Cervical Injury

CERVICAL INJURY
Dr ISKANDAR JAPARDI
Fakultas Kedokteran
Bagian Bedah
Universitas Sumatera Utara

Pendahuluan
Cedera akut tulang belakang spinal cord merupakan penyebab yang paling
sering dari kecacatan dan kelemahan setetah trauma, karena alasan ini, evaluasi dan
pengobatan pada cedera tulang belakang, spinal cord dan nerve roots memerlukan
pendekatan yang terintegrasi. Diagnosa dini, prevervasi fungsi spinal cord dan
pemeliharaan aligment dan stabilitas merupakan kunci keberhasilan manajemen.
Penanganan, rehabilitas spinal cord dan kemajuan perkembangan multidisipliner tim
trauma dan perkembangan metode modern dari fusi cervical dan stabilitas
merupakan hal penting harus dikenal masyarakat.
Sejarah
Lima ribu tahun yang lalu dalam papyrus dikatakan tidak perlu diobati.
Hipocrates melakukan pengobatan spinal cord injury dengan memberikan reduksi
vertebrata dan alignment dengan menggunakan Axial Distraksi. Taulor, 1992
melakukan cervical traksi dengan Halter device. Cruth Field, 1940 menggunakan
skull tong. Nickel, Perry dan Barret, 1968 memperkenalkan Halo orthosis. Sir Ludwig

Guttman
merupakanpionir dalam rehabilitasi
spinal cord injury. Roger
memperkenalkan prinsip fusi cervical yang modern. Dia merekomendasikan operasi
dalam keadaan traksi, reduksi fraktur bila perlu, fraksi dini dengan wire di sekitar
processus spinasus dan dilakukan fusi. Roy-Cramille merupakan pionir lateral mass
plates and screw. Robinson dan Smith melakukan anterior dise removal dan fusi.
Cloward memperkenalkan sirculard graft anterior cervical fusion procedure.
Epidemiologi
Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit
jantung, kanker dan stroke, tercatat ± 50 meningkat per 100.000 populasi tiap
tahun, 3 % penyebab kematian ini karena trauma langsung medula spinalis, 2%
karena multiple trauma. Insidensi trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar dari
perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan
kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi
fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6
terutama pada usia dekade 3.
Evaluasi Radiologis
Setelah primary survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan external,
tahap berikutnya adalah evaluasi radiographic tercakup didalamnya, plain foto

fluoroscopy, polytomography CT-Scan tanpa atau dengan myelography dan MRI.
Plain foto
Cervical foto series dilakukan atas indikasi pasien dengan keluhan nyeri lokal,
deformitas, krepitasi atau edema, perubahan status mental, gangguan neurologis
atau cedera kepala, pasien denganmultiple trauma yang potensial terjadi cervical

2002 digitized by USU digital library

1

spine injury. Komplit cervical spine seri terdiri dari AP, lateral view, open mount dan
oblique. Swimmer dan fleksi ekstensi dilakukan bila diperlukan.
Computer tomography
Pada saat ini CT-Scan merupakan metode yang terbaik untuk akut spinal
trauma, potongan tipis digunakan untuk daerah yang dicurigai pada plain foto. CTScan juga dilakukan bila hasil pemeriksaan radiologis tidak sesuai dengan klinis,
adanya defisit neurologis, fraktur posterior arcus canalis cervicalis dan pada setiap
fraktur yang dicurigai retropulsion fragmen tulang ke kanal saat ini CT dapat
dilakukan paad segital, coroval atau oblig plane. 3 dimensi CT imaging memberikan
gambaran yang lebih detail pada fraktur yang tidak dapat dilihat oleh plain foto.
Myelografi

Pemberian kontras dengan water soluber medium diikuti dengan plain atau
CT dapat melihat siluet dari spinal cord, subarachnoid space, nerve root, adanya lesi
intra meduler, extrameduler, obstruksi LCS, robekan duramater, tetapi dalam kasus
trauma pemeriksaan ini masih kontraversial.
Magentic Resonance Imaging (MRI)
MRI banyak digunakan untuk mendiagnosi akut spinal cord dan cervical spinal
injury karena spinal cord dan struktur sekitarnya dapat terlihat.
Klasifikasi Cervical Spine Injury
Biomekanikal studi dan autopsi atau experimental cadaver menunjukkan
terdapat hubungan antara mekanisme, kekuatan vektor yang menghasilkan cedera
dan beratnya cedera tulang maupun ligament. Kekuatan vektor yang menimbulkan
fleksi, ekstensi, k omperesi vertical (axial cord), lateral fleksi, rotasi atau kombinasi
kekuatan (flexi dan rotasi) akan menghasilkan lesi yang spesifik seperti pada Tabel.
Mekanisme klasifikasi cervical spine injury
Fleksi

Anterior dislokasi (hiperfleksi sprain)

Bilateral inter facetal dislokasi


Simple wedge compression fracture

Clay-Shovelerr fracture (spinasus process avulsion)

Flexion tear drop fracture
Flexion – rotation

Unilateral facet dislocation
Extension

Hyperextention dislocation

Avulsion tear drop fracture of axis

Fracture of posterior arch of atlas

Lacunar fracture

Traumatic spodylolistesis (Hangman’s Fracture)


Hyperextension fracture dislocation)
Vertical Compresion

Occipital condyle fracture

Burst fracture

Jefferson fracture (Bursting fracture of atlas)
Lateral Flexion

Uncinate process fracture
Imprecisely understood or multiple force mekanism

Atlan to occipital dislocation

Odontoid fractures

Spinal cord injury without radiography abnormality

2002 digitized by USU digital library


2

Cervical spine stability
Secara klinis stabilitas cervical menyangkut 3 hal:
1. Deformitas atau abnormalitas displacement tidak terjadi pada beban fisiologis
2. Tidak terjadi deformitas atau abnormalitas displacement pada proses
penyembuhan
3. Tidak terdapat injuri atau kompresi pada elemen neural dan tidak akan timbul
pada penggunaan beban fisiologis.
White dan Panjabi membuat check list instabilitas pada Lower cervical spine,
dikatakan tidak stabil bila (+) ≥ 5 point:
• Terdapat anterior collum destruksi
• Angulasi sagital >110
• Pada sagital plane translasi > 3,5 mm
• Positif stretch test atau gangguan spinal cord timbul (disc 1,7 mm,
angulasi 7,50) > unstable
• Terdapat gangguan radix atau penyempitan discus
• Anticipated the patient will place great stress on his cervical spine
Pemulihan Spinal Stability

Medical management dengan spinal orthosis. Setelah fase akut spinal injury
tertangani maka immobilisasi untuk membatasi gerakan pada cervical yang tidak
stabil diperlukan untuk memungkinkan penyembuhan tulang dan ligament
berlangsung, juga untuk melindungi spinal cord. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
cervical orthosis, collar, porter type orthosis, cervico thoracic dan halo orthosis.
Cervical collar terdiri dari soft collar dan phila delphia collar. Soft collar
mempunyai keuntungan yang kecil pada pasien spinal cord injury dan hanya
membatasi pergerakan minimal pada rotasi ekstensi dan fleksi. Philadelphia collar
memberikan proteksi yang lebih baik daripada soft collar terutama pada gerakan
fleksi dan ekstensi, tapi tidak efektif pada axial rotasi. Indikasi: non/minimal displace
C1 – C2 fracture, minimal body/processus spinasus fracture, post anterior cervical
disctomy dengan fusi. Poster type orthoses lebih rigid dan memiliki 3 point fiksasi,
pada mandibula occiput dan bahu atau thorax bagian atas. Halo vest membatasi
fleksi dan ekstensi, axial rotasi dan lateral bending. Alat ini direkomendasikan untuk
discplace atlas fracture, adontoid fracture, semua axis fracture dan kombinasi C1 – C2
fracture dan post operasi imobilisasi setelah surgical fusion.
Penanganan Operasi
Goal dari penanganan operasi adalah: Reduksi mal aligment, decompresi
elemen neural dan restorasi spinal stability.
Operasi anterior dan posterior

Anterior approach, indikasi:
- ventral kompresi
- kerusakan anterior collum
- kemahiran neuro surgeon
Posterior approach, indikasi:
- dorsal kompresi pada struktur neural
- kerusakan posterior collum
Keuntungan:
- dikenal banyak neurosurgeon
- lebih mudah
- medan operasi lebih luas dapat membuka beberapa segmen
- minimal morbility

2002 digitized by USU digital library

3

Lesi spesifik dan penanganannya
!


Occipital condyle fractures
Termasuk fracture yang jarang, klinis pasien datang dengan penurunan
kesadaran atau gangguan kranial nerve.
Condylar fracture terbagi 3 tipe:
Tipe I
: fracture dikarenakan beban axial dari tengkorak ke tulang atlas,
fracture terjadi di occipital condyle tanpa/minimal displacement ke
foramen magnum
Tipe II : fracture dari condylus sampai foramen magnum.
Tampak fracture linien CT-Scan merupakan fracture stabil
Tipe III : Condyle fracture avulsi
Mekanisme trauma biasanya rotasi atau lateral bending atau
keduanya merupakan fracture unstable dan harus dilakukan
craniocervical fusion.

!

Atlanto occipital dislocation
Pasien datang dengan quadri-plegia dan respiratory arrest
Diagnosa ditegakkan dari perhitungan lateral skull X-ray :


Basion – posterior arch
Anterior arch atlas for magnum

>1

Normal: 0.7 ± 0.009
Cervical traksi merupakan kontra indikasi. Halo vest, atlanto occipital fusion.
Occipital fusion merupakan pilihan
!

!

!

Atlas Fracture
± 5 – 10 % cervical spine injury.
Gambaran fracture: posterior arch fracture, lateral mass fracture, Jefferson
fracture, Horizontal fracture.
Penanganan : mobilisasi dengan halo vest, bila fracture avulsi dengan axial

traksi
Axis Fracture, terbagi:
o Fracture odontoid
o Fracture lateral mass
o Hangman’s fracture/traumatic spondylolistesis
o Combine fracture
Odontoid fracture
± 7 – 14 % fracture cervical
Keluhan pasien: nyeri pada occipital cervical
Pemeriksaan: open mount Ro, CT axial, coronal, sagital
Dibagi 3 tipe:
I. Avulsi distal odontoid # cervical collar
II. Fracture pada basis odontoid # imobilisasi 12 mhh halo orthosis
III. Fracture melewati body axis # hale vest 12 mgg

2002 digitized by USU digital library

4

!

Traumatic spondylolistesis (Hangman’s fracture)
Dibagi 3 tipe:
I.
Subluksasi C2 – C3 < 3 mm # philadelpia collar
II.
Terpisah discus C2 – C3 dan posterior longitudinal ligament subluksasi
C2 – C3 < 4 mm atau argulasi > 11o
IIA
Seperti II, angulasi lebih besar
III.
Facet C2 – C3 terpisah, Anterior longitudinal ligament terpisah
II, IIA, III # halo orthosis, bila gagal anterior fusion plate fixasi
Sciwora
Spinal cord injury tanpa abnormalitas radiographic secara klinis
mekanisme injury biasanya hiperfleks, dislokasi, dengan reduksi segera oleh
otot-otot atau prolap cervical disc yang temporer.
Gambaran yang menonjol adalah central syndrom akut. Taylor melakukan
percobaan dengan Cadaver, menunjukkan ligamentum flavum pada cervical
spine menonjol ke depan selama hiperekstensi hingga menimbulkan
penyempitan diameter canalis spinalis dan mengakibatkan cord injury. Pada
pediatric sciwora selalu melibatkan complit spinal cord syndrom, anterior cord
syndrom atau incomplit spinal cord syndrom yang berat. Hal ini menerangkan
perbedaan prognosis pada pasien pediatric yang mempunyai prognosis buruk
dibandingkan dengan dewasa dengan gejala central syndrom yang
mempunyai prognosis yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. A.H. Menezas, VK. H. Sontag. 1996. Principles of spinal surgery. Vol. 2
New York : McGraw Hill, p. 817-885
2. Youmans. 1996. Neurogical surgery. Vol. 3. 2nd ed. W.B. sounders, p.
2037-2041

2002 digitized by USU digital library

5