiler,
bisa
mempengaruhi komposisi jaringan limfoid dan fungsi sel imun (Fritsche et al.
1991a). Defisiensi PUFA mengurangi proliferasi lymfosit, produksi Interkulin-2
(IL-2), monosit dan polymorphonuclear (PMN) cell kemotaksis pada mamalia
(Kinsella et al. 1990). Rendah dan tingginya konsumsi PUFA berhubungan
dengan menurunnya produksi antibodi dan proliferasi limfosit, sedangkan optimal
respon kekebalan terjadi pada konsumsi linoleat sebanyak 47% dari total asam
lemak (Friedman & Sklan 1995). Hasil penelitian Friedman & Sklan (1997),
menunjukkan bahwa produksi antibodi berhubungan secara kuadratik terhadap
konsentrasi linoleat dan total n-6 PUFA serum. Respon produksi antibodi yang
optimal terjadi pada konsentrasi linoleat plasma 40-50% dari total asam lemak.
Peningkatan penambahan minyak ikan (0.5, 1, dan 2%) dalam ransum
meningkatkan performa dan dapat menurunkan dampak peradangan tetapi tidak
mengubah respon imun pada ayam yang sedang tumbuh (Korver & Klasing
1997). Penggunaan omega 3 dihubungkan dengan kecenderungan penurunan
terhadap pembentukan penggumpalan darah, mengurangi tingkat trigliserida
darah, mengurangi pertumbuhan tumor, menurunkan tekanan darah, dan anti
radang (Larsson 2004).
Vitamin E
Vitamin E ditemukan oleh Evans dan Bishop dalam tahun 1922 sebagai
faktor yang larut dalam lemak dan disebut tokoferol (Anggorodi 1985). Vitamin E
terdiri atas delapan bentuk dan memiliki peranan penting sebagai antioksidan.
Delapan isomer murni yang terdiri atas empat turunan tokoferol dan empat
turunan tokotrienol. Sebagai makanan tambahan tokoferol dikenal dengan label E
sebagai berikut: E307 (α-tokoferol), E308 (γ-tokoferol) dan E309 (δ-tokoferol).
Alfa-tokoferol memiliki kekuatan sebagai antioksidan biologi (Anonymous 2007)
dan merupakan yang paling aktif (Anggorodi 1985).
Sumber vitamin E adalah minyak sayur seperti minyak kelapa, bunga
matahari, jagung, kedelai, dan minyak Zaitun. Sumber lain dari vitamin E adalah
ikan, gandum, sayur hijau dan hay pastura, kacang, biji bunga matahari, dan kiwi.
Sumber vitamin E sintesis adalah di-alpha tocopherol acetate (Anonymous 2007).
Fungsi utama vitamin E adalah sebagai antioksidan yang bertindak untuk
melindungi sel tubuh dalam melawan efek radikal bebas. Vitamin E dalam bentuk
alkohol merupakan antioksidan yang paling berpengaruh (Anggorodi 1985).
Sebagai antioksidan vitamin E mencegah oksidasi dan peroksidasi unit asam
lemak tidak jenuh dan fosfolipid membran plasma sel. Vitamin E juga berperan
dalam fungsi kekebalan, memperbaiki DNA dan proses metabolisme serta
pembentukan sel darah merah dan sintesis ko-enzim A yang penting dalam proses
pernafasan (Anonymous 2007).
Vitamin E selain berfungsi sebagai antioksidan juga berperan di dalam
sintesis asam nukleat, pembentukan sel darah merah, dan sintesis koenzim A yang
penting dalam proses pernafasan. Sebagai antioksidan selain menekan terjadinya
oksidasi asam lemak tak jenuh, vitamin E juga mencegah terjadinya oksidasi
terhadap vitamin A, baik selama proses pencernaan, penyerapan, maupun setelah
sampai ke dalam jaringan.
Defisiensi vitamin E dapat menyebabkan meningkatnya proses oksidasi
sel, sehingga mengakibatkan kematian sel dan masalah neuron, yaitu konduksi
syaraf yang buruk. Gejala utamanya pada unggas adalah kelumpuhan.
Kekurangan vitamin E juga menyebabkan meningkatnya kecepatan pergantian
besi dalam plasma, menurunnya produksi hemoglobin serta pendeknya umur selsel darah merah (Muchtadi et al. 1993).
Interaksi PUFA dengan vitamin E
Suplementasi minyak ikan, selain memberikan pengaru