Kajian vaksinasi Infectious Bursal Disease (IBD) dengan uji serologi dan Imunohistokimia pada broiler

(1)

KAJIAN VAKSINASI INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) DENGAN UJI SEROLOGI

DAN IMUNOHISTOKIMIA PADA BROILER

WURY KADARSIH

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Vaksinasi Infectious Bursal Disease (IBD) dengan Uji Serologi dan Imunohistokimia pada Broiler adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Datar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2010

Wury Kadarsih NRP. B351080031


(3)

ABSTRACT

WURY KADARSIH. The Study of Broiler Infectious Bursal Disease (IBD) Vaccination Using Serologic and Imunohistochemistry Test Under Direction : EKOWATI HANDHARYANI, SURACHMI SETIYANINGSIH

In Indonesia,Infectious Bursal Disease (IBD)has been an important poultry disease because of its immunosuppressive and mortality impacts.To prevent the disease, avariety ofvaccines containing different IBD virus strainsare currently available in the market. This study was aimed to compare IBD vaccination strategies using 3 different vaccines in broiler chicken followed by challenge using Indonesian field virus (Kediri strain from East Java, Indonesia). There were 8 broiler groups, group I as infection control (did not vaccine, but infected), and group NI as vaccine negative control (did not infected, and did not vaccine). Vaccine used in this study are vaccine strain W2512 (intermediate plus vaccine) which applied at hatchery, vaccine strain D78 (intermediate vaccine) which applied at 13 days and vaccine strain 228E (intermediate plus vaccine) which applied at 13 days. Evaluation antibody titer by using Enzyme Linked Immunosorbent Assay/ELISA method at 21 and 29 days, demonstrated that there were no significantly difference among all groups. Applied of vaccination made decreased in bursal index while infection of IBD will increasing in bursal index. Immunohistochemistry works showed that there were positive immunoreactivities results by using field virus primary antibody in both vaccinated groups and infected groups.


(4)

RINGKASAN

WURY KADARSIH. Kajian Vaksinasi Infectious Bursal Disease (IBD) pada Broiler dengan Uji Serologi dan Imunohistokimia.Dibimbing oleh EKOWATI HANDHARYANI dan SURACHMI SETIYANINGSIH.

Di Indonesia, penyakit IBD telah menjadi penyakit yang akrab bagi banyak peternak seperti halnya penyakit lain, contohnya ND (Newcastle Disease) dan AI (Avian Influenza). Mengingat banyaknya kerugian yang ditimbulkan akibat infeksi virus ini, yaitu efek imunosupresi dan mortalitas, maka peternak telah mengaplikasikan berbagai program vaksinasi.

Berbagai jenis vaksin yang mengandung strain virus dengan virulensi berbeda telah digunakan di Indonesia.Aplikasi pada ayam dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan injeksi pada ayam umur 10-13 hari ataupun dengan injeksi pada DOC (Day Old Chick). Ada juga vaksinasi yang dilakukan pada hatchery sebelum ayam menetas.Penelitian ini bertujuanmengkaji vaksinasi IBD menggunakan 3 jenis vaksin pada broiler dengan mengukur tanggap kebal ,mendeteksi keberadaan antigen pada berbagai jaringan, sertamembandingkan respon vaksinasi dan infeksi IBD pada bursa Fabricius.

Sejumlah 24 ekor ayam broiler dibagi menjadi 8 kelompok percobaan: Kelompok kontrol negatif (NI) yang tidak divaksin dan tidak diinfeksi,kelompok kontrol positif (I) yang tidak divaksin dan diinfeksi, 3 kelompok vaksinasi dengan strainW2512, D78 dan 228E kemudian diinfeksi(selanjutnya disingkat V1I, V2I dan V3I), dan 3 kelompok vaksinasi

tetapi tidak diinfeksi V1NI, V2NI, V3NI. Dari setiap individu ayam diambil 2

macam sampel untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan di laboratorium, yaitu sampel darah dan organ. Organ yang diambil meliputi bursa Fabricius, limpa, timus, seka tonsil dan proventrikulus. Selanjutnya sampel darah diambil serumnya untuk diperiksa titer IBD dengan ELISA, sedangkan organ-organnya diperiksa imunohistokimia.


(5)

v Titer antibodi IBD pada DOC adalah sama semua kelompok, karena broiler berasal dari breeder yang sama. Pemeriksaan titer pada umur 21 hari dari keempat kelompok tidak menunjukkan perbedaan titer yang mencolok. Pada umur ini masih ada titer antibodi maternal, sementara titer pada kelompok V2I/V2NI dan V3I/V3NI belum meningkat maksimal. Analisa

statistik menunjukkan bahwa pada umur 21 hari tidak berbeda nyata dari semua kelompok, baik dari kontrol positif, kontrol negatif dan dari kelompok yang menggunakan V1, V2 dan V3. Pemeriksaan titer IBD pada umur 29 hari

(8 hari pasca infeksi) juga tidak beda nyata diantara semua kelompok.

Hasil index bursa pada kelompok yang diberikan vaksin V1 dan V2

tidak menunjukkan beda nyata adanya penurunan berat bursa akibat infeksi. Sedangkan pada penggunaan vaksin V3 hasilnya beda nyata pada taraf P:

0,05. Vaksinasi dengan V1 dan V3 dan dilanjutkan dengan infeksi IBD menyebabkan bursa Fabricius lebih besar dibandingkan hasil vaksinasi.Vaksinasi dengan V2 dan dilanjutkan dengan infeksi IBD menyebabkan bursa Fabricius lebih kecil dibandingkan dengan hasil vaksinasi.

Hasil imunohistokimia pada bursa Fabricius menunjukkan antigen virus IBD bervariasi mulai dari (+), (++) ataupun (+++), baik menggunakan antibodi primer vaksin V3 maupun virus lapangan I. Ada juga yang tidak ditemukan antigen atau negatif. Ketidakadaan antigen ini menandakan bahwa pada bursa Fabricius tidak ada virus IBD. Kelompok yang divaksin V1, V2, V3 semuanya selalu menunjukkan hasil positif jika diuji dengan

antibodi primer V3, baik positif 1,2 atatu 3. Kelompok V3 diuji dengan

antibodi V3 didapatkan hasil 100% positif, kelompok V2 diuji dengan

antibodi primer V3 kira-kira 60% positif dan kelompok V1 diuji dengan

antibodi primer V3 kira-kira 30% positif.

Pemeriksaan imunohistokimia terhadap limpa, seka tonsil, timus dan proventrikulus juga mendapatkan hasil yang mirip dengan bursa Fabricius. Pemeriksaan terhadap berbagai organ ini dimaksudkan untuk melacak keberadaan antigen pada berbagai organ limfoid, sehingga memberi petunjuk penyebaran antigen di dalam organ-organ limfoid.


(6)

vi

Mengingat dengan antibodi primer V3 dan I tidak bisa membedakan

reaksi antigen-antibodi dari virus yang berbeda strain, maka perlu dilakukan diagnosa lanjut. Hal ini bertujuan agar diagnosa bisa lebih spesifik pada strain virus yang ada pada bursa Fabricius. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan virus tantang yang berbeda dan program vaksinasi yang berbeda untuk mempelajari vaksinasi yang tepat untuk kondisi di Indonesia.


(7)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutipsebagian atau seluruh tesis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh tesis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(8)

viii

KAJIAN VAKSINASIINFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) DENGAN UJI SEROLOGI

DAN IMUNOHISTOKIMIA PADA BROILER

WURY KADARSIH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Ilmu Biomedis Hewan

Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi

SEKOLH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(9)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Kajian Vaksinasi Infectious Bursal Disease (IBD) dengan Uji Serologi dan Imunohistokimia pada Broiler

Nama : Wury Kadarsih NIM : B351080031

Disetujui, Komisi Pembimbing

Drh. Ekowati Handharyani, Ms., PhDDrh. Surachmi Setiyaningsih, PhD Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Departemen Dekan Sekolah Pasca Sarjana Klinik, Reproduksi dan Patologi

Mayor Ilmu Biomedis Hewan

Prof. Drh. Bambang Pontjo, MS., PhDProf. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodipuro,MS.


(10)

HALAMAN KETERANGAN PENGUJI LUAR KOMISI


(11)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Untuk seluruh keluargaku terkasih, Suami dan anakku yang baru lahir. Terima kasih untuk dukungannya yang besar.


(12)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini. Tesis ini berjudul “ Kajian Vaksinasi Infectious Bursal Disease (IBD) dengan Uji Serologi dan Imunohistokimia pada Broiler” ini disusun sebagai satu syarat menyelesaikan studi program Magister pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada Ibu Drh. Ekowati Handharyani M.S., PhD dan Ibu Drh. Surachmi Setiyaningsih, PhD sebagai komisi pembimbing, atas segala bimbingan dan arahan dalam diskusi-diskusi selama penelitian dan penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih juga Penulis sampaikan kepada Drh. Emmy Regina dan Dr. Phongtep Morawan, atas semua support/dukungannya yang begitu besar selama penulis kuliah dan menyelesaikan tugas akhir ini.

Terima kasih yang begitu besar juga penulis sampaikan kepada Bapak Kepala Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan di Gunung Sindur-Bogor, juga kepada drh.Yuni, drh.Emil, drh.Ketut dan Ibu Ati. Tidak lupa kepada rekan–rekan : drh. Sophia Setyawati, drh. Ibnu, drh.Bangkit, drh.Leni,dan drh Aminah untuk semua bantuan dan kebersamaan di laboratorium.Juga kepada semua pihak yang mendukung penelitian serta penyusunan tesis ini.

Penulis berharap tesis ini akan bermanfaat bagi banyak pihak. Selain itu juga menginspirasi kita untuk giat melakukan penelitian lain dan melakukan hal terbaik untuk kemajuan kita bersama. Segala saran dan masukan kami terima untuk menunjang kebaikan kita ke depannya.

Bogor, Desember 2010 Penulis


(13)

xiii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surakarta pada tanggal 28 Agustus 1977 dari Ayah Slamet Siswawiharja dan Ibu Rubini.Penulis merupakan anak keenam dari enam bersaudara.

Tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negri 1 Surakarta dan pada tahun yang sama masuk sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pada tahun 2002 penulis menamatkan pendidikan Dokter Hewan dari Universitas Gadjah Mada.

Selama menjalani masa perkuliahan penulis aktif sebagai asisten di Bagian Patologi Klinik pada mata kuliah Ilmu Hewan Laboratorium.Setelah lulus dokter hewan penulis mulai menjalani karir di sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang perunggasan hingga saat ini.


(14)

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan masalah ... 3

Tujuan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Penyakit Infectious Bursal Disease (IBD) ... 5

Virus Infectious Bursal Disease (IBD) ... 6

Identifikasi dan Karakterisasi Molekular Virus IBD ... 7

Virus IBD di Indonesia ... 9

Diagnosa Penyakit IBD ... 10

Vaksin dan Vaksinasi IBD ... 14

MATERI DAN METODE ... 18

Waktu Dan Tempat Penelitian ... 19

Alat Dan Bahan ... 19

Metode Penelitian ... 19

Persiapan Antibodi Primer... 20

Persiapan Virus dan Vaksin ... 21

Pemeriksaan ELISA dan Immunohistokimia ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN... 24


(15)

xv

Index Bursa ... 30

Imunohistokimia (IHK) ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN... 42

Kesimpulan... 43

Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Hasil Titer ELISA IBD dari semua kelompok... 25

Tabel 2 Index bursa Fabricius dari semua kelompok ... 30 Tabel 3Hasil IHK bursa Fabricius dari semua kelompok dengan

antibodi primer vaksinV3 dan antibodi primer virus

tantang (I)... 34 Tabel 4 Hasil IHK Limpadari semua kelompok dengan antibodi primer

vaksinV3 dan antibodi primer virus tantang (I). ... 35 Tabel 5 Hasil IHK seka tonsil dari semua kelompok dengan

antibodi primer vaksin V3 dan antibodi primer virus

tantang (I)... 36 Tabel 6 Hasil IHK timus dari semua kelompok dengan antibodi

primer vaksin V3 dan antibodi primer virus tantang (I). ... 36

Tabel 7 Hasil IHK proventrikulusdari semua kelompok dengan antibodi primer vaksinV3 dan antibodi primer virus tantang (I). ... 37


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1Gambar skematis virus IBD yang berbentuk icosahedral (Segal,

2009) ... 7

Gambar 2 Skema karakteristik vvIBD Indonesia. ... 9

Gambar 3 Skema imunohistokimia langsung dan tak langsung (Ramos-Vara, 1999) ... 12

Gambar 4 Skema imunohistokimia tak langsung dengan metode ABC (Avidin Biotin Complex) ... 13

Gambar 5 Perbandingan hasil tes ELISA dan VN dari DOC sampai ayam umur 35 hari, ayam tidak divaksinasi (Dewell, 2008) ... 16

Gambar 6 Skema pemeliharaan ayam percobaan dari DOC sampai umur29 hari. ... 22

Gambar 7 Grafik titer IBD ELISA IBD dari 8 kelompok percobaan. ... 28

Gambar 8 Grafik titer IBD ELISA menurut Saif (2003) dari broiler-breeder yang divaksinasi ... 28

Gambar 9Grafik titer ELISA IBD dari populasi ayam di Brazil ... 29

Gambar 10 Kontrol negatif IHK ... 33

Gambar 11 Kontrol positif IHK ... 33

Gambar 12Skoring / penilaian hasil pembacaan imunohistokimia. ... 34

Gambar 13Skema perbedaan poliklonal dan monoklonalantibodi dalam hal menimbulkan cross-reactivity (Zola, 1987). ... 34


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1: Gambar IHK dari ayam kontrol, ayam yang divaksin

dan ayam divaksin serta ditantang. ... 49

Lampiran 2: Perhitungan EID50 (Rumus Reed and Muench) ... 52

Lampiran 3: Perhitungan Statistik Titer Elisa ... 53

Lampiran 4: Perhitungan Statistik Index Bursa. ... 54


(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wabah penyakit Gumboro (IBD/Infectious Bursal Disease) yang sangat ganas telah terjadi di Eropa pada tahun 1986 dengan tingkat kematian mencapai 70% pada peternakan ayam layer pullet (Muller,2003 ). Virus penyebab wabah ini dikenal sebagai vvIBDV (very virulent IBD Virus).Strain virus ini menyebabkan lesi IBD yang tipikal dan memiliki antigenisitas yang mirip dengan IBD virus klasik. Selain itu vvIBD tetap mengakibatkan infeksi walaupun level antibodi maternal yang sebelumnya bisa memproteksi strain IBD klasik. Hingga kini infeksi vvIBD masih menjadi masalah di Afrika, Asia dan juga di Amerika Selatan.

Babiker et al.(2008a)telah melaporkan hasil evaluasinya terhadap beberapa kelompok ayam di Sudan yang divaksin dengan vaksin 228E, D78, Bio-Gumboro dan Gumboro3.Evaluasi yang dilakukan meliputi titer antibodi yang dites dengan metode ELISA. Ternyata hanya 228E yang bisa memproteksi ayam berdasarkan gejala klinis, post mortem gross lesion dan mortality. Kemudian Babikeret al.(2008b) juga menginvestigasi di Khartoum State yang meliputi kejadian di 9 kelompok ayam yang suspect IBD pada Januari-Desember 2005. Semua flock tersebut menggunakan beberapa vaksin komersial yang ada di pasaran. Hasil dari investigasi tersebut adalah bahwa 6 dari 9 flock terdapat IBD outbreak.

Sementara itu,Colettiet al. (2001) melakukan penelitian mengenai efikasi dan keamanan vaksinasi intermediate yang diaplikasikan in ovo.Hasilnya adalah bahwa vaksinasi dapat memproteksi infeksi virus pada ayam SPF dan memberikan proteksi sebagian pada ayam komersial.Selanjutnya Colettiet al. (2001) juga melakukan penelitian tentang imunosupresi efeknya. Pada komersial ayam, adanya respon imun terhadap vaksinasi ND tidak terpengaruh oleh dilakukannya vaksinasi in ovo IBD strain intermediate.


(20)

2

Secara diagnosa, gambaran klinis IBD ditambah dengan perubahan patologi yang ditampilkan oleh bursa biasanya mengindikasikan infeksi IBD.Metode lebih lanjut dilakukan untuk peneguhan diagnosa.Diagnosa untukmendeteksi keberadaan antigen (virus)dilakukan dengan teknik imunohistokimia. Keberadaan antigen IBDV juga bisa didemonstrasikan dengan AGPT atau antigen capture ELISA(Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Sedangkan genom virus bisa dideteksi dengan metode PCR.Pemeriksaan serologi dilakukan dengan virus-neutralization (VN) atau dengan ELISA untuk spesifik vvIBD antibodi.

Penelitian mengenai diagnosa IBD dengan menggunakan imunohistokimia telah dilakukan oleh Inoueet al. pada tahun 1994 di Jepang. Mereka meneliti lesi pada timus, dengan cara membuat 2 grup infeksi, pertama grup HPS-2 strain dan kedua GBF-1 strain. Kemudian mereka menggunakan lesi-lesi pada timus dan membuat imunohistokimia untuk diagnosa IBD.Imunohistokimia dilakukan dengan menggunakan kromogen AEC(3-amino-9-ethylcarbazole).

Di Indonesia, penyakit IBD telah menjadi penyakit yang akrab bagi banyak peternak seperti halnya penyakit lain, contohnya ND (Newcastle Disease) dan AI(Avian Influenza). Mengingat banyaknya kerugian yang ditimbulkan akibat infeksi virus ini, yaitu efek imunosupresi dan mortalitas, maka peternak telah mengaplikasikan berbagai program vaksinasi.

Berbagai jenis vaksin yang mengandung strain virus dengan virulensi berbeda telah digunakan di Indonesia.Aplikasi pada ayam dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan injeksi pada ayam umur 10-13 hari ataupun dengan injeksi pada DOC (Day Old Chick). Ada juga vaksinasi yang dilakukan pada hatchery sebelum ayam menetas.

Sementara itu, virus tantangdi Indonesia telah diteliti oleh Rudd et al. pada tahun 2002. Mereka telah mendapatkan hasil berupa nukleotida yang lengkap dari virus IBD lapangan Indonesia dan juga sekuen asam amino dari segmen genom A dan B. Isolat yang diteliti disebut sebagai isolat Tasik 94, yang mirip dengan strain vvIBD terutama yang ada di Eropa. Tasik 94 juga


(21)

3 memiliki homologi nukleotida yang sangat besar dengan vvIBD strain Belanda, yaitu : D6948.Isolat lokal Indonesia juga telah diisolasi oleh Suwarno (2005) di beberapa daerah di Jawa timur, yaitu Lamongan dan Kediri.

Berbagai temuan vvIBD dan berkembangnya berbagai jenis vaksin di pasaran menyebabkan evaluasi terhadap beberapa vaksin yang ada di Indonesia menjadi penting. Telah ditemukan beberapa virus tantangyang ada di Indonesia oleh Rudd etal. (2002). Deteksi atau diagnosa IBD yang tepat dirasakan semakin penting karena akan mejadi pedoman program pengendalian penyakit tiap-tiap peternakan.

Metode histopatologi dengan pewarnaan HE merupakan metode rutin yang telah lama digunakan di Indonesia.Disamping itu peneguhan atau pelengkap diagnosa juga telah lama dilakukan dengan menguji tingkat kekebalan dengan mengukur titer antibodi ayam.Metode diagnosa IBD dengan menemukan langsung antigen virus dari jaringan antara lain dilakukan dengan teknik imunohistokimia, atau mendeteksi RNA virus dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Metode diagnosa inilah yang penting untuk dievaluasi dan dikembangkan untuk identifikasi virus penyebab penyakit IBD.

Perumusan masalah

Dengan latar belakang tersebut maka berikut ini secara garis besar diambil perumusan masalah, yaitu:

1. Penyakit IBD telah tersebar di semua benua, walaupun ada beberapa tingkat patogenisitasnya. Hal ini berkaitan dengan berbagai strain virus yang menginfeksi wilayah tersebut.

2. Upaya pengendalian infeksi pada suatu peternakan telah banyak dilakukan, antara lain dengan berbagai program vaksinasi.

3. Berbagai program vaksinasi perlu dievaluasi, karena wabah penyakit IBD masih sering terjadi walaupun telah dilakukan vaksinasi.


(22)

4

Tujuan Penelitian

Untuk diagnosa rutin IBD biasanya dilakukan dengan histopatologi (pewarnaan HE) pada bursa Fabricius dan diagnosa serologi dengan ELISA.Pada penelitian kali ini dirumuskan beberapa tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah :

1. Melakukan kajian dan evaluasi vaksinasi IBD pada broiler dengan metode ELISA untuk mempelajari antibodi hasil vaksinasi.

2. Melakukan kajian dan evaluasi vaksinasi IBD pada broiler dengan metode imunohistokimia untuk mengetahui keberadaan antigen pada jaringan.

3. Membandingkan respon vaksinasi dan infeksi IBD pada bursaFabricius.


(23)

TINJAUAN PUSTAKA

PenyakitInfectious Bursal Disease (IBD)

Infectious Bursal Disease (IBD) merupakan penyakit yang menyerang ayam muda, baik broiler ataupun layer.Organ yang menjadi target adalah bursa Fabricius, yaitu organ sistem imun pada ayam muda. Sistem imun pada ayam muda jika terkena penyakit ini akan menyebabkan menurunnya sistem pertahanan tubuh, lebih peka terhadap patogen, respon buruk terhadap vaksinasi dan kadang menyebabkan mortalitas.

Kejadian penyakit IBD telah tersebar di seluruh dunia dan menyerang pada industri peternakan ayam.Pada tahun 1962 penyakit ini muncul dan disebut sebagai penyakit Gumboro, sesuai dengan lokasi geografik penyebaran penyakit, yakni di area Gumboro, Amerika Serikat (Muller et al. 2003).

Pada tahun 1986 di Eropa telah terjadi serangan penyakit IBD yang sangat

ganas. Para ahli menamakan penyakit ini sebagai IBD strain “very virulent”

(vvIBD), dimana menyebabkan kematian 70% pullet. Lesi penyakit ini sangat tipikal dengan IBD klasik.Setelah itu, penyakit IBD banyak diobservasi di Asia, Afrika dan di Amerika Selatan (Muller et al. 2003). Di Indonesia, sejak tahun 1991 penyakit IBD telah mewabah di berbagai daerah, terutama daerah yang mempunyai populasi ayam tinggi serta skala usaha besar (Tabbu, 2000).

Kerugian besar pada industri yang disebabkan oleh penyakit IBD ini adalah adanya efek imunosupresif.Efek ini menyebabkan ayam lebih peka terhadap berbagai penyakit serta menurunnya kemampuan ayam dalam merespon vaksin (Muller et al. 2003 dan Tabbu, 2000).

Butcher dan Miles (2009) menambahkan bahwa adanya penyakit IBD pada sebuah peternakan bisa menjadi infeksi berulang minimal selama 4 bulan. Sekali saja sebuah kandang terkontaminasi virus IBD maka penyakit IBD akan cenderung menyebar dan menjadi resisten pada area flok tersebut.


(24)

6

Virus Infectious Bursal Disease (IBD)

Virus IBD yang termasuk pada genus Avibirnavirus dan family Birnaviridae.Virus ini mempunyai 2 segmen genom, yaitu A dan B. Virus IBD mempunyai ukuran antara 55 – 65 nm.Virus berbentuk icosahedral dan tidak mempunyai envelope.Genom virus terdiri dari 2 segmen double stranded RNA. Virus tersusun atas 4 protein struktur, dimana VP2 dan VP3 merupakan protein sruktur dan komponen antigen dari kapsid virus (Mintaet al. 2005). Sementara itu Minta et al.(2005) dan Saif (2003) menuliskan adanya 5 protein virus, yaitu VP1, VP2, VP3, VP4 dan VP5, dengan berat molekul masing-masing 90 KD, 41 KD, 32 KD, 28 KD dan 21 KD.

Asam amino VP2 yang berada pada posisi 206 sampai 353 sangat penting sebagai neutralizing antigenic site.Bagian ini dinamakan sebagai VP2-variable domain atau vVP2, dimana sebagian besar asam amino akanberbeda diantara virus IBD yang berbeda antigenesitasnya (Minta et al. 2005).Beberapa peneliti melaporkan bahwa antigen utama yang mempunyai efek perlindungan adalah VP2(Tabbu, 2000).

Sebagaimana umumnya sifat virus tanpa envelope, virus IBD sangat stabil dalam kondisi fisik dan kimiawi, antara lain resisten terhadap eter dan kloroform, dapat diinaktivasi pada pH 12, masih tetap aktif pada suhu 56 C selama > 5 jam dan akan mati pada suhu 70 selama 30 menit. Virus IBD juga peka terhadap pelarut organik dan juga peka terhadap formalin dan kelompok iodofor.Sehubungan dengan ketahanan virus IBD terhadap pengaruh lingkungan dan bahan kimiawi maka virus ini dapat bertahan dalam kandang ayam dan lingkungan dalam periode yang lama walaupun telah dilakukan sanitasi/ desinfeksi (Tabbu, 2000).

Virus IBD diklasifikasikan menjadi 2 serotipe, yaitu serotipe 1 dan serotipe 2.Kedua serotipe ini bisa dibedakan dengan virus-neutralization test (VN), tetapi tidak bisa dibedakan dengan Enzim Linked Immunosorbent Assay (ELISA).Isolat serotipe 2 bisa didapatkan pada ayam dan kalkun (Saif, 2003).Serotipe 1 bisa diperoleh dari ayam, bebek dan kalkun (Tabbu, 2000).


(25)

7 Gambar 1Gambar skematis virus IBD yang berbentuk icosahedral (Segal, 2009)

Virus IBD juga dikelompokkan berdasarkan virulensinya.Serotipe 1 menurut virulensinya dibagi menjadi 3, yaitu klasik, varian dan sangat virulen (very virulent IBD/vvIBD).Virus IBD klasik pertama kali diisolasi sebagai

“infectious Bursal agent” oleh Winterfield dan Hitchnerdan diidentifikasi sebagai penyebab penyakit IBD.

Virus IBD strain varian telah dilaporkan oleh Allan pada tahun 1972, dimana infeksi virus IBD pada umur muda menyebabkan imunosupresi. Strain varian ini tetap meletup pada ayam yang memiliki antibodi maternalpada level proteksi untuk strain IBD yang standar.Strain Eropa yang termasuk strain klasik yaitu Faragher 52/70 (F52/70) , sedangkan di Amerika Serikat yang termasuk strain klasik yaitu IBD strain STC (Rudd et al. 2002)

Virus IBD yang sangat virulen atau biasa disebut vvIBD mulai diisolasi pada akhir 1980an di Netherland. Strain ini menyebar sangat cepat di seluruh Afrika, Asia dan Amerika latin (Saif, 2003). Minta et al. (2005) menyebutkan bahwa virus Polandia yang termasuk dalam strain vvIBD antara lain adalah 91/272 dan 92/111. Virus Isolat asli Indonesia yang telah dikarakterisasi dan diberi nama Tasik 94 juga termasuk dalam klasifikasi vvIBD (Ruddet al. 2002). Identifikasi dan Karakterisasi Molekular Virus IBD

Sareyyupoglu(2005) melaporkan bahwa penentuan strain virus IBD sangat memerlukankarakterisasi antigenik dan virulensi virus berdasarkan geografisnya.Metode konvensional yang sering digunakan adalah VN (


(26)

virus-8

netralization) dan AC-ELISA (Antigen CaptureELISA) dengan menggunakan monoklonal antibodi.

Metode dengan dasar asam nukleat sangat berguna dan aman karena tidak memerlukan isolasi dan propagasi pada kultur jaringan atau telur ayam berembrio. Beberapa peneliti melaporkankegunaan metode-metode tersebutuntuk identifikasi dan genotyping strain virus lapangan. Metode tersebut antara lain :Restriction Enzyme Analysis (REA), Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP), Multiplex PCR, Real-Time RT- PCR, Nucleotide dandeduced amino acid sequence analysis dan Reverse Genetics.

Peighambari et al.(2008)telah melakukan karakterisasi isolat virus IBDyang dikumpulkan dari Iran pada tahun 2005 – 2006 dan mengelompokkannya menjadi vvIBD dan IBD klasik. RT-PCR (Reverse Transcriptase PCR) digunakan untuk mengamplifikasi fragmen gen VP2 (743 bp) isolat yang diperiksa.Digesti dengan 2 macam enzim yaitu BspMI dan SacI.Dari 49 sampel bursa asal broiler dan layer yang diperiksa, 75,5 % sampel positif dengan RT-PCR.Kemudiandigestiondilakukan dengan 2 macam restriction enzyme (BspMI dan SacI)dan menunjukkan kecocokan 91,9% dengan vvIBD, 8,1% dengan IBD klasik. Analisis dengan restriction enzyme telah dibandingkan dengan isolat lain yang tersedia sequen nukleotidanya dan direferensikan oleh Genbank.

Identifikasi dan karakterisasi molekuler virus dari sebuah flok yang terserang wabahIBD di Brazil baratdaya juga dilaporkanoleh Paula et al.(2004).Sampel bursa diperiksa dengan teknikRT-PCR untuk mengamplifikasi gen hypervariabel-region VP2.Amplikon kemudian didigesti dengan restriction enzyme TaqI, StyI dan SspI, tetapi tidak dengan SacI.Selanjutnya analisis sekuennukleotidamengidentifikasi adanyaalanine, leucine danisoleucinepada posisi asam amino ke 222, 256 dan 294yang umum ditemukan pada strain vvIBD. Keberadaan genotip vvIBD pada layer yang telah divaksinasi dilaporkan terjadi di Turki oleh Ceribaci et al.(2007).Sekuensing daerah hypervariabelgen VP2menunjukkan bahwa isolat virus lapang vvIBD di Turki memiliki hubungan


(27)

9 kedekatan dengan vvIBD strain Eropa dan Asia dibanding dengan strain klasik danbukan disebabkanoleh vvIBD strain baru.

Virus IBD di Indonesia

Virus lapangan di Indonesia telah diteliti oleh Rudd et al. pada tahun 2002. Mereka telah mendapatkan hasil berupa sekuen nukleotida yang lengkap dari virus IBD lapangan Indonesia dan juga sekuen asam amino dari segmen genom A dan B. Isolat yang diteliti disebut sebagai isolat Tasik 94, yang mirip dengan strain vvIBD yang beredardi Eropa, terutamamemiliki homologi nukleotida yang sangat besar (99,7 %) dengan vvIBD strain Belanda, yaitu : D6948 seperti ditunjukkan pada Gambar2 berikut ini.

Gambar 2Skema karakteristik vvIBD Indonesia.Hubungan phylogenetic dari 15 strain virus IBD Serotipe I berdasarkan sequen nukleotida pada poliprotein VP2-VP4-VP3.Garis cabang merupakan proporsi perkiraan jarak genetiknya, sedangkan garis-garis batang unit merupakan substitusi nukleotida per cabang. ( Rudd et al. 2002)

Isolat lokal Indonesia juga telah diisolasi oleh Suwarno dan Rahardjo (2005) di beberapa daerah di Jawa Timur, yaitu Lamongan dan Kediri. Isolat ini selanjutnya diteliti karakterisasinya, meliputi imunogenitas dan antigenesitas protein VP2, sebagai dasar pengembangan vaksin sub unit.Hasilnya menunjukkan


(28)

10

bahwa berat molekul VP2 isolat ini adalah 44 kDa, dan protein ini bersifat imunogenik yang bisa menginduksi produksi antibodi spesifik.

Diagnosa Penyakit IBD

1. Lesi Patologi dan Berat Relatif Bursa (Index Bursa)

Diagnosa penyakit IBD telah banyak dilakukan dengan berbagai metode.Islam et al. (2008) menuliskan bahwa ada hubungan antara skor lesi pada bursa dengan tingkat kematian pada infeksi IBD. Kemudian Islam et al. (2008) juga melihat histopatologi dari bursa Fabricius dan membuat diagnosa, yaitu fokal nekrosis, atropi folikuler dan udema interfolikuler dengan penebalan tunika serosa, lepasnya epitel serta pembentukan sistik.Indek bursa didapatkan dari berat bursa (gram) dikalikan 1000 dibagi berat badan ayam (gram).

Seekor ayam dengan index bursa yang lebih rendah dari 0,7 dikatakan bahwa ayam tersebut mengalami atropi bursa (El-Kady et al., 2007). Index bursa juga menjadi kriteria utama untuk mengetahui adanya efek imunosupresi, disamping index limpa (Juranova et al., 2001).

Juranovaet al. (2001) menggunakan index bursa untuk melihat efek vaksinasi dari 7 macam strain vaksin IBD di Republik Czech. Selain indek bursa, Juranovaet al. (2001) juga mengukur titer antibodi dengan ELISA.

2. Titer antibodi dengan ELISA

Enzyme Linked Immunosorbent Assay atau ELISA / EIA menurut Texas Department of State Health Sevices dibagi menjadi 2 tipe, yaitu ELISA yang digunakan untuk mendeteksi antigen dan ELISA yang digunakan untuk mendeteksi antibodi. ELISA yang digunakan untuk mendeteksi antibodi dibagi menjadi 2 metode, yaitu kompetitif dan nonkompetitif. Walaupun memiliki kesamaan prinsip, yaitu ikatan antara antigen dan antibodi, tetapi keduanya memiliki perbedaan prosedur. Berikut ini adalah perbedaan antara ELISA kompetitif dan non kompetitif .


(29)

11 Disebut juga blocking ELISA.Burgess(1995) mengatakan bahwa ELISA kompetitif memerlukan antigen untuk berikatan langsung dengan antibodi spesifik. Antibodi yang terikat kemudian akan berkompetisi dengan antibodi lain yang terikat dengan plate yang ditempeli dengan antigen. Antibodi yang akan dicari kemudian dapat dilabel dengan anti-spesiesnya supaya bisa dideteksi.

2. ELISA Non kompetitif

Pada ELISA non kompetitif molekul yang dideteksi harus memiliki 2 sisi yang bisa berikatan pada waktu yang bersamaan. Sampel yang diuji ditambahkan pada lubang plate kemudian ditambahkan enzim yang dilabel dengan antibodi (disebut konjugat).

Ho Parket al.(2009) telah melakukan penelitian tentang perbandingan kerja vaksin IBD melawan virus VVIBD dan menyajikan data berupa berat badan,

lesi bursa dan perbandingan titer antibodi IBD.Data titer diukur sebelum dan sesudah diberi tantangan virus.Marti’nez-Torrecuadrada et al.(2000) juga telah melakukan penelitian dengan membandingkan beberapa antigen dan kit ELISA komersial. Beberapa antigen/kit tersebut adalah VPX, VP3, Idexx dan KPL.Level antibodi yang biasanya diukur dengan ELISA merupakan informasi yang sangat berguna untuk beberapa hal. Pertama adalah mengevaluasi keberhasilan vaksin, kedua mengidentifikasi adanya kemungkinan infeksi dari patogen lingkungan serta melihat strategi vaksinasi yang optimum (Saif, 2003).Ayam akanmeningkat level antibodinya jika terkena patogen dari lingkungan atau dengan dilakukan active-immunity, yaitu dengan vaksinasi. Peningkatan level antibodi ini memerlukan waktu beberapa minggu, sehingga pengukuran antibodi harus mempertimbangkan waktu pasca vaksinasi atau pasca infeksi.

Adanya level tertentu dari antibodi memberikan fungsi proteksi pada ayam, terutama jika ada patogen lingkungan yang homolog menginfeksi. Oleh karena itu jika vaksinasi telah diberikan dan target titer hasil vaksinasi telah tercapai namun masih terjadi outbreak maka dapat dikatakan bahwa ada kegagalan vaksinasi. Hal inilah yang seringkali terjadi pada infeksi IBD strain varian, dimana antibodi telah cukup protektif untuk strain IBD klasik, tetapi masih bisa terjadi outbreak IBD, yaitu IBD strain varian.


(30)

12

Proteksi terhadap patogen merupakan peranan antibodi dalam sistem imun.Imunoglobulin atau antibodi merupakan produk yang disekresikan oleh sel B. Antibodi ada di beberapa cairan tubuh tetapi bisa cepat dideteksi dari serum darah. Ada 3 mekanisme bagaimana antibodi berperan dalam pertahanan tubuh terhadap patogen, yaitu :

a. Neutralization : antibodi berikatan dengan patogen dan menetralisir

spesifik patogen atau partikel virus, sehingga menghambat penempelan virus pada permukaan organ/sel target dan mencegah replikasi virus. b. Opsonization: patogen bakteri ditempeli oleh antibodi, sehingga bisa

dirusak oleh sel fagosit.

c. Complement activation : antibodi berikatan dengan permukaan patogen sehingga bisa mengaktifkan komplemen.

3. Imunohistokimia

Metode Imunohistokimia adalah suatumetode yang digunakan untuk mendeteksi ikatan antigen-antibodi pada jaringan dengan menggunakan antibodi yang homolog.Antigen yang dideteksi bisa berupa virus atau bakteri ataupun suatu protein tertentu. Ada 2 macam imunohistokimia berdasarkan reaksi yang diterapkan, yaitu Direct immunohistochemistry atau imunohistokimia langsung dan Indirect immunohistochemistry atau imunohistokimia tak langsung.

Gambar 3Skema imunohistokimia langsung dan tak langsung (Ramos-Vara, 1999)

Imunohistokimia tak langsung berbeda dengan imunohistokimia langsung karena adanya antibodi sekunder yang berikatan dengan antibodi primer dan


(31)

13 dilabel dengan enzim. Kemudian komplek ini berikatan dengan kromogen dalam proses pewarnaan.

Gambar 4Skema imunohistokimia tak langsung dengan metode ABC (Avidin Biotin Complex),

(Vector Laboratories, 2010)

Diagnosa IBD dengan menggunakan imunohistokimia telah dilakukan oleh Hamoudet al.pada tahun 2007. Mereka menggunakan blok parafin dan DAKO Envision System, yaitu kit yang berisi antibodi sekunder, yaitu peroxide yang dilabel konjugat antimouse atau antirabbit. Para peneliti juga melakukan berbagai variasi pH formalin, suhu formalin, variasi durasi fiksasi formalin dan konsentrasi formalin. Hasil penelitian ini mereferensikan berbagai hal teknis imunohistokimia. Suhu fiksasi optimal dilakukan pada 4º C, dan pH yang optimal adalah pada kisaran 5 – 9. Dan diluar kisaran pH tersebut bisa menyebabkan tissue alteration dan reactive epitope.

4.PCR

Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) menurut Yuwono (2006) adalah teknik pelipatgandaan DNA secara eksponensial. Untuk melakukan teknik ini ada beberapa komponen yang harus ada, yaitu : pertama DNA cetakan, kedua oligonuklotida primer, ketiga dNTP (deoksiribonukleotida trifosfat), yang terdiri atas dATP, dCTP, dGTP dan dTTP, dan yang keempat adalah enzim DNA polymerase, yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA.

Dalam perkembangannya, PCR tidak hanya dilakukan pada DNA saja, tetapi juga dilakukan untuk RNA.Pada reaksi ini terlebih dahulu dilakukan


(32)

14

transkripsi balik (reverse transcriptation) terhadap molekul mRNA sehingga diperoleh cDNA. Molekul cDNA inilah yang digunakan sebagai cetakan pada proses PCR.

Deteksi virus IBD dengan PCR telah dilakukan oleh Dittal et al. (2005).Mereka melakukan deteksi virus dari infeksi lapangan di India.Hamoud et al. (2007) juga melakukan deteksi IBD dengan PCR, bersamaan dengan imunohistokimia.

PCR telah digunakan oleh Barlic-Maganja et. al. (2002) bersamaan dengan metode ELISA dari produk amplifikasi. Mereka menggunakan virus IBD strain vaksin dan isolat lapangan untuk optimalisasi produk PCR dan untuk determinasi kondisi dari hibridisasi mikroplate.Selanjutnya dipakai deteksi colorimetric dari amplikon.MetodePCR juga telah dikembangkan oleh Kusk et al. (2005) untuk membedakan beberapa strain spesifik dari virus IBD. Mereka telah membuat membuat susunan nukleotida untuk primer multiplek PCR. Strain yang dipakai adalah 2 strainvirus tantang(DK01 dan F52/70) serta 3 strain virus vaksin (Bursine-2, 228E dan D78).

Vaksin dan Vaksinasi IBD

Sampai saat ini vaksin yang ada di pasaran dibedakan ke dalam 4 kategori menurut jenis virus dan efek patologi yang dihasilkan. Berikut ini adalah pembagian golongan vaksin menurut Segal (2009):

1. Mild vaccine: tingkat invasive rendah, dinetralisir ketika level maternal antibodi rendah.

2. Intermediate vaccine : tingkat invasive sedang, merangsang antibodi IBD ketika titer maternal antibodi rata-rata adalah 200 (ELISA Idexx) dan <= 6 log 2 (VN). Kadang-kadang tidak efektif untuk melindungi akut IBDV.

3. Intermediate plus vaccine :invasive tinggi, merangsang antibodi IBD ketika titer rata-rata maternal antibodi masih tinggi, yaitu 500 (ELISA Idexx) dan <= 8 log 2 (VN). Tidak disarankan untuk diaplikasikan sebelum umur 10 hari (broiler) dan 15 hari (breeder layer). Hal ini untuk mencegah kerusakan pada bursa. Sangat cocok untuk mencegah tipe akut klinis IBDV


(33)

15 4. Hot vaccine :invasive sangat tinggi dan juga memberikan residu patogenisitas tinggi pula. Sangat jarang digunakan.

Juranovaet.al. (2001)menyebutkan beberapa strain virus vaksin dan menggolong-golongkannya. Vaksin yang termasuk dalam golongan mild menurut Juranovayaitu Z 2037, OP 23 dan V2.Sedangkan vaksin golongan intermediate yaitu golongan S706. Vaksin strain V 877, V3 dan LC 75 merupakan vaksin golongan virulen.Vaksin V3 merupakan vaksin intermediate plus, artinya bahwa vaksin ini merupakan vaksin golongan hot tetapi dibuat lebih aman menyerupai vaksin intermediate. Keunggulan dari vaksin golongan intermediate yaitu memiliki efek samping yang kecil, sedangkan golongan hot memiliki efek yang kuat dan sangat agresif terhadap bursa. Maka dari itu vaksin golongan hot jarang digunakan.

Pada umumnya vaksinasi IBD dilakukan pada umur muda, mulai telur/embrio sampai ayam berumur 5 minggu.Vaksinasi dilakukan dengan tujuanmencegah atau menurunkan masalah infeksi dari lapangan.Tujuan yang kedua adalah untuk menaikkan status kebal dari ayam.Umumnya anak ayam mendapatkan perlindungan sampai umur 2-5 minggu dari antibodi maternal seiring dengan perkembangan sistem imun menjadi lebih matang (Saif, 2003). Titerantibodi maternal akan turun hingga 0 secara alamiah mulai dari DOC-ayam berumur 2-5 minggu. Kondisi inilah yang dinamakan dengan decline maternal antibody. Berikut ini adalah grafik yang menjelaskan penurunan maternal antibodi IBD mulai dari DOC sampai ayam berumur 35 hari yang diperoleh dari pemeriksaan serum darah dengan metode ELISA dan VN (Gambar 5).


(34)

16

Gambar 5Perbandingan hasil tes ELISA dan VN dari DOC sampai ayam umur 35 hari, ayam tidak divaksinasi (Dewell, 2008)

Dari grafik tersebut nampak bahwa dengan menggunakan ELISA jenis apapun, pada umur kira-kira 21 hari antibodi maternal akan habis. Sedangkan dengan VN, titer mendekati 4.Mengingat adanya penurunan titer antibodi maternal ini maka dilakukan vaksinasi pada umur muda. Vaksinasi dilakukan supaya seiring dengan turunnya maternal antibodi maka tubuh ayam akan membentuk antibodi hasil vaksinasi.

Moura et al. 2007 telah melaporkan aplikasi dari vaksin IBD secara in ovo.Pada aplikasi ini vaksin diinjeksikan pada telur ayam di hatchery umur 18 hari.Vaksin yang digunakan pada penelitian ini adalah D78 dan GLS. Kemudian ayam ditantang dengan virus IBD strain klasik dan strain varian. Hasil dari aplikasi in ovo ini adalah bahwa tidak ada efek hatchability(persentase telur yang menetas di hatchery) dan tidak menimbulkan kematian.Selain itu juga tidak menimbulkan kerusakan Bursa.

Juranovaet al. (2001) juga melaporkan penggunaan beberapa vaksin IBD dan efeknya.Beberapa vaksin golongan mild, beberapa lagi golongan intermediate dan beberapa lagi gologan hot (high virulent).Dari golongan mild, didapatkan bahwa titer antibodi bisa lebih tinggi serta timbulnya atropi bursa.Pada vaksin

Decline of Maternal Antibodies as measured by ELISA and VN Assay 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000

1 4 7 11 14 18 21 25 29 35

Age in Days

E L IS A G M T 0 2 4 6 8 10 12 14 V N ( L o g 2 ) C-IBD IBD-XR C-IBD IBD+ E/Dl8903 GLS


(35)

17 golongan intermediate didapatkan adanya titer yang lebihrendah tetapi tidak signifikan terhadap index bursa.Sementara itu pada vaksin golongan high-virulent menimbulkantiter antibodi yang tinggi dan atropi bursa.


(36)

(37)

19

MATERI DAN METODE

Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium riset Bagian Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Balai Besar Pengujuan Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) dan di Animal Health Laboratory PT CPJF, Ancol, Jakarta. Waktu pelaksanaan penelitian adalah dari bulan April sampai Oktober 2010.

Alat Dan Bahan a. Hewan percobaan

Penelitian ini menggunakan ayam broiler yang dibagi menjadi 8 kelompok percobaan.Selain itu juga menggunakan kelinci untuk produksi poliklonal antibodi untuk imunohistokimia.

b. Peralatan

Delapan set kandang kawat lengkap dengan tempat pakan dan minum. Kemudian satu set peralatan nekropsi (pisau bedah, gunting bedah, pinset, formalin 10%). Selain itu juga satu set peralatan histologi dan imunohistokimia, yaitu mikrotom, gelas obyek, cover glass, kit DAB, antibodi primer, hematoksilin, entelan, serta mikroskop dan kameral.

Peralatan elisa meliputi satu set kit elisa, komputer yang dilengkapi dengan software, reader dan pipet dengan tipnya. Sedangkan peralatan untuk persiapan virus dan vaksin berupa satu set peralatan kultur jaringan, telur ayam berembrio 9 hari, antibiotik, telur ayam SPF yang berembrio 8-9 hari, dan media kultur.

Metode Penelitian

Ayam dibagi menjadi 8 kelompok percobaan :

Kelompok I(Infected) :kontrol positif, tidak divaksin tetapi diinfeksi.

Kelompok NI(Not Infected) :kontrol negatif, tidak divaksin dan tidak diinfeksi.


(38)

20

Kelompok V1NI (Vaccine 1 + Not Infected): divaksin IBD strain V1, tidak

diinfeksi.

Kelompok V2I (Vaccine 2 + Infected) :divaksin IBD strain V2, diinfeksi.

Kelompok V2NI (Vaccine 2 + Not Infected): divaksin IBD strain V2, tidak

diinfeksi.

Kelompok V3I (Vaccine 2 + Infected) :divaksin IBD strain V3, diinfeksi.

Kelompok V3NI (Vaccine 2 + Not Infected): divaksin IBD strain V3, tidak

diinfeksi.

Vaksin strain V1 adalah strain W2512, golongan intermediate plus

yang diaplikasikan di hatchery. Vaksin strain V2 adalah strain D78, golongan

intermediate yang diaplikasikan pada umur 13 hari. Sedangkan Vaksin strain V3 adalah strain 228E, golongan intermediate plus yang diaplikasikan pada

umur 13 hari.

Setiap kelompok diambil 2 macam sampel untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan di laboratorium, yaitu sampel darah dan organ.Organ yang diambil meliputi bursa Fabricius, limpa, timus, seka tonsil dan proventrikulus. Sampel darah diambil 3 kali, yaitu pada DOC, sebelum diinfeksi pada umur 21 hari dan setelah diinfeksi yaitu pada umur 29 hari. Ayam dinekropsi dan diambil organ-organnya pada umur 29 hari dan kemudian difiksasi untuk selanjutnya dipersiapkan sebagai preparat histologi/imunohistokimia.

Persiapan Antibodi Primer

Antibodi primer dibuat dengan mengimunisasikan virus IBD strain Kediri dan vaksin V3 pada dua kelinci, sementara satu ekor kelinci

digunakan sebagai kontrolnegatif. Setelah 3 minggu kemudian kelinci dibooster dengan mengimunisasikan ulang virus/ vaksin yang sama. Enam minggu kemudian kelinci diambil darahnya untuk diperiksa serumnya, diukur titernya.Pengukuran titer antibodi dilakukan dengan metode SN (serum neutralization).


(39)

21 Persiapan Virus dan Vaksin

Persiapan virus dilakukan dengan cara mempropagasi isolat virus IBD strain Kediri-Jawa Timur, kemudian diukur titernya dengan titrasi pada telur dan dengan kultur jaringan. Virus diinokulasikan pada telur ayam bertunas, dan diamati adanya infeksi sampai 7 hari.Infeksi ditandai dengan adanya kematian embrio, bintil-bintil pox dan kekerdilan embrio. Langkah berikutnya adalah menghitung titer dengan melalui angka EID50 dari virus

tersebut, dengan rumus :

PD = % > 50 – 50/ % > 50 - % < 50 EP50 = - Log pengenceran > 50% + PD EP50 = - Log EID50

Titer virus = EID50/ 1 inokulum

Pada kultur jaringan dapat dilakukan dengan menanam virus pada embrio ayam SPF berumur 8-9 hari dan diamati selama 5 hari. Kultur kemudian diamati adanya CPE-nya (Cytopathic effect).Titer didapatkan dengan menghitung angka TCID50 dari virus.

Pemeliharaan, Vaksinasi dan Infeksi Broiler

Pemeliharaan ayam dilakukan pada tempat terpisah antara kelompok yang diinfeksi dan yang tidak. Infeksi dilakukan terhadap kelompok I, V1I,

V2I dan V3I pada hari ke 21 dengan virus IBD strain Kediridengan dosis

infeksi : 105EID50 (Suwarno, 2010, Komunikasi pribadi). Kemudian ayam

dinekropsi pada umur 29 hari, untuk kemudian diambil beberapa organnya. Pengambilan darah dilakukan pada umur 1 hari, umur 21 hari sebelum ayam diinfeksi dan 29 hari sebelum ayam dinekropsi. Darah kemudian diamati titer antibodi IBDnya.Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan 2 kali, dengan menggunakan 2 macam antibodi primer yang berbeda. Antibodi primer pertama adalah dari strain virus yang sama dengan yang digunakan untuk menginfeksi (virus tantang). Sedangkan antibodi primer kedua adalah dari virus vaksin (V3).


(40)

22

Gambar 6Skema pemeliharaan ayam percobaan dari DOC sampai umur 29 hari.

Pemeriksaan ELISA dan Imunohistokimia

ELISA dilakukan mengikuti prosedur kit ELISA tersebut. Dalam hal ini kit yang digunakan adalah Biochek (Babiker, 2008b). Serum diencerkan dengan perbandingan 1:500 dengan buffer diluent.Kontrol negatif dimasukkan pada lubang A1 dan A2 pada plate yang sudah ditempeli dengan antigen, kemudian diteruskan kontrol positif pada A3 dan A4.Sedangkan Reference Kontrol pada lubang A5. Serum yang telah diencerkan dengan perbandingan1 : 500 kemudian dimasukkan pada lubang A6, A7, A8 dan seterusnya. Plate tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 22-270 C selama 30 menit. Plate kemudian dicuci selama 3-5 kali dan kemudian ditambahkan konjugat pada semua lubangnya. Inkubasi juga dilakukan selama 30 menit pada suhu yang sama. Setelah itu plate dicuci 3-5 kali, dan diteruskan dengan penambahan substrat dan diinkubasi selama 15 menit. Pada saat inkubasi tepat 15 menit, ditambahkan stop solution untuk menghentikan reaksi pada plate. Selanjutnya plate dibaca OD-nya, yang kemudian dikonfersikan ke dalam titer.

Imunohistokimia digunakan dengan mengikuti prosedur dari Biocare dan dengan menggunakan DAB (Diamino Benzidine) sebagai kromogen. Ayam yang telah dinekropsi diambil organ-organnya, kemudian difiksasi dengan buffered Neutral Formalin 10%. . Kemudian dilanjutkan dengan


(41)

23 proses deparafinisasi dan blocking endogenous activitydengan 3% H2O2

dalam methanoldan snipper block.Penambahan antibodi primer ditambahkan sesudah blocking dan diteruskan dengan antibodi sekunder. Langkah berikutnya adalah dengan penambahan label, dan terakhir dengan pewarna DAB. Untuk memberikan latar belakang maka diwarnai dengan hematoksilin. Langkah terakhir dari pewarnaan ini yaitu dengan cara hidrasi, yaitu dengan mencelupkan slide ke dalam alkohol bertingkat dan kemudian ke dalam xylol.

Pengamatan terhadap organ yang telah diwarnai dengan DAB dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.Secara kualitatif dengan menyatakan negatif atau positif. Penilaiankuantitatif dinyatakan dengan :

1. – (tidak ditemukan antigen pada semua lapang pandang) 2. + (jumlah antigen 1-10pada satu lapang pandang) 3. ++ (jumlah antigen 11-30pada satu lapang pandang) 4. +++ (jumlah antigen > 30pada satu lapang pandang)


(42)

(43)

25

HASIL DAN PEMBAHASAN

Titer antibodi IBD

Pemeriksaan serum darah terhadap ayam umur sehari (DOC) dilakukan terhadap ayam penelitian yang berasal dari hatcherydan breeder yang sama. Sampel DOC yang diambil ada 2 macam, yaitu DOC kelompok Vaksin 1 (V1I dan V1NI) dan DOC yang tidak divaksin di hatchery. Titer yang terukur merupakan titer dapatan dari induk (antibodi maternal). Karena keduanya berasal dari breeder yang sama maka hasilnya tidak terlalu berbeda jauh dari kedua kelompok. Tabel 1 menunjukkan hasil titer IBD yang diperoleh dengan metode ELISA (indirectELISA, dengan menggunakan kit Biochek).

Tabel1Hasil Titer ELISA IBD dari semua kelompok

Kelompok ELISA

DOC 21 hari 29 hari

I

9464.5±67.2a

456±214a

220±295a

NI 173±215a

V1I

442±252a

127±90a

V1NI 123±47a

V2I

510±317a

84±64a

V2NI 62±18a

V3I

386±137a

190±116a

V3NI 100±35a

Keterangan : Huruf superscribe yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata.

Pengambilan darah yang kedua adalah pada umur 21 hari yang merupakan 21 hari pasca pemberian vaksinV1dan 8 hari pasca pemberian vaksinV2maupunV3.Hasil dari keempat kelompok masih belum menunjukkan perbedaan titer yang mencolok.Pada umur ini masih ada titer antibodi maternal, sementara titer pada kelompok V2I/V2NI dan V3I/V3NI belum meningkat maksimal.Analisa statistik menunjukkan bahwa pada umur 21 hari titer antibodi tidak berbeda nyata dari semua kelompok, baik dari


(44)

26

kontrol positif, kontrol negatif dan dari kelompok yang menggunakan V1, V2

dan V3.

Seluruh kelompok kemudian dipecah menjadi 2, dan dipelihara secara terpisah. Kelompok I, V1I, V2I dan V3I yang diinfeksi dengan virus

tantang IBD strain Kediri dan kelompok NI, V1NI, V2NI dan V3NI yang

tidak dinfeksi. Infeksi dilakukan pada umur 21 hari, dan titer antibodi diperiksa 8 hari sesudah uji tantang.Kelompok I dengan titer 220 nampak lebih tinggi dari kelompok NI dengan titer 173. Namun pada analisa statistik tidak diperoleh perbedaan nyata baik pada kelompok kontrol maupun kelompok-kelompok lain. Hasil ini tetap sama baik dengan mengikut sertakan data pencilan (outlayer) atau tidak.

Pada umur 21 dan 29 hari nampak titer tidak beda nyata diantara semua kelompok. Pada umumnya, infeksi akibat pemberian virus tantang pada ayam yang telah divaksin akan menyebabkan meningkatnya titer antibodi . Namun dalam penelitian ini, sampai dengan umur 29 hari masih belum ada perbedaan mencolok pada ayam yang diinfeksi dan ayam yang tidak diinfeksi (Tabel 1 dan Gambar 7).

Gambar 7Grafik titer ELISA IBD dari 8 kelompok percobaan. Sumbu vertikal adalah titer IBD dan sumbu horisontal adalah umur ayam. Dari delapan kelompok menunjukkan kemiripan garis.

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000

DOC 21 hari 29 hari

IBD T it e r Age

IBD ELISA Titer on I - V

3

I

Group

Group I Group NI Group V1I Group V1NI Group V2I Group V2NI Group V3I


(45)

27 Berdasarkan Guidelines dari kit yang dipergunakan pada ELISA ini, titer IBD setelah 1x vaksinasi dengan vaksin strain V2(intermediate)

memiliki target titer 2500-6500 pada umur 35-45 hari, sedangkan vaksin strain V3(intermediate plus) adalah 6000-10000. Jadi titer antibodi pada

umur 29 hari pada penelitian ini kemungkinan masih bisa meningkat sampai ayam berumur 35 hari jika ayam dipelihara lebih lama.Berdasarkan Guidelines Biochek deteksi infeksi IBD dan evaluasi titer target vaksinasi dilakukan pada umur 35 – 45 hari. Pada umur ini, ayam dengan vaksinasi intermediate akan suspectinfeksi dengan titer yang mencapai lebih dari 10000, sedangkan target titer hasil vaksinasi intermediate (sampai 2x aplikasi) adalah 2500-6500. Ayam dengan vaksin intermediateplus akansuspectinfeksi dengan titer lebih dari 14000. Hasil vaksinasi dengan vaksin intermediate plus 1x aplikasi adalah 6000-10000, dan 2x aplikasi adalah 8000 – 14000.

Sementara itu, Saif (2003) memberikan referensi dinamika titer antibodi IBD pada berbagai umur dalam bentuk grafik yang dilengkapi dengan skala titer (Gambar 8 ). Saif (2003) menggambarkan bahwa pada DOC titer masih tinggi, mencapai grup 8 atau di atas 7000. Tetapi pada umur 14 hari titer akan turun dimana sebagian besar ayam mempunyai titer 2500. Sedangkan pada umur 28 hari umumnya titer antibodi menghilang (0), walaupun masih ada beberapa ekor yang berada pada grup 3 (sampai titer 2500). 0 2 4 6 8 10

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

DOC

0 1 2 3 4 5 6 7 8

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14


(46)

28

Gambar 8 Grafik titer IBD ELISA menurut Saif (2003) dari broiler-breeder yang divaksinasi. Sumbu vertikal menunjukkan jumlah sampel, sedangkan sumbu horisontal menunjukkan titer grup. Keterangan :

Grup 0 : 0 Grup 1 : 0 - 350 Grup 2 : 351 - 1500 Grup 3 : 1501 - 2500

Grup 4 : 2501 – 3550 dan seterusnya Grup 14 :> 12.500

Jika dibandingkan dengan referensi dari Saif (2003) maka titer IBD pada penelitian ini memiliki kecenderungan yang sama. Pada penelitian ini pemeriksaan titer antibodi dilakukan 3 kali, yaitu DOC, 21 hari dan 29 hari. Pada umur 1 hari, titer masih tinggi (diatas 9000) karena titer yang ada adalah antibodi maternal yang diturunkan dari induknya. Titer turunan dari induk ini akan turun sampai mendekati 0 pada umur 21 hari. Vaksinasi yang telah dilakukan bertujuan untuk mengangkat agar titer naik sehingga diharapkan akan bisa memproteksi jika ada infeksi.

Demikian juga dengn hasil pemeriksaan titer antibodi dengan ELISA yang dilakukan Babiker et al. (2008b) pada umur 43 hari menunjukkan hasil yang berbeda antar kelompok vaksin. Dalam penelitiannya Babiker melakukan 2 kali vaksinasi, vaksinasi pertama umur 21 hari dan kedua umur 28 hari. Pada kelompok vaksin V3(intermediat plus)diperoleh hasil 12521 ±

0 2 4 6 8 10 12 14

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

14 hari

0 2 4 6 8 10

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

160 hari

0 2 4 6 8 10 12 14

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

28 hari

0 1 2 3 4 5 6 7

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14


(47)

29 2014. Pada kelompok V2(intermediate)diperoleh hasil 4790 ± 1234,9.Jadi

keduanya termasuk dalam titer yang bagus jika dibandingkan dengan Guidelines dari Biochek.

Penelitian Babiker et al. (2008b) jika dibandingkan dengan hasil penelitian kali ini berbeda dalam beberapa hal. Penelitian kali ini menggunakan hanya 1x vaksinasi, tidak ada booster, sedangkan Babiker et al. (2008b) 2x vaksinasi. Selain itu, pada penelitian ini ayam dinekropsi pada umur yang lebih muda yaitu 29 hari, sedangkan Babiker et al. (2008b) pada umur 43 hari.Baik dengan 1x vaksinasi maupun 2x vaksinasi, Guidelines Biochek memberikan kriteria standar titer pada umur 35-45 hari.

Sesti et al. (2007) melaporkan hasilpercobaan vaksinasi pada broiler dengan strain W2512 dan mengukur titer antibodi menggunakan IBD-XR ELISA yang hasilnya disajikan pada Gambar 9.Garis merah menunjukkan rata titer dari umur 1 hari sampai 41 hari. Pada umur 1 hari titer rata-ratanya ± 5000, umur 21 hari mendekati 0, umur 28 hari ± 500, umur 35 hari ± 6000 dan umur 41 hari ± 7000 (Sesti, 2007). Jika dibandingkan dengan data pada gambar 9 maka titer IBD pada penelitian ini mendekati titer pada gambar 9, paling tidak sampai umur 29 hari. Pada umur 28 hari titer masih sangat rendah, di bawah 500. Tetapi 1 minggu kemudian (35 hari), titer melonjak sangat tinggi, mencapai 6000. Dalam waktu 7 hari titer melonjak dari 500 sampai 6000.

Gambar 9Grafik titer ELISA IBD dari populasi ayam di Brazil dari umur DOC sampai umur 41 hari. Data titer diperoleh dari ayam dengan menggunakan vaksin W2512 (Sesti, 2007).


(48)

30

Pemeliharaan ayam pada penelitian ini tidak dilakukan sampai umur 41 hari, tetapi sampai umur 29 hari karena sebagian besar peternak broiler di Indonesia memelihara broiler hanya sampai umur ini. Titer IBD pada umur 29 hari berkisar dari 62 – 220. Dengan melihat grafik 9 di atas akan sangat mungkin titer IBD pada semua kelompok perlakuan melonjak hingga memenuhi target titer (2500 – 6000 untuk intermediate, 6000 – 10000 untuk intermediate plus). Sangat mungkin juga titer akan melonjak hingga lebih dari 14.000 jika ada infeksi.Jadi,seandainya ayam diperiksa lagi pada umur 35-45 hari maka kemungkinan akan bisa dideteksi titer antibodinya, karena infeksi virus tantang atau hasil vaksinasi.

Index Bursa

Index bursa atau berat relatifbursa Fabriciusdidapatkan ketika nekropsi, dihitung dengan cara membagi berat bursa (gram dikalikan 1000) dengan berat badan ayam (gram). Index bursa Fabricius ini merupakan kriteria utama yang mengindikasikan perubahan morfologi dan sistem imun. Perubahan ini mengisyaratkan adanya efek imunosupresi broiler (Juranova et al. 2001).

Tabel 2Index bursa Fabricius dari semua kelompok

Kelompok Index Bursa (Mean±SD)

I 1.8 ± 0.8b

NI 2.1 ± 0.2b

V1I 1.9 ± 0.5b

V1NI 1.6 ± 0.4ab

V2I 1.3 ± 0.5ab

V2NI 1.6 ± 0.3ab

V3I 1.8 ± 1.2b

V3NI 0.9 ± 0.4a

Keterangan : Huruf superscribe yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata.

Dari tabel tersebut nampak bahwa kelompok kontrol (NI dan I) memiliki penurunan berat antara yang tidak diinfeksi dan yang diinfeksi walaupun tidak beda nyata. Kelompok I dengan rerata index bursa 1,8 sedangkan kelompok NI memiliki rerata index bursa 2,1.Dapat disimpulkan


(49)

31 bahwa tanpa diberikan vaksin, bursa Fabricius mengalami penurunan berat akibat infeksi virus IBD.Hasil pada kelompok yang diberikan vaksin V1 dan

V2 tidak menunjukkan beda nyata adanya penurunan bursa akibat infeksi.

Sedangkan pada penggunaan vaksin V3 hasilnya beda nyata pada taraf P:

0,05.

Babikeret al. (2008b) dalam penelitiannya terhadap berbagai strain vaksin mendapatkan hasil index bursa untuk vaksin V3yaitu 1,197 ± 0,195,

dan untuk vaksin V2 yaitu 3,772 ± 0,811.Dalam penelitiannya ini Babiker et

al. melakukan 2 kali vaksinasi (booster). Jika dibandingkan hasil index bursa penelitian ini dengan hasil index bursa penelitian Babiker et al. (2008b) maka untuk vaksin V3 hampir sama. Tetapi untuk hasil pada V2 sangat

berbeda.Hal ini dimungkinkan karena antibodi maternalyang berbeda, jadual vaksinasi yang berbeda dan virus tantang yang berbeda.

Penggunaan vaksin in ovo telah diteliti oleh Moura et al. (2007).Dalam penelitiannya Moura menggunakan vaksin strain D78 dan varian GLS.Dosis yang digunakan adalah satu dosis dan setengah dosis, dan kedua macam dosis ini dapat menghasilkan antibodi yang cukup untuk memproteksi virus tantang strain STC. Selain itu juga tidak ditemukan adanya kerusakan pada bursa Fabricius.Index organ seringkali menjadi indikasi imunosupresi pada kasus IBD. Index organ yang terutama dihitung adalah bursa Fabricius, karena merupakan target organ utama dari virus IBD. Selain itu juga karena bursa merupakan organ limfoid primer (Saif, 2003).

Perjalanan virus IBD sampai ke bursa Fabricius memerlukan waktu yang tidak lama.Ayam yang terinfeksi menyebarkan virus ke lingkungan melalui feses.Feses kemudian mencemari/mengkontaminasi pakan, air minum dam litter di dalam kandang.Rute infeksi ayam lain selanjutnya dimulai dari ingesti oral yang tercemar feses atau materi organik lain. Setelah masuk lewat mulut, virus kemudian berada di antara makrofag dan limfosit dari duodenum, jejenum dan sekum.Duodenum, jejenum dan sekum adalah tempat pertama virus bereplikasi. Kemudian melalui vena porta virus menuju hati dalam 5 jam setelah infeksi. Sel-sel kupffer di dalam hati memfagosit


(50)

32

partikel-partikel virus.Sebagian partikel virus masuk ke sirkulasi dan kemudian menuju ke seluruh organ, termasuk bursa Fabricius.Virus kemudian menuju folikel-folikel bursa dan bereplikasi.Sehingga limfosit B yang masih immature di dalam folikel menjadi rusak (Anonymus, 2009).

Pada masa inkubasi (3-4 hari) virus menyerang bursa Fabricius, sehingga bursa Fabricius menjadi edema, kongesti dan ukurannya membesar.Pada tahap ini terjadi nekrosis sel B/limfoblas, sehingga populasi sel B menurun.Pada tahap ini juga timbul adanya transudat gelatinous dengan warna kekuningan pada bursa. Dan setelah hari ke lima bursa menjadi atrofi (mengecil). Sementara organ limfoid yang lain seperti timus, seka tonsil dan limpa juga mengecil (Anonymus, 2009).

Imunohistokimia (IHK)

Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan setelah ayam dinekropsi pada umur 29 hari.Organ yang diperiksa meliputi bursa Fabricius, limpa, seka tonsil, timus dan proventrikulus.Adanya kontrolnegatif dari perlakuan vaksin sangat penting untuk membedakan dengan hasil positif.Kontrolnegatif ini ada pada kelompok I, yaitu kelompok yang tidak divaksin apapun.Kontrol negatif terhadap perlakuan infeksi ada pada kelompok NI.Berikut ini adalah tampilan gambar kontrolnegatif.

Hasil pengamatan imunohistokimia terhadap bursa Fabricius memperlihatkan bahwa pada kelompok kontrol negatif (Kelompok NI) tidak ditemukan adanya antigen, baik dilakukan uji dengan antibodi primer V3 ataupun I. Sedangkan pada kontrol positif (Kelompok I) ditemukan antigen baik dilakukan tes dengan antibodi primer V3 ataupun I. Antigen kelompok I ini dipastikan berasal dari virus tantangyang diinfeksikan.


(51)

33 Gambar 10Kontrol negatif IHK

Sebelah kiri(A)adalah bursa Fabricius, dan kanan (B) adalah limpa. Keduanya tidak divaksin IBD dan tidak diinfeksi, dengan metode IHK tidak ditemukan antigen.

Gambar 11Kontrol positif IHK

Sebelah kiri(A) adalah bursa Fabricius, dan kanan (B) adalah bursa Fabricius perbesaran kuat. Keduanya tidak divaksin IBD dan diinfeksi. Dengan metode IHK ditemukan antigen ( ) yang ditunjukkan dengan anak panah.

A

B

40 µm

40 µm

A

B

40 µm 40 µm

B

5 µm


(52)

34

Gambar 12Skoring / penilaian hasil pembacaan imunohistokimia. Gambar kiri atas adalah IHK negatif (A), tidak ada ikatan antigen-antibodi di dalam jaringan. Gambar kanan atas adalah IHK + (B), antigen yang terdeteksi ( )jumlahnya di bawah 10.Gambar kiri bawah adalah IHK ++ (C), antigen yang terdeteksi ( ) jumlahnya 10-30.Gambar kanan bawah adalah IHK +++ (D), antigen yang terdeteksi() di atas 30.

Berikut ini adalah hasil pemeriksaan bursa Fabriciusselengkapnya yang menggunakan antibodi primer dari vaksin V3 dan dari virus tantang,

tampak pada tabel 3.

Tabel 3Hasil IHK bursa Fabriciusdari semua kelompok dengan antibodi primer vaksinV3

dan antibodi primer virus tantang (I).

Kelompok IHK dengan Ab primer Vaksin V3 IHK dengan Ab primer I

(-) (+) (++) (+++) (-) (+) (++) (+++)

I 2 1 0 0 1 1 1 0

NI 3 0 0 0 3 0 0 0

V1I 2 1 0 0 0 1 2 0

V1NI 2 0 1 0 0 0 1 2

V2I 1 2 0 0 0 1 2 0

V2NI 1 1 1 0 0 2 1 0

V3I 3 0 0 0 0 1 2 0

V3NI 0 3 0 0 0 0 3 0

Pada kelompok V1I, V2I dan V3I didapatkan antigen bervariasi mulai

dari positif 1 sampai positif 3.Ketidakadaan antigen (negatif) bisa dimungkinkan karena virus tidak ada pada bursa.Kelompok yangdivaksin V1,

V2, V3 semuanya selalu menunjukkan hasil positif jika diuji dengan antibodi

primer V3, baik positif 1,2 atatu 3. Kelompok V3 diuji dengan antibodi V3

didapatkan hasil 100% positif, kelompok V2 diuji dengan antibodiprimer V3


(53)

35 kira-kira 60% positif dan kelompok V1 diuji dengan antibodi primer V3

kira-kira 30% positif.

Pemeriksaan imunohistokimia terhadap limpamenunjukkan hasil bahwa kelompok I bereaksi positif dengan antibodi primer virus I, tetapi negatif dengan antibodi primer vaksin V3.Kelompok NI selalu bereaksi

negatif baik dengan antibodi primer virus I maupun NI. Baik kelompok-kelompok yang diinfeksi (I, V1I, V2I, V3I) maupun kelompok-kelompok

yang tidak diinfeksi (NI, V1NI, V2NI, V3NI) semua pemeriksaan organ limpa

memiliki hasil yang hampir sama, yaitu bereaksi positif dengan antibodi primer virus I dan bereaksi negatif dengan antibodi primer vaksin V3 (Tabel

4).

Tabel 4Hasil IHK limpa dari semua kelompok dengan antibodi primer vaksin V3 dan

antibodi primer virus tantang (I).

Kelompok IHK dengan Ab primer Vaksin V3 IHK dengan Ab primer I (-) (+) (++) (+++) (-) (+) (++) (+++)

I 2 1 0 0 0 3 0 0

NI 3 0 0 0 3 0 0 0

V1I 3 0 0 0 3 0 0 0

V1NI 2 1 0 0 0 2 1 0

V2I 2 1 0 0 0 2 1 0

V2NI 0 1 2 0 0 2 1 0

V3I 2 1 0 0 1 0 2 0

V3NI 0 3 0 0 0 0 1 2

Pemeriksaan imunohistokimia terhadap seka tonsil pada kelompok I menunjukkan hasil bahwa dengan antibodi primer V3 dan virus I sekitar 50%

positif.Pada kelompok NI semuanya bereaksi negatif terhadap antibodi primer virus I maupun vaksin V3.Pada kelompok V3I didapatkan hasil negatif

pada pemeriksaan dengan antibodi primer vaksin V3.Kelompok-kelompok

lain menunjukkan hasil hanya sekitar 30% positif dengan antibodi primer virus I dan vaksin V3 (Tabel 5).


(54)

36

Tabel 5Hasil IHK seka tonsil dari semua kelompok dengan antibodi primer vaksin V3 dan

antibodi primer virus tantang (I).

Kelompok IHK dengan Ab primer Vaksin V3 IHK dengan Ab primer I (-) (+) (++) (+++) (-) (+) (++) (+++)

I 1 2 0 0 2 1 0 0

NI 3 0 0 0 3 0 0 0

V1I 2 0 2 0 2 1 0 0

V1NI 2 0 1 0 2 1 0 0

V2I 1 2 0 0 1 0 2 0

V2NI 3 0 0 0 3 0 0 0

V3I 3 0 0 0 1 2 0 0

V3NI 3 0 0 0 3 0 0 0

Pemeriksaan imunohistokimia terhadap timus mendapatkan hasil yang mirip dengan pemeriksaan terhadap bursa Fabricius.Kelompok negatif kontrol (Kelompok NI) tidak ditemukan adanya antigen, baik dilakukan tes dengan antibodi primer V3 ataupun I. Sedangkan pada positif kontrol

(Kelompok I) ditemukan antigen baikdilakukan tes dengan antibodi primer V3 ataupun I.Kelompok yang divaksin V1, V2, V3 semuanya selalu

menunjukkan hasil positif jika dites dengan antibodi primer V3, baik positif

1,2 atatu 3, kecuali pada kelompok V3I hampir semua menunjukkan hasil

negatif pada pemeriksaan dengan antibodi primer V3 (Tabel 6). Hal ini

menjelaskan bahwa pada kelompok V3I tidak ditemukan antigen V3 pada

timus.

Tabel 6Hasil IHK timus dari semua kelompok dengan antibodi primer vaksin V3 dan

antibodi primer virus tantang (I).

Kelompok IHK dengan Ab primer Vaksin V3 IHK dengan Ab primer I (-) (+) (++) (+++) (-) (+) (++) (+++)

I 1 1 1 0 1 2 0 0

NI 3 0 0 0 3 0 0 0

V1I 2 0 1 0 1 2 0 0

V1NI 2 1 0 0 0 2 1 0

V2I 2 1 0 0 0 2 1 0

V2NI 0 2 1 0 0 0 2 1

V3I 2 1 0 0 1 2 0 0


(55)

37 Pemeriksaan imunohistokimia terhadap proventrikulus mendapatkan hasil pada kelompok I semuanya positif baik dengan antibodi primer virus I maupun dengan vaksin V3.Pada kelompok kontrol semuanya negative

(NI).Pada kelompok-kelompok lain didapatkan hasil sekitar 50% positif (Tabel 7).

Tabel 7. Hasil IHK proventrikulus dari semua kelompok dengan antibodi primer vaksin V3

dan antibodi primer virus tantang (I).

Kelompok IHK dengan Ab primer Vaksin V3 IHK dengan Ab primer I (-) (+) (++) (+++) (-) (+) (++) (+++)

I 0 2 1 0 0 3 0 0

NI 3 0 0 0 3 0 0 0

V1I 1 2 0 0 1 2 0 0

V1NI 2 1 0 0 1 1 1 0

V2I 1 2 0 0 0 2 1 0

V2NI 2 0 1 0 2 1 0 0

V3I 1 1 1 0 0 2 1 0

V3NI 0 3 0 0 0 3 0 0

Pada tabel 3 (hasil pemeriksaan IHK pada bursa Fabricius) nampak bahwa penggunaan antibodi primer V3 dan I pada kelompok V3I dan V3NI

memberikan hasil reaksi yang berbeda.Jika menggunakan vaksin V3 dan

tidak diinfeksi (V3NI) maka secara imunohistokimia akan positif dalam

pemeriksaan dengan antibodi primerV3 maupun I. Tetapi jika menggunakan

vaksin V3 dan kemudian diinfeksi (V3I) hasil imunohistokimia akan negatif

dengan antibodi primer V3.Hal ini memberi petunjuk bahwa antibodi V3 bisa

digunakan untuk deteksi penggunaan vaksin V3 kalau ayam tidak terkena

infeksi. Jika ayam terkena infeksi maka imunohistokimia dengan V3akannegatif.Hasil ini sama atau konsisten pada pemeriksaan organ lain,

yaitu timus.Sedangkan pada limpa tidak demikian, karena pada pemeriksaan limpa kelompok V3I dengan antibodi primer V3, didapatkan hasil 50% reaksi


(56)

38

Berbagai strain vaksin yang digunakan pada penelitian ini belum dapat didiagnosa secara spesifik secara serologi dan imunohistokimia.Secara serologi, penggunaan kit ELISABiochek adalah umum digunakan untuk semua kasus IBD, dimana antigen yang dipakai tidak dijabarkan adanya antigen strain vaksin tertentu.Secara imunohistokimia, pada penelitian kali ini digunakan antibodi primer dari satu strain vaksin saja, yaitu vaksin V3.Sementara vaksin V2 dan V1tidak digunakan, sehingga hasil pemeriksaan

hanya mewakili untuk 1 strain vaksin tersebut.

Antibodi primer V3 dan I pada penelitian ini adalah poliklonal

antibodi.Penggunaan antibodi primer berupa poliklonal antibodi untuk melakukan diagnosa secara imunohistokimia bisamenimbulkan cross-reactivity(Zola, 1987). Hal ini berarti adanya reaksi antibodi dengan antigen yang berbeda-beda atau tidak secara spesifik, terutama untuk epitop-epitop yang mirip.Hal inilah yang menjadi masalah terbesar dalam penggunaan poliklonal antibodi.Dalam hal ini, monoklonal antibodi bisa digunakan untuk ikatan antigen-antibodi yang lebih spesifik.

Gambar 13 Skema perbedaan poliklonal dan monoklonal antibodi dalam hal menimbulkan cross-reactivity (Zola, 1987).

Mengingat adanya perbedaan yang besar pada reaksi antigen-antibodi pada poliklonal dan monoklonal antibodi, maka penggunaan monoklonal sangatlah penting untuk kepentingan diagnosa. Akan tetapi karena proses pembuatan yang lebih panjang, maka pemakaian poliklonal antibodi bisa digunakan tetapi tidak spesifik pada strain tertentu.

Diagnosa infeksi virus tantang dan vaksinasi IBD bisa dilak ukan dengan monoklonal antibodi dengan klon spesifik pada VP2. VP2


(57)

39 hypervariable region mengandung epitop netralisasi, yang penting untuk karakterisasi strain IBD. Sebagai contoh pada vvIBD, yang dinyatakan oleh asam amino alanine, leucine dan isoleucine pada posisi 222,256 dan 294 (Paula et al., 2004). Sementara itu Minta et al. (2005) mengatakan bahwa asam amino VP2 posisi 206 – 353 adalah merupakan area penting neutralizing site pada IBDV, yang dinamakan VP2-variable domain (vVP2).

Organ-organ yang diperiksa pada penelitian kali ini yaitu bursa Fabricius, limpa, seka tonsil, timus dan proventrikulus.Hal ini dimaksudkan untuk melacak penyebaran antigen pada organ-organ limfoid.Ini mengingat virus IBD memiliki target yaitu organ-organlimfoid (Saif, 2003).Sementara itu Maganja et al. (2002) menambahkan bahwa dengan menginvestigasi beberapa organ limfoid yang berbeda dan pada waktu yang berbeda, dapat dipelajari beberapa periode infeksi /tahap infeksi pada berbagai organ.Maganja et al. (2002) dalam hal ini menggunakan5 macam organ, yaitu bursa Fabricius, seka tonsil, timus, limpa dan leukosit. Sedangkan teknik yang digunakan adalah dengan RT-PCR.Sama halnya dengan Juranova (2001), dalam penelitiannya terhadap patogenesitas isolat virus IBD di Czech menggunakan organ bursa Fabricius, timus dan limpa sebagai organ standar diagnostik IBD.

Hasil penelitian Maganja et al. (2002) menunjukkan bahwa pada hari 1 sampai hari ke 22 pada bursa Fabricius didapatkan hasil positif dengan gel elektroforesis (RT-PCR).Sedangkan timus, limpa dan seka tonsil hanya sampa hari ke 10 saja.Pada leukosit ditemukan hasil positif pada hari ke 8 saja.Jadi keberadaan RNA virus IBD yang dideteksi dengan gel elektroforesis paling lama ada pada bursa Fabricius.

Hasil penelitianJuranova et al. (2001) terhadap bursa Fabricius, timus dan limpa menunjukkan bahwa dengan virus tantang Czech ada peningkatan berat relatif bursa dan timus (P<0,05).Pada limpa tidak ada peningkatan signifikan.Dengan demikian bisa dikatakan bahwa untuk investigasi dengan index organ, bursa Fabricius dan timus sangat penting untuk diperiksa.


(58)

40

Moura et al. (2007), yang telah melakukan penelitian aplikasi vaksin in ovo dan ditantang dengan virus IBD, organ yang diambil untuk diperiksa adalahbursa Fabricius. Demikian juga Babiker (2008a dan 2008b), dalam penelitiannya untuk investigasi virus IBD di Sudan dan mengevaluasi vaksin-vaksin komersial IBD terhadap virus IBD Sudan, mereka menggunakan bursa Fabricius saja untuk membuat preparat histopatologi.Hamoud et al. (2007) melakukan penelitian deteksi virus IBDdengan imunohistokimia dan PCR, dan organ yang diambil untuk diperiksa imunohistokimia dan PCR hanya bursa Fabricius saja.

Pada penelitian kali ini diambil berbagai macam organ supaya bisa dilihat penyebaran antigen di berbagai organ limfoid.Organ limfoid utama yang harus diperiksa yaitu bursa Fabricius, timus dan limpa.Sedangkan seka tonsil dan proventrikulus merupakan organ tambahan (Juranova et al., 2001).

Dalam kondisi keterbatasan maka diagnosa IBD bisa secara cepat diambil organ bursa Fabriciussaja.Hal ini mengingat dengan RT-PCR didapatkan hasil keberadaan RNA virus IBD paling lama pada bursa Fabricius. Selain itu, secara index organ juga signifikan, ditambah lagi secara imunohistokimia paling mudah diwarnai/diamati dibanding organ lain seperti limpa atau proventrikulus.

Proventrikulus bukan merupakan organ limfoid, tetapi diperiksa imunohistokimia. Pantin-Jackwood dan Brown (2003) melaporkan bahwa virus IBD merupakan salah satu penyebab proventrikulitis. Viremia maupun replikasi virus IBD membuat sel limfosit B terkumpul di proventrikulus. Mereka melaporkan bahwa 9 dari 28 kasus proventrikulitis dideteksi IBDV pada 6 hari pasca infeksi. Pada penelitian kali ini hasil reaksi positif imunohistokimia pada proventrikulus cukup banyak, hampir 50%. Hasil ini mirip dengan penelitian Pantin-Jackwood dan Brown (2003), yaitu 9 dari 28 (sekitar 32%). Lebih lanjut Jackwood dan Brown melaporkan bahwa strain virus yang menyebabkan proventrikulitis ini antara lain adalah STC, GLS dan varian A.


(59)

41 Berdasarkanprogram vaksinasi IBD dan infeksi eksperimental pada penelitian kali ini dapat ditarik beberapa hal yang bisa diaplikasikan di lapangan. Pertama yaitu bahwa vaksinasi strain W2512 dan D78 yang dilanjutkan dengan infeksi eksperimental dapat didiagnosa pada 8 hari pasca infeksi secara imunohistokimia. Imunohistokimia bisa dilakukanbaik dengan antibodi primer virus vaksin ataupun virus tantang. Kedua yaitu bahwa vaksinasi strain 228E dan infeksi eksperimental dapat didiagnosa 8 hari pasca infeksi. Hasil imunohistokimia akan bereaksi positif hanya dengan antibodi primer virus tantang.


(60)

(61)

43

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pelaksanaan vaksinasi IBD di hatchery dan umur 13 hari yang dikaji tidak menunjukkan perbedaan titer antibodi hingga umur 29 hari. 2. Infeksi eksperimental IBD menggunakan virus IBD strain Kediri

tidak menunjukkan perbedaan titer antibodi pada 8 hari pasca infeksi. 3. Vaksinasi dengan strain W2512atau228E dan dilanjutkan dengan

infeksi IBD menyebabkan bursa Fabricius lebih besar dibandingkan hasil vaksinasi, sedangkan vaksinasi dengan strain D78yang diikuti dengan infeksi IBD menyebabkan bursa Fabricius lebih kecil dibandingkan dengan hasil vaksinasi.

4. Vaksinasi strain W2512 dan D78 yang diikuti infeksi IBD pada broiler secara imunohistokimiabereaksi positif/ditemukan antigen pada 8 hari pasca infeksi. Imunohistokimia bisa dengan menggunakan antibodiprimer virus tantang dan 228E. Vaksinasi dengan strain 228Eyang diikuti infeksi akan bereaksi negatif dengan antibodi primer 228E.

Saran

1. Penggunaan vaksin pada broiler, terutama vaksin D78 memberikan

index bursa Fabricius yang mengecil pada ayam yang terinfeksi. Sedangkan dengan vaksinW2512 dan 228E menghasilkan bursa Fabricius membesar pada ayam terinfeksi.Oleh karena itu, pelaksanaan vaksinasi pada broiler perlu memperhatikan virus tantangyang bisa menginfeksi, titer maternal antibodi dan waktu yang tepat untuk melakukan vaksinasi.


(1)

50

2. Ayam divaksin

Gambar A dan B : Reaksi positif IHK pada ayam yang divaksin V1, IHK dengan

antibodi primer vaksin V3 (A) dan antibodi primer virus I (B).Gambar C

dan D : Reaksi positif IHK pada ayam yang divaksin V2, IHK dengan

antibodi primer vaksin V3 (C) dan antibodi primer virus I (D).Gambar E

dan F : Reaksi positif IHK pada ayam yang divaksin V3, IHK dengan

antibodi primer vaksin V3 (E) dan antibodi primer virus I (F). Anak panah

menunjuk pada antigen yang ditandai dengan warna coklat dari kromogen DAB.

A

B

C

D

E

F

40 µm

40 µm

40 µm

40 µm

40 µm


(2)

51

3. Persilangan : ayam divaksin dan ditantang

Gambar A dan B :Reaksi positif dari ayam yang divaksin strain V1 dan ditantang, IHK

dengan antibodi primer vaksin V3 (A) dan antibodi primer virus I

(B).Gambar C dan D : reaksi positif dari ayam yang divaksin strain V2 dan

ditantang, kemudian IHK dengan antibodi primer vaksin V3 (C)dan antibodi

primer virus I (D).Gambar E dan F : Reaksi negative dari ayam yang divaksin strain V3 dan ditantang, kemudian IHK dengan antibodiprimer

vaksin V3 (E) dan antibodi primer virus I (F). Anak panah menunjuk pada

antigen yang ditandai dengan warna coklat dari kromogen DAB.

A

B

C

D

E

40 µm

F

40 µm

40 µm 40 µm


(3)

52

Lampiran 2: Perhitungan EID50 (Rumus Reed and Muench)

PD =

PD = = = 0,48

EP 50 = - Log dilution > 50% + PD = - Log 10-9 + 0,48

= 9,48

EP 50 = - Log EID 50 EID 50 = 109,48

Titer = 109,48/0,1 ml inokulum Titer = 109,48/1 ml inokulum

Dosis infeksi 105, maka diencerkan 10-4

I NI Cum I Cum NI % I

10-5 5 0 25 0 25/25 = 100%

10-6 5 0 20 0 20/20 = 100%

10-7 5 0 15 0 15/15 = 100%

10-8 5 0 10 0 10/10 = 100%

10-9 3 2 5 2 5/7 =71,4 %


(4)

53

Lampiran 3: Perhitungan Statistik Titer Elisa

Anova Umur 21 hari

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 39404.945 13134.982 0.22 0.8789

Error 24 1408121.733 58671.739

Corrected Total 27 1447526.679

INTERPRETASI :

H0 : semua perlakuan dalam model tidak berpengaruh nyata terhadap respon H1 : ada perlakuan dalam model yang berpengaruh nyata terhadap respon p-value > alpha (0.05) maka terima Ho, artinya semua perlakuan dalam model tidak berpengaruh nyata terhadap respon

Anova Umur 29 hari

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 7 97142.9990 13877.5713 0.75 0.6338

Error 41 761554.5939 18574.5023

Corrected Total 48 858697.5929

INTERPRETASI :

H0 : semua perlakuan dalam model tidak berpengaruh nyata terhadap respon H1 : ada perlakuan dalam model yang berpengaruh nyata terhadap respon p-value > alpha (0.05) maka terima Ho, artinya semua perlakuan dalam model tidak berpengaruh nyata terhadap respon.


(5)

54

Lampiran 4: Perhitungan Statistik Index Bursa.

ANOVA Index Bursa

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between

Groups

4,900 7 ,700 1,823 ,109

Within Groups 15,359 40 ,384

Total 20,259 47

Karena F > Sig pada alpha (0.05) maka ada perlakuan dalam model yang berpengaruh nyata terhadap respon.

Selanjutnya dilakukan Uji Duncan sebagai berikut :

Index Bursa

Duncana,b

Kelompok N

Subset for alpha = 0.05

1 2

V3NI 5 ,900

V2I 4 1,300 1,300

V1NI 10 1,620 1,620

V2NI 5 1,640 1,640

I 5 1,760

V3I 5 1,840

V1I 10 1,900

NI 4 2,075

Sig. ,081 ,083

Duncan grup a :V3NI

Duncan grup b : I, V3I, V1I, NI Duncan grup ab :V2I, V1NI, V2NI


(6)

Lampiran 5 : Baseline Titer Vaksinasi IBD pada Broiler (Biochek)

Tipe Vaksin

Contoh Vaksin

Titer Rerata

(35-40 hari)

Titer

suspect

infeksi

Intermediate, sampai 2x aplikasi

Bursine-2 2500 - 6500 >9000

D78, Cevac Gumbo L, Avipro precise, Bursine + 2500 - 8000 >10000

Gallivc IBD 3000 - 9000 >11000

Intermediate, 3x aplikasi Bursine-2 4000 - 7500 >10000

Intermediate plus, 1x aplikasi

228E, Bursa plus 6000 - 10000 >14000

Cevac IBD L, Vladimir Inst. BG 6000 - 12000 >14000

Abic MB 6000 - 14000 >16000

Intermediate plus, 2x aplikasi 228E 8000 - 14000 > 16000

Immune Complex Transmune IBD 5000 - 14000

Vektor rekombinan Vaxxitek HVT 500 - 2000 >4000