Wirdyaningsih, S.H., MH.

65 sampai dengan proses revisi yang hanya mengedepankan kepentingan elit partai politik. Serta memunculkan dugaan adanya Pasal yang tidak pernah disetujui dalam paripurna DPR RI namun muncul ketika diundangkan. Tentu saja Mahkamah Konstitusi tidak dapat berdiam diri atas kualitas legislasi yang buruk ini. Bukan semata-mata atas alasan muatan Undang-Undang yang mulia mengatur Pilkada langsung, tetapi kita semua menutup mata terhadap cacat formil dan cacat materil yang ada didalamnya. Perdebatan kita saat ini mengenai pemilihan yang demokratis bukanlah perdebatan antara pemilihan DPRD dengan Pemilihan langsung. Perdebatan Pemilihan DPRD atau Pemilihan Langsung Sudah Selesai. Perdebatan saat ini adalah apakah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 membuat kualitas demokrasi dalam berpilkada menjadi lebih baik atau justru semakin buruk. Tentu saja apabila kualitas Pilkada menjadi semakin buruk, maka sia-sia negara mengeluarkan anggaran melalui APBD yang tidak sedikit demi membiayai pilkada seluruh Indonesia. Belum lagi konflik dan gesekan antar massa pendukung yang akan muncul dari suatu aturan dan Pilkada yang tidak demokratis. Mumpung masih ada waktu sebelum benar-benar kejadian Pilkada langsung yang tidak demokratis, Mahkamah Konstitusi dengan kewenangan yang dimiliki dapat memperbaiki aturan yang tidak demokratis tersebut;

2. Wirdyaningsih, S.H., MH.

Berdasarkan Pengalaman ahli menjadi Anggota Bawaslu RI yang membawahi divisi Hukum dan Penanganan Pelanggaran Bawaslu RI periode 2008-2012, gambaran pelanggaran selama Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 2010-2011 sebagai berikut: Pada Pemilukada Tahun 2010, jumlah laporan pelanggaran pemilukada yang diterima oleh Bawaslu yaitu sebanyak 1767 pelanggaran, dimana sebanyak 1179 laporan 66,72 merupakan laporan pelanggaran pidana, 572 laporan 32,37 merupakan laporan pelanggaran administrasi, dan 16 0,91 laporan pelanggaran kode etik. Berdasarkan data rekapitulasi tersebut, trend pelanggaran administrasi pada masa kampanye adalah: a Pemasangan alat peraga di tempat yang menyalahi aturan. b Penggunaan fasilitas negara berupa halaman sekolah dan mobil dinas, pengunaan fasilitas negarajabatan. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id 66 c Pelibatan PNS atau pejabat negara untuk berkampanye dan berorasi untuk memilih salah satu pasangan calon keterlibatanpelibatan PNS. d Kegiatan sosial bermuatan kampanye. e Pawai atau arak-arakan dengan kendaraan di jalan raya. Kemudian trend pelanggaran pidana Pemilu dalam tahapan kampanye adalah: a Politik uang untuk mempengaruhi pemilih. b Netralitas PNSaparatur Pemerintah Daerah. c Kampanye di luar jadwal. Kemudian trend pelanggaran Administrasi dalam tahapan pencalonan adalah: a Dukungan Ganda Partai Politik b Adanya Calon yang tidak memenuhi syarat namun ditetapkan oleh KPU ProvinsiKabupatenKota seperti syarat pendidikan, syarat tidak pernah dipidana penjara, dan persyaratan administrasi lainnya c KPU ProvinsiKabupatenKota tidak melaksanakan verifikasi faktual syarat pencalonan secara benar. Kemudian pada Pemilukada Tahun 2011, jumlah laporan pelanggaran Pemilukada yang diterima oleh Bawaslu yaitu sebanyak 1718 pelanggaran, dimana sebanyak 998 laporan 59 merupakan laporan pelanggaran pidana, 565 laporan 32 merupakan laporan pelanggaran administrasi, dan 155 9 laporan pelanggaran kode etik. Berdasarkan data rekapitulasi tersebut, trend pelanggaran administrasi dalam tahapan kampanye adalah: a Pemasangan alat peraga yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; b Kampanye di luar jadwal; c Pelibatan PNS dalam kampanye; d Perubahan lokasi kampanye tanpa pemberitahuan kepada KPU; e Pelibatan anak-anak di bawah umur; Sementara trend pelanggaran Pidana Pemilu dalam tahapan kampanye di antaranya adalah sebagai berikut: a Politik uang untuk mempengaruhi pemilih: b Pengrusakan atribut kampanye; c Penggunaan fasilitas negara; d Kampanye terselubungdi luar jadwal yang ditetapkan; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id 67 e Black campaign ; f Ketidaknetralan PNS. Kemudian trend pelanggaran Administrasi dalam tahapan pencalonan adalah: a Dukungan Ganda Partai Politik b Adanya Calon yang tidak memenuhi syarat namun ditetapkan oleh KPU ProvinsiKabupatenKota seperti syarat pendidikan, syarat tidak pernah dipidana penjara, dan persyaratan administrasi lainnya c KPU ProvinsiKabupatenKota tidak melaksanakan verifikasi faktual syarat pencalonan secara benar. Berdasarkan pengalaman di atas, politik uang dan dukungan ganda partai politik menjadi trend pelanggaran yang sulit dipisahkan dengan penyelenggaraan pemilu kepala daerah dan wakil kiepala daerah. Dua hal yang menjadi perbaikan demokrasi di dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2014 yang kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 adalah pengaturan mengenai larangan politik transaksional baik untuk membeli suara pemilih atau membeli perahu partai politik. Sangat disayangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 hanya mengatur larangan namun tidak ada sanksinya. Hal ini akan disampaikan sebagai berikut:

A. Tidak Ada Sanksi Politik Uang