Effects of Endophytic Fungi on The Biology and the Demographic Statistics of Brown Planthopper.

PENGARUH CENDAWAN ENDOFIT TERHADAP
BIOLOGI DAN STATISTIK DEMOGRAFI WERENG
BATANG COKELAT

AMANDA MAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Cendawan
Endofit terhadap Biologi dan Statistik Demografi Wereng Batang Cokelat adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Amanda Mawan
NIM A351090021

RINGKASAN
AMANDA MAWAN. Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Biologi dan Statistik
Demografi Wereng Batang Cokelat. Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI
dan HERMANU TRIWIDODO.
Cendawan endofit merupakan mikroorganisme endosimbion yang hidup
dalam jaringan tanaman inang tanpa menimbulkan gejala penyakit yang nyata.
Cendawan jenis ini penting sebagai mediator dalam interaksi tanaman dengan
herbivora. Cendawan endofit diketahui dapat meningkatkan ketahanan tanaman
inang terhadap serangga herbivora terutama melalui produksi berbagai senyawa
pertahanan pada jaringan tanaman atau melalui perubahan kualitas gizi tanaman.
Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu usaha untuk mendapatkan informasi
mengenai pengaruh Nigrospora sp4 terhadap biologi dan statistika demografi
wereng batang cokelat (WBC).
Nigrospora sp4 yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung endofit
yang berasal dari Klinik Tanaman Institut Pertanian Bogor. Tepung endofit

digunakan untuk menginokulasi cendawan pada benih padi. Pengaruh cendawan
endofit terhadap tanaman kontrol dan yang diberi perlakuan Nigrospora sp4
diukur melalui kesintasan dan perkembangan hama utama tanaman padi,
Nilaparvata lugens Stál.
Padi yang diberi perlakuan Nigrospora sp4
menunjukkan resistensi terhadap N. lugens dalam bentuk peningkatan mortalitas
telur dan nimfa instar awal yang cukup signifikan. Pengaruh lain dari cendawan
endofit yang juga diamati adalah melambatnya perkembangan nimfa, siklus hidup,
periode praoviposisi, periode oviposisi, serta tertundanya umur pertama kali
meletakkan telur. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Nigrospora sp4
mempengaruhi pertumbuhan populasi N. lugens dalam skala laboratorium dan
inokulasi cendawan endofit bisa menjadi metode yang berguna untuk melindungi
tanaman padi dari N. lugens, selain itu juga dapat digunakan untuk
mengembangkan strategi pengendalian alternatif yang aman secara ekologi.
Kata kunci: cendawan endofit, neraca kehidupan, Nilaparvata lugens, Nigrospora
sp4, statistika demografi

SUMMARY
AMANDA MAWAN. Effects of Endophytic Fungi on The Biology and the
Demographic Statistics of Brown Planthopper. Supervised by DAMAYANTI

BUCHORI and HERMANU TRIWIDODO.
Endophytic fungi is an endosymbiont that lives within host plant tissues
without causing any visible symptom of disease. This type of fungus are
important as mediators in plant-herbivore interactions. Endophytic fungi are
known to enhance resistance of host plant against insect herbivores mainly by
productions of various alkaloid-based defensive compounds in the plant tissue or
through alterations of plant nutritional quality. This study was conducted as an
attempt to gain information on the effect of Nigrospora sp4 on the biology and life
history of of brown plant hopper (BPH).
Nigrospora sp4 culture (in powder form), were provided by Plant Clinic of
Bogor Agriculture University, and was used to inoculate the fungi to the rice
seeds. The effect of endophyte infected and endophyte-free plants were measured
on the survival and development of Nilaparvata lugens Stál, a major pest in rice.
Endophyte infected plants showed resistance to N. lugens in the form of
significant increase in eggs and early nymphs mortality. Another effect of
endophytic fungi which was also observed on this study were nymphal
development, life cycle, preovipositional period as well as age at first
reproduction. The overall result showed that Nigrospora sp4 has an affect toward
population growth of N. lugens in laboratory scale and artificial inoculation of
endophytes could be a useful method to protect rice plants from N. Lugens. This

result could be used to develop alternative ecologically safe control strategies.
Keywords: Nilaparvata lugens, endophytic fungi, Nigrospora sp4, demographic
statistics, life table

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH CENDAWAN ENDOFIT TERHADAP
BIOLOGI DAN STATISTIK DEMOGRAFI WERENG
BATANG COKELAT

AMANDA MAWAN


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. R. Yayi Munara Kusumah, MSi

Judul Tesis : Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Biologi dan Statistik
Demografi Wereng Batang Cokelat
: Amanda Mawan
Nama
: A351090021
NIM


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Damayanti Buchori, MSc
Ketua

Dr Ir Hermanu Triwidodo, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Entomologi

Dr Ir Pudjianto, MSi

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:


3 1 JU

r-

LLU13

Judul Tesis : Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Biologi dan Statistik
Demografi Wereng Batang Cokelat
Nama
: Amanda Mawan
NIM
: A351090021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Damayanti Buchori, MSc
Ketua

Dr Ir Hermanu Triwidodo, MSc

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Entomologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Pudjianto, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2012 ini ialah
pengendalian hayati wereng batang cokelat, dengan judul Pengaruh Cendawan
Endofit terhadap Biologi dan Statistik Demografi Wereng Batang Cokelat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Damayanti Buchori dan Dr Ir
Hermanu Triwidodo selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Kelik Purwanto dan Bapak Wardiyono dari Kelompok
tani Desa Sumber, Klaten, Jawa Tengah yang telah banyak membantu penulis
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayahanda Men Parlin Mawan, ibunda Trimurti Habazar, dan adinda Dini Fajriah
Mawan serta seluruh keluarga, anggota Laboratorium Ekologi Predator dan
Parasitoid dan teman-teman Mayor Ento-Fito 2009, atas segala masukan,
dukungan dan doanya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Amanda Mawan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN

1

2 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian

4
4

4

3 HASIL
9
Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Biologi N. lugens 9
Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Neraca Kehidupan
N. lugens
16
4 PEMBAHASAN

21

5 SIMPULAN DAN SARAN

27

6 DAFTAR PUSTAKA

28

7 LAMPIRAN

32

RIWAYAT HIDUP

38

DAFTAR TABEL
1
2
3

Selang dan rata-rata lama stadia N. lugens tanaman padi kontrol dan
tanaman padi yang diberi perlakuan Nigrospora sp4.
Nisbah kelamin N. lugens pada tanaman padi kontrol dan tanaman padi
yang diberi perlakuan Nigrospora sp4.
Statistik demografi N. lugens ± galat tanaman padi kontrol dan yang
diberi perlakuan Nigrospora sp4.

10
16
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5
6

7
8

9

10

11

12
13

Semaian bibit padi di dalam kurungan plastik.
Tabung reaksi berisikan tanaman padi (21 HSS) yang digunakan untuk
pengamatan perkembangan imago WBC.
Telur N. lugens (A) dan kelompok telur N. lugens (B).
Distribusi lama stadia nimfa instar I (A), instar II (B), instar III (C),
instar IV (D), dan instar V N. lugens (E) pada tanaman padi kontrol dan
tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4.
Siklus hidup imago betina (A) dan jantan (B) N. lugens pada tanaman
padi kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4.
Distribusi lama hidup imago betina (A) dan jantan (B) N. lugens pada
tanaman padi kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora
sp4.
Distribusi masa praoviposisi N. lugens pada tanaman padi kontrol dan
tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4.
Distribusi umur imago betina N. lugens pada saat pertama kali
meletakkan telur (age at first reproduction) pada tanaman padi kontrol
dan tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4.
Persentase kemunculan imago betina (A) dan jantan (B) N. lugens pada
tanaman padi kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora
sp4.
Distribusi umur N. lugens selama pengamatan berlangsung. Persentase
ini berdasarkan (A) jumlah total telur yang menetas dan (B) jumlah
total telur yang diletakkan pada tanaman padi kontrol dan tanaman yang
diberi perlakuan Nigrospora sp4.
Jumlah total telur N. lugens yang diletakkan dan jumlah total telur yang
menetas pada tanaman padi kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan
Nigrospora sp4.
Kurva kesintasan N. lugens pada kohort tanaman padi kontrol dan
tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4.
Kesintasan (lx) dan fekunditas harian (mx) N. lugens yang dipelihara
pada tanaman padi kontrol (A) dan tanaman yang diberi perlakuan
Nigrospora sp4 (B).

5
7
9

11
12

13
14

14

15

17

17
18

19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Siklus hidup N. lugens pada tanaman padi kontrol.
Siklus hidup N. lugens pada tanaman padi yang diberi perlakuan
Nigrospora sp4.

32
35

1 PENDAHULUAN
Secara alamiah, dalam suatu ekosistem terdapat hubungan (simbiosis) antara
suatu mikroorganisme dengan tanaman dan lingkungannya. Mikroorganisme
yang hidup dalam tanaman inang ada yang bersifat merugikan dan
menguntungkan. Selain itu, ada juga mikroorganisme yang tidak menimbulkan
efek yang merugikan terhadap tanaman inangnya, seperti organisme endofit.
Endofit didefinisikan sebagai mikroorganisme yang dapat hidup dalam organ
tanaman dan terkadang mampu mengkolonisasi jaringan tanaman tanpa
menyebabkan kerusakan pada tanaman inangnya (Petrini 1992, Azevedo et al.
2000). Endofit berasal dari kelompok bakteri dan cendawan yang dapat diisolasi
dari setiap organ dari spesies tanaman sampel (Stone et al. 2000). Banyak
kelompok cendawan endofit yang mampu memproduksi senyawa antibiotik yang
aktif melawan bakteri maupun fungi patogenik terhadap manusia, hewan dan
tumbuhan, terutama genus Coniothrium dan Microsphaeropsis (Petrini 1992).
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa endofit memiliki berbagai
peran, termasuk proteksi terhadap serangga herbivor (hama), nematoda parasit
tanaman, dan patogen tanaman. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sejak
tahun 1970-an menunjukkan bahwa mikroorganisme endofit berperan penting
dalam melindungi tanaman inangnya terhadap hama (Azevedo et al. 2000) dan
patogen (Mandyam dan Jumpponen 2005). Dalam hal ini diduga tanaman
menyediakan nutrisi bagi mikroba endofit, dan mikroba menghasilkan senyawa
yang dapat melindungi tanaman inang dari serangan hewan, serangga ataupun
mikroba patogen (Yang et al. 1994), serta tekanan lingkungan, dengan kata lain
endofit berperan dalam meningkatkan kesehatan tanaman di lingkungan yang
tidak kondusif.
Interaksi tersebut dapat dikategorikan sebagai simbiosis
mutualisme.
Umumnya mikroba endofit yang telah diisolasi adalah cendawan. Menurut
Hawksworth (1991) diperkirakan lebih dari 1 juta jenis cendawan dari berbagai
tingkatan taksonomis yang berpeluang sebagai endofit, tetapi baru sekitar 100,000
jenis yang telah berhasil diidentifikasi. Masih banyak aspek yang belum diteliti
tentang mikroorganisme endofit yang menghuni jaringan tanaman hidup dan
potensinya sebagai sumber produk alami yang potensial dalam pengendalian hama
dan patogen tanaman.
Kelimpahan dan keragaman mikroorganisme di alam sangat tinggi.
Kegiatan-kegiatan eksplorasi cendawan maupun bakteri endofit pada berbagai
tanaman inang telah menghasilkan isolat cendawan dan bakteri yang sangat
banyak (Vinton et al. 2001). Pada umumnya, penyebaran cendawan endofit
berasosiasi dengan daun sangat melimpah di daerah tropis daripada daerah sub
tropis. Di hutan tropis cendawan endofit menginfeksi 100% jaringan daun
Quercus emoryi di Arizona, USA yang didapatkan dari 30 spesies pohon dan
semak belukar yang mewakili 24 famili dan 14 ordo Angiospermae. Selain itu,
ditemukan sekitar 98,7% kolonisasi cendawan endofit untuk tiga spesies sampel
dalam 14 ordo Angiospermae di daerah pulau Barro Colorado, Panama.
Meskipun di daerah tropis kelimpahan cendawan endofit lebih tinggi daripada
daerah sub tropis, tetapi di daerah subtropis mungkin keragamannya yang lebih
tinggi seperti pada daun Magnolia grandiflora (Magnoliaceae) didapatkan >30

2
spesies cendawan endofit yang ditemukan dari 9 daun sampel di daerah iklim
dingin, sedangkan di hutan Panama >400 jenis morfologi cendawan endofit
ditemukan pada dua spesies tanaman inang (Arnold dan Lewis 2005).
Kelimpahan cendawan endofit di alam sangat tinggi dan dapat ditemukan
pada berbagai lokasi baik di daerah tropis maupun sub tropis serta berbagai jenis
tanaman, seperti tanaman sayur-sayuran, buah-buahan, pangan maupun tanaman
hutan. Dari daerah tropis cendawan endofit dapat ditemukan pada tanaman palem
seperti Licuala ramasayi, Idriella spp, Fusarium aquaeductum, dan lain-lain. Dari
spesies lain Sabal bermudana dan Livistona chinensis ditemukan Idriella,
Aspergillus, Phomopsis, Wardomyces, Penicillium dan lain-lain. Di Brazil, dari
tanaman jeruk Citrus deliciosa dan C. reticulata dihasilkan isolat Colletotrichum
dan Guignardia. Bahkan pada tanaman pisang Musa acuminata juga dihasilkan
isolat Xylaria sp, Colletotrichum musae dan Cordana musae. Dari daerah sub
tropis pada sejenis rumput-rumputan Dactylis glomerata ditemukan cendawan
endofit spesies baru yaitu Acremonium chilense (Azevedo et al. 2000).
Hasil eksplorasi dari beberapa penelitian diketahui terdapat setidaknya 13
jenis cendawan endofit yang mengkolonisasi tanaman padi yaitu, Fusarium,
Aspergillus, Curvularia, Penicillium, Gilmaniella, Arthrobotrys foliicola (Zakaria
et al. 2010), Nigrospora (Budiprakoso 2010), Acremonium, Pyrenochaeta,
Cliocephalotrichum, Rhizopus, Trichotesium, dan Scopulariopsis (Istiadji 2011).
Studi kelimpahan dan keragaman cendawan endofit pada beberapa varietas
tanaman padi di tiga kabupaten di Jawa Barat yang dilakukan oleh Irmawan
(2007) menunjukkan bahwa keragaman cendawan endofit dan lokasi pengambilan
sampel menghasilkan variasi kolonisasi cendawan endofit. Pada penelitian ini
diketahui bahwa cendawan endofit yang paling sering mengkolonisasi pelepah
batang padi ialah Nigrospora sp. (Irmawan 2007). Hingga saat ini beberapa jenis
cendawan endofit di atas telah digunakan untuk pengujian yang bertujuan untuk
melihat pengaruh cendawan tersebut terhadap hama-hama utama di pertanaman
padi seperti penggerek batang dan wereng batang cokelat (WBC).
Interaksi mutualisme antara cendawan endofit dengan tanaman telah
menjadikan cendawan endofit sebagai salah satu komponen pengendalian hama
yang menyerang tanaman budidaya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
endofit diketahui mampu mengubah karakteristik tanaman seperti ketahanan
terhadap tekanan lingkungan, perubahan fisiologis, produksi fitohormon dan
senyawa kimia lain seperti alkaloid dan enzim yang berperan sebagai feeding
detterent dan toksin terhadap serangga herbivor ( Azevedo et al. 2000, Selim et al.
2012).
Cendawan endofit dari jenis Chaetomium sp. dan Phoma sp. telah berhasil
mengurangi jumlah pustul dan luas serangan daun pada gandum yang disebabkan
oleh Puccinia recondita f.sp. tritici. Selain itu, pencucian media dari Chaetomium
dan isolat Phoma sp telah mengaktivasi reaksi pertahanan aktif dari tanaman,
sehingga membatasi persebaran dan replikasi patogen (Dingle dan Mc Gee 2003).
Tingginya tingkat kolonisasi cendawan endofit mampu mengurangi serangan
hama, seperti pada tanaman barley yang mampu mengurangi serangan hama
Phenacoccus solani (Homoptera: Pseudococcidae) dan Shipa maydis (Homoptera:
Aphididae) (Sabzalian et al. 2004). Cendawan Neotyphodium mampu melindungi
inang dari serangan vertebrata pemakan rumput (Faeth 2002). Peranan cendawan
endofit dalam melindungi tanaman inang dari serangan hama dilaporkan tahun

3
1981 yaitu cendawan Phomopsis oblonga melindungi pohon yang tinggi dari
serangan kumbang Physocnemum brevilineum (Coleoptera: Cerambycidae)
(Azevedo et al. 2000). Pada tahun 1985 di Perancis, cendawan Beauveria
brongniartii yang memiliki sifat endofit digunakan untuk mengendalikan hama
Melolontha melolontha (Coleoptera: Scarabaeidae) (Petrini 1992).
Di Indonesia sendiri, penelitian mengenai cendawan endofit sebagai salah
satu bentuk pengendalian hayati terhadap hama dan penyakit telah banyak
dilaporkan di beberapa tanaman budidaya seperti pada tanaman cabai, padi, dan
kakao. Simanjuntak (2006) melaporkan bahwa keberadaan cendawan endofit daun
memiliki persentase penghambatan pertumbuhan Phytophthora palmivora yang
merupakan patogen penyakit busuk buah kakao.
Proses penghambatan
ditunjukkan beberapa isolat dalam bentuk mekanisme kompetisi nutrisi dan ruang
serta juga ditemukan mekanisme antibiosis dalam proses penghambatan tersebut.
Hernawati et al. (2011) melakukan pengujian untuk melihat peran cendawan
endofit daun sebagai pertahanan tanaman cabai terhadap serangan Aphis gossypii
(Homoptera: Aphididae). Hasil penelitian tersebut menunjukkan terjadinya
penekanan pertumbuhan populasi kutudaun dengan menurunnya fekunditas,
memperpanjang siklus hidup dan mengurangi panjang tubuh kutudaun.
Budiprakoso (2010) menguji pengaruh beberapa jenis cendawan endofit
seperti Fusarium sp. dan Nigrospora sp. isolat 3 terhadap keberhasilan hidup atau
kesintasan (survivorship) nimfa dan imago WBC. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa Nigrospora sp. memberikan dampak negatif terhadap
peluang hidup nimfa dan imago WBC. Hal ini menggambarkan potensi cendawan
endofit Nigrospora sp. sebagai salah satu faktor pembatas perkembangan populasi
WBC. Thakur et al. (2012) melaporkan bahwa Nigrospora sp. mempengaruhi
kemunculan imago, lama hidup dan potensi reproduksi Spodoptera litura setelah
hama tersebut diberi pakan buatan yang mengandung Nigrospora sp.
Pengaruh Nigrospora sp. terhadap kesintasan dan fekunditas WBC dapat
diketahui dengan mengkonstruksi suatu neraca kehidupan (life table). Neraca
kehidupan merupakan tabel data kesintasan dan fekunditas setiap individu dalam
suatu populasi (Rockwood 2006). Dari neraca kehidupan akan didapatkan
informasi detail mengenai kelahiran, perkembangan, reproduksi, dan kematian
setiap individu dalam suatu populasi. Informasi tersebut merupakan bahan dasar
yang dibutuhkan untuk mempelajari berbagai aspek dan perilaku suatu populasi
(Wilson dan Bossert 1971; Price 1997).
Neraca kehidupan spesifik umur digunakan sebagai alat untuk penyusunan
data mortalitas dan natalitas yang juga dapat memberikan deskripsi yang lebih
rinci mengenai sifat kohort tersebut. Neraca kehidupan dapat menghasilkan
ringkasan statistik sederhana termasuk harapan hidup individu dan laju natalitas.
Selain itu, neraca kehidupan memiliki bentuk dasar yang dapat dimodifikasi untuk
berbagai macam analisis data seperti mortalitas yang disebabkan oleh beragam
faktor (Carey 2001).
Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu usaha untuk mendapatkan
informasi mengenai pengaruh Nigrospora sp. isolat 4 terhadap biologi dan
statistika demografi WBC. Informasi yang didapatkan dari penelitian ini tidak
hanya bermanfaat dalam memahami dinamika populasi WBC, tetapi juga berguna
dalam merancang strategi pengendalian WBC.

4

2 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Departemen Proteksi
Tanaman, Institut Pertanian Bogor, Klaten, Jawa Tengah. Penelitian ini dimulai
pada Februari dan berakhir pada September 2012.
Metode Penelitian
Perbanyakan N. lugens
Nilaparvata lugens (wereng batang cokelat atau WBC) dipelihara pada
tanaman padi varietas Ciherang. Populasi awal WBC berasal dari pertanaman
padi di Desa Serenan, Kecamatan Juwiring, Klaten. Desa Serenan merupakan
salah satu daerah endemik WBC. Tanaman padi yang digunakan untuk
perbanyakan berumur 1 sampai 1,5 bulan. Wereng hasil koleksi dari lapangan
dimasukkan ke dalam 10 ember berdiameter 27 cm. Ember-ember tersebut
ditutup dengan kurungan plastik mika berbentuk silinder (diameter 24 cm, tinggi
80 cm) dengan permukaan bagian atas dan samping diberi lubang ventilasi
bertutupkan kain kasa. Jumlah imago yang dimasukkan ke dalam kurungan
dibatasi agar populasinya tidak terlalu padat sehingga tanaman dapat bertahan
lebih lama. Penambahan tanaman padi sehat ke dalam kurungan dilakukan jika
tanaman yang digunakan sebagai inang telah layu dan mengering. Perbanyakan
dilakukan selama penelitian berlangsung.
Aplikasi Cendawan Endofit Nigrospora sp. isolat 4 pada Tanaman Padi
Cendawan endofit yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nigrospora
sp. isolat 4 (Nigrospora sp4) dalam bentuk tepung. Isolat ini merupakan hasil dari
eksplorasi cendawan endofit pada tanaman padi (Wiyono dan Santoso 2008).
Tepung endofit tersebut diperoleh dari Klinik Tanaman Fakultas Pertanian, IPB.
Tepung endofit diaplikasikan pada benih padi sebelum penyemaian.
Benih padi seberat 10 g direndam dalam air selama 24 jam untuk
memisahkan benih yang tengggelam (benih bernas) dan hampa. Benih bernas
kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri dan ditaburi tepung endofit. Berat
tepung endofit yang dihitung berdasarkan rekomendasi Klinik Tanaman yaitu 10 g
tepung endofit per 1 kg benih padi. Cawan petri berisi benih disimpan dalam
keadaan lembab dan gelap untuk mempercepat proses perkecambahan.
Benih yang telah berkecambah kemudian disemai di baki berukuran 30 x 21
x 5 cm berisi tanah yang telah diberi pupuk dasar NPK sebanyak 2 g. Media
tanam yang digunakan terdiri atas tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1.
Baki-baki tersebut diletakkan di dalam kurungan plastik untuk menjaga bibit dari
investasi hama (Gambar 1). Bibit padi yang telah berumur 21 HSS (hari setelah
semai) digunakan untuk percobaan dan sisa bibit yang tidak terpakai digunakan
untuk perbanyakan WBC. Pemilihan umur bibit yang digunakan dalam percobaan
ini berdasarkan pengetahuan bahwa WBC dapat menyerang pembibitan padi yang
pada umumnya berumur antara 20-27 hari. Penyemaian dilakukan setiap hari
sebagai persediaan tanaman uji dengan umur yang seragam.

5
Pengamatan Kohort N. lugens
Kohort merupakan kelompok individu yang lahir dalam interval waktu yang
hampir sama (Begon et al. 2008). Pengamatan kohort WBC dilakukan dalam tiga
tahap yang terdiri atas, pengamatan lama stadia dan kesintasan telur, nimfa dan
imago N. lugens.

Gambar 1 Semaian bibit padi di dalam kurungan plastik.
Pengamatan Lama Stadia dan Kesintasan Telur N. lugens. Telur WBC
yang digunakan sebagai populasi awal kohort berasal dari investasi telur oleh
imago betina. Imago betina yang dipilih untuk pengujian adalah betina dengan
abdomen yang besar. Pengamatan dimulai dengan mempersiapkan gelas plastik
dengan diamater 15 cm yang berisi 5 bibit padi berumur 21 HSS. Gelas plastik
tersebut disungkup dengan kurungan mika berbentuk silinder (d=12 cm dan t=30
cm) dengan permukaan bagian atas dan samping diberi lubang ventilasi
bertutupkan kain kasa. Lima imago betina WBC dimasukkan ke dalam kurungan
tersebut. Imago betina WBC dikeluarkan dari kurungan setelah 24 jam dengan
asumsi dalam jangka waktu tersebut imago betina telah meletakkan telur dengan
jumlah yang cukup untuk pengujian.
Pengamatan dilakukan setiap hari dengan mencatat jumlah nimfa instar I
yang muncul dari setiap gelas. Nguyen et al. (2011) melaporkan bahwa stadia
telur dapat berlangsung selama 5-7 hari pada suhu 25-30C dan 8-15 hari pada
suhu 30C. Berdasarkan hal tersebut pengamatan dilakukan selama
16 hari. Tanaman kemudian dibedah pada hari ke-17 untuk mengetahui jumlah
telur yang belum menetas. Proses pembedahan bibit padi dan penghitungan
jumlah telur WBC dilakukan di bawah mikroskop stereo. Pengujian ini terdiri
atas dua perlakuan yaitu bibit kontrol dan bibit yang diberi perlakuan cendawan
endofit Nigrospora sp4. Masing-masing perlakuan terdiri atas 20 ulangan.
Data pengamatan stadia telur memberikan perbandingan gambaran
distribusi lama stadia telur, jumlah telur yang diletakkan, jumlah telur yang
menetas dan persentase penetasan antara kontrol dan perlakuan dengan cendawan
endofit Nigrospora sp4. Persentase penetasan telur WBC dihitung dengan rumus:

6
Pengamatan Lama Stadia dan Kesintasan Nimfa N. lugens. Nimfa
instar I WBC yang digunakan dalam pengujian ini berasal dari pengujian
sebelumnya. Lima nimfa instar I yang muncul pada hari yang sama dimasukkan
ke dalam gelas plastik yang berisi tanaman padi berumur 21 HSS. Gelas plastik
kemudian ditutup dengan kurungan plastik mika. Jumlah nimfa yang hidup, mati,
dan ganti kulit diamati dan dicatat perkembangannya setiap hari hingga menjadi
imago. Jenis kelamin imago yang muncul juga dicatat. Jika tanaman tidak sehat
segera diganti dengan tanaman sehat. Pergantian tanaman disesuaikan dengan
perlakuan. Pengujian ini terdiri atas dua perlakuan yaitu bibit kontrol dan bibit
yang diberi cendawan endofit Nigrospora sp4. Masing-masing perlakuan terdiri
atas 20 ulangan.
Pengamatan tahap ini memberikan data lama stadia dan distribusi umur
instar I sampai instar V untuk kedua perlakuan. Lama stadia diuji dengan uji F
dan uji t menggunakan add in QIMacros 2013 untuk Microsoft Excel 2007. Uji F
bertujuan untuk mengetahui apakah ragam dari kedua perlakuan berbeda atau
tidak. Hasil uji F merupakan acuan dalam memilih uji t yang sesuai untuk
menguji nilai tengah kedua perlakuan tersebut. Uji t yang digunakan dalam
menganalisis data ini adalah Two-Sample Assuming Equal Variances dan TwoSample Assuming Unequal Variances.
Pengamatan Lama Hidup Imago N. lugens. Tahap terakhir dari
pengamatan kohort WBC adalah pengamatan perkembangan imago jantan dan
betina WBC. Imago yang digunakan berasal dari pengujian sebelumnya.
Pengamatan lama hidup imago jantan dan betina dilakukan secara terpisah. Untuk
imago jantan, pengamatan dimulai dengan memasukkan imago jantan yang baru
muncul ke dalam tabung reaksi (Gambar 2). Tabung reaksi tersebut telah diisi
bibit padi kontrol dan yang diberi perlakuan Nigrospora sp4 yang berumur 21
HSS. Pengamatan dilakukan setiap hari hingga imago jantan terakhir mati. Hasil
pengamatan ini berupa data siklus hidup dan lama hidup jantan WBC.
Pengamatan untuk betina WBC dimulai dengan memasukkan satu imago
betina ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi telah diisi bibit padi berumur 21
HSS dan 2 imago jantan WBC. Imago jantan yang digunakan tidak berasal dari
pengujian sebelumnya. Imago betina dan jantan dipindahkan ke dalam tabung
reaksi baru 24 jam setelah dimasukkan. Pemindahan tersebut dilakukan setiap
hari hingga imago betina terakhir mati. Setiap tanaman yang telah terpapar WBC
kemudian dibedah di bawah mikroskop stereo untuk menghitung jumlah telur
yang diletakkan oleh betina WBC. Jumlah ulangan untuk masing-masing
perlakuan tergantung pada jumlah imago yang muncul dari pengujian sebelumnya.
Pengamatan ini menghasilkan data berupa siklus hidup betina, lama hidup, umur
betina saat pertama kali meletakkan telur, periode praoviposisi, periode oviposisi,
dan fekunditas.

7

Gambar 2 Tabung reaksi berisikan tanaman padi (21 HSS) yang digunakan
untuk pengamatan perkembangan imago WBC.
Neraca Kehidupan N. lugens
Data hasil pengamatan kohort WBC selama satu generasi disusun dalam
bentuk neraca kehidupan. Neraca kehidupan kohort merupakan neraca kehidupan
yang mengikuti perkembangan kohort dimulai dari kemunculan individu pertama
(kelahiran) sampai kematian individu terakhir yang bertahan hidup (Begon et al.
2008).
Perhitungan laju reproduksi bersih (Ro) didasarkan hanya pada populasi
betina, dan diasumsikan bahwa jantan cukup tersedia di sekitarnya. Data-data
yang dibutuhkan dalam perhitungan tersebut adalah (Begon et al. 2008):
1. x adalah kelas umur kohort (hari),
2. lx adalah peluang hidup setiap individu pada umur x,
3. mx adalah fekunditas per individu pada umur x
4. lxmx adalah banyaknya keturunan yang dilahirkan pada kelas umur x,
sedangkan lxmx merupakan fekunditas per individu yang lahir dari imago
betina yang berhasil hidup sepanjang generasi kohort dan biasa disebut
disebut laju reproduksi bersih (Ro).
Dari data neraca kehidupan tersebut perhitungan dilanjutkan untuk
menentukan parameter-parameter demografi lainnya (Wilson dan Bossert 1971)
yaitu:
1. Laju reproduksi kotor (GRR) = ∑ mx
2. Laju reproduksi bersih (Ro) = ∑ lxmx
l m
3. Rataan masa generasi,
l m
4.

Laju pertumbuhan intrinsik (r) =

ln o

ln

5. Populasi berlipat ganda,
Koreksi terhadap nilai r disesuaikan dengan persamaan Euler (Gotelli 1995) yaitu,
Laju pertumbuhan (rm), l m e-m
Neraca kehidupan WBC untuk kedua perlakuan disusun dengan
menggunakan metode jackknife untuk pendugaan ragam dari laju pertambahan
intrinsik (rm). Metode jackknife merupakan metode yang berdasarkan pada

8
prosedur pengambilan ulang sampel (resampling). Metode ini dilakukan dengan
cara membuang data individu spesifik (sampel) yang dipilih secara acak.
Pengambilan ulang sampel dilakukan sebanyak 20 kali. Satu sampel yang terpilih
kemudian dibuang, selanjutnya dilakukan penghitungan terhadap data-data neraca
kehidupan dan parameter demografinya. Setelah perhitungan selesai dilakukan
maka sampel yang dibuang tadi dikembalikan lagi sehingga jumlah sampel
menjadi sama seperti sebelumnya. Hasil penghitungan r digunakan sebagai acuan
pendugaan nilai akhir rm dengan menggunakan persamaan-persamaan di atas.

9

3 HASIL
Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Biologi N. lugens
Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Lama Stadia Telur
N. lugens
Wereng batang cokelat termasuk ke dalam kelompok serangga yang
memiliki tipe metamorfosis paurometabola (metamorfosis bertahap) sehingga
hama ini melewati tiga tahap perkembangan yaitu telur, nimfa, dan imago. Telur
WBC berukuran ± 0.9 mm dengan bentuk oval, bagian ujung, pangkal dan tutup
telurnya tumpul (Gambar 3A), serta mempunyai perekat pada pangkal telurnya
yang menghubungkan telur satu dengan lainnya. Telur diletakkan oleh imago
betina WBC dengan cara menyayat jaringan tanaman dengan menggunakan
ovipositornya (Hattori dan Sogawa 2002), kemudian betina memasukkan telur
secara berkelompok dalam beberapa baris (Gambar 3B), selanjutnya telur
diselubungi cairan sekresi yang nantinya akan mengeras (Mochida 1964).
A

B

0.9mm
Gambar 3 Telur N. lugens (A) dan kelompok telur N. lugens (B).
Telur WBC umumnya disisipkan ke dalam jaringan di sekitar pangkal
batang (± 5 cm dari pangkal) sampai bagian tengah batang (Mawan 2008). Hasil
pengamatan Baco (1984) menunjukkan bahwa setiap kelompok telur dapat terdiri
dari 2 sampai 32 telur. Hasil tersebut berbeda dengan hasil pengamatan pada
penelitian ini yang menunjukkan jumlah telur yang diletakkan oleh betina berkisar
antara 2 sampai 10 telur per kelompok telur untuk kedua perlakuan. Selain itu,
keberadaan Nigrospora sp4 di dalam jaringan tanaman padi tidak berpengaruh
terhadap lama stadia telur WBC. Lama stadia telur untuk kedua perlakuan
berkisar antara 7 sampai 17 hari (Tabel 1).
Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Lama Stadia Nimfa
N. lugens
Nimfa WBC mengalami empat kali pergantian kulit (instar I sampai V).
Nimfa instar I WBC berwarna putih keabu-abuan dengan panjang tubuh ± 1.3
mm. Instar II WBC mulai menunjukkan warna cokelat yang pucat. Pada setiap
pergantian kulit warna tubuh WBC akan menjadi semakin coklat. Morfologi instar
II sampai IV tidak jauh berbeda kecuali ukuran tubuhnya. Saat wereng menjadi

10
nimfa instar terakhir yaitu instar V, nimfa WBC akan memiliki ciri-ciri yaitu
tubuhnya berwarna cokelat muda dengan panjang tubuh ± 2.9 mm. Instar terakhir
WBC memiliki morfologi yang hampir mirip dengan imago perbedaannya terletak
pada alat kelamin nimfa yang belum terbentuk sempurna.
Tabel 1 Selang dan rata-rata lama stadia N. lugens tanaman padi kontrol dan
tanaman padi yang diberi perlakuan Nigrospora sp4.
Stadia
Telur
Instar I
Instar II
Instar III
Instar IV
Instar V
Jantan
Siklus hidup
Lama hidup
Betina
Siklus hidup
Lama hidup
Umur
pertama
meletakkan
telur
Masa
praoviposisi
Masa
oviposisi
Fekunditas

Selang (n)
Kontrol
Nigrospora sp4
7-17 (301)
7- 17 (135)
2-4 (91)
3-6 (88)
2-5 (71)
2-6 (68)
2-4 (61)
3-6 (62)
2-4 (55)
3-5 (58)
3-5 (55)
3-6 (57)

Rata-rata ± galat*
Kontrol
Nigrospora sp4
12.19 ± 0.11a
11.89 ± 0.18a
3.25 ± 0.07a
3.84 ± 0.09b
3.38 ± 0.07a
3.81 ± 0.10b
3.45 ± 0.07a
3.92 ± 0.10b
3.45 ± 0.07a
3.91 ± 0.10b
3.65 ± 0.08a
3.95 ± 0.10b

28-33 (23)
11-19 (23)

29-35 (26)
8-9 (26)

28.70 ± 0.38a
16.13 ± 0.51a

31.58 ± 0.31b
16.00 ± 0.52a

26-34 (32)
10-20 (32)

28-35 (31)
12-20 (31)

29.59 ± 0.34a
16.28 ± 0.45a

31.58 ± 0.27b
16.19 ± 0.39a

28-36 (32)

30-39 (31)

32.06 ± 0.35a

34.64 ± 0.32b

3-4 (32)

3-5 (31)

3.47 ± 0.09a

4.03 ± 0.16b

7-17 (32)

7-17 (31)

12.81 ± 0.44a

12.16 ± 0.43b

20-90 (32)

20-81 (31)

51.97 ± 3.25a

49.35 ± 2.77a

Keterangan: angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan hasil uji t.

Gambar 4 menunjukkan distribusi lama stadia nimfa instar I, II, III, IV, dan
V. Waktu yang setiap instar untuk menyelesaikan setiap fase perkembangannya
menjadi lebih panjang pada tanaman dengan endofit dibandingkan dengan nimfa
yang hidup pada tanaman kontrol perlakuan endofit. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa selain menunda perkembangan nimfa WBC Nigrospora sp4 juga
memperpanjang lama stadia untuk setiap instar WBC.
Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Siklus Hidup
N. lugens
Imago WBC memiliki dua bentuk morfologi tubuh (dimorfisme) yaitu
bersayap panjang (makroptera) dan bersayap pendek (brakhiptera) (Denno dan
Roderick 1990). Perkembangan bentuk sayap ini dipengaruhi oleh kepadatan
nimfa, kualitas makanan dan kondisi lingkungan saat WBC berada pada fase
pradewasa (Mochida dan Okada 1979, Denno dan Roderick 1998). Peningkatan
populasi WBC berbanding lurus dengan kemunculan imago makroptera. Kedua

11

50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

Kontrol
Nigrospora sp4

Jumlah nimfa instar III

1

Kontrol
Nigrospora sp4

2
3
4
5
6
Lama stadia (hari)

B

50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

Kontrol
Nigrospora sp4

1

6

C

50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
1

Jumlah nimfa instar V

2
3
4
5
Lama stadia (hari)

Jumlah nimfa instar II

A

Jumlah nimfa instar IV

Jumlah nimfa instar I

bentuk morfologi tersebut memiliki peran masing-masing di dalam perkembangan
populasi WBC. Makroptera memiliki peran dalam migrasi yang bertujuan untuk
mencari sumber makanan. Sementara itu, brakhiptera memiliki fungsi utama
yaitu untuk bereproduksi.

2
3
4
5
Lama stadia (hari)

6

D

50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

Kontrol
Nigrospora sp4

1

2
3
4
5
Lama stadia (hari)

6

E

50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

Kontrol
Nigrospora sp4

1

2
3
4
5
Lama stadia (hari)

6

Gambar 4 Distribusi lama stadia nimfa instar I (A), instar II (B), instar III (C),
instar IV (D), dan instar V N. lugens (E) pada tanaman padi kontrol dan
tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4.

12

Jumlah imago betina

Imago yang digunakan pada awal penelitian adalah brakhiptera, pemilihan
tersebut disesuaikan dengan tujuan penelitian ini. Imago-imago tersebut berasal
dari daerah endemik WBC dengan populasi yang berlimpah sehingga
memungkinkan untuk memilih imago yang sesuai untuk penelitian ini.
Siklus hidup merupakan selang waktu dari sejak proses oviposisi
(peletakkan telur) sampai saat imago muncul untuk pertama kalinya. Pada
penelitian ini, siklus hidup WBC juga mengalami perubahan dengan keberadaan
cendawan endofit Nigrospora sp4 di dalam jaringan tanaman padi, baik pada
imago betina (Gambar 5A) maupun imago jantan (Gambar 5B). Siklus hidup
imago betina berkisar antara 26 sampai 34 hari (Kontrol) dan 28 sampai 35 hari
(Nigrospora sp4). Distribusi umur imago betina untuk kedua perlakuan
menunjukkan pola persebaran normal.
15

A

Kontrol
Nigrospora sp4

10

5

0

Jumlah imago jantan

25

26

27 28 29 30 31 32 33
Siklus hidup imago betina (hari)

15

B

34

35

Kontrol
Nigrospora sp4

10
5
0
25

26

27

28 29 30 31 32
Siklus hidup jantan (hari)

33

34

35

Gambar 5 Siklus hidup imago betina (A) dan jantan (B) N. lugens pada
tanaman padi kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan
Nigrospora sp4.
Hasil yang tidak jauh berbeda juga terlihat pada siklus jantan WBC. Hal ini
dapat dilihat dari waktu yang dibutuhkan imago jantan pada tanaman dengan
endofit dalam menyelesaikan siklus hidupnya (Tabel 1). Pada tanaman kontrol
siklus hidup jantan berkisar antara 25 sampai 33 hari. Sementara itu, imago jantan
yang hidup pada tanaman dengan endofit memiliki kisaran siklus hidup antara 29
sampai 35 hari. Siklus hidup betina WBC lebih lama dibandingkan dengan siklus
hidup jantan, kondisi ini berlaku untuk kedua perlakuan.

13

Jumlah imago betina

Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Lama Hidup Imago
N. lugens
Lama hidup merupakan selang waktu sejak imago pertama kali muncul
hingga imago tersebut mati. Pengaruh cendawan Nigrospora sp4 terhadap lama
hidup imago WBC tidak sama seperti pada nimfa. Keberadaan cendawan endofit
tidak memberikan pengaruh nyata terhadap lama hidup imago betina dan imago
jantan N. lugens. Rata-rata lama hidup imago betina N. lugens adalah 16.281 ±
0.447 hari (Kontrol) dan 16.194 ± 0.386 hari (Nigrospora sp4) dengan kisaran
waktu antara 10 sampai 20 hari (Kontrol) dan 12 sampai 20 hari (Nigrospora sp4)
(Tabel 1). Sementara itu, rata-rata lama hidup imago jantan yaitu, 16.130 ± 0.508
hari (Kontrol) dan 16 ± 0.520 hari (Nigrospora sp4) dengan kisaran 11 sampai 19
hari (Kontrol) dan 8 sampai 19 hari (Nigrospora sp4). Lama hidup imago betina
lebih lama dibandingkan dengan imago jantan.
Pola distribusi untuk waktu yang dibutuhkan wereng untuk menyelesaikan
fase dewasa (Gambar 6) berbeda dengan pola distribusi umur pada fase pradewasa
(Gambar 4). Pada fase pradewasa, dalam hal ini adalah nimfa, tanaman yang
terinfeksi Nigrospora sp4 selalu mengalami penundaan waktu perkembangan.
8

A

Kontrol
Nigrospora sp4

6
4
2
0

Jumlah imago jantan

8

9

8
7
6
5
4
3
2
1
0

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Lama hidup imago betina (hari)

B

8

9

Kontrol
Nigrospora sp4

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Lama hidup imago jantan (hari)

Gambar 6 Distribusi lama hidup imago betina (A) dan jantan (B) N. lugens
pada tanaman padi kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan
Nigrospora sp4.

14

Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Masa Praoviposisi
N. lugens
Imago betina WBC yang dipelihara pada tanaman yang diberi perlakuan
Nigrospora sp4 memiliki masa praoviposisi yang lebih lama daripada betina yang
dipelihara pada tanaman kontrol (Gambar 7). Penundaan masa praoviposisi
mengakibatkan tertundanya proses peletakkan telur pertama (Gambar 8).

Jumlah imago betina

20

Kontrol
Nigrospora sp4

15
10
5
0
3

4
5
Masa praoviposisi (hari)
Gambar 7 Distribusi masa praoviposisi N. lugens pada tanaman padi kontrol
dan tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4.

Jumlah imago betina

20
15

Kontrol
Nigrospora sp4

10

5
0

Gambar 8

28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Umur betina saat meletakkan telur pertama kali (hari)
Distribusi umur imago betina N. lugens pada saat pertama kali
meletakkan telur (age at first reproduction) pada tanaman padi
kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4.

Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Fekunditas Imago
Betina N. lugens
Fekunditas merupakan potensi kemampuan reproduksi imago betina.
Wereng batang cokelat diketahui memiliki fekunditas yang tinggi. Kemampuan
ini merupakan salah satu faktor pembatas dalam pengendalian WBC di lapangan.
Pada penelitian ini Nigrospora sp4 tidak mempengaruhi fekunditas betina WBC
(Tabel 1). Beberapa penelitian yang menggunakan beberapa spesies cendawan

15
endofit yang berbeda menunjukkan kemampuan untuk menurunkan fekunditas
serangga herbivor.

Persentase kemunculan
imago (%)

Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Kemunculan Imago
N. lugens
Persentase kemunculan imago betina dan jantan secara berurutan
ditunjukkan pada Gambar 9. Nigrospora sp4 menunda kemunculan imago betina
yaitu pada hari ke-28 setelah telur diletakkan (oviposisi awal generasi), tiga hari
lebih lama dari imago yang hidup pada tanaman kontrol. Kecenderungan yang
hampir sama juga ditemukan pada imago jantan WBC. Imago jantan yang
dipelihara pada tanaman padi yang diberi perlakuan endofit pertama kali muncul
pada hari ke-29 setelah telur diletakkan, lima hari lebih lama dari WBC pada
tanaman kontrol. Imago betina WBC pada tanaman padi dengan Nigrospora sp4
mulai muncul pada saat puncak kemunculan imago betina di tanaman kontrol.
Imago jantan WBC pada tanaman dengan endofit muncul pada saat jumlah imago
jantan pada tanaman kontrol mulai menurun. Pada tanaman kontrol imago jantan
muncul lebih cepat sedangkan, pada tanaman dengan endofit imago betina yang
lebih dulu muncul.
35
30
25
20
15
10
5
0

A

Kontrol
Nigrospora sp4

Persentase kemunculan
imago (%)

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Hari Setelah Peletakkan (HSP)
35
30
25
20
15
10
5
0

B

Kontrol
Nigrospora sp4

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Hari Setelah Peletakkan (HSP)
Gambar 9 Persentase kemunculan imago betina (A) dan jantan (B) N. lugens
pada tanaman padi kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan
Nigrospora sp4.

16
Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Nisbah Kelamin
N. lugens
Nisbah kelamin merupakan jumlah relatif jantan dan betina dalam suatu
populasi yang ditunjukkan dengan perbandingan jumlah jantan per 100 betina
(Lincoln et al. 1982). Nisbah kelamin N. lugens dapat dilihat pada Tabel 2.
Analisis nisbah kelamin dilakukan dengan menggunakan khi-kuadrat. Hasil
analisis dari kedua perlakuan menunjukkan bahwa nilai khi-kuadrat hitung lebih
kecil dari pada nilai khi-kuadrat tabel sehingga teori Fisher yang menyatakan
bahwa nisbah kelamin jantan dan betina adalah 1:1 dapat diterima (Tabel 2).
Tabel 2 Nisbah kelamin N. lugens pada tanaman padi kontrol dan tanaman padi
yang diberi perlakuan Nigrospora sp4.
Perlakuan
Kontrol
Nigrospora sp4.

Jantan

Betina

1
1

1.3
1.19

Pengaruh Cendawan Endofit Nigrospora sp4 terhadap Neraca Kehidupan
N. lugens
Distribusi umur WBC sejak telur pertama menetas hingga pengamatan
selesai dihitung berdasarkan jumlah total telur yang menetas dan jumlah total telur
yang diletakkan dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10A menunjukkan pola
penetasan yang sama dengan jumlah telur yang menetas tertinggi terjadi pada hari
ke-12 dan 13 baik itu pada tanaman kontrol maupun tanaman Nigrospora sp4.
Akan tetapi, pola yang sama bukan berarti jumlah telur pun sama. Hasil
pembedahan tanaman uji menunjukkan bahwa pada tanaman yang diberi
perlakuan Nigrospora sp4, jumlah telur yang diletakkan dan yang berhasil
menetas lebih rendah daripada tanaman kontrol (Gambar 10B). Tanaman yang
diberi perlakuan Nigrospora sp4 ternyata tidak berpengaruh terhadap pola
penetasan tetapi mempengaruhi jumlah total telur yang menetas.
Pada bibit yang diberi perlakuan Nigrospora sp4 terjadi peningkatan jumlah
telur yang tidak menetas (Gambar 11). Kondisi seperti ini juga dilaporkan pada
taksa lain, bahwa peningkatan mortalitas telur seringkali berhubungan respon
terhadap spesies yang mengalami stres (Lienesch et al. 2000). Jumlah total telur
yang menetas pada perlakuan Nigrospora sp4 yaitu ± 10% dari 1300 per 100
betina WBC. Hasil tersebut lebih rendah dibandingkan dengan kontrol yaitu ±
19% dari 1506 telur per 100 betina WBC. Hal ini menunjukkan bahwa
Nigrospora sp4 memberikan pengaruh negatif terhadap mortalitas telur WBC.
Hasil ini cukup menjanjikan untuk pengendalian hayati WBC. Fase
perkembangan WBC yang merusak adalah pradewasa (nimfa) dan dewasa
(imago) sehingga pengendalian pada fase telur lebih efektif karena belum
menimbulkan kerusakan pada tanaman padi.

Persentase penetasan telur (%)

17
5

A

4
3
2
1
0
6

Persentase penetasan telur (%)

Kontrol
Nigrospora sp4

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16 17
Hari setelah peletakan (HSP)

25

B

Kontrol
Nigrospora sp4

20
15
10
5
0
6

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16 17
Hari setelah peletakan (HSP)

Gambar 10 Distribusi umur N. lugens selama pengamatan berlangsung.
Persentase ini berdasarkan (A) jumlah total telur yang menetas dan
(B) jumlah total telur yang diletakkan pada tanaman padi kontrol
dan tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4.

Jumlah telur

2000
Kontrol
Nigrospora sp4

1500
1000
500
0
Telur diletakan

Telur menetas

Gambar 11 Jumlah total telur N. lugens yang diletakkan dan jumlah total telur
yang menetas pada tanaman padi kontrol dan tanaman yang diberi
perlakuan Nigrospora sp4.

18
Laju kesintasan (lx) N. lugens pada kohort tanaman kontrol dan tanaman
dengan endofit (Gambar 12). Neraca kehidupan pada penelitian ini menggunakan
umur tengah (pivotal age) yang merupakan selang waktu antara dua periode
waktu yang berurutan (Maia et al. 2000). Kurva laju kesintasan dari hasil
pengamatan menunjukkan pola yang hampir sama termasuk rendahnya tingkat
kesintasan (survivorship) WBC yang terjadi selama perkembangan nimfa,
terutama pada fase instar awal (instar I sampai III) yaitu pada umur 5-20 hari
(Kontrol) dan 5-19 hari (Nigrospora sp4). Penurunan laju kesintasan yang
signifikan disebabkan oleh meningkatnya angka kematian yang terjadi secara
bertahap seiring dengan perkembangan WBC. Pola kesintasan yang diamati
menunjukkan bahwa fase pradewasa WBC lebih rentan terhadap kesesuaian
kualitas makanan.
Laju kesintasan (lx)

0,25
0,20

Kontrol
Nigrospora sp4

0,15
0,10
0,05
0,00

5,5 8,5 11,5 14,5 17,5 20,5 23,5 26,5 29,5 32,5 35,5 38,5 41,5 44,5 47,5 50,5
Umur (hari)

Gambar 12 Kurva kesintasan N. lugens pada kohort tanaman padi kontrol dan
tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora sp4.
Neraca kehidupan untuk kedua perlakuan menunjukkan bahwa dari 100
instar I WBC, sebagai populasi awal kohort, sekitar 32% (Kontrol) dan 31%
(Nigrospora sp4) berhasil menjadi imago betina dengan tingkat mortalitas
tertinggi terjadi selama fase awal perkembangan wereng. Berdasarkan hasil
pengamatan maka populasi WBC untuk kedua perlakuan dapat digolongkan ke
dalam kurva kesintasan tipe III.
Kesintasan dan fekunditas WBC ditunjukkan pada Gambar 13 yang disusun
berdasarkan data lx dan mx. Imago betina WBC meletakkan telur dalam jumlah
sedikit pada awal fase imago dan jumlah terus bertambah seiring pertambahan
umur imago dan kembali menurun pada saat imago akan mati. Jumlah telur
tertinggi yang diletakkan oleh betina WBC adalah 9 telur (Kontrol) dan 8 telur
(Nigrospora sp4). Kondisi ini terjadi pada hari ke-31 (Kontrol) dan hari ke-32
(Nigrospora sp4) setelah telur menetas.
Parameter populasi dan reproduksi WBC disusun dalam Tabel 3. Laju
reproduksi bersih (Ro) merupakan rata-rata jumlah keturunanan (dari fase pertama
dalam suatu siklus hidup) yang dihasilkan oleh setiap individu pada akhir kohort
(Begon et al. 2008). Ro WBC nyata lebih tinggi pada tanaman yang diberi
perlakuan Nigrospora sp4 dibandingkan dengan tanaman tanaman kontrol
berturut-turut yaitu 28.06 dan 27.67. Hasil tersebut menunjukkan bahwa generasi
WBC berikutnya yang dipelihara pada tanaman yang diberi perlakuan Nigrospora
sp4 akan meningkat sebanyak 28.06 kali dari generasi sebelumnya.

A

lx

mx

0,20
0,15
0,10
0,05
0,00

8
7
6
5
4
3
2
1
0

Rataan fekunditas betina per
hari (mx)

Laju kesintasan (lx)

0,25

8
7
6
5
4
3
2
1
0

Rataan fekunditas betina per
hari (mx)

19

Umur (hari)

Laju kesintasan (lx)

0,25

B

0,20
0,15
0,10
0,05
0,00

lx

mx

Umur (hari)

Gambar 13

Kesintasan (lx) dan fekunditas harian (mx) N. lugens yang
dipelihara pada tanaman padi kontrol (A) dan tanaman yang
diberi perlakuan Nigrospora sp4 (B).

Tabel 3 Statistik demografi N. lugens ± galat tanaman padi kontrol dan yang
diberi perlakuan Nigrospora sp4.
No.

Parameter

1.
2.
3.
4.
5.

Laju reproduksi kotor (GRR)
Laju reproduksi bersih (Ro)
Rataan lama generasi (T) (hari)
Laju pertambahan intrinsik (rm)
Doubling time (DT) (hari)

Perlakuan
Kontrol
Nigrospora sp4
82.26 ± 0.05a
64.28 ± 0.05b
27.67 ± 0.06a
28.06 ± 0.12b
38.700 ± 0.005a
40.821 ± 0.016b
0.085807 ± 0.000057a 0.081679 ± 0.000089b
8.078 ± 0.005a
8.486 ± 0.009b

Keterangan: angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan hasil uji t.

Rataan lama generasi (T) merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan sejak
telur diletakkan sampai menjadi imago dan meletakkan telur untuk pertama kali
(Price 1997; Begon et al. 2008). WBC yang dipelihara pada tanaman yang diberi
perlakuan cendawan endofit membutuhkan waktu perkembangan generasi yang
lebih lama dibandingkan dengan tanaman kontrol.

20
Laju pertambahan intrinsik (rm) menggambarkan laju peningkatan populasi
pada populasi yang berkembang dengan sumber daya yang tidak terbatas (Price
1997). Neraca kehidupan dengan data rm dapat memberikan pengetahuan lebih
mendalam mengenai karakteristik pola kehidupan spesies yang diamati (Gill et al.
1989). Nilai rm yang tinggi dapat diartikan bahwa pada kondisi alami populasi
tersebut akan mengalami mortalitas yang tinggi. Pada penelitian ini rm populasi
WBC pada tanaman kontrol lebih tinggi daripada tanaman yang diberi perlakuan
endofit. Hal ini menunjukkan bahwa pada ta