PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI KHUSUS PADA KABUPATEN/KOTA SE- PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN PAPUA

PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN
SESUDAH OTONOMI KHUSUS PADA KABUPATEN/KOTA SEPROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN PAPUA

(Skripsi)

Oleh
Meli Fitriani

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

ABSTRACT

DIFFERENCES OF REGIONAL FINANCIAL PERFORMANCE BEFORE
AND AFTER SPECIAL AUTONOMY IN DISTRICT / CITY NANGGROE
ACEH DARUSSALAM AND PAPUA PROVINCE

By
MELI FITRIANI


Special autonomy is an area that has a special treatment from the central
government, because of the privilege in the area. The special treatment has been
given the existence of special rights by the central government, such as the
allocation of the funds and the distribution of wealth serving area larger than the
area that do not bear the special autonomy status. This study aims to obtain
empirical evidence whether there are regional differences in financial
performance before and after special autonomy in the form of fiscal
decentralization, regional financial efficiency, and financial activities in the area
of districts / cities in Aceh and Papua.
The sources of data in this study were obtained from the realization of the district
budget / cities in Aceh and Papua (www.djpk.depkeu.go.id). The selection of
samples in this study were obtained by using the method of purposive judgment
sampling. Based on predetermined criteria, then gained five districts / cities in
Aceh province and two districts in Papua province. Hypothesis testing is
performed using paired sample t test and wilcoxon signed rank test.
The results of this study indicate that there are regional differences in financial
performance before and after special autonomy in the form of fiscal
decentralization, regional financial efficiency, and financial activities in the area
of districts / cities in Aceh and there were no regional differences in financial

performance before and after special autonomy in the form of fiscal
decentralization, regional financial efficiency, and financial activities in the area
of districts / cities in Papua province.
Keywords: financial performance and autonomy blood

ABSTRAK

PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN
SESUDAH OTONOMI KHUSUS PADA KABUPATEN/KOTA SEPROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN PAPUA

Oleh

MELI FITRIANI

Otonomi khusus merupakan daerah yang memiliki perlakuan khusus dari
pemerintah pusat, karena adanya keistimewaan pada daerah tersebut. Perlakuan
khusus yang diberikan yaitu adanya hak-hak khusus yang diberikan pemerintah
pusat, seperti alokasi dana yang besar serta pembagian porsi kekayaan daerah
yang lebih besar dibandingkan dengan daerah yang tidak menyandang status
otonomi khusus. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris apakah

terdapat perbedaan kinerja keuangan daerah sebelum dan sesudah otonomi khusus
dalam bentuk desentralisasi fiskal, efisiensi keuangan daerah, dan aktifitas
keuangan daerah pada kabupaten/kota se-Provinsi NAD dan Papua.
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari realisasi APBD kabupaten/kota
se-Provinsi NAD dan Papua (www.djpk.depkeu.go.id). Pemilihan sampel dalam
penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode purposive judgement
sampling. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, maka diperoleh lima
kabupaten/kota pada provinsi NAD dan dua kabupaten pada provinsi Papua.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan paired sample t test.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kinerja keuangan
daerah sebelum dan sesudah otonomi khusus dalam bentuk desentralisasi fiskal,
efisiensi keuangan daerah, dan aktifitas keuangan daerah pada kabupaten/kota seProvinsi NAD dan tidak terdapat perbedaan kinerja keuangan daerah sebelum dan
sesudah otonomi khusus dalam bentuk desentralisasi fiskal, efisiensi keuangan
daerah, dan aktifitas keuangan daerah pada kabupaten/kota se-Provinsi Papua.
Kata kunci: kinerja keuangan darah dan otonomi khusus

PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN
SESUDAH OTONOMI KHUSUS PADA KABUPATEN/KOTA SEPROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN PAPUA

Oleh

Meli Fitriani

Skripsi
Sebagai salah satu syarat mencapai gelar
Sarjana Ekonomi
Pada
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

Judul Skripsi

: PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN DAERAH
SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI
KHUSUS PADA KABUPATEN/KOTA SEPROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
DAN PAPUA


Nama Mahasiswa

: MELI FITRIANI

NPM

: 0911031102

Jurusan

: Akuntansi

Fakultas

: Ekonomi dan Bisnis

MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing


Pembimbing 1

Pembimbing II

Sudrajat, S.E.,M.Acc.,Akt
NIP. 19730923 200501 1 001

Ninuk Dewi K, S.E.,M.Sc.,Akt
NIP. 19820220 200812 2 003

2. Ketua Jurusan Akuntansi

Dr. Einde Evana, S.E., M.Si., Akt
NIP 19560620 198603 1 003

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji
Ketua


: Sudrajat, S.E.,M.Acc., Akt

…………………….

Sekretaris

: Ninuk Dewi K, S.E.,M.Sc.,Akt

…………………….

Penguji Utama

: Dr. Ratna Septiyanti, S.E.,M.Si

…………………….

2. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Prof Dr. H. Satria Bangsawan, S.E., M.Si
NIP. 19610904 198703 1 011


Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 21 Mei 2013

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi ini telah ditulis
dengan sungguh-sungguh dan tidak merupakan penjiplakan hasil karya orang lain.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar maka saya
sanggup menerima hukuman dan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Penulis,

(Meli Fitriani)

RIWAYAT HIDUP

Meli Fitriani, lahir di kota Bandar Lampung pada
tanggal 11 Mei 1991. Anak ketiga dari enam bersaudara
dari pasangan Bapak Drs.H.Mohammad Rusfi, M.Ag
dan Ibu Hj.Yusnani.

Pendidikan formal dimulai sejak di bangku Taman
Kanak-kanak (TK) di TK. Aisyiah Kedaton Bandar Lampung dan lulus pada
tahun 1997. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SDN.1
Gunung Sulah Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2003. Tahun 2003 penulis
melanjutkan pendidikan MTS.N2 Tanjung Karang dan lulus MTS pada tahun
2006, kemudian melanjutkan pendidikan MAN/ sederajat SMA di MAN 1
(Model) Bandarlampung dan lulus tahun 2009. Banyak pengalaman berorganisasi
yang didapat penulis di MAN 1, seperti penulis pernah diamanatkan menjadi
sekretaris jendral di organisasi Cyber Club pada tahun 2008, anggota di organisasi
Karya Ilmiah Remaja (KIR), dan Palang Merah Remaja (PMR).
Pada tahun 2009 Penulis terdaftar menjadi mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa, penulis
tertarik untuk mengembangkan pengalaman dalam berorganisasi, sehingga penulis
memutuskan untuk bergabung menjadi anggota UKMF Economic English Club

(EEC), Himpunan Mahasiswa Akuntansi (Himakta) dan UKMF Kelompok Studi
Pasar Modal (KSPM) FEB Unila . Pada tahun 2011 – 2012 penulis mendapat
amanah dari UKMF Economic English Club (EEC) untuk menjadi Sekretaris
Bidang 1 (Bidang Pendidikan dan Pengkaderan). Pada semester 7 penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Gunung Labuhan Bengkulu

Rejo, Way Kanan.
Sejak akhir tahun 2012 penulis memulai rencana untuk menyelesaikan studi dari
Jurusan Akuntansi FEB Unila dengan melakukan penelitian skripsi yang berjudul
“Perbedaan Kinerja Keuangan Daerah Sebelum dan Sesudah Otonomi Khusus
pada Kabupaten/Kota se-Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua sebagai
syarat untuk menyelesaikan studi S-1 Akuntansi dan mendapatkan gelar Sarjana
Ekonomi (S.E). Dengan penuh semangat, usaha, dan berbagai motivasi, penelitian
tersebut berhasil diselesaikan dengan hasil yang baik.

MOTTO

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu
urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain, dan hanya kepada Allah hendaknya kamu berharap”
(Q.S Alam Nasyrah: 5-8)
“Orang-orang yang beriman dan berilmu, Allah
meninggikan posisinya beberapa derajat”
(Q.S Al Mujadillah, 59: 11)
Percaya dan yakinlah rencana Allah itu lebih baik dari

rencana kita, maka jangan bersedih jika keinginanmu belum
terkabulkan….percayalah itu….(Meli Fitriani)
Allah akan menggerakkan hati kita sesuai dengan apa yang
kita fikirkan, maka berfikirlah dengan berbaik sangka padaNya. Sesuatu itu mungkin dan bisa terjadi jika kita
mengupayakannya dengan sungguh-sungguh. (Meli Fitriani)
Tidak ada alasan untuk tidk bisa..NO EXCUSE (Isa
Alamsyah)

PERSEMBAHAN

Rasa syukurku tak hentinya kuucapkan pada-Mu Ya Allah
Kupersembahkan karya kecilku ini kepada Ayah dan Ibuku serta
Ayah Aji dan Ibu Aji yang tak hentinya memberikan kasih sayang,
cinta, motivasi, nasihat dan selalu mendoakanku dalam setiap
langkah positifku serta Kakak –kakak dan Adik-adikku (Muhammad
Irfan, S.H.,M.Sy, Yeni Marlena, S.Pd, Fauzan Azim, Reza Fauzi,
dan Cindy Rahmawati)

SANWACANA

Bismillahirohmannirrahim.
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya serta nikmat-Nya yang tiada habisnya. Syukur Alhamdulillah,
skripsi dengan judul “Perbedaan Kinerja Keuangan Daerah Sebelum dan
Sesudah Otonomi Khusus pada Kabupaten/Kota se-Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam dan Papua” dapat diselesaikan dengan baik.

Skripsi ini disusun untuk memberikan sumbangsih terhadap pengembangan
penelitian, khususnya bidang akuntansi sektor publik. Penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap agar karya ini
dapat memberikan kontribusi untuk penelitian selanjutnya. Penyusunan skripsi ini
tidak terlepas dari bantuan, dukungan, masukan dan kontribusi dari berbagai
pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr.H.Satria Bangsawan, S.E., M.Si, selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Einde Evana, S.E., M.Si., Akt, selaku Ketua Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. Terimakasih atas
pembelajaran dan motivasi yang telah diberikan selama ini.

3. Bapak Sudrajat, S.E., M.Acc., Akt, selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung dan selaku Pembimbing
Akademik serta Pembimbing Utama dalam Skripsi ini. Terimakasih atas
waktu, saran, nasihat, dan kesabarannya dalam membimbing penulis dalam
menyusun skripsi ini, serta bantuan dan pengalaman yang berharga yang telah
diberikan.
4. Bu Ninuk Dewi Kesumaningrum, S.E., M.Sc., Akt, selaku Pembimbing
Kedua. Terimakasih atas waktu, bimbingan, saran, dan masukan yang
membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini.
5. Bu Dr. Ratna Septiyanti., S.E.,M.Si, selaku Penguji Utama pada ujian skripsi.
Terimakasih atas waktu dan masukan yang telah diberikan.
6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen yang telah membantu penulis dalam menimba
ilmu dan memperluas pengetahuan selama penulis mengikuti pendidikan di
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
7. Mba Sri, Mba Mayra, Mas Yana, Mas Leman, Pak Sobari dan Seluruh staff di
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
Terimakasih atas bantuannya yang telah diberikan selama ini.
8. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Drs.M.Rusfi, M.Ag dan Ibu Hj.Yusnani
yang telah memberikan kasih sayang, cinta, dukungan, doa yang tulus serta
pembelajaran yang berguna dan berharga bagi penulis sehingga ananda dapat
tumbuh dewasa sampai saat ini.
9. Ayah aji dan Ibu ajiku tercinta, Bapak H.Fadluddin, S.E., M.Si dan Ibu Hj.
Neli Saadah yang telah memberikan kasih sayang, cinta, doa, dan dukungan
yang tak hentinya yang diberikan kepada penulis hingga sampai saat ini.

10. Kakak-kakak dan adik-adikku yang sangat kusayangi Kak Ir, Kak Yen,
Fauzan, Reza, dan Cindy. Terimakasih atas nasihat, doa, dan dukungan yang
telah diberikan dengan tulus.
11. Sahabat-sahabatku Dwi, Atika, Winda, Nuri, Endah, Ade, Nur dan Hasti.
Canda tawa dan berbagi kisah diantara kita telah kita lalui bersama.
Terimakasih atas kebersamaan kalian selama ini, motivasi dan nasihat kalian
sangat memberikan energy positif untukku. Kehadiran kalian memberikan
semangat baruku dalam mencapai impianku, semoga persahabatan kita akan
terus berlangsung.
12. Teman-teman terbaikku cici, tuti, mia, icha, chika, cintya, ria, yusi, resti, eka,
diah, nana, niken, yeni, intan, muti, bety, sely, david, danepo, ari, ones, aan.
Terimakasih atas bantuan dan dukungannya selama ini.
13. Teman- teman Akuntansi 2009 Ane, Uli, Ine, Monica, Tya, Rizky, Fikri,
Erwin, Rama, Benawa, Tirta, Ridwan, El, Dedy, Leo, Mutia, Reza

dan

seluruh teman-teman Akuntansi 2009 yang tidak bisa disebutkan satu per
satu. Terimakasih atas kerjasamanya selama ini.
14. Teman-temanku Economic English Club (EEC), Nana, Icha, Muti, Chika,
Arbha, Niken, Hayu, Resti. Kakak – kakak EEC Mba Amew, Mba Santi,
Kak Deden, Mba Mia, Mba Anita, adik-adik EEC Dila, Kaka, Eko, Ali,
Sonia, Ega, Teti, Latifa dan seluruh keluarga bear EEC Terimakasih atas
kebersamaan dan kerjasama kalian di EEC, semoga EEC tetep maju.
15. Kakak – kakak tingkat Mba Lisa, Mba Lensi, Mba Agnes, dan Mba Eza.
Terimakasih atas support yang telah diberikan selama proses penyusunan
skripsi dan wisuda.

16. Untuk teman-teman KKN Gunung Labuhan, Way Kanan Annida, Lia, Diah,
Dedeh, Tia, Afdi, Uska, Astra, Dewa. Terimakasih atas pelajaran yang telah
diberikan, kebersamaan kita yang telah terlewatkan waktu sebulan
memberikan makna tersendiri bagi kita semua.
17. Serta kepada semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu,
penulis mengucapkan banyak terima kasih atas semua bantuan yang
diberikan, semoga Tuhan melimpahkan berkah dan rahmat-Nya bagi Bapak,
Ibu, dan saudara-saudari sekalian.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandarlampung,
Penulis,

Meli Fitriani

Mei 2013

DAFTAR ISI

SANWACANA ...........................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................
DAFTAR TABEL ......................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................

i
v
vii
viii
ix

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................

1

1.1
1.2
1.3
1.4
1.5

Latar Belakang ...................................................................
Rumusan Masalah ..............................................................
Batasan Masalah .................................................................
Tujuan Penelitian ...............................................................
Manfaat Penelitian .............................................................

1
6
7
8
8

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS .........

9

2.1

2.2

Landasan Teori ...................................................................
2.1.1 Definisi dan Teori Otonomi Khusus ........................
2.1.2 Peraturan dan Perundang-Undangan yang Berkaitan
dengan Keuangan Daerah .........................................
2.1.3 Keuangan Daerah .....................................................
2.1.3.1 Pendapatan Daerah ......................................
2.1.3.2 Belanja Daerah ............................................
2.1.4 Gambaran Umum Keungan Daerah Pra Otonomi
dan Pasca Otonomi ...................................................
2.1.5 Kinerja Keuangan Daerah .........................................
2.1.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu .................................
2.1.7 Kerangka Pemikiran .................................................
Perumusan Hipotesis ..........................................................
2.2.1 Derajat Desentralisasi Fiskal ....................................
2.2.2 Efisiensi Keuangan Daerah .......................................
2.2.3 Aktifitas Keuangan Daerah .......................................

9
9
10
13
14
16
18
24
25
26
28
24
29
30

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5

32

Jenis Peneitian ....................................................................
Populasi dan Sampel Penelitian .........................................
Jenis dan Sumber Data .......................................................
Metode Pengumpulan Data ................................................
Metode Analisis Data .........................................................
3.5.1 Analisis Rasio Keuangan ........................................
3.5.2 Pengujian Statistik ...................................................
3.5.2.1 Uji Normalitas Data ..................................
3.5.2.2 Pengujian Hipotesis ...................................
3.5.2.3 Uji Paired Sample T Test ..........................
3.5.2.4 Uji Wilcoxon Signed Rank Test ...............

32
33
34
35
35
35
38
39
39
40
41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..........................

43

4.1
4.2
4.3
4.4

Deskripsi Data ....................................................................
Analisis Deskriptif .............................................................
Uji Normalitas ....................................................................
Pengujian Hipotesis ............................................................
4.4.1 Pengujian Ha1 ..........................................................
4.4.2 Pengujian Ha2 .........................................................
4.4.3 Pengujian Ha3 ..........................................................
4.4.4 Pengujian Ha4 .........................................................
4.4.5 Pengujian Ha5 ..........................................................
4.4.6 Pengujian Ha6 .........................................................
Analisis Tambahan ..............................................................
4.5.1 Derajat Desentralisasi Fiskal .....................................
4.5.2 Efisiensi Keuangan Daerah ......................................
4.5.3 Aktifitas Keungan Daerah ........................................

42
43
45
47
49
51
54
55
56
58
60
60
61
62

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .........................................................

64

4.5

5.1
5.2
5.3
5.4

Simpulan Penelitian ...........................................................
Implikasi Penelitian ............................................................
Keterbatasan Penelitian ......................................................
Saran ....................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

64
66
67
68

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1

Perkembangan Hukum di Bidang Keuangan Daerah...............

12

Tabel 2

Daftar Kabupaten/Kota se-Provinsi Papua ..............................

34

Tabel 3

Daftar Kabupaten/Kota se-Provinsi NAD................................

38

Tabel 4

Hasil Perhitungan Rasio Rata-Rata per Periode Prov NAD ....

43

Tabel 5

Hasil Perhitungan Rasio Rata-Rata per Periode Prov Papua ...

44

Tabel 6

Hasil Perhitungan Rasio Rata-Rata per Periode Prov NAD
Dan Papua ................................................................................

44

Tabel 7

Ringkasan hasil uji normalitas data awal se-Provinsi NAD ...

46

Tabel 8

Ringkasan hasil uji normalitas data awal se-Provinsi Papua ...

46

Tabel 9

Ringkasan hasil uji normalitas data awal se-Provinsi NAD
dan Papua .................................................................................

46

Ringkasan Hasil uji paired sample t test (rasio aktifitas
keuangan daerah) dan hasil uji wilcoxon signed rank test
(rasio desentralisasi fiskal dan rasio efisiensi keuangan daerah)
pada kabupaten/kota se-Provinsi NAD ....................................

48

Tabel 11

Ringkasan Hasil uji paired sample t test se-Provinsi Papua ....

48

Tabel 12

Ringkasan Hasil uji paired sample t test (rasio aktifitas
keuangan daerah) dan wilcoxon signed rank test
(rasio desentralisasi fiskal dan efisiensi keuangan daerah)
se-Provinsi NAD dan Papua.....................................................

48

Tabel 10

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1

Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................

27

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Hasil perhitungan rasio desentralisasi fiskal kabupaten/kota seProvinsi NAD

Lampiran 2

Hasil perhitungan rasio desentralisasi fiskal Kabupaten/Kota seProvinsi Papua

Lampiran 3

Hasil perhitungan rasio efisiensi keuangan daerah Kabupaten/Kota
se-Provinsi NAD

Lampiran 4

Hasil perhitungan rasio efisiensi keuangan daerah Kabupaten/Kota
se-Provinsi Papua

Lampiran 5

Hasil perhitungan rasio aktifitas keuangan daerah Kabupaten/Kota
se-Provinsi NAD

Lampiran 6

Hasil perhitungan rasio aktifitas keuangan daerah Kabupaten/Kota
se-Provinsi Papua

Lampiran 7

Hasil perhitungan rasio rata-rata per reriode Provinsi NAD

Lampiran 8

Hasil perhitungan rasio rata-rata per periode Provinsi Papua

Lampiran 9

Hasil perhitungan rasio rata-rata per reriode pada Kabupaten/Kota
se Provinsi NAD dan Papua

Lampiran 10 Hasil uji normalitas data pada kabupaten/kota se- Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam
Lampiran 11 Hasil uji normalitas data pada kabupaten/kota se-Provinsi Papua
Lampiran 12 Hasil uji normalitas data pada kabupaten/kota se-Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua (secara keseluruhan)
Lampiran 13 Hasil uji rasio desentralisasi fiskal dengan uji wilcoxon signed rank
test pada kabupaten/kota se-Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

x

Lampiran 14 Hasil uji rasio efisiensi keuangan daerah dengan uji wilcoxon
signed rank test pada kabupaten/kota se-Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam
Lampiran 15 Hasil uji rasio aktifitas keuangan daerah dengan uji SPSS paired
sample t test pada kabupaten/kota se-Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.
Lampiran 16 Hasil uji rasio derajat desentralisasi fiskal dengan uji SPSS paired
sample t test pada kabupaten/kota se-Provinsi Papua
Lampiran 17 Hasil uji rasio efisiensi keuangan daerah dengan uji SPSS paired
sample t test pada kabupaten/kota se-Provinsi Papua
Lampiran 18 Hasil uji rasio aktifitas keuangan daerah dengan uji SPSS paired
sample t test pada kabupaten/kota se-Provinsi Papua.
Lampiran 19 Hasil uji rasio derajat desentralisasi fiskal dengan uji SPSS
wilcoxon signed rank test pada kabupaten/kota se-Provinsi NAD
dan Papua.
Lampiran 20 Hasil uji rasio efisiensi keuangan daerah dengan uji wilcoxon
signed rank test pada kabupaten/kota se-Provinsi NAD dan Papua
Lampiran 21 Hasil uji rasio aktifitas keuangan daerah dengan uji SPSS paired
sample t test pada kabupaten/kota se-Provinsi NAD dan Papua
Lampiran 22 Ringkasan realisasi APBD kabupaten/kota provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam tahun 1994 – 2008
Lampiran 23 Ringkasan realisasi APBD kabupaten/kota provinsi Papua tahun
1994 – 2008

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Era reformasi yang terjadi di Indonesia memberikan perubahan pada tata
pemerintahan. Banyak tuntutan dari rakyat untuk melakukan reformasi kekuasaan.
Tuntutan reformasi timbul disegala bidang termasuk bidang pemerintahan, untuk
melakukan kebebasan pembangunan daerah secara merata bagi tiap-tiap daerah.
Tuntutan tersebut menimbulkan perhatian dari DPR yaitu dengan ditetapkannya
UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah yang dibuat untuk
memenuhi tuntutan politik reformasi pemerintahan daerah. Dengan
dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999 sekarang sudah diubah menjadi UU No. 32
tahun 2004 membawa implikasi dimana salah satunya yaitu timbunya gejolak di
berbagai daerah untuk melakukan otonomi daerah. Semangat desentralisasi yang
diusung oleh undang-undang tersebut ternyata tidak dapat diterima oleh semua
daerah, seperti provinsi Aceh dan Papua yang tetap ingin melepaskan diri dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI).

2

Tujuan utama penerapan kebijakan desentralisasi, dititikberatkan untuk
menciptakan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan daerah. UU No.22 Tahun1999 pada prinsipnya mengatur
penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan atas
dasar desentralisasi. Dalam UU No.22 Tahun 1999 menyatakan bahwa
kewenangan pemerintah daerah sebagai titik utama dalam penyelenggaraan
pemeritahan dan pembangunan dengan mengutamakan otonomi luas, nyata, dan
bertanggung jawab.

Menurut Maddick (1963) dalam Bastian (2006) ada dua elemen yang melandasi
pelaksanaan desentralisasi, yaitu penciptaan daerah otonom dan penyerahan
kekuasaan (kewenangan) secara legal dari pemerintah pusat ke daerah dalam
rangka menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu, baik yang
penyerahannya dirumuskan secara terperinci ataupun secara umum. Dalam UU
No.22 Tahun 1999 dan sekarang direvisi menjadi UU No.32 Tahun 2004,
menyatakan bahwa penyerahan kewenangan dirumuskan secara umum. Artinya,
daerah otonom memiliki kewenangan yang lebih luas tanpa campur tangan dari
pemerintah pusat.

Kemampuan pemerintah dalam mengelola keuangan dapat dilihat dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang menggambarkan
kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan pelaksanaan tugas
pembangunan, serta meningkatkan pemerataan dan keadilan dengan
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
Dalam Undang-Undang No.32 tahun 2004 pasal 1 ayat 14 menyebutkan bahwa

3

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan dasar pengelolaan
keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari
sampai dengan 31 Desember. Definisi APBD juga dijelaskan dalam UndangUndang No.33 tahun 2004 pasal 1 ayat 17 yaitu APBD merupakan rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan pemerintah
daerah.

Ditetapkannya UU No. 18 tahun 2001 tentang otonomi khusus di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan UU No. 21 tahun 2001 tentang otonomi
khusus di Provinsi Papua merupakan regulasi yang ditetapkan pemerintah untuk
menjaga keutuhan NKRI.

Dalam sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia, otonomi khusus telah lahir dan
berjalan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) melalui Undang-Undang
Nomor 18 tahun 2001 dan diperbarui secara total melalui Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dengan memperoleh status otonomi
khusus ini, tentunya Provinsi NAD memperoleh hak –hak khusus yang tidak
diperoleh oleh daerah lainnya. Salah satu hak tersebut adalah hak untuk mengatur
dan mengelola keuangan daerah sepenuhnya dengan alokasi dana yang besar serta
pembagian porsi kekayaan daerah yang lebih besar dibandingkan dengan daerah
yang tidak menyandang status otonomi khusus. Sebagai contoh, dalam UU No.18
tahun 2001 disebutkan Provinsi NAD akan memperoleh dana penerimaan dalam
rangka otonomi khusus yaitu bagi hasil sumber daya alam yang ada di Provinsi
NAD setelah dikurangi pajak yaitu sebesar 55% untuk minyak bumi, dan 40%

4

untuk gas alam selama delapan tahun sejak UU No.18 tahun 2001 tersebut
berlaku. Dalam UU No.11 tahun 2006 tersebut menyatakan bahwa Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam akan memperoleh Dana Alokasi Umum (DAU)
sebanyak 2% dari seluruh DAU nasional. Selain itu, Provinsi NAD juga akan
memperoleh dana-dana lainnya seperti dana migas, dana otonomi khusus, dan lain
sebagainya. Dengan berlakunya Undang-Undang ini tentunya diharapkan adanya
peningkatan terhadap perekonomian pada provinsi NAD.

Mengenai otonomi khusus di Provinsi Papua, untuk menjaga keutuhan NKRI
pemerintah mengeluarkan Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
otonomi khusus bagi provinsi Papua telah membuktikan secara legal bahwa Papua
telah resmi mendapat status otonomi khusus dan dapat menjalankan roda
pemerintahannya sesuai aturan yang berlaku khusus di Provinsi Papua.

Telah dijelaskan dalam UU No.21/2001 pasal 1 bahwa otonomi khusus adalah
kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua. Dengan adanya
Undang-Undang ini, telah terbukti bahwa Papua diberikan kewenangan penuh
untuk mengurus rumah tangganya sendiri dalam kerangka NKRI. Kewenangan
yang lebih luas yaitu besarnya tanggung jawab Provinsi dan rakyat Papua untuk
mengatur dan memanfaatkan kekayaan alam sebaik-baiknya untuk menjaga
kemakmuran rakyat Papua. Pemberian otonomi khusus bagi Provinsi Papua pada
intinya untuk mewujudkan keadilan, mempercepat pertumbuhan ekonomi,
penghormatan HAM, dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran Provinsi

5

Papua. Dengan berlakunya Undang-Undang ini tentunya diharapkan adanya
peningkatan terhadap perekonomian pada Provinsi Papua. Salah satu perubahan
yang dapat dilihat secara signifikan yaitu adanya perubahan sebelum dan sesudah
berlakunya otonomi khusus pada kondisi keuangan Provinsi Papua dapat dilihat
pada rasio keuangan dan hasil uji statistik yang akan dibahas dalam skripsi ini.

Dalam Kurniati (2012) mengatakan bahwa salah satu kriteria penting untuk
mangetahui secara nyata kemampuan daerah mengatur dan mengurus rumah
tangga sendiri adalah kemampuan self-supporting dalam bidang keuangan, hal
tersebut menunjukkan bahwa keuangan merupakan faktor penting untuk
mengukur tingkat kemandirian daerah dalam melaksanakan otonominya. Disisi
lain sangat disadari bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki potensi yang
berbeda, adanya perbedaan potensi sumber daya alam, tingkat ekonomi dan
karakteristik sosial.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Pardede (2010) yang melakukan
penelitian untuk mengetahui perbedaan kemampuan daerah sebelum dan sesudah
otonomi daerah pada kabupaten/kota di Provinsi Lampung. Penelitian tersebut
menggunakan desentralisasi fiskal, kebutuhan fiskal, dan kapasitas fiskal. Dengan
sampel laporan realisasi anggaran kabupaten/kota di Provinsi Lampung sebelum
dan sesudah otonomi daerah. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa tidak
terdapat perbedaan secara signifikan pada desentralisasi fiskal, kebutuhan fiskal,
dan kapasitas fiskal sebelum dan sesudah otonomi daerah.

Perbedaan penelitian yang saya lakukan dengan penelitian sebelumnya terletak
pada objek penelitian dan alat analisis. Penelitian sebelumnya menggunakan

6

otonomi daerah yaitu pada kabupaten/kota di provinsi Lampung, membandingkan
kinerja keuangan sebelum dan sesudah otonomi daerah, rasio yang digunakan
yaitu desentralisasi fiskal, kebutuhan fiskal, dan kapasitas fiskal. Sedangkan saya
meneliti daerah otonomi khusus, wilayah yang digunakan yaitu pada
kabupaten/kota se- Provinsi NAD dan pada kabupaten/kota se-Provinsi Papua,
membandingkan kinerja keuangan sebelum dan sesudah ototnomi khusus pada
kabupaten/kota se-Provinsi NAD dan Papua tahun 1994 - 2008, rasio yang
digunakan yaitu desentralisasi fiskal, efisiensi keuangan daerah, dan rasio aktifitas
keuangan daerah.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang akan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul:
“Perbedaan Kinerja Keuangan Daerah Sebelum dan Sesudah Otonomi
Khusus pada Kabupaten/Kota se-Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan
Papua”.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah
yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.

Apakah terdapat perbedaan derajat desentralisasi fiskal sebelum dan sesudah
otonomi khusus pada kabupaten/kota se-Provinsi NAD dan Papua?

2.

Apakah terdapat perbedaan efisiensi pendapatan sebelum dan sesudah
otonomi khusus pada kabupaten/kota se-Provinsi NAD dan Papua?

7

3.

Apakah terdapat perbedaan aktifitas keuangan daerah sebelum dan sesudah
otonomi khusus pada kabupaten/kota se-Provinsi NAD dan Papua?

1.3

Batasan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini akan dibatasi pada:
1.

Daerah otonomi khusus di Indonesia sampai saat ini ada lima (5) Provinsi,
yaitu Provinsi DI Yogyakarta, DKI Jakarta, NAD, Papua, dan Papua Barat.
Dalam penelitian ini penulis hanya meneliti pada kabupaten/kota di Provinsi
NAD dan Papua yang status otonomi khususnya sejak tahun 2001 dan data
realisasi APBD tersedia dalam situs resmi Direktorat Jendral Perimbangan
Keuangan. Untuk Provinsi DI Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Papua Barat
tidak bisa dibahas dalam penelitian ini, karena Provinsi DI Yogyakarta dan
DKI Jakarta berlakunya otonomi khusus sudah sejak tahun 1950 dan 1964
sehingga data realisasi APBD tidak tersedia dalam situs resmi Direktorat
Jendral Perimbangan Keuangan dan untuk Provinsi Papua Barat regulasi
otonomi khususnya masih belum jelas.

2.

Pengukuran kinerja keuangan berdasarkan aspek finansial dengan mengacu
pada rasio keuangan berdasarkan instrumen yang terdapat pada realisasi
APBD dengan menggunakan berbagai rasio keuangan pemerintah daerah
seperti: derajat desentralisasi fiskal, efisiensi keuangan daerah, dan rasio
aktifitas keuangan daerah. Data keuangan yang dipakai untuk sebelum
otonomi khusus dari tahun 1994 - 2000 dan data keuangan sesudah otonomi
khusus tahun 2002 - 2008. Dalam penelitian ini, tahun 2001 adalah tahun
dimana Provinsi NAD dan Papua mengalami otonomi khusus.

8

1.4

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1.

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kinerja keungan pemerintah
daerah sebelum dan sesudah otonomi khusus dalam bentuk desentralisasi
fiskal pada kabupaten/kota se-Provinsi NAD dan Papua.

2.

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kinerja keungan pemerintah
daerah sebelum dan sesudah otonomi khusus dalam bentuk efisiensi
keuangan daerah pada kabupaten/kota se-Provinsi NAD dan Papua.

3.

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kinerja keungan pemerintah
daerah sebelum dan sesudah otonomi khusus dalam bentuk aktifitas
keuangan daerah pada kabupaten/kota se-Provinsi NAD dan Papua.

1.5

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1.

Memberikan bukti empiris terhadap penelitian akuntansi sektor publik yang
berhubungan dengan kinerja keuangan pemerintah daerah.

2.

Memberikan bukti empiris terhadap pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua mengenai kinerja keuangan daerah.

3.

Memberikan informasi kepada publik sebagai wujud akuntabilitas
pengelolaan dana publik oleh pemerintah daerah kabupaten/kota seProvinsi NAD dan Papua.

4.

Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya dalam melakukan
penelitian dibidang yang sama atau sejenis.

BAB II
LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

2.1.

Landasan Teori

2.1. 1 Definisi dan Teori Otonomi Khusus

UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 6 menyatakan bahwa daerah otonom yaitu
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dan berhak mengurus urusan pemerintahannya.

Berlakunya otonomi memberikan kewenangan yang luas terhadap pemerintah
daerah tingkat kabupaten/kota dalam menyelenggarakan semua urusan
pemerintahan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian
dan evaluasi. Sebagai konsekuensi dari kewenangan otonomi yang luas,
pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan pelayanan dan
kesejahteraan secara demokratis, adil, merata, dan berkesinambungan. Karena
pada dasarnya otonomi daerah diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat serta menciptakan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan daerah dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia.

10

Hatta dalam Bastian (2006) menyatakan bahwa: Otonomisasi tidak saja berarti
melaksanakan demokrasi, tetapi juga mendorong berkembangnya prakarsa sendiri
untuk mengambil keputusan berkaitan dengan kepentingan masyarakat setempat.
Dengan berkembangnya prakarsa sendiri, rakyat dimungkinkan tidak saja untuk
menentukan nasibnya sendiri, tetapi yang terutama, rakyat dapat memperbaiki
nasibnya sendiri.

Mengenai otonomi khusus, otonomi khusus adalah pengembangan dari otonomi
daerah yang diberikan oleh pemerintah pusat hanya kepada daerah-daerah tertentu
karena pada daerah tersebut memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh
daerah-daerah lainnya di Indonesia. Sampai saat ini daerah yang diberikan status
otonomi khusus atau istimewa di Indonesia ada lima daerah yakni Nanggroe Aceh
Darussalam, Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Istimewa Jakarta, Papua, dan
Papua Barat. Daerah-daerah tersebut memperoleh status otonomi khusus karena
keistimewaan yang terjadi di daerah tersebut dan pada akhirnya Pemerintah Pusat
memberikan status otonomi khusus pada kelima provinsi terebut yang ditetapkan
dengan Undang-Undang. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus utama dalam
pembahasan adalah otonomi khusus yang diterapkan di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam dan Provinsi Papua.

2.1.2 Peraturan dan Perundang-Undangan yang Berkaitan dengan
Keuangan Daerah

Berlakunya otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia menimbulkan
banyaknya peraturan. Peraturan tersebut mulai dari Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden ataupun Peraturan Menteri. Semua itu dibuat

11

agar pelaksanaan otonomi dapat berjalan dengan baik. Tidak dapat dipungkiri
bahwa hal yang terpenting dalam otonomi daerah yaitu dibidang keuangan.
Bidang keuangan merupakan kunci dari penentu berhasil atau tidaknya otonomi
daerah diterapkan di daerah-daerah di Indonesia (Halim, 2002).

Menurut Mahmudi (2007) dalam Fachrizal (2008) menyatakan bahwa perjalanan
reformasi manajemen keuangan daerah dilihat dari aspek historis dapat dibagi
dalam tiga fase yaitu era sebelum otonomi daerah, era transisi otonomi, dan era
pascatransisi. Era sebelum-otonomi daerah merupakan pelaksanaan otonomi pada
saat orde baru mulai tahun 1975 sampai 1999. Era transisi ekonomi adalah masa
antara tahun 1999 hingga 2004, dan era pascatransisi adalah masa setelah
diberlakukannya UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
UU Nomor 1 tahun 2004, UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara , UU Nomor 32 tahun 2004
tentang pemerintahan daerah, dan UU Nomor 33 tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah.

12

Tabel 1
Perkembangan Hukum di Bidang Keuangan Daerah
Pra-Otonomi Daerah &
Desentralisasi Fiskal
1999

Transisi otonomi

Pascatransisi Otonomi

UU No. 22 Tahun 1999

UU No. 17 Tahun 2003

UU No. 25 Tahun 1999

UU No. 1 Tahun 2004

PP No. 105 Tahun 2000

UU No. 15 Tahun 2004

Kepmendagri No. 29

UU No. 25 Tahun 2004

Manual Administrasi

Tahun 2002

UU No. 32 Tahun 2004

Keuangan Daerah

Peraturan Daerah

UU No. 33 Tahun 2004

Keputusan KDH

PP No. 24 Tahun 2005

UU No. 5 Tahun 1974

PP No. 5&6 Tahun 1975

PP No. 58 Tahun 2005
Permendagri No. 13
Tahun 2006
PP No.71 tahun 2010

PP Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban
Keuangan Daerah memiliki keterkaitan dengan PP Nomor 108 tahun 2000 tentang
Pertanggungjawaban Kepala Daerah. Pengelolaan keuangan daerah secara khusus
diatur dalam PP Nomor 105 Tahun 2000 Pasal 14 yang menyatakan bahwa:
1.

Ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah ditetapkan
dengan peraturan daerah.

2.

Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah diatur dengan keputusan
kepala daerah sesuai dengan peraturan daerah.

3.

Pedoman tentang pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan
keuangan daerah serta tata cara penyusunan APBD, pelaksanaan tata usaha
keuangan daerah dan penyusunan perhitungan ditetapkan dengan keputusan
menteri dalam negeri dan otonomi daerah.

13

Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 menjelaskan tentang petunjuk pelaksanaan PP
No.105 Tahun 2000 di bidang pengelolaan keuangan daerah dalam rangka
pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.

PP No.58 Tahun 2005 dan Permendagri No.13 Tahun 2006 memberikan
pendekatan baru dalam pengelolaan keuangan daerah. Perubahan-perubahan yang
terjadi cukup besar, namun tetap dilakukan secara bertahap sesuai semangat
reformasi. Perubahan itu sudah sampai pada teknik akuntansinya yang meliputi
perubahan dalam pendekatan sistem akuntansi dan prosedur pencatatan, dokumen
dan formulir yang digunakan, fungsi-fungsi otorisasi untuk tujuan sistem
pengendalian internal, laporan dan pengawasan.

2.1.3 Keuangan Daerah

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005,
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam ketentuan umumnya menyatakan
bahwa keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan daerah tersebut. Menurut Munir, dkk (2004)
dalam Fachrizal (2008), keuangan daerah adalah keseluruhan tatanan, perangkat,
kelembagaan dan kebijakan penganggaran yang meliputi pendapatan dan belanja
daerah. Menurut Mamesah (1995) dalam Halim (2002) menyatakan bahwa
keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat
dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun
barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki oleh
negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai peraturan

14

perundangan yang berlaku. Pemerintah daerah selaku pengelola dana publik harus
menyediakan informasi keuangan yang diperlukan secara akurat, relevan, tepat
waktu, dan dapat dipercaya. Untuk itu, pemerintah daerah dituntut untuk memiliki
sistem informasi akuntansi yang handal.

Dari defenisi tersebut, selanjutnya Halim (2002) menyatakan terdapat 2 hal yang
perlu dijelaskan, yaitu
1.

Yang dimaksud dengan hak adalah hak untuk memungut sumber sumber
penerimaan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan
milik daerah, dan lain-lain, dan atau hak untuk menerima sumber-sumber
penerimaan lain seperti Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Hak tersebut akan menaikkan
kekayaan daerah.

2.

Yang dimaksud dengan semua kewajiban adalah kewajiban untuk
mengeluarkan uang untuk membayar tagihan-tagihan kepada daerah dalam
rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan, infrastruktur, pelayanan umum,
dan pengembangan ekonomi. Kewajiban tersebut akan menurunkan kekayaan
daerah.

2.1.3.1 Pendapatan Daerah

Dalam Ghozali (2008) dijelaskan bahwa pendapatan adalah semua penerimaan
kas umum daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun
anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar
kembali oleh pemerintah.

15

Pendapatan daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan
Transfer, dan Lain-lain pendapatan yang sah.
a.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan yang dihasilkan dari
daerah itu sendiri, terdiri dari:
1) Pendapatan Pajak Daerah
2) Pendapatan Retribusi Daerah
3) Hasil pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
4) Lain-lain PAD

b.

Pendapatan Tranfer
Pendapatan transfer merupakan pendapatan yang berasal dari entitas
pelaporan lain, seperti pemerintah pusat atau daerah otonom lain dalam
rangka perimbangan keuangan. Transfer dari pemerintah pusat terdiri dari
dana perimbangan sesuai dengan UU No. 33/2004 dan transfer lainnya
sebagaimana diatur dalam UU Otonomi Khusus bagi Papua dan Nanggroe
Aceh Darussalam, atau dalam UU APBN. Transfer dari daerah otonom
lainnya antara lain seperti bagi hasil dari pemerintah Provinsi ke
Kabupaten/Kota untuk pajak bahan bakar, pajak kendaraan bermotor, bea
balik nama kendaraaan bermotor, dan pajak air bawah tanah dan air
permukaan.

c.

Lain-lain Pendapatan yang Sah
Dalam Halim (2008) dijelaskan bahwa pada peraturan sebelumnya, yaitu
Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No.29/2002, pendapatan ini
dikelompokkan dalam jenis pendapatan bantuan dana

16

kontinjensi/penyeimbang dari pemerintah dan dana darurat. Sesuai dengan
peraturan terbaru, yaitu Lampiran C.V.Butir H Permendagri No.13/2006,
pendapatan ini dibagi menurut jenis pendapatan yang mencakup:
1) Pendapatan hibah
2) Pendapatan dana darurat
3) Pendapatan lainnya.

2.1.3.2 Belanja Daerah

Dalam Ghozali (2008) dijelaskan bahwa belanja adalah semua pengeluaran kas
umum kas daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun
anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
pemerintah.

Dalam Halim (2008) belanja dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi
(jenis belanja) yaitu belanja operasi, belanja modal, belanja tidak terduga, dan
transfer.
a.

Belanja Operasi
Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari
pemda yang memberi manfaat jangka pendek. Kelompok operasi terdiri atas:
1) Belanja pegawai
2) Belanja barang
3) Belanja bunga
4) Belanja subsidi
5) Belanja hibah
6) Belanja bantuan social

17

7) Belanja bantuan keuangan
b.

Belanja Modal
Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan asset tetap
dan asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
Belanja modal termasuk:
1) Belanja tanah
2) Belanja peralatan dan mesin
3) Belanja modal gedung dan bangunan
4) Belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan
5) Belanja asset tetap lainnya
6) Belanja asset lainnya.

c.

Belanja Tidak Terduga
Kelompok belanja lain-ain/tidak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk
kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang, seperti
penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga
lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan
pemerintah pusat/daerah.

d.

Transfer
Dalam peraturan terdahulu, tidak terdapat kelompok belanja ini. Dengan
keluarnya PP No.24/2005, muncul kelompok belanja transfer. Adapun yang
dimaksud dengan transfer di sini adalah transfer keluar, yaitu pengeluaran
uang dari entitas pelaporan lain seperti pengeluaran dana perimbangan oleh
pemerintah pusat dan dana bagi hasil oleh pemda.

18

Menurut Lampiran E.XXIII Permendagri No.13/2006, transfer pemerintah
provinsi terdiri dari:
1) Bagi hasil pajak ke kabupaten/kota
2) Bagi hasil retribusi ke kabupaten/kota
3) Bagi hasil pendapatan lainnya ke kabupaten/kota

Adapun transfer pemerintah kabupaten/kota meliputi transfer bagi hasil ke
desa yaitu:
1) Bagi hasil pajak
2) Bagi hasil retribusi
3) Bagi hasil pendapatan lainnya.

2.1.4

Gambaran Umum Keuangan Daerah Pra Otonomi dan Pasca
Otonomi

Manajemen atau pengelolaan keuangan daerah di era sebelum otonomi
dilaksanakan terutama dengan berdasarkan UU No.5 tahun 1974 tentang pokokpokok Pemerintah Daerah. Pengertian daerah menurut Undang-undang ini adalah
tingkat I yaitu provinsi dan daerah, tingkat II yaitu kabupaten atau kotamadya.
Disamping itu ada beberapa peraturan yang lain yang menjadi dasar pelaksanaan
menajemen keuangan daerah pada era sebelum otonomi. Peraturan-peraturan
tersebut sebagaimana dikutip dalam Halim (2002) antara lain:
1.

Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1975 tentang Pengurusan,
Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Daerah.

19

2.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 tentang Penyusunan APBD
Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan
APBD.

3.

Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 900-009 Tahun 1989 tentang Manual
Administrasi Keuangan Daerah.

4.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan
APBD.

5.

Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.

6.

Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 1999 tentang Bentuk dan
Susunan Perhitungan APBD.

Berdasarkan peraturan-peraturan diatas, dapat disimpulkan beberapa ciri
pengelolaan keuangan daerah di era pra otonomi, antara lain (Halim, 2002)
1.

Pengertian Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan DPRD (Pasal 13
ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1975). Artinya, tidak terdapat
pemisahan secara konkret antara eksekutif dan legislatif.

2.

Perhitungan APBD berdiri sendiri, terpisah dari pertanggungjawaban Kepala
Daerah (Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975).

3.

Bentuk laporan perhitungan APBD terdiri atas:
a.

Perhitungan APBD

b.

Nota Perhitungan APBD

c.

Perhitungan kas dan pencocokan antara sisa kas dan sisa Perhitungan
dilengkapi dengan lampiran ringkasan pendapatan dan belanja (Peraturan

20

Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 dan Keputusan Mendagri Nomor 3
Tahun 1999).
4.

Pinjaman, baik pinjaman PEMDA maupun pinjaman BUMD diperhitungkan
sebagai pendapatan pemerintah daerah, yang dalam struktur APBD menurut
Kepmendagri No. 903-057 Tahun 1988 tentang Penyempurnaan Bentuk dan
Susunan Anggaran Pendapatan Daerah masuk dalam pos penerimaan
pembangunan.

5.

Unsur-unsur yang terlibat dalam penyusunan APBD adalah Pemerintah
Daerah yang terdiri atas Kepala Daerah dan DPRD saja, belum melibatkan
masyarakat.

6.

Indikator kinerja Pemerintah Daerah mencakup:
a.

Perbandingan antara anggaran dan realisasinya.

b.

Perbandingan antara standar biaya dengan realisasinya.

c.

Target dan persentase fisik proyek yang tercantum dalam penjabaran
Perhitungan APBD (Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 tentang
Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan
Daerah, Penyusunan Perhitungan APBD).

7.

Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah dan Laporan
Perhitungan APBD baik yang dibahas DPRD maupun yang tidak dibahas
DPRD tidak mengandung konsekuensi terhadap masa jabatan Kepala Daerah.

Era reformasi ditandai dengan pergantian pemerintahan dari orde baru ke orde
reformasi pada tahun 1998. Dalam manajemen keuangan daerah, reformasi
ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Untuk merealisasikannya,

21

pemerintah pusat mengeluarkan dua peraturan yakni Undang-Undang No.22
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan
Daerah. Setelah keluarnya kedua Undang-Undang tersebut, pemerintah juga
mengeluarkan berbagai peraturan pelaksanaan.

Telah digantikannya UU No.22 t