Kajian Konfigurasi dan Pola Spasial Indikator Kerawanan Pangan melalui Penerapan Analisis Procrustes dan Spatial Autocorrelation

KAJIAN KONFIGURASI DAN POLA SPASIAL INDIKATOR
KERAWANAN PANGAN MELALUI PENERAPAN ANALISIS
PROCRUSTES DAN SPATIAL AUTOCORRELATION

DESSI RAHMANIAR

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005
ABSTRAK

DESSI RAHMANIAR. Kajian Konfigurasi Dan Pola Spasial Indikator Kerawanan
Pangan melalui Penerapan Analisis Procrustes dan Spatial Autocorrelation.
Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA dan TJUK EKO HARI BASUKI.
Peta kerawanan pangan yang disusum oleh Departemen Pertanian dan
Program Pangan Dunia merupakan salah satu gambaran konfigurasi indikator
kerawanan pangan pada suatu wilayah. Bentuk hubungan antara satu daerah
dengan daerah lainnya dalam kerangka indikator kerawanan pangan, dapat dilihat
berdasarkan hubungan : 1) Jarak antar daerah dan 2) Indikator Kerawanan Pangan
masing-masing daerah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat kesesuaian antara
konfigurasi daerah berdasarkan indikator kerawanan pangan terhadap konfigurasi
daerah berdasarkan jarak (sebaran geografis), dan mengkaji pola spasial indikator
kerawanan pangan antar daerah. Disamping itu dikaji pola spasial indikator
kerawanan pangan daerah-daerah/kabupaten terhadap kabupaten yang menjadi
sentra pangan; dan terhadap ibukota propinsi. Kajian tersebut dilakukan melalui
metode Multi Dimensional Scaling (MDS) dan analisis spatial autocorrelation.
Adapun hasil gambaran konfigurasi tersebut dipetakan dengan Sistem Informasi
Geografis (SIG)..
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penskalaan pada kedua konfigurasi
tersebut memiliki tingkat kesesuaian yang cukup baik,yaitu Sumatera Utara 5.8%
dan Jawa Timur 3.5%. Proporsi keragaman indikator kerawanan pangan kabupaten
di Propinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur yang dapat dijelaskan oleh jarak antar
kabupaten, masing-masing sebesar 57.7% dan 36.2%.
Tiga indikator kerawanan pangan di propinsi Sumatera Utara memiliki
spatial autocorrelation sedangkan di Propinsi Jawa Timur sepuluh indikator.
Sebagian besar peta hasil spatial autocorrelation hampir sama dengan peta
kerawanan pangan. Sebagai ibukota propinsi Medan memberikan pengaruh
terhadap kemiripan empat indikator kerawanan pangan di kabupaten terdekat dan
Surabaya memberikan pengaruh terhadap kemiripan lima indikator kerawanan

pangan di kabupaten terdekat. Kabupaten Deli Serdang sebagai sentra pangan di
propinsi Sumatera Utara mempengaruhi kemiripan pada empat indikator
kerawanan pangan sedangkan Ngawi sebagai sentra pangan di propinsi Jawa
Timur mempengaruhi kemiripan pada dua indikator kerawanan pangan.

Kata kunci : Konfigurasi, Pola spasial, Indikator Kerawanan Pangan

KAJIAN KONFIGURASI DAN POLA SPASIAL INDIKATOR KERAWANAN
PANGAN DENGAN PENERAPAN ANALISIS PROCRUSTES DAN SPATIAL
AUTOCORRELATION1)
Dessi Rahmaniar2), Bambang Juanda3), Tjuk Eko Hari Basuki4)
ABSTRACT
Food security of province can be described by configuration of food insecurity
indicator using Procrustes analysis and Spatial Autocorrelation.The research’s
objective are (1) to asses level of configuration area/province based on food insecurity
concerning with configuration area/province based on the distance (geographies
distribution), (2) to analyze spatial pattern food insecurity of each area/province and
(3) to analyze spatial pattern food insecurity indicator of food center districts
concerning to capital city of Province.
The results are configuration of the districts in North Sumatera and East Java

Province in quite enough (5.845% and 3.543%) as well variance proportion of food
insecurity indicator in district area of North Sumatera and East Java. Those can be
explained by the distance of each district is around 57.7% and36.24%. In spatial
context, in North Sumatera, three food insecurity indicator is related by space, and in
East Java, ten food insecurity indicator is related by space. In other hand, in East Java,
food insecurity indicator wich has spatial autocorrelation is similar if the distance of
each districts is less than 150 km and dissimilar if the distance of the district is more
than 150 km. A capital city, such as Medan and Surabaya affected significantly to the
similarity of food insecurity indicator, in addition with Deli Serdang and Ngawi as
food center. It’s decrease as well as the increase of distance up to 150 km.

Key word : configuration, spatial pattern, food insecurity indicator.

KAJIAN KONFIGURASI DAN POLA SPASIAL INDIKATOR
KERAWANAN PANGAN MELALUI PENERAPAN ANALISIS
PROCRUSTES DAN SPATIAL AUTOCORRELATION

DESSI RAHMANIAR

Tesis

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

Judul Tesis

Nama Mahasiswa
NRP

: Kajian Konfigurasi dan Pola Spasial Indikator
Kerawanan Pangan melalui Penerapan Analisis
Procrustes dan Spatial Autocorrelation
: Dessi Rahmaniar
: G151024014


Disetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Bambang Juanda, MS
Ketua

Dr. Ir. Tjuk Eko Hari Basuki, M.St.
Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Statistika

Dr. Ir. Budi Susetyo, MS.
M.Sc.

Tanggal Ujian : 29 Oktober 2005

Dekan Sekolah Pascasarjana


Prof. Dr.

Ir. Sjafrida Manuwoto,

Tanggal Lulus : 19 Desember 2005

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah yang berjudul : “ Kajian
Konfigurasi Dan Pola Spasial Indikator Kerawanan Pangan Melalui
Penerapan Analisis Procrustes dan Spatial Autocorrelation” ini berhasil
diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Bambang Juanda, MS
dan Bapak Dr. Ir. Tjuk Eko Hari Basuki, M.St. selaku pembimbing atas perhatian
dan bimbingannya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada : 1)
Kepala Pusat Data dan Informasi, Deptan; 2) Pak Tris, Bu Nana dan teman-teman
Subdit Tanaman Biofaramaka atas dukungan moril dan pengertian serta
dispensasinya; 3) Pak Toro, Mbak Fitri, Topan, Arif dan Yuan, atas bantuannya
mendapatkan referensi, data dan software; 4) rekan-rekan STK, atas dukungan dan

kerjasamanya; serta 5) semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu. Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih
kepada suami tercinta Mas Pipin atas segala pengorbanannya, anak-anakku Hadi
dan Iwan serta seluruh keluarga tercinta atas doa dan dukungan yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

Desember

2005
Dessi Rahmaniar

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Payakumbuh pada tanggal 7 April 1965 dari Ayah
bernama A. Muchtar (alm) dan Ibu Misnar (alm). Penulis merupakan anak terakhir
dari 10 bersaudara.
Tahun 1984 penulis lulus dari SMAN 1 di Payakumbuh, Sumatera Barat.
Kemudian pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Tingkat Persiapan Bersama

IPB melalui jalur PMDK dan tahun 1985 diterima di Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian – Institut Pertanian Bogor. Penulis menyelesaikan pendidikan
sarjana tahun 1989.
Sejak lulus tahun 1989 sampai tahun 2000, penulis bekerja sebagai
Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Bina Program, Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan

dan

Hortikultura.

Tahun

2001 penulis

menjadi

Kepala

Seksi


Pengembangan Usaha Tanaman Biofarmaka di Direktorat Tanaman Sayuran dan
Biofarmaka. Tahun 2002 penulis mendapatkan kesempatan pendidikan ke Program
Magister (S2) pada Program Studi Statistika, Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, beasiswa pendidikan diperoleh dari Pusat Data dan InformasiDepartemen Pertanian.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL

............................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................


viii

PENDAHULUAN ............... ................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Penskalaan Dimensi Ganda ...........................................................
Analisis Procrustes .......................................................................
Spatial Autocorrelation .................................................................
Moran’s Scatterplot ......................................................................
Peta Tematik
......................................................

3
4
6
10
10


BAHAN DAN METODE
Bahan .............................................................................................
Metode ...........................................................................................

12
12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Procrustes ........................................................................
Analisis Spatial Autocorrelation ..................................................
Hubungan Hasil Analisis Procrustes dan Analisis Spatial
Autocorrelation.................................................................................

14
20
45

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................

47

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................

49

LAMPIRAN ....................................................................…………

50

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Kesesuaian Penskalaan berdasarkan Nilai STRESS................................

4

2 Range Indikator Individu yang digunakan pada Peta Kerawanan
Pangan Indonesia ...................................................................................

11

3 Penskalaan Dimensi Ganda berdasarkan Jarak ......................................

14

4 Penskalaan Dimensi Ganda berdasarkan Indikator Kerawanan
Pangan ....................................................................................................

15

2

5 Nilai R Hasil Analisis Procrustes .........................................................

18

6 Nilai Kuadrat Beda antara PDG Jarak dan PDG Indikator Kerawanan
Pangan di Propinsi Sumatera Utara ........................................................

19

7 Nilai Kuadrat Beda antara PDG Jarak dan PDG Indikator Kerawanan
Pangan di Propinsi Jawa Timur ..............................................................

19

8 Hasil Uji Signifikansi Spatial Autocorrelation Indikator Kerawanan
Pangan di Sumatera Utara ......................................................................

22

9 Hasil Uji Signifikansi Spatial Autocorrelation Indikator Kerawanan
Pangan di Jawa Timur .............................................................................

23

10 Pengelompokkan Kemiripan Daerah berdasarkan Penduduk yang
Hidup Dibawah Garis Kemiskinan (%) ………………………………...

25

11 Pengelompokkan Kemiripan Daerah berdasarkan Rumah Tangga
Tanpa Listrik (%) ……………………………………………………… 27
12 Pengelompokkan Kemiripan Daerah berdasarkan Desa Tanpa Jalan (%)

29

13 Pengelompokkan Kemiripan Daerah di Jawa Timur berdasarkan
Penduduk yang Hidup Dibawah Garis Kemiskinan (%) .........................

33

14 Pengelompokkan Kemiripan Daerah di Jawa Timur berdasarkan
Persentase KK yang tidak Tamat SD ...............................................................

35

15 Pengelompokkan Kemiripan Daerah di Jawa Timur berdasarkan
Persentase RT tanpa listrik .......................................................................

37

16 Pengelompokkan Kemiripan Daerah di Jawa Timur berdasarkan
Persentase RT tanpa Akses Air Bersih …………………………………
2

39

17 Perbandingan Dua Nilai R Hasil Penyesuaian Dua Konfigurasi .........

46

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Beberapa Macam Pola Hubungan Spasial Antar Contoh .......................

2 Contoh Autocorrelogram …………………………………………...…
3 Diagram Pencar PDG Jarak Lurus antar Kabupaten di Provinsi
Sumatera Utara ………………….....................................…………

6

7
...…

15

4 Diagram Pencar PDG Jarak Kilometer antar Kabupaten di Provinsi
Sumatera Utara …. ....................................…………………………
…...

15

5 Diagram Pencar PDG Jarak Lurus antar Kabupaten di Provinsi
Jawa Timur ......……… .....................................………………………

...

15

6 Diagram Pencar PDG Jarak Kilometer antar Kabupaten di Provinsi
Jawa Timur ..............................................…………… ……………… ...

15

7 Diagram Pencar PDG Indikator Kerawanan Pangan di Provinsi
Sumatera Utara ......................................……………………………..

...

16

8 Diagram Pencar PDG Indikator Kerawanan Pangan di Provinsi
Jawa Timur .....................................…………......……………………

...

16

9 Konfigurasi Daerah di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan
PDG Jarak Lupus ………………………………………………………
16
10 Konfigurasi Daerah di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan
PDG Indikator Kerawanan Pangan .......................................................

16

11 Konfigurasi Daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Jarak Lurus …

17

12 Konfigurasi Daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Indikator
Kerawanan Pangan.....................................................................................

17

13 Autocorrelogram RT Tanpa Fasilitas Listrik di Provinsi Sumatera
Utara ……………………………….…………………………………… 24
14 Pencaran Daerah di Provinsi Sumatera Utara dari Moran’s scatterplot
berdasarkan indikator Persentase rumah tangga yang tidak
memiliki fasilitas listrik dan Persentase desa tanpa akses jalan ………….......

24

15 Kemiripan Daerah di Provinsi Sumatera Utara dari Moran’s scatterplot
Berdasarkan Presentase Penduduk yang Hidup di Bawah Garis
Kemiskinan .............................................................................................

25

16 Kerawanan Pangan berdasarkan Indikator Individual : Presentase
Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemiskinan..................................

26

17 Kemiripan Daerah di Provinsi Sumatera Utara dari Moran’s scatterplot
berdasarkan Presentase Desa Tanpa Akses Jalan ……….……………
....

26

18 Kerawanan Pangan berdasarkan Indikator Individual : PresentaseDesa
………….. ....
tanpa Akses Jalan ……………….………………………

27

KAJIAN KONFIGURASI DAN POLA SPASIAL INDIKATOR
KERAWANAN PANGAN MELALUI PENERAPAN ANALISIS
PROCRUSTES DAN SPATIAL AUTOCORRELATION

DESSI RAHMANIAR

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005
ABSTRAK

DESSI RAHMANIAR. Kajian Konfigurasi Dan Pola Spasial Indikator Kerawanan
Pangan melalui Penerapan Analisis Procrustes dan Spatial Autocorrelation.
Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA dan TJUK EKO HARI BASUKI.
Peta kerawanan pangan yang disusum oleh Departemen Pertanian dan
Program Pangan Dunia merupakan salah satu gambaran konfigurasi indikator
kerawanan pangan pada suatu wilayah. Bentuk hubungan antara satu daerah
dengan daerah lainnya dalam kerangka indikator kerawanan pangan, dapat dilihat
berdasarkan hubungan : 1) Jarak antar daerah dan 2) Indikator Kerawanan Pangan
masing-masing daerah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat kesesuaian antara
konfigurasi daerah berdasarkan indikator kerawanan pangan terhadap konfigurasi
daerah berdasarkan jarak (sebaran geografis), dan mengkaji pola spasial indikator
kerawanan pangan antar daerah. Disamping itu dikaji pola spasial indikator
kerawanan pangan daerah-daerah/kabupaten terhadap kabupaten yang menjadi
sentra pangan; dan terhadap ibukota propinsi. Kajian tersebut dilakukan melalui
metode Multi Dimensional Scaling (MDS) dan analisis spatial autocorrelation.
Adapun hasil gambaran konfigurasi tersebut dipetakan dengan Sistem Informasi
Geografis (SIG)..
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penskalaan pada kedua konfigurasi
tersebut memiliki tingkat kesesuaian yang cukup baik,yaitu Sumatera Utara 5.8%
dan Jawa Timur 3.5%. Proporsi keragaman indikator kerawanan pangan kabupaten
di Propinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur yang dapat dijelaskan oleh jarak antar
kabupaten, masing-masing sebesar 57.7% dan 36.2%.
Tiga indikator kerawanan pangan di propinsi Sumatera Utara memiliki
spatial autocorrelation sedangkan di Propinsi Jawa Timur sepuluh indikator.
Sebagian besar peta hasil spatial autocorrelation hampir sama dengan peta
kerawanan pangan. Sebagai ibukota propinsi Medan memberikan pengaruh
terhadap kemiripan empat indikator kerawanan pangan di kabupaten terdekat dan
Surabaya memberikan pengaruh terhadap kemiripan lima indikator kerawanan
pangan di kabupaten terdekat. Kabupaten Deli Serdang sebagai sentra pangan di
propinsi Sumatera Utara mempengaruhi kemiripan pada empat indikator
kerawanan pangan sedangkan Ngawi sebagai sentra pangan di propinsi Jawa
Timur mempengaruhi kemiripan pada dua indikator kerawanan pangan.

Kata kunci : Konfigurasi, Pola spasial, Indikator Kerawanan Pangan

KAJIAN KONFIGURASI DAN POLA SPASIAL INDIKATOR KERAWANAN
PANGAN DENGAN PENERAPAN ANALISIS PROCRUSTES DAN SPATIAL
AUTOCORRELATION1)
Dessi Rahmaniar2), Bambang Juanda3), Tjuk Eko Hari Basuki4)
ABSTRACT
Food security of province can be described by configuration of food insecurity
indicator using Procrustes analysis and Spatial Autocorrelation.The research’s
objective are (1) to asses level of configuration area/province based on food insecurity
concerning with configuration area/province based on the distance (geographies
distribution), (2) to analyze spatial pattern food insecurity of each area/province and
(3) to analyze spatial pattern food insecurity indicator of food center districts
concerning to capital city of Province.
The results are configuration of the districts in North Sumatera and East Java
Province in quite enough (5.845% and 3.543%) as well variance proportion of food
insecurity indicator in district area of North Sumatera and East Java. Those can be
explained by the distance of each district is around 57.7% and36.24%. In spatial
context, in North Sumatera, three food insecurity indicator is related by space, and in
East Java, ten food insecurity indicator is related by space. In other hand, in East Java,
food insecurity indicator wich has spatial autocorrelation is similar if the distance of
each districts is less than 150 km and dissimilar if the distance of the district is more
than 150 km. A capital city, such as Medan and Surabaya affected significantly to the
similarity of food insecurity indicator, in addition with Deli Serdang and Ngawi as
food center. It’s decrease as well as the increase of distance up to 150 km.

Key word : configuration, spatial pattern, food insecurity indicator.

KAJIAN KONFIGURASI DAN POLA SPASIAL INDIKATOR
KERAWANAN PANGAN MELALUI PENERAPAN ANALISIS
PROCRUSTES DAN SPATIAL AUTOCORRELATION

DESSI RAHMANIAR

Tesis
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

Judul Tesis

Nama Mahasiswa
NRP

: Kajian Konfigurasi dan Pola Spasial Indikator
Kerawanan Pangan melalui Penerapan Analisis
Procrustes dan Spatial Autocorrelation
: Dessi Rahmaniar
: G151024014

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Bambang Juanda, MS
Ketua

Dr. Ir. Tjuk Eko Hari Basuki, M.St.
Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Statistika

Dr. Ir. Budi Susetyo, MS.
M.Sc.

Tanggal Ujian : 29 Oktober 2005

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr.

Ir. Sjafrida Manuwoto,

Tanggal Lulus : 19 Desember 2005

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah yang berjudul : “ Kajian
Konfigurasi Dan Pola Spasial Indikator Kerawanan Pangan Melalui
Penerapan Analisis Procrustes dan Spatial Autocorrelation” ini berhasil
diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Bambang Juanda, MS
dan Bapak Dr. Ir. Tjuk Eko Hari Basuki, M.St. selaku pembimbing atas perhatian
dan bimbingannya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada : 1)
Kepala Pusat Data dan Informasi, Deptan; 2) Pak Tris, Bu Nana dan teman-teman
Subdit Tanaman Biofaramaka atas dukungan moril dan pengertian serta
dispensasinya; 3) Pak Toro, Mbak Fitri, Topan, Arif dan Yuan, atas bantuannya
mendapatkan referensi, data dan software; 4) rekan-rekan STK, atas dukungan dan
kerjasamanya; serta 5) semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu. Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih
kepada suami tercinta Mas Pipin atas segala pengorbanannya, anak-anakku Hadi
dan Iwan serta seluruh keluarga tercinta atas doa dan dukungan yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

Desember

2005
Dessi Rahmaniar

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Payakumbuh pada tanggal 7 April 1965 dari Ayah
bernama A. Muchtar (alm) dan Ibu Misnar (alm). Penulis merupakan anak terakhir
dari 10 bersaudara.
Tahun 1984 penulis lulus dari SMAN 1 di Payakumbuh, Sumatera Barat.
Kemudian pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Tingkat Persiapan Bersama
IPB melalui jalur PMDK dan tahun 1985 diterima di Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian – Institut Pertanian Bogor. Penulis menyelesaikan pendidikan
sarjana tahun 1989.
Sejak lulus tahun 1989 sampai tahun 2000, penulis bekerja sebagai
Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Bina Program, Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan

dan

Hortikultura.

Tahun

2001 penulis

menjadi

Kepala

Seksi

Pengembangan Usaha Tanaman Biofarmaka di Direktorat Tanaman Sayuran dan
Biofarmaka. Tahun 2002 penulis mendapatkan kesempatan pendidikan ke Program
Magister (S2) pada Program Studi Statistika, Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, beasiswa pendidikan diperoleh dari Pusat Data dan InformasiDepartemen Pertanian.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL

............................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................

viii

PENDAHULUAN ............... ................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Penskalaan Dimensi Ganda ...........................................................
Analisis Procrustes .......................................................................
Spatial Autocorrelation .................................................................
Moran’s Scatterplot ......................................................................
Peta Tematik
......................................................

3
4
6
10
10

BAHAN DAN METODE
Bahan .............................................................................................
Metode ...........................................................................................

12
12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Procrustes ........................................................................
Analisis Spatial Autocorrelation ..................................................
Hubungan Hasil Analisis Procrustes dan Analisis Spatial
Autocorrelation.................................................................................

14
20
45

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................

47

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................

49

LAMPIRAN ....................................................................…………

50

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Kesesuaian Penskalaan berdasarkan Nilai STRESS................................

4

2 Range Indikator Individu yang digunakan pada Peta Kerawanan
Pangan Indonesia ...................................................................................

11

3 Penskalaan Dimensi Ganda berdasarkan Jarak ......................................

14

4 Penskalaan Dimensi Ganda berdasarkan Indikator Kerawanan
Pangan ....................................................................................................

15

2

5 Nilai R Hasil Analisis Procrustes .........................................................

18

6 Nilai Kuadrat Beda antara PDG Jarak dan PDG Indikator Kerawanan
Pangan di Propinsi Sumatera Utara ........................................................

19

7 Nilai Kuadrat Beda antara PDG Jarak dan PDG Indikator Kerawanan
Pangan di Propinsi Jawa Timur ..............................................................

19

8 Hasil Uji Signifikansi Spatial Autocorrelation Indikator Kerawanan
Pangan di Sumatera Utara ......................................................................

22

9 Hasil Uji Signifikansi Spatial Autocorrelation Indikator Kerawanan
Pangan di Jawa Timur .............................................................................

23

10 Pengelompokkan Kemiripan Daerah berdasarkan Penduduk yang
Hidup Dibawah Garis Kemiskinan (%) ………………………………...

25

11 Pengelompokkan Kemiripan Daerah berdasarkan Rumah Tangga
Tanpa Listrik (%) ……………………………………………………… 27
12 Pengelompokkan Kemiripan Daerah berdasarkan Desa Tanpa Jalan (%)

29

13 Pengelompokkan Kemiripan Daerah di Jawa Timur berdasarkan
Penduduk yang Hidup Dibawah Garis Kemiskinan (%) .........................

33

14 Pengelompokkan Kemiripan Daerah di Jawa Timur berdasarkan
Persentase KK yang tidak Tamat SD ...............................................................

35

15 Pengelompokkan Kemiripan Daerah di Jawa Timur berdasarkan
Persentase RT tanpa listrik .......................................................................

37

16 Pengelompokkan Kemiripan Daerah di Jawa Timur berdasarkan
Persentase RT tanpa Akses Air Bersih …………………………………
2

39

17 Perbandingan Dua Nilai R Hasil Penyesuaian Dua Konfigurasi .........

46

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Beberapa Macam Pola Hubungan Spasial Antar Contoh .......................

2 Contoh Autocorrelogram …………………………………………...…
3 Diagram Pencar PDG Jarak Lurus antar Kabupaten di Provinsi
Sumatera Utara ………………….....................................…………

6

7
...…

15

4 Diagram Pencar PDG Jarak Kilometer antar Kabupaten di Provinsi
Sumatera Utara …. ....................................…………………………
…...

15

5 Diagram Pencar PDG Jarak Lurus antar Kabupaten di Provinsi
Jawa Timur ......……… .....................................………………………

...

15

6 Diagram Pencar PDG Jarak Kilometer antar Kabupaten di Provinsi
Jawa Timur ..............................................…………… ……………… ...

15

7 Diagram Pencar PDG Indikator Kerawanan Pangan di Provinsi
Sumatera Utara ......................................……………………………..

...

16

8 Diagram Pencar PDG Indikator Kerawanan Pangan di Provinsi
Jawa Timur .....................................…………......……………………

...

16

9 Konfigurasi Daerah di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan
PDG Jarak Lupus ………………………………………………………
16
10 Konfigurasi Daerah di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan
PDG Indikator Kerawanan Pangan .......................................................

16

11 Konfigurasi Daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Jarak Lurus …

17

12 Konfigurasi Daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Indikator
Kerawanan Pangan.....................................................................................

17

13 Autocorrelogram RT Tanpa Fasilitas Listrik di Provinsi Sumatera
Utara ……………………………….…………………………………… 24
14 Pencaran Daerah di Provinsi Sumatera Utara dari Moran’s scatterplot
berdasarkan indikator Persentase rumah tangga yang tidak
memiliki fasilitas listrik dan Persentase desa tanpa akses jalan ………….......

24

15 Kemiripan Daerah di Provinsi Sumatera Utara dari Moran’s scatterplot
Berdasarkan Presentase Penduduk yang Hidup di Bawah Garis
Kemiskinan .............................................................................................

25

16 Kerawanan Pangan berdasarkan Indikator Individual : Presentase
Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemiskinan..................................

26

17 Kemiripan Daerah di Provinsi Sumatera Utara dari Moran’s scatterplot
berdasarkan Presentase Desa Tanpa Akses Jalan ……….……………
....

26

18 Kerawanan Pangan berdasarkan Indikator Individual : PresentaseDesa
………….. ....
tanpa Akses Jalan ……………….………………………

27

19 Kemiripan Daerah di Provinsi Sumatera Utara dari Moran’s scatterplot
berdasarkan Desa Tanpa Akses Jalan .... …………………………..……

28

20 Kerawanan Pangan Berdasarkan Indikator Individual Desa Tanpa
Akses Jalan ……………………………………………………………… 29
21 Autocorrelogram ‘Angka Harapan Hidup’ antar Kabupaten di Provinsi
Jawa Timur……………………….…………………………………..…

31

22 Pencaran Daerah di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Moran’s
scatterplot indikator Penduduk Miskin, KK tidak tamat SD, RT tanpa
listrik …… .....................................................................……… ...........

31

23 Kemiripan Daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Presentase
Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemiskinan………..…………..

32

24 Kerawanan Pangan berdasarkan Indikator Individual : Presentase
Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemiskinan …..…………….....

33

25 Kemiripan Daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Presentase
KK tidak tamat SD ………………………………………………………..…

34

26 Kerawanan Pangan berdasarkan Indikator Individual Presentase KK
……….……………………..
..
tidak tamat SD ……………………………

35

27 Kemiripan Daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Persentase
RT Tanpa Fasilitas Listrik.........................................................................

36

28 Kerawanan Pangan berdasarkan Indikator Individual Presentase RT
Tanpa Fasilitas Listrik ………................................................................

37

29 Kemiripan Daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Presentase RT
Air Bersih ................................................................................................

38

30 Kemiripan Daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Presentase
38
Bayi Kurang Gizi ………………………………………………………
31 Kemiripan Daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Angka
Kematian Bayi .........................................................................................

39

32 Kemiripan Daerah di Provinsi Jawa Timurberdasarkan Harapan
Hidup ......................................................................................................

39

33 Peta Kerawanan Pangan Berdasarkan Indikator Individual Akses Air Bersih .......

40

34 Kemiripan Daerah di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Persentase
Perempuan Buta Huruf ………………………………………………… 41
35 Kerawanan Pangan berdasarkan Indikator Individual : Angka Kematian
Bayi .........................................................................................................

41

36 Kerawanan Pangan berdasarkan Indikator Individual : Akses Air Bersih

42

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Indikator Kerawanan Pangan (BKP- WFP PBB) ............................

51

2 a. Koordinat Hasil PDG Jarak dan IKP (Sumut) untuk pengolahan
Procrustes …………………………………………………………

52

2 b. Koordinat Hasil PDG Jarak dan IKP (Jatim) untuk pengolahan
Procrustes………………………………………………………….

52

3 a Autocorrelogram Indikator Kerawanan Pangan antar Kabupaten
di Propinsi Sumatera Utara ……………………….. ……………

53

3

b Autocorrelogram Indikator Kerawanan Pangan antar Kabupaten
di Propinsi Jawa Timur
……………………….. ……………

56

4 Moran’s Scatterplot Indikator Kerawanan Pangan yang berautokorelasi
Posistif antar Kabupaten di Propinsi Jawa Timur …………………

59

5 Autocorrelogram Pengaruh Ibukota Propinsi Sumatera Utara Terhadap
Pola Spasial IKP ...............................................................................

61

6 Autocorrelogram Pengaruh Ibukota Propinsi Jawa Timur Terhadap
Pola Spasial Indikator Kerawanan Pangan …………………………

64

7 Pola spasial IKP di Propinsi Sumatera Utara dengan titik pusat Kabupaten
Deli Serdang sebagai sentra pangan ……………………………………
67
8 Pola spasial IKP di Propinsi Jawa Timur dengan titik pusat Kabupaten
Ngawi sebagai sentra pangan ……………………………………
……
9 Korelasi Antar Peubah Indikator Kerawanan Pangan di Propinsi Jawa
Timur
……………………………………………………………….
74

70

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pemenuhan pangan bagi setiap individu merupakan hak azasi manusia
yang hakiki untuk dapat hidup aktif dan sehat. Indonesia turut memberikan
komitmen yang tinggi untuk mengurangi jumlah penduduk yang miskin dan rawan
pangan. Oleh sebab itu diperlukan penanganan optimal melalui kebijakan,
pemantauan, analisis dan evaluasi faktor-faktor penyebabnya dalam mengatasi
masalah rawan pangan di Indonesia .
Untuk mengatasi permasalahan rawan pangan perlu alat (tool) pemantauan
dan analisis rawan pangan yang memberikan informasi bagi pengambil kebijakan
di pusat sampai kabupaten. Sehubungan dengan hal tersebut, Badan Bimas
Ketahanan Pangan bekerja sama dengan World Food Programme telah
menghasilkan Peta Kerawanan Pangan. Peta ini disusun berdasarkan indikator
terpilih yang menjelaskan semua aspek kerawanan pangan yang meliputi aspek
ketersediaan pangan, akses terhadap pangan dan matapencaharian, dan juga
kesehatan dan gizi (Dewan Ketahanan Pangan & World Food Programme 2004).
Peta Kerawanan Pangan merupakan gambaran konfigurasi indikator
kerawanan pangan pada suatu wilayah. Konfigurasi ini merupakan cerminan pola
hubungan jarak antar daerah dan pola hubungan indikator kerawanan pangan
masing-masing daerah. Secara statistik, konfigurasi masing-masing pola tersebut
dapat digambarkan dan

dianalisis dengan menggunakan

Multi Dimensional

Scaling (MDS). Selanjutnya, kesamaan bentuk dan ukuran konfigurasi daerah
berdasarkan jarak fisik (sebaran geografis) dan berdasarkan indikator kerawanan
pangandapat diukur dan dikaji dengan menggunakan analisis Procrustes.
Berkaitan dengan Hukum geografi yang dikemukakan Tobler (1979),
bahwa segala sesuatu berhubungan dengan yang lainnya, maka diduga indikator
kerawanan pangan suatu daerah memiliki kemiripan dengan indikator serupa pada
daerah lain yang berdekatan. Kemungkinan indikator kerawanan pangan suatu
daerah memiliki kemiripan dengan indikator serupa pada daerah lain yang
berdekatan, dapat dikaji dengan analisis spatial autocorrelation.

Kemiripan antar daerah berdasarkan autokorelasi spasialnya akan lebih
menarik dan mudah dilihat jika hasilnya dipetakan, karena pemetaan juga
merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk melihat karakteristik suatu data.
Pemetaan tersebut dapat dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat kesesuaian antara
konfigurasi daerah berdasarkan indikator kerawanan pangan terhadap konfigurasi
daerah berdasarkan jarak (sebaran geografis), dan mengkaji pola spasial indikator
kerawanan pangan antar daerah. Dikaji juga pola spasial indikator kerawanan
pangan daerah-daerah/kabupaten terhadap kabupaten yang menjadi sentra pangan;
dan terhadap ibukota provinsi.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dengan
mengetahui konfigurasi daerah berdasarkan indikator kerawanan pangan dapat
memberikan gambaran umum tentang kondisi kerawanan pangan suatu daerah.
Pola spasial indikator kerawanan pangan antar daerah yaang dihasilkan dapat
memberikan informasi tentang keterkaitan indikator kerawanan pangan antar
daerah. Informasi ini berguna bagi pemerintah daerah sebagai pengambil
keputusan dan kebijakan. Jika indikator kerawanan pangan pada suatu daerah
dipengaruhi oleh indikator yang sama pada daerah sekitarnya yang berdekatan,
maka para pengambil keputusan dan kebijakan dari masing-masing daerah tersebut
dapat melakukan koordinasi atau kerjasama mengenai kebijakan yang akan
diambil.

TINJAUAN PUSTAKA
Penskalaan Dimensi Ganda
Penskalaan Dimensi Ganda (multidimensional scaling) merupakan suatu
analisa yang dapat digunakan untuk memetakan atau mencari konfigurasi sejumlah
objek dalam ruang berdimensi rendah berdasarkan ukuran jarak. Konfigurasi
tersebut diharapkan dapat merefleksikan sebaik mungkin ukuran ketakmiripan
yang diketahui antar objek tersebut (Manly 1986). Penskalaan Dimensi Ganda
menghasilkan objek yang dipandang tidak mirip akan jatuh berjauhan pada ruang
multidimensi dan objek-objek yang mirip akan berdekatan.
Johnson dan Wichern (1998) menambahkan bahwa apabila tingkat
kemiripan dari sejumlah pasangan objek diurutkan dari tingkat yang terendah
seperti didefinisikan berikut ini :

S
Dimana

( ij ) 1

S

<

( ij ) 1

S

( ij )

2

d

( ij )

2

>....>

d

( ij )

M

.......................................................(2)

Secara ringkas Johnson dan Wichern memberikan tahapan/algoritma dalam
prosedur Penskalaan Dimensi Ganda (MDS) sebagai berikut :
1

Tentukanlah konfigurasi awal dari n objek dalam ruang berdimensi k, yaitu
koordinat (x1, x2, ..., xk) bagi setiap objek.

2 Hitung jarak Euclid antar objek dari konfigurasi tersebut, katakanlah äij sebagai
jarak Euclid antar objek ke-i dan objek ke-j.
3

Membuat regresi monotonik dij terhadap äij dalam bentuk regresi linear


sederhana äij = a + b dij + e. Hasil dugaan yang diperoleh adalah δ
4

Hitung STRESS yang merupakan ukuran kesesuaian antara konfigurasi yang
ada dengan ukuran kemiripan yang diinginkan.

5

Untuk mengurangi nilai STRESS (bila masih mungkin) sesuaikan konfigurasi
objek dan kembali ke langkah 2.
Nilai STRESS dihitung dengan rumus sebagai berikut:

n n


∑ ∑ δ ij − δ ij 
j =1 i =1


STRESS=

n

n

∑ ∑ δ ij2

2

……………………………………(3 )

j =1 i =1

Dimana:

δ ij adalah jarak Euclid antara objek ke-i dengan objek ke-j


δ ij adalah dugaan jarak Euclid antara objek ke-i dengan objek ke-j
Dari hasil studi empiriknya, Kruskal (1964) memberikan petunjuk praktis
tentang kesesuaian penskalaan ordinal dikaitkan dengan nilai STRESS yaitu
seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Kesesuaian Penskalaan Berdasarkan Nilai STRESS
STRESS
20 %
10 %
5%
2.5 %

Kesesuaian
Buruk
Cukup
Bagus
Sangat Bagus

0%

Sempurna

Analisis Procrustes
Analisis procrustes merupakan suatu teknik untuk menyesuaikan suatu
konfigurasi terhadap konfigurasi yang lain dan menghasilkan suatu ukuran yang
sesuai (Cox & Cox 1994). Metode procustes biasa (ordinary Procrustes method)
menurut Digby & Kempton (1987) bertujuan untuk membandingkan dua
konfigurasi titik yang mewakili unit pengamatan yang sama. Untuk melihat
kesamaan bentuk dan ukuran dari dua konfigurasi maka salah satu konfigurasi
dibuat tetap, sementara konfigurasi lainnya ditransformasi sehingga sesuai dengan
konfigurasi pertama. Jenis perpindahan yang dipilih adalah perpindahan yang

dapat meminimumkan jumlah kuadrat jarak antara titik - titik yang
dipindahkan terhadap titik-titik yang bersesuaian pada konfigurasi yang dibuat
tetap. Kenyataan bahwa suatu konfigurasi titik tidak akan berubah bentuknya jika
konfigurasi tersebut ditransformasi menjadi landasan bagi Analisis procrustes.
Menurut Digby & Kempton (1987), serta Cox dan Cox (1994) terdapat tiga tipe
transfromasi yang diperlukan yaitu :
1

Penyesuaian dengan Translasi, adalah proses perpindahan paralel dari setiap
titik pengamatan ke suatu titik asal yang baru untuk mendapatkan sumbu baru
yang sejajar dengan sumbu aslinya

2 Penyesuaian dengan Rotasi, didefinisikan sebagai perputaran titik melalui
sumbu koordinat. Pada metode procrustes ini rotasi yang digunakan adalah
rotasi sumbu koordinat
3 Penyesuaian dengan Penskalaan adalah proses terakhir, penyesuaian dengan
penskalaan, proses ini dilakukan jika kedua konfigurasi mempunyai skala yang
tidak sama. Penskalaan adalah pembesaran/pengecilan jarak setiap titik dalam
konfigurasi terhadap sentroidnya.
Salah satu ukuran yang digunakan untuk menggambarkan kesamaan
bentuk dari kedua konfigurasi yang dibandingkan adalah nilai R2, nilai ini
menunjukkan besarnya persentase pada kedua konfigurasi yang dapat dianggap
sama.
R2 = 1 – JKG/JKT

........................................................................... (4)

dengan
JKG adalah Jumlah Kuadrat Galat
JKT adalah Jumlah Kuadrat Total
Nilai R2 yang berkisar antara 0 - 100% menunjukkan besarnya persentase
pada kedua konfigurasi yang dianggap sama. Apabila R2 sama dengan 100%,
berarti kedua konfigurasi tersebut memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Secara
ringkas, Cox and Cox (1994) membuat algoritma dalam analisis procrustes
sebagai berikut :

1

Kurangkan vektor rataan bagi setiap titik dalam konfigurasi secara berurutan
agar menjadi sentroid terhadap titik asalnya.

2 Cari matriks rotasi A = (XTYYTX)1/2(YTX)-1 dan rotasikan konfigurasi X
tersebut terhadap XA.
3

Skalakan konfigurasi X dengan menggandakan setiap titik dengan ñ dimana
ñ=tr(XTYYTX)1/2/tr(XTX).

4 Hitung nilai skala dan minimisasi kuadrat jarak antara X dan Y.

Spatial Autocorrelation
Spatial autocorrelation adalah suatu ukuran kemiripan dari objek di dalam
ruang (jarak, waktu dan wilayah). Definisi lain adalah korelasi suatu peubah
dengan dirinya sendiri berdasarkan ruang, dalam domain spasial artinya korelasi
antara nilai di lokasi-i dengan nilai di lokasi-j yang bertetangga (Anselin 1999).
Spatial autocorrelation dapat mengukur kemunculan suatu kejadian dalam unit
area yang berdekatan. Adanya spatial autocorrelation mengindikasikan bahwa
nilai peubah pada area tertentu dipengaruhi oleh nilai peubah tersebut pada area
lain yang letaknya berdekatan (bertetangga).
Metode dasar dalam analisis spatial autocorrelation adalah sebagai berikut :
1 Menentukan peubah yang akan diamati.
2 Menentukan hubungan spasial antar lokasi contoh, misalnya seperti yang
ditunjukkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Beberapa macam pola hubungan spasial antar contoh
Rooks moves: hubungan spasial antar lokasi sampel hanya dapat ditentukan
dengan arah ke samping (kanan/kiri) atau ke atas/bawah, sedangkan arah
diagonal tidak dapat ditentukan.

Bisltop' s moves
: hubungan spasial antar lokasi sampel hanya dapat
ditentukan dalam arah diagonal.
Queen's moves : hubungan spasial antar lokasi sampel dapat ditentukan
daiam berbagai arah, yaitu arah ke samping (kanan/kiri), ke atas bawah dan
arah diagonal.
3 Menentukan interval jarak antar lokasi contoh
4 Menghitung spatial autocorrelation: korelasi dihitung antar pasangan objek
sampel dan dikelompokkan untuk setiap interval jarak.
5 Hasil spatial autocorrelation sering ditampilkan secara visual dalam bentuk
autocorrelogram, yaitu plot antara koefisien autokorelasi dengan jarak.

Terdapat dua cara dalam mendeteksi ada atau tidaknya spatial
autocorrelation suatu peubah, yaitu :
1. Secara visual yang ditampilkan melalui autocorrelogram
Pola spasial dapat dilihat melalui autocorrelogram, adanya bentuk sistematis
dalam autocorrelogram (monoton turun atau naik), maka dikatakan
berautokorelasi secara spasial. Jika wilayah atau area yang berdekatan mirip,
maka dikatakan spatial autocorrelation positif, sebaliknya jika area yang
berdekatan tidak mirip maka merupakan spatial autocorrelation negatif dan
bentuk autocorrelogram yang acak mengindikasikan tidak terdapat spatial
autocorrelation.
2. Secara kuantitatif yang diwakili oleh Indeks Moran.
Salah satu statistik yang umum digunakan dalam spatial autocorrelation adalah
statistik Moran' s I atau yang disebut juga dengan Indeks Mor
an. Indeks
Moran’s adalah ukuran dari korelasi (hubungan) antara pengamatan yang saling
berdekatan. Moran’s I merupakan salah satu indikator tertua

dari spatial autocorrelation. Menurut Yu (2003) Moran’s I dapat diukur dengan
menggunakan persamaan :


I = 



n
n

n

i

j

∑ ∑

w

ij





 


n

n

∑ ∑
i

w

ij

(x

i

− x

)(x

− x

)

j

− x

j

∑ (x
n

i

2

i

)





....... . (5)

dengan
I = Indeks Moran,
n = banyaknya lokasi atau area,
xi = nilai peubah pada lokasi ke-i
xj = nilai peubah pada lokasi-j
x = nilai rata-rata dari { xi } dari n lokasi, dan
wij= elemen pembobot spasial diberikan untuk perbandingan antara lokasi-i
dan lokasi-j

Pembobot Wij diberikan dengan aturan sebagai berikut : a) pembobotan
dengan nilai

1 apabila antara lokasi ke-i dan lokasi ke- j letaknya saling

berdekatan, dan sebaliknya b) pembobot dengan nilai 0 apabila antara lokasi ke-i
dan lokasi ke- j letaknya saling berjauhan. Wij dapat ditampilkan dalam Contiguity
Matrics yang sesuai dengan hubungan spasial antar lokasi contoh, apakah
mengikuti Rooks moves, Bishop' s moves atau Queen' s moves.
Selang Indeks Moran sama dengan selang koefisien korelasi, yaitu – 1 < I
< 1. Interpretasi dari Indeks Moran menurut Anselin (1999) dapat diringkas
sebagai berikut :
a. Spatial autocorrelation positif, ditunjukkan oleh :
1
o I > - n −1
o penggerombolan spasial nilai tinggi atau rendah
b. Spatial autocorrelation negatif ditunjukkan oleh :
1
o I < - n −1

o bentuk papan catur

Hipotesis nol dari autokorelasi spasial adalah :
Ho : Tidak terdapat spatial autocorrelation, artinya :
o Keacakan spasial.
o Nilai yang diamati dalam suatu lokasi tidak tergantung pada lokasi
yang berdekatan.
Hipotesis altematif spatial autocorrelation adalah:
H1 : Terdapat spatial autocorrelation positif, artinya:
o Nilai yang sama cenderung bergerombol dalam satu lokasi,
penggerombolan spasial berlaku untuk nilai tinggi atau rendah.
o Lokasi yang berdekatan mirip.
H1 : Terdapat spatial autocorrelation negatif, artinya :
o Area yang berdekatan tidak mirip.
o Berbentuk papan catur.
Menurut Lee dan Wong (2001) statistik uji yang digunakan diturunkan dari
sebaran normal baku yaitu :
Z (I ) =

I − E(I )
σ (I )

………………………………………………

dengan
I = Indeks Moran,
Z (I) = Nilai Statistik Uji Indeks Moran1,
E (I) = Nilai Harapan Dari Indeks Moran ;

E (I ) ≈ −

1
n −1

( 6)

; n = banyaknya area

σ (I ) = Simpangan Baku dari Indeks Moran ; dengan rumus
σ (I ) ≈

2
∑∑
i j

…………………………………………………….(7)

wij

I < -1/(n-1), atau Z(I) < Z tabel, terdapat spatial autocorrelation negatif
Jika
I > -1/(n-1), atau Z(I) > Z tabel, terdapat spatial autocorrelation positif

Moran’s Scatterplot
Lee dan Wong (2001) menyatakan bahwa Moran’s Scatterplot adalah salah
satu cara untuk menginterpretasikan statistik Moran’s I. Moran’s Scatterplot
merupakan alat untuk melihat secara visual hubungan antara nilai pengamatan Zstd
dan nilai rata-rata lokal, dimana Zstd merupakan susunan nilai pengamatan yang
sudah distandarisasi (nilai tengah = 0 dan ragam = 1) dan WZstd susunan nilai ratarata lokal yang dihitung menggunakan matriks W.
Perobelli dan Haddad (2003) menyebutkan bahwa Moran’s Scatterplot
dibagi atas empat kuadran yang cocok untuk empat pola kumpulan spasial lokal
antar daerah yang bertetangga. Kuadran I (terletak dikanan atas) disebut high-high
(HH) menunjukkan daerah yang memiliki pengamatan tinggi yang dikelilingi oleh
daerah yang juga memiliki pengamatan tinggi untuk peubah yang dianalisis.
Kuadran II (terletak di kiri atas) disebut Low-high (LH) menunjukkan daerah
dengan nilai rendah tapi dikelilingi daerah dengan nilai tinggi. Kuadran III
(terletak di kiri bawah) disebut low-low menunjukkan daerah dengan nilai
pengamatan rendah dan dikelilingi oleh daerah yang juga mempunyai nilai
pengamatan rendah. Kuadran IV disebut high-low (HL) menunjukkan daerah
dengan nilai tinggi yang dikelilingi daerah dengan nilai rendah.
Daerah yang terletak di kuadran HH dan LL mempunyai nilai spatial
autocorrelation positif, berarti kelompok daerah ini mempunyai nilai yang mirip,
sedangkan kuadran HL dan LH mempunyai nilai spatial autocorrelation negatif
yang berarti bahwa bentuk kelompok daerah ini mempunyai nilai yang tidak mirip.

Peta Tematik
Peta tematik merupakan suatu peta yang memberikan informasi mengenai
tema tertentu, baik data kualitatif maupun data kuantitatif (Yousman, 2003). Peta
tematik sangat erat kaitannya dengan Sistem Infromasi Geografis (SIG) karena
output dari SIG adalah peta tematik, baik yang berbentuk digital ataupun kertas.
Tampilan tema pada peta dapat dengan cara warna, tekstur, pie chart ataupun bar
chart.

Dalam menyusun peta kerawanan pangan nasional, World Food
Programme (2005) menetapkan ranges indikator kerawanan pangan individu hasil
konsultasi dengan para ahli (Tabel 2).
Tabel 2 Ranges Indikator Individu yang digunakan pada Peta Kerawanan Pangan
Indonesia
No
1

Indikator
Perbandingan
konsumsi
terhadap
ketersediaan

Ranges
• 1.5
1.25 – 1.5
1.00 – 1.25
0.75 – 1.00
0.50 – 0.75
< 0.50

Warna
Merah tua
Merah
Merah muda
Kuning muda
Hijau muda
Hijau tua

No
8

Indikator
Berat Badan
Balita
di
bawah
Standar (%)

Ranges
• 45
35 - 45
25 - 35
18 - 25
12 - 18
< 12

Warna
Merah tua
Merah
Merah muda
Kuning muda
Hijau muda
Hijau tua

2

Penduduk
Miskin (%)

• 35
25 - 35
20 - 25
15 - 20
10 - 15
0 - < 10