Wilodati, 2016 PRAKTIK POLA ASUH AYAH DALAM MEMBINA KARAKTER ANAK DI LINGKUNGAN KELUARGA
TENAGA KERJA WANITA
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pola asuh di lingkungan keluarga yang antara lain bertujuan membina karakter anak, seharusnya dilakukan bersama-sama oleh ayah dan ibu. Walaupun
pada umumnya, pengasuhan seorang anak di lingkungan keluarga lebih banyak dilakukan oleh ibu. Namun dalam kenyataannya, di lingkungan keluarga dimana
sang ibu berprofesi sebagai Tenaga Kerja Wanita TKW di luar negeri dengan kontrak kerja dua tahun dan sesudahnya bisa diperpanjang lagi, tanggung jawab
pengasuhan seorang anak beralih sepenuhnya kepada ayah. Pengasuhan anak di lingkungan keluarga, harus terus berlangsung, meskipun tanpa kehadiran seorang
ibu. Dalam konteks inilah, berbagai permasalahan mungkin saja timbul, misalnya mampukah ayah bertindak sebagai pengasuh anak tanpa kehadiran ibu; dapatkah
ayah menjalankan perannya sebagai pembina karakter anak-anaknya selama ibu tidak ada di rumah; dan sebagainya.
Ketidakhadiran ibu dalam kurun waktu tertentu, mengharuskan ayah bertanggungjawab terhadap seluruh proses pengasuhan anak-anaknya, yang
berkaitan erat dengan pembinaan karakter mereka. Pembinaan karakter anak harus dilakukan secara berkesinambungan, dan prosesnya di awali di lingkungan
keluarga sebagai peletak dasar kepribadian anak. Hal ini berarti, bahwa proses pembinaan karakter dalam diri anak tidak boleh terhenti dengan alasan apapun.
Penelitian yang dilakukan oleh Septi Purwindarini, Rulita Hendriyani, dan Sri Maryati Deliana di tahun 2014, antara lain menyatakan bahwa keterlibatan ayah
dalam pengasuhan, memberikan dampak positif pada seluruh aspek perkembangan anak, yaitu kognitif, intelektual, dan pencapaian prestasi, emosi, sosial, peran
jenis, moral dan penurunan perkembangan anak yang negatif. Hal ini berarti, penggunaan tipologi pola asuh ayah yang tepat, diharapkan akan menunjang
munculnya karakter baik dalam diri anak. Dewasa ini, fenomena wanita yang sudah menikah bekerja sudah umum
terjadi. Sebagaimana pendapat Reynolds dalam Damayanti dan Setiawan 2011,
Wilodati, 2016 PRAKTIK POLA ASUH AYAH DALAM MEMBINA KARAKTER ANAK DI LINGKUNGAN KELUARGA
TENAGA KERJA WANITA
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
hlm.3, yang menyatakan ada dua alasan pokok yang melatarbelakangi keterlibatan wanita yang sudah menikah untuk bekerja, yaitu :
1. “harus”, yang merefleksikan kondisi ekonomi rumah tangga yang bersangkutan rendah sehingga bekerja untuk meringankan beban rumah
tangga adalah penting, di mana dalam hal ini pendapatan kepala keluarga atau kepala rumah tangga suami yang belum mencukupi. Wanita pada
golongan pertama ini adalah umumnya berasal dari masyarakat yang status sosial ekonominya rendah.
2. “memilih untuk bekerja”, yang merefleksikan kondisi sosial ekonomi pada tingkat menengah ke atas. Pendapatan kepala rumah tangga suami
sudah dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehingga masuknya wanita pada angkatan kerja semata-mata bukan karena tekanan
ekonomi. Keterlibatan mereka karena motivasi tertentu, seperti mencari kesibukan untuk mengisi waktu luang, mencari kepuasan diri atau
mencari tambahan penghasilan. Oleh karena itu semakin rendah tingkat sosial ekonomi masyarakat, maka tingkat partisipasi angkatan kerja
wanita cenderung makin meningkat juga.
Di Indonesia, fenomena ibu bekerja terutama ke luar negeri, lebih banyak dilatarbelakangi oleh alasan yang pertama, yaitu untuk meringankan
beban rumah tangga. Terlebih-lebih saat terjadinya krisis moneter di tahun 1997 lalu. Begitu banyak penduduk yang kehilangan mata pencaharian, termasuk para
ayah yang berperan sebagai kepala keluarga. Meningkatnya angka pengangguran di Indonesia pada saat itu, merupakan salah satu contoh dampak krisis terhadap
kehidupan di masyarakat, yang akhirnya berakibat kepada peningkatan jumlah penduduk miskin di Indonesia sebagaimana pendapat Tarmidi 1998, hlm. 18
berikut ini : Sebagai dampak dari krisis ekonomi yang berkepanjangan ini, pada
Oktober 1998 ini jumlah keluarga miskin diperkirakan meningkat menjadi 7,5 juta, sehingga perlu dilancarkan program-program untuk menunjang
mereka yang dikenal sebagai
social safety net
. Meningkatnya jumlah penduduk miskin tidak terlepas dari jatuhnya nilai tukar rupiah yang tajam,
yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antara penghasilan yang berkurang karena PHK atau naik sedikit dengan pengeluaran yang
meningkat tajam karena tingkat inflasi yang tinggi, sehingga bila nilai tukar rupiah bisa dikembalikan ke nilai nyatanya maka biaya besar yang
dibutuhkan untuk
social safety net
ini bisa dikurangi secara drastis. Krisis moneter yang diikuti krisis ekonomi di negara Indonesia sejak Juli
1997 lalu, seolah lebih memicu keinginan para ibu rumah tangga untuk ikut terjun mencari nafkah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan keluarganya sebagai
Wilodati, 2016 PRAKTIK POLA ASUH AYAH DALAM MEMBINA KARAKTER ANAK DI LINGKUNGAN KELUARGA
TENAGA KERJA WANITA
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri. Dan fenomena ini berlangsung secara terus menerus hingga sekarang.
Keterbatasan kehadiran ibu atau bahkan ketidakhadirannya selama kurun waktu tertentu di lingkungan keluarga, sedikit banyak akan merubah pola
gambaran tradisional tentang peran laki-laki dan wanita dalam kehidupan keluarga, seperti yang dikemukakan oleh Supartiningsih 2003, hlm. 43 sebagai
berikut : Latar belakang munculnya wilayah domestik dan publik ditenggarai
bersumber dari pembagian kerja yang didasarkan pada jenis kelamin yang secara populer dikenal dengan istilah gender. Pembagian kerja gender
tradisional
gender base division of labour
menempatkan pembagian kerja, perempuan di rumah sektor domestik dan laki-laki bekerja di luar
rumah sektor publik. Hal ini akhirnya akan berimbas juga terhadap perubahan sejumlah fungsi
di lingkungan keluarga, sebagaimana tampak dalam pernyataan Soelaeman 1994, hlm. 33 tentang perbedaan fungsi-fungsi keluarga dulu dan sekarang, berikut ini:
Keluarga yang pada umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anak, mempunyai peran masing-masing yang jelas dan pasti dan merupakan satu kesatuan
yang utuh. Keluarga pula yang berkewajiban mendidik dan mengasuh secara langsung anak-anak mereka, melalui partisipasi dalam kehidupan
keluarga itu. Di masa itu, keluarga menjadi sebuah sistem tunggal yang punya peran besar termasuk penentu semua keputusan yang menyangkut
kepentingan para anggotanya. Hubungan kekerabatan masih erat dan kuat. Nilai masyarakat atau adat istiadat diturunkan melalui keluarga.
Lambat laun sistem industri memasuki keluarga. Fungsi-fungsi keluarga menurun dan memudar maknanya bagi para anggota keluarga
yang bersangkutan.
Keluarga adalah tempat pertama dan utama dalam kehidupan anak, yang berperan dalam meletakkan dasar-dasar kepribadiannya. Seiring dengan hal ini,
Bennett dalam Megawangi 2004, hlm. 63 menyatakan bahwa : “
The biological, psychological, and educational well-being of our children depend on the well-being of the family...The family is the original and
most effective Departement of Health, Education and Welfare. If it fails to teach honesty, courage, desire for excellence, and a host of basic skills, it
is exceedingly difficult for any other agency to make up its
failures”“Kesejahteraan fisik, psikis, dan pendidikan anak-anak kita sangat tergantung pada sejahtera tidaknya keluarga ... Keluarga adalah
tempat yang paling awal dan efektif [menjalankan fungsi] Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan. Apabila keluarga gagal untuk
Wilodati, 2016 PRAKTIK POLA ASUH AYAH DALAM MEMBINA KARAKTER ANAK DI LINGKUNGAN KELUARGA
TENAGA KERJA WANITA
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
menjalankan kejujuran, semangat, keinginan untuk menjadi terbaik, dan kemampuan-kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagi lembaga-
lembaga lain untuk memperbaiki kegagalan- kegagalannya”.
Di Desa Sindangmulya Kecamatan Kutawaluya Kabupaten Karawang, lokasi dimana penelitian ini dilaksanakan, terdapat sekitar 100 orang ibu rumah
tangga yang berprofesi sebagai TKW ke Saudi Arabia dengan kontrak kerja selama dua tahun dan dapat diperpanjang lagi sesudahnya Hal ini mengakibatkan
terjadinya diferensiasi peran dalam keluarga tersebut, karena sejumlah peran penting ibu terutama sebagai pengasuh dan pembina karakter anak-anaknya akan
beralih sementara waktu kepada sang ayah, saat ibu tidak ada di rumah. Keluarga diyakini merupakan lembaga pertama dan utama dalam
kehidupan anak yang merupakan peletak dasar karakterkepribadiannya. Pola asuh yang diterapkan orang tua di lingkungan keluarga merupakan salah satu faktor
penting dalam pembinaan karakter anak, agar dapat menjadi anak yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur.
Hal ini sesuai dengan proses perhatian dalam Pendidikan Umum, sebagaimana yang dikemukakan oleh Sumantri 2006, hlm.1 berikut ini :
Pendidikan Umum didasarkan pada upaya pengembangan individu dalam skala yang lebih luas, tidak saja menyangkut pengembangan intelektual,
tetapi meliputi emosi, sosial, dan moral peserta didik. Tentunya, upaya pengembangan individu dalam skala yang lebih luas ini harus dilakukan
juga oleh orang tua dalam membina karakter anak-anaknya di dalam keluarga, sebagai lingkungan pendidikan informal.
Menyimak berbagai hasil penelitian yang ada, masih sangat sedikit yang menyoroti tentang
”Praktik Pola Asuh Orang Tua di lingkungan keluarga TKW”, terutama yang berkaitan dengan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dalam
hal ini ayah dalam membina karakter anak-anaknya. Sejauhmana ayah mampu berperan sebagai pencari nafkah, sekaligus sebagai penanggung jawab dan
pelaksana utama pengasuhan anak di lingkungan keluarga selama ibu tidak ada di rumah; tipologi pola asuh apa yang diterapkan oleh ayah, terutama dalam upaya
membina karakter anak selama ibu tidak ada di rumah; apakah penggunaan tipologi pola asuh yang berbeda, akan mengakibatkan perbedaan karakter dalam
diri anak atau tidak; bagaimana intensitas ayah dengan anak, serta anak dengan anak di lingkungan keluarga tersebut; serta adakah keterlibatan pihak lain dalam
Wilodati, 2016 PRAKTIK POLA ASUH AYAH DALAM MEMBINA KARAKTER ANAK DI LINGKUNGAN KELUARGA
TENAGA KERJA WANITA
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
upaya pengasuhan dan pembinaan karakter anak di lingkungan keluarga ini, serta sejauhmana perannya dalam pembinaan karakter anak di lingkungan keluarga
TKW yang menjadi fokus penelitian ini. Berlatarbelakangkan fenomena ini, amatlah menarik bagi penulis untuk
meneliti, “Praktik Pola Asuh Ayah dalam Membina Karakter Anak di Lingkungan
Keluarga Tenaga Kerja Wanita”, yang merupakan Studi Kasus pada Keluarga TKW di Desa Sindangmulya Kecamatan Kutawaluya Kabupaten Karawang.
1.2. Rumusan Masalah Penelitian