Tanggung Jawab Perusahaan Angkutan Barang Terhadap Barang Kiriman Menurut Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Studi Pada Perusahaan Angkutan CV. Sempurna)

(1)

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAAN ANGKUTAN BARANG TERHADAP BARANG KIRIMAN MENURUT UU NO. 22 TAHUN 2009

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN (Studi Pada Perusahaan Angkutan CV. Sempurna)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Dan Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh : 060200086 KHAIRUNNISA

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN BARANG TERHADAP BARANG KIRIMAN MENURUT UU NO. 22 TAHUN 2009

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN (Studi Pada Perusahaan Angkutan CV. SEMPURNA)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas akhir dan diajukan sebagai persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

NIM. 060200086

KHAIRUNNISA

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

NIP. 19620421 198803 1 004

Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S.

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Hasim Purba, S.H., M.Hum.

NIP. 19660303 198508 1 001 NIP. 19680128 199403 2 001

Puspa Melati Hasibuan, S.H., M. Hum.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

KATA PENGANTAR iii

ABSTRAKSI v

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Perumusan Masalah 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 8

D. Keaslian Penelitian 9

E. Tinjauan Kepustakaan 10

F. Metode Penelitian 14

G. Sostematika Penulisan 16

BAB II : TINJAUAN MENGENAI HUKUM PENGANGKUTAN BARANG

A. Sejarah Hukum Pengangkutan 19

B. Pengangkutan dan Peranannya Dalam Perekonomian 34 C. Pelaksanaan Pengangkutan Barang Di CV. Sempurna 37

BAB III : PENGATURAN TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM ANGKUTAN BARANG

A. Dasar Hukum Angkutan Barang 42

B. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Angkutan Barang 51 C. Tanggung Jawab CV. Sempurna Selaku Pengangkut Dalam

Angkutan Barang 56

BAB IV : TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN BARANG TERHADAP BARANG KIRIMAN MENURUT UU NO. 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN


(4)

A. Bentuk-Bentuk Kerugian 64

B. Mekanisme Pembayaran Ganti Rugi 67

C. Pengecualian Tanggung Jawab Atas Tuntutan Ganti Rugi 71

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 74

B. Saran 75

DAFTAR PUSTAKA 76


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur selalu dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala kemurahan dan rahmat-Nya yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat mengikuti perkuliahan dan dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi ini disusun guna melengkapi dan memenuhi tugas-tugas dan syarat-syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara, dimana hal tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan perkuliahannya. Adapun judul skripsi yang penulis kemukakan

“Tanggung Jawab Perusahaan Angkutan Barang Terhadap Barang Kiriman Menurut Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Studi Pada Perusahaan Angkutan CV. Sempurna)”. Penulis telah mencurahkan segenap hati, pikiran, dan kerja keras dalam penyusunan skripsi ini. Namun penulis menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangannya, baik isi maupun kalimatnya.

Di dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(6)

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan I, Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM selaku Pembantu Dekan II, Bapak Muhammad Husni, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello S.H., M.S., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Hasim Purba SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan arahan, waktu dan banyak masukan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Puspa Melati SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan, waktu dan banyak masukan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh Staff Pengajar dan Pegawai Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan membuka sebuah cakrawala berfikir yang baru bagi kita semua yang membacanya.

Medan, Maret 2010

Penulis iv


(7)

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN BARANG TERHADAP BARANG KIRIMAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN

2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN (STUDI PADA PERUSAHAAN ANGKUTAN CV. SEMPURNA)

Khairunnisa1 Hasim Purba2 Puspa Melati3

1

Mahasiswa Fakultas Hukum USU

2

Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU

3

Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum USU

v ABSTRAKSI

Pengangkutan barang dan penumpang di Indonesia meliputi darat, laut dan udara. Hal ini dikarenakan geografis Indonesia terdiri atas beribu pulau baik yang besar, sedang maupun kecil. Dengan adanya barang-barang dan penumpang yang memerlukan angkutan, maka tidak sedikit terdapat pengusaha-pengusaha ataupun perusahaan-perusahaan jasa angkutan di ketiga jalur transportasi tersebut. Apabila pengangkut telah melaksanakan kewajibannya menyelenggarakan pengangkutan barang atau penumpang, pengangkut telah terikat pada konsekuensi-konsuekensi yang harus dipikul oleh pengangkut barang atau tanggung jawab terhadap penumpang dan muatan yang diangkutnya. Dengan demikian, berarti pengangkut berkewajiban menanggung segala kerugian yang diderita oleh penumpang atau barang yang diangkutnya tersebut

Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif-empiris, dalam penelitian empiris dilakukan untuk memperoleh data primer, yaitu dengan melakukan wawancara dengan pimpinan CV. SEMPURNA, sedangkan penelitian hukum normatif, dilakukan melalui kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan skripsi.

Bentuk kerugian dalam pengiriman barang apabila terjadi keterlambatan, kehilangan, kerusakan pada barang. Dan jika terjadi kerugian-kerugian tersebut pihak pengangkut akan mengganti dan bertanggung jawab atas barang-barang yang diangkutnya dari tempat penyimpanan barang sampai dengan tempat tujuan. Kerugian tersebut akan diganti apabila terbukti barang tersebut rusak dikarenakan kelalaian dari pihak pengangkut akan tetapi apabila kerugian tersebut dikarenakan barang yang diangkut telah rusak atau tidak sempurnanya pembungkusan yang telah diketahui oleh pihak pengirim barang, maka barang tersebut tidak tanggung jawab pihak pengangkut.

Kata Kunci : Tanggung Jawab

Perusahaan Angkutan Barang Barang Kiriman


(8)

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN BARANG TERHADAP BARANG KIRIMAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN

2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN (STUDI PADA PERUSAHAAN ANGKUTAN CV. SEMPURNA)

Khairunnisa1 Hasim Purba2 Puspa Melati3

1

Mahasiswa Fakultas Hukum USU

2

Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU

3

Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum USU

v ABSTRAKSI

Pengangkutan barang dan penumpang di Indonesia meliputi darat, laut dan udara. Hal ini dikarenakan geografis Indonesia terdiri atas beribu pulau baik yang besar, sedang maupun kecil. Dengan adanya barang-barang dan penumpang yang memerlukan angkutan, maka tidak sedikit terdapat pengusaha-pengusaha ataupun perusahaan-perusahaan jasa angkutan di ketiga jalur transportasi tersebut. Apabila pengangkut telah melaksanakan kewajibannya menyelenggarakan pengangkutan barang atau penumpang, pengangkut telah terikat pada konsekuensi-konsuekensi yang harus dipikul oleh pengangkut barang atau tanggung jawab terhadap penumpang dan muatan yang diangkutnya. Dengan demikian, berarti pengangkut berkewajiban menanggung segala kerugian yang diderita oleh penumpang atau barang yang diangkutnya tersebut

Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif-empiris, dalam penelitian empiris dilakukan untuk memperoleh data primer, yaitu dengan melakukan wawancara dengan pimpinan CV. SEMPURNA, sedangkan penelitian hukum normatif, dilakukan melalui kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan skripsi.

Bentuk kerugian dalam pengiriman barang apabila terjadi keterlambatan, kehilangan, kerusakan pada barang. Dan jika terjadi kerugian-kerugian tersebut pihak pengangkut akan mengganti dan bertanggung jawab atas barang-barang yang diangkutnya dari tempat penyimpanan barang sampai dengan tempat tujuan. Kerugian tersebut akan diganti apabila terbukti barang tersebut rusak dikarenakan kelalaian dari pihak pengangkut akan tetapi apabila kerugian tersebut dikarenakan barang yang diangkut telah rusak atau tidak sempurnanya pembungkusan yang telah diketahui oleh pihak pengirim barang, maka barang tersebut tidak tanggung jawab pihak pengangkut.

Kata Kunci : Tanggung Jawab

Perusahaan Angkutan Barang Barang Kiriman


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengangkutan sebagai proses, yaitu serangkaian perbuatan mulai dari pemuatan ke dalam alat pengangkut, kemudian dibawa menuju ke tempat yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan. Pengangkutan sebagai perjanjian, pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapi selalu didukung oleh dokumen angkutan yang membuktikan bahwa perjanjian suda h terjadi. Pengangkutan sebagai proses merupakan sistem hukum yang mempunyai unsur-unsur sistem, yaitu :4

1) subjek (pelaku) hukum pengangkutan, yaitu pihak-pihak dalam perjanjian dan pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan.

2) status pelaku hukum pengangkutan, khususnya pengangkut selalu berstatus perusahaan badan hukum atau bukan badan hukum.

3) objek hukum pengangkutan, yaitu proses penyelenggaraan pengangkutan. 4) peristiwa hukum pengangkutan, yaitu proses penyelenggaraan pengangkutan. 5) hubungan hukum pengangkutan, yaitu hubungan kewajiban dan hak antara

pihak-pihak dan mereka yang berkepentingan dengan pengangkutan.

Pengangkutan barang dan penumpang di Indonesia meliputi darat, laut dan udara. Hal ini dikarenakan geografis Indonesia terdiri atas beribu pulau baik yang besar, sedang maupun kecil. Jadi untuk urusan angkutan barang di dalam negeri saja ketiga jalur lalu lintas transportasi tersebut cukup ramai, mengingat jumlah

4

Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga Cetakan Ke III , Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal. 12.


(10)

penduduk bangsa Indonesia yang hampir dua ratus jiwa tersebar di sebagian besar Kepulauan Nusantara ini. Dengan adanya barang-barang dan penumpang yang memerlukan angkutan, maka tidak sedikit terdapat pengusaha-pengusaha ataupun perusahaan-perusahaan jasa angkutan di ketiga jalur transportasi tersebut.5

Usaha transportasi ini bukan hanya berupa gerakan barang dan orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara dan kondisi yang statis, akan tetapi transportasi itu selalu diusahakan perbaikan dan kemajuannya sesuai dengan perkembangan peradaban dan teknologi. Dengan demikian transportasi itu selalu diusahakan perbaikan dan peningkatannya, sehingga akan tercapai efisiensinya yang lebih baik. Ini berarti bahwa orang akan selalu berusaha mencapai efisiensi transportasi ini sehingga pengangkutan barang dan orang itu akan memakan waktu yang secepat mungkin dan dengan pengeluaran biaya yang sekecil mungkin. Pada dasarnya, pengangkutan atau pemindahan penumpang dan barang dengan transportasi ini adalah dengan maksud untuk dapat mencapai ke tempat tujuan dan menciptakan/menaikkan utilitas (kegunaan) dari barang yang diangkut. Utilitas yang dapat diciptakan oleh transportasi atau pengangkutan tersebut, khususnya untuk barang yang diangkut, pada dasarnya ada dua macam, yaitu :

6

1) utilitas tempat (place utility), yaitu kenaikan/tambahan nilai ekonomi atau nilai kegunaan daripada suatu komoditi yang diciptakan dengan mengangkutnya dari suatu tempat/daerah dimana barang tersebut mempunyai kegunaan lebih besar.

2) utilitas waktu (time utility), yaitu transportasi akan menyebabkan terciptanya kesanggupan daripada barang untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan menyediakan barang yang bersangkutan yaitu tidak hanya dimana mereka dibutuhkan, tetapi juga pada waktu bilamana mereka diperlukan.

5

Soegijatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang Dan Penumpang, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal. v.

6

Rustian Kamaludin, Ekonomi Transportasi, Penerbit Ghalia Indonesia, Padang, 1986, hal. 11.


(11)

Peranan pengangkutan dalam dunia perdagangan bersifat mutlak. Sebab tanpa pengangkutan perusahaan tidak mungkin dapat berjalan. Barang-barang yang dihasilkan produsen oleh produsen atau pabrik-pabrik dapat sampai di tangan pedagang atau pengusaha hanya dengan jalan pengangkutan, dan seterusnya dari pedagang atau pengusaha kepada konsumen juga harus menggunakan jasa pengangkutan. Pengangkutan di sini dapat dilakukan oleh orang, kendaraan yang ditarik oleh binatang, kendaraan bermotor, kereta api, kapal laut, kapal sungai, pesawat udara, dan lain-lain.7 Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba di tempat tujuan dengan selamat dan meningkatkan nilai guna bagi penumpang ataupun barang yang diangkut. Tiba di tempat tujuan artinya proses pemindahan dari suatu tempat ke tempat tujuan berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan sesuai dengan waktu yang direncanakan.8

Dengan adanya pengangkutan ini secara langsung juga akan berpengaruh terhadap perlindungan hukum bagi pihak pengirim barang yang menggunakan sarana angkutan tersebut karena bila penyelenggaraan pengangkutan tidak selamat akan terjadi dua hal, yaitu barangnya sampai di tempat tujuan tidak ada (musnah) atau ada, tetapi rusak, sebagian atau seluruhnya. Barang yang tidak ada mungkin disebabkan karena terbakar, tenggelam, dicuri orang, dibuang di laut, dan lain-lain. Barang rusak sebagian atau seluruhnya, meskipun barangnya ada, tetapi tidak dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Kalau barang muatan tidak ada atau

7

H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, 3, Hukum Pengangkutan, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1995, hal. 1.

8

Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga Cetakan Ke IV, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal. 16.


(12)

ada, tetapi rusak, menjadi tanggung jawab pengangkut, artinya pengangkut harus membayar ganti kerugian terhadap barang yang musnah atau rusak tersebut.9

Dalam perjanjian pengangkutan terkait dua pihak, yaitu pengangkut dan pengirim barang dan atau penumpang. Jika tercapai kesepakatan diantara para pihak, maka pada saat itu lahirlah perjanjian pengangkutan. Apabila pengangkut telah melaksanakan kewajibannya menyelenggarakan pengangkutan barang atau penumpang, pengangkut telah terikat pada konsekuensi-konsuekensi yang harus dipikul oleh pengangkut barang atau tanggung jawab terhadap penumpang dan muatan yang diangkutnya. Dari kewajiban itu timbul tanggung jawab pengangkut, maka segala sesuatu yang mengganggu keselamatan penumpang atau barang menjadi tanggung jawab pengangkut. Dengan demikian, berarti pengangkut berkewajiban menanggung segala kerugian yang diderita oleh penumpang atau barang yang diangkutnya tersebut.10

Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.

11

9

Ibid., hal. 34.

10

Ridwan Khairandy., Pengantar Hukum Dagang, Penerbit FH UII Press, Yogyakarta, 2006, hal. 184.

11

H.M.N Purwosutjipto, Op. cit., hal. 2.

Pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Dikatakan sangat vital karena didasari oleh berbagai faktor, baik geografis maupun kebutuhan yang tidak dihindari dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Secara


(13)

geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas beribu-ribu pulau besar dan kecil berupa daratan serta sebagian besar perairan yang terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau. Kenyataan ini mengakibatkan kebutuhan pengangkutan di Indonesia makin meningkat sesuai dengan lajunya pembangunan fisik ataupun psikis serta perkembangan penduduk Indonesia yang terbesar di seluruh pulau yang diselingi laut. Keadaan ini menjadi pendorong dan alasan pembangunan hukum dan pengangkutan modern dengan menggunakan alat pengangkut modern yang digerakkan secara mekanik.

Lancarnya pengangkutan berarti mendekatkan jarak antara kota dan desa, dan ini akan memberi dampak bahwa untuk bekerja di kota tidak harus pindah ke kota. Arus pengangkutan dan informasi timbal balik yang cukup lancar dan cepat antara kota dan desa akan memperdekat jarak antara kota dan desa.12 Dan dalam dunia perdagangan soal angkutan juga memegang peranan sangat penting tidak hanya sebagai alat fisik, alat yang harus membawa barang-barang yang diperdagangkan dari produsen ke konsumen, tetapi juga sebagai alat penentu harga dari barang-barang tersebut. Karena itu bagi kepentingan pedagangannya, tiap-tiap pedagang selalu akan berusaha mendapatkan frekuensi angkutan yang kontinue dan tinggi dengan biaya angkutan yang rendah. Untuk semua ini diperlukan peraturan-peraturan lalu lintas baik di darat, di laut maupun di udara.13

Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak, yaitu pengirim dan pengangkut sama tinggi, tidak seperti dalam perjanjian perburuhan, dimana para pihak tidak sama tinggi, yakni majikan mempunyai kedudukan lebih tinggi

12

Abdulkadir Muhammad, Cetakan Ke IV, Op. cit., hal. 34.

13

Achmad Ihsan, Hukum Dagang, Lembaga Perserikatan, Surat-Surat Berharga, Aturan-Aturan Angkutan, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, hal. 404.


(14)

daripada buruh. Dalam melaksanakan perjanjian pengangkutan itu, hubungan kerja antara pengirim dengan pengangkut tidak terus-menerus, tetapi hanya kadang kala, kalau pengirim dengan pengangkut tidak terus-menerus, tetapi hanya kadang kala, kalau pengirim membutuhkan pengangkutan untuk mengirim barang. Hubungan semacam ini disebut pelayanan berkala, sebab pelayanan itu tidak bersifat tetap, hanya kadang kala saja, bila pengirim membutuhkan pengangkutan.14 Pengangkut dapat mengadakan penawaran yang ditujukan kepada umum, bahwasanya dia bersedia untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dengan jarak tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu pula. Pengangkut tidak mempunyai hak retensi terhadap barang-barang angkutan, yaitu hak untuk menahan barang-barang angkutan bila penerima menolak untuk membayar uang angkutan. Pasal 493 ayat (1) KUHD berbunyi: ”Dengan tak mengurangi ketentuan ayat (2) pasal ini, gunakan menjamin uang angkutan dan sumbangan avarygrosse, tak berhaklah si pengangkut menahan barang angkutan yang diangkutnya. Setiap janji yang bertentangan dengan ini adalah batal.” dari bunyi pasal ini jelas bahwa pengangkut tidak mempunyai hak retensi.15

Pengusahaan angkutan menghasilkan produk yang berupa jasa, yang jumlahnya dihitung menurut ton-km atau ton-mil dan penumpang-km atau penumpang-mil. Sehubungan dengan itu, maka tarif angkutan adalah merupakan harga yaitu harga (uang) yang harus dibayarkan oleh para pemakai jasa angkutan. Jasa angkutan dihitung per ton-km dan penumpang-km, namun pembayaran harga untuk jasa angkutan yang digunakan adalah dihitung sebagai satu keseluruhan jasa

14

H.M.N Purwosutjipto, Op. cit., hal. 7.

15


(15)

angkutan dari tempat asal ke tempat tujuannya. Ditinjau dalam hubungan tarif angkutan dan sifat pelayanan jasanya, maka perusahaan atau usaha angkutan dan sifat pelayanan jasanya, maka perusahaan atau usaha angkutan dapat dikelompokkan dalam dua golongan besar, yaitu:16

1) common carrier, adalah perusahaan atau usaha angkutan umum yang

menetukan tarif angkutannya dengan suatu daftar tarif tertentu, beroperasi atau melayani pemakainya pada waktu-waktu tertentu dan pada trayek-trayek yang telah ditetapkan.

2) contract carrier, adalah perusahaan atau usaha angkutan yang memberikan

pelayanan jasanya bila diperlukan, sewanya atau tarifnya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan supply dan demand secara langsung serta beroperasi pada trayek-trayek yang diperlukan oleh para pemakai dan yang bersedia dilayani oleh perusahaan angkutan yang bersangkutan.

Judul skripsi ini merupakan judul yang sangat menarik untuk dibahas. Kelalaian dari pada pengusaha pengangkutan dapat mengakibatkan kerugian pada pihak lain (pengirim) yang berakibat menjadi terlambatnya sampai ketempat tujuan. Adapun yang menjadi alasan penulis dalam memilih judul di atas adalah sebagai berikut :

1. bahwa sepengetahuan penulis judul skripsi ini belum pernah dibahas sebelumnya dan penulis menganggap bahwa pembahasan ini sangat penting bagi para pengirim barang.

2. terhadap keselamatan barang yang diangkut yang menuntut pertanggung jawaban pihak pengangkut. Persoalan ini tentunya memerlukan penyelesaian pula berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (selanjutnya disebut dengan UULLAJ).

16


(16)

Hal inilah yang mendorong penulis untuk memilih judul yang telah disebutkan sebelumnya. Penulis merasa tertarik untuk mencoba mencari tahu usaha-usaha yang dilakukan pengusaha pengangkutan dalam mengurangi tanggung jawab kerugian yang ditimbulkan akibat pengangkutan barang serta bagaimana mengatasinya.

B. Perumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk kerugian dalam pengiriman barang pada CV. Sempurna? 2. Bagaimana mekanisme pembayaran ganti rugi pada CV. Sempurna?

3. Apa saja bentuk tanggung jawab yang dikecualikan dari tuntutan ganti rugi pada CV. Sempurna?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bentuk-bentik kerugian dalam pengiriman barang pada CV. Sempurna.

2. Untuk mengetahui mekanisme pembayaran ganti rugi yang dilakukan CV. Sempurna.

3. Untuk mengetahui bentuk tanggung jawab yang dikecualikan dari tuntutan ganti rugi pada CV. Sempurna.


(17)

2. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat penulisan skripsi ini adalah:

1. Secara teoritis, untuk menambah pengetahuan penulis tentang pelaksanaan dan penyelenggaraan pengangkutan barang melaui jalan raya dan apa saja yang menjadi tanggung jawab dalam pelaksanaan pengangkutan barang.

2. Secara praktis, untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran juridis terhadap pertanggungjawaban pengangkutan barang.

D. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian skripsi ini benar merupakan hasil dari pemikiran penulis dengan mengambil panduan dari buku-buku, dan sumber lain yang berkaitan dengan judul dari skripsi penulis, ditambah sumber riset dari lapangan di CV. Sempurna. Dalam kesempatan ini penulis akan membahas tentang ”Tanggung Jawab Perusahaan Pengangkutan Barang Terhadap Barang Kiriman Menurut Undang-undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan”.

Dalam penulisan ini yang ditekankan yaitu bagaimana proses tanggung jawab dan penyelesaian kerugian yang diderita oleh pihak pengirim barang yang disebabkan oleh pihak pengangkut. Penulisan ini disusun berkaitan dengan Hukum Perdata, Hukum Dagang, Hukum Pengangkutan serta Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai tanggung jawab perusahaan pengangkutan terhadap barang kiriman serta penyelesaian yang dilakukan pihak pengangkut terhadap barang kirimannya apabila terjadi kerugian.


(18)

E. Tinjauan Kepustakaan

Adapun arti Hukum Pengangkutan bila ditinjau dari segi keperdataan, dapat kita tunjuk sebagai keseluruhannya peraturan-peraturan, di dalam dan di luar kodifikasi (KUH Perdata, KUHD) yang berdasarkan atas dan bertujuan untuk mengatur hubungan-hubungan hukum yang terbit karena keperluan pemindahan barang-barang dan/atau orang-orang dari suatu kelain tempat untuk memenuhi perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian-perjanjian tertentu, termasuk juga perjanjian-perjanjian untuk memberikan perantaraan mendapatkan.17

Dalam pelaksanaan pengangkutan terlebih dahulu dilakukan perjanjian pengangkutan agar lebih mudah mengetahui pihak mana yang bertanggungjawab apabila terjadi masalah dan resiko yang ditanggung. Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.18

Pengusaha pengangkutan adalah perusahaan yang mengusahakan pekerjaannya untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dengan kendaraan umum keseluruhan dari tempat barang itu dimuat atau diterima dari tangan pengirim (pemilik) barang diangkut sampai tujuan dengan bertanggung jawab sepenuhnya dengan memperhitungkan biaya pengangkutan.19

17

Sution Usman Adji, dkk, Hukum Pengangkutan Di Indonesia, Jakarta, 1991, hal. 5.

18

Abdulkadir Muhammad, Cetakan ke IV, Op. cit., hal. 46.

19

Soegijatna Tjakranegara, Op. cit., hal. 74.

Ekspeditur adalah orang yang pekerjaannya menjadi tukang menyuruhkan kepada orang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan barang-barang dagangan dan lainnya, melalui


(19)

daratan ataupun perairan.20 Adapun persamaan antara ekspeditur dengan pengusaha angkutan ialah bahwa mereka dua-duanya memberikan perantaraan dalam hal pengangkutan barang-barang antara pengirim dan penerima, yaitu meliputi jarak dari tempat keberangkatan hingga sampai tempat tujuan, akan tetapi dan di sini mulai tampak perbedaan dalam fungsinya masing-masing. Ekspeditur mencarikan pengangkut bagi pengirim, biasanya dengan bertindak atas nama sendiri. Jadi biasanya ekspeditur tidak mengadakan perjanjian pengangkutan antara dia dengan pengirim. Ia mempertemukan pengiriman dengan pengangkut yang ia pilih dengan atau tidak dengan persetujuan pengirim.21 Adapun yang dimaksud dengan perseroan komanditer atau yang lebih populer dengan istilah ”CV” yang selengkapnya berbunyi ”Commanditaire Vennootschap” adalah perseroan dengan uang setoran uang dibentuk oleh satu atau lebih anggota aktif yang bertanggung jawab secara renteng di satu pihak dengan satu atau lebih orang lain sebagai pelepas uang di lain pihak.22

Barang angkutan adalah barang-barang yang diangkut oleh pihak pengangkut yang diberikan oleh pihak pengirim.23 Barang muatan adalah barang yang sah dan dilindungi oleh undang-undang. Dalam pengertian barang yang sah termasuk juga hewan.24

20

Pasal 86 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

21

Sution Usman Adji, dkk, Op. cit., hal. 14.

22

Sentosa Sembiring, Hukum Dagang Edisi Revisi Cetakan Ketiga, Bandung, 2008, hal. 44.

23

Mr. E. Suherman, Tanggung Jawab Pengangkutan Dalam Hukum Udara Indonesia, N.V Eresco I, Bandung, 1962, hal. 12.

24

Abdulkadir Muhammad, Cetakan Ke III, Op. cit., hal. 60.


(20)

barang-barang angkutan, yaitu hak untuk menahan barang-barang angkutan bila penerima menolak untuk membayar uang angkutan.25

Pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan barang dan atas dasar itu dia berhak memperoleh pelayanan pengangkutan barang dari pengangkut.

26

Barang tersebut diserahterimakan kepada penerima yang mana alamatnya tercantum dalam surat angkutan sebagai pihak ketiga yang turut serta bertanggung jawab atas penerimaan barang samapi tempat tujuan.27 Tanggung Jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu (kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, diperkarakan, dan sebagainya).28 Dalam hal penerima adalah pihak ketiga yang berkepentingan, penerima bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan tetapi tergolong juga sebagai subjek hukum pengangkutan. Penerima juga adalah pihak yang memperoleh kuasa (hak) untuk menerima barang yang dikirimkan kepadanya.29

Surat muatan barang adalah surat pengantar biasa yang ditujukan kepada pengangkut agar barang-barang yang disertakan dengan surat muatan itu disampaikan kepada penerima. Bilamana surat muatan itu sudah diterima oleh pengangkut beserta barang-barangnya dan pengangkut menaruh tanda tangan beserta barang-barangnya dan pengangkut menaruh tanda tangan beserta cap

25

H.M.N Purwosutjipto, Op. cit., hal. 11.

26

Abdulkadir Muhammad, Cetakan Ke IV, Op. cit., hal. 72.

27

Soegijatna Tjakranegara, Op. cit., hal. 67.

28

Erhans A, Audi C, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Penerbit Indah, Surabaya, 1995, hal. 237.

29


(21)

jabatannya dalam surat muatan itu, maka surat muatan itu sekarang merupakan tanda bukti adanya perjanjian pengangkutan.30

Kendaraan menurut Pasal 1 Undang-undang No. 22 Tahun 2009 adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan

tidak bermotor. Truk adalah sebuah

barang, disebut juga sebagai mobil barang. Dalam bentuk yang kecil mobil barang disebut sebagai pick-up, sedangkan bentuk lebih besar dengan 3 sumbu, 1 di depan dan tandem di belakang disebut sebagai truk tronton, sedang yang digunakan untuk angkutan trailer.31 Pengertian Laik jalan di dalam penjelasan Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah persyaratan minimum kondisi suatu kendaraan yang harus dipenuhi agar terjaminnya keselamatan dan mencegah terjadinya pencemaran udara dan kebisingan lingkungan pada waktu dioperasikan di jalan.32

Pengguna jasa adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan, baik angkutan orang maupun barang.

Sedangkan undang yang baru yaitu Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tidak ada dijelaskan pengertian laik jalan.

33

30

H.M.N Purwosutjipto, Op. cit., hal. 31.

Prasana angkutan adalah fasilitas yang diperlukan untuk menunjang kelancaran dan

31

32

Penjelasan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

33

C.S.T Kansil, Cristine S.T Kansil, Disiplin Berlalu Lintas Di Jalan Raya, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal. 13.


(22)

keselamatan penggunaan sarana angkutan dalam penyelenggaraan angkutan.34 Menurut Abdulkadir Muhammad, terminal adalah ”prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan penumpang dan/atau barang serta mengatur kedatangan dan keberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan transportasi”. Sedangkan menurut Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jala, terminal adalah ”pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang serta perpindahan moda angkutan”.35 Terminal di tempat-tempat tertentu berfungsi pokok sebagai pelayanan umum antara lain berupa :36

1. tempat untuk naik dan turun penumpang dan/atau muat bongkar barang; 2. untuk pengendalian lalu lintas dan angkutan kendaraan umum;

3. tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif-empiris yaitu dengan pengumpulan data yang berkaitan dengan permasalahan yang kemudian mengadakan analisa terhadap masalah yang dihadapi tersebut. Metode penelitian hukum normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau data skunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer, skunder dan tertier. Pada penelitian hukum empiris maka yang diteliti pada awalnya adalah data skunder

34

Abdulkadir Muhammad, Cetakan Ke III, Op. cit., hal. 77.

35

Pasal 1 ayat (13) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

36


(23)

untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat.37

a. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat dan disahkan oleh pihak yang berwenang, yaitu Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kantor CV. Sempurna, Jalan Sunggal No 147 Medan.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian normatif-empiris, dalam penelitian empiris, dilakukan untuk memperoleh data primer, yaitu dengan melakukan wawancara dengan pimpinan CV. Sempurna. Sedangkan penelitian hukum normatif dilakukan melalui kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan skripsi ini.

3. Sumber Data

Di dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan data primer dan data skunder. Metode pengumpulan data primer adalah dengan melakukan wawancara dengan pimpinan CV. Sempurna tersebut.

Pengumpulan data skunder dibagi tiga, yaitu:

b. Bahan hukum skunder, bahan hukum yang menunjang bahan hukum primer seperti pendapat ahli hukum.

37

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1986, hal. 52.


(24)

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan skunder seperti kamus besar bahasa Indonesia.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Library Research (Studi Kepustakaan) yaitu mempelajari dan menganalisa

secara sistematika buku-buku, peraturan perundang-undangan, catatan kuliah dan sumber lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

b. Field Research (Studi Lapangan) yaitu penelitian yang dilakukan secara

langsung ke lapangan, perolehan data ini dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan pimpinan CV. Sempurna sebagai perusahaan pengangkutan. 5. Analisis Data

Analisis data dalam penulisan ini digunakan data kualitatif, yaitu suatu analisis data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat sehingga diperoleh gambaran yang jelas yang berhubungan dengan skripsi ini dalam hal hasil dari wawancara terhadap pihak CV. Sempurna.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terbagi ke dalam bab-bab yang menguraikan permasalahannya secara tersendiri, di dalam suatu konteks yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Penulis membuat sistematika dengan membagi pembahasan keseluruhan ke dalam lima bab terperinci adapun bagiannya, yaitu :


(25)

Pada bab I memuat tentang bab pendahuluan, penulis menguraikan tentang hal yang bersifat umum serta alasan pemilihan judul, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, dan metode penelitian. Sebagai penutup bab ini diakhiri dengan memberikan sistematika penulisan dari skripsi ini.

Pada bab II memuat tentang tinjauan mengenai hukum pengangkutan barang, di bab ini terdapat sub bab mengenai sejarah hukum pengangkutan dan membahas mengenai sejarah angkutan umum serta pihak-pihak yang terkait dalam pengangkutan dan objek hukum pengangkutan, di bab II ini selanjutnya membahas sub bab mengenai pengangkutan dalam perekonomian dan yang terakhir dalam sub bab ini mengenai pelaksanaan pengangkutan barang di CV. Sempurna.

Pada bab III memuat tentang pengaturan tanggung jawab para pihak dalam angkutan barang, di dalam bab ini terdapat beberapa sub bab, yaitu sub bab yang membahas tentang dasar hukum angkutan barang, sub bab hak dan kewajiban para pihak dimana terdapat hak-hak pengirim barang dan hak-hak pengangkut serta kewajiban pengirim barang dan kewajiban pengangkut, dan sub yang terakhir di bab ini adalah apa saja tanggung jawab CV. Sempurna selaku pengangkut dalam angkutan barang.

Pada bab IV memuat mengenai tanggung jawab perusahaan angkutan barang terhadap barang kiriman menurut Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Dalam bab ini terdapat sub bab yang membahas tentang bentuk-bentuk kerugian, sub bab mengenai mekanisme


(26)

pembayaran ganti rugi dan yang terakhir dalam bab ini sub bab mengenai pengecualian tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi.

Pada bab V ini merupakan bab terakhir dari isi skripsi ini. Pada bagian ini, penulis mengemukakan kesimpulan dan saran yang didapat sewaktu penulis mengerjakan skripsi ini mulai dari awal hingga pada akhirnya.

Demikianlah gambaran ringkas dari seluruh isi skripsi ini. Sebagai pelengkap dari skripsi ini, pada bagian akhir akan penulis sertakan lampiran yang dianggap perlu dan yang ada hubungannya dengan skripsi penulis.


(27)

BAB II

TINJAUAN MENGENAI HUKUM PENGANGKUTAN BARANG

A. Sejarah Hukum Pengangkutan

Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling sederhana (tradisional) sampai kepada taraf kehidupan manusia yang modern senantiasa didukung oleh kegiatan pengangkutan. Bahkan salah satu barometer penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan dan perkembangan kegiatan maupun teknologi yang dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan.38

Istilah ”Pengangkutan” berasal dari kata ”angkut” yang berarti ”mengangkut dan membawa”, sedangkan istilah ”pengangkutan” dapat diartikan sebagai ”pembawaan barang-barang atau orang-orang (penumpang)”.39

Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.

Menurut H.M.N Purwosutjipto :

40

38

Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Di Laut, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hal. 3.

39

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Diolah Kembali oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen P dan K, PN. Balai Pustaka, Jakarta, 1976, hal. 97.

40

H.M.N Purwosutjipto, Op. cit., hal. 2.

19


(28)

Selanjutnya Abdulkadir Muhammad menguraikan istilah ”pengangkutan” dengan mengatakan bahwa pengangkutan meliputi tiga dimensi pokok yaitu : ”pengangkutan sebagai usaha (business); pengangkutan sebagai perjanjian (agreement); dan pengangkutan sebagai proses (process)”.41

Sedangkan pengangkutan sebagai perjanjian (agreement), pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapi selalu didukung oleh dokumen angkutan. Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat tertulis yang disebut carter

(charterparty). Jadi perjanjian pengangkutan pada umumnya diadakan secara

lisan, yang didukung oleh dokumen yang membuktikan bahwa perjanjian itu sudah terjadi. Menurut Hasim Purba di dalam bukunya ”Hukum Pengangkutan Di Laut”, pengangkutan adalah ”kegiatan pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain baik melalui angkutan darat, angkutan perairan maupun angkutan udara dengan menggunakan alat angkutan. Jadi pengangkutan itu berupa suatu wujud kegiatan dengan maksud memindahkan barang-barang atau penumpang (orang) dari tempat asal ke suatu tempat tujuan tertentu”.42

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, warisan Pemerintah Hindia-Belanda dahulu yang hingga sekarang masih berlaku, diberikan tempat yang sangat banyak untuk mengatur hukum pengangkutan menyeberang laut (Buku ke II Titel ke V mengenai penyediaan dan pemuatan kapal-kapal –

vervrachting en bevrachting van schepen; Titel ke VA tentang pengangkutan

barang-barang; Titel ke VB tentang pengangkut an orang-orang. Keadaan pengaturan hukum pengangkutan di darat secara sumir di dalam Kitab

41

Abdulkadir Muhammad, Cetakan Ke III, Op. cit., hal. 12.

42


(29)

Undang Hukum Dagang itu disebabkan karena dahulu kala memang lebih-lebih terjadi pengangkutan barang-barang dan orang-orang menyeberang laut daripada melewati darat.43

Ide awal penyediaan pengangkutan publik – khususnya di darat – sebenarnya telah dimulai sekitar 300 tahun yang lalu, ketika Pascal (Perancis) mulai mengoperasikan gerbong untuk penumpang yang ditarik kuda di Kota Paris pada tahun 1662. Pada awalnya, penyediaan kereta ini tidak dipungut biaya, namun pada perkembangannya kemudian mulai dikenakan biaya. Revolusi industri yang berkembang di Eropa (Perancis dan Inggris) telah membuat perkembangan kota yang sedemikian pesat, yang memunculkan adanya pemisahan zona industri (tempat bekerja) dan zona permukiman (rumah), sehingga timbul apa yang disebut dengan fenomena urban sprawl, yakni fenomena bergeraknya area permukiman kelas menengah ke atas ke daerah sub-urban, menjauhi kawasan CBD (Central Business District) yang terjadi di Inggris pada tahun 1750. Fenomena lain adalah adanya arus commuting atau komuter.

Jam puncak (peak hour) juga timbul akibat adanya penumpukan arus pagi (berangkat untuk bekerja) dan arus sore (pulang), dan timbulnya efek-efek kongesti, seperti kemacetan dan kesemrawutan. Inggris mulai mengenalkan sistem transportasi massa pertamanya, yakni dengan munculnya Omni Bus oleh George I. Sejarah Angkutan Umum

I.1. Era Omni Bus

43

R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid II, Bagian Pertama, Hukum Pengangkutan Di Darat, Penerbit Rajawali, Jakarta, 1981, hal. 8.


(30)

Shillibeer di kota London pada 1829.44 Omni Bus adalah kendaraan mirip gerbong beroda besar dengan pintu masuk di belakang. Jumlah kursinya 18 hingga 20 yang ditata sejajar dan berhadap-hadapan. Model Omni Bus ini kemudian menyebar ke kota besar lain, seperti New York dan Paris pada tahun 1830-an. Pada tahun yang sama, George Stephenson meluncurkan kereta api uap yang pertama di Inggris dengan rute Liverpool – Manchester. Perkembangan omni bus berikutnya adalah omni bus susun (double decker). Omni bus inilah embrio pertama lahirnya bus bermotor seperti yang dikenal sekarang.45

Era jalan rel dimulai pada saat jalan tanah yang ada dirasakan mulai cepat rusak dan memperlambat aksesibilitas kereta kuda, sehingga muncul pemikiran untuk membuat jalan khusus di atas tanah yang mulanya dibuat dari kayu. Namun karena bahan kayu juga cepat rusak, maka digantikan dengan besi/rel. Kereta yang berjalan di atas rel masih tetap ditarik dengan kuda, sehingga dikenal dengan nama Horse Train Street Cars, yang diperkenalkan di New York pada 1832. Karena pada saat itu loko uap dilarang masuk area kota, maka angkutan ini cepat populer di dalam kota, bahkan di Inggris (1860).

I.2. Era Jalan Rel (1830 – 1920)

46

Keunggulan tram ini adalah lebih nyaman, lebih besar dan dapat mengangkut penumpang dengan jumlah banyak. Kecepatan rata-ratanya 7 km/jam. Era ini juga telah mengenal sistem

tanggal 20 Januari 2010, Jam 21.16 wib.

46


(31)

pengelolaan oleh pihak-pihak swasta dalam bentuk perusahaan dan mulai terdapat persaingan ketat, khususnya pada persinggungan rute yang sama. Era berikutnya adalah kereta kabel (cable cars), yakni dengan adanya kabel di tengah rel yang ditarik dengan mesin uap, yang mulai diperkenalkan di San Fransisco pada tahun 1873. Kereta ini berkapasitas lebih besar, bahkan dapat menarik 3 (tiga) kereta dalam satu rangkaian. Biaya operasi juga rendah, meskipun investasi awalnya lebih mahal. Pada tahun 1850 juga telah dikenal dengan adanya rapid transit

dengan jalur terpisah dari jalan, bahkan tidak sebidang. Inggris pada tahun 1863 juga mulai membuka jalur Metropolitan Railway, yakni jalur kereta bawah tanah dengan tenaga uap, dengan jalur Farringdon Street ke Bishop, Paddington. Lima tahun kemudian (1868) Amerika Serikat membuat jaringan kereta uap yang melayang (elevated) di New York. Kereta rel (tram) listrik pertama hadir di Chicago pada tahun 1883 dan di Toronto pada tahun 1885. Energi listrik diambilkan dari tiang yang menempel di bawah kabel yang digantung di sepanjang rel. Kecepatan rata-rata mencapai 16 km/jam. Pada 1888 kereta listrik telah dibuat dengan sistem Multiple Unit Train Control atau Kontrol Unit Berganda. Sepuluh tahun berikutnya, kereta listrik mulai dibuat di bawah tanah di Boston (AS) dan New York (1904). Kelebihan kereta listrik adalah pada sifatnya yang tidak polutif, jaringan yang lebih luas serta cocok untuk kondisi kota yang kongestif.47

47


(32)

I.3. Era Bus dan Trolley Bus (1920 – now)

Era bus dan bus troli kembali hadir pada 1920. Banyak pertanyaan muncul, ketika era kereta telah sedemikian hebat, mengapa bus kembali populer pada awal abad 20? Hal ini disebabkan adanya Perang Dunia I, di mana banyak sarana rel yang dialokasikan untuk kebutuhan peperangan, krisis finansial akibat perang, serta booming mobil pribadi, sehingga angkutan massa dengan rel (yang membutuhkan investasi dan pemeliharaan mahal) menjadi terpuruk. Angkutan dengan bus kemudian hadir karena dirasa lebih efisien dengan biaya investasi yang relatif murah.48 Pada awalnya muncul bus bermotor di New York pada 1905, lalu berlanjut dengan adanya sistem feeder bus ke tram (1912). Tahun berikutnya (1920) hadir armada bus dengan posisi mesin di depan dan dengan pintu yang dapat diatur oleh pengemudi. Hingga tahun 30-an, bus berkembang sangat pesat.49 Bahkan di tahun 1939, tipikal bus telah berkembang menjadi lebih kuat, efiien, bermesin diesel, hingga persneling otomatis. Perkembangan berikutnya adalah bus tingkat (double decker) dengan konfigurasi mirip bus tidak bertingkat. Model yang cukup populer pada masa itu (1958) adalah Leyland Atlantean. Inovasi lain adalah trolley bus, yakni kombinasi antara bus dan tram. Disebut trolley karena bus dilengkapi dengan 2 (dua) tiang untuk mengambil listrik dari kabel yang tergantung di atas.50

Melihat perkembangan sejarah angkutan umum seperti yang telah dipaparkan di atas, terlihat bahwa angkutan umum muncul karena efek kongesti

48

Ibid.

50

Diakses tanggal 20 Januari 2010,


(33)

lalu lintas, yang bila diaktualisasikan di masa sekarang dapat berupa 5 (lima) penyakit transportasi, yakni kemacetan, kesemrawutan, polusi (udara dan kebisingan), kecelakaan dan biaya tinggi. Kini, di negara-negara maju, angkutan umum menjadi bagian tak terpisahkan dari konsep pengembangan tata perkotaan yang pesat. Angkutan umum menjadi salah satu high priority dan kebutuhan penting dalam skema urban grand design, karena mereka telah belajar dari pengalaman di tahun 20-an ketika booming mobil pribadi telah meluluhlantakkan aksesibilitas dan lalu lintas masyarakat, yang pada akhirnya akan berefek pada

high social cost berupa kerugian-kerugian akibat hilangnya waktu perjalanan

akibat kemacetan, polusi udara, kebisingan, turunnya produktivitas, timbulnya stres dan lain-lainnya.51

II. Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Pengangkutan

Yang dimaksud dengan pihak-pihak dalam pengangkutan adalah para subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan. Mengenai siapa saja yang menjadi pihak-pihak dalam pengangkutan ada beberapa pendapat yang dikemukakan para ahli antara lain ; Wihoho Soedjono menjelaskan bahwa di dalam pengangkutan di laut terutama mengenai pengangkutan di laut terutama mengenai pengangkutan barang, maka perlu diperhatikan adanya tiga unsur yaitu pihak pengirim barang, pihak penerima barang dan barangnya itu sendiri.52

51

Loc. cit.

52


(34)

Menurut H.M.N Purwosutjipto, pihak-pihak dalam pengangkutan yaitu pengangkut dan pengirim. Pengangkut adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Lawan dari pihak pengangkut ialah pengirim yaitu pihak yang mengikatkan dari untuk membayar uang angkutan, dimaksudkan juga ia memberikan muatan.53 Menurut Abdulkadir Muhammad, subjek hukum pengangkutan adalah ”pendukung kewajiban dan hak dalam hubungan hukum pengangkutan, yaitu pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam proses perjanjian sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan”.54 Mereka itu adalah pengangkut, pengirim, penumpang, penerima, ekspeditur, agen perjalanan, pengusaha muat bongkar, dan pengusaha pergudangan. Subjek hukum pengangkutan dapat berstatus badan hukum, persekutuan bukan badan hukum, dan perseorangan.55

a. Pengangkut (Carrier)

Dalam perjanjian pengangkutan barang, pihak pengangkut yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan, barang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif angkutan sesuai yang telah diperjanjikan.56

53

Ibid.,

54

Abdulkadir Muhammad, Cetakan Ke IV, Op. cit., hal. 59.

55

Abdulkadir Muhammad, Cetakan Ke III, Op. cit., hal. 45.

56

Hasim Purba,Op. cit., hal 12.

Dalam perjanjian pengangkutan penumpang, pihak pengangkut yakni pihak yang


(35)

berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan.57

b. Pengirim ( Consigner, Shipper)

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Indonesia tidak mengatur definisi pengirim secara umum. Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar pengangkutan barang dan atas dasar itu dia berhak memperoleh pelayanan pengangkutan barang dari pengangkut. Dalam bahasa Inggris, pengirim disebut

consigner, khusus pada pengangkutan perairan pengangkut disebut shipper.58

c. Penumpang (Passanger)

Penumpang adalah pihak yang berhak mendapatkan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berkewajiban untuk membayar tarif (ongkos) angkutan sesuai yang ditetapkan.59 Menurut perjanjian pengangkutan, penumpang mempunyai dua status, yaitu sebagai subjek karena dia adalah pihak dalam perjanjian dan sebagai objek karena dia adalah muatan yang diangkut.60

57

Ibid., hal. 13.

58

Abdulkadir Muhammad, Cetakan Ke IV, Op. cit., hal. 72.

59

Hasim Purba, Loc. cit.

60

Abdulkadir Muhammad, Cetakan Ke IV, Op. cit., hal. 71.

Kenyataan menunjukkan bahwa anak-anak dapat membuat perjanjian pengangkutan menurut kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Berdasarkan kebiasaan, anak-anak mengadakan perjanjian pengangkutan itu sudah mendapat restu dari pihak orang tua tau walinya. Berdasarkan kebiasaan itu juga pihak pegangkut sudah memaklumi hal


(36)

tersebut. Jadi yang bertanggung jawab adalah orang tua atau wali yang mewakili anak-anak itu. Hal ini bukan menyimpangi undang-undang, bahkan sesuai dengan undang-undang dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.61

d. Penerima (Consignee)

Pihak penerima barang yakni sama dengan pihak pengirim dalam hal pihak pengirim dan penerima adalah merupakan subjek yang berbeda. Namun adakalanya pihak pengirim barang juga adalah sebagai pihak yang menerima barang yang diangkut di tempat tujuan.62 Dalam perjanjian pengangkutan, penerima mungkin pengirim sendiri, mungkin juga pihak ketiga yang berkepentingan. Dalam hal penerima adalah pengirim, maka penerima adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan. Dalam penerima adalah pihak ketiga yang berkepentingan, penerima bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan, melainkan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan atas barang kiriman, tetapi tergolong juga sebagai subjek hukum pengangkutan. Adapun kriteria penerima menrut perjanjian, yaitu : 63

1. perusahaan atau perorangan yang memperoleh hak dari pengirim barang;

2. dibuktikan dengan penguasaan dokumen pengangkutan; 3. membayar atau tanpa membayar biaya pengangkutan.

61

Ibid., hal. 72.

62

Hasim Purba, Op. cit., hal. 13.

63


(37)

e. Ekspeditur

Ekspeditur dijumpai dalam perjanjian pengangkutan barang, dalam bahasa Inggris disebut cargo forwarder. Ekspeditur digolongkan sebagai subjek hukum pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengirim atau pengangkut atau penerima barang. Ekspeditur berfungsi sebagai pengantara dalam perjanjian pengangkutan yang bertindak atas nama pengirim.64 Pengusaha transport seperti ekspeditur bekerja dalam lapangan pengangkutan barang-barang namun dalam hal ini ia sendirilah yang bertindak sebagai pihak pengangkut. Hal ini nampak sekali dalam perincian tentang besarnya biaya angkutan yang ditetapkan. Seorang ekspeditur memperhitungkan atas biaya muatan (vrachtloon) dari pihak pengangkut jumlah biaya dan provisi sebagai upah untuk pihaknya sendiri, yang tidak dilakukan oleh pengusaha transport.65 Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui kriteria ekspeditur menurut ketentuan undang-undang, yaitu:66

1. perusahaan pengantara pencari pengangkut barang; 2. bertindak untuk dan atas nama pengirim; dan 3. menerima provisi dari pengirim.

f. Agen Perjalanan ( Travel Agent)

Agen perjalanan (travel agent) dikenal dalam perjanjian pengangkutan penumpang. Agen perjalanan digolongkan sebagai subjek hukum pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengangkut, yaitu

64

Abdulkadir Muhammad, Cetakan Ke III, Op. cit., hal. 52.

65

Achmad Ichsan, Op. cit., hal. 421.

66


(38)

perusahaan pengangkutan penumpang. Agen perjalanan berfungsi sebagai agen (wakil) dalam perjanjian keagenan (agency agreement) yang bertindak untuk dan atas nama pengangkut. Agen perjalanan adalah perusahaan yang kegiatan usahanya mencarikan penumpang bagi perusahaan pengangkutan kereta api, kendaraan umum, kapal, atau pesawat udara.67

1. pihak dalam perjanjian keagenan perjalanan;

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditentukan kriteria agen perjalanan menurut undang-undang, yaitu :

2. bertindak untuk dan atas nama pengangkut;

3. menerima provisi (imbalan jasa) dari pengangkut; dan 4. menjamin penumpang tiba di tempat tujuan dengan selamat.

g. Pengusaha Muat Bongkar (Stevedoring)

Untuk mendukung kelancaran kegiatan angkutan barang dari dan ke suatu pelabuhan, maka kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal mempunyai kedudukan yang penting. Di samping itu keselamatan dan keamanan barang yang dibongkar muat dari dan ke pelabuhan sangat erat kaitannya dengan kegiatan bongkar muat tersebut. Menurut Pasal 1 butir 16 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 pengusaha muat bongkar adalah ”kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang bongkar muat barang dan/atau hewan dari dan ke kapal”.68

67

Abdulkadir Muhammad, Cetakan Ke IV, Op. cit., hal. 86.

68

Hasim Purba, Masalah Dalam Seminar tentang Keberadaan Perusahaan Bongkar Muat dan Usaha Bongkar Muat Yang Diusahakan PT. Pelindo I, tanggal 11 Februari 2010 di Hotel Arya Duta Medan Diselenggarakan oleh PT. Pelindo Medan, hal. 2.

Perusahaan ini memiliki tenaga ahli yang pandai menempatkan barang di dalam ruang kapal yang terbatas itu sesuai dengan sifat barang, ventilasi yang


(39)

diperlukan, dan tidak mudah bergerak/bergeser. Demikian juga ketika membongkar barang dari kapal diperlukan keahlian sehingga barang yang dapat dibongkar dengan mudah, efisien, dan tidak menimbulkan kerusakan.69

Menurut Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 untuk memperoleh izin usaha bongkar muat, wajib memenuhi persyaratan :

70

1. memiliki modal dan peralatan yang cukup sesuai dengan perkembangan teknologi;

2. memiliki tenaga ahli yang sesuai; 3. memiliki akte pendirian perusahaan;

4. memiliki surat keterangan domisili perusahaan; dan 5. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

h. Pengusaha Pergudangan (Warehousing)

Menurut Pasal 1 alinea kedua Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1969, pengusaha pergudangan adalah ”perusahaan yang bergerak di bidang jenis jasa penyimpanan barang di dalam gudang pelabuhan selama barang yang bersangkutan menunggu pemuatan ke dalam kapal atau penunggu pemuatan ke dalam kapal atau menunggu pengeluarannya dari gudang pelabuhan yang berada di bawah pengawasan Dinas Bea dan Cukai”.71

Yang diartikan dengan ”objek” adalah segala sasaran yang digunakan untuk mencapai tujuan. Sasaran tersebut pada pokoknya meliputi barang muatan, alat pengangkut, dan biaya angkutan. Jadi objek hukum pegangkutan adalah barang muatan, alat pengangkut, dan biaya yang digunakan untuk mencapai III. Objek Hukum Pengangkutan

69

Abdulkadir Muhammad, Cetakan Ke IV, Op. cit., hal. 98.

70

Materi Seminar, Op. cit., hal. 6.

71


(40)

tujuan hukum pengangkutan niaga, yaitu terpenuhinya kewajiban dan hak pihak-pihak secara benar, adil, dan bermanfaat.72

a. Barang Muatan (Cargo)

Barang muatan yang dimaksud adalah barang yang sah dan dilindungi oleh Undang-Undang. Dalam pengertian barang yang sah termasuk juga hewan.73 Secara fisik barang muatan dibedakan menjadi 6 golongan, yaitu :74

1) barang berbahaya (bahan-bahan peledak); 2) barang tidak berbahaya;

3) barang cair (minuman); 4) barang berharga;

5) barang curah (beras, semen,minyak mentah); dan 6) barang khusus.

Secara alami barang muatan dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu :75 1) barang padat

2) barang cair 3) barang gas

4) barang rongga (barang-barang elektronik)

Dari jenisnya, barang muatan dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu :76

1) general cargo, adalah jenis barang yang dimuat dengan cara

membungkus dan mengepaknya dalam bentuk unit-unit kecil.

2) bulk cargo, adalah jenis barang yang dimuat dengan cara

mencurahkannya ke dalam kapal atau tanki.

3) homogeneous cargo, adalah barang dalam jumlah besar yang dimuat

dengan cara membungkus dan mengepaknya.

72

Abdulkadir Muhammad, Cetakan Ke III, Op. cit., hal. 59.

73

Ibid., hal. 60.

74

Abdulkadir Muhammad, Cetakan III, Op. cit., hal. 60.

75

Ibid.

76


(41)

b. Alat pengangkut ( Carrier)

Pengangkut adalah pengusaha yang menjalankan perusahaan pengangkutan, memiliki alat pengangkut sendiri, atau menggunakan alat pengangkut milik orang lain dengan perjanjian sewa. Alat pengangkut di atas atas rel disebut kereta api yang dijalankan oleh masinis. Alat pengangkut di darat disebut kendaraan bermotor yang dijalankan oleh supir. Alat pengangkut di perairan disebut kapal yang dijalankan oleh nahkoda. Sedangkan alat pengangkut di udara disebut pesawat udara yang dijalankan oleh pilot. Masinis, supir, nahkoda, dan pilot bukan pengangkut, melainkan karyawan perusahaan pengangkutan berdasarkan perjanjian kerja yang bertindak untuk kepentingan dan atas nama pengangkut.77

c. Biaya pengangkutan (Charge/Expense)

Pemerintah menerapkan tarif yang berorientasi kepada kepentingan dan kemampuan masyarakat luas. Dengan berpedoman pada struktur dan golongan tarif tersebut, perusahaan umum, kereta api, perusahaan angkutan umum, perusahaan laut niaga, dan perusahaan udara niaga menetapkan tarif berorientasi kepada kelangsungan dan pengembangan usaha badan penyelenggara dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan serta perluasan jaringan angkutan.78

Faktor-faktor yang mempengaruhi cost of services atau ongkos menghasilkan jasa yaitu :

79

77

Abdulkadir Muhammad, Cetakan Ke IV, Op. cit., hal. 105.

78

Abdulkadir Muhammad,Cetakan Ke III, Op. cit., hal. 85.

79


(42)

1. jarak yang harus ditempuh dari tempat asal ke tempat tujuannya; 2. volume dan berat daripada muatan barang yang diangkut;

3. resiko dan bahaya dalam pengangkutan, berhubung karena sifat barang yang diangkut, sehingga diperlukan alat-alat service yang spesial; dan

4. ongkos-onkos khusus yang harus dikeluarkan berhubung karena berat dan ukuran barang yang diangkut yang ”luar biasa” sifatnya. Biaya pengangkutan dan biaya yang bersangkutan oleh Undang-undang, yaitu dalam Pasal 1139 sub 7 bsd. Pasal 1147 KUH Perdata dimasukkan dalam hak istimewa (privilege) atas barang-barang tertentu, yaitu atas pendapatan dari barang-barang yang diangkut. Hak istimewa bersifat perikatan (obligator) terbawa karena sifatnya hutang.80 Hak istimewa menurut Pasal 1134 ayat 1 KUH Perdata adalah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.81

Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa pengangkutan pada pokoknya berisikan perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda, maupun mengenai orang-orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi. Dengan pesat kemajuannya diperluaslah pengangkutan benda-benda atau orang-orang itu, tidak saja di darat, melainkan juga menyebrang di samudra dan di udara.

B. Pengangkutan dan Peranannya dalam Perekonomian

82

Pemerintah pada umumnya memandang bahwa bidang transportasi adalah sangat vital untuk kepentingan negara baik dari sudut perekonomian maupun dari

80

R. Soekardono, Op. cit., hal. 52.

81

Pasal 1134 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

82


(43)

sudut-sudut sosial, politik, pemerintahan, pertahanan-keamanan dan sebagainya. Karena itu pemerintah berpendapat bahwa bidang transportasi ini perlu mendapat perhatian dan bantuan, bahkan sering kali pula berpandangan bahwa bagian-bagian yang terpenting di bidang transportasi ini perlu diusahakan oleh pemerintah. Pada waktu yang telah diselenggarakan oleh pemerintah kita melalui badan usaha mlik negara adalah pengangkutan kereta api, pengangkutan udara, pelayaran antar pulau di samping bidang-bidang komunikasi lainnya. Ada banyak pula usaha di bidang transportasi ini yang dimiliki, diselenggarakan, dan diusahakan oleh pihak swasta.83 Seperti diketahui, tujuan ekonomi adalah memenuhi kebutuhan manusia dengan menciptakan manfaat. Pengangkutan adalah satu jenis kegiatan yang menyangkut peningkatan kebutuhan manusia dengan mengubah letak geografi orang maupun barang. Dengan angkutan bahan baku dibawa menuju tempat produksi dan dengan angkutan jugalah hasil produksi dibawa ke pasar. Selain itu, dengan angkutan pula para konsumen datang ke pasar atau tempat pelayanan kebutuhannya seperti ke pasar, rumah sakit, pusat rekreasi, dll.84

Ada tiga faktor ekonomis alasan kenapa pemerintah memiliki dan mengusahakan sendiri upaya transpor ini, yaitu :85

1. kurangnya kapital yang dimiliki oleh pihak swasta, sehingga tidak mampu bergerak dibidang usaha pengangkutan tertentu.

2. adanya pemilihan usaha pada rute-rute tertentu oleh pihak swasta yang secara ekonomis menguntungkan sehingga akan menuju kepada kapasitas yang berlebihan di daerah tertentu.

83

Rustian Kamaluddin, Op. cit., hal. 125

84

Ibid., hal. 25.

85


(44)

3. karena kepemilikan secara swasta menyebabkan terpecah dan tersebarnya penyediaan jasa angkutan secara tidak terkoordinir sehingga tidak terdapat efisiensi dan keterpaduan dalam pelayanannya bagi masyarakat.

Hubungan antara pembangunan ekonomi dengan jasa pengangkutan adalah sangat erat sekali dan saling tergantung satu sama lainnya. Oleh karena itu untuk membangun perekonomian sendiri perlu didukung dengan perbaikan dalam bidang transpor atau pengangkutan ini. Perbaikan dalam transportasi ini pada umumnya berarti akan dapat menghasilkan terciptanya penurunan ongkos pengiriman barang-barang, terdapatnya pengangkutan barang-barang dengan kecepatan lebih besar dan perbaikan dalam kualitas atau sifat daripada jasa-jasa pengangkutan tersebut sendiri.86 Dalam proses pertumbuhan ekonomi,kebutuhan pengangkutan terus meningkat, yang secara umum dapat dilihat dari tiga faktor berikut ini :87

1. bila terjadi peningkatan produksi, maka semakin besarlah volume bahan yang diangkut untuk memenuhi bahan baku produksi dan semakin besar pula hasil produksi diangkut ke konsumen;

2. peningkatan volume mungkin sekali mengandung arti perluasan wilayah sumber bahan baku dan wilayah pemasaran;

3. peningkatan jumlah barang yang dijual akan melipatgandakan pertumbuhan kekhususan, dan peningkatan pendapatan akan menambah keragaman barang yang diminta. Dengan kata lain, peningkatan kegiatan ekonomi mengikutsertakan peningkatan mobilitas. Di pihak lain, pendapatan nasional bergantung pada kemampuan pengangkutan yang memadai, dan peningkatan kegiatan ekonomi membutuhkan sarana gerak atau angkutan.

Pada awalnya infrastrukur seperti transportasi berperan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia. Berbagai aktifitas terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar memerlukan ketersediaan infrastruktur yang baik, sekarang transportasi

86

Ibid, hal. 12.

87

Suwardjoko Warpani, Merencanakan Sistem Perangkutan, Penerbit ITB, Bandung, 1990, hal.22.


(45)

berperan penting dalam mengoakomodasi aktifitas sosial dan ekonomi masyarakat. Peran lain pada tahap ini adalah sebagai fasilitas bagi system produksi dan investasi sehingga memberikan dampak positif pada kondisi ekonomi baik pada tingkat nasional maupun daerah. Disisi lain, pembangunan sarana dan prasarana transportasi dapat membuka aksesibilitas sehingga meningkatkan produksi masyarakat yang berujung pada peningkatan daya beli masyarakat. Penanggulangan kemiskinan membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang cukup, dengan mengupayakan kombinasi yang optimum antara pertumbuhan ekonomi dengan upah minimum pekerja. Penanggulangan kemiskinan memerlukan penguatan koordinasi dalam pelaksanaan program – programnya yang didesain melalui partisipasi aktif masyarakat serta pembedayaan langsung.88

Perjanjian pengangkutan yang dibuat secara sah mengikat kedua pihak, yaitu pengangkut dan pengirim. Antara kedua belah pihak tercipta hubungan kewajiban dan hak yang perlu direalisaikan melalui proses penyelenggaraan pengangkutan dan pembayaran biaya angkutan.

C. Pelaksanaan Pengangkutan Barang Di CV. Sempurna

89

Proses penyelenggaraan pengangkutan melalui darat, meliputi tiga tahap, yaitu tahap pemuatan penumpang atau barang di terminal pemberangkatan, tahap pelaksanaan angkutan, dan tahap penurunan dan pembongkaran penumpang atau barang diterminal tujuan.90

88

Tanggal diakses 21 Januari 2010, Jam 21.19 wib.

86

Abdulkadir Muhammad,Cetakan Ke III, Op. cit., hal. 137.

87


(46)

1. Tahap Pemuatan Barang Di Terminal Pemberangkatan

Pada tahap ini pengirim menyerahkan barang kepada CV. Sempurna, pihak pengirim harus melunasi biaya angkutan yang telah disepakati dan CV. Sempurna menerbitkan surat pengangkutan sebagai bukti bahwa telah terjadinya perjanjian pengangkutan.91 Dokumen angkutan ini disebut dengan surat angkutan barang. Agar pengirim juga memegang sekedar pembuktian, baiknya ia minta turunan (duplikat) dari surat angkutan dengan disahkan oleh pengangkut/nahkoda atau pengirim minta sepucuk tanda penerima barang-barang dari pengangkut.92 Dalam surat angkutan yang harus menyebutkan antara lain :93

a. keterangan-keterangan mengenai barang yang akan dikirim seperti jumlah, cara pengepakan, volume, berat brutonya dan lain sebagainya; b. nama stasiun tempat pengiriman dan tujuan;

c. nama dan alamat pengiriman; d. nama dan alamat penerima;

e. tempat dan tanggal surat angkutan;

f. penyebutan surat-surat yang diperlukan dalam angkutan itu.

Setelah pengirim menyerahkan barang ke CV. Sempurna, barang tersebut ditimbang dahulu dan kemudian pengangkut memasukkan ke dalam kendaraan yg diangkut dimana kendaraannya adalah truk yang dapat memuat 18 ton dan yang memindahkan barang ke truk di CV. sempurna ada pekerja (buruh) dengan jumlahnya delapan orang yang sudah menjadi tugasnya mengangkat atau memindahkan barang dari terminal atau gudang penyimpanan barang ke dalam truk. Setelah pemuatan selesai, supir menyiapkan kendaraan untuk keberangkatan

88

Hasil wawancara dengan Karyawan CV. Sempurna, tanggal 15 Januari 2010 di Jalan Sunggal No. 147 Medan.

92

R. Soekardono, Op. cit., hal. 27.

90


(47)

sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.94

a. susunan;

Setiap kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan raya harus memenuhi ketentuan Pasal 48 ayat (1) UULLAJ. Menurut Pasal 48 ayat (1) tersebut, ”setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan”. Dalam ayat (2) persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :

b. perlengkapan; c. ukuran; d. karoseri;

e. rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntuknya; f. pemuatan;

g. penggunaan

h. penggandengan kendaraan bermotor; dan i. penempelan kendaraan bermotor.

2. Tahap Pelaksanaan Angkutan

Dalam tahap ini CV. Sempurna menyelenggarakan angkutan, kegiatan memindahkan barang dari tempat pemberangkatan ke tempat tujuan dengan menggunakan alat pengangkut sesuai dengan perjanjian pengangkutan.95

91

Hasil wawancara dengan karyawan CV. Sempurna, tanggal 15 Januari 2010 di Jalan Sunggal No. 147 Medan.

95

Hasil wawancara dengan karyawan CV. Sempurna, tanggal 15 Januari 2010 di Jalan Sunggal No. 147 Medan.

Untuk kelancaran dan keselamatan pengangkutan, dalam Pasal 77 ayat (1) UULLAJ: ”Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan”. Dalam Pasal 90 ayat (1) UULLAJ, ”Setiap perusahaan Angkutan Umum wajib mematuhi dan memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum sesuai


(48)

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Dalam Pasal 162 ayat (1) UULLAJ, Kendaraan bermotor yang mengangkut barang khusus wajib :

a. memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut;

b. diberi tanda tertentu sesuai dengan barang yang diangkut; c. memarkir kendaraan di tempat yang di tempat yang ditetapkan;

d. membongkar dan memuat barang di tempat yang ditetapkan dan dengan menggunakan alat sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut;

e. beroperasi pada waktu yang tidak mengganggu keamanan, keselamatan, kelancaran, dan ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan; dan

f. mendapat rekomendasi dari instansi terkait.

3. Tahap Penurunan atau Pembongkaran Barang

Setelah kendaraan bermotor atau truk tiba, barang-barang tersebut langsung diantar ke tempat tujuan atau di tempat yang disepakati seperti tertera pada surat angkutan. Sesudah barang diterima, dilakukan pengecekan terhadap barang yang diangkut tersebut. Apabila barang diantar ke tempat tujuan dan penerimanya tidak ada di tempat, maka barang yang diangkut tersebut disimpan di dalam gudang CV. Sempurna yang berada di kota tersebut. Namun, bila penerima tidak mengambil atau menghubungi pihak pengangkut dalam hal ini CV. Sempurna selama 15 hari, maka pihak pengangkut mengembalikan barang tersebut ke pengirim dalam hal ini toko yang bersangkutan dengan ongkos pengembalian dibebankan oleh pihak pengirim dan CV. Sempurna tidak bertanggung jawab lagi atas barang tersebut.96

96

Hasil wawancara dengan karyawan CV. Sempurna, tanggal 15 Januari 2010 di Jalan Sunggal No. 147 Medan.

Dalam Pasal 195 ayat (2) UULLAJ, ”Perusahaan angkutan umum memungut biaya tambahan atas barang


(49)

yang disimpan dan tidak diambil sesuai dengan kesepakatan”.97 Selanjutnya dalam Pasal 196 UULLAJ disebutkan, ”Jika barang angkutan tidak dimabil oleh pengirim atau penerima sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati, perusahaan angkutan umum berhak memusnahkan barang yang sifatnya berbahaya atau mengganggu dalam penyimpanannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.98

97

Pasal 195 ayat (2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

98

Pasal 196 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.


(50)

BAB III

PENGATURAN TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM ANGKUTAN BARANG

A. Dasar Hukum Angkutan Barang

Berhubung dengan masalah hukum pengangkutan adalah bagian dari masalah hukum lalu-lintas yang lebih mempunyai segi pemerintahan, sehingga tidak mengherankan bahwa di dalamnya terdapat ketentuan-ketentuan yang bersifat memaksa. Dalam hubungan inilah harus meninjau adanya suatu faktor yang penting dalam angkutan ialah ketentuan-ketentuan yang bersifat monopolistis yang diatur secara undang-undang. Pembentukan undang-undang ingin menjaga agar persoalan angkutan yang menyangkut seluruh kesejahteraan rakyat tidak terdapat penyalahgunaan pewenangan yang dapat merugikan rakyat.99 Kontrak perdagangan atau ekspor impor merupakan dasar hukum utama yang menimbulkan kewajiban penyerahan barang, biasanya digunakan alat pengangkut tertentu. Pada pengangkutan darat digunakan alat pengangkut truk atau kereta api.100

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Adapun dasar-dasar hukum pengangkutan barang adalah sebagai berikut :

Dalam Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan bahwa :

”Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang

99

Achmad Ichsan, Op. cit., hal. 406.

100

Abdulkadir Muhammad, cetakan IV, Op. cit., hal. 224.


(51)

lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Pasal 1367 ayat (1) KUHPerdata menyebutkan bahwa:

”Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatan sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya”.

2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Di dalam KUHD yang mengatur tentang pengangkutan barang diatur pada Buku I Bab V Bagian 2 dan 3 Pasal 90 sampai dengan Pasal 98. Ketentuan pasal-pasal KUHD tersebut bersifat lex generalis, artinya berlaku umum untuk semua jenis pengangkutan darat dengan kendaraan bermotor.101

3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Di dalam UUAJ ini yang mengenai angkutan barang terdapat pada :

BAB 10, Bagian kesatu Pasal 137 ayat (1), ”angkutan orang dan/atau barang dapat menggunakan kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor”. Ayat (3), ”angkutan barang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan mobil barang”.

Ayat (4), mobil barang dilarang digunakan untuk angkutan orang, kecuali : a. rasio kendaraan bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis, dan

prasana jalan di provinsi/kabupaten kota/kota belum memadai;

b. untuk pengerahan atau pelatihan Tentara Nasinal Indonesia dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau

c. kepentingan lain berdasarkan pertimbangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Pemerintah Daerah.

101


(52)

Pasal 138 ayat (3) , ”angkutan umum orang dan/atau barang hanya dilakukan dengan kendaraan bermotor umum”.

Pasal 139 ayat (1), ”pemerintah wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota antarprovinsi serta lintas batas negara”,

Ayat (2), ”pemerintah daerah provinsi wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota dalam provinsi”, Ayat (3), ”pemerintah daerah kabupaten/kota wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang dalam wilayah kabupaten/kota”.

Bagian keempat, Paragraf 1 Pasal 160 angkutan barang dengan kendaraan bermotor umum terdiri atas :

a. angkutan barang umum; dan b. angkutan barang khusus.

Paragraf 2 Pasal 161, pengangkutan barang umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 huruf a harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan;

b. tersedia pusat distribusi logistik dan/atau tempat untuk memuat dan membongkar barang; dan

c. menggunakan mobil barang.

Paragraf 3 Pasal 162 ayat (1), kendaraan bermotor yang mengangkut barang khusus wajib:

a. memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut;


(53)

b. diberi tanda tertentu sesuai dengan barang yang diangkut; c. memarkir kendaraan di tempat yang ditetapkan;

d. membongkar dan memuat barang di tempat yang ditetapkan dan dengan menggunakan alat sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut;

e. beroperasi pada waktu yang tidak mengganggu keamanan,

keselamatan, kelancaran, dan ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan; f. mendapat rekomendasi dari instansi terkait.

Ayat (2), ”kendaraan bermotor umum yang mengangkut alat berat dengan dimensi yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 harus mendapat pengawasan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia”.

Ayat (3), ”pengemudi dan pembantu pengemudi kendaraan bermotor umum yang mengangkut barang khusus wajib memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan sifat dan bentuk barang khusus yang diangkut”.

Pasal 163 ayat (1), ”pemilik, agen ekspedisi muatan angkutan barang, atau pengirim yang menyerahkan barang khusus wajib memberitahukan kepada pengelola pergudangan dan/atau penyelenggara angkutan barang sebelum barang dimuat ke dalam kendaraan bermotor umum”.

Ayat (2), ”penyelenggara angkutan barang yang melakukan kegiatan pengangkutan barang khusus wajib menyediakan tempat penyimpanan serta bertanggungjawab terhadap penyusunan sistem dan prosedur penanganan barang khusus dan/atau berbahaya selama barang tersebut belum dimuat ke dalam kendaraan bermotor umum”.

Pasal 164, ”ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan barang dengan kendaraan bermotor umum diatur dengan peraturan menteri yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasana lalu lintas dan angkutan jalan”.


(54)

Bagian keenam Pasal 166 ayat (3), angkutan barang dengan kendaraan bermotor umum wajib dilengkapi dengan dokumen yang meliputi:

a. surat perjanjian pengangkutan; dan b. surat muatan barang.

Pasal 168 ayat (1), ”perusahaan angkutan umum yang mengangkut barang wajib membuat surat muatan barang sebagai bagian dokumen perjalanan”. Ayat (2), ”perusahaan angkutan umum yang mengangkut barang wajib membuat surat perjanjian pengangkutan barang”.

Bagian ketujuh Pasal 169 ayat (1), ”pengemudi dan/atau perusahaan angkutan umum barang wajib mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan, dan kelas jalan”.

Ayat (3), ”pengawasan muatan angkutan barang dilakukan dengan menggunakan alat penimbangan”.

Ayat (4), ”alat penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas : a. alat penimbangan yang dipasang secara tetap; atau

b. alat penimbangan dapat dipindahkan.

Pasal 170 ayat (1), ”alat penimbangan yang dipasang secara tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (4) huruf a dipasang pada lokasi tertentu. Ayat (2), ”penetapan lokasi, pengoperasian dan perawatan alat penimbangan yang dipasang secara tetap dilakukan oleh unit pelaksana penimbangan yang ditunjuk oleh pemerintah”.

Ayat (4), ”petugas alat penimbangan yang dipasang secara tetap wajib mendata jenis barang yang diangkut, berat angkutan, dan asal tujuan”.


(1)

Medan menuju Aceh Singkil. Tetapi sesudah sampai di Sidikalang terjadi tanah longsor yang mengakibatkan kegiatan lalu lintas terhambat karena timbunan tanah. Karena dilihat tidak memungkinkan untuk ditunggu, supir pun memutar arah dari Kabanjahe, Tiga Binanga, Tiga Lingga, dan Sidikalang yang perjalanan itu ditempuh dalam waktu 3 jam. Tidak ada barang yang rusak, musnah, atau pun hilang dalam kejadian tanah longsor tersebut. Namun, barang-barang tersebut menjadi telat sampai ke pihak penerima selama 1 hari. Dalam hal ini pihak pengangkut memberitahukan kepada pihak penerima bahwasanya terjadi tanah longsor di Sidikalang. Pihak penerima bisa memaklumi keterlambatan tersebut dan pihak penerima tidak menuntut ganti rugi terhadap keterlambatan penyampaian barang.163

Lain halnya pada tanggal 26 Desember 2004 terjadi tsunami di Aceh. Pada waktu itu barang-barang di dalam truk menunggu kapal berada di dermaga pelabuhan Pulau Sarok-Aceh Singkil yang nantinya barang itu akan dipindahkan ke dalam kapal laut yang nantinya barang-barang tersebut akan diantar ke Sinabang, Kabupaten Simeulue. Akibat tsunami yang terjadi di Aceh, CV Sempurna mengganti kerugian. Barang-barang yang rusak terdapat kulkas 2 unit dan barang-barang elektronik lainnya. Karena kejadian tsunami tersebut, CV Sempurna mengambil kebijakan tidak lagi mengantarkan barang ke Sinabang.164

163

Hasil Wawancara dari Supir CV Sempurna, tanggal 2 Februari 2010 di Jalan Sunggal No. 147 Medan.

164

Hasil Wawancara dari Karyawan CV Sempurna, tanggal 2 Februari 2010 di Jalan Sunggal No. 147 Medan.


(2)

Yang dapat dipakai alasan oleh pengangkut untuk menolak tuntutan pengirim atau ekspeditur ialah ”keadaan memaksa” (overmacht, force majeure).165

1. Pengangkut dan juragan perahu harus menanggung segala kerusakan yang terjadi pada barang-barang dagangan dan lainnya setelah barang, itu mereka terima untuk diangkut, kecuali kerusakan-kerusakan yang diakibatkan karena sesuatu cacat pada barang-barang itu sendiri, karena keadaan yang memaksa, atau karena kesalahan atau kealpaan si pengirim atau ekspeditur.

Di dalam KUHD juga mengatur tentang hal ini, yaitu:

166

2. Pengangkut atau juragan perahu tak bertanggung jawab atas terlambatnya pengangkutan, jika hal ini disebabkan karena keadaan yang memaksa.167

Dalam membuktikan adanya keadaan memaksa dapat ditempuh dua jalan, yaitu:168

1. apakah benar-benar sama sekali tidak ada kesalahan atau kelalaian pada pengangkut-debitur. Jalan atau cara ini disebut cara yang ”objektif”. Cara ini adalah sangat berat bagi pengangkut-debitur.

2. apakah dalam keadaan konkrit, pengangkut-debitur telah berusah sejauh mungkin untuk mencegah datangnya kerugian, meskipun usaha itu tidak berhasil. Dalam hal ini pembentuk undang-undang condong pada cara yang kedua, yakni keadaan memaksa yang subjektif, karena dalam Pasal 468 ayat (2) dan Pasal 522 ayat (2) KUHD, istilah ”overmacht” tidak ada. Dalam kedua pasal tersebut istilah ”overmacht” diganti dengan ”toeval, dat hij redelijkerwijze niet heeft kunnen voorkomen of afwenden” (suatu malapetaka, yang sepatutnya dia tidak dapat mencegah atau menghindari).

165

H.M.N Purwosutjipto, Op. cit., hal. 37. 166

Pasal 91Kitab Undang-undang Hukum Dagang. 167

Pasal 92 Kitab Undang-undang Hukum Dagang. 168


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Sesuai dengan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sesuai dengan permasalahannya, yaitu :

1. Bentuk kerugian dalam pengiriman barang di CV. Sempurna apabila terjadi keterlambatan, kehilangan, kerusakan pada barang. Dan jika terjadi kerugian-kerugian tersebut CV. Sempurna akan mengganti dan bertanggung jawab atas barang-barang yang diangkutnya dari tempat penyimpanan barang sampai dengan tempat tujuan. Kerugian tersebut akan diganti apabila terbukti barang tersebut rusak dikarenakan kelalaian dari pihak pengangkut akan tetapi apabila kerugian tersebut dikarenakan barang yang diangkut telah rusak atau tidak sempurnanya pembungkusan yang telah diketahui oleh pihak pengirim barang, maka barang tersebut tidak tanggung jawab pihak CV. Sempurna.

2. Mekanisme pembayaran ganti rugi apabila barang-barang yang diangkut selama melaksanakan pengangkutan terjadi hilang seluruhnya, terjadi keterlambatan atau kerusakan barang, maka CV. Sempurna akan menanyakan terlebih dahulu kepada pihak penerima barang, apakah barang tersebut diganti berbentuk barang atau dengan berbentuk uang.


(4)

Jika barang tersebut rusak dan diketahui setelah barang tersebut diterima oleh pihak penerima maka barang tersebut akan dibawa oleh supir dan dilaporkan ke perusahaan. Selanjutnya barang tersebut diganti dan dikirimkan kembali ke penerima dengan ongkos angkut ditanggung oleh CV. Sempurna.

3. Bentuk tanggung jawab yang dikecualikan dari tuntutan ganti rugi pada CV. Sempurna apabila terjadi kerugian yang dikarenakan bukan karena kesalahan penyelenggaraan pengangkutan tetapi karena akibat peristiwa alam seperti tanah longsor, gunung meletus, tsunami maka CV. Sempurna akan mengganti segala kerugian yang diderita. Karena CV. Sempurna tidak mengansuransikan barang-barang yang diangkut maka apabila terjadi kerugian akibat peristiwa alam maka CV. Sempurna akan menggantinya sendiri.

B. Saran

Adapun saran yang diberikan adalah :

1. Untuk memberikan keringanan apabila terjadi kerugian kepada CV. Sempurna, seharusnya pihak perusahaan mengansuransikan barang-barang yang diangkutnya dari tempat penyimpanan atau truk sampai dengan barang tersebut sampai kepada si penerima barang.

2. CV. Sempurna agar mengikuti pasal 194 ayat (2) Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tentang tenggang waktu 30 hari terhitung tanggal terjadinya kerugian sedangkan peraturan CV. Sempurna sendiri setelah barang itu diperiksa si penerima barang dihadapan supir, maka CV. Sempurna tidak bertanggungjawab lagi terhadap barang tersebut.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adji, Sution Usman, Djoko Prakoso, dan Hari Pramono, 1991, Hukum Pengangkutan Di Indonesia, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta.

A, Erhans, Audi C, 1995, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya, Penebit Indah.

Ichsan, Achmad, 1986, Hukum Dagang Lembaga Perserikatan Surat-surat Berharga, Pengangkutan, Jakarta, Penerbit Pradnya Paramita.

Abdulkadir Muhammad, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga Cetakan Ke III,

Bandung, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti.

---, 2008, Hukum Pengangkutan Niaga Cetakan IV, Bandung, Penerbit PT Citra Aditya Bakti.

Kansil, C.S.T, Christine Kansil, 1994, Disiplin Berlalu Lintas Di Jalan Raya, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta.

Kamaluddin Rustian, 1986, Ekonomi Transportasi, Jakarta, Penerbit Ghalia Indonesia.

Khairandy, Ridwan, 2006, Pengantar Hukum Dagang, Yogyakarta, Penerbit FH UII Press.

Poerwadarminta, W.J.S, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Penerbit Balai Pustaka.

Prakoso, Djoko, 2004, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta. Purba, Hasim, 2005, Hukum Pengangkutan Di Laut, Medan, Penerbit Pustaka

Bangsa Press.

---, 2010, Makalah Dalam Seminar Tentang Keberadaan Bongkar Muat dan Usaha Bongkar Muat Yang Diusahan PT. Pelindo I, Medan, Hotel Arya Duta Medan.

Purwosutjipto, H.M.N, 1991, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Hukum Pengangkutan, Jakarta, Penerbit Djambatan.

Sembiring, Sentosa, 2008, Hukum Dagang, Edisi Revisi Cetakan Ketiga, Bandung, Penerbit PT Citra Aditya Bakti.


(6)

Soekardono, R, 1983, Hukum Dagang Indonesia, Hukum Pengangkutan Di Darat, Jakarta, Penerbit Rajawali.

Tjakranegara, Soegijatna, 1995, Hukum Pengangkutan Barang Dan Penumpang, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta.

Warpani, Suwardjoko, 1990, Merencanakan Sistem Perangkutan, Bandung, Penerbit ITB.

Wiradipradja, E. Saefullah, 1989, Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Hukum Pengangkutan Udara Internasional Dan Nasional, Yogyakarta, Penerbit Liberty.

B. Perundang-undangan

Subekti, R. Dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta, Penerbit Pradnya Paramita.

Subekti, R. Dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Dagang, Jakarta, Penerbit Pradnya Paramita.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu Dalam Daerah Pabean.

C. Via Internet

Diakses tanggal 20 Januari 2010, Jam 21.16 wib

Diakses tanggal 21 Januari 2010, Jam 21.19 wib.

wib.

Diakses tanggal 20 Januari 2010, Jam

21.25 wib.

tanggal 20 Januari