Pendugaan Emisi Gas Metan (Ch4) Pada Berbagai Sistem Pengelolaan Tanaman Padi

(1)

PENDUGAAN EMISI GAS METAN (CH

4

) PADA BERBAGAI

SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PADI

Oleh :

YANUESTIKA DWIJAYANTI F14103011

2007

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


(2)

PENDUGAAN EMISI GAS METAN (CH

4

) PADA BERBAGAI

SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PADI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

YANUESTIKA DWIJAYANTI F14103011

2007

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


(3)

Yanuestika Dwijayanti. F14103011. Pendugaan Emisi Gas Metan (CH4) pada Berbagai Sistem Pengelolaan Tanaman Padi. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, MSc dan Dr. Ir. Prihasto Setyanto, MSc

RINGKASAN

Permasalahan lingkungan yang tengah menjadi perhatian dunia saat ini adalah Global Warming (pemanasan global). Hal tersebut terjadi karena peningkatan konsentrasi gas rumah kaca seperti metan (CH4), karbondioksida (CO2), dan N2O di atmosfer. Dampak pemanasan global adalah terjadinya perubahan iklim yang selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan di bumi. Secara global jumlah CH4 di atmosfer sekitar 4700 Tg (Wahlen et al., 1989), dengan konsentrasi global rata-rata sekitar 1740 ppbv (Hengeveld dan kertland, 1995).

Emisi CH4 di atmosfer berasal dari proses secara alamiah (natural) seperti lahan basah, sedimen laut, samudra, atau kebakaran hutan, dan dari kegiatan manusia (anthropogenik) seperti budidaya padi sawah, ternak, atau pembakaran biomass. Sektor pertanian disinyalir sebagai salah satu sumber emisi gas rumah kaca, terutama CH4. Luas sawah di Indonesia yang lebih dari 10,9 juta hektar diduga memberi kontribusi sekitar 1% dari total global metana. Oleh karena itu, perlu adanya upaya pengurangan emisi CH4 dari kegiatan budidaya tanaman padi sawah. Upaya yang dapat dilakukan adalah pemilihan teknik budidaya padi yang tepat, dengan produksi yang tinggi dan ramah lingkungan.

Sistem Pengelolaan Tanaman Padi Terpadu (PTT) memberikan peluang budidaya padi yang ramah lingkungan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui emisi CH4 dari beberapa teknik budidaya padi, dan melakukan pendugaan emisi CH4 berdasakan model Denitrification Decomposition (DNDC). DNDC merupakan model simulasi yang baru dapat diterapkan di negara dengan iklim subtropis. Kajian dan aplikasi model di negara dengan iklim tropis belum pernah dilakukan. Perbandingan data aktual dan data berdasarkan model dilakukan untuk menilai sejauh mana model dapat digunakan.

Pelepasan CH4 dari tanah sawah ke atmosfer melalui tiga mekanisme, yaitu melalui difusi, gelembung udara, dan melalui aerenkima yang terdapat dalam jaringan tanaman padi. Pelepasan CH4 melalui aerenkima tanaman merupakan media pengangkut yang paling utama, yang mencapai lebih dari 90% (Kiene, 1991). Emisi CH4 dipengaruhi oleh adanya perbedaan variabel internal dan eksternal yaitu variabel internal yang meliputi karakteristik tanah, varietas padi, mikrobiologi tanah, sedangkan variabel eksternal meliputi suhu tanah yang disebabkan radiasi surya, iklim, pengelolaan air (irigasi/tadah hujan), dan pemupukan (Shearer dan Khalil, 2000).

Analisis gas CH4 dilakukan dengan alat Gas Chromatograph (GC) sebagai data pengukuran aktual, dan prediksi emisi gas CH4 menggunakan model

Denitrification Decomposition (DNDC) sebagai data pengukuran model.

Perhitungan statistik dengan rancangan acak kelompok dengan analisis statistik yang digunakan yaitu Analysis of Varian (ANOVA), menggunakan program SAS versi 6.12, untuk menganalisis data emisi CH4 dengan tujuan melihat perbedaan antar perlakuan.


(4)

Data di lapangan menunjukkan total emisi CH4 tertinggi pada budidaya padi dengan perlakuan PTT Tergenang, sebesar 347.1 kg/ha, sedangkan untuk perlakuan Non PTT Tergenang, PTT Intermittent, SRI, dan Non PTT Intermittent secara berurutan sebesar 282.9, 78.3, 60.8 dan 57.9 kg/ha. Emisi terendah dilepaskan oleh budidaya padi dengan perlakuan Non PTT Intermittent. Emisi gas CH4 berkorelasi nyata dengan biomas total tanaman untuk perlakuan Non PTT Intermittent, PTT Intermittent, dan SRI, sehingga dapat diartikan bahwa, semakin tinggi biomas, eksudat akar semakin banyak, sehingga meningkatkan pembentukan CH4. Emisi gas CH4 tidak berkorelasi nyata dengan hasil padi dan biomas panen, sehingga setiap usaha peningkatan produksi padi dalam pemenuhan kebutuhan pangan, tidak selalu disertai dengan peningkatan emisi gas CH4.

Model DNDC dapat digunakan untuk menduga total emisi CH4 dengan tingkat perbedaan berkisar antara 9% sampai dengan 48% dengan perhitungan total emisi CH4 aktual di lapangan. Prediksi model terbaik adalah pada perlakuan PTT Intermittent. Namun secara keseluruhan, model DNDC dapat digunakan untuk menduga emisi CH4 di lahan sawah untuk daerah tropis. Nilai emisi CH4 aktual dapat diprediksi dengan menggunakan persamaan regresi linier y = 0.84x, dimana emisi CH4 model sebagai variabel bebas, dan emisi CH4 aktual sebagai variabel tak bebas.

Perlakuan terbaik berdasarkan hasil penelitian adalah perlakuan Non PTT Intermittent. Perlakuan ini memberikan hasil produksi tinggi dengan emisi CH4 yang rendah.


(5)

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENDUGAAN EMISI GAS METAN (CH4) PADA BERBAGAI SISTEM

PENGELOLAAN TANAMAN PADI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor Oleh :

Yanuestika Dwijayanti F14103011

Dilahirkan pada tanggal 18 Januari 1985 di Bandarlampung

Tanggal lulus : Menyetujui,

Bogor, September 2007

Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, MSc Dr. Ir. Prihasto Setyanto, MSc Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen Teknik Pertanian


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Yanuestika Dwijayanti dilahirkan di Bandarlampung pada tanggal 18 Januari 1985, anak ke-2 dari 3 bersaudara dari keluarga Bapak Joko Mantoro dan Ibu Sulis Setiyarini.

Jenjang pendidikan yang telah ditempuh yaitu pendidikan dasar di SD Negeri 2 Kedaton Bandarlampung, lulus pada tahun 1996. Penulis melanjutkan pendidikan menengah di SLTP Negeri 2 Bandarlampung, lulus pada tahun 2000, dan menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri 2 Bandarlampung pada tahun 2003.

Pada tahun 2003, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan tercatat sebagai mahasiswa Departemen Teknik Pertanian.

Pada tahun 2006, penulis melakukan Praktek Lapangan di PT. Keong Nusantara Abadi, Lampung, dengan judul “Mempelajari Aspek Keteknikan pada Proses Produksi Nata de Coco Lokal di PT. Keong Nusantara Abadi Lampung”.

Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi pengurus organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) IPB, pada Departemen Pengembangan Minat dan Bakat. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) di bidang kewirausahaan dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional di Malang dengan judul “Produksi dan Pemasaran Keripik Kulit Pisang”.


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, skripsi berjudul ‘Pendugaan Emisi Metan (CH4) pada Berbagai Sistem Pengelolaan Tanaman’dapat terselesaikan.

Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang membantu dan mendukung, yaitu :

1. Bapak Dr.Ir.Arief Sabdo Yuwono,MSc. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, saran dan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir kulian ini.

2. Bapak Dr. Ir. Prihasto Setyanto, MSc. selaku dosen pembimbing di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, untuk bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan selama pelaksanaan dan penyelesaian penelitian ini.

3. Bapak Ir. Gardjito, MSc. selaku dosen penguji, atas saran masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Seluruh dosen pengajar di Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor, atas bekal ilmu untuk penyelesaian skripsi ini.

5. Keluarga tersayang, Mama, Papa, Dek Jendro dan Mbak Lia, atas doa, dukungan dan semangat yang tidak ternilai.

6. Erfan Andriyanto untuk semua bantuan dan perhatiannya.

7. Seluruh staf Balingtan, khususnya Keluarga besar GRK, Pak Yarpani, Pak Jumari, Pak Darmin, Pak Yoto, Mas Yanto, Mas Yono, Mbak Titik, Mbak Lina, Mbak Mira, dan Mbak Rina, atas bantuan dan kerjasamanya, petuah-petuah, dan kisah yang tak terlupakan.

8. Tyas, Tini, Rika, Yulis untuk semua kenangan terindah.

9. Teman terbaik Mbak Asih, Sita, Tari, Aa dan Punakawan’s crew, icha dkk, untuk doa dan perhatiannya.

10.Teman-teman seperjuangan TeP’40!! Terimakasih atas persahabatannya. Semoga Allah SWT memberikan pahala dan karunia atas kebaikan mereka. Semoga skripsi ini bermakna bagi pembacanya. Terimakasih.

Bogor, 11 September 2007


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR ISTILAH ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Efek Rumah Kaca ... 4

B. Tanaman Padi ... 7

C. Tanaman Padi dan Persawahan di Indonesia ... 8

D. Pembentukan dan Emisi CH4 ... 17

E. Model DNDC (Denitrification Decomposition) ...22

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 28

A. Bahan dan Alat ... 28

B. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 28

C. Metode Penelitian ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Data Aktual (lapangan) ... 39

B. Data Model DNDC ... 45

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(9)

DAFTAR ISTILAH

Aerob Organisme dan atau proses yang memerlukan oksigen untuk melakukan aktifitasnya.

Anaerob Organisme dan atau proses yang dapat bekerja tanpa oksigen

Anthropogenik Melibatkan aktifitas manusia

Biomas atas Berat biomas total tanaman padi tanpa akar, umumnya dinyatakan dalam gram per meter persegi Biomas bawah Berat akar tanaman padi, umumnya dinyatakan dalam

gram per meter persegi

Biomas panen Berat tanaman padi tanpa berat akar dan gabah, yaitu batang dan daun, pada luasan lahan yang ditanami, umumnya dinyatakan dalam gram per meter persegi Biomas total tanaman Berat satu rumpun tanaman padi berupa akar, batang,

daun dan gabah, umumnya dinyatakan dalam gram per meter persegi

Dekomposisi Proses penguraian bahan-bahan organik menjadi bentuk paling sederhana yang ada di alam

Denitrifikasi Rangkaian reduksi nitrat ke dinitrogen (N2) dalam kondisi anaerob

Eksudat Bahan yang dikeluarkan tanaman selama

pertumbuhan

Fakultatif anaerob bersifat anaerob namun dapat hidup dalam kondisi aerob

GKG (Gabah Kering Giling), hasil gabah tanpa ampasan pada kadar air 14%.

GKP (Gabah Kering Panen), hasil gabah baik gabah isi ataupun kosong setelah panen

Metanogen Bersifat menguraikan CH4 melalui proses oksidasi dalam kondisi aerob

Metanotrof Bersifat menghasilkan CH4 melalui penguraian bahan-bahan organik dalam kondisi anaerob

Potensi hasil Hasil gabah yang memperhitungkan persentase gabah isi padi, malai, jumlah anakan dan berat 1000 butir gabah yang kemudian dikonversi kedalam hasil padi per satuan luas.

Subtropis Wilayah diluar wilayah tropis

Tropis Wilayah panas, area antara 23.50LU dan 23.50LS Urea (NH2)2CO, pupuk pabrik yang berasal dari amonia


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Emisi CH4 dari sumber alami (natural) dan kegiatan manusia

(Anthropogenik)... 5 Tabel 2. Luas sawah dan produksi padi di Indonesia ... 8 Tabel 3. Input model DNDC ... 35 Tabel 4. Berat biomas total tanaman dan fluks CH4 pada 3 usia

tumbuh ... 40 Tabel 5. Total emisi CH4, Gabah kering giling (GKG), potensi hasil

dan biomas panen selama satu musim tanam di Kebun


(11)

PENDUGAAN EMISI GAS METAN (CH

4

) PADA BERBAGAI

SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PADI

Oleh :

YANUESTIKA DWIJAYANTI F14103011

2007

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


(12)

PENDUGAAN EMISI GAS METAN (CH

4

) PADA BERBAGAI

SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PADI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

YANUESTIKA DWIJAYANTI F14103011

2007

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


(13)

Yanuestika Dwijayanti. F14103011. Pendugaan Emisi Gas Metan (CH4) pada Berbagai Sistem Pengelolaan Tanaman Padi. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, MSc dan Dr. Ir. Prihasto Setyanto, MSc

RINGKASAN

Permasalahan lingkungan yang tengah menjadi perhatian dunia saat ini adalah Global Warming (pemanasan global). Hal tersebut terjadi karena peningkatan konsentrasi gas rumah kaca seperti metan (CH4), karbondioksida (CO2), dan N2O di atmosfer. Dampak pemanasan global adalah terjadinya perubahan iklim yang selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan di bumi. Secara global jumlah CH4 di atmosfer sekitar 4700 Tg (Wahlen et al., 1989), dengan konsentrasi global rata-rata sekitar 1740 ppbv (Hengeveld dan kertland, 1995).

Emisi CH4 di atmosfer berasal dari proses secara alamiah (natural) seperti lahan basah, sedimen laut, samudra, atau kebakaran hutan, dan dari kegiatan manusia (anthropogenik) seperti budidaya padi sawah, ternak, atau pembakaran biomass. Sektor pertanian disinyalir sebagai salah satu sumber emisi gas rumah kaca, terutama CH4. Luas sawah di Indonesia yang lebih dari 10,9 juta hektar diduga memberi kontribusi sekitar 1% dari total global metana. Oleh karena itu, perlu adanya upaya pengurangan emisi CH4 dari kegiatan budidaya tanaman padi sawah. Upaya yang dapat dilakukan adalah pemilihan teknik budidaya padi yang tepat, dengan produksi yang tinggi dan ramah lingkungan.

Sistem Pengelolaan Tanaman Padi Terpadu (PTT) memberikan peluang budidaya padi yang ramah lingkungan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui emisi CH4 dari beberapa teknik budidaya padi, dan melakukan pendugaan emisi CH4 berdasakan model Denitrification Decomposition (DNDC). DNDC merupakan model simulasi yang baru dapat diterapkan di negara dengan iklim subtropis. Kajian dan aplikasi model di negara dengan iklim tropis belum pernah dilakukan. Perbandingan data aktual dan data berdasarkan model dilakukan untuk menilai sejauh mana model dapat digunakan.

Pelepasan CH4 dari tanah sawah ke atmosfer melalui tiga mekanisme, yaitu melalui difusi, gelembung udara, dan melalui aerenkima yang terdapat dalam jaringan tanaman padi. Pelepasan CH4 melalui aerenkima tanaman merupakan media pengangkut yang paling utama, yang mencapai lebih dari 90% (Kiene, 1991). Emisi CH4 dipengaruhi oleh adanya perbedaan variabel internal dan eksternal yaitu variabel internal yang meliputi karakteristik tanah, varietas padi, mikrobiologi tanah, sedangkan variabel eksternal meliputi suhu tanah yang disebabkan radiasi surya, iklim, pengelolaan air (irigasi/tadah hujan), dan pemupukan (Shearer dan Khalil, 2000).

Analisis gas CH4 dilakukan dengan alat Gas Chromatograph (GC) sebagai data pengukuran aktual, dan prediksi emisi gas CH4 menggunakan model

Denitrification Decomposition (DNDC) sebagai data pengukuran model.

Perhitungan statistik dengan rancangan acak kelompok dengan analisis statistik yang digunakan yaitu Analysis of Varian (ANOVA), menggunakan program SAS versi 6.12, untuk menganalisis data emisi CH4 dengan tujuan melihat perbedaan antar perlakuan.


(14)

Data di lapangan menunjukkan total emisi CH4 tertinggi pada budidaya padi dengan perlakuan PTT Tergenang, sebesar 347.1 kg/ha, sedangkan untuk perlakuan Non PTT Tergenang, PTT Intermittent, SRI, dan Non PTT Intermittent secara berurutan sebesar 282.9, 78.3, 60.8 dan 57.9 kg/ha. Emisi terendah dilepaskan oleh budidaya padi dengan perlakuan Non PTT Intermittent. Emisi gas CH4 berkorelasi nyata dengan biomas total tanaman untuk perlakuan Non PTT Intermittent, PTT Intermittent, dan SRI, sehingga dapat diartikan bahwa, semakin tinggi biomas, eksudat akar semakin banyak, sehingga meningkatkan pembentukan CH4. Emisi gas CH4 tidak berkorelasi nyata dengan hasil padi dan biomas panen, sehingga setiap usaha peningkatan produksi padi dalam pemenuhan kebutuhan pangan, tidak selalu disertai dengan peningkatan emisi gas CH4.

Model DNDC dapat digunakan untuk menduga total emisi CH4 dengan tingkat perbedaan berkisar antara 9% sampai dengan 48% dengan perhitungan total emisi CH4 aktual di lapangan. Prediksi model terbaik adalah pada perlakuan PTT Intermittent. Namun secara keseluruhan, model DNDC dapat digunakan untuk menduga emisi CH4 di lahan sawah untuk daerah tropis. Nilai emisi CH4 aktual dapat diprediksi dengan menggunakan persamaan regresi linier y = 0.84x, dimana emisi CH4 model sebagai variabel bebas, dan emisi CH4 aktual sebagai variabel tak bebas.

Perlakuan terbaik berdasarkan hasil penelitian adalah perlakuan Non PTT Intermittent. Perlakuan ini memberikan hasil produksi tinggi dengan emisi CH4 yang rendah.


(15)

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENDUGAAN EMISI GAS METAN (CH4) PADA BERBAGAI SISTEM

PENGELOLAAN TANAMAN PADI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor Oleh :

Yanuestika Dwijayanti F14103011

Dilahirkan pada tanggal 18 Januari 1985 di Bandarlampung

Tanggal lulus : Menyetujui,

Bogor, September 2007

Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, MSc Dr. Ir. Prihasto Setyanto, MSc Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen Teknik Pertanian


(16)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Yanuestika Dwijayanti dilahirkan di Bandarlampung pada tanggal 18 Januari 1985, anak ke-2 dari 3 bersaudara dari keluarga Bapak Joko Mantoro dan Ibu Sulis Setiyarini.

Jenjang pendidikan yang telah ditempuh yaitu pendidikan dasar di SD Negeri 2 Kedaton Bandarlampung, lulus pada tahun 1996. Penulis melanjutkan pendidikan menengah di SLTP Negeri 2 Bandarlampung, lulus pada tahun 2000, dan menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri 2 Bandarlampung pada tahun 2003.

Pada tahun 2003, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan tercatat sebagai mahasiswa Departemen Teknik Pertanian.

Pada tahun 2006, penulis melakukan Praktek Lapangan di PT. Keong Nusantara Abadi, Lampung, dengan judul “Mempelajari Aspek Keteknikan pada Proses Produksi Nata de Coco Lokal di PT. Keong Nusantara Abadi Lampung”.

Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi pengurus organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) IPB, pada Departemen Pengembangan Minat dan Bakat. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) di bidang kewirausahaan dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional di Malang dengan judul “Produksi dan Pemasaran Keripik Kulit Pisang”.


(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, skripsi berjudul ‘Pendugaan Emisi Metan (CH4) pada Berbagai Sistem Pengelolaan Tanaman’dapat terselesaikan.

Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang membantu dan mendukung, yaitu :

1. Bapak Dr.Ir.Arief Sabdo Yuwono,MSc. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, saran dan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir kulian ini.

2. Bapak Dr. Ir. Prihasto Setyanto, MSc. selaku dosen pembimbing di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, untuk bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan selama pelaksanaan dan penyelesaian penelitian ini.

3. Bapak Ir. Gardjito, MSc. selaku dosen penguji, atas saran masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Seluruh dosen pengajar di Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor, atas bekal ilmu untuk penyelesaian skripsi ini.

5. Keluarga tersayang, Mama, Papa, Dek Jendro dan Mbak Lia, atas doa, dukungan dan semangat yang tidak ternilai.

6. Erfan Andriyanto untuk semua bantuan dan perhatiannya.

7. Seluruh staf Balingtan, khususnya Keluarga besar GRK, Pak Yarpani, Pak Jumari, Pak Darmin, Pak Yoto, Mas Yanto, Mas Yono, Mbak Titik, Mbak Lina, Mbak Mira, dan Mbak Rina, atas bantuan dan kerjasamanya, petuah-petuah, dan kisah yang tak terlupakan.

8. Tyas, Tini, Rika, Yulis untuk semua kenangan terindah.

9. Teman terbaik Mbak Asih, Sita, Tari, Aa dan Punakawan’s crew, icha dkk, untuk doa dan perhatiannya.

10.Teman-teman seperjuangan TeP’40!! Terimakasih atas persahabatannya. Semoga Allah SWT memberikan pahala dan karunia atas kebaikan mereka. Semoga skripsi ini bermakna bagi pembacanya. Terimakasih.

Bogor, 11 September 2007


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR ISTILAH ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Efek Rumah Kaca ... 4

B. Tanaman Padi ... 7

C. Tanaman Padi dan Persawahan di Indonesia ... 8

D. Pembentukan dan Emisi CH4 ... 17

E. Model DNDC (Denitrification Decomposition) ...22

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 28

A. Bahan dan Alat ... 28

B. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 28

C. Metode Penelitian ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Data Aktual (lapangan) ... 39

B. Data Model DNDC ... 45

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(19)

DAFTAR ISTILAH

Aerob Organisme dan atau proses yang memerlukan oksigen untuk melakukan aktifitasnya.

Anaerob Organisme dan atau proses yang dapat bekerja tanpa oksigen

Anthropogenik Melibatkan aktifitas manusia

Biomas atas Berat biomas total tanaman padi tanpa akar, umumnya dinyatakan dalam gram per meter persegi Biomas bawah Berat akar tanaman padi, umumnya dinyatakan dalam

gram per meter persegi

Biomas panen Berat tanaman padi tanpa berat akar dan gabah, yaitu batang dan daun, pada luasan lahan yang ditanami, umumnya dinyatakan dalam gram per meter persegi Biomas total tanaman Berat satu rumpun tanaman padi berupa akar, batang,

daun dan gabah, umumnya dinyatakan dalam gram per meter persegi

Dekomposisi Proses penguraian bahan-bahan organik menjadi bentuk paling sederhana yang ada di alam

Denitrifikasi Rangkaian reduksi nitrat ke dinitrogen (N2) dalam kondisi anaerob

Eksudat Bahan yang dikeluarkan tanaman selama

pertumbuhan

Fakultatif anaerob bersifat anaerob namun dapat hidup dalam kondisi aerob

GKG (Gabah Kering Giling), hasil gabah tanpa ampasan pada kadar air 14%.

GKP (Gabah Kering Panen), hasil gabah baik gabah isi ataupun kosong setelah panen

Metanogen Bersifat menguraikan CH4 melalui proses oksidasi dalam kondisi aerob

Metanotrof Bersifat menghasilkan CH4 melalui penguraian bahan-bahan organik dalam kondisi anaerob

Potensi hasil Hasil gabah yang memperhitungkan persentase gabah isi padi, malai, jumlah anakan dan berat 1000 butir gabah yang kemudian dikonversi kedalam hasil padi per satuan luas.

Subtropis Wilayah diluar wilayah tropis

Tropis Wilayah panas, area antara 23.50LU dan 23.50LS Urea (NH2)2CO, pupuk pabrik yang berasal dari amonia


(20)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Emisi CH4 dari sumber alami (natural) dan kegiatan manusia

(Anthropogenik)... 5 Tabel 2. Luas sawah dan produksi padi di Indonesia ... 8 Tabel 3. Input model DNDC ... 35 Tabel 4. Berat biomas total tanaman dan fluks CH4 pada 3 usia

tumbuh ... 40 Tabel 5. Total emisi CH4, Gabah kering giling (GKG), potensi hasil

dan biomas panen selama satu musim tanam di Kebun


(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Layout cara tanam legowo (a) 2:1 dan (b) 4:1 ... 12

Gambar 2. Bagan Warna Daun (BWD) ... 13

Gambar 3. Alat gasrok atau landak... 14

Gambar 4. Emisi CH4 dari budidaya tanaman padi sawah ke atmosfer (Neue, 1993) ... 20

Gambar 5. Mekanisme emisi CH4 melalui aerenkima pada jaringan tanaman padi (Nouchi, 1992)... 22

Gambar 6. Skema model DNDC ... 24

Gambar 7. Diagram alir proses pembentukan metan... 29

Gambar 8. Layout plot tanaman padi dengan perbedaan perlakuan ... 31

Gambar 9. Pola fluktuasi CH4 pada beberapa teknik budidaya tanaman padi ... 39

Gambar 10. Kurva persamaan regresi antara biomas tanaman dengan fluks CH4 untuk perlakuan (a) Non PTT Intermittent, (b) PTT Intermittent, dan (c) SRI Intermittent ... 42

Gambar 11. Pola fluks CH4 berdasarkan data aktual dan model dari perlakuan teknik budidaya (a) Non PTT Tergenang, (b) Non PTT Intermittent dan (c) PTT Intermittent ... 47

Gambar 12. Pola fluks CH4 berdasarkan data aktual dan model dari perlakuan teknik budidaya (d) PTT Tergenang dan (e) SRI Intermittent ... 48

Gambar 13. Diagram batang perbandingan total emisi CH4 untuk data aktual dan model dari beberapa perlakuan budidaya ... 49

Gambar 14. Kurva persamaan regresi linier dari emisi CH4 model terhadap emisi CH4 aktual ... 50


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data iklim pada MK 2007 ... 59 Lampiran 2. Data pengukuran fluks CH4 aktual ... 61 Lampiran 3. Berat biomas total (gram) pada penelitian MK. 2007 ... 63 Lampiran 4. Kurva persamaan regresi berganda pada parameter

biomas tanaman pada fluks CH4 untuk perlakuan (a) Non PTT Tergenang dan (b) PTT Tergenang ... 64 Lampiran 5. Potensi hasil padi beberapa teknik budidaya pada

MK 2007 ... 65 Lampiran 6. Hasil gabah aktual berdasarkan GKP (Gabah Kering Panen)

dan GKG (Gabah Kering Giling)... 66 Lampiran 7. Berat biomass panen (biomas atas) sebagai hasil aktual

biomass ... 67 Lampiran 8. Kurva persamaan regresi berganda antara (a) hasil padi

dan (b) biomas panen, terhadap emisi CH4... 68 Lampiran 9. Input model DNDC untuk Non PTT Tergenang ... 69 Lampiran 10. Input model DNDC untuk Non PTT Intermittent ... 71 Lampiran 11. Input model DNDC untuk PTT Intermittent ... 73 Lampiran 12. Input model DNDC untuk PTT Tergenang ... 75 Lampiran 13. Input model DNDC untuk SRI Intermittent ... 77 Lampiran 14. Input data model DNDC perlakuan Non PTT Tergenang... 79 Lampiran 15. Input data model DNDC perlakuan Non PTT Intermittent .. 81 Lampiran 16. Input data model DNDC perlakuan PTT Intermittent ... 84 Lampiran 17. Input model DNDC perlakuan PTT Tergenang ... 87 Lampiran 18. Input model DNDC perlakuan SRI Intermittent ... 90 Lampiran 19. Data fluks CH4 model ... 93 Lampiran 20. Gambar digital kegiatan penelitian di Kebun Percobaan


(23)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemanasan global (Global Warming) merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan di bumi. Hal tersebut terjadi karena peningkatan konsentrasi gas rumah kaca seperti metan (CH4), karbondioksida (CO2), dan N2O di atmosfer. Pemanasan global memberi dampak terhadap kehidupan di bumi seperti naiknya permukaan laut akibat mencairnya es dan gletser di kutub, meningkatnya curah hujan di sebagian belahan bumi dan di belahan lain terjadi kekeringan, penyebaran penyakit tropis dan punahnya beberapa spesies karena tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim.

Konsentrasi CH4 di atmosfir kurang lebih 15%, dan kemampuan CH4 menyerap radiasi panas 21 kali lebih besar dari CO2. Konsentrasi CH4 di atmosfer terus meningkat dengan laju akumulasi 1% per tahun (IPPC, 1990 diacu dalam Lilivevel et al., 1992). Konsentrasi CH4 yang terus meningkat disebabkan oleh emisi dari sumber (source) CH4 yang semakin bertambah dan rosot (sink) CH4 yang semakin menurun (Wassmann, Papen, dan Rennenberg, 1993). Pertanaman padi sawah merupakan sumber CH4 yang utama setelah kegiatan ternak, dengan kontribusi 31.4% dari total anthropogenik (Cicerone dan Oremland, 1998 diacu dalam Kiene, 1991). Dalam beberapa dekade, sistem irigasi, pemakaian pupuk, dan pengolahan lahan menjadi faktor yang mempengaruhi produksi, oksidasi dan transport CH4 (Neue dan Roger, 1993).

Kebutuhan beras sebagai sumber karbohidrat utama di Indonesia akan terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka area tanam padi sawah harus ditambah. Hal tersebut tentunya akan memperbesar emisi CH4. Hasil ekstrapolasi menunjukkan bahwa Indonesia menghasilkan 4.81 Tg/tahun atau 8.4 % dari total emisi CH4 dari pertanaman padi sawah di Asia (Neue dan Scharpenseel, 1984 diacu dalam Murdiyarso dan Baharsjah, 1992).

Intensifikasi perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia yang terus meningkat. Terdapat beberapa masalah yang dihadapi petani padi di Indonesia dalam pemenuhan kebutuhan pangan, seperti produktifitas tanah


(24)

yang cenderung menurun, penurunan pendapatan petani karena biaya pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan produksi lebih tinggi dari harga jual beras, ketersediaan air berkurang, susut panen yang tinggi dan meningkatnya kerusakan lingkungan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui emisi CH4 dari beberapa teknik budidaya padi. Salah satu teknologi yang digunakan untuk meningkatkan produktifitas, pendapatan, dan kelestarian lahan dalam budidaya padi adalah Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Sistem ini menggunakan komponen budidaya yang memperhatikan aspek-aspek kelestarian lahan dengan tujuan meningkatkan produksi padi. Dampak terhadap besarnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akibat sistem ini belum pernah dikaji. Pengelolaan tanaman terpadu sudah banyak diterapkan di Indonesia terutama di lahan sawah irigasi. Untuk itu, pendugaan emisi GRK perlu dilakukan guna melihat dampaknya terhadap peningkatan emisi GRK ke atmosfer. Bila penerapannya dapat menekan emisi GRK, maka sistem PTT ini menjadi cara budidaya yang ideal karena akan berpengaruh terhadap peningkatan produksi padi, peningkatan pendapatan petani, dan juga dapat mengurangi emisi GRK, sehingga pertanian menjadi lebih ramah lingkungan.

Salah satu model yang digunakan dalam menduga emisi GRK dengan input teknik budidaya tanaman adalah DNDC (Denitrification Decomposition). Pendugaan emisi GRK dengan menggunakan model akan mempermudah perhitungan ekstrapolasi emisi GRK pada skala luas. Namun keakuratan dari suatu model perlu dikaji dengan pengukuran aktual langsung di lapangan, untuk menghindari terjadinya kalkulasi berlebih/kurang (over/under estimate) dari emisi GRK pada sistem PTT. Model DNDC sampai saat ini baru dapat diterapkan dalam negara dengan iklim subtropis, dan belum pernah diterapkan di negara dengan iklim tropis.


(25)

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian yaitu:

1. Menghitung emisi gas CH4 dari lahan sawah pada berbagai teknik budidaya tanaman padi.

2. Melakukan pendugaan emisi CH4 dengan model DNDC (Denitrification Decomposition) untuk melihat sejauh mana model dapat diterapkan di negara dengan iklim tropis.

3. Mencari hubungan antara emisi CH4 dengan biomas total tanaman, hasil panen, dan biomas panen berdasarkan persamaan regresi dari tiap teknik budidaya.

4. Memilih teknik budidaya terbaik dengan kriteria berproduksi tinggi dan ramah lingkungan


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Efek Rumah Kaca

1. Konsentrasi CH4 di atmosfer

Matahari memancarkan sinar dengan gelombang pendek (ultra violet) menembus lapisan atmosfer bumi. Permukaan bumi memancarkan kembali sinar tersebut dalam bentuk gelombang panjang (infra merah) yang memiliki efek panas. Pancaran sinar tersebut dipantulkan kembali oleh gas-gas penyaring atmosfer bumi (uap air, CO2, CH4, N2O, dll), sehingga menyebabkan suhu bumi mengalami peningkatan. Peristiwa ini dikenal sebagai efek rumah kaca karena prosesnya mirip dengan apa yang terjadi di rumah kaca. Pada temperatur rata-rata permukaan bumi sebesar 288oK (15oC), emisi gelombang panjang (infra merah) yang dipancarkan kembali oleh permukaan bumi adalah sebesar 390 W/m2, sedangkan pada lapisan terluar atmosfer emisi terukur hanya sebesar 236 W/m2 (Soedomo, 1993). Perbedaan emisi yang terukur ini menunjukkan terjadinya perangkap panas dalam lapisan atmosfer atau terjadi efek rumah kaca.

Secara global, suhu bumi mengalami peningkatan 0,8°C sejak satu abad yang lalu. Peningkatan suhu tersebut disebabkan oleh bertambahnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer akibat kegiatan manusia yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil (minyak, gas dan batu bara), alih fungsi lahan dan aktivitas pertanian (Setyanto, 2005). Emisi CH4 sebagai salah satu gas rumah kaca, baik dari sumber alami (natural) dan kegiatan manusia (Anthropogenik) dapat dilihat pada Tabel 1.


(27)

Tabel 1. Emisi CH4 dari sumber alami (natural) dan kegiatan manusia (Anthropogenik)

Sumber Emisi CH4 (Tg/th)

Standar emisi CH4 (Tg/th)

Natural

Lahan basah 100 tdk

Anai – anai 20 15 – 35

Samudra/laut lepas 4 tdk

Sedimen laut 5 0.4 – 12.2

Geologi 14 12 – 36

Kebakaran hutan 2 tdk

Total emisi natural 145 tdk

Anthropogenik

Padi 60 40 – 90

Hewan 81 tdk

Pupuk 14 tdk

Pengisian lahan 22 tdk

Penanganan limbah cair 25 tdk

Pembakaran biomassa 50 27 – 80

Penambangan batubara 46

Gas alam 30 7 – 70

Lain – lain 13 7 - 30

Bahan bakar bersuhu rendah 17 tdk

Total amisi anthropogenik 358 tdk

Total 503

tdk : tidak diketahui

Sumber : Mattews et al., (1993) dalam Khalil (1993)

CH4 merupakan salah satu gas rumah kaca dengan kontribusi di atmosfer sebesar 15%. CH4 memiliki waktu tinggal (lifetime) di atmosfer sekitar 8-10 tahun (Cicerone dan Oremland, 1998 diacu dalam Kiene, 1991)). Secara global jumlah CH4 di atmosfer sekitar 4700 Tg (Wahlen et al., 1989), dengan


(28)

konsentrasi global rata-rata sekitar 1740 ppbv (Hengeveld dan Kertland, 1995). Laju kenaikan CH4 sekitar 1% per tahun atau setara dengan laju pertambahan konsentrasi sekitar 14 ppbv per tahun.

Konsentrasi CH4 yang terjadi di belahan bumi utara umumnya lebih tinggi dibanding di belahan bumi selatan, hal ini disebabkan oleh karena sebagian besar sumber kegiatan manusia lebih banyak di belahan bumi utara. Suhu udara yang relatif tinggi juga turut mempengaruhi besarnya laju kenaikan konsentrasi CH4. Emisi CH4 yang terjadi pada musim panas lebih tinggi sekitar 79-87% dibanding emisi yang terjadi pada musim dingin, yaitu 61-68% dari total emisi CH4 yang dihasilkan (Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2005).

2. Sumber (source) dan rosot (sink) CH4

Emisi CH4 di atmosfer berasal dari proses alamiah (natural), dan kegiatan manusia (anthropogenik). Dari total emisi CH4 sebesar 510 Tg per tahun, emisi CH4 dari kegiatan manusia adalah 360 Tg per tahun, sedangkan proses alamiah sebesar 150 Tg per tahun. Emisi CH4 akibat kegiatan manusia berasal dari beberapa sumber CH4 antara lain peternakan, budidaya padi sawah, industri dan pembakaran biomass. Sumber CH4 yang berasal dari budidaya padi sawah sekitar 65 Tg per tahun (Khalil dan Shearer, 1993). Produksi CH4 terjadi ketika bahan organik didegradasi dalam lingkungan dengan kondisi kebutuhan akan cahaya dan beberapa bahan organik sebagai penerima elektron seperti O2, Fe3+, Mn2+, nitrat dan sulfat memiliki jumlah yang terbatas (Boone, 2000).

Sekitar 92% atau 440 Tg per tahun penghancuran CH4 di atmosfer terjadi melalui reaksi dengan OH radikal dan hanya sebagian kecil saja melalui oksidasi mikrobiologis di lapisan permukaan tanah (Lelieveld et al., 1992). Pada reaksi dengan OH radikal, akan dihasilkan OH relatif tinggi dan bereaksi dengan CH4 membentuk CH3 dan H2O, sedangkan rosot CH4 melalui oksidasi mikrobiologis pada tanah merupakan proses difusi yang ditentukan oleh beberapa faktor seperti keadaan air tanah, suhu tanah, dinamika nitrogen, populasi mikroba dan tekstur tanah.


(29)

B. Tanaman Padi

1. Morfologi tanaman a. Akar

Ada tiga jenis akar pada tanaman, yaitu akar radikal, akar mesokotil, dan akar buku (adventiv). Sistem perakaran padi umumnya adalah akar buku, dan setiap buku terdapat 5 hingga 25 akar. Ruang udara pada akar tanaman padi mencapai 5-30% (Kumazawa, 1984). Ruang udara berhubungan dengan batang dan daun yang merupakan sistem penyaluran udara yang efisien dari tajuk ke akar. Kecepatan difusi oksigen dari permukaan akar padi 15x10-8-17x10-8 gO2/cm2/menit pada kondisi tidak tergenang dan 20x10-8-23x10-8 gO2/cm2/menit pada kondisi tergenang (Kumazawa, 1984). Laju pemanjangan akar dari bibit padi berkisar 0.4-1.9 cm/hari. Kondisi kering lebih merangsang pertumbuhan akar lebih dalam dari kondisi tergenang. Kedalaman perakaran efektif berkisar 30 cm pada semua fase pertumbuhan tanaman.

Akar tanaman memberikan andil yang sangat besar dalam proses pembentukan CH4 oleh bakteri metanogen, sebab akar tanaman dalam metabolisme menghasilkan semacam substrat (eksudat akar) yang mempercepat proses pembentukan CH4. Eksudat akar tersusun atas senyawa karbohidrat, asam-asam organik dan asam amino. Tanaman yang membutuhkan fotosintesis yang baik akan menyebabkan eksudat akar yang dihasilkan lebih mudah terdegradasi. Kapasitas pengoksidasi akar yang baik menyebabkan konsentrasi oksigen di sekitar akar meningkat dan CH4 teroksidasi secara biologis oleh bakteri metanotrof.

b. Batang

Batang tanaman padi terdiri dari suatu rangkaian buku dan ruas yang terbungkus dalam pelepah daun. Jumlah buku pada batang utama sama dengan jumlah daun pada batang utama ditambah dua. Pemanjangan batang hanya terjadi pada beberapa ruas atas, sedangkan ruas bagian bawah pendek dan tebal. Pembentukan ruang udara di dalam ruas tergantung pada lingkungan tumbuh dan varietas (genetik).


(30)

c. Daun

Daun tanaman padi terdiri dari pelepah, helaian, lidah dan telinga daun. Pertambahan panjang daun bersamaan dengan pertambahan jumlah daun. Pada helaian dan pelepah daun terdapat ruang udara yang besar. Ruang udara pada pelepah daun berhubungan dengan stomata dan ruang udara yang terdapat pada batang dan akar (Yoshida, 1981). Pertumbuhan tanaman padi umumnya sigmoid, jika jumlah anakan maksimum telah tercapai, daun-daun dibagian lebih bawah mulai mati.

2. Fase pertumbuhan

Ada tiga fase pertumbuhan tanaman padi, yaitu fase vegetatif aktif, generatif dan pemasakan. Fase vegetatif aktif dimulai dari perkecambahan sampai inisiasi primordia malai, fase reproduktif dimulai dari inisiasi primordia malai sampai rampak, dan fase pemasakan dimulai dari rampak sampai masak (Yoshida, 1981).

C. Tanaman Padi pada Persawahan di Indonesia

1. Perkembangan budidaya padi sawah

Indonesia merupakan negara dengan sektor ekonomi utama di bidang pertanian. Sekitar 51% penduduk Indonesia bermatapencaharian sebagai tani padi sawah. Luas sawah dan produksi padi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas sawah dan produksi padi di Indonesia Tahun Luas sawah

(ha)

Rataan hasil (t/ha)

Produksi (t)

Peningkatan produksi (%) 2002 11.521.166 4,469 51.489.694 2,04 2003 11.488.034 4,538 52.137.604 1,26 2004 11.922.974 4,536 54.088.468 3,74 2005 11.839.060 4,574 54.151.097 0,12 Sumber : Biro Pusat Statistik (2006)


(31)

Dengan semakin bertambahnya penduduk Indonesia, maka kebutuhan pangan akan meningkat, dan diperlukan peningkatan produksi tanaman padi sebagai kebutuhan pangan pokok penduduk Indonesia yang ramah lingkungan.

2. Pengaruh tanaman padi terhadap emisi CH4

Sifat fisiologis dan morfologis suatu varietas mempengaruhi besarnya emisi CH4. Selain itu, tiap varietas mempunyai umur dan aktivitas akar yang berbeda yang erat kaitannya dengan volume emisi CH4. Penggunaan varietas yang tepat diharapkan dapat menekan emisi CH4. Ada beberapa aspek yang perlu mendapat pertimbangan dalam menentukan pilihan, misalnya potensi hasil, umur tanaman, ketahanan terhadap hama dan penyakit, mutu beras, selera konsumen, dan kondisi ekosistem (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2006). Ciherang adalah hasil persilangan antara varietas IR64 dengan varietas/galur lain. Sebagian sifat IR64 juga dimiliki oleh Ciherang, termasuk hasil dan mutu berasnya yang tinggi. Varietas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ciherang. Varietas ini merupakan salah satu varietas dengan emisi CH4 rendah, dengan produksi padi tinggi (Wihardjaka, 2006). Berikut adalah karakteristik varietas padi Ciherang (Lesmana et al., 2004):

• Asal persilangan:

IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131-3-1///IR64////IR64 • Umur tanaman : 116-125 hari

• Bentuk tanaman : tegak • Tinggi tanaman : 107-115 cm • Anakan produktif : 14-17 batang • Warna kaki : hijau

• Warna batang : hijau • Warna daun telinga : putih • Warna lidah daun : putih • Warna daun : hijau


(32)

• Posisi daun : tegak • Daun bendera : tegak

• Bentuk gabah : panjang ramping • Warna gabah : kuning bersih • Kerontokan : sedang

• Kerebahan : sedang • Tekstur nasi : pulen • Kadar amilosa : 23%

• Bobot 1000 butir : 27-28 gram • Potensi hasil : 5-8.5 ton/ha

• Ketahanan terhadap hama : tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 • Ketahanan terhadap penyakit : tahan terhadap bakteri hawar daun (HDB)

strain III dan IV

• Anjuran tanam : cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian dibawah 500m dpl

• Dilepas tahun : 2000

3. Pengelolaan tanaman terpadu

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) atau lebih dikenal dengan PTT merupakan salah satu pendekatan pengelolaan usahatani padi, dengan mengimplementasikan berbagai komponen teknologi spesifik yang memberikan efek sinergis. PTT menggabungkan berbagai komponen usahatani terpilih yang serasi dan saling komplementer untuk mendapatkan hasil panen optimal dan kelestarian lingkungan. Tujuan penerapan PTT adalah meningkatkan produktivitas, meningkatkan nilai ekonomi/keuntungan usahatani padi melalui efisiensi penggunaan bahan baku, melestarikan sumberdaya lahan untuk keberlangsungan sistem produksi, dan memberikan teknik budidaya yang ramah lingkungan.

PTT merupakan suatu sistem pengelolaan tanaman yang berprinsip bahwa sumber daya tanaman, lahan dan air harus dikelola dengan baik agar dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya serta dapat menunjang peningkatan produksi pada lahan dan tanaman, dengan aspek kelestarian dan


(33)

keberlanjutan produktifitas lahan pertanian merupakan faktor yang harus diutamakan (Wihardjaka, 2007). Sistem ini digunakan pada budidaya tanaman padi sawah sebagai penyempurnaan dari SRI (System of Rice Intesification) yang dianggap mempunyai banyak kendala dalam teknis pelaksanaan di lapangan maupun dalam hal memenuhi kebutuhan pangan nasional yang tinggi.

Sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada budidaya padi merupakan salah satu teknologi intensifikasi dengan komponen teknologi utama PTT meliputi (Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2004) :

a. Penggunaan benih bermutu

Penggunaan benih yang bermutu akan menghasilkan bibit yang sehat dengan akar yang banyak, perkecambahan dan pertumbuhan yang seragam, ketika ditanam pindah dapat tumbuh lebih cepat dan tegak, dan menghasilkan produksi tinggi.

b. Varietas unggul sesuai lokasi

Varietas unggul memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. hasil tinggi (5-8 ton/ha)

2. tanaman pendek 3. daun tegak

4. jumlah anakan produktif sedang-banyak (14-20) 5. tanaman tahan rebah

6. tanggap terhadap pemupukan (memerlukan banyak pupuk) 7. umur tanaman genjah (105-125 hari)

8. rasa nasi sedang-enak, ada yang beraroma 9. belum tentu cocok untuk semua lingkungan c. Tanam bibit muda (umur <15 hss) tunggal per lubang

Keuntungan menggunakan bibit muda adalah : 1. akar lebih kuat dan dalam

2. tanaman akan menghasilkan anakan yang banyak 3. tanaman akan lebih tahan rebah


(34)

5. tanaman menyerap pupuk lebih efisien d. Tanam cara legowo (2:1 atau 4:1)

Keuntungan cara tanam legowo adalah semua baris rumpun tanaman berada pada bagian pinggir yang biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir), pengendalian hama dan gulma lebih mudah, memfasilitasikan ruang kosong untuk drainase saluran pengumpul keong mas atau untuk minapadi, dan penggunaan pupuk lebih efektif. Pada sistem legowo 4:1, jarak antar baris tanaman yang dikosongkan 40cm, jarak antar tanaman 20cm, dan jarak antar baris yang berada dipinggir adalah 10cm, cara tanam berselang empat baris dan satu baris kosong. Untuk legowo 2:1, cara tanam berselang dua baris dan satu baris kosong, dengan jarak antar baris adalah 10 cm. Layout penanaman padi dengan cara tanam legowo dapat dilihat pada Gambar 1.

(a)

(b)

Gambar 1. Layout cara tanam legowo (a) 2:1 dan (b) 4:1 x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x 20 cm 40 cm

x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x 40 cm 20 cm

10 cm


(35)

e. Pemberian bahan organik

Bahan organik dapat berasal dari limbah tanaman, kotoran hewan atau hasil pengomposan seperti kotoran sapi, kotoran ayam, jerami atau sisa tanaman lain, dan pupuk hijau. Bahan organik disebar merata diatas hamparan sawah, dua minggu sebelum pengolahan tanah. Terkadang, untuk jerami padi dibiarkan melapuk langsung di sawah selama satu musim. Pemberian bahan organik dimaksudkan untuk meningkatkan kesuburan tanah dan kandungan karbon organik tanah, memberi tambahan hara, memperbaiki sifat fisik tanah, meningkatkan aktifitas mikroba, dan mempertahankan perputaran unsur hara dalam sistem tanah-tanaman f. Pengelolaan hara spesifik lokasi (N dengan Bagan Warna Daun (BWD); P

dan K berdasarkan status hara tanah)

Gambar 2. Bagan Warna Daun (BWD)

Bagan Warna Daun dapat dilihat pada Gambar 2. Cara penggunaan BWD yaitu dengan meletakkan bagian tengah daun diatas BWD, lalu bandingkan warnanya. Pemupukan dasar atau pemupukan pertama N dengan takaran 50-75 kg/ha dilakukan sebelum tanaman padi berumur 14 hari atau sebelum 14 hari setelah tanam pindah (14 hst). Pengukuran dengan BWD diawali pada 25-28 hst, dilanjutkan setiap 7-10 hari sekali sampai fase primordia. Untuk selanjutnya, jika tingkatan daun berada pada skala kurang dari 4, maka perlu penambahan pupuk N dengan dosis yang ditentukan, yaitu 50-75 kg urea/ha untuk musim hasil rendah (Musim Kemarau (MK)), dan 75-100 kg urea/ha untuk musim hasil tinggi (Musim Hujan (MH)). Takaran pupuk P dan K didasarkan pada analisis tanah atau kebutuhan tanaman. Untuk pupuk P diberikan pada saat pemupukan dasar


(36)

secara bersamaan dengan pemupukan pertama N pada 7-10 hst. Sedangkan pupuk K dengan takaran < 100 kg KCl/ha diberikan bersamaan dengan pemberian pupuk N yang pertama, dan pupuk K dengan takaran > 100 kg KCl/ha maka 50% K diberikan sebagai pupuk dasar atau bersamaan dengan pemberian pupuk N yang pertama, sisanya diberikan pada saat primordia.

g. Irigasi intermittent (berselang)

Pengairan berselang dimaksudkan untuk mengatur kondisi lahan kering dan tergenang secara bergantian. Keuntungan dilakukannya irigasi berselang adalah untuk menghemat penggunaan air, memberi kesempatan akar untuk mengambil udara, sehingga dapat berkembang lebih dalam, dan memudahkan pengendalian hama seperti keong mas dan tikus.

h. Penyiangan gulma secara manual (landak, gasrok)

Penyiangan dapat dilakukan dengan mencabut gulma dengan tangan, menggunakan alat gasrok atau landak, atau dengan menggunakan herbisida. Gambar alat gasrok atau landak dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Alat gasrok atau landak

Keuntungan penyiangan secara manual :

1. ramah lingkungan (tidak menggunakan bahan kimia) 2. lebih ekonomis dan hemat tenaga kerja

3. meningkatkan aerasi didalam tanah dan merangsang pertumbuhan akar padi lebih baik


(37)

4. jika dilakukan bersamaan atau segera setelah pemupukan, akan membenamkan pupuk ke dalam tanah, sehingga penggunaan pupuk lebih efisien

i. Penerapan Pemberantasan Hama Terpadu (PHT) bagi pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Strategi pengendalian:

1. tanam tanaman yang sehat

yaitu pola tanam tepat, pergiliran tanaman, sanitasi lapangan, waktu tanam yang tepat, pemupukan yang tepat, pengelolaan tanah dan irigasi, dan tanam tanaman perangkap untuk mengendalikan tikus. 2. gunakan varietas tahan hama

3. pengamatan berkala di lapangan

4. pengendalian secara fisik seperti penggunaan lampu perangkap 5. penggunaan biopestisida

6. penggunaan pestisida hanya bila diperlukan dengan insektisida, molusida, dan fungisida

7. pemanfaatan musuh alami seperti predator, patogen serangga

8. pengendalian secara mekanik seperti menggunakan alat atau mengambil dengan tangan, menggunakan pagar atau menggunakan perangkap

j. Penanganan panen dan pasca panen yang baik

Penanganan panen dan pascapanen perlu dilakukan karena kehilangan hasil dan penurunan mutu selama proses panen dan pascapanen masih tinggi, penanganan panen dan pascapanen yang kurang baik akan mengakibatkan kualitas benih rendah. Panen biasanya dilakukan jika 95% malai telah menguning, dengan menggunakan mesin thresher. Penanganan pascapanen dilakukan melalui tahapan perontokan, pengeringan, penggilingan dan penyimpanan. Untuk memperoleh beras dengan kualitas tinggi, harus memperhatikan waktu panen, sanitasi (kebersihan), dan kadar air gabah (12-14%).

Komponen-komponen diatas tidak perlu diterapkan seluruhnya, tergantung kesesuaian lokasi pertanian.


(38)

4. SRI (Sistem of Rice Intensification)

SRI merupakan teknologi intensifikasi pertanian yang menerapkan proses pemberdayaan petani dalam pengelolaan lahan dan air (sumberdaya manusia dan sumberdaya lahan dan air) secara intensif dan efisien, dengan melaksanakan pengelolaan lahan ramah lingkungan melalui pemanfaatan limbah pertanian seperti ternak, jerami dan sampah sebagai sumber bahan organik untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi.

Prinsip-prinsip yang diterapkan pada metode ini yaitu (Departemen Pertanian, 2006):

1. Penyiapan lahan

Pengolahan lahan dilakukan seperti metode konvensional kemudian ditambah bahan organik (5 – 7) ton/ha (tergantung kondisi tanah) serta jerami dibenamkan kembali ke dalam tanah.

2. Persemaian

Persemaian dilakukan pada lahan semai dengan perbandingan pemberian bahan organik terhadap media tumbuh tanah 1 : 1.

3. Cara tanam

Penanaman dilakukan dengan jumlah bibit per lubang satu (tanam tunggal), saat benih berumur 15 hari.

4. Jarak tanam

Jarak tanam metode SRI dilakukan dengan alternatif (25 x 25) cm, (30 x 30) cm atau (40 x 40) cm.

5. Pemupukan

Pupuk yang digunakan adalah pupuk kompos berasal dari bahan organik seperti kotoran hewan, kompos, limbah organik, atau jerami yang proses dekomposisinya dipercepat dengan menggunakan mikroorganisme lokal (MOL).

6. Pengendalian hama

Pengendalian hama dilakukan dengan konsep PHT (Pengendalian Hama Terpadu) dengan prinsip yaitu budidaya tanaman sehat, pendayagunaan fungsi musuh alami, pengamatan berkala, tidak menggunakan pestisida sintetis (buatan pabrik).


(39)

7. Pengelolaan air dan penyiangan

- Pada umur padi vegetatif, air diberikan secara macak-macak (dipertahankan dalam kondisi air kapasitas lapangan) kecuali pada saat penyiangan dilakukan penggenangan (2 – 3) cm.

- Penyiangan dilakukan dengan selang waktu 10 hari sebanyak minimal 3 kali.

- Pada tanaman berumur lebih dari 45 hari, sebaiknya lahan dikeringkan selama 10 hari untuk menghambat pertumbuhan vegetatif.

- Air diberikan kembali secara macak-macak, sampai masa pertumbuhan malai, pengisian butir hingga bernas, selanjutnya air dikeringkan sampai panen.

8. Produksi

- Sampai saat ini di beberapa kabupaten di Jawa Barat, hasil produksi SRI (6,80 – 13,76) ton/ha GKP.

D. Pembentukan dan Emisi CH4

1. Pembentukan CH4

Penggenangan/keadaan anerobik adalah kondisi ideal dalam pembentukan CH4. Penurunan oksigen di dalam tanah sawah menyebabkan proses biokimia berlangsung dalam kondisi anaerobik dan salah satu produk akhir dari proses tersebut adalah gas metan (CH4). Dekomposisi bahan organik berlangsung dalam dua tahap, yaitu pembentukan asam-asam organik. Selanjutnya adalah konversi asam-asam organik menjadi berbagai gas seperti CO2 dan CH4 (Neue dan Scharpenseel, 1984).

Dekomposisi bahan organik terjadi pada kondisi anaerob, dengan hasil akhir berupa CO2, bahan humid, dan CH4 (Setyanto et al., 2004). Ketersediaan bahan organik dalam tanah berhubungan dengan peranan mikroorganisme. Mikroorganisme yang membentuk CH4 (metanogen) membutuhkan kondisi anaerob, sedangkan mikroorganisme yang mengoksidasi CH4 (metanotrof) membutuhkan oksigen untuk metabolismenya. Akumulasi bahan organik ke dalam tanah sawah yang berasal dari jerami padi, gulma, dan residu dari


(40)

pertanaman sebelumnya akan meningkatkan karbon yang dapat termineralisasi secara mudah. Pemberian jerami padi 6 ton per hektar menghasilkan CH4 sebesar 2-3 kali dibandingkan dengan pemberian pupuk mineral (Yagi dan Minami, 1990). Dalam kondisi anaerob akan terjadi rangkaian proses fisik dan kimia tanah yang berpengaruh terhadap pembentukan CH4.

Proses utama yang terjadi pada tanah tergenang dapat dipandang sebagai suatu rangkaian reaksi oksidasi dan reduksi yang dilakukan mikroorganisme. Bakteri metanogen merupakan kelompok bakteri anaerob yang menghasilkan CH4. Terdapat lima puluh spesies bakteri metanogen yang bertanggung jawab dalam pembentukan CH4, seperti Methanobacterium formicium, M. alcaliphilum, ataupun Methanococcus voltae (Jones, 1991).

Faktor tanah yang berpengaruh terhadap pembentukan CH4 : a. Redoks potensial

Kemampuan tanah melakukan pertukaran elektron dikenal dengan potensial redoks tanah (Eh). Reduksi adalah perolehan elektron, sedangkan oksidasi adalah kehilangan elektron. Proses reduksi berkaitan dengan sistem drainase yang buruk sehingga mengakibatkan genangan air. CH4 terbentuk pada Eh yang lebih rendah, yaitu -150 mV hingga -300 mV (Minami, 1990). Penurunan Eh berkaitan dengan lama penggenangan. Oleh karena itu, pembentukan CH4 secara tidak langsung ditentukan oleh lama penggenangan. Sedangkan pada awal penggenangan, CH4 belum terbentuk karena Eh masih cukup tinggi. Pada sawah yang tergenang, kandungan oksigen dalam tanah akan semakin berkurang. Reduksi NO3, Mn4+, Fe3+, SO4, dan CO2, akan membentuk gas metan (CH4). Proses reduksi dari oksidan-oksidan tanah diakibatkan oleh aktifitas mikroorganisme yang berbeda. Oksigen direduksi oleh mikroorganisme anaerobik, sedangkan Mn4+ dan Fe3+ oleh bakteri fakultatif anaerobik. b. pH tanah

Pembentukan CH4 terjadi pada nilai pH yang mendekati netral. Hal ini berkaitan dengan bakteri metanogen yang umumnya neotrofilik dengan kisaran pH 6-8 (Garcia, 1990 diacu dalam Mudiyarso dan Baharsjah, 1992). Pada tanah alkali dan berkapur, pembentukan CH4 meningkat cepat


(41)

selama beberapa jam atau beberapa hari setelah penggenangan. Pada tanah netral, pembentukan CH4 mencapai puncak pada 2-3 minggu, sedangkan pada tanah masam dicapai pada 5-6 minggu atau lebih setelah penggenangan. Jika penggenangan dilakukan terus menerus, maka dapat menyebabkan pH tanah meningkat sampai netral pada kondisi tanah masam, dan penurunan pH pada tanah alkali.

Penggunaan pupuk kimia seperti urea dan ammonium sulfat dengan cara dibenam memberi emisi CH4 lebih rendah daripada cara sebar. Penurunan emisi CH4 tersebut dapat disebabkan oleh penurunan pH tanah akibat penggunaan ion ammonium oleh tanaman, saat ammonium diserap tanaman, secara bersamaan H+ dilepas dalam tanah, sehingga menurunkan pH tanah.

c. Suhu

Bakteri metanogen umumnya menghendaki suhu optimal 30oC sampai 40oC (Vogels et al., 1988). Genangan air disebabkan oleh efek rumah kaca yang dihasilkan dari lahan. Genangan air akan meneruskan radiasi gelombang pendek (ultra ungu) ke tanah, dan mengurangi pancaran gelombang panjang (infra merah) ke atas. Di daerah tropik, bakteri tersebut berfungsi baik pada suhu 30oC (Minami, 1990). Kenaikan setiap tingkat suhu tanah menyebabkan emisi CH4 meningkat 1,5 – 2 kali dan mencapai maksimum pada 35oC – 40oC (Parashar et al., 1993).

2. Emisi CH4

Kontribusi tanaman padi sawah dalam mengemisi CH4 sekitar 25% dari emisi global ke atmosfer. Hal ini lebih disebabkan oleh kondisi anaerob oleh bakteri metanogen (Rennenberg et al., 1992).

Proses emisi CH4 dari budidaya tanaman padi sawah ke atmosfer dijelaskan pada Gambar 4.


(42)

Gambar 4. Emisi CH4 dari budidaya tanaman padi sawah ke atmosfer (Neue, 1993)

Emisi CH4 dipengaruhi oleh adanya perbedaan variabel internal dan eksternal (Khalil dan Shearer, 2000). Variabel internal meliputi karakteristik tanah, varietas padi, mikrobiologi tanah, dan variabel eksternal meliputi suhu tanah yang disebabkan radiasi surya, iklim, pengelolaan air (irigasi/tadah hujan), dan pemupukan. Tanaman padi sebagai media transportasi CH4 dapat meningkatkan aktivitas biologi dalam tanah melalui pembentukan eksudat akar yang merupakan sumber karbon bagi bakteri pembentuk CH4. Eksudat akar adalah senyawa organik dalam media tanah yang mengandung gula, asam amino dan asam organik lain sebagai penyusun bahan yang segera tersedia bagi bakteri metanogen (Kimura et al., 1991). Menurunnya eksudat akar akan berakibat berkurangnya proses metanogenesis, sehingga fluks CH4 akan berkurang. Eksudat dan pembusukan akar merupakan sumber karbon bagi bakteri metanogen. Biomass akar yang banyak maka banyak pula CH4 yang terbentuk. Lama tumbuh tanaman juga menentukan besarnya emisi CH4 dari lahan sawah. Makin lama periode tumbuh tanaman, makin banyak eksudat dan biomas akar yang terbentuk sehingga emisi CH4 menjadi tinggi.

Pola pengaturan air yang tepat dapat menurunkan emisi CH4. Penggenangan pertanaman padi sawah dengan interval dua sampai tiga minggu dapat mengurangi emisi CH4 dengan sangat nyata tanpa mengurangi hasil (Sass dan Fisher, 1992).


(43)

Pelepasan CH4 dari tanah sawah ke atmosfer melalui tiga mekanisme, yaitu melalui difusi, gelembung udara, dan melalui aerenkima yang terdapat dalam jaringan tanaman padi. Pelepasan CH4 melalui aerenkima tanaman merupakan media pengangkut yang paling utama, yang mencapai lebih dari 90% (Kiene, 1991). Suplai O2 untuk respirasi pada akar dilakukan melalui pembuluh aerenkima dan sebaliknya, gas-gas yang dihasilkan dari dalam tanah seperti CH4 akan dilepaskan ke atmosfer melalui pembuluh aerenkima (Wagatsuma et al., 1992). Mekanisme transportasi pada tanaman terjadi akibat perbedaan gradien konsentrasi antara air disekitar akar dan ruang antar sel lysigenous pada akar dan menyebabkan CH4 terlarut disekitar akar terdifusi ke permukaan cairan akar, menuju ke dinding sel korteks akar. Pada dinding korteks akar, CH4 akan berubah menjadi gas dan disalurkan ke batang melalui pembuluh aerenkima dan ruang antar sel lysigenous. Selanjutnya CH4 akan dilepas melalui pori-pori mikro pada pelepah daun bagian bawah (Nouchi, 1992). Mekanisme emisi CH4 melalui aerenkima pada jaringan tanaman padi dapat dilihat pada Gambar 5.

Kemampuan setiap varietas padi dalam penyaluran CH4 juga berbeda, tergantung pada karakteristik agronomi tanaman, seperti jumlah anakan dan sistem perakaran (Nouchi, 1992). Dari faktor cahaya, perubahan keadaan dari terang ke gelap yang menurunkan termal cahaya, akan menurunkan suhu daun dan jaringan tanaman lainnya, akibatnya udara di dalam tanaman memadat dan udara disekitarnya terserap sehingga emisi CH4 menurun (Nouchi, 1992).


(44)

Gambar 5. Mekanisme emisi CH4 melalui aerenkima pada jaringan tanaman padi (Nouchi, 1992)

E. Model DNDC (Denitrification Decomposition)

DNDC merupakan salah satu model yang digunakan dalam penelitian emisi Gas Rumah Kaca (GRK), untuk mengetahui perubahan lingkungan terutama emisi GRK (CH4, NO, N2O, dan NH3) dalam hubungannya dengan perubahan iklim global. Model DNDC digunakan untuk memprediksi emisi GRK dari ekosistem pertanian. Perbedaan emisi CH4 dari hasil pengukuran di lapangan dengan hasil prediksi menggunakan model akan dilakukan untuk melihat sejauh mana model dapat digunakan beserta keakuratannya. Hasil prediksi model yang valid tentu akan mempermudah suatu pekerjaan hanya dengan melakukan input parameter-parameter yang diperlukan. Model dikendalikan oleh empat pengendali lingkungan utama sebagai input parameter yang digunakan yaitu iklim, kandungan fisik tanah, vegetasi dan aktifitas anthropogenik. Masukan data yang tepat dari empat pengendali tersebut akan menentukan keberhasilan simulasi (Li, 2000).

Komponen model DNDC dibagi menjadi dua yaitu, input dari keadaan iklim tanah, pertumbuhan tanaman, submodel dekomposisi berupa suhu, kelembaban, pH, Eh tanah, dan konsentrasi gas berdasar pengendali lingkungan (iklim, tanah,


(45)

jenis tanaman, dan anthropogenik). Komponen kedua berupa proses nitrifikasi, denitrifikasi dan submodel fermentasi yang memprediksi fluks CH4, NO, N2O, dan NH3 berdasarkan variabel lingkungan tanah (Li, 1998). Skema model DNDC dapat dilihat pada Gambar 6.

Dalam menciptakan suatu pemodelan gas-gas dalam tanah, diperlukan keterkaitan antara faktor pengendali lingkungan, faktor lingkungan tanah, dan reaksi biogeokimia. Akibat yang ditimbulkan dalam sistem dibagi menjadi dua kategori yaitu akibat keberadaan pengendali lingkungan dalam faktor lingkungan tanah, dan akibat faktor lingkungan tanah terhadap gas hasil reaksi biokimia dan geokimia.

a. Hubungan pengendali lingkungan dengan faktor lingkungan tanah

Tugas model dalam hal ini adalah menetapkan penghubung antara pengendali lingkungan dengan faktor lingkungan tanah. Perbedaan pengendali lingkungan tiap ekosistem tergantung dari input data seperti iklim, tanah, vegetasi, aktivitas manusia di lahan pertanian. DNDC memadukan pengendali lingkungan kedalam tiga submodel yaitu (Li, 2000):

1. submodel iklim tanah

submodel ini memadukan karakteristik tanaman, iklim, sifat tanah, dan aktivitas persawahan, dan melakukan perhitungan suhu, kelembaban (RH), Eh tanah, serta suhu udara, presipitasi dan status oksigen.

2. submodel pertumbuhan tanaman

submodel ini mengikuti pertumbuhan tanaman yang mempengaruhi suhu, RH, pH, Eh, DOC (Dissolved Organic Carbon) tanah dan konsentrasi nitrogen.

3. submodel dekomposisi

submodel ini mengikuti konsentrasi substrat (DOC, NH4+, NO3-) dengan perpaduan karakteristik tanaman, iklim, properti tanah, dan aktivitas persawahan.

Ketiga submodel berinteraksi menentukan suhu, RH, pH, Eh tanah dan konsentrasi substrat pada profil tanah dalam interval harian.


(46)

Annual average temperature Daily potensial ET Evaporation Soil moisture profile LAI-regulated albedo Soil temperature profile

Transpiration Water flow Between layers Oxygen consumptuion Soil Eh profile Oxygen diffusion Soil climate N demand

Daily N uptake By roots Root respiration Water stress Water uptake By roots Daily water demands Grain Daily biomass Accumulation (LAI) Roots Stalk

Very labile litter Labile litter Resistant litter

Labile microbes Resistant microbe

Passive humus

Labile humads Resistant humads NH4

DOC CO2

Ecological

drivers Climate Soil Vegetation Anthropogenic activity

Soil environmental

variables Temperature Moisture pH Eh Substrate (NH4+, NO3-, and DOC)

Nitrate denitrifier NO2

-NO3

-Nitrite denitrifier

N2O denitrifier

DOC NO

N2O

N2

Decomposition

Denitrification

DOC Nitrifiers NH4 +

NO3

- Clay NH

4 + NH3

N2O NO NH3

CH4production Soil Eh

Aerenchyma

DOC

CH4oxidation

CH4 transport

CH4

Nitrification Fermentation

Effect of temperature and moisture on decomposition

The DNDC Model


(47)

b. Hubungan faktor lingkungan tanah dengan emisi gas

Dalam hal ini, model menghubungkan faktor lingkungan tanah dengan laju produksi dan konsumsi gas, yang didasarkan pada proses biologi, kimia, dan fisika, atau berdasarkan variabel kontrol, sehingga pengaruh tiap variabel tanah dapat dibedakan. Berdasarkan proses fisik, biologi dan kimia, CH4 terbentuk akibat dekomposisi bahan organik pada kondisi anaerob. Organisme yang berperan khususnya bakteri metanogen, tidak dapat berfungsi baik bila terdapat oksidan (elektron akseptor). Beberapa oksidan tanah yang tereduksi sehingga dapat terbentuk CH4 yaitu oksigen (tereduksi pada Eh +350 mV), MN4+ dan NO3 -(Eh +250 mV), Fe3+ (Eh +150mV), SO42- (Eh 150mV) dan CO2 (Eh kurang dari -200mV) (Kludze dan DeLaune, 1994 diacu dalam Li, 2000). Bakteri denitrifikasi menggunakan elektron akseptor selain oksigen karena kurangnya oksigen dalam tanah (Setyanto et al., 2004).

CH4 adalah produk akhir dari reduksi biologis CO2 atau C-organik dalam kondisi anaerob (Wassmann et al., 1993). Fluks CH4 dipengaruhi oleh kandungan karbon (DOC) dalam tanah (Wassmann et al., 1993), Eh tanah dan suhu tanah (Vogels et al., 1988 diacu dalam Li, 2000). Reduksi karbon dalam pembentukan CH4 disebabkan oleh mikroba anaerob (metanogen) yang aktif saat Eh tanah rendah (Wassmann et al., 1993). Produksi CH4 meningkat secara eksponensial dengan pengurangan Eh pada range -150 sampai -200 mV, dan keadaan suhu optimum yaitu 30-40oC (Kludze dan DeLaune, 1994 diacu dalam Li, 2000). Dalam hal ini, DNDC menghitung laju produksi CH4 sebagai fungsi dari kandungan DOC dan suhu, dan memprediksi Eh tanah yang mencapai -150 mV atau dibawahnya.

Reaksi produksi CH4 :

CO2 + 8H+ CH4 + 2H2O, atau Corganik + 4H+ CH4

Jika CH4 diproduksi pada Eh tanah rendah, dapat mendifusi kedalam Eh tanah tinggi (lapisan tanah atas atau tanah sekitar akar) dan akan dioksidasi dengan cepat dalam kondisi redoks yang lebih tinggi (DeBont et al., 1978 diacu dalam Li, 2000). Dalam hal ini, DNDC menghitung laju oksidasi CH4 sebagai fungsi dari konsentrasi CH4 dan Eh tanah. DNDC juga melakukan pemodelan


(48)

difusi CH4 antara lapisan-lapisan tanah, tergantung pada gradien konsentrasi CH4, suhu, dan porositas tanah.

Tanaman menjadi perantara transportasi emisi CH4 dari tanah ke atmosfer. DNDC memprediksi tanaman pembawa fluks CH4 sebagai fungsi dari konsentrasi CH4 dan aerenkima tanaman. Jika tanah tidak ditumbuhi, atau aerenkima tanaman tidak dapat dikembangkan dengan baik, pada saat inilah ebulisi berperan dalam emisi CH4 (Nouchi et al., 1994 diacu dalam Li, 2000). Di dalam DNDC, diasumsikan bahwa ebulisi terjadi hanya di lapisan permukaan tanah. Laju ebulisi diatur oleh konsentrasi CH4, suhu, porositas tanah, dan aerenkima tanaman.

Persamaan yang menjelaskan pengaruh faktor lingkungan tanah dalam pembentukan NO, N2O, CH4, dan NH3, diatur dalam tiga submodel (Li et al., 1996). Submodel fermentasi berisi semua persamaan yang berhubungan dengan CH4 untuk menghitung produksi, oksidasi dan transpor CH4 dalam kondisi tergenang. Submodel denitrifikasi memuat semua persamaan denitrifikasi untuk menghitung produksi, konsumsi, difusi N2O dan NO selama hujan, irigasi atau selama penggenangan. Submodel nitrifikasi yang berisi persamaan nitrifikasi, fungsi produksi dan penguapan NH3. Ketiga submodel ini menyusun komponen kedua dari model DNDC.

Input parameter-parameter didalam model DNDC berupa suhu tanah dan presipitasi harian, berat jenis tanah, tekstur dan pH tanah, kandungan C-organik, manajemen pengolahan sawah (jenis tanaman dan rotasi, cara pembajakan lahan, penyuburan lahan, pemupukan, tipe irigasi, penggenangan dan pemberantasan hama) akan menghasilkan output atau keluaran dari model berupa profil tanah harian seperti suhu, RH, Eh, pH dan konsentrasi dari total C-organik, nitrat, nitrit, amonium, urea, amonia, dan fluks harian CO2, NO, N2O, CH4, dan NH3 (Li et al.,

1996 diacu dalam Li, 2000).

Beberapa gambaran hasil pemodelan dengan menggunakan DNDC:

a. Peningkatan produktifitas padi secara signifikan akan meningkatkan fluks CH4 meskipun mengurangi fluks CO2 dan N2O

b. Peningkatan pemakaian jumlah pupuk, akan meningkatkan fluks CH4 dan N2O dan mengurangi fluks CO2


(49)

c. Peningkatan frekuensi drainase intermittent akan mengurangi fluks CH4 namun meningkatkan fluks N2O dan CO2

d. Penggantian penggunaan lahan dari padi sawah ke tanaman tipe dataran tinggi seperti gandum akan menurunkan fluks CH4 dan juga fluks N2O dan CO2

Pengukuran di lapangan sebelumnya menunjukkan bahwa pengaturan budidaya padi sawah tidak hanya berpengaruh pada fluks metan, tetapi juga fluks N2O dari tanah ke atmosfer.


(50)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Seperangkat komputer

2. CD program Visual C++ 3. Tanaman padi varietas Ciherang 4. Sungkup/boks

5. Bahan lapangan

6. Injektor polypropilen 5 mL 7. Kromatografi Gas – 8A 8. Integrator Shimadzu – 6A 9. Sampling Valve

10.Standar CH4, CO2, dan N2O 11.Gas H2 dan N2, dan udara tekan 12.Alat pengukur ketinggian air 13.Ajir biomass

14.Timbangan analitik 15.Rice Moisturemeter

B. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jakenan. Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari hingga Agustus 2007.

C. Metode Penelitian

1. Pelaksanaan penelitian

Penelitian dilakukan untuk membandingkan data emisi CH4 aktual di lapangan dan data emisi CH4 berdasarkan model DNDC. Keakuratan data berdasarkan model DNDC dapat dilihat dari perbedaan antara emisi CH4


(51)

aktual dan model, serta grafik perbandingan data aktual dan data berdasarkan model. Proses pengambilan data emisi CH4 disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Diagram alir proses pengukuran metana

a. Pelaksanaan penelitian di lapangan

Penelitian dilakukan pada lima belas petak sawah berukuran 5m x 6m, dengan perlakuan yang berbeda pada tiap petak. Lima belas petak sawah tersebut digunakan untuk mengakomodasi 5 perlakuan dan 3 ulangan. Kelima perlakuan tersebut adalah :

1. Non PTT Tergenang : menggunakan bibit umur 25 hss, jarak tanam 20 cm x 20 cm, 3 rumpun per lubang, pupuk sesuai anjuran (120 kg/ha N,

Pengambilan data di lapangan :

1. Data iklim

2. Karakteristik tanah

3. Manajemen budidaya

Input data kedalam model

‘RUN’ model

Emisi CH4 (kgC/ha)

(Data model) mulai

penyemaian

Penyiapan lahan percobaan

penanaman

Penempatan boks

Input : H = 0 ; next H = H + 6,

H ≤ 106

Emisi CH4 (kgC/ha)

(Data aktual)


(52)

90 kg/ha P, 60 kg/ha K), tanpa bahan organik, irigasi terus-menerus (continously flooded).

2. Non PTT Intermittent : menggunakan bibit umur 25 hss, jarak tanam 20 cm x 20 cm, 3 rumpun per lubang, pupuk sesuai anjuran (120 kg/ha N, 90 kg/ha P, 60 kg/ha K), tanpa bahan organik, irigasi berselang (intermittent).

3. PTT Intermittent : Menggunakan bibit muda (15 hss) satu rumpun per lubang, pupuk dasar sesuai anjuran (75 kg/ha N, 250 kg/ha P, 100 kg/ha K), pemupukan berdasarkan BWD (Bagan Warna Daun) 65 kg urea/ha, pupuk organik setara 2 ton/ha, irigasi berselang (intermittent) dengan cara tanam sistem legowo 2:1 (20 cm x 10 cm x 40cm).

4. PTT Tergenang : Menggunakan bibit muda (15 hss) satu rumpun per lubang, pupuk dasar sesuai anjuran (75 kg/ha N, 250 kg/ha P, 100 kg/ha K), pemupukan berdasarkan BWD (Bagan Warna Daun) 65 kg urea/ha, pupuk organik setara 2 ton/ha, irigasi terus-menerus (continously flooded) dengan cara tanam sistem legowo 2:1 (20 cm x 10 cm x 40cm).

5. SRI Intermittent : menggunakan bibit umur 15 hss, satu rumpun per lubang, hanya menggunakan pupuk organik setara 15 ton/ha, jarak tanam 30x30 cm, irigasi berselang (intermittent).

Gambar 8 memperlihatkan layout tanaman padi pada lima belas petak sawah. Rancangan percobaan acak kelompok dengan tiga ulangan.

Emisi CH4 diukur secara manual selama pertumbuhan tanaman dengan menggunakan boks yang dapat dioperasikan secara manual. Setiap ulangan percobaan dipasang boks yang terbuat dari fleksiglass berukuran 0.4 m x 0.4 m x 0.6 m untuk tinggi tanaman kurang dari 60 cm, dan dilakukan penambahan boks berukuran 0.4 m x 0.4 m x 0.5 m untuk tanaman dengan tinggi lebih dari 60 cm. Pengambilan contoh gas dilakukan jam 6 pagi dengan interval waktu 6 menit yaitu pada menit ke-6, 12, 18, dan menit ke-24. Gas dari kolom boks diambil dengan menggunakan injector polypropilen 5 mL. Contoh gas selanjutnya diinjeksikan ke dalam kolom yang berfungsi memisahkan gas CH4 dari


(53)

gas-gas lain di dalam injektor, dan mengatur masuknya sampel ke kromatografi gas. Contoh gas kemudian dianalisis dengan menggunakan kromatografi gas yang dilengkapi dengan FID (Flame Ionisation Detector). Hasil analisis dapat dilihat dari integrator Shimadzu – 6A untuk interpretasi peak dari kromatografi dalam bentuk area.

Gambar 8. Layout plot tanaman padi dengan perbedaan perlakuan b. Penggunaan model DNDC

Pemodelan dimulai dengan menginstal model kedalam komputer. Model menggunakan Visual C++ dan dieksekusi oleh Windows98. Klik ”DNDC72.EXE” dalam direktori ”C:\DNDC” untuk memulai penggunaan model.

Model DNDC membutuhkan IBM-PC, memori minimum 64M, kecepatan 350MHz, dan isi minimum dalam hard disk yaitu 5MB. Untuk mendapatkan tampilan grafik yang baik, dibutuhkan SVGA (1024x768). Kebutuhan ruang disk untuk keperluan 100 tahun yaitu 0.5MB.

Model DNDC merupakan model simulasi komputer yang memprediksi sifat biokimia tanah yaitu karbon (C) dan nitrogen (N) dari

III-3 II-2 I-3

III-2 II-5 I-2

III-5 II-3 I-5

III-1 II-4 I-1

III-4 II-1 I-4 U

A

Keterangan gambar : Perlakuan :

1. Non PTT tergenang, 25 hss

2. Non PTT intermittent, 25 hss

3. PTT intermittent, 15 hss 4. PTT tergenang, 15 hss 5. SRI Intermittent Ulangan :

I. Ulangan pertama II. Ulangan kedua III.Ulangan ketiga A. Papan nama


(54)

ekosistem pertanian, baik dalam skala lapangan ataupun skala regional. Dalam penelitian ini, digunakan model DNDC7.2 dengan versi windows.

Tampilan windows memerlukan masukan data-data untuk menjalankan model. Informasi utama yang diperlukan yaitu iklim dan lokasi lapangan, keadaan tanah, dan informasi mengenai perlakuan tanaman. Dari masing-masing bagian tersebut terdapat subbagian yang memerlukan data spesifik seperti jenis tanaman, pola pengairan, perlakuan tanah, pemupukan, kandungan karbon (C) dalam tanah, dan lain-lain.

Setelah semua data dimasukkan, lakukan ’RUN’, dan model akan memulai simulasi dari semua data yang telah dimasukkan. Sebagai permulaan simulasi setiap tahun, DNDC dimulai dengan membaca semua input data dalam setiap spesifik tahun, lalu mengeksekusi submodel secara berurutan yaitu iklim tanah, pertumbuhan tanaman, dekomposisi, nitrifikasi, denitrifikasi, fermentasi. Profil iklim tanah yang pertama dihitung, didasarkan pada data iklim harian dan properti tanah dalam interval jam. DNDC kemudian mensimulasi pertumbuhan tanaman seperti pertukaran air, C dan N dalam tanaman atau keadaan tanah yang didasarkan pada cara penanaman, suhu, kondisi air atau N dalam tanah dalam interval harian. Dekomposisi dihitung berdasarkan profil iklim tanah dan ketersediaan N dalam interval harian. Nitrifikasi dan denitrifikasi diprediksi dalam interval jam yang dikendalikan oleh ukuran gelembung anaerob dan hubungan tiap substrat. Jika terjadi penggenangan, DNDC akan mengaktifkan submodel fermentasi untuk menghitung produksi dan oksidasi metan (CH4) dalam interval harian. Jika diperlukan, di akhir simulasi harian, DNDC akan menyimpan hasil prediksi harian dari kandungan C besrta fluks C, kandungan N beserta fluks N, profil suhu dan kelembaban tanah, dan biomass tanaman. Dari rangkaian ini, DNDC terus-menerus dapat dijalankan dari hari ke hari. DNDC beralih ke tahun berikutnya jika simulasi selesai hingga 31 Desember. Simulasi akan berlangsung terus hingga tahun terakhir pembudidayaan (Li dan Qin, 2000). Kandungan dan fluks C dan N tahunan dalam ekosistem yang


(55)

disimulasi akan tersimpan dalam beberapa file dalam direktori ”C:\DNDC\RECORD\”.

2. Pengamatan/Pengukuran

Selama penelitian berlangsung, akan dilakukan pengamatan dan pengukuran sebagai berikut :

a. Pengamatan dan pengukuran di lapangan

1. Contoh tanah dari setiap plot dianalisis sebelum dan sesudah perlakuan

2. Emisi GRK (CH4, N2O dan CO2) setiap minggu 3. Hasil gabah dan bobot jerami saat panen

4. Komponen hasil (jumlah malai/rumpun, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi dan bobot 1000 butir gabah isi)

5. Pemupukan (besar penambahan N, P, dan K), penggunaan BWD untuk penambahan N, dan pemberian pupuk organik pada

perlakuan SRI dan PTT.

6. Pengairan pada perlakuan tergenang ataupun intermittent, dengan ketinggian penggenangan adalah 5 cm

7. Pemberantasan hama dengan pestisida, fungisida, dan biopestisida b. Masukan data dalam model DNDC

Input data model dapat dilihat pada Tabel 3. dengan garis besar informasi yang diperlukan adalah sebagai berikut :

1. Informasi iklim dan lokasi

• Data iklim yaitu suhu maksimum, suhu minimum harian, dan curah hujan

• Analisis kandungan nitrogen dalam air hujan • Analisis C-organik dalam pupuk kandang • Informasi letak geografis lokasi penelitian

• Informasi nilai konsentrasi NH3 dan CO2 di daerah tropis 2. Informasi keadaan tanah

• Jenis tanaman


(56)

• Massa jenis dan pH tanah

• Kandungan liat dan C-organik tanah

• Nilai NO3(-), NH4(+), kelembaban dan suhu tanah 3. Informasi teknik penanaman

• Waktu simulasi dalam tahun

• Jumlah rotasi selama tahun simulasi

• Informasi perlakuan tanaman yaitu tanggal tanam dan tanggal panen, hasil produksi tanaman, data aplikasi pengolahan lahan, aplikasi pemupukan dan parameter pemupukan, aplikasi pemberian pupuk organik, parameter pengairan dengan cara penggenangan, dan perlakuan irigasi.


(57)

No

Input Keterangan 1. Data lokasi - nama tempat

- letak lintang (oLS)

2. Data iklim - file data : curah hujan (mm) : suhu maksimum (oC) : suhu minimum (oC)

- konsentrasi N pada air hujan (mg N/liter) - konsentrasi NH3 di atmosfer (μN/m3) - konsentrasi CO2 di atmosfer (ppm) 3. Data tanah - tekstur tanah

- densitas (g/cm3)

- latar belakang guna tanah - pH

- Soil Organic Carbon (0-5 cm dari permukaan) - Fraksi liat : litter dalam SOC

: humads dalam SOC : humus dalam SOC

- NO3(-) di permukaan tanah (mg N/kg) - NH4(+) di permukaan tanah

- Moisture - Suhu tanah (oC) - Wilting point - Field capasity 4. Data tanaman - jenis tanaman

- waktu tanam (bulan/tanggal) - waktu panen (bulan/tanggal) - hasil panen (kg/ha)

- residu tanaman

5. Pengolahan tanah - waktu pengolahan (bulan/tanggal) - metode pengolahan (alat/mesin) 6. Pemupukan kimia - waktu pemupukan (bulan/tanggal)

- metode pemupukan (permukaan/injeksi) - jenis pupuk

- jumlah pupuk (kg N/ha)

7. Pemupukan alami - waktu pemupukan (bulan/tanggal) - jenis pupuk

- jumlah karbon (C) dalam pupuk (kgC/ha) - C/N ratio

8. Penyiangan - waktu penyiangan (bulan/tanggal) Tabel 3. Input model DNDC


(58)

9. Penggenangan - kecepatan meloloskan air (mm/hari)

- waktu penggenangan : awal (bulan/tanggal) : akhir (bulan/tanggal) - pH air

10. Irigasi - pH air

- waktu irigasi (bulan/tanggal) - banyak air yang digunakan (cm)

11. Grazing - waktu beternak : awal (bulan/tanggal)

: akhir (bulan/tanggal) - jenis ternak dan jumlahnya (ekor/ha) Model menghasilkan output beberapa file yang memperlihatkan kondisi meteorologi, sifat kimia dan iklim tanah, pertumbuhan tanaman, dan emisi gas. Output tersebut yaitu :

1. File 1 menunjukkan kolom pengisian dari site name, simulated year, crop type, dan Julian day.

2. File 2 menunjukkan kolom pengisian dari daily soil carbon dan

nitrogen profiles.

3. File 3 menunjukkan kolom pengisian dari daily air temperature, precipitation, snow pack, evaporation, dan transpiration.

4. File 4 menunjukkan kolom pengisian dari crop LAI/biomass development dan cropping practices.

5. File 5 menunjukkan kolom pengisian dari daily soil moisture, ammonium, nitrate, pH, dan Eh.

6. File 6 menunjukkan kolom pengisian dari daily flukses of CO2, NH3,

dan CH4

7. File 7 menunjukkan kolom pengisian dari daily flukses of N2O, NO,

dan N2

3. Analisis dan Interpretasi data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan tiga kali ulangan. Analysis of Varian (ANOVA) digunakan untuk menganalisis data emisi CH4 dengan tujuan melihat perbedaan antar perlakuan dengan menggunakan program SAS versi 6.12. Pengujian untuk melihat sejauh mana perbedaan antar perlakuan dilakukan


(59)

dengan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Persamaan regresi digunakan untuk mengetahui kedekatan hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebas. Analisis regresi dilakukan antara hubungan emisi CH4 dengan hasil padi dan biomas panen, hubungan antara fluks CH4 harian dengan biomass total pada masing-masing perlakuan, serta untuk mengetahui hubungan emisi model terhadap emisi aktual.

4. Perhitungan emisi CH4

a. Berdasarkan data lapangan

1. Konsentrasi CH4 dihitung berdasarkan nilai area standar dan area sampel. Dengan menggunakan standar 10.1 ppm, maka nilai konsentrasi CH4 dapat dihitung dengan persamaan :

dar s area sampel area ppm ppm x tan 1 . 10 =

Perubahan konsentrasi CH4 terhadap waktu atau slope (δc/δt) dari hubungan antara konsentrasi CH4 terhadap waktu dengan interval 2 menit, digunakan untuk menghitung laju CH4

2. Laju fluks (E) dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Khalil dan Shearer, 2000):

2 . 273 2 . 273 + = T x A V x t c x Vm Bm E δ δ Keterangan :

E = fluks CH4 (mg/m2/menit) V = volume sungkup (m3) A = luas dasar sungkup (m2)

T = suhu udara rata-rata di dalam sungkup (oC)

δc/δt = laju perubahan konsentrasi gas CH4 (ppm/menit) Bm = berat molekul gas CH4 dalam kondisi standar ( 16.123g) Vm = volume gas pada kondisi standar (22.41 liter)


(60)

Emisi CH4 dalam satu musim dihitung dengan persamaan :

Emisi CH4 (kg/ha) = fluks CH4 (mg/m2/hari) x umur padi

b. Berdasarkan data model DNDC

Pola emisi CH4 dapat dilihat dalam bentuk grafik setelah RUN model. Nilai emisi CH4 tersimpan secara otomatis dalam model pada sub direktori C:\DNDC\RESULT.


(61)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Aktual (lapangan)

1. Kondisi geografis

Lokasi penelitian berada pada letak geografis 06o45’ LS dan 111o40’ BT. Memiliki iklim D menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson dengan curah hujan rata-rata kurang dari 1600 mm/th. Penelitian dilaksanakan selama satu musim yaitu pada musim kemarau (MK) tahun 2007. Data iklim berupa suhu maksimum, suhu minimum, dan curah hujan didapatkan dari stasiun klimatologi yang ada di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Lampiran 1.).

2. Fluks CH4 selama satu musim

Pola fluktuasi CH4 harian beragam selama pertumbuhan tanaman, yaitu relatif lebih tinggi saat fase pertumbuhan vegetatif dan menurun pada fase reproduksi. Emisi CH4 meningkat secara cepat setelah transplanting 100-200 mg/m2/hari (Wassman et al., 1993). Fluks CH4 dalam satu musim dapat dilihat pada Gambar 9.

-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

16 22 28 34 40 46 52 58 64 70 76 82 88 94 100 106 112

Hari setelah sebar (HSS)

Fl

u

k

s C

H

4 (kg

C

/h

a

/h

a

r

i)

Non PTT Tergenang Non PTT Intermittent

PTT Intermittent PTT Tergenang

SRI Intermittent

fase vegetatif

fase generatif


(1)

Boks penangkap gas


(2)

Alat ukur ketinggian air


(3)

Pupuk organic (pupuk kandang) Biopestisida


(4)

(5)

Perangkat analisis gas metan

Integrator Shimadzu – 6A


(6)

Sampling valve dan data logger