Bab-27---narasi 20090129022735 36

BAB 27
PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT
TERHADAP LAYANAN KESEHATAN
YANG LEBIH BERKUALITAS

A.

KONDISI UMUM

Pembangunan kesehatan merupakan investasi untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia. Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan
adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan ekonomi. Dalam UndangUndang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomi.
Secara umum, status kesehatan dan gizi masyarakat Indonesia terus mengalami
peningkatan, antara lain dilihat indikator angka kematian bayi, kematian ibu
melahirkan, usia harapan hidup, dan prevalensi gizi kurang. Angka kematian bayi
menurun dari 46 (1997) menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup (2002–2003). Angka
kematian ibu melahirkan menurun dari 334 (1997) menjadi 307 per 100.000 kelahiran
hidup (2002-2003). Usia harapan hidup meningkat dari 65,8 tahun (1999) menjadi 66,2
tahun (2003). Prevalensi gizi kurang menurun dari 34,4 persen (1999) menjadi 27,5

persen (2004), namun dalam beberapa tahun terakhir ini cenderung terjadi stagnasi.
Walaupun terjadi peningkatan, status kesehatan masyarakat Indonesia masih lebih
rendah bila dibandingkan dengan status kesehatan di negara-negara ASEAN seperti
Thailand, Malaysia, dan Philipina, dan masih jauh dari sasaran Millennium
Development Goals (MDGs).
Pada tahun 2006, pembangunan kesehatan diarahkan untuk mendukung peningkatan
derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat, terutama
penduduk miskin, terhadap pelayanan kesehatan dasar. Beberapa sasaran yang akan
dicapai antara lain: (1) meningkatnya keluarga yang berperilaku hidup bersih dan sehat;
(2) meningkatnya keluarga yang memiliki akses terhadap sanitasi dan air bersih; (3)
meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih; (4)
meningkatnya cakupan pelayanan antenatal, postnatal dan neonatal; (5) meningkatnya
kunjungan penduduk miskin ke Puskesmas dan rumah sakit; (6) meningkatnya cakupan
imunisasi; (7) lebih meratanya penyebaran tenaga kesehatan; (8) meningkatnya
ketersediaan obat esensial nasional; (9) meningkatnya cakupan pemeriksaan sarana
produksi dan distribusi produk terapetik/obat, obat tradisional, kosmetik, perbekalan
kesehatan rumah tangga, produk komplemen dan produk pangan; dan (10) menurunnya
angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular seperti malaria, demam berdarah
dengue (DBD), tuberkulosis paru, diare, HIV/AIDS, serta (11) menurunnya prevalensi
kurang gizi dan gizi buruk pada anak balita.

Berbagai kondisi status kesehatan dan keberhasilan pencapaian sasaran
pembangunan kesehatan seperti tersebut di atas dipengaruhi antara lain oleh faktor

lingkungan fisik, biologik maupun sosial ekonomi, perilaku masyarakat untuk hidup
bersih dan sehat, serta kondisi pelayanan kesehatan.
Dalam upaya membuat pemberian pelayanan kesehatan makin merata dan bermutu,
ketersediaan sarana pelayanan kesehatan dasar sangat diperlukan. Sampai dengan akhir
tahun 2005 telah tersedia 7.550 Puskesmas, sekitar 22.000 Puskesmas Pembantu, dan
6.132 Puskesmas Keliling. Hampir seluruh Kabupaten/Kota telah memiliki Rumah
Sakit, baik milik pemerintah maupun swasta. Meskipun demikian, banyak golongan
masyarakat terutama penduduk miskin belum sepenuhnya dapat mengakses pelayanan
kesehatan karena kendala biaya, jarak dan transportasi.
Untuk itu, diperlukan peningkatan ketersediaan, pemerataan dan mutu sarana
pelayanan kesehatan dasar, terutama di Puskesmas dan jaringannya. Dalam upaya
memperluas jaringan pelayanan kesehatan dasar di tingkat desa, pada tahun 2007 akan
ditingkatkan pelaksanaan poliklinik kesehatan desa sebagai salah satu upaya
perwujudan desa siaga. Di poliklinik kesehatan desa tersebut dilaksanakan pelayanan
kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam upaya mempercepat
penurunan angka kematian bayi, angka kematian ibu dan meningkatkan status gizi.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini lebih menekankan pada upaya pemberdayaan

masyarakat dan uji cobanya telah dimulai pada tahun 2006. Selain itu, untuk
meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar, khususnya bagi
penduduk miskin, pemberian Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat
Miskin (JPK-MM) akan terus dilanjutkan.
Penyakit infeksi menular masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang menonjol. Sejalan dengan ini, penyakit degeneratif mulai menunjukkan
kecenderungan meningkat. Hal ini berkaitan dengan keadaan lingkungan dan perilaku
masyarakat yang masih belum mendukung pola hidup bersih dan sehat. Angka kesakitan
masih cukup tinggi, terutama pada anak-anak dan pada usia di atas 55 tahun, dengan
tingkat morbiditas lebih tinggi pada perempuan. Pola penyakit menular seperti demam
berdarah dengue (DBD), HIV/AIDS, tuberkulosis paru, malaria, diare dan infeksi
saluran pernafasan tetap tinggi. Beberapa penyakit degeneratif seperti jantung dan
hipertensi, juga cenderung menunjukkan peningkatan. Selain itu muncul penyakit baru
(emerging diseases) yang berpotensi menjadi pandemi yaitu flu burung. Dalam rangka
penanggulangan penyakit, terutama penyakit menular, berbagai upaya perlu terus
ditingkatkan antara lain melalui peningkatan cakupan imunisasi, meningkatkan
surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah, serta upaya untuk meningkatkan
kesehatan lingkungan dan pengendalian vektor.
Khusus mengenai flu burung, saat ini telah menjadi isu global dan nasional yang
memerlukan upaya pencegahan dan pengendalian yang lebih serius. Jumlah kumulatif

kematian ternak unggas akibat flu burung sangat tinggi dan tersebar diseluruh provinsi.
Proses serangan flu burung pada manusia perlu diwaspadai karena dapat berpotensi
untuk menular dari manusia ke manusia. Terjadinya kasus flu burung pada manusia
menunjukkan kecenderungan yang meningkat baik dari segi jumlah kasus yang
terkonfirmasi (confirmed cases) maupun yang meninggal. Dampak dari penyakit ini
sangat besar berupa kerugian sosial ekonomi dan terjadinya korban manusia yang terus
meningkat. Untuk itu upaya pencegahan dan penanggulangan harus lebih ditingkatkan
II.27 - 2

secara terintegrasi dari segi tatalaksana kesehatan hewan dan kesehatan manusia. Dalam
kaitan ini telah disusun Rencana Strategis Nasional Pengendalian Flu Burung dan
Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza 2006-2008 yang menjadi acuan bagi
upaya lintas sektor dan acuan bagi kerjasama dengan lembaga internasional.
Status gizi masyarakat yang rendah tetap harus menjadi fokus perhatian. Selain
prevalensi gizi kurang dan gizi buruk yang tinggi, berbagai masalah gizi utama lain
yaitu anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium, kurang vitamin A, dan kurang
zat gizi mikro lainnya perlu ditingkatkan upaya pencegahan dan penanggulangannya.
Saat ini terdapat 10 provinsi dengan prevalensi gizi kurang diatas 30 persen, bahkan di 4
propinsi yaitu Gorontalo, NTB, NTT, dan Papua, diatas 40 persen. Kasus gizi buruk
terus terjadi, terutama pada penduduk miskin. Masalah gizi lainnya terutama diderita

oleh golongan rawan seperti ibu hamil, bayi dan anak balita dari keluarga miskin. Di
beberapa daerah terutama di perkotaan, gizi lebih dan kegemukan terus meningkat,
karena perubahan perilaku dan gaya hidup yang tidak sehat.
Upaya penanggulangan masalah gizi terutama difokuskan pada ibu hamil, bayi, dan
anak balita, karena mereka ini adalah golongan rawan yang paling rentan terhadap
kekurangan gizi serta besarnya dampak yang dapat ditimbulkan. Masalah gizi bukan
hanya masalah kesehatan, tetapi menyangkut masalah sosial ekonomi, dan perilaku
masyarakat. Dengan demikian, upaya penanggulangan masalah gizi harus dilakukan
secara sinergis meliputi berbagai bidang seperti pertanian, pendidikan dan ekonomi
dengan fokus pada kelompok miskin.
Obat dan perbekalan kesehatan merupakan komponen penting dalam pelayanan
kesehatan. Ketersediaan dan keterjangkauan obat esensial untuk pelayanan kesehatan
perlu terus diupayakan. Meningkatnya ketersediaan obat generik esensial diharapkan
dapat mendorong pemakaian obat generik esensial oleh masyarakat umum terutama
bagi kelompok miskin, karena lebih terjangkau oleh masyarakat. Upaya ini akan
bersinergi dengan upaya peningkatan akses serta prasarana pelayanan kesehatan dasar.
Dengan sinergitas ini, masyarakat diharapkan akan lebih mudah dalam menjangkau
fasilitas kesehatan, mendapatkan pelayanan yang bermutu, dan harga obat yang
terjangkau.
Pengawasan terhadap obat, makanan dan keamanan pangan serta penyalahgunaan

narkotika, psikotropika dan zat adikfif (NAPZA) menjadi hal sangat penting. Hal ini
dilakukan untuk melindungi masyarakat dari obat yang tidak bermutu, pangan yang
berbahaya dan penyalahgunaan NAPZA. Dalam hal pengawasan pangan, perlu
ditingkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap penggunaan zat-zat tambahan
yang membahayakan.

B. SASARAN PEMBANGUNAN TAHUN 2007
Pembangunan kesehatan pada tahun 2007 merupakan bagian dari upaya pencapaian
sasaran pembangunan kesehatan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 20052009 yaitu meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat yang ditandai dengan
meningkatnya usia harapan hidup, menurunnya angka kematian bayi, menurunnya
II.27 - 3

angka kematian ibu, dan menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita. Adapun
sasaran keluaran pembangunan kesehatan tahun 2007 adalah:
(1)
Meningkatnya persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat
mencakup 44%
(2)
Meningkatnya persentase keluarga menghuni rumah yang memenuhi syarat
kesehatan mencakup 73%; persentase keluarga menggunakan air bersih mencakup

60,3%; dan persentase keluarga menggunakan jamban yang memenuhi syarat
kesehatan mencakup 65%
(3)
Meningkanya persentase tempat-tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan
mencakup 78%
(4)
Meningkatnya cakupan rawat jalan mencakup 11%
(5)
Meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
mencakup 75%
(6)
Meningkatnya cakupan pelayanan antenatal (k4) mencakup 82%; cakupan
kunjungan neonatus (KN2) 82%
(7)
Meningkatnya pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin secara cuma-cuma di
Puskesmas dan kelas III Rumah Sakit mencakup 100%
(8)
Meningkatnya persentase rumah sakit yang melaksanakan pelayanan gawat
darurat mencakup 90%; jumlah rumah sakit yang melaksanakan pelayanan obstetri
dan neonatal emergensi komprehensif mencakup 80%; meningkatnya jumlah

rumah sakit yang terakreditasi mencakup 60%
(9)
Meningkatnya persentase desa yang mencapai Universal Child Immunization
(UCI) mencakup 92%
(10) Meningkatnya Case Detection Rate TB mencakup > 70%
(11) Menurunnya angka Acute Flaccid Paralysis menjadi 2 per 100 ribu anak usia
kurang dari 15 tahun
(12) Meningkatnya persentase penderita demam berdarah (DBD) yang ditangani
mencakup 100%
(13) Meningkatnya persentase penderita malaria yang diobati mencakup 100%
(14) Menurunnya Case Fatality Rate diare saat KLB mencakup 1,3%
(15) Meningkatnya persentase orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang mendapat
pertolongan ART mencakup 100%
(16) Meningkatnya persentase ibu hamil yang mendapat tablet Fe mencakup 85%
(17) Meningkatnya persentase bayi yang mendapat ASI Eksklusif mencakup 60%
(18) Meningkatnya persentase balita yang mendapatkan Vitamin A mencapai 80%
(19) Meningkatnya persentase guru, dosen dan instruktur bidang kesehatan yang
ditingkatkan kemampuannya mencakup 10%
(20) Meningkatnya persentase peredaran produk pangan yang memenuhi syarat
mencakup 70%

(21) Meningkatnya pemeriksaan sarana produksi dalam rangka cara pembuatan obat
yang baik (CPOB) mencakup 45%

C. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2007
Pembangunan kesehatan pada tahun 2007 diarahkan pada: (1) Peningkatan
pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan, melalui pembangunan, perbaikan
dan pengadaan peralatan di Puskesmas dan jaringannya terutama di daerah bencana dan
II.27 - 4

tertinggal; pengembangan jaminan kesehatan bagi penduduk miskin dengan
melanjutkan pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dan kelas III Rumah Sakit; (2)
Peningkatan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan wabah,
melalui pencegahan dan penanggulangan faktor resiko, peningkatan imunisasi,
peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah termasuk flu burung;
(3) Penanganan masalah gizi kurang dan gizi buruk pada ibu hamil, bayi dan anak
balita, melalui peningkatan pendidikan gizi, penanggulangan kurang energi protein
(KEP), anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium (GAKY), kurang vitamin A,
dan kekurangan zat gizi mikro lainnya; dan (4) Peningkatan ketersediaan obat dan
pengawasan obat, makanan dan keamanan pangan, melalui peningkatan ketersediaan
obat generik, pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya, peningkatan

pengawasan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif (NAPZA).
Kebijakan tersebut didukung oleh promosi kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat, peningkatan lingkungan sehat, peningkatan sumber daya kesehatan,
pengembangan obat asli Indonesia, pengembangan kebijakan dan manajemen
pembangunan kesehatan, serta penelitian dan pengembangan kesehatan.

II.27 - 5