FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSEPSI KELUARGA PEMULUNG TENTANG PENDIDIKAN ANAK
THE FACTORS THAT DEALS WITH PERCEPTION FAMILY
SCAVENGERS ABOUT EDUCATION OF CHILDREN
By
Vinta Riasyahrani Safitri
In a family of scavengers, the main problem facing at the moment is low or less concerned for their children to education. This is reflected in the data level of education of children of scavengers in the village wells Stone that the percentage of children who do not attend school or drop out of school is still very high. This study aims to determine the factors related to the perception of scavenger families about children's education. The research sample totaled 81 families scavengers, sampling is done by using Simple Random Sampling technique. Data collection techniques in this research using questionnaires, interviews, observation, and secondary data collection, while data analysis is done by cross tabulation analysis through statistical data processing programs, namely SPSS. The results showed that there was a significant correlation between the number of children, education level scavengers, scavengers family income, children's education expenses, and support education in neighborhoods with scavenger perceptions about children's education
Keywords: Scavenger, children's education, number of children, income scavengers, the cost of education.
(2)
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PERSEPSI KELUARGA PEMULUNG TENTANG
PENDIDIKAN ANAK
Oleh
Vinta Riasyahrani Safitri
Dalam Keluarga pemulung, masalah utama yang dihadapi pada saat ini adalah rendahnya atau kurang pedulinya mereka terhadap pendidikan anak. Hal ini tercermin dari data tingkat pendidikan anak-anak pemulung di Kelurahan Sumur Batu bahwa presentase anak-anak yang tidak bersekolah atau putus sekolah masih sangat tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi keluarga pemulung tentang pendidikan anak. Sampel penelitian ini berjumlah 81 keluarga pemulung, pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Simpel Random Sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner, wawancara, obsevasi, dan pengumpulan data sekunder, sedangkan analisis data dilakukan dengan cara analisis tabulasi silang melalui program pengolahan data statistik, yaitu SPSS. Hasil penelitian menujukkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara jumlah anak, tingkat pendidikan pemulung, pendapatan keluarga pemulung, biaya pendidikan anak, dan dukungan pendidikan di lingkungan tempat tinggal dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.
Kata kunci: Pemulung, pendidikan anak, jumlah anak, pendapatan pemulung, biaya pendidikan.
(3)
Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi)
Oleh
VINTA RIASYAHRANI SAFITRI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SOSIOLOGI
Pada
Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2016
(4)
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSEPSI KELUARGA PEMULUNG TENTANG PENDIDIKAN ANAK
(Studi pada Masyarakat Pemulung di Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi)
(Skripsi)
Oleh
VINTA RIASYAHRANI SAFITRI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2016
(5)
Gambar
Halaman
1. Proses Terjadinya Persepsi
31
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Identifikasi Masalah 9
C. Rumusan Masalah 10
D. Tujuan Penelitian 10
E. Manfaat Penelitian 10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Masyarakat Miskin 11
1. Pengertian Kemiskinan 11
2. Jenis Kemiskinan 14
B. Tinjauan tentang Keluarga Pemulung 15
1. Definisi Keluarga 15
2. Fungsi Keluarga 16
3. Definisi Pemulung 17
4. Interaksi Sosial Pemulung 19
5. Jam Kerja Pemulung 20
C. Tinjauan tentang Pendidikan Anak 21
1. Pengertian Pendidikan 21
2. Pendidikan Anak 22
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Anak 23 4. Kendala Pemulung dalam Mengakses Pendidikan 26 D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Pemulung tentang
Pendidikan Anak 29
1. Definisi Persepsi 29
2. Syarat Terjadinya Persepsi 29
3. Proses Persepsi 30
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Persepsi 31 5. Persepsi Pemulung tentang Pendidikan Anak 32
(7)
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian 36
B. Lokasi Penelitian 37
C. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel 37
D. Populasi dan Sampel 40
1. Populasi 40
2. Sampel 40
E. Teknik Pengumpulan Data 41
F. Teknik Pengolahan dan Analisi Data 43
1. Pengolahan Data 43
2. Analisis Data 44
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kelurahan Sumur Batu 46
B. Letak Geografi 47
C. Pemerintahan 49
D. Keadaan Penduduk 50
E. Keadaan Penduduk menurut Tingkat Kesejahteraan Keluarga 52
F. Penduduk menurut Agama 55
G. Penduduk menurut Tingkat Pendidikan 55 H. Penduduk menurut Mata Pencaharian 56
I. Sarana dan Prasarana 57
1. Sarana Pendidikan 58
2. Sarana Peribadatan 59
3. Saranan Kesehatan 59
4. Saranan Perekonomian 60
J. Pendidikan Anak 61
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian 62
B. Identitas responden 62
1. Distribusi Pemulung Berdasarkan Umur 63 2. Distribusi Pemulung Berdasarkan Jenis Kelamin 64 3. Distribusi Pemulung Berdasarkan Tingkat Pendidikan 65 4. Distribusi Pemulung Berdasarkan Jumlah Anak 66 5. Distribusi Pemulung Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga
Yang Ikut bekerja 66
6. Pekerjaan Memulung 68
7. Tingkat Keamaan dan Kenyamanan Dalam Bekerja 73 8. Perlakuan Tidak Baik di Saat Bekerja 74 9. Kondisi Lingkungan Tempat Tinggal 74
(8)
10. Persepsi Orangtua Tentang Pendidikan Anak 75
11. Biaya Pendidikan Anak 79
12. Dukungan Pendidikan dari Lingkungan Tempat Tinggal 80 13. Harapan-Harapan Orangtua pemulung tentang Pendidikan
Anak 80
C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Keluarga
Pemulung Tentang Pendidikan Anak 81
D. Analisis Hubungan Antara Variabel 82
E. Pembahasaan 94
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 103
B. Saran 105
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(9)
Tabel Halaman
1. Distribusi Luas Wilayah Kelurahan Sumur Batu
menurut Penggunaan Tanah 48
2. Jumlah Penduduk Kelurahan Sumur Batu berdasarkan
Rukun Warga dan Jenis Kelamin 50
3. Jumlah Penduduk Kelurahan Sumur Batu berdasarkan
Umur 51
4. Tingkat Kesejahteraan Keluarga Penduduk 53 5. Jumlah Penduduk Kelurahan Sumur Batu berdasarkan
Agama yang Dianut 55
6. Jumlah Penduduk Kelurahan Sumur Batu berdasarkan
Tingkat Pendidikan 56
7. Jumlah Penduduk Kelurahan Sumur Batu berdasarkan
Matapencaharian 57
8. Jumlah Sarana Pendidikan di Kelurahan Sumur Batu 58 9. Jumlah Sarana Ibadah di Kelurahan Sumur Batu 59 10. Jenis dan Jumlah Sarana Kesehatan di Kelurahan
Sumur Batu 60
11. Jenis dan Jumlah Sarana Perekonomian di Kelurahan
Sumur Batu 60
12. Distribusi Pemulung di Kelurahan Sumur Batu
berdasarkan Umur 63
13. Distribusi Pemulung di Kelurahan Sumur Batu
(10)
14. Distribusi Pemulung di Kelurahan Sumur Batu
berdasarkan Pendidikan Terakhir 65
15. Distribusi Pemulung di Kelurahan Sumur Batu
berdasarkan Jumlah Anak dalam Keluarga 66 16. Distribusi Pemulung di Kelurahan Sumur Batu
berdasarkan Ada atau Tidaknya Anggota Keluarga
Lain yang Ikut Bekerja 67
17. Distribusi Pemulung di Kelurahan Sumur Batu
berdasarkan Anggota Keluarga yang Ikut Bekerja 67 18. Distribusi Jam Kerja Pemulung di Kelurahan Sumur
Batu dalam Satu Hari 68
19. Distribusi Pemulung di Kelurahan Sumur Batu
berdasarkan Jarak Tempuh Saat Bekerja 69 20. Distribusi Pemulung Kelurahan Sumur Batu
berdasarkan Jenis Sampah yang Sering Dikumpulkan 70 21. Distribusi Pemulung di Kelurahan Sumur Batu
berdasarkan Jumlah Barang yang Dikumpulkan
dalam Satu Minggu 71
22. Distribusi Pemulung di Kelurahan Sumur Batu
berdasarkan Jumlah Penghasilan Setiap Bulan 72 23. Pendapat Pemulung di Kelurahan Sumur Batu tentang
Tingkat Keamanan dalam Bekerja 73
24. Pendapat Pemulung di Kelurahan Sumur Batu tentang
Kenyamanan dalam Bekerja 73
25. Pengalaman Mendapat Perlakuan Tidak Baik Pemulung
Di Kelurahan Sumur Batu 74
26. Dsitribusi Pemulung Di Kelurahan Sumur Batu berdasarkan
Kondisi Lingkungan Tempat Tinggal 75 27. Pendapat Pemulung di Kelurahan Sumur Batu tentang
Penting Tidaknya Pendidikan untuk Anak 76 28. Pendapat Pemulung di Kelurahan Sumur Batu tentang
(11)
30. Pendapat Pemulung di Kelurahan Sumur Batu tentang
Penting Tidaknya Mendapatkan Pendidikan Luar Sekolah 78 31. Biaya Pendidikan Anak Keluarga Pemulung di Kelurahan
Sumur Batu Per Bulan 79
32. Dukungan Pendidikan untuk Anak dari Lingkungan
Tempat Tinggal 80
33. Tabel Silang Hubungan antara Persepsi Pemulung tentang Pendidikan Anak dengan Jumlah Anak yang
Dimiliki 83
34. Hasil Analisis Uji Korelasi Rank Spearman antara Jumlah Anak dengan Persepsi Pemulung tentang
Pendidikan Anak 84
35. Tabel Silang Hubungan antara Tingkat Pendidikan
Pemulung dengan Persepsi Pemulung tentang Pendidikan Anak 85 36. Hasil Analisis Uji Korelasi Rank Spearman antara
Tingkat Pendidikan Pemulung dengan Persepsi Pemulung
tentang Pendidikan Anak 86
37. Tabel Silang Hubungan antara Pendapatan Keluarga Pemulung dengan Persepsi Pemulung tentang
Pendidikan Anak 87
38. Hasil Analisis Uji Korelasi Rank Spearman antara Pendapatan Keluarga Pemulung dengan Persepsi Pemulung tentang
Pendidikan Anak 88
39. Tabel Silang Hubungan antara Lingkungan Tempat Tinggal dengan Persepsi Pemulung tentang Pendidikan
Anak 89
40. Hasil Analisis Uji Korelasi Rank Spearman antara Lingkungan Tempat Tinggal dengan Persepsi Pemulung
tentang Pendidikan Anak 90
41. Tabel Silang Hubungan antara Biaya Pendidikan
(12)
42. Hasil Analisis Uji Korelasi antara Biaya Pendidikan
dengan Persepsi Pemulung tentang Pendidikan Anak 92 43. Tabel Silang Hubungan antara Dukungan Pendidikan
di Lingkungan Tempat Tinggal dengan Persepsi
Pemulung tentang Pendidikan Anak 93
44. Hasil Analisis Uji Korelasi Rank Spearman antara Dukungan Pendidikan di Lingkungan Tempat Tinggal
(13)
(14)
(15)
(16)
MOTO
Semakin sulit perjuangannya semangkin besar kemenangannya
(Thomas Paine)
Tidak ada yang bisa kulakukan tanpa ilmu
&
Manabu noni ososugiru koto wa nai
“Tidak ada kata terlambat untuk belajar”
(Vinta Riasyahrani Safitri)
Manusia hanya bisa berusaha dan berikhtiar,
Keputusan terakhir tetap pada Tuhan.
(17)
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat serta karunianya, saya
dapat menyelesaikan karya tulis kecil ini yang akan saya
persembahkan kepada:
Kedua Orangtua saya yang telah mendukung dan menerima
segala kelebihan dan kelemahan saya dalam menempuh
pendidikan ini. Terima kasih atas segala doa yang telah
diberikan kepada saya dan dukungan secara materiil maupun
nonmaterial. Kalianlah sumber ispirasiku.
Adik-adikku tercinta, Indriana dan Rahmansyah. Terima kasih
sudah menjadi penghibur dan memberi semangat. Terima kasih
adik-adiku tersayang.
Almamater tercinta, Universitas Lampung. Terima kasih atas
kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk menuntut
ilmu di jejang sarjana ini, semoga almamater Universitas
Lampung
semakin
tumbuh
dan
berkembang
menjadi
Universitas kebangsaan indonesia.
(18)
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Vinta Riasyahrani Safitri atau yang dipanggil dengan sebutan Vinta, ini lahir di Jakarta Timur pada tanggal 16 Oktober 1992, merupakan anak pertama dari pasangan Bapak H. Ibramsyah dan Ibu Nuraini.
Riwayat pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis, antara lain: 1. TK Islam Gema Nurani Bekasi Barat, diselesaikan pada tahun 1998 2. SD Negeri Dukuh 1 Bekasi Barat, di selesaikan pada tahun 2005 3. SMP Negeri 146 Jakarta Timur, di selesaikan pada tahun 2008 4. SMA Diponegoro 2 Jakarta Timur, di selesaikan pada tahun 2011
Setelah penulis menyelesaikan pendidikan di jenjang SMA, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Universitas lampung melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) di jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik angkatan 2011. Pada bulan januari 2014, penulis mengikuti KKN Tematik dengan Penempatan di Desa Mulyo Aji, Kecamatan Meraksa Aji, Kabupaten Tulang Bawang.
(19)
Assalamu alaikum Wr. Wb
Alhamdulilahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah WST yang telah memberikan rahmat, hidayah dan inayah-Nya di setiap perjalanan hidup dalam menempuh pendidikan sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Persepsi Keluarga Pemulung
Tentang Pendidikan Anak” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosiologi pada fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas lampung.
Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan bimbingan, motivasi serta dukungan kepada penulis. Atas segala bantuan yang diterima, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si.,selaku Dekan Falkultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
2. Bapak Drs. Susetyo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Sosiologi dan Pembimbing Akademik. Terimakasih banyak atas segala saran dan bimbingan dalam akademik selama penulis menjadi mahasiswa.
(20)
3. Bapak Drs. I Gede Sidemen, M.Si., selaku pembimbing utama, Terimakasih atas segala bimbingan, motivasi dan kepercayaan diri yang bapak berikan dalam proses penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Dr.Bartoven Vivit N. Sos.,M.Si., selaku Dosen Pembahas. Terimakasih atas semua masukan serta saran-saran yang telah diberikan dalam proses penyempurnaan skripsi ini.
5. Terimakasih banyak kepada seluruh dosen-dosen sosiologi yang telah banyak memberikan ilmu dan inspirasi besar dalam hidup penulis, Ibu Anita, Ibu Paraswati, Ibu Dewi, Ibu Vivit, Ibu Yuni, Ibu Erna, Pak Ikram, Pak Syani, Pak Sus, Pak Gede, Pak Bintang, Pak Suwarno, Pak Fahmi, Bung Pay, Pak Hartoyo, serta Pak Gunawan. Terimakasih untuk setiap pengetahuan dan motivasi baru yang penulis peroleh setiap harinya selama kuliah.
6. Seluruh staff dan karyawan FISIP Universitas Lampung yang telah membantu keperluan administrasi selama penulis menjadi mahasiswi di FISIP Universitas Lampung.
7. Seluruh keluarga besarku yang tiada henti-hentinya memberikan semangat, dukungan papa dan mama ( terimakasih atas segala doa dan kasih sayangmu yang selalu menjadi kekuatanku), Ete ami, ete ana, ete yanti, kak nina, kak manda, mas agus (terimakasih dukungannya dan doanya).
8. Sahabat ku, Hesti, Dwi, Nia, Fitri, Suspa, Cece dan Arum Terimakasih atas kebersamaannya, Canda, tawa, haru, duka kita jalanin bersama di Sosiologi, aku bahagia, aku bangga dan aku bersyukur memiliki kalian semua dalam sejarah hidupku.
(21)
untuk memulai hidup baru dan mengarungi dunia luar. Terimakasih telah mewarnai hidupku di dunia kampus.
10. Alumni Sosiologi, khusunya Mba Monna, Mba Gita. Terimakasih atas masukan dan sarannya dalam akademik maupun dalam pembuatan skripsi. 11. Kawan-kawan KKN Mulyo Aji, Taufiqurrohman, Virgi caksono, Susi Susanti,
Tri Hana Pratiwi, dan Vike Youdit, Terimakasih untuk kebersamaan kita, kekompokan kita, perbedaan mengajarkan banyak hal yang sebenarnya sangat besar.
12. Seluruh pihak yang berperan besar dalam perjalanan penulis mencapai semua ini, penulis ucapkan terimakasih sebesar-besarnya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis mohon maaf dan semoga skripsi ini dapat diterima di masyarakat. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi untuk seluruh pihak. Semoga kita semua selalu dalam lindungan-Nya dan senantiasa menjadi orang-orang yang istiqomah berada di jalan-Nya. Aamiin.
Wassalamu alaikum Wr.Wb.
Bandar Lampung, 11 Februari 2016 Penulis,
(22)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengkaji tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi keluarga pemulung tentang pendidikan anak, untuk dapat mengetahui bagaimana persepsi pemulung terhadap tingkat pendidikan pada anak-anak mereka serta, seberapa pentingnya arti sebuah pendidikan pada masyarakat miskin terutama pada keluarga pemulung. Pendidikan merupakan hal utama dalam menunjang masa depan seorang anak menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Namun, banyak dari pemulung yang menyatakan pendidikan merupakan barang yang cukup mahal.
Masyarakat miskin pada umumnya menganggap pendidikan adalah suatuhal yang jauh dari kehidupan mereka karena, untuk memenuhi kebutuhan hidup saja terbilang sulit atau serba kekurangan terutama dalam hal menyekolahkan anak-anak mereka. Kemiskinan adalah keadaan yang dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Terjadinya kemiskinan penyebabkan kelangkaan dalam memenuhi kebutuhan dasar, atau sulitnya dalam akses sebuah pendidikan.
Menurut Nasikun (1995), kemiskinan adalah sebuah fenomena multifaset, multidimensional, dan terpadu. Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam
(23)
kondisi kekurangan sandang, pangan, dan papan. Hidup dalam kemiskinan seringkali juga berarti akses yang rendah terhadap berbagai ragam sumberdaya dalam memperoleh sarana pemenuhan kebutuhan hidup yang paling dasar, tertuma dalam bidang pendidikan untuk anak.
Kemiskinan merupakan sebuah masalah dalam pembangunan yang ditandai dengan pengangguran, keterbelakangan, serta keterpurukan. Masyarakat miskin lemah dalam kemampuan berusaha dan mempunyai akses yang terbatas dalam upaya mendapatkan pendidikan layak dan kegiatan sosial ekonomi. Oleh karena itu, apabila suatu negara ingin dapat terlepas dari sebuah jurang kemiskinan, dan mendapat kemajuan, serta perkembangan dalam segala aspek kehidupan, maka prioritas utama dalam pembangunan adalah pembangunan di bidang pendidikan (Arya Budi, 2013).
Dapat disimpulkan, bahwa kehidupan pemulung yang masih sangat rendah dari taraf kehidupan yang layak ini sangat sulit untuk dapat menyekolahkan anak-anak mereka dikarenakan biaya kehidupan yang terus meningkat setiap tahunnya. Akibatnya dari itu, banyak anak yang mengalami putus sekolah atau tidak sekolah dari keluarga miskin (pemulung) serta yang didukung dengan pola pikir mereka yang kurang peduli akan pendidikan untuk anak-anaknya.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1998 belum menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan sebelum krisis ekonomi. Pada tahun 2007, jumlah penduduk miskin mencapai 37,17 juta jiwa atau 18,6 persen dari jumlah penduduk di Indonesia. Di kota Bekasi, tahun 2009 jumlah
(24)
3
penduduk miskinnya mencapai 23.600 orang atau sama dengan 8,53 persen (Badan Pusat Statistik, 2009).
Mereka yang kehilangan pekerjaan tidak ada pilihan lain kecuali terus bekerja, bahkan sebagian dari mereka ada yang mengalihkan pekerjaannya dengan menjadi pemulung atau memanfaatkan tempat pembuangan akhir sampah (TPA) untuk mengais rejeki. Pemulung merupakan salah satu pekerjaan yang mempunyai resiko tinggi dalam kesehatan. Pemulung bekerja di TPA dan TPS yang sangat rawan dengan risiko penyakit, belum lagi potensi bahaya keselamatan yang mengancam sewaktu-waktu, seperti kejadian bencana nasional (Sony, 2008).
Fenomena merebaknya pemulung serta kemiskinan di Indonesia merupakan persoalan sosial yang kompleks. Sebagian orang memahami permasalahan ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihat dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Pemulung adalah orang-orang yang bekerja dengan memilih, memungut, dan mengumpulkan sampah atau barang bekas yang masih dapat dimanfaatkan atau barang yang dapat diolah kembali untuk dijual. Pemulung adalah sekelompok manusia yang mengalami kekurangan dalam sumberdaya sehingga kemampuan sosial ekonomi pemulung dalam membiayai pendidikan anak-anaknya sangat rendah, hal ini mengakibatkan anak-anak mereka cenderung tidak bersekolah atau putus sekolah karena harus ikut membantu orangtua mereka dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.
(25)
Hidup menjadi seorang pemulung memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, hal ini karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan jelas dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah” bagi banyak
pihak (keluarga, masyarakat, dan negara). Namun, perhatian terhadap nasib pemulung tampaknya belum begitu besar dan solutif (Amalia, 2009).
Kehidupan di kota-kota besar, dapat ditemui berbagai macam pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari, mulai dari pekerjaan yang membutuhkan keterampilan dan kepintaran, sampai pekerjaan yang tidak membutuhkan kedua hal tersebut (Arya Budi, 2013).
Berbagai macam jenis pekerjaan dilakukan oleh manusia dalam rangka untuk memenuhi kebutuhannya, salah satu jenis pekerjaan tersebut adalah pemulung. Profesi ini berhubungan dengan masalah yang akan diteliti, yaitu kehidupan pemulung di Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi. Di lokasi tersebut, masyarakat yang bekerja sebagai pemulung dengan cara mengumpulkan dan membeli barang-barang bekas dari rumah-rumah penduduk dan tempat penampungan sampah penduduk yang memiliki prospek “daur ulang”
atau reproduksi (Amalia, 2009).
Menurut Sinaga (dalam Arya Budi, 2013), faktor yang menentukan seseorang menjadi pemulung antara lain adalah tingkat pendidikan yang rendah (rata-rata tidak tamat Sekolah Dasar), serta keterampilan yang terbatas. Untuk mengatasi himpitan kesulitan dalam menjalani kehidupan agar tetap hidup, pada umumnya pemulung mengerahkan semua anggota keluarganya sebagai tenaga kerja.
(26)
5
Para pemulung memiliki pola hidup yang sangat menyedihkan. Setiap harinya para pemulung memiliki jam kerja yang sudah terpola dengan baik dan rutin dikerjakan. Pada pagi hari, para pemulung akan mempersiapkan dirinya untuk berangkat dan berlomba sampai di tempat pembuangan sampah. Setiap pemulung membawa segala perlengkapan, baik makanan atau minuman serta gancusebagai alat untuk mengambil sampah.
Semangat kerja yang ditunjukkan oleh pemulung ternyata mampu mengalahkan perasaan jijik ataupun bau busuk yang menusuk hidung, bahkan mereka tidak memikirkan bahwa di hadapan mereka tertimbun racun dan berbagai bibit penyakit yang setiap saat mengancam dan membahayakan kesehatan dan jiwa mereka.
Resiko yang paling dekat dengan pemulung sampah adalah kemungkinan terjangkitnya penyakit seperti kolera, diare, tifus, jamur kulit (gatal-gatal), dan penyakit cacingan. Penyakit-penyakit tersebut disebabkan karena kontak langsung dengan sampah serta tidak memperhatikan persoalan hygiene. Namun sejauh ini sedikit sekali para pemulung yang mau menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD) dalam bekerja setiap harinya (Lestari, 2005).
Jika berbicara mengenai kebutuhan hidup, biasanya terdiri dari beberapa tingkat kebutuhan yang mempunyai kepentingan sendiri-sendiri, yakni kebutuhan primer dan sekunder yang terdiri dari pangan, sandang, dan perumahan. Selain dari kebutuhan tersebut, pendidikan juga merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi oleh setiap manusia, hal ini karena pendidikan merupakan salah satu
(27)
sarana dalam meningkatkan taraf hidup manusia, mengubah pola pikir seseorang menjadi rasional, serta berwawasan (pengetahuan) yang luas.
Pendidikan merupakan dasar dari pembangunan manusia, karena pendidikan harus dilihat dalam konteks hak-hak asasi manusia, artinya setiap manusia berhak untuk memperoleh pendidikan (Usman 2004:145). Bagi keluarga miskin (termasuk pemulung), menyekolahkan anak merupakan beban yang berat. ILO dan UNICEF (dalam Usman, 2004:146) menyatakan bahwa kesempatan untuk mendapatkan pendidikan bagi anak–anak miskin sangat terbatas karena biayanya masih dirasakan mahal. Mutu pendidikan yang masih rendah mengakibatkan anak-anak tidak mempunyai motivasi untuk tetap sekolah.
Hal ini berdasarkan hasil penelitian Amalia (2009), pengamatan dan informasi yang didapatnya di lapangan menyatakan bahwa, dalam masalah pendidikan, anak-anak pemulung umumnya terbilang rendah. Pendidikan mereka paling tinggi hanya sebatas SLTP. Faktor utamanya adalah karena tidak punya uang.
Sekalipun pengaruh kemiskinan sangat besar terhadap anak-anak yang tidak bersekolah, kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah pola pikir yang pendek dan sederhana akibat rendahnya pendidikan dalam budaya Indonesia. Kepala rumahtangga, terutama ayah, mempunyai peranan yang sangat besar dalam rumahtangga, termasuk dalam mengambil keputusan boleh atau tidaknya seorang anak untuk mendapat pendidikan. Untuk mengambil keputusan tersebut, tentu akan sangat tergantung kepada persepsi atau pandangan orang tua terhadap pendidikan.
(28)
7
Dalam lingkungan keluarga, seseorang akan mempelajari sistem pengetahuan tentang norma-norma yang berlaku serta kedudukan dan peran yang diharapkan oleh masyarakat. Oleh karena itu penanaman nilai-nilai budaya dalam keluarga sangatlah penting karena merupakan dasar utama bagi pembentukan kepribadian anak.
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan sosial. Di dalam keluarga manusia pertamakali memperhatikan keinginan orang lain, belajar bekerjasama, dan belajar membantu orang lain. Pengalaman berinteraksi di dalam keluarga akan menetukan tingkahlaku dalam kehidupan sosial di luar keluarga.
Dalam bidang pendidikan, pemerintah telah berupaya mengadakan atau lebih menekankan program pendidikan wajib belajar 9 tahun. Wajib belajar adalah pemberian pelayanan kepada anak bangsa untuk memasuki sekolah dengan biaya murah dan terjangkau oleh kemampuan masyarakat banyak. Wajib belajar 9 tahun adalah sebuah tuntutan dimana seorang anak wajib menuntaskan sekolah menengah pertama. Pada umumnya penduduk di Indonesia adalah kalangan yang terbilang belum mampu dalam hal materi, sehingga pemerintah pada akhir-akhir ini selalu berusaha memberikan bantuan khusus kepada sekolah-sekolah. Bantuan itu dimaksudkan untuk meningkatkan mutu kinerja tenaga pendidik dan yang dididik.
Hal ini menunjukkan bahwa setiap warganegara, baik ekonomi, sosial, suku, maupun agama memiliki hak yang sama untuk memperoleh sebuah pendidikan. Dengan demikian, pemerintah mewajibkan dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang sebaik-baiknya bagi seluruh warga negara Indonesia.
(29)
Namun, pada kenyatanya pendidikan hanya dapat dinikmati oleh dari masyarakat golongan keluarga yang terbilang mampu, yang lain halnya dengan keluarga yang tidak mampu (termasuk keluarga pemulung), bagi mereka untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja sudah kurang, apalagi harus memikirkan biaya pendidikan bagi anaknya.
Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya. Persepsi mengandung pengertian yang sangat luas, menyangkut intern dan ekstern. Berbagai ahli telah memberikan definisi yang beragam tentang persepsi, walaupun pada prinsipnya mengandung makna yang sama. Slameto (1995:105) berpendapat bahwa persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya informasi ke dalam otak manusia. Sejalan dengan itu, Fauzi (1999: 37) menyatakan persepsi adalah menafsirkan stimulus yang telah ada di dalam otak.
Terdapat perbedaan sudut pandang dalam setiap penginderaan manusia, ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif maupun persepsi negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata. Persepsi merupakan proses mengingat atau mengidentifikasi suatu objek dengan menggunakan pengertian. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dengan berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang akan mendapatkan respon dari individu, sangat tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan.
(30)
9
Berdasarkan hal di atas, perasaan, kemampuan berfikir, dan pengalaman-pengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antar individu satu dengan individu lain. Setiap orang mempunyai kecenderungan dalam melihat benda yang sama dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah pengetahuan, pengalaman, dan sudut pandangnya.
Persepsi juga bertautan dengan cara pandang seseorang terhadap suatu objek tertentu dengan cara yang berbeda-beda dengan menggunakan alat indera yang dimiliki, kemudian berusaha untuk menafsirkannya. Banyak faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, seperti faktor dari dalam dirinya sendiri dan faktor dari luar, begitu pula yang terjadi pada kasus keluarga pemulung tentang pendidikan anak yang dipandang beragam oleh keluarga pemulung sehingga menimbulkan respon atau reaksi terhadap penting atau tidaknya pendidikan bagi anak-anak mereka.
Berdasarkan gambaran permasalahan di atas, maka peneliti ingin mengetahuai faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi keluarga pemulung tentang pendidikan anak.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka masalah yang dapat diidentifikasikan adalah:
1. Kurangnya kesadaran atau kepedulian masyarakat miskin (termasuk pemulung) terhadap pendidikan anak yang lebih baik lagi.
(31)
2. Masyarakat pemulung memiliki tingkat pendidikan rendah.
3. Banyak anak-anak yang tidak bersekolah dan anak putus sekolah dari keluarga pemulung.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah, faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak ?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.
E. Manfaat Penelitian
Temuan yang dihasilkan dari penelitian ini nantinya diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam kaitannya dengan penyusunan kebijakan pendidikan, khususnya bagi anak dari keluarga pemulung yang kondisi ekonominya serba terbatas.
2. Dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi masyarakat umum dalam membenahi pendidikan anak untuk masa yang akan datang.
(32)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Masyarakat Miskin
1. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan didefinisikan dalam berbagai versi, tetapi secara umum kemiskinan membicarakan suatu standar tingkat hidup yang rendah. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan menjadi penyebab kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Kemiskinan adalah suatu kondisi yang dialami seseorang atau sekelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi (BAPPENAS, dalam BPS, 2002).
Hidup dalam kemiskinan seringkali juga berarti akses yang rendah terhadap berbagai ragam sumberdaya dan aset produktif yang sangat diperlukan untuk dapat memperoleh sarana pemenuhan kebutuhan hidup yang paling dasar, antara lain informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kapital. Lebih dari itu, hidup dalam kemiskinan seringkali juga hidup dalam alienasi, yaitu akses yang rendah terhadap kekuasaan, dan oleh karena itu pilihan-pilihan hidup menjadi sempit dan pengap (Nasikun, 1995).
(33)
Kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak dalam masyarakat, kemiskinan adalah ketidaksanggupan mendapatkan barang dan pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial yang terbatas juga mengungkapkan bahwa kemiskinan biasanya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.
Kemiskinan adalah fenomena yang tidak akan pernah habis untuk diperbincangkan. Berbagai strategi dalam pengentasan kemiskinan telah banyak dilakukan untuk mengatasi persoalan tersebut, tetapi masih saja formulasi pengentasan kemiskinan tersebut belum mampu sepenuhnya menyelesaikan persoalan kemiskinan itu sendiri.
Mubyarto (1987) memandang kemiskinan sebagai suatu kehidupan dimana orang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, khususnya pangan. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia akan tercapai apabila seseorang memiliki penghasilan yang tetap. Dengan demikian, dari pengertian-pengertian kemiskinan yang telah dipaparkan, yang dimaksud dengan kemiskinan adalah suatu kehidupan dimana orang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar, seperti kebutuhan pangan, sosial, dan pendidikan dikarenakan kurangnya ketertersedian sumber ekonomi dalam bentuk materi maupun non materi yang diperlukan untuk menunjang kehidupan masyarakat.
Kemiskinan dapat ditentukan dengan cara membandingkan tingkat pendapatan individu atau keluarga dengan pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasar minimum. Dengan demikian, tingkat pendapatan minimum
(34)
✂ ✄
merupakan pembatas antara keadaan miskin dan tidak miskin. Konsep kemiskinan seperti ini dikenal sebagai konsep kemiskinan absolut. Pada kondisi lain bila tingkat pendapatan sudah mencapai tingkat pemenuhan kebutuhan dasar minimum, tetapi masih lebih rendah bila dibandingkan dengan pendapatan masyarakat di sekitarnya, konsep kemiskinan seperti ini dikenal sebagai kemiskinan relatif (Esmara, 1986).
Dengan demikian, sekurang-kurangnya ada dua pendekatan yang digunakan untuk pemahaman tentang kemiskinan, yaitu pendekatan absolut dan pendekatan relatif. Pendekatan pertama adalah perspektif yang melihat kemiskinan secara absolut, yaitu berdasarkan garis absolut yang biasanya disebut dengan garis kemiskinan Syahrir (dalam Arya Budi, 2013). Pendekatan yang kedua adalah pendekatan relatif, yaitu melihat kemiskinan itu berdasarkan lingkungan dan kondisi sosial masyarakat.
Pendekatan yang sering digunakan oleh para ahli ekonomi adalah pendekatan dari segi garis kemiskinan (poverty line). Garis kemiskinan diartikan sebagai batas kebutuhan minimum yang diperlukan seseorang atau rumahtangga untuk dapat hidup dengan layak. Akan tetapi, diantara para ekonom terdapat perbedaan dalam menetapkan tolak ukur yang digunakan untuk menetapkan garis kemiskinan tersebut.
Indikator utama kemiskinan berdasarkan batasan yang telah dipaparkan di atas dapat dilihat dari berbagai aspek. Indikator-indikator kemiskinan menurut adalah sebagai berikut:
(35)
1) Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan.
2) Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan. 3) Terbatasnya akses dan rendahnya mutu pelayanan pendidikan. 4) Terbatasnya akses terhadap air bersih.
5) Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah.
6) Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam.
7) Lemahnya jaminan rasa aman, lemahnya partisipasi, dan besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi atau urbanisasi.
2. Jenis Kemiskinan
Menurut Suparlan (1985), kemiskinan yang terjadi di Indonesia secara sosiologis memiliki beberapa pola, yaitu:
1. Kemiskinan Individu
Kemiskinan individu terjadi karena adanya kekurangan-kekurangan yang dipandang oleh seseorang mengenai syarat-syarat yang diperlukan untuk mengatasi dirinya dari lembah kemiskinan.
2. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif merupakan pengertian yang disebut dengan social economics status atau disingkat dengan SES (biasanya untuk keluarga atau rumahtangga). Dalam hal ini diadakan perbandingan antara kekayaan materil dari keluarga atau rukun tetangga di dalam suatu komunitas teritorial.
(36)
✝ ✞
3. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh struktur sosial ekonomi yang sedemikian rupa sehingga masyarakat menjadi bagiannya. Kemiskinan struktural dipahami sebagai kemiskinan yang terjadi disebabkan oleh ketidakmerataan sumberdaya karena struktur dan peran seseorang dalam masyarakat.
4. Kemiskinan Budaya
Kemiskinan budaya adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu masyarakat di tengah-tengah lingkungan alam yang mengandung banyak bahan mentah yang bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki taraf hidup.
B. Tinjauan tentang Keluarga Pemulung
1. Definisi Keluarga
Keluarga adalah rumahtangga yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi instrumental mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya yang berada dalam suatu jaringan (Fitzpatrick, 2004).
Terdapat beberapa definisi keluarga dari beberapa sumber, yaitu:
• Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga
(37)
• Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumahtangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.
• Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
2. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga (dalam Febriyaningsih, 2012) dapat dibagi menjadi enam, yaitu:
a. Fungsi afektif, merupakan fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.
b. Fungsi sosialisasi, adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
c. Fungsi reproduksi, adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi, adalah fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
(38)
17
e. Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan, yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.
f. Fungsi Pendidikan, penanaman keterampilan, tingkahlaku, dan pengetahuan dalam hubungan dengan fungsi-fungsi lain.
3. Definisi Pemulung
Pemulung adalah bentuk aktivitas dalam mengumpulkan bahan-bahan bekas yang masih bisa dimanfaatkan (daur ulang). Aktivitas tersebut terbagi ke dalam tiga klasifikasi, yaitu agen, pengepul, dan pemulung.
Pekerjaan pemulung dianggap memiliki konotasi negatif. Para pemulung tidak diberikan upah kerja, baik dalam sistem harian atau bulanan. Upah kerja para pemulung didasarkan atas jumlah (dalam bentuk berat benda atau barang), seperti kertas dan kardus barang-barang bekas yang dikumpulkan (Sutardji, 2009).
Ada dua jenis pemulung:
1) Pemulung lepas, yaitu pemulung yang bekerja sebagai swausaha dan yang tergantung pada seorang bandar yang meminjamkan uang kepada mereka dan memotong uang pinjaman tersebut saat membeli barang dari pemulung.
2) Pemulung berbandar, yaitu pemulung yang hanya boleh menjual barangnya ke bandar. Tidak jarang bandar memberi pemondokan kepada pemulung, biasanya di atas tanah yang didiami bandar, atau dimana terletak tempat penampungan barangnya.
(39)
Dalam menjalani pekerjaannya, pemulung dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pemulung yang menetap dan pemulung yang tidak menetap.
1) Pemulung menetap adalah pemulung yang bermukim di gubuk-gubuk kardus, tripleks, terpal atau lainnya di sekitar tempat pembuangan akhir sampah.
2) Pemulung yang tidak menetap, adalah pemulung yang mencari sampah dari gang ke gang, jalanan, tong sampah warga, pinggir sungai, dan lainnya.
Menurut Sinaga (2008), faktor yang menentukan seseorang menjadi pemulung antara lain adalah tingkat pendidikan yang rendah (rata-rata tidak tamat Sekolah Dasar), serta keterampilan yang terbatas. Untuk mengatasi himpitan kesulitan dalam menjalani kehidupan agar dapat tetap hidup, pada umumnya pemulung mengerahkan semua anggota keluarganya sebagai pemulung. Kondisi seperti ini secara tidak langsung menyebabkan anak-anak pemulung pun tidak bersekolah.
Dengan demikian secara umum pemulung berpendidikan rendah sehingga sangat sulit bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan sesuai bidang yang mereka miliki dan terpaksa memilih menjadi seorang pemulung.
Pada umumnya tingkat pendidikan seseorang sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya pendapatan yang diperoleh. Seperti diungkapkan oleh Sinaga (2008), bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi peluang kerja serta semakin tinggi pendapatan dan status sosialnya. Dengan demikian dapat di asumsikan bahwa pemulung rata-rata berpenghasilan rendah karena tingkat pendidikan pemulung yang rendah. Hasil penelitian Sutardji (2009) menyatakan bahwa pendapatan pemulung setiap harinya jauh dari standard pemenuhan
(40)
19
kebutuhan hidup. Pendapatan pemulung tidak teratur dan tidak dapat dipastikan (tergantung dari banyak sedikitnya barang yang diperoleh).
Pendapatan pemulung diperoleh dari hasil pengumpulan barang-barang bekas di tempat sampah dan hasilnya digunakan untuk makan. Dengan pendapatan yang rendah, kebanyakan pemulung tinggal di gubuk-gubuk dari bahan bekas, seperti triplek, kayu, seng, karung terpal, dan lainnya.
Pemulung adalah golongan masyarakat miskin dimana akhir-akhir ini tumbuh di perkotaan sebagai akibat dari suatu konsep pembangunan. Kemiskinan yang menerpa kehidupan pemulung mengakibatkan tingkat kesejahteraan, baik dari segi sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan sangatlah memperihatinkan.
4. Interaksi Sosial Pemulung
Para pemulung umumnya memiliki pergaulan yang terbatas dan relasi yang sempit. Jaringan sosial pemulung secara horizontal (hubungan dengan sesama pemulung) terlihat cukup baik. Mereka saling tolong menolong antar sesamanya. Jika ada diantara mereka yang terkena musibah, mereka meminta pertolongan pada kawan seprofesi.
Jaringan sosial pemulung secara vertikal (hubungan dengan kelompok atas dan bawah), terlihat cukup baik pula. Antara kelompok atas dan bawah saling berkepentingan. Kelompok bawah (pemulung) membutukan kelompok atas (bos kecil atau agen) yang menjadi “penampung” barang bekas yang telah berhasil dikumpulkan pemulung. Tidak hanya kelompok bawah yang bergantung kepada kelompok atas, kelompok atas pun memiliki kepentingan pada kelompok bawah karena agen membeli barang-barang bekas yang dikumpulkan oleh para pemulung.
(41)
Agen biasanya menyediakan minum dan makan sebagai biaya sosial. Hal itu juga untuk mempertahankan hubungan baik antara pemulung dengan “penampung”
atau agen. Jika memerlukan uang untuk biaya pendidikan anaknya, biasanya pemulung tidak segan untuk meminjam uang kepada agen atau bos kecil.
Pemulung dapat melakukan kerjasama dalam bentuk uang yang disumbangkan secara sukarela terhadap sesama pemulung yang terkena musibah, sedangkan pihak bos kecil dan bos besar atau agen, biasanya memberikan bantuan seperti pinjaman uang (jika dalam jumlah yang besar), sedangkan jika dalam jumlah kecil, biasanya diberikan secara sukarela.
5. Jam Kerja Pemulung
Waktu bekerja para pemulung sehari-hari biasanya mulai dari pukul 07.00-19.30 WIB, tetapi pada saat yang lain bisa saja berangkat memulung pada pukul 10.00 WIB dan pada pukul 12.00 WIB mereka kembali ketempat tinggalnya untuk istirahat dan makan siang. Mereka beristirahat sampai pukul 15.00 WIB, kemudian kembali memulai pekerjaannya pada pukul 15.00 -19.00 WIB. Para pemulung menyatakan bahwa waktu memulung itu sudah tertentu, kalau mereka memulung di luar waktu yang tertentu tadi, mereka biasanya bisa saja dituduh bukan pemulung, melainkan pencuri.
Mereka rela berkorban untuk direndahkan martabatnya tanpa mempunyai pamrih untuk menggugatnya. Mereka rela diberi persepsi negatif sebagai maling tanpa punya pamrih untuk melakukan pemberontakan. Mereka juga merelakan dirinya dipanggang terik matahari demi memenuhi tuntutan perut sanak keluarganya (Oliver dan Sandra, 2007).
(42)
21
C. Tinjauan tentang Pendidikan Anak
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara yang berlaku sesuai dengan kebutuhan. Pendidikan merupakan tahap kegiatan yang bersifat kelembagaan yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap, dan sebagainya.
Menurut Mudyahardjo (2004), pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang, keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan pengajaran atau latihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peran dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat dimasa yang akan datang.
Pengertian pendidikan dapat juga diartikan sebagai usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan terencana dengan tujuan mengubah tingkahlaku manusia (anak didik) ke arah yang diinginkan. Dalam hubungan dengan pengembangan kebudayaan nasional, pendidikan merupakan suatu wadah untuk mengkreativitaskan kebudayaan (Jarkasi, 1996).
Sebenarnya pendidikan tidak hanya berarti penanaman nilai–nilai budaya, tetapi lebih dari itu, pendidikan merupakan suatu proses pemeliharaan, pembinaan, dan penumbuhan dari nilai–nilai yang diharapkan dapat dilakukan dalam tiga pusat pendidikan, yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah.
(43)
Sekolah merupakan kebutuhan setiap orang dan oleh karenanya investasi masyarakat semakin banyak ditanam di sekolah. Jarkasi (1996) menambahkan bahwa sekolah memiliki dua tujuan yaitu:
1) Tujuan yang menitikberatkan pada aspek individual, yakni mengembangkan anak didik secara optimal agar kelak menjadi pribadi yang bebas dan pandai memikirkan serta merencanakan masa depan yang lebih baik.
2) Tujuan yang lebih menekankan aspek sosial, yakni memindahkan warisan-warisan budaya yang penting untuk kebaikan dan kesejaterahaan hidup serta kehidupan bersama.
Pendidikan merupakan sarana yang paling strategis untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Artinya melalui pendidikan kualitas hidup manusia dapat di tingkatkan. Dengan kualitas yang meningkat, produktivitas individual pun akan meningkat. Selanjutnya jika secara individual produktivitas manusia meningkat maka secara komunal produktifitas bangsa akan meningkat (Widi Astono, 2004).
2. Pendidikan Anak
Pendidikan pada dasarnya merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa. Oleh karena itu setiap warga negara wajib mengikuti jenjang pendidikan, baik jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Menurut Byrnes dalam (Felicia, 2011), pendidikan anak akan memberikan persiapan kepada anak untuk menghadapi masa-masa ke depannya, yang paling dekat adalah menghadapi masa sekolah. Selanjutnya menurut Byrnes pendidikan anak itu penting karena pada saat inilah anak mendapatkan pendidikan yang
(44)
23
paling bagus. Di usia inilah anak-anak harus membentuk kesiapan dirinya menghadapi masa sekolah dan masa depan. Investasi terbaik yang bisa diberikan untuk anak adalah persiapan pendidikan mereka.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Anak
Pendidikan tidak bisa terlepas dari beberapa faktor-faktor yang ada, karena di dalam pelaksanaan pendidikan itu ada suatu lembaga pendidikan yang tidak bisa terlepas dari faktor-faktor pendidikan supaya pendidikan tersebut dapat terlaksana dengan baik. Apabila salah satu faktor tidak terlaksana maka mutu pendidikan tidak dapat tercapai dengan baik, karena faktor yang satu dengan yang lainnya saling melengkapi dan saling berhubungan.
Terdapat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pendidikan, yaitu sebagai berikut:
• Faktor Tujuan.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan maka faktor tujuan perlu diperhatikan, sebab mutu suatu lembaga pendidikan yang berjalan tanpa berpegang pada tujuan akan sulit mencapai apa yang diharapkan. Untuk meningkatkan mutu pendidikan, sekolah senantiasa harus berpegang pada tujuan sehingga mampu menghasilkan output yang berkualitas.
• Faktor Alat.
Yang dimaksud dengan faktor alat (alat pendidikan) adalah segala usaha atau tindakan dengan sengaja yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat pendidikan ini merupakan masalah yang esensial dalam pendidikan, karena itu perlu dilakukan upaya untuk menyediakan alat-alat tersebut. Yang dikatagorikan
(45)
sebagai alat pendidikan adalah sesuatu yang dapat memenuhi tercapainya tujuan pendidikan, yaitu sarana, prasarana, dan kurikulum.
• Faktor Lingkungan masyarakat.
Kemajuan pendidikan sedikit banyak dipengaruhi oleh masyarakat (termasuk orang tua siswa) karena tanpa adanya bantuan dan kesadaran dari masyarakat sulit untuk melaksanakan peningkatan mutu pendidikan. Sekolah dan masyarakat merupakan dua kelompok yang tidak dapat dipisahkan dan saling melengkapi satu sama lainnya. Karena itu dibentuklah Komite Sekolah berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan No 044/V/2002 tentang Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, maka otonomi sekolah bermitra kerja dengan Komite Sekolah. Peran Komite Sekolah memberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan, mendukung penyelenggaraan pendidikan, mengontrol, dan mediator antara pemerintah dan masyarakat
Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia, yaitu:
1. Faktor internal
Meliputi jajaran dunia pendidikan, baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan. Dalam hal ini, intervensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.
(46)
25
Adalah masyarakat pada umumnya, dimana masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan, yaitu sebagai objek dari pendidikan.
Dalam proses belajar mengajar di institusi pendidikan, banyak faktor yang mempengaruhi kesuksesan dan keterpurukan dalam pendidikan. Keberhasilan dalam pendidikan memiliki tiga faktor utama, yaitu:
1. Sekolah
Sekolah merupakan salah satu kunci keberhasilan siswa. Namun demikian, banyak yang berfikir bahwa sekolah itu merupakan satu-satunya kunci kesuksesan anak sehingga mereka ngotot menyekolahkan anaknya di tempat yang mahal. Karena timbulnya pandangan seperti ini maka timbul pula pandangan lain yang menganggap bahwa semua sekolah itu sama, tergantung pada siswanya. Kedua-duanya benar, tapi kesalahan terjadi ketika orang hanya mengikuti paham yang pertama tanpa memperhatikan paham yang kedua. Dalam situasi yang seperti ini pasti akan terjadi kedaaan dimana orang tua lepas tangan untuk mengurusi pendidikan anak, sebaliknya kalau hanya berpegang pada paham yang kedua saja maka akan muncul keadaan dimana sekolah tidak mendukung minat dan bakat siswa.
Jadi intinya orang tua harus bisa menemukan sekolah yang bisa membangun komunikasi yang baik antara sekolah dan orang tua. Sekolah yang baik juga punya fasilitas yang mendukung minat dan bakat siswa.
(47)
2. Orang Tua
Orang tua yang partisipasif dalam pendidikan anak sangat baik untuk perkembangan mental anak dan kesuksesan proses belajar mengajar. Orang tua bisa berpartisipasi dalam menuntun anak pada minat yang tepat sehingga mereka bisa sukses kelak. Orang tua juga sangat berperan untuk berkomunikasi dengan guru pengajar untuk membimbing anaknya belajar. Jika peran orang tua diabaikan, anak tentu akan sulit berhasil dalam pendidikannya. Tapi tetap saja peran orang tua harus pada komposisi yang tepat, di mana tidak boleh berlebihan sehingga membuat anak nyaman untuk bersosialisasi karena ada juga tipe orangtua yang terlalu berlebihan sehingga anak tidak nyaman bergaul dengan teman temannya
3. Lingkungan
Faktor lain yang tidak kalah penting adalah lingkungan tempat anak menjalankan proses belajar dan mengajar. Lingkungan yang dimaksud ialah pergaulan si anak. Orang tua berperan penting disini untuk memberikan pandangan mencari teman yang baik dan bisa membawa anak berkembang ke arah yang lebih baik. Orang tua hendaklah menjaga anak tidak terlalu protektif dan tidak juga terlalu bebas, yang terpenting adalah anak nyaman bersosialisasi dan juga tetap tidak menyimpang.
4. Kendala Pemulung dalam Mengakses Pendidikan
Kemiskinan menjadi salah satu tema utama pembangunan. Keberhasilan dan kegagalan pembangunan diukur berdasarkan perubahan pada tingkat kemiskinan. Pemulung merupakan sekelompok manusia yang mengalami kekurangan sumberdaya sehingga kemampuan sosial ekonomi pemulung dalam membiayai
(48)
27
pendidikan anaknya menjadi sangat rendah. Hal ini mengakibatkan anak-anak mereka cenderung tidak bersekolah karena harus ikut membantu orangtua dalam memenuhi kebutuhan keluarganya (Arya Budi, 2013).
Meskipun pemerintah sudah membuat kebijakan di bidang pendidikan, namun yang terjadi, pendidikan yang layak hanya bisa dirasakan oleh kaum atau golongan menengah ke atas saja, hal ini dikarenakan biaya pendidikan yang mahal, sehingga pemulung tidak dapat mengenyam pendidikan yang layak. Padahal salah satu strategi untuk mengentaskan kemiskinan adalah melakukan pemerataan pendidikan. Hal ini mengingat pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia. Dengan demikian kualitas sumberdaya manusia tergantung dari kualitas pendidikan. Oleh karena itu pemerataan pendidikan terhadap masyarakat secara luas dan menyeluruh sangat diperlukan.
Adapun kendala-kendala yang mempengaruhi keluarga pemulung dalam memperoleh akses pendidikan menurut Arya Budi (2013) adalah sebagai berikut:
a. Motivasi Keluarga
Pemulung umumnya memandang pendidikan sebagai sesuatu yang tidak penting, hal ini merupakan salah satu penyebab terjadinya putus sekolah di Indonesia. Pemulung merupakan sekelompok manusia yang mengalami kekurangan sumberdaya sehingga kemampuan sosial ekonominya dalam membiayai pendidikan anak-anaknya sangat rendah.
Rendahnya kondisi sosial ekonomi pemulung berkorelasi positif dengan rendahnya motivasi keluarga pemulung terhadap pendidikan, hal ini
(49)
mengakibatkan anak-anak mereka cenderung mengikuti pola orangtuanya, sehingga anak-anak mereka cenderung tidak bersekolah dan membantu orangtuanya dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
b. Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
c. Lingkungan Keluarga
Keluarga sebagai entitas terkecil dalam masyarakat merupakan bagian yang sangat sentral dalam membangun karakter anak. Keberhasilan anak tidak ditentukan oleh pendidikan formal semata, tetapi juga pendidikan dalam keluarga. Selain itu, komunikasi yang baik antara anak dan orangtua menjadi kunci dalam membangun keluarga. Keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam pemahaman seorang anak untuk memahami pelajaran di sekolahnya. Sekolah saja tidak cukup untuk melakukannya, sehingga perlu dilakukan kerjasama yang baik antara keluarga dengan pihak sekolah agar anak dapat dengan mudah memahami pembelajaran di sekolahnya.
Namun realita yang terjadi, kerjasama antara pihak keluarga dengan pihak sekolah sampai saat ini tidak terjalin dengan baik (khususnya pada keluarga pemulung). Hal ini dikarenakan seluruh anggota keluarga pemulung disibukkan dengan aktivitas pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari.
(50)
29
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Pemulung tentang Pendidikan Anak
1. Definisi Persepsi
persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi yang identik dengan penyediaan balik (decoding) dalam proses komunikasi selanjutnya, persepsilah yang menentukan kita memilih pesan dan mengabaikan pesan.
Persepsi dapat diartikan sebagai pengalaman tentang objek peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi dapat datang dari luar diri individu dan juga dari dalam diri individu. Persepsi setiap individu dipastikan memiliki perbedaan, tergantung bagaimana indrawi seseorang tersebut memandang objek yang dipersepsinya.
Persepsi orang terhadap suatu objek akan dipengaruhi oleh sejauhmana pemahamannya terhadap objek tersebut. Persepsi yang belum jelas atau belum dikenal samasekali tidak dapat memberikan makna. Persepsi akan timbul setelah seseorang atau sekelompok manusia terlebih dahulu merasakan kehadiran suatu objek, dan setelah dirasakan akan menginterpretasikan objek yang dirasakan dan memahami objek sosial tersebut.
2. Syarat Terjadinya Persepsi
syarat-syarat terjadinya persepsi adalah sebagai berikut:
a. Adanya objek: objek stimulus alat indra (reseptor) stimulu yang berasal dari luar individu (langsung mengenai alat indra/reseptor) dan dari
(51)
dalam diri individu (langsung mengenai saraf sensoris yang bekerja sebagai reseptor.
b. Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan persepsi. c. Adanya alat indra sebagai reseptor penerima stimulus.
d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak (pusat saraf atau pusat kesadaran) dari otak di bawah melalui saraf motoris sebagai alat untuk mengadakan respon.
3. Proses Persepsi
Persepsi melewati beberapa proses (Sunaryo, 2002), yaitu:
a. Proses fisik (kealaman) objek stimulus reseptor atau alat indra.
b. Proses fisilogis stimulus saraf sensoris otak.
c. Proses psikologis proses dalam otak sehingga individu menyadari stimulus yang diterima.
Jadi, syarat untuk terjadinya persepsi adalah perlu ada proses fisik, fisiologi, dan psikologi. Dapat digambarkan sebagai berikut.
(52)
31
Gambar 1. proses terjadinya pesepsi
(Sumber : Sunaryo, Psikologi untuk Kesehatan, 2002)
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Persepsi
Terbentuknya persepsi pada diri individu dipengaruhi oleh banyak hal, seperti dijelaskan di bawah ini:
1. Perhatian, biasanya tidak menangkap seluruh rangsang yang ada disekitar kita sekaligus, tetapi memfokuskan perhatian pada satu atau dua objek saja. Perbedaan fokus perhatian antara satu orang dengan orang yang lain akan menyebabkan perbedaan persepsi.
2. Set, adalah harapan seseorang akan rangsang yang akan timbul. Perbedaan set akan menyebabkan adanya perbedaan persepsi.
3. Kebutuhan, baik kebutuhan sesaat maupun menetap pada diri individu akan mempengaruhi persepsi orang tersebut. Kebutuhan yang berbeda akan menyebabkan persepsi bagi tiap individu.
Otak Stimulus Reseptor
Saraf sensorik Otak
Saraf motorik
(53)
4. Sistem Nilai, dimana sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat juga berpengaruh pula terhadap persepsi.
5. Ciri Kepribadian, dimana pola kepribadian yang dimiliki oleh individu akan menghasilkan persepsi yang berbeda.
5. Persepsi Pemulung tentang Pendidikan Anak
Pemulung umumnya melihat pendidikan sebagai sesuatu hal yang tidak begitu penting, hal ini merupakan salah satu penyebab terjadinya putus sekolah. Pemulung merupakan sekelompok manusia yang mengalami kekurangan sumberdaya, sehingga kemampuan sosial ekonominya dalam membiayai pendidikan anak-anaknya sangat rendah.
Menurut Sinaga (dalam Arya Budi,2013), kondisi sosial ekonomi masyarakat miskin berkorelasi positif dengan rendahnya motivasi pemulung terhadap pendidikan. Hal ini mengakibatkan anak-anak mereka cenderung mengikuti pola fikir orangtuanya sehingga anak-anak merekapun tidak bersekolah dan membantu orangtuanya dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
Dapat disimpulkan bahwa persepsi pemulung tentang pendidikan dilatarbelakangi oleh penghasilan yang rendah. Hal ini disebabkan karena bagi pemulung pemenuhan kebutuhan primer merupakan hal yang paling utama. Selain itu, pendidikan pemulung yang rendah dan budaya pemulung yang menganggap anak merupakan aset ekonomi yang dapat membantu pekerjaan tanpa harus membayarnya, juga merupakan faktor penyebab lain. Persepsi pemulung dapat memberikan hasil yang baik jika keluarga pemulung memandang pendidikan adalah hal yang penting untuk didapatkan oleh anak, dan dapat membentuk pola
(54)
33
pikir pada anak, yang akan memperbaiki kehidupannya menjadi lebih baik dimasa yang akan datang. Tapi jika pemulung menganggap pendidikan untuk anak mereka tidak terlalu penting dalam merubah pola kehidupan untuk menjadi lebih baik dari pada sebelumnya, maka para pemulung tidak akan menyekolahkan anak-anak mereka serta menganggap menyekolahkan anak-anak mereka sama saja dengan membuang-buang uang.
E. Kerangka Pikir
Dalam kerangka berpikir ini terdapat variabel X yaitu: (1) faktor internal, dan (2) faktor external. Faktor internal ini adalah jumlah anak, tingkat pendidikan pemulung, dan pendapatan keluarga, sedangkan faktor external meliputi lingkungan tempat tinggal, biaya pendidikan dan dukungan pendidikan di lingkungan tempat tinggal. dari beberapa faktor ini, dapat dilihat apakah faktor ini dapat mempengaruhi persepsi pada pemulung tentang pendidikan anak. Keterkaitan antar variabel dapat digambarkan dalam kerangka pemikiran berikut:
(55)
Variabel (X)
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Pemulung tentang Pendidikan Anak.
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ho: Tidak ada korelasi antara jumlah anak dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.
Ha: Ada kolerasi antara jumlah anak dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.
1. Faktor Internal • Jumlah anak • Tingkat
pendidikan pemulung • Pendapatan
keluarga Persepsi pemulung
tentang pendidikan anak
(Y) 2. Faktor External
• Lingkungan tempat tinggal • Biaya
pendidikan • Dukungan
pendidikan di lingkungan tempat tinggal
(56)
35
Ho: Tidak ada korelasi antara tingkat pendidikan pemulung dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.
Ha: Ada kolerasi antara tingkat pendidikan pemulung dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.
Ho: Tidak ada korelasi antara pendapatan keluarga pemulung dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.
Ha: Ada korelasi antara pendapatan keluarga pemulung dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.
Ho: Tidak ada korelasi antara lingkungan tempat tinggal dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.
Ha: Ada korelasi antara lingkungan tempat tinggal dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.
Ho: Tidak ada korelasi antara biaya pendidikan dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.
Ha: Ada korelasi antara biaya pendidikan dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.
Ho: Tidak ada korelasi antara dukungan pendidikan di tempat tinggal dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.
Ha: Ada korelasi antara dukungan pendidikan di tempat tinggal dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.
(57)
A. Metode Penelitian
Setiap melakukan penelitian ilmiah perlu ditetapkan metodenya. Suatu metode penelitian akan memberikan arah dan cara untuk memecahkan permasalahan penelitian sehingga tujuannya dapat tercapai. Penentuan metode penelitian sangatlah penting karena dapat membantu mengarahkan peneliti dalam mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data penelitian.
Dalam penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak ini, peneliti menggunakan tipe penelitian eksplanatoris (explanatory/confirmatory research), dengan menggunakan metode statistika sebagai alat analisisnya.
Menurut Sugiyono (2012: 7), penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random atau secara acak, pengumpulan data menggunakan kuesioner, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
(58)
✠ ✡
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bantar Gebang, Kelurahan Sumur Batu, Kota Bekasi. Alasan dipilihnya lokasi ini karena lokasi tersebut dapat dijangkau oleh peneliti dan sesuai dengan fenomena sosial yang akan diteliti. Selain itu dapat dipastikan bahwa di lokasi tersebut terdapat keberagaman faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak sehingga dapat lebih mudah untuk mengamati dan meneliti terkait dengan persepsi pemulung tentang pendidikan anak.
C. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel
Definisi konseptual ditentukan untuk memudahkan pemahaman dan menafsirkan berbagai macam konsep yang berkaitan dengan penelitian. Black (1999: 46) mengemukakan bahwa definisi operasional adalah petunjuk tentang bagaimana variabel diukur. Dengan melihat definisi konsep dan operasional variabel suatu penelitian, maka seorang peneliti akan dapat mengetahui bagaimana suatu variabel yang diteliti akan diukur atau diamati dalam realitasnya.
Definisi konseptual dan operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
NO Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional Indikator 1 Persepsi pemulung tentang pendidikan anak Pandangan atau pemahaman pemulung tentang pendidikan.
Pandangan dan pemahaman pemulung tentang pendidikan anak.
•Penting atau tidaknya
pendidikan untuk anak. •Upaya-upaya
(59)
pemulung untuk menunjang pendidikan anak. 2 Jumlah anak Banyaknya anak
yang dilahirkan dari keluarga pemulung
Jumlah anak yang masih menjadi tanggungan pada keluarga
pemulung.
Jumlah anak yang masih bersekolah dan menjadi tanggungan keluarga pemulung. 3 Tingkat pendidikan pemulung Jenjang
pendidikan formal yang telah diselesaikan oleh pemulung. Pendidikan formal. •Tidak bersekolah. •SD •SMP •SMA
•PT (Perguruan Tinggi). • Tingkat pendidikan terakhir ayah. • Tingkat pendidikan terakhir ibu. 4 Pendapatan keluarga Penghasilan atau upah yang diperoleh dari bekerja sebagai pemulung setiap bulan.
Penghasilan atau upah yang diperoleh dari bekerja sebagai pemulung setiap bulan. •Penghasilan keluarga pemulung setiap bulan (yang diperoleh Ayah, ibu, dan anggota keluarga
(60)
☞ ✌
5 Lingkungan tempat tinggal
Lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan pemulung.
• Kondisi lingkungan sekitar tempat tinggal
pemulung.
•Kelengkapan fasilitas di rumah keluarga pemulung. •Kebersihan rumah •Tingkat keamanan. • Interaksi dengan tetangga. 6 Biaya pendidikan
Dana yang dengan sengaja di operasionalkan khususnya untuk memenuhi segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan pendidikan anak.
Besarnya biaya yang dikeluarkan perbulan untuk pendidikan.
(termasuk uang jajan, bayar SPP, beli buku, beli baju seragam, dan biaya lainnya yang dikeluarkan untuk menunjang
pendidikan anak).
•Jumlah uang SPP setiap bulan.
•Jumlah uang jajan anak setiap harinya.
•Jumlah uang exschool yang diikuti.
•Jumlah uang yang
dikeluarkan untuk membeli buku.
•Biaya transport sekolah.
7 Dukungan pendidikan di lingkungan Saran atau dorongan mengenai Saran atau dorongan mengenai
•Saran dan pendapat yang di berikan
(61)
tempat tinggal
pendidikan anak di lingkungan tempat tinggal pemulung
pendidikan anak di lingkungan tempat tinggal pemulung
masyarakat kepada
pemulung agar mereka mau menyekolahkan anaknya.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Arikunto (dalam T.O. Ihromi, 1999), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang menjadi kuantitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah keluarga pemulung di wilayah Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi.
Berdasarkan batasan tersebut, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kepala Keluarga di Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi yang bermatapencaharian utama sebagai pemulung (berjumlah 419 orang) yang tersebar di Kelurahan Sumur Batu.
2. Sampel
Menurut Hadi (dalam Muhammad Nisfiannoor, 2009), sampel adalah individu atau dapat dikatakan sebagai contoh atau wakil dari suatu populasi yang cukup besar. Penentuan jumlah sampel dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Yamane, yaitu:
(62)
✏ ✑
N n =
N( ) + 1
Keterangan :
N = Banyaknya anggota populasi n = Banyaknya sampel yang diteliti
d2 = Nilai presisi atau tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan peneliti (ditetapkan sebesar 10% atau 0,10)
1 = Bilangan konstanta 419
n =
419(0.1) + 1
419 n =
5.19
n= 80.732177264 (dibulatkan menjadi 81)
Jadi jumlah sampel yang diteliti adalah sebanyak 81 responden dari keluarga pemulung. Selanjutnya ditetapkan teknik pengambilan sampel menggunakan metode Simpel Random Sampling, yaitu sampel yang dipilih secara acak oleh peneliti untuk dapat memberikan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Teknik pengumpulan data merupakan langkah utama dalam proses penelitian karena tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data.
(63)
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut:
1. Angket/kuisioner
Kuesioner yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan tertulis yang diajukan oleh peneliti untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pemulung tentang pendidikan anak. Kuesioner ini akan diberikan atau disebarkan pada responden yaitu para pemulung di tempat pembuangan akhir sampah (TPAS) Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi.
2. Wawancara/interview
Wawancara adalah suatu percakapan langsung dengan tujuan-tujuan tertentu dengan menggunakan format tanyajawab yang terencana untuk mengumpulkan data atau informasi yang berhubungan dengan kelengkapan data. Wawancara ini dilakukan kepada pihak-pihak yang dinilai memahami tentang informasi yang peneliti butuhkan.
3. Observasi
Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis mengenai fenomena yang ada untuk kemudian dilakukan pencatatan. Observasi digunakan untuk mengumpulkan data melalui pengamatan dan pencatatan langsung tentang objek yang menjadi topik kajian penelitian. Teknik observasi dimaksudkan untuk mengungkapkan fenomena yang tidak diperoleh dari angket/kuesioner dan wawancara atauinterview.
(64)
✔ ✕
4. Pengumpulan Data Sekunder
Metode ini digunakan dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi tambahan yang mendukung penelitian ini agar dapat memperkuat perolehan informasi, misalnya monografi lokasi penelitian.
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Menurut Hasan (2007), pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau rumus-rumus tertentu. Pengolahan data bertujuan mengubah data mentah dari hasil pengukuran menjadi data yang lebih halus sehingga memberikan arah untuk pengkajian lebih lanjut.
Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan program pengolahan data SPSS, yaitu dengan tahap-tahap sebagi berikut:
1. Tahap editing, yaitu proses pemeriksaan kembali kuesioner yang telah terisi di lapangan (jika terdapat kesalahan atau kekeliruan, serta untuk melihat kebenaran dan kelengkapan cara pengisian).
2. Membuat format entry data di program SPSS sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di kuesioner.
3. Tahap entry data, yaitu tahap memasukkan data yang telah didapatkan dari kuesioner ke dalam komputer.
(65)
4. Processing data, yaitu pengolahan dan penyajian data, baik dalam bentuk data statistik, tabel-tabel maupun grafik untuk menginventarisir semua variabel dan hubungan antar variabel.
2. Analisa Data
Analisis data menurut Hasan (2006) adalah memperkirakan atau menentukan besarnya pengaruh secara kuantitatif dari suatu (beberapa) kejadian terhadap suatu (beberapa) kejadian lainnya, serta memperkirakan atau meramalkan kejadian lainnya. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh, baik melalui hasil kuesioner dan bantuan wawancara.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kuantitatif. Teknik analisis data di dalam penelitian ini menggunakan analisis uji korelasi (bivariate correlation), yaitu jenis statistika yang digunakan untuk mengetahui (1) ada tidaknya hubungan, (2) keeratan hubungan antara dua variabel, dan (3) untuk mengetahui arah hubungan yang terjadi. Koefisien korelasi menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara dua variabel. Karena data hasil penelitian ini berskala ordinal, maka uji korelasi yang digunakan adalah uji korelasi Rank Spearman dengan menggunakan bantuan program SSPS for Windows 17.0.
(66)
✗ ✘
Aturan mengambil keputusan:
No Parameter Nilai Interpretasi
1. Nilai korelasi yang di keluarkan oleh SPSS
ρhitung ≥0,05 Ha ditolak Ho diterima
ρhitung ≤0,05 Ha diterima Ho ditolak
2. Kekuatan korelasi ρhitung
0.000-0.199 Sangat Lemah
0.200-0.399 Lemah
0.400-0.599 Sedang
0.600-0.799 Kuat
0.800-1.000 Sangat kuat
3. Arah Korelasi ρhitung
+ (positif) Searah, semakin besar nilai xi semakin besar pula nilai yi
- (negatif) Berlawanan arah, semakin besar nilai xi semakin kecil nilai yi, dan sebaliknya
(67)
A. Gambaran Umum Kelurahan Sumur Batu
Kelurahan Sumur Batu merupakan salah satu dari delapan Kelurahan yang ada di Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Wilayah kelurahan yang terbentuk pada tanggal 19 April 2002 ini diperuntukan sebagai sentra agrobisnis/pertanian sekaligus daerah resapan air. Dari luas ± 568.955 ha area yang ada, sekitar 318 ha dipergunakan untuk pemukiman penduduk dan pertanian, sedangkan sisanya dipergunakan untuk sarana gedung perkantoran dan prasarana pendidikan serta Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang berasal dari wilayah DKI (± 20 ha) dan Kota Bekasi (± 22,5 ha).
Keberadaan lokasi TPA Bantar Gebang membawa dampak tersendiri bagi masyarakat sekitarnya, yaitu banyaknya masyarakat yang datang dari luar wilayah Kota Bekasi yang bekerja sebagai pemulung di daerah Kecamatan Bantar Gebang, tepatnya di Kelurahan Sumur Batu, bahkan penduduk lokal atau pribumi pada akhirnya ikut bekerja sebagai pemulung dengan mengumpulkan sampah-sampah plastik yang dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari serta sebagai sumber matapencaharian penduduk.
Namun demikian, terdapat permasalahan yang dihadapi dengan adanya lokasi TPA sampah di Kelurahan Sumur Batu, yaitu:
(1)
106
5. Aparatur kelurahan bekerjasama dengan Ketua RT setempat, perlu meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat, sehingga dapat menciptakan lingkungan yang baik, diharapkan berdampak pada kebiasaan para pemuda yang cenderung memanfaatkan waktu luang mereka dengan kegiatan yang lebih bermanfaat.
6. Pemerintah bekerjasama dengan pihak sekolah agar melakukan monitoring terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan agar pemerataan pendidikan dapat terlaksana dengan baik.
(2)
Abdullah, Mulat Wigati. 2006. Sosiologi untuk SMP dan MTS Kelas VII. Grasindo, Jakarta.
Ali, Zaidin. 2006. Pengantar Keperawatan Keluarga. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Amalia, Annis. 2009. “Persepsi Keluarga Pemulung tentang Pendidikan, di Kelurahan Sirantau, Kecamatan Datuk Bandar, Kota Tanjung Balai”. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Amelia, Fanny. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Persepsi. Https://miklotof.wordpress.com/2010/07/30/faktor-faktor-yang mempenga ruhi-terbentuknya -persepsi/. Diakses 13 mei 2015.
Ameriani, Aisyah. 2006. “Analisis Karakteristik Pemulung, Karakteristik Kerja, Hubungan Sosial, dan Kesejahteraan Pemulung (Kasus Pemukiman Pemulung Di Desa Kedaung, Kecamatan Pamulang, Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten)”.Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Azizah. 2015. Manajemen Keuangan Sekolah. Http://azizahdreams. blogspot.com/2015/04/manajemen-keuangan sekolah.html. Diakses 10 September 2015.
Badan Pusat Statistik. 2009. Data Jumlah Penduduk Bekasi. Kota Bekasi. Jawa Barat.
Badan Pusat Statistik Indonesia Tahun 2009. Http://bps.go.id. Diakses 13 mei 2015.
Bappenas, 2002. Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan Sebuah Gagasan.Bappenas. Jakarta.
Budi, Endik Arya. 2013.“Kendala-kendala yang Dihadapi Masyarakat Miskin dalam Mengakses Pendidikan Formal”.Lampung: Universitas Lampung. Black A James. dan Dean J. Champion. 2001. Metode dan Masalah Penelitian
(3)
✴✵8
Cahyono, Kurniawan Dedy. 2011. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Kemiskinan. Insititusi Pertanian Bogor. Bogor.
Data Monografi. 2014. Laporan Tahunan. Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang. Kota Bekasi
Dwidjoseputro. 1994.Ekologi Manusia dengan Linkungannya. Erlangga. Jakarta Esmara, Hendra. 1986. Perencanaan dan Pembangunan di Indonesia. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Fauzi, A. 1999.Psikologi Umum. Gramedia. Jakarta.
Fattah, Nanang. 2000. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Febriyaningsih. 2012. “Ketahanan Keluarga Pemulung (Studi Deskriptif pada Empat Keluarga Pemulung di Pemukiman Al Bahar Rt 09 Rw 02 Kelurahan Abadijaya, Depok)”. Depok: Universitas Indonesia.
Felicia, Nadia. 2011.Hati-hati Pilih Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini. 2011. Http://female. kompas\.com/read/2011/02/12/21250497/hati-hati.pilih.lembaga.pendidik-anak.usia. dini. Diakses 21 Januari 2015.
Fitzpatrick. 2004. Pengertian Keluarga. Http://www.pengertianahli.com /2013/11/pengertian-keluarga.html. Diakses 27 Febuari 2015
Gilarso, T. 2008.Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro Edisi 5.Karnius. Surabaya. Hasan, Said. 2007.Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian 2. Imtima. Bandung. Ihromi, T.O. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Yayasan Obor Indonesia.
Jakarta.
Ismiati, Siti Fatimah, dkk. 2012. Makalah Faktor-Faktor Pendidikan. Http://muhammadsyaefulabdulloh.blogspot.com/2012/04/faktor-faktor-pendidikan.html. Diakses 10 Maret 2015.
Jarkasi. 1996. Peranan Pendidikan dalam Pembinaan Kebudayaan Nasional Daerah Kalimantan Selatan.Depkibud.
Koesoema A, Doni. 2007. Pendidikan Karakter (Strategi Mendidik Anak di Zaman Global). PT Grasindo. Jakarta.
Lestari. 2005. Bahaya Penyakit yang Terkena Pada Pemulung. Http://www.academic.edu/741255/pendahuluan. Diakses 12 November 2014.
(4)
Maryati, Kun dan Junu Suryawati. 2006.Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas XII. Erlangga. Jakarta.
Mubyarto. 1987.Pengantar Ekonomi Pertanian.Pustaka LP3ES. Yogyakarta. Mudyahardjo, R. 2004. Pengantar Pendidikan. PT. Radja Grafindo Persada.
Jakarta.
Mursyida,Rika. 2015. “Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Jumlah Anak Di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lohkseumawe”. Medan: Universitas
Sumatra Utara.
Nasikun. 1995.Kemiskinan di Indonesia Menurun, dalam Perangkap Kemiskinan , Problem, dan Strategi Pengentasannya. Airlangga Univercity Press. Surabaya.
Nisfiannoor, Muhammad. 2009.Pendekatan Statistika Modern Untuk Ilmu Sosial. Salemba Humanika. Jakarta.
Nimran. 2007. Pendidika Pada Anak Pemulung. Http://repository.usu. ac.ac.id/bitstream/123456789/14942/1/09E0 0938. pdf. Diakses 22 Oktober 2014
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Oliver dan Sandra. 2007.Public Relations Strategy.Erlangga. Jakarta.
Purwanto, Ngalim. 1986. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja Karya. Bandung.
Rahmatullah Rahmat. 2013. Budaya Kemiskinan dan Kemiskinan Struktural. http://www.rahmatullah.net/2013/08/kebudayaan-kemiskin-dan-kemiskin an.html. Diakses 11 Februari 2016.
Septiany, Irma. 2012. “Partisipasi Masyarakat Dalam Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan Dengan Penggunaan Model Clear”.Depok: Universitas Indonesia.
Sinaga, Pariaman. 2008. Kajian Model Pengembangan Usaha Di Kalangan Pemulung. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM ASDED Urusan Penelitian Korperasi. Jakarta.
Siregar, Syofian. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif. Kencana Prenadamedia Group. Jakarta.
(5)
110
Slameto. 1995.Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta.
Soekanto, Soerjono. 1982.Sosiologi: Suatu Pengantar,Rajawali Press. Jakarta. Soetopo, Hendyat. 1982.Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan. Usaha
Dagang. Surabaya.
Sony, Tri Bangun L dan Bagong Suyoto. 2008. Pemulung sang Pelopor 3R Sampah.Pidus Zero Waste Indonesia. Jakarta.
Sugiyono. 2007.Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.Alfabeta. Bandung.
Suhendi, Hendi. 2001. Pengatar Studi Sosiologi Keluarga. Pustaka Setia. Bandung
Sunaryo. 2002.Psikologi untuk Kesehatan, Buku Kedokteran.EGC. Jakarta. Suprajitno. 2003. Asuhan Keperawatan Keluarga (Aplikasi dalam Praktik). Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Suparlan, Parsudi. 1984.Kemiskinan di Perkotaan. Sinar Harapan dan Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Suparlan, Parsudi. 1985.Kemiskinan di Kota. Sinar Harapan, Jakarta.
Sutardji. 2009. “Pemulung Kehidupan Sosial Ekonomi dan Demografi Sistem Hubungan Kerja Pemulung”. Bandung: Universeitas Pendidikan Indonesia.
Syatriadi, tommy. 2013. Tiga Faktor Utama Keberhasilan Pendidikan. Http://tomm ysyatriadi.blogs pot.com/2013/06/3-faktor-utama-keberhasilan-pendidikan.html. Diakses 10 Maret 2015.
Swasti A, Krishna Murti. 2013. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Dan Partisipasi Orang Tua Dalam Pendidikan Anak Usia Dini di Keluarga”. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Usman, Hardius dan Nachrowi. 2004. Pekerja Anak di Indonesia Kondisi, Determinasi dan Eksplotasi (kajianKuantitatif).PT.Gramedia. Jakarta. Vincent, Gaspersz. 1997. Manajemen Bisnis Total dalam Era Globalisasi.
Http://www.Kajianpustakan.com/2012/10/teori-pengertian-proses-faktor-persepsi. html. Diakses 26 Febuari 2015.
(6)
Wiyatna, Made Yustisa Putri. 2015. “Analisi Pengaruh Faktor Sosial Demografi Dan Aktivitas Ekonomi Terhadap Kesejaterahan Keluarga Pemulung di Kota Denpasar”. Denpasar. Universitas Undayana.
Yulianti, Yoni. 2012. “Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan Di Kota Solok”. Padang. Universitas Andalas