ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TERPENOID DARI AKAR TUMBUHAN AKAR WANGI (Vetiveria zizanioides Stapf) DENGAN UJI AKTIFITASNYA SEBAGAI PENOLAK SERANGGA (REPELLENT) PADA RAYAP KAYU (Cyrptotermes sp.)

(1)

 Nama Lengkap : Taufan Tirto Raharjo  Jenis Kelamin : Laki - Laki

 Tempat tanggal lahir : Bandar Lampung, 5 Juni 1987  Status Perkawinan : Belum Menikah

 Hobi : Travelling, design grafis.

 Alamat di Bandar Lampung : Jl. Panglima Polim gg. Mata Intan 3 LK.1, RT.03 Segala Mider, Bandar Lampung.

 Alamat Asal : Jl. Panglima Polim gg. Mata Intan 3 LK.1, RT.03 Segala Mider, Bandar Lampung.

 Nomor Telepon : 085269300439

 E-mail : raharjo3@yahoo.co.id

 EPT : 410

PENDIDIKAN FORMAL (BERIJAZAH)

 Tahun 1993-1999 : SD Al-azhar Bandar Lampung  Tahun 1999-2002 : SMPN 29 Bandar Lampung  Tahun 2002-2005 : SMUN 12 Bandar Lamping

 Tahun 2005- 2010 : S-1 Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pendidikan Alam, Universitas Lampung


(2)

JABATAN NAMA LEMBAGA TAHUN Ketua Dinas Eksternal BEM FMIPA Univeritas Lampung 2008/2009 Ketua Biro Penerbitan Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI)

FMIPA Universitas Lampung

2007/2008

Anggota Biro Akademik Rois FMIPA Universitas Lampung 2006/2007

Anggota Muda Rois (AMAR)

Rois FMIPA Universitas Lampung 2005/2006

KEAHLIAN

 Microsoft Office  Corel Draw  Photoshop

 Chembio Office (Chemdraw)  Chemsketch

 Cool Edit

 Bahasa Inggris (Pasif)

 Mampu mengoprasikan beberapa alat instrumen kimia

PELATIHAN & KEMAMPUAN DIRI (BERSERTIFIKAT)

Latihan Kepemimpinan Manajmen Islam Tingkat Dasar (LKMI TD) oleh UKMF Rois FMIPA Universitas Lampung.

Pesantren Cendekiawan Muslim (PCM) oleh UKMF Rois FMIPA Universitas Lampung.


(3)

Safety In Laboratory oleh MERK.

Seminar Internasional ͞Chemical Safety and Security Worksop (Chemical Security Engagement Program)͟ oleh United States Departement of cooperation with the Indonesian Chemical Society, (HKI).

PENGALAMAN KERJA

Asisten Praktikum Kimia Dasar 1 T.A. 2007-2008 bagi mahasiswa Jurusan Hortikultura dan Peternakan Fakultas Pertanian, Unila

Asisten Praktikum Kimia Organik T.A. 2007-2008; 2008-2009; 2009-2010 bagi mahasiswa Jurusan Biologi, Unila

Asisten Praktikum Kimia Organik T.A. 2008-2009; 2009-2010 bagi mahasiswa Teknik Kimia Fakultas Teknik, Unila

Asisten Praktikum Kimia Organik 1 T.A. 2008-2009 bagi mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA, Unila

Asisten Praktikum Kimia Organik 3 T.A. 2008-2009; 2009-2010 bagi mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA, Unila

Pengawas Independent Pemilu Nasional 2009

Enumulator dan survey Rencana Pembangunan Tower SUTT PLN wilayah Lampung 2009

 Kerja Praktik di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor dengan Judul ͞STUDI SAKARIFIKASI KARBOKSI METIL SELULOSA OLEH BEBERAPA GALUR KAPANG͟ Tahun 2008.

 Penelitian dan Tugas Akhir (Skripsi) ͞ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TERPENOID DARI AKAR TUMBUHAN AKAR WANGI (Vetiveriazizaniodes Stapf) DENGAN UJI AKTIFITASNYA SEBAGAI PENOLAK SERANGGA (REPELLENT) PADA RAYAP KAYU (Cyrptotermes sp.)͟ tahun 2010.


(4)

ABSTRAK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TERPENOID DARI AKAR TUMBUHAN AKAR WANGI (Vetiveriazizanioides Stapf)DENGAN UJI AKTIFITASNYA SEBAGAI PENOLAK SERANGGA (REPELLENT)

PADA RAYAP KAYU (Cyrptotermes sp.)

Oleh

Taufan Tirto Raharjo

Rayap merupakan salah satu musuh terbesar dari perabotan/mebel rumah. Sampai saat ini, dalam pengendalian serangan rayap skala lapangan, sebagian besar

memakai bahan kimia yang sangat beracun dan tidak ramah lingkungan (non-biodegradable), seperti asam borak, CCB (Copper-Chrome-Boron), CCA (Copper-Chrome-Arsen), dan CCF (Copper-Chrome-Flour). Pada penelitian ini telah dilakukan isolasi senyawa yang dapat digunakan sebagai insektisida botani dari akar tumbuhan akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapf) bersifat sebagai repellent terhadap rayap. Ekstraksi kandungan senyawa dalam akar tumbuhan akar wangi dilakukan dengan cara sokletasi menggunakan pelarut n-heksana. Pengujian aktifitas repellent dilakukan menggunakan pelarut aseton, ekstrak kasar dan senyawa hasil isolasi. Pemisahan dan pemurnian dengan kromatografi kolom menghasilkan fraksi B1.3 berupa minyak jernih tidak berwarna sebanyak ± 0,0225 gram. Analisis dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) diperoleh noda tunggal merah keunguan dengan nilai Rf 0,27 (eluen n-heksana 100%), 0,59 (eluen n-heksana : diklorometana 95%), dan 0,91 (eluen n-heksana : aseton 70%). Senyawa hasil isolasi selanjutnya dianalisis dengan spektroskopi inframerah dan spektroskopi massa. Pemeriksaan spektrum inframerah

memberikan pita serapan N-H (amina primer) pada daerah 3415,30 cm-1 dan 3477,16 cm-1 diperkuat oleh adanya pita serapan pada daerah 1618,56 merupakan tekukan N-H (amina primer). Sedangkan serapan pada daerah 2924,85 cm-1 menunjukkan uluran C-H alkana yang didukung oleh adanya serapan pada daerah 1386,14 cm-1 dan 1457,43 cm-1 yang merupakan serapan C-H metil dan metilen. Identifikasi senyawa hasil isolasi menggunakan spektroskopi massa menunjukkan bahwa senyawa hasil isolasi memiliki berat molekul 87,1 m/e dengan rumus


(5)

terhadap hama rayapkayu (Cyrptotermessp.) sebesar 0,025% dan indeks ketertarikan sebesar (- 0,039). Nilai indeks ketertarikan yang negatif menunjukkan bahwa senyawa merupakan senyawa repellent.

Kata kunci : Isolasi, terpenoid, akar wangi ((Vetiveria zizanioides Stapf), rayap kayu (Cyrptotermessp.) dan repellent.


(6)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rayap kayu (Cyrptotermes sp.) adalah serangga pemakan kayu yang memegang peranan penting dalam ekosistem. Tapi tidak untuk di rumah, rayap justru

menjadi penghalang untuk mewujudkan rumah sehat, rapi dan bersih. Rayap juga merupakan salah satu musuh terbesar dari perabotan/mebel rumah, seperti lemari, pintu dan jendela rumah (Kompas, 2009). Sekitar 10% dari 4.000 spesies (2.600 spesies, telah diketahui taksonominya) dikenal sebagai hama yang dapat

menyebabkan kerusakan struktural pada bangunan, tanaman atau hutan plantasi (Anonim, 2009).

Sejak tahun 1982 kasus serangan rayap pada bangunan gedung di Indonesia telah mulai banyak dilaporkan. Laporan tentang masalah tersebut telah banyak

dikumpulkan hampir dari seluruh propinsi di Indonesia (Nandika dkk, 2003). Bahkan Direktorat Jendral Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum pada pertengahan tahun 1983 menyatakan bahwa kerugian akibat serangan rayap pada bangunan gedung pemerintah saja diperkirakan mencapai seratus milyar rupiah setiap tahun (Iswanto, 2005).


(7)

Sampai saat ini, dalam pengendalian serangan rayap skala lapangan, sebagian besar memakai bahan kimia yang sangat beracun dan tidak ramah lingkungan seperti asam borak, CCB Boron), CCA (Copper-Chrome-Arsen), dan CCF (Copper-Chrome-Flour). Ini akan merusak lingkungan jika tidak diantisipasi karena bahan tersebut sukar dirombak oleh alam (Prasetyo, 2009).

Salah satu cara pengendalian yang dapat digunakan terhadap serangan hama rayap namun tidak berbahaya adalah insektisida botani. Insektisida secara umum adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh serangga pengganggu atau hama serangga. Selain toksik (membunuh), insektisida juga ada yang berupa repellent yaitu bekerja dengan mencegah atau menolak hama serangga seperti rayap (Anonim, 2009). Senyawa terpenoid merupakan senyawa kimia hasil metabolisme sekunder dari tanaman yang dapat digunakan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu, sehingga dapat digunakan sebagai

insektisida botani yang relatif lebih aman karena residunya mudah hilang di alam (Kardinan, 2002).

Akar wangi (V. zizanioides Stapf) merupakan salah satu tanaman penghasil metabolisme sekunder yaitu berupa minyak atsiri. Tanaman ini menghasilkan vetiver oil yang banyak digunakan dalam pembuatan parfum, kosmetik, pewangi sabun, obat-obatan, serta pembasmi dan penolak serangga (repellent). Vetiver oil mempunyai aroma yang lembut dan halus karena ester dari asam vetinenat dan adanya senyawa vetivenol (Departemen Pertanian, 1989). Akar wangi telah digunakan secara tradisional sebagai tanaman obat dan aromatik di banyak negara,


(8)

jauh sebelum penggunaannya dalam konservasi tanah dan air diwujudkan pada akhir 1980-an (Chomchalow, 2001). Menurut National Research Council (1993), tanaman akar wangi mempunyai kemampuan sebagai senyawa toksik terhadap serangga, pelindung tanaman pertanian dari serangga parasit, kepiting dan tikus. Senyawa kimia yang terkandung dalam akar wangi yaitu berupa senyawa

terpenoid diantaranya adalah α-vetivon, β-vetivon, khusimon dan khusiton.

Tarigan (2006) menjelaskan bahwa tanaman akar wangi dapat bersifat sebagai insect repellent atau penolak serangga. Tanaman akar wangi diketahui menolak hama serangga seperti belalang hijau, belalang coklat, belalang lancip, Episyrphus balteasus, Gnorimoschema operculella, Plutella xylostella, Liriomyza sativae, Liriomyza huidobrensis, dan Crocidolomia pavonana pada pertanian dengan teknik tumpang sari antara tanaman pertanian dan tanaman akar wangi.

Sedangkan pada penelitian Chauhan (2005) menerangkan bahwa senyawa yang terdapat di dalam akar wangi, yaitu terpenoid khususnya golongan monoterpenoid dan sesquiterpen diketahui sebagai repellent bagi hama rayap tanah (Coptotermes formosanus). Pada umumnya rayap dengan jenis yang berbeda memiliki

kemiripan dalam hampir semua segi perilakunya walaupun berbeda habitatnya, sehingga metode pengendaliannya dapat disamakan (Tarumingkeng, 2001).

Oleh karena itu, pengendalian antara rayap tanah (Coptotermes formosanus) dan rayap kayu (Cyrptotermes sp.) menurut peneliti dapat disamakan. Senyawa terpenoid khususnya golongan monoterpenoid dan sesquiterpen yang terdapat di dalam akar tumbuhan akar wangi yang telah diketahui bertindak sebagai repellent terhadap rayap tanah, menurut peneliti juga dapat aktif pada rayap kayu.


(9)

Berdasarkan hal-hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengidentifikasi senyawa terpenoid yang terdapat dalam akar tumbuhan V. zizanioides Stapf, yang bersifat sebagai penolak serangga dan melakukan uji terhadap Cyrptotermes sp. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh senyawa terpenoid yang dapat

digunakan untuk menolak rayap, sehingga dihasilkan suatu insektisida yang jauh lebih aman, sebagai alternatif untuk menanggulangi hama tersebut.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa terpenoid yang

terkandung dalam akar tumbuhan akar wangi (V. zizanioides Stapf) dan menguji sifat bioaktif senyawa yang dihasilkan sebagai penolak serangga rayap kayu (Cyrptotermes sp.).

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kandungan senyawa terpenoid dalam akar tumbuhan akar wangi (V. zizanioides Stapf), yang dapat digunakan sebagai penolak serangga rayap kayu (Cyrptotermes sp.), sehingga dapat dimanfaatkan untuk menangani masalah hama yang mengganggu dan merusak perabotan/mebel rumah dan struktural pada bangunan.


(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Akar Wangi (Vetiveriazizanioides Stapf) 1. Taksonomi Tanaman Akar Wangi

Klasifikasi Akar Wangi (V. zizanioides Stapf) menurut Tjitrosoepomo (1993) sebagai berikut :

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Class : Monocotyledone Ordo : Graminales Family : Graminae Genus : Vetiveria

Species : Vetiveria zizanioides Stapf

2. Deskripsi Tanaman Akar Wangi

Tanaman akar wangi adalah tanaman rumput menahun yang membentuk rumpun yang besar, padat dengan arah tumbuh tegak lurus, kompak, beraroma, bercabang-cabang, memiliki rimpang dan sistem akar serabut yang dalam. Rumpun tumbuh hingga mencapai tinggi 1-1,5 m, berdiameter 2-8 mm. Daun berbentuk garis,


(11)

pipih, kaku dan permukaan bawah daun licin. Perbungaan malai (tandan majemuk) terminal, tiap tandan memiliki panjang mencapai 10 cm; ruas yang terbentuk antara tandan dengan tangkai bunga berbentuk benang, namun di bagian apeksnya tampak menebal (Anonim, 2009).

Tanaman ini merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang biasa disebut vetiver oil. Minyak ini banyak digunakan dalam pembuatan parfum, kosmetik, pewangi sabun, obat-obatan, serta pembasmi dan pencegah serangga. Minyak vetiver mempunyai aroma yang lembut dan halus karena ester dari asam vetinenat dan adanya senyawa vetivenol (Departemen Pertanian, 1989).

(a) (b)

Gambar 1. (a) Tanaman akar wangi (V. zizanioides Stapf) (b) Akar tanaman akar wangi (V. zizanioides Stapf)

3. Kandungan Kimia Tanaman Akar Wangi

Senyawa kimia dari akar V. zizanioides Stapf sangat kompleks, mengandung sekitar 100 jenis senyawa seskuiterpena dan turunannya. Komposisi utama senyawa kimia dari akar V. zizanioides Stapf antara lain seskuiterpenahidrokarbon


(12)

seperti, cadenene, clovene, amorphine, aromadendrine, junipene; senyawa turunan alkohol vetiverols seperti, khusimol, epiglobulol, spathulenol, khusinol; senyawa turunan karbonil - vetivons (keton) seperti, α-vetivon, β-vetivon, khusimon; dan senyawa turunan ester seperti, khusinol asetat (Akhila and Rani, 2002). Tiga senyawa karbonil, α-vetivon, β-vetivon dan khusimon, merupakan komponen utama yang mempengaruhi aroma dari vetiver oil (Lavania, 2003).

α-vetivon β-vetivon vetivol

Gambar 2. Beberapa senyawa organik hasil isolasi dari akar V. zizanioides Stapf (Chauhan and Raina, 2005)

B. Terpenoid

Terpenoid merupakan salah satu produk metabolisme sekunder dan dalam

tumbuhan dapat ditemukan pada bagian akar, batang, kulit kayu, ranting, biji/buah dan daun (Achmad, 1986). Terpena adalah senyawa yang mengandung gabungan kepala ke ekor dari satuan-satuan kerangka isopren. Terpena disebut juga

isoprenoid. Terpena dapat mengandung dua, tiga, atau lebih satuan isopren. Molekul-molekulnya dapat berupa rantai-terbuka atau siklik. Senyawa ini dapat mengandung ikatan rangkap, gugus hidroksil, gugus karbonil, atau gugus

fungsional lain. Struktur mirip terpena yang mengandung unsur-unsur lain disamping C dan H disebut terpenoid (Fessenden dan Fessenden, 1982).


(13)

Senyawa ini merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat yang telah digunakan untuk penyakit, termasuk diabetes, gangguan menstruasi, gangguan kulit dan malaria. Beberapa senyawa memiliki nilai ekologi bagi tumbuhan yang mengandungnya karena senyawa ini bekerja sebagai antifungi, insektisida, antifeedant atau menstimulir serangga untuk bertelur (Robinson, 1995).

Minyak atsiri merupakan golongan terpenoid yang paling mudah menguap. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar komponen minyak atsiri adalah senyawa yang mengandung karbon dan hidrogen atau karbon hidrogen dan oksigen yang tidak bersifat aromatik (Achmad, 1986).

kepala ekor

isopren unit isopren

Gambar 3. Struktur isopren

Tabel 1. Golongan Utama Senyawa Terpenoid Golongan

Terpenoid

∑ karbon ∑

isopren Sumber/contoh Hemiterpenoid Monoterpenoid Seskuiterpenoid Diterpenoid Sesterterpenoid Triterpenoid Tetraterpenoid Politerpenoid 5 10 15 20 25 30 40 >40 1 2 3 4 5 6 8 >8 Minyak, prenol

Minyak atsiri, iridoid-iridoid, Minyak atsiri, zat-zat pahit

Resin pinus, vit A, giberelin, Vit A Jarang ditemukan

Damar, sterol, steroid, saponin Karotenoid-karotenoid

Karet alam, gula Sumber: (Harborne, 1996 dan Dewick, 2002)


(14)

C. Hama Serangga Rayap Kayu (Cyrptotermes sp.)

Taksonomi atau penggolongan jenis-jenis rayap merupakan salah satu misteri dunia insekta karena tingginya tingkat kemiripan antar jenis rayap dalam masing-masing famili. Rayap kayu, hidup dalam kayu mati yang telah kering. Hama ini umumnya terdapat di rumah-rumah dan perabotan seperti meja dan kursi. Tanda serangannya adalah terdapatnya butir-butir ekskremen kecil berwarna kecoklatan yang sering berjatuhan di lantai atau di sekitar kayu yang diserang. Rayap ini juga tidak berhubungan dengan tanah, karena habitatnya kering (Tarumingkeng, 2001).

Sampai saat ini, dalam pengendalian serangan rayap skala lapangan, sebagian besar memakai bahan kimia yang sangat beracun dan tidak ramah lingkungan, seperti asam borak, CCB Boron), CCA (Copper-Chrome-Arsen), dan CCF (Copper-Chrome-Flour). Ini akan merusak lingkungan jika tidak diantisipasi karena bahan tersebut sukar dirombak oleh alam. Ada juga metode pengendalian secara biologi dalam skala laboratorium dengan nematoda (cacing), bakteri, dan jamur yang diumpankan ke rayap sehingga akan

mengganggu sistem pencernaan rayap (Prasetyo, 2009).


(15)

Rayap merupakan serangga yang hidup berkoloni, di dalam koloni tersebut terdapat beberapa kasta individu yang wujudnya berbeda, yaitu: kasta reproduktif, kasta prajurit dan kasta pekerja. Kasta reproduktif terdiri atas individu-individu seksual yaitu betina (abdomennya lebih besar) yang tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi betina. Kasta prajurit, ditandai dengan bentuk tubuh yang kekar karena penebalan (sklerotisasi) kulitnya agar mampu melawan musuh untuk mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Sedangkan kasta pekerja, membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80 % populasi dalam koloni merupakan individu-individu pekerja. Tugasnya hanya bekerja tanpa berhenti hilir mudik di habitatnya untuk mencari makanan dan mengangkutnya ke sarang, membuat terowongan-terowongan, membersihkan telur-telur, dan membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak produktif lagi (karena sakit, sudah tua dan malas) (Tarumingkeng, 2001). Siklus hidup koloni rayap dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Siklus hidup hama serangga rayap (Cyrptotermes sp.) (Marshall, 2009)


(16)

D. Ekstraksi Senyawa Bahan Alam

Isolasi suatu senyawa bahan alam dilakukan melalui proses ekstraksi. Proses ini adalah proses penarikan komponen / zat aktif suatu simplisia dengan

menggunakan pelarut tertentu. Prinsip ekstraksi didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur (Khopkar, 2002). Ekstraksi digolongkan ke dalam dua bagian besar berdasarkan bentuk fase yang diekstraksi yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi cair-padat. Untuk ekstraksi cair-cair dapat menggunakan corong pisah, sedangkan ekstraksi cair-padat terdiri dari beberapa cara yaitu maserasi, perkolasi dan

sokletasi (Harborne, 1996).

Perkolasi merupakan proses ekstraksi dengan cara melewatkan pelarut organik pada sampel secara terus menerus sehingga pelarut akan membawa senyawa organik (Alfiani, 2002). Proses ini sangat baik untuk senyawa organik yang sangat mudah larut dalam pelarut yang digunakan (Harborne, 1996).

Maserasi merupakan proses ekstraksi dengan cara perendaman sampel

menggunakan pelarut organik pada suhu ruang. Proses ini sangat menguntungkan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena dengan perendaman sampel akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan di dalam dan di luar sel sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik serta struktur senyawa tidak akan mudah rusak. Sokletasi merupakan metode ekstraksi dengan cara pemanasan dan terjadi sirkulasi pelarut yang selalu membasahi sampel. Akan tetapi proses ini


(17)

hanya cocok untuk senyawa organik yang tidak dipengaruhi oleh suhu atau bersifat tahan panas (Harborne, 1996).

E. Uji Bioaktifitas

Sebelum melakukan isolasi bahan aktif dilakukan uji pendahuluan (screening fitokimia) untuk mengetahui ada atau tidaknya senyawa bioaktif yang akan diisolasi pada sampel. Selanjutnya untuk mengetahui keaktifan senyawa tersebut terhadap organisme maka dilakukan uji aktifitas biologi. Uji ini dilakukan pada sampel awal (crude extract) maupun hasil pemurnian. Keaktifan suatu senyawa dapat bersifat sebagai obat, racun (toksik), penarik (atraktan), penstimulir dan penolak (repellent) (Kardinan, 2002)

Repellent merupakan daya tolak terhadap serangga yang ditimbulkan dari

senyawa kimia hasil metabolit sekunder (Kardinan, 2007). Senyawa kimia yang telah diketahui sebagai repellent insect adalah eugenol, tymol, cyneol atau estragole (Gbolade and Soremekun, 1998).

Uji bioaktifitas dilakukan pada ekstrak kasar dan fraksi hasil tahapan pemurnian yaitu hama uji diberi pilihan makan dengan dan tanpa ekstrak. Pada cawan petri diletakkan bahan tanpa perlakuan (kontrol) pada salah satu sisi dan bahan yang dicampur dengan ekstrak atau senyawa dengan konsentrasi tertentu sebagai bahan uji. Pada setiap cawan tersebut kemudian diberikan 10 ekor hama uji yang dipuasakan terlebih dahulu selama 12 jam. Selanjutnya diamati kecenderungan gerak dari hama tersebut selama 24 jam. Apabila hama cenderung bergerak menjauhi bahan uji maka disebut uji positif repellent dan dihitung indeks ketertarikan ekstrak atau senyawa (Syahputra, 2001).


(18)

F. Pemisahan Senyawa Secara Kromatografi

Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan dua atau lebih senyawa yang terdistribusi antara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Kromatografi dapat dibedakan berdasarkan kedua fase tersebut, yaitu kromatografi padat-cair (Kromatografi Lapis Tipis, Kromatografi Kertas, Kromatografi Kolom), kromatografi cair-cair dan kromatografi gas-cair (Hostettman et al., 1995) Tabel 2. Penggolongan kromatografi berdasarkan fase diam dan fase gerak

Fase diam Fase gerak Sistem kromatografi Padat Cair Cair – adsorpsi Padat Gas Gas – adsorpsi Cair Cair Cair – partisi Cair Gas Gas – partisi Sumber: Johnson and Stevenson (1991)

Hampir setiap campuran kimia, mulai dari bobot molekul rendah sampai tinggi, dapat dipisahkan menjadi komponen-komponennya dengan beberapa metode kromatografi (Gritter et al., 1991). Pada penelitian ini akan digunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Cair Vakum (KCV), dan Kromatografi Kolom Gravitasi (KKG).

1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah salah satu kromatografi yang fase diamnya direkatkan pada lempengan tipis alumunium atau kaca. KLT digunakan untuk mengidentifikasi komponen dan mendapatkan eluen yang tepat untuk kromatografi kolom dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) (Hostettman et al., 1995). KLT dikenal juga sebagai kromatografi kolom terbuka. Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan dan sensitif (Khopkar, 2002). Kelebihan KLT terletak pada pemakaian pelarut yang jumlahnya sedikit sehingga memerlukan


(19)

biaya yang relatif murah, selain itu peralatan yang digunakan sederhana dan waktu yang diperlukan untuk mengerjakan metode ini relatif singkat (Gritter et al.,1991).

Pada umumnya sebagai fase diam digunakan silika gel. Dalam perdagangan, silika gel yang biasa digunakan untuk kromatografi kolom mempunyai ukuran 230-400 mesh. Ukuran ini terutama mempengaruhi kecepatan alir dan kualitas pemisahan (Sastrohamidjojo, 1991). Karena sebagian besar silika gel bersifat sedikit asam, maka asam akan lebih mudah dipisahkan, jadi meminimalisir reaksi asam-basa antara penjerap dan senyawa yang dipisahkan (Gritter et al., 1991). Lapisan tipis sering mengandung indikator fluoresensi yang ditambahkan untuk membantu penampakan bercak tak berwarna pada lapisan yang telah

dikembangkan. Indikator fluoresensi adalah senyawa yang memancarkan sinar tampak jika disinari dengan sinar berpanjang gelombang lain, biasanya sinar ultraviolet. Jika senyawa pada bercak yang akan ditampakkan mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik jenis apa saja , sinar UV yang mengeksitasi tidak dapat mencapai indikator fluoresensi , dan tidak ada cahaya yang dipancarkan. Hasilnya adalah bercak gelap dengan latar belakang yang bersinar (Gritter et al., 1991). Hasil dapat diamati dengan menghitung harga perbandingan antara jarak pergerakan fraksi sampel yang dibawa oleh pelarut (spot) dengan jarak pergerakan pelarut, yang dikenal dengan harga Rf


(20)

2. Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom digunakan untuk pemisahan campuran beberapa senyawa yang diperoleh dari hasil isolasi. Terjadinya pemisahan komponen-komponen suatu zat dalam eluen yang bergerak melalui fase diam sebagai adsorben, karena adanya perbedaan daya adsorpsi pada komponen-komponen tersebut. Fase diam diisikan ke dalam kolom gelas, sedangkan eluennya disesuaikan dengan sampel yang akan dipisahkan. Metode elusi dapat dilakukan dengan elusi isokratik atau elusi landaian. Elusi isokratik adalah adanya penggunaan eluen yang tidak berubah selama proses pemisahan berlangsung. Elusi landaian adalah kebalikan dari isokratik, dimana terjadi pergantian eluen yang dipakai saat proses pemisahan berlangsung (Johnson and Stevenson, 1991).

Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan sampel di atas kolom yang berisi serbuk penjerap (seperti selulosa, silika atau poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen memakai pelarut yang cocok. Kolom berupa tabung kaca yang dilengkapi dengan keran pada salah satu ujung, dan ukurannya sedemikian rupa sehingga nisbah garis tengah terhadap panjang kolom dalam rentang 1:10 sampai 1:30 (Markham, 1988). Terdapat dua sifat senyawa yang dimanfaatkan dalam metode pemisahan ini, yaitu sifat penjerap yang cenderung menempel pada permukaan fase diam dan sifat kelarutannya dalam fase gerak (Gritter et al., 1991).


(21)

Tabel 3. Deret eluotropi beberapa pelarut organik (semakin besar harga eluotropi semakin naik kepolarannya)

Pelarut Eluotropi(εo) Pelarut Eluotropi(εo) n-pentana isooktana n-heksana CCl4 Xilena Toluene Benzene dietil eter Kloroform 0.00 0.01 0.04 0.18 0.26 0.29 0.32 0.38 0.40 Metilen klorida Tetrahidrofuran Aseton Etil asetat Anilin Asetonitril i-propanol etanol metanol 0.42 0.45 0.56 0.58 0.62 0.65 0.82 0.88 0.95 Sumber: (Gritter et al., 1991)

3. Kromatografi Cair Vakum

Teknik KCV dilakukan dengan suatu sistem yang bekerja pada kondisi vakum secara terus-menerus sehingga diperoleh kerapatan kemasan yang maksimum atau menggunakan tekanan rendah untuk meningkatkan laju alir fase gerak. Pada kromatografi cair, susunan eluen atau fase gerak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemisahan. Urutan eluen yang digunakan dalam kromatografi cair diawali dari eluen yang mempunyai tingkat kepolaran rendah kemudian

kepolarannya ditingkatkan secara perlahan-lahan (Hostettman et al., 1995).

G. Identifikasi Secara Spektroskopi

Spektroskopi merupakan studi yang mempelajari antaraksi antara materi dan energi cahaya dengan menyerap energi berupa panjang gelombang. Setiap senyawa organik memiliki serapan yang berbeda, sehingga spektroskopi dapat digunakan untuk melakukan identifikasi struktur senyawa organik (Noerdin, 1987).


(22)

1. Spektroskopi Massa

Pada spektrofotometer massa, suatu contoh diubah menjadi keadaan gas

dibombardir dengan elektron yang berenergi cukup untuk mengalahkan potensial ionisasi pertama senyawa tersebut (Silverstein, 1986). Tabrakan antara sebuah molekul organik dan salah satu elektron berenergi tinggi menyebabkan lepasnya sebuah elektron dari molekul itu dan terbentuknya suatu ion organik. Ion organik yang dihasilkan oleh pemborbardiran elektron berenergi tinggi ini tidak stabil, dan pecah menjadi fragmen kecil, baik berbentuk radikal bebas maupun ion-ion lain. Spektrum massa adalah alur kelimpahan muatan (m/e atau m/z) dari fragmen-fragmen itu. Puncak tertinggi dalam suatu spektrum, disebut puncak dasar (base peak), dan diberi nilai intensitas sebesar 100% (Fessenden&Fessenden, 1982). Jika puncak ion molekul terlihat pada spektrum maka letaknya pada bagian paling kanan (Sudjadi, 1986). Informasi yang kita dapatkan dari spektroskopi massa berupa berat molekul dari senyawa (Silverstein, 1986).

Dalam penentuan rumus molekul suatu senyawa, aturan nitrogen dapat

dimanfaatkan. Aturan nitrogen menyatakan bahwa suatu senyawa yang memiliki berat molekul genap, maka senyawa tersebut tidak mengandung atom nitrogen atau mengandung sejumlah nitrogen dalam jumlah genap. Sedangkan senyawa organik dengan berat molekul ganjil akan mengandung atom nitrogen dalam jumlah ganjil (Khopkar,2002 ).


(23)

2. Spektroskopi Inframerah

Pada umumnya pancaran inframerah untuk analisis organik digunakan daerah antara 4000-600 cm-1. Spektroskopi inframerah memberikan informasi tentang gugus fungsi pada senyawa yang diidentifikasi. Gugus fungsi ini dapat dikenal dari vibrasi yang berada pada frekuensi tertentu. Dengan mengetahui frekuensi vibrasi pada spektrum inframerah, maka dapat diketahui gugus fungsi yang ada dalam molekul karena umumnya frekuensi vibrasi dari gugus fungsi tertentu akan menghasilkan frekuensi yang spesifik. Daerah sidik jari merupakan daerah yang sangat penting dalam spektrum inframerah karena perbedaan sedikit saja dalam struktur molekul akan memberikan perubahan yang mencolok pada distribusi puncak serapannya (Sastrohamidjojo, 1991). Daerah sidik jari berada pada daerah antara 1400-700 cm -1 (Fessenden dan Fessenden, 1982). Daerah serapan gugus fungsi senyawa organik dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Daerah serapan gugus fungsi senyawa organik.

Jenis ikatan Daerah serapan v (cm-1) Regang OH, NH

Regang CH (C≡CH, C=CH, Ar–H)

Regang CH (CH3, CH2, -CH)

Regang C≡C, C≡N

Regang C=O Regang C=C

Lentur ≡CH

Lentur C=CH, Ar-H (luar bidang)

3750-3000 3300-2900 3000-2700 2400-2100 1900-1650 1675-1500 1475-1300 1000-650 Sumber : (Creswell et al., 1982)


(24)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung. Analisis dilakukan di Laboratorium Biomassa Universitas Lampung dan Laboratorium Terpadu UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Identifikasi atau determinasi sampel di Laboratorium Biologi Farmasi UII Yogyakarta.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 1 kg serbuk akar tumbuhan akar wangi dan hama rayap kayu (Cyrptotermes sp.). Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi dan kromatografi adalah n-heksana, aseton, etil asetat, diklorometana, kloroform, metanol, larutan pereaksi Liebermann-Burchard (anhidrida asetat : asam sulfat pekat, 1:1) yang digunakan sebagai penampak bercak pada noda KLT dan uji pendahuluan terpenoid, plat KLT silika gel 60 F254 0,25 mm untuk kromatografi lapis tipis, silika gel Merck 60 (10-40 μm) untuk


(25)

impregnasi dan kromatografi kolom gravitasi, serta silika gel Merck 60 GF254 (63-200 μm) sebagai fase diam pada KCV.

2. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat-alat gelas berbagai ukuran, penguap vakum putar, satu set alat destilasi, satu set alat sokletasi, satu set alat kromatografi kolom, satu set alat kromatografi cair vakum, pipet kapiler, lampu UV, bejana pengembang, Spektrofotometer FT-IR merk Varian, dan GC-MS merk AGILENT GC 6890N 5975B GC-MSD.

C. Prosedur Kerja

1. Pengambilan dan Persiapan Sampel

Sampel berupa akar tumbuhan akar wangi dalam keadaan basah didapat dari pasar Bringharjo Yogyakarta, kemudian dibersihkan dan dikeringanginkan. Setelah kering, sampel digunting kecil untuk memperkecil ukuran sampel dan digiling hingga berbentuk serbuk.

2. Proses Ekstraksi

Serbuk akar tumbuhan akar wangi diekstraksi dengan menggunakan pelarut n-heksana hingga diperoleh ekstrak kasar yang diinginkan. Ekstraksi dilakukan dengan metode sokletasi selama 20 x 3 jam pada suhu penangas 70-80°C. Sehingga suhu dalam labu soklet berkisar titik didih n-heksana (68°C). Ekstrak disaring dengan menggunakan corong dan kapas, kemudian dipekatkan dengan menggunakan penguap putar vakum pada temperatur ruang dengan laju putar


(26)

40-60 rpm dan tekanan rendah (vakum). Sampel yang telah dipekatkan kemudian dikeringkan hingga pelarutnya menguap dan ditimbang massanya. Ekstrak pekat kemudian diambil sebagian untuk dilakukan penapisan fitokimia (uji pendahuluan terpenoid) dan uji aktifitas terhadap hama rayap. Setelah diketahui bahwa ekstrak tersebut aktif, lalu dilakukan uji KLT untuk melihat pola pemisahan komponen-komponen yang terkandung di dalamnya.

3. Uji Pendahuluan Terpenoid

Uji Pendahuluan terpenoid dilakukan terhadap hasil ekstrak yang telah

dipekatkan, kemudian diuji dengan pereaksi Liebermann-Burchard (anhidrida asetat : asam sulfat pekat, 1:1) secara langsung dan KLT. Uji secara langsung dilakukan dengan cara, ekstrak pekat diambil 1 mL kemudian ditambahkan 3 tetes anhidrida asetat dan dibiarkan sampai kering. Kemudian ditambahkan 3 tetes asam sulfat pekat. Sedangkan uji dengan KLT dilakukan dengan cara,

menotolkan ekstrak pada plat KLT. Kemudian dielusi dengan eluen (n-heksana : etilasetat) dan divisualisasi dengan pereaksi Liebermann-Burchard (anhidrida asetat : asam sulfat pekat, 1:1). Uji positif jika terjadi perubahan warna merah sampai ungu (Harbone, 1996).

4. Uji Bioaktifitas

Uji bioaktifitas dilakukan dengan tujuan mengetahui pengaruh ekstrak akar wangi sebagai penolak hama serangga rayap. Uji bioaktifitas dilakukan pada ekstrak kasar dan senyawa murni hasil tahapan pemurnian dengan menggunakan metode percobaan pilihan (Syahputra, 2001), yaitu hama uji Cyrptotermes sp. diberi


(27)

pilihan makan dengan dan tanpa ekstrak. Pada cawan petri diletakkan 3 kayu pada tiap sisi dengan jarak yang sama, yaitu kayu yang dicampur dengan ekstrak atau senyawa sebagai bahan uji, kayu dengan aseton (pelarut ekstrak) yang telah diuapkan (sebagai blangko) dan kayu tanpa perlakuan (kontrol untuk melihat pengaruh aseton pada rayap). Menurut Ohmura et al (2000) ekstrak uji dilarutkan dalam aseton karena tidak berpengaruh terhadap rayap.

Kemudian pada setiap cawan tersebut diberikan 20 ekor hama rayap Cyrptotermes sp. yang dipuasakan terlebih dahulu selama 1 jam. Perlakuan tersebut untuk mendapatkan uji yang valid karena pada keadaan lapar hama cenderung mencari sumber makanan. Selanjutnya diamati kecenderungan gerak dari hama tersebut selama 10 jam. Apabila hama cenderung bergerak menjauhi bahan uji maka disebut uji positif dan dihitung indeks ketertarikan ekstrak atau senyawa. Respon dari hewan uji dipelajari dengan menghitung jumlah hewan uji pada setiap sisi. Dari data yang diperoleh, kemudian dihitung persentase

ketertarikan dan indeks ketertarikan (attractive index) dengan menggunakan persamaan berikut:

a. % Ketertarikan = x 100%

b. AI =

dengan AI adalah indeks ketertarikan (attractive index) yang menyatakan daya ketertarikan suatu senyawa. Nilai AI dan % ketertarikan suatu senyawa


(28)

% ketertarikan suatu senyawa, maka daya repellent senyawa tersebut akan semakin besar (Narayanan dan Nadarajan, 2005).

5. Pemisahan dan Pemurnian

Ekstrak pekat yang didapat dikeringkan, ditimbang massanya dan diuji bioaktifnya terhadap rayap. Ekstrak Aktif dipisahkan dan dimurnikan

menggunakan kromatografi kolom cair vakum. Untuk mengetahui sistem pelarut yang akan digunakan pada kromatografi kolom, terlebih dahulu dilakukan uji KLT menggunakan eluen dengan perbandingan tertentu dari sistem eluen non polar dinaikan kepolarannya hingga bersifat polar, sebelum KCV dilakukan. KLT juga digunakan untuk mengetahui jumlah komponen dan kemurnian sampel yang dianalisis.

Kromatografi kolom dilakukan dengan beberapa gram silika gel 60 GF254 dimasukkan ke dalam kolom kromatografi, diketuk-ketuk sambil divakumkan. Kemudian silika dialiri dengan n-heksana sampai tidak terdapat rongga udara, permukaan rata, dan kerapatan silika gel di dalam kolom sama. Ekstrak kasar hasil sokletasi di impregnasi dengan silika gel Merck 60 kemudian dimasukkan ke dalam kolom kromatografi. Sampel dielusi dengan pelarut mulai dari pelarut dengan kepolaran terendah sampai kepolaran tertinggi dengan perbandingan yang semakin ditingkatkan kepolarannya.

Hasil fraksi yang diperoleh kemudian diuji KLT kembali dengan menggunakan lampu UV dan pereaksi penampak bercak Libermann-Burchard. Fraksi dengan pola pemisahan yang sama digabungkan. Fraksi-fraksi kemudian di KLT dan


(29)

dikromatografi kolom kembali hingga didapatkan pemisahan yang baik dan diperoleh senyawa yang murni.

6. Uji Kemurnian

Uji kemurnian dilakukan dengan metode KLT. Uji kemurnian secara KLT menggunakan beberapa variasi campuran eluen. Kemurnian suatu senyawa ditunjukkan dengan timbulnya satu noda pada 3 nilai Rf yang berbeda yaitu, sekitar 0,2; 0,5 dan 0,7. Pengamatan noda dilakukan di bawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm dan kemudian dicelup pada Liebermann-Burchard untuk menampakkan bercak / noda dari komponen senyawa tersebut.

7. Identifikasi Senyawa

7.1Spektrofotometri Inframerah

Senyawa hasil isolasi berupa minyak di campur bersama halida anorganik KBr. Kemudian digerus dan dibentuk menjadi lempeng tipis atau pellet dengan bantuan alat penekan berkekuatan 7-10 ton persatuan luas. Kemudian pelet tersebut diukur puncak serapannya. Serapan yang didapat berguna untuk mengetahui gugus fungsi yang ada pada senyawa yang dianalisis.

7.2Spektrofotometri Massa

Senyawa dilarutkan ke dalam pelarut diklorometana, kemudian dilakukan

pengukuran dengan Spektrofotometer AGILENT GC 6890N 5975B MSD dengan menggunakan kolom kapiler HP5-MS. Temperatur diprogram 230o C sampai 325o C dengan kenaikan suhu konstan 4o C per menit. Pada saat itu sampel diubah


(30)

menjadi keadaan gas kemudian dibombardir dengan elektron yang berenergi cukup untuk mengalahkan potensial ionisasi pertama senyawa tersebut menjadi fragmen kecil, baik berbentuk radikal bebas maupun ion-ion lain. Didapatkan spektrum massa yang merupakan alur kelimpahan muatan (m/e atau m/z) dari fragmen-fragmen itu. Dari spektrum massa didapat berat molekul dan pola fragmentasi yang terjadi pada senyawa.


(31)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Telah diisolasi senyawa B1.3 yang bersifat sebagai penolak serangga (repellent) pada rayap kayu (Cyrptotermes sp.) berupa minyak jernih tak berwarna yang memberikan noda berwarna merah keunguan dengan penampak bercak pengujian Liebermann-Burchard. Memiliki nilai rata– rata persen ketertarikan sebesar 0,025% dan rata-rata indeks ketertarikan negatif, yaitu (-0,392) yang membuktikan bahwa senyawa bersifat repellent.

2. Dari hasil analisis spektroskopi massa, senyawa hasil isolasi memiliki berat molekul m/e 87,1 dengan rumus molekul C5H13N dan nilai DBE 0. 3. Senyawa hasil isolasi memiliki gugus amina primer ditunjukkan oleh

serapan pada 3415,30 cm-1 dan 3477,16 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur N-H (amina primer) yang diperkuat oleh adanya pita serapan pada daerah 1618,56 merupakan Tekukan N-H (amina primer).

4. Senyawa hasil isolasi diperkirakan 2-metilbutan-1-amina yang merupakan senyawa dengan satu unit isopren dan memilki gugus amina primer.


(32)

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap fase polar ekstrak kasar n-heksana untuk mendapatkan senyawa lain yang juga bersifat sebagai penolak serangga (repellent) pada rayap kayu ataupun hama serangga lainnya.

2. Perlu dilakukan analisis yang lebih lengkap, seperti 1H-NMR dan 13

C-NMR, agar dapat menentukan struktur senyawa secara lebih akurat. 3. Perlu diperhatikan pada saat analisis GC-MS, baik pemilihan kolom dan

pengaturan temperatur yang tepat.

4. Perlu dilakukan variasi konsentrasi pada saat pengujian repellent guna mengetahui konsentrasi efektif dalam uji aktifitas repellent terhadap rayap kayu (Cyrptotermes sp.).


(33)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Sampel

Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang terdapat di dalamnya. Pengeringan sampel dilakukan pada suhu kamar atau dikeringanginkan, bukan dengan dipanaskan di bawah sinar matahari karena sinar UV yang terpancar dari sinar matahari dapat merusak komponen-komponen senyawa yang terdapat dalam sampel. Sampel ini kemudian digunting kecil-kecil untuk memperkecil ukuran sampel dan digiling hingga menjadi serbuk. Agar senyawa dapat terekstrak maksimal pada proses ekstraksi. Dari 3 kg akar tumbuhan akar wangi yang masih basah diperoleh 1 kg serbuk akar kering.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khaeroh (2005), penggunaan pelarut n-heksana digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi senyawa terpenoid. Oleh karena itu, sampel ini kemudian disokletasi dengan menggunakan pelarut n-heksana selama 20 x 3 jam pada suhu penangas 70-80° C. Sehingga suhu dalam labu soklet berkisar titik didih n-heksana (68° C). Sokletasi merupakan metode ekstraksi dengan cara pemanasan dan terjadi sirkulasi pelarut yang selalu


(34)

lebih sedikit dari proses ekstraksi lainya. Akan tetapi proses ini hanya cocok untuk senyawa organik yang tidak dipengaruhi oleh suhu atau bersifat tahan panas (Harborne, 1996). Oleh karena itu, untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan senyawa pada saat proses ekstraksi maka sokletasi dijaga pada kondisi suhu kurang lebih sama dengan titik didih pelarut yang digunakan. Hasil sokletasi yang diperoleh kemudian disaring dan dipekatkan dengan menggunakan penguap vakum putar dengan kecepatan 60 rpm pada suhu ruang untuk menghindari kerusakan senyawa-senyawa yang terkandung di dalamnya dan diperoleh ekstrak pekat sebanyak 14,26 gram pada fase non polar dan 4,28 gram pada fase polar.

Sebelum dilakukan proses pemisahan dan pemurnian, sampel terlebih dahulu diuji fitokimia terpenoid. Hal ini dilakukan untuk memastikan adanya senyawa

terpenoid pada ekstrak kasar hasil evaporasi. Uji dilakukan dengan dua cara yaitu, pertama dengan melihat secara langsung perubahan warna yang ditimbulkan dari hasil reaksi antara ekstrak kasar dan pereaksi

Liebermann-Burchard. Hasil yang diperoleh adalah perubahan menjadi warna hijau kehitaman pada fase polar dan nonpolar. Perubahan warna menandakan adanya senyawa steroid yang dominan pada kedua fase tersebut (Harbone, 1996). Selanjutnya dilakukan uji kedua dengan KLT menggunakan Liebermann-Burchard sebagai pereaksi visualisasinya. Hal ini dilakukan untuk melihat senyawa terpenoid yang lebih spesifik. Hasil yang diperoleh adalah adanya spot warna merah sampai merah keunguan, menandakan adanya senyawa terpenoid selain steroid (Febriana, 2004).


(35)

Sejumlah cuplikan dari ekstrak kasar pada fase polar dan nonpolar ini kemudian dilarutkan dalam aseton untuk kemudian diuji repellent terhadap 20 ekor hewan uji yang dilepaskan. Sebelum dilakukan uji, terlebih dahulu rayap dipuasakan selama 1 jam. Hal ini dimaksudkan agar rayap dalam keadaan lapar dan lebih agresif untuk mencari makan sehingga hasilnya lebih valid (Fitriani, 2009). Sedangkan pemilihan aseton sebagai pelarut dikarenakan aseton tidak

berpengaruh terhadap rayap (Ohmura et al., 2000). Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6.

Tabel 5. Data pengamatan uji aktifitas repellent pada ekstrak fase nonpolar

Jam ke- S K B L

Persentasi Indeks ketertarikan ketertarikan

(%) (AI)

1 0 1 2 0 0 -0,111111111

2 0 2 1 0 0 -0,052631579

3 0 3 4 0 0 -0,25

4 0 1 1 1 0 -0,052631579

5 0 0 2 0 0 -0,111111111

6 0 2 2 4 0 -0,111111111

7 0 1 4 2 0 -0,25

8 0 1 1 4 0 -0,052631579

9 0 1 0 4 0 0

10 0 1 1 5 0 -0,052631579

∑ (jumlah) 0 13 18 20 0 -1,043859649

Rata-rata 0 1 2 2 0 -0,104385965

Keterangan: S = Jumlah rayap pada sampel, K = Jumlah rayap pada kontrol B = Jumlah rayap pada blanko, L = Jumlah rayap yang mati.


(36)

Tabel 6. Data pengamatan uji aktifitas repellent pada ekstrak fase polar

Jam ke- S K B L

Persentasi Indeks ketertarikan ketertarikan

(%) (AI)

1 0 0 0 0 0 0

2 1 4 0 1 0,05 0,05

3 1 5 1 0 0,05 0

4 2 1 1 1 0,1 0,052631579

5 2 3 0 2 0,1 0,1

6 1 4 1 4 0,05 0

7 1 6 1 1 0,05 0

8 1 6 0 4 0,05 0,05

9 1 5 1 0 0,05 0

10 0 1 1 5 0 -0,052631579

∑ (jumlah) 10 35 6 18 0,5 0,2

Rata-rata 1 4 1 2 0,05 0,02

Keterangan: S = Jumlah rayap pada sampel, K = Jumlah rayap pada kontrol B = Jumlah rayap pada blanko, L = Jumlah rayap yang mati.

Dari Tabel 5 dan 6 tersebut dapat dilihat bahwa ekstrak kasar dari akar tumbuhan akar wangi memiliki sifat repellent terhadap rayap kayu, yang diketahui dari jumlah rayap yang cenderung tidak tertarik pada bahan uji dibandingkan dengan blanko dan kontrol. Pada fase nonpolar memiliki keaktifan yang lebih tinggi dibandingkan dengan fase polar yang dapat terlihat dari rata–rata persen ketertarikan dan indeks ketertarikan (IA) yang lebih kecil.

B. Pemisahan dan Pemurnian

Prinsip dari pemisahan adalah adanya perbedaan sifat fisik dan kimia dari senyawa yang akan dipisahkan, meliputi kepolaran, kelarutan pada pelarut yang digunakan, keatsirian dan kecenderungan molekul untuk melekat pada adsorben. Pemisahan awal senyawa pada ekstrak kasar n-heksana dilakukan dengan


(37)

pisah. Dari pemisahan tersebut didapatkan berat fase polar sebesar 4,28 gram dan fase nonpolar sebesar 14,26 gram.

Selanjutnya dilakukan pemurnian fase nonpolar, sedangkan fase polar ditinggalkan karena jumlah yang sedikit dan keaktifannya lebih kecil dibandingkan fase nonpolar. Pemurnian dilakukan dengan menggunakan

kromatografi kolom cair vakum dengan fasa diam Si gel 60 GF254 dan fasa gerak menggunakan variasi eluen n-heksana dan etil asetat. Proses elusi dilakukan secara landaian dengan urutan eluen n-heksana 100%, n-heksana : etil asetat 98%, n-heksana : etil asetat 95%, n-heksana : etil asetat 92%, n-heksana : etil asetat 90%, n-heksana : etil asetat 85%, n-heksana : etil asetat 80%, n-heksana : etil asetat 75%, n-heksana : etil asetat 70%, n-heksana : etil asetat 65%, n-heksana : etil asetat 60%, n-heksana : etil asetat 55%, n-heksana : etil asetat 50%, n-heksana : etil asetat 40%, n-heksana : etil asetat 30%, n-heksana : etil asetat 20%, etil asetat 100% dan metanol 100% dengan berdasarkan pada pola KLT yang telah dicoba sebelumnya. Kromatografi kolom cair vakum (KCV) adalah kromatografi kolom yang dipercepat dan bekerja pada kondisi vakum. Alat yang digunakan terdiri dari corong G-3, sumbat karet dan penghisap yang dihubungkan dengan pompa vakum serta wadah penampung fraksi. Corong G diisi dengan Si gel 60 GF254, kemudian dipadatkan. Setelah itu adsorben dipadatkan kembali dengan mengalirkan pelarut yang bersifat nonpolar (n-heksana) pada kondisi vakum. Pelarut yang lebih polar dari sistem eluen yang akan digunakan sangat dihindari karena dapat merubah sistem eluen.


(38)

Setelah adsorben benar-benar rata dan padat, diatasnya diletakkan sampel yang telah diimpregnasi atau dicampurkan dengan Si gel Merck 60, diratakan dan dilapisi dengan kertas saring. Pencampuran sampel dengan silika gel dilakukan untuk mengadsorpsi sampel pada permukaan adsorben. Pencampuran ini

dilakukan karena sifat adsorben yang polar akan menyebabkan senyawa-senyawa yang bersifat polar terikat dengan kuat pada permukaan adsorben sehingga pada saat proses elusi, senyawa dengan kepolaran rendah akan keluar dari kolom terlebih dahulu. Dalam hal ini, diameter corong dipilih sedemikian rupa sehingga lapisan sampel di permukaan kolom setipis mungkin dan rata. KCV ini bertujuan untuk memisahkan komponen-komponen senyawa yang terdapat dalam sampel berdasarkan perbedaan tingkat kepolaran senyawa, sehingga fraksi yang diperoleh akan memiliki komponen yang lebih sederhana dari sebelumnya. Dari hasil penampungan kromatografi kolom cair vakum ini didapatkan 31 fraksi. Fraksi ini kemudian diuji KLT menggunakan penampak bercak Liebermann-Burchard.

Gambar 6. Kromatogram metode KLT fraksi hasil KCV ekstrak kasar n-heksana fase nonpolar, eluen n-n-heksana : etil asetat 95%.

Ketiga puluh satu fraksi ini yang memiliki pola KLT yang sama kemudian digabungkan dan dipekatkan dengan menggunakan penguap putar vakum. Setelah semua fraksi ini benar-benar kering, diperoleh 5 fraksi gabungan, yaitu fraksi A (1-10), B (11-17), C (18-20), D (21-23), dan fraksi E (24-31). Dari pola


(39)

KLT diatas juga diketahui bahwa hanya fraksi A dan B yang memiliki spot berwarna merah jingga hingga ungu. Hal ini menandakan hanya kedua fraksi tersebut yang memiliki kandungan terpenoid dan dapat dilanjutkan tahap pemurnian selanjutnya.

Pemurnian pada fraksi A telah dilakukan melalui tahap kromatografi cair vakum, namun pemisahanya kurang baik. Hal ini disebabkan pada fraksi A merupakan fase yang sangat nonpolar. Oleh karena itu, fraksi A sulit dimurnikan dengan teknik kromatografi kolom karena sangat sulit mencari eluen yang lebih nonpolar dari n-heksana sehingga tidak dilanjutkan ke tahap pemisahan berikutnya.

Selanjutnya dilanjutkan pemurnian terhadap fraksi B dengan terlebih dahulu mencari rangkaian eluen yang sesuai menggunakan KLT.

(a) (b) (c)

Gambar 7. Kromatogram metode KLT fraksi B dengan eluen (a) n-heksana : etil asetat 85%; (b) n-heksana : kloroform 50%; (c) n-heksana : kloroform 40%.

Dari hasil KLT di atas diketahui bahwa pemisahan yang paling baik dilakukan dengan eluen n-heksana : kloroform 40%. Oleh karena itu, pemurnian dapat dilakukan menggunakan variasi eluen n-heksana : kloroform dari konsentrasi n-heksana 100% hingga 40%. Pemurnian terhadap fraksi B dengan berat


(40)

3,09 gram dilakukan dengan KCV secara landai menggunakan eluen n-heksana 100%, n-heksana : kloroform 98%, n-heksana : kloroform 95%, n-heksana : kloroform 90%, heksana : kloroform 85%, heksana : kloroform 80%, n-heksana : kloroform 75%, n-n-heksana : kloroform 70%, n-n-heksana : kloroform 65%, n-heksana : kloroform 60%, n-heksana : kloroform 55%, n-heksana : kloroform 50%, dan n-heksana : kloroform 40%. Dari hasil penampungan kromatografi kolom cair vakum fraksi B ini didapatkan 26 fraksi. Fraksi ini kemudian diuji KLT menggunakan penampak bercak Liebermann-Burchard.

Gambar 8. Kromatogram metode KLT fraksi B setelah KCV dengan eluen n-heksana:Kloroform 50%.

Kedua puluh enam fraksi ini yang memiliki pola KLT yang sama kemudian digabungkan dan dipekatkan dengan menggunakan penguap putar vakum,

diperoleh 5 fraksi gabungan, yaitu fraksi B1 (1-2), B2 (3-6), B3 (7-19), B4 (20-23), dan fraksi B5 (24-26). Hasil KLT di atas menunjukkan bahwa hanya fraksi B1, B3 dan B4 yang masih memiliki kandungan terpenoid. Dari hasil KLT tersebut juga terlihat fraksi B1 hanya memiliki kandungan terpenoid saja yang ditandakan dengan hanya terdapat 2 spot merah. Hal ini menandakan fraksi B1 murni hanya mengandung senyawa terpenoid, namun perlu dilakukan pemurnian lebih lanjut untuk mendapatkan senyawa terpenoid yang benar-benar murni.

B1 B2

B3 B4


(41)

(a) b) (c)

Gambar 9. Kromatogram metode KLT fraksi B1 dengan eluen (a) n-heksana: Kloroform 60% (b) n-heksana : Kloroform 40%; (c) n-heksana : diklorometana 70%.

Dari hasil KLT di atas diketahui bahwa pemisahan yang paling baik dilakukan dengan eluen n-heksana : diklorometana 70%. Oleh karena itu, pemurnian dapat dilakukan menggunakan variasi eluen n-heksana : diklorometana dari konsentrasi n-heksana 100% hingga 70%. Pemurnian fraksi B1 dilakukan dengan

kromatografi kolom gravitasi (KKG) secara landai. Teknik KKG, pada dasarnya sama dengan KCV, yaitu merupakan kromatografi cair-adsorpsi, hanya saja KKG dilakukan pada sistem yang bekerja pada kondisi normal tanpa vakum (gravitasi). Waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaannya lebih lama, namun diharapkan akan mendapat hasil dengan pemisahan yang lebih baik dan lebih murni.

Pada pemurnian ini fraksi B1 dengan berat 0,33 gram diimpregnasi pada Si gel Merck 60 kemudian digunakan fase diam Si gel Merck 60 dan eluen n-heksana

100%, n-heksana : diklorometana 98%, n-heksana : diklorometana 96%, n-heksana : diklorometana 94%, n-heksana : diklorometana 92%, n-heksana :

diklorometana 90%, n-heksana : diklorometana 88%, n-heksana : diklorometana 86%, n-heksana : diklorometana 84%, n-heksana : diklorometana 82%,


(42)

n-heksana : diklorometana 80%, n-heksana : diklorometana 78%, n-heksana : diklorometana 76%, n-heksana : diklorometana 74%, n-heksana : diklorometana 72%, dan n-heksana : diklorometana 70%. Dari hasil penampungan kromatografi kolom gravitasi fraksi B1 ini didapatkan 29 fraksi. Fraksi ini kemudian diuji KLT menggunakan penampak bercak Liebermann-Burchard.

Gambar 10. Kromatogram metode KLT fraksi B1 setelah KKG dengan eluen n-heksana : diklorometana 50% (B1.3, Rf = 0,86; B1.4, Rf = 0,78 dan 0,86; B1.5, Rf = 0,78; B1.11, Rf = 0,34).

Kedua puluh sembilan fraksi ini yang memiliki pola KLT yang sama kemudian digabungkan, diperoleh 12 fraksi gabungan, yaitu fraksi B1.1 (1-2), B1.2 (3), B1.3 (4-7), B1.4 (8-11), B1.5 (12), B1.6 (13), B1.7 (14), B1.8 (15-16), B1.9 (17-18), B1.10 (19), B1.11 (20-21), dan fraksi B1.12 (22-29). Dari hasil KLT di atas sudah terlihat fraksi yang kemungkinan merupakan senyawa murni dengan adanya satu spot merah pada pola KLTnya. Fraksi – fraksi yang kemungkinan merupakan senyawa murni adalah B1.3 (4-7) dengan nilai Rf sebesar 0,86; B1.5 (12) dengan nilai Rf sebesar 0,78 dan B1.11 (20-21) dengan nilai Rf sebesar 0,34 pada eluen n-heksana : diklorometana 50%. Selanjutnya fraksi-fraksi ini dapat diuji kemurnian dengan KLT menggunakan variasi eluen yang berbeda. Sedangkan fraksi B1.4 (8-11) dari

B1.3

B1.4 B1.5


(43)

pola KLTnya diketahui merupakan gabungan dari senyawa pada fraksi B1.3 dan B1.5 yang dapat dipisahkan dan digabungkan dengan fraksi fraksi tersebut.

Pemisahan fraksi B1.4 dengan berat 0,023 gram dilakukan dengan kromatografi kolom gravitasi yang terlebih dahulu dilihat pola KLTnya untuk mengetahui eluen yang digunakan.

Gambar 11. Kromatogram metode KLT fraksi B1.4 dengan eluen n-heksana 100%.

Dari hasil pola KLT di atas terlihat bahwa fraksi B1.4 memiliki pola pemisahan yang baik dengan eluen n-heksana 100%, sehingga pemisahan dapat dilakukan dengan eluen tersebut. Pemisahan dilakukan dengan cara isokratik, yaitu penggunaan eluen yang tidak berubah selama proses pemisahan berlangsung (Johnson and Stevenson, 1991). Setelah fraksi B1.4 dilakukan impregnasi pada Si gel Merck 60 ternyata warna hasil impregnasi sama dengan warna pada fase diam. Oleh karena itu pada proses elusi, volume eluen sangat berpengaruh. Pada saat elusi eluen ditampung setiap 10 ml, hal ini dimaksudkan agar senyawa terpisah berdasarkan volume yang turun. Dari hasil penampungan kromatografi kolom gravitasi fraksi B1.4 ini didapatkan 5 fraksi. Fraksi ini kemudian diuji KLT menggunakan penampak bercak Liebermann-Burchard.


(44)

Gambar 12. Kromatogram metode KLT fraksi B1.4 setelah KKG dengan eluen n-heksana : diklorometana 50% (B1.4.1, Rf = 0,78 dan B1.4.2, Rf = 0,86)

Dari kelima fraksi tersebut setelah dilihat pola KLT dan nilai Rfnya dapat dipastikan bahwa fraksi B1.4.1 (1-3) dapat digabungkan dengan fraksi B1.3 sedangkan fraksi B1.4.2 (4-5) dapat digabungkan dengan fraksi B1.5.

C. Uji Kemurnian

Dari pemurnian-pemurnian yang telah dilakukan didapatkan beberapa fraksi yang kemungkinan merupakan senyawa terpenoid murni, yaitu pada fraksi B1.3, B1.5 dan B1.11. Namun dari ketiga fraksi tersebut hanya fraksi B1.3 yang jumlahnya mencukupi untuk dilakukan uji kemurnian, uji bioaktif dan analisis

spektrofotometri. Uji kemurnian dilakukan dengan metode KLT menggunakan variasi beberapa eluen untuk mendapatkan Rf sekitar 0,2; 0,5 dan 0,7. Hal ini dimaksudkan untuk melihat ada atau tidak spot baru yang muncul dari eluen berbeda.

Pada fraksi B1.3 dilakukan KLT dengan eluen n-heksana100%, n-heksana : diklorometana 95% dan n-heksana : aseton70%. Kemudian dilakukan visualisasi

B1.4.1 B1.4.2


(45)

dengan lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm dan dicelup pada larutan Liebermann-Burchard untuk menampakkan bercak/noda.

(a) b) (c)

Gambar 13. Kromatogram metode KLT senyawa B1.3 dengan eluen (a) n-heksana100%, Rf = 0,27

(b) n-heksana : diklorometana 95%, Rf = 0,59 (c) n-heksana : aseton70%, Rf = 0,91

Dari hasil KLT setelah divisualisasi dengan lampu UV pada panjang gelombang 254 nm tidak terdapat noda sama sekali. Sedangkan setelah dilakukan visualisasi dengan Liebermann-Burchard didapatkan satu noda merah pada setiap eluen dengan Rf yang berbeda, yaitu n-heksana 100% menghasilkan nilai Rf sebesar 0,27; n-heksana : diklorometana 95% menghasilkan nilai Rf sebesar 0,59 dan n-heksana : aseton 70% menghasilkan nilai Rf sebesar 0,91. Hal ini mununjukkan bahwa fraksi B1.3 kemungkinan merupakan senyawa terpenoid murni berbentuk minyak jernih dengan berat 0,0225 gram. Untuk memastikan lebih lanjut,

dilakukan penentuan struktur secara spektroskopi sehingga diketahui struktur dan golongan senyawa tersebut.

D. Uji Bioaktifitas Senyawa Murni

Dari hasil uji kemurnian fraksi B1.3 diketahui merupakan senyawa terpenoid murni yang selanjutnya diuji keaktifannya terhadap rayap kayu. Metode yang digunakan


(46)

pada uji bioaktifitas ini sama dengan uji bioaktifitas pada ekstrak kasar. Setelah dilakukan uji pada setiap senyawa didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 7. Data pengamatan uji aktifitas repellent pada senyawa B1.3.

Jam ke- S K B L

Persentasi Indeks ketertarikan ketertarikan

(%) (AI)

1 1 2 2 0 0,05 -0,055555556 2 1 2 3 0 0,05 -0,117647059 3 0 4 2 1 0 -0,111111111 4 0 1 1 4 0 -0,052631579 5 0 2 1 5 0 -0,052631579

6 1 2 0 0 0,05 0,05

7 1 1 1 5 0,05 0

8 0 3 0 0 0 0

9 1 2 1 0 0,05 0

10 0 3 1 5 0 -0,052631579

∑ (jumlah) 5 22 12 20 0,25 -0,392208462

Rata-rata 1 2 1 2 0,025 -0,039220846 keterangan: S = Jumlah rayap pada sampel, K =Jumlah rayap pada kontrol B =Jumlah

rayap pada blanko, L = Jumlah rayap yang mati.

Dari hasil uji bioaktifitas dapat diketahui bahwa senyawa B1.3 sangat aktif sebagai repellent terhadap rayap. Hal ini terlihat dari persen dan indeks ketertarikan pada senyawa sangat kecil dengan nilai rata–rata persen ketertarikan sebesar 0,025% dan indeks ketertarikan sebesar (-0,039). Nilai indeks ketertarikan yang negatif menunjukkan bahwa senyawa B1.3 merupakan senyawa repellent.


(47)

E. Pemeriksaan Data Spektroskopi

1. Pemeriksaan Data Spektroskopi Massa

Gambar 14. Spektrum massa senyawa hasil isolasi

Dari hasil pengukuran spektroskopi massa, diperoleh senyawa dengan berat molekul 87,1 m/e, dengan puncak dasar 57,2 (100%) dan waktu retensi (tr) 2,783 menit. Aturan nitrogen menyatakan bahwa suatu senyawa yang memiliki berat molekul ganjil akan mengandung atom nitrogen dalam jumlah ganjil (Khopkar, 2002 ). Oleh karena itu, senyawa ini diduga mengandung unsur nitrogen karena berdasarkan spektrum inframerah, ditemui serapan vibrasi ulur N-H pada daerah 3300-3400 cm-1. Berdasarkan hal tersebut, maka rumus molekul yang mungkin adalah C5H13N.

Nilai derajat ketidakjenuhan (double bond equivallents) dalam senyawa ini dapat dihitung sebagai berikut:

DBE = jumlah C – + + 1


(48)

DBE ini merupakan indeks kekurangan hidrogen yang diakibatkan oleh dihilangkannya sejumlah atom hidrogen dari suatu rantai jenuh atau dapat diakibatkan oleh adanya struktur lingkar (Sudjadi,1985). Hasil yang diperoleh struktur tidak memiliki ikatan rangkap ataupun siklik. Senyawa B1.3 mengandung gugus amina yang dapat mengalami pemutusan pada -NH2, sehingga puncak 71,1 timbul dari lepasnya radikal -NH2 dari ion molekul, pola fragmentasi 57,2 diduga muncul karena adanya pemutusan ion molekul –CH2.

2. Pemeriksaan Data Spektroskopi IR

Data hasil pengukuran senyawa B1.3 menggunakan spektrofotometer inframerah ditunjukkan oleh Gambar 14 dan Tabel 8. Spektrum FTIR senyawa hasil isolasi memperlihatkan pita serapan pada daerah bilangan gelombang 3415,30 cm-1 dan 3477,16 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur N-H (amina primer) yang

diperkuat oleh adanya pita serapan pada daerah 1618,56 merupakan Tekukan N-H (amina primer).


(49)

Tabel 8. Data serapan IR senyawa B1.3

Serapan senyawa B1.3 (cm-1) Keterangan 1386,14

1457,43 1618,56 2924,85 3415,30 dan 3477,16

Tekukan C-H (metil) Tekukan C-H (metilen) Tekukan N-H (amina primer)

Vibrasi ulur C-H alkana Uluran N-H (amina primer)

Pita pada daerah serapan 2924,85 cm-1 merupakan uluran C-H alkana, serapan yang kecil menunjukan jumlah atom C yang sedikit atau rantai pendek. Serapan ini diperkuat oleh adanya pita serapan pada daerah 1386,14 cm-1 dan 1457,43 cm-1 yang diduga sebagai serapan C-H metil dan metilen.

Berdasarkan hasil analisis struktur dengan spektrofotometri IR dan

spektrofotometri massa, senyawa ini diperkirakan 2-metilbutan-1-amina yang merupakan senyawa dengan satu unit isopren dan memilki gugus amina primer.

Gambar 16. Struktur 2-metilbutan-1-amina

Dari Chemical Book database (2007) diketahui bahwa senyawa 2-metilbutan-1-amina merupakan senyawa yang telah dapat disintesis dengan berat molekul sebesar 87,16. Senyawa ini memiliki bentuk fisik cair jernih agak kekuningan dengan titik didih 94-97° C dan berat jenis sebesar 0,738 g/mL pada 25 °C.


(50)

AKTIFITASNYA SEBAGAI PENOLAK SERANGGA

(REPELLENT) PADA RAYAP KAYU

(Cyrptotermes sp.) Nama : Taufan Tirto Raharjo

NPM : 0517011063

Jurusan : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Menyetujui 1.Komisi Pembimbing

Syaiful Bahri, M.Si Nurhasanah, M.Si

NIP. 197308252000031001 NIP. 197412111998022001

2.Ketua Jurusan Kimia

Dr. Andi Setiawan.M.Sc. NIP.195809221988111001


(51)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TERPENOID DARI AKAR TUMBUHAN AKAR WANGI (Vetiveriazizaniodes Stapf) DENGAN UJI AKTIFITASNYA SEBAGAI PENOLAK SERANGGA (REPELLENT)

PADA RAYAP KAYU (Cyrptotermes sp.)

(Skripsi)

Oleh

Taufan Tirto Raharjo

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2010


(52)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TERPENOID DARI AKAR TUMBUHAN AKAR WANGI (Vetiveriazizaniodes Stapf) DENGAN UJI AKTIFITASNYA SEBAGAI PENOLAK SERANGGA (REPELLENT)

PADA RAYAP KAYU (Cyrptotermes sp.)

Oleh

Taufan Tirto Raharjo

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2010


(53)

Judul Penelitian : ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TERPENOID DARI AKAR TUMBUHAN AKAR WANGI (Vetiveriazizaniodes Stapf) DENGAN UJI AKTIFITASNYA SEBAGAI PENOLAK SERANGGA

(REPELLENT) PADA RAYAP KAYU (Cyrptotermes sp.)

Nama :

Taufan Tirto Raharjo

NPM : 0517011063

Jurusan : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Menyetujui

1. Komisi Pembimbing

Syaiful Bahri, M.Si. Nurhasanah, M.Si.

NIP. 197308252000031001 NIP. 197412111998022001

2. Ketua Jurusan Kimia

Dr. Andi Setiawan.M.Sc. NIP.195809221988111001


(54)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Syaiful Bahri, M.Si.

Sekretaris : Nurhasanah, M.Si. Penguji

Bukan Pembimbing : Andi Setiawan, Ph.D.

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Dr. Sutiyarso, M. Biomed. NIP 195704241987031001


(55)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 05 Juni 1987, sebagai anak ke tiga dari empat bersaudara, pasangan bapak Tukimun. S.W. dan Ibu Sriyati.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Taruna Jaya Way Halim diselesaikan pada tahun 1993. Pendidikan formal dimulai dengan memasuki jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) di Al-Azhar Way Halim Bandar Lampung, yang diselesaikan pada tahun 1999. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 29 Bandar Lampung tahun 2002, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 12 Bandar Lampung, pada tahun 2005.

Tahun 2005, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lampung, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif diberbagai organisasi, diantaranya sebagai anggota Muda Rois (AMAR) periode 2005-2006, anggota Biro Akademik Rohani Islam (ROIS) FMIPA Universitas Lampung periode 2006-2007, Ketua Biro Penerbitan Himpunan Mahasiswa Kimia (Himaki) FMIPA Universitas Lampung periode 2007-2008, dan Ketua Dinas Eksternal periode 2008-2009 Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FMIPA.


(56)

Organik T.A. 2007-2008; 2008-2009; 2009-2010 bagi mahasiswa Jurusan Biologi, Kimia Organik T.A. 2008-2009; 2009-2010 bagi mahasiswa Teknik Kimia Fakultas Teknik, Kimia Organik 1 T.A. 2008-2009 bagi mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA dan Kimia Organik 3 T.A. 2008-2009; 2009-2010 bagi mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA. Penulis pernah melakukan kerja praktek di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Cibinong, Bogor. Selain itu, penulis juga pernah mendapat beasiswa BKM dan beasiswa BBM.


(57)

SANWACANA

Segala puja dan puji syukur hanyalah milik Allah SWT, karena atas rahmat, hidayah, dan kehendak-Nya penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan judul :

“ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TERPENOID DARI AKAR TUMBUHAN AKAR WANGI (Vetiveriazizanioides Stapf) DENGAN UJI

AKTIFITASNYA SEBAGAI PENOLAK SERANGGA (REPELLENT) PADA RAYAP KAYU (Cyrptotermes sp.)”

Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, pembawa Risalah Illahi dan rahmat bagi seluruh alam, suri tauladan terbaik seluruh umat manusia, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang istiqomah.

Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains (S.Si) di Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lampung (Unila)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan, bimbingan, doa dan dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu, dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada:


(58)

penyelesaian skripsi ini serta bimbingan dalam penyelesaian studi.

2. Ibu Nurhasanah, M.Si., selaku pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, masukan dan kritikan dalam proses penyelesaian skripsi ini. 3. Bapak Andi Setiawan, Ph.D., selaku pembahas dan sekaligus Ketua Jurusan

Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung, yang telah banyak memberi kritikan, masukan, dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini. 4. Bapak Prof. Suharso, Ph.D., selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan perhatian, motivasi, dan bimbingan kepada penulis selama penulis menjalani perkuliahan.

5. Bapak Dr. Sutiyarso, M.Biomed., selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas Lampung.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung.

7. Ibu Dr. Tati Suhartati, M.S., Terima kasih atas Ilmu, saran, motivasi, kesabaran dan bimbingannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh staf dosen dan karyawan di Jurusan Kimia Fakultas MIPA Univertas Lampung.

9. Papa dan Mamaku yang tercinta dan tersayang, atas curahan kasih sayang, do’a, dan bimbingan yang tak ternilai harganya.


(59)

hidupku.

11. Seluruh keluarga besarku, keluarga besar Wiarjo.

12. Sahabatku Leo, Apin, Inadi, Budi, Fahri, Setia dan Dani.

13. Teman-teman satu grup penelitian : Doni dan Tutik. Terima kasih atas bantuannya.

14. Teman-teman kerja di Laboratorium Kimia Organik : Jend Bem, Jend Epra dan Devi Cendikia , Terima kasih atas kerja sama, semangat, keceriaan dan bantuannya.

15. Teman seperjuangan di Jurusan Kimia : Jend Epra, Jend Eco, Jend Bem, Jend Baz, Jend Iman, Doni, Deni dan Somad. Terima kasih atas kerja sama, kebersamaan, keceriaan dan motivasi kalian.

16. Teman-teman kimia 2005 : Epra Sahbana, Dedi Nuryanto, Indarto, S.Si., Doni Irman S., Peni Ahmadi, Eko Setiono, Gusti Kade A., dan Deliana (Kimia Organik), Baskoro Priyudinto, Abdul Somad, Candra Rini P.N, S.Si., Septi Andayani, S.Si., Setiani, S.Si., Desy Anggraini, S.Si., Witanti Apriani, S.Si., Endah P.R., S.Si., Herlina, dan Dwi Arif R. (Kimia

Anorganik), Iman Lukmanul Hakim, Sugeng Wijatmoko, Chartika M.S., Dian Septiana, S.Si., Mertiana Andriani, S.Si., Yoanita N.U., Hafizah Helma, Lindawati, Didah Jubaidah, dan Riya Adlaila (Kimia Analitik), Ruliyanti D.L., S.Si., Mardayana, S.Si., Apriyanti, S.Si., Endah R., Devi Susanti, Selfi A., Fera Yuliantina, Riki E.A., Welly Anggraini, dan


(60)

17. Teman-teman kimia angkatan 2002, 2003, 2004, 2006, 2007, 2008, dan 2009.

18. Team Nasyid Raihan atas senandung dan shalawat nan syahdu yang memberi semangat dan inspirasi.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Bandar Lampung, Agustus 2010 Penulis


(1)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 05 Juni 1987, sebagai anak ke tiga dari empat bersaudara, pasangan bapak Tukimun. S.W. dan Ibu Sriyati.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Taruna Jaya Way Halim diselesaikan pada tahun 1993. Pendidikan formal dimulai dengan memasuki jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) di Al-Azhar Way Halim Bandar Lampung, yang diselesaikan pada tahun 1999. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 29 Bandar Lampung tahun 2002, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 12 Bandar Lampung, pada tahun 2005.

Tahun 2005, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lampung, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif diberbagai organisasi, diantaranya sebagai anggota Muda Rois (AMAR) periode 2005-2006, anggota Biro Akademik Rohani Islam (ROIS) FMIPA Universitas Lampung periode 2006-2007, Ketua Biro Penerbitan Himpunan Mahasiswa Kimia (Himaki) FMIPA Universitas Lampung periode 2007-2008, dan Ketua Dinas Eksternal periode 2008-2009 Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FMIPA.


(2)

Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar 1 T.A. 2007-2008 bagi mahasiswa Jurusan Hortikultura dan Peternakan Fakultas Pertanian, Kimia Organik T.A. 2007-2008; 2008-2009; 2009-2010 bagi mahasiswa Jurusan Biologi, Kimia Organik T.A. 2008-2009; 2009-2010 bagi mahasiswa Teknik Kimia Fakultas Teknik, Kimia Organik 1 T.A. 2008-2009 bagi mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA dan Kimia Organik 3 T.A. 2008-2009; 2009-2010 bagi mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA. Penulis pernah melakukan kerja praktek di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Cibinong, Bogor. Selain itu, penulis juga pernah mendapat beasiswa BKM dan beasiswa BBM.


(3)

SANWACANA

Segala puja dan puji syukur hanyalah milik Allah SWT, karena atas rahmat, hidayah, dan kehendak-Nya penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan judul :

“ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TERPENOID DARI AKAR TUMBUHAN AKAR WANGI (Vetiveriazizanioides Stapf) DENGAN UJI

AKTIFITASNYA SEBAGAI PENOLAK SERANGGA (REPELLENT) PADA RAYAP KAYU (Cyrptotermes sp.)”

Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, pembawa Risalah Illahi dan rahmat bagi seluruh alam, suri tauladan terbaik seluruh umat manusia, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang istiqomah.

Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains (S.Si) di Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lampung (Unila)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan, bimbingan, doa dan dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu, dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada:


(4)

1. Bapak Syaiful Bahri, M.Si., selaku Pembimbing Utama atas kesediaanya untuk memberikan ilmu, bimbingan, kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini serta bimbingan dalam penyelesaian studi.

2. Ibu Nurhasanah, M.Si., selaku pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, masukan dan kritikan dalam proses penyelesaian skripsi ini. 3. Bapak Andi Setiawan, Ph.D., selaku pembahas dan sekaligus Ketua Jurusan

Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung, yang telah banyak memberi kritikan, masukan, dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini. 4. Bapak Prof. Suharso, Ph.D., selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan perhatian, motivasi, dan bimbingan kepada penulis selama penulis menjalani perkuliahan.

5. Bapak Dr. Sutiyarso, M.Biomed., selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas Lampung.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung.

7. Ibu Dr. Tati Suhartati, M.S., Terima kasih atas Ilmu, saran, motivasi, kesabaran dan bimbingannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh staf dosen dan karyawan di Jurusan Kimia Fakultas MIPA Univertas Lampung.

9. Papa dan Mamaku yang tercinta dan tersayang, atas curahan kasih sayang, do’a, dan bimbingan yang tak ternilai harganya.


(5)

10. Mas Pipik (Taufiq Raharjo), mas Erik (Thariq Raharjo), adikku tersayang Tyas (Tarias Rahayu) dan Tha kalian adalah inspirasi dan semangat hidupku.

11. Seluruh keluarga besarku, keluarga besar Wiarjo.

12. Sahabatku Leo, Apin, Inadi, Budi, Fahri, Setia dan Dani.

13. Teman-teman satu grup penelitian : Doni dan Tutik. Terima kasih atas bantuannya.

14. Teman-teman kerja di Laboratorium Kimia Organik : Jend Bem, Jend Epra dan Devi Cendikia , Terima kasih atas kerja sama, semangat, keceriaan dan bantuannya.

15. Teman seperjuangan di Jurusan Kimia : Jend Epra, Jend Eco, Jend Bem, Jend Baz, Jend Iman, Doni, Deni dan Somad. Terima kasih atas kerja sama, kebersamaan, keceriaan dan motivasi kalian.

16. Teman-teman kimia 2005 : Epra Sahbana, Dedi Nuryanto, Indarto, S.Si., Doni Irman S., Peni Ahmadi, Eko Setiono, Gusti Kade A., dan Deliana (Kimia Organik), Baskoro Priyudinto, Abdul Somad, Candra Rini P.N, S.Si., Septi Andayani, S.Si., Setiani, S.Si., Desy Anggraini, S.Si., Witanti Apriani, S.Si., Endah P.R., S.Si., Herlina, dan Dwi Arif R. (Kimia

Anorganik), Iman Lukmanul Hakim, Sugeng Wijatmoko, Chartika M.S., Dian Septiana, S.Si., Mertiana Andriani, S.Si., Yoanita N.U., Hafizah Helma, Lindawati, Didah Jubaidah, dan Riya Adlaila (Kimia Analitik), Ruliyanti D.L., S.Si., Mardayana, S.Si., Apriyanti, S.Si., Endah R., Devi Susanti, Selfi A., Fera Yuliantina, Riki E.A., Welly Anggraini, dan


(6)

Sarah Aliana, Ipung Miranti S., S.Si., Deni Agustiawan, dan Soni Sascori (Kimia Fisik).

17. Teman-teman kimia angkatan 2002, 2003, 2004, 2006, 2007, 2008, dan 2009.

18. Team Nasyid Raihan atas senandung dan shalawat nan syahdu yang memberi semangat dan inspirasi.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Bandar Lampung, Agustus 2010 Penulis