Analisis Dampak Pertambangan terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan

ANALISIS DAMPAK PERTAMBANGAN TERHADAP
PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN LUWU
TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN

WAHYU HIDAYAT

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Dampak
Pertambangan terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten Luwu Timur
Provinsi Sulawesi Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

Wahyu Hidayat
NIM A156120051

RINGKASAN
WAHYU HIDAYAT. Analisis Dampak Pertambangan terhadap Pengembangan
Wilayah di Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh
ERNAN RUSTIADI dan HARIADI KARTODIHARDJO.
Kabupaten Luwu Timur berpotensi besar dari segi sumberdaya alam serta
tempat beroperasinya sebuah perusahaan lokal dan multinasional yang bergerak di
bidang pertambangan. Sektor pertambangan masih diharapkan menjadi penghasil
devisa di Kabupaten Luwu Timur pada masa mendatang. Oleh sebab itu, untuk
mencapai kondisi tersebut, dibutuhkan informasi terkait perencanaan
pengembangan wilayah sehingga diharapkan tercipta suatu pembangunan wilayah
yang berkelanjutan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyediakan informasi dasar
tentang dampak pertambangan terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten

Luwu Timur. Adapun tujuan khusus penelitian yaitu: 1. Menganalisis perubahan
tutupan/penggunaan lahan di Kabupaten Luwu Timur tahun 2002-2013 dan
2013-2024; 2. Menganalisis lokasi perusahaan tambang sebagai salah satu faktor
pendorong perubahan tutupan/penggunaan lahan di Kabupaten Luwu Timur;
3. Mengetahui konsisten dan inkonsistensi antara lokasi perusahaan tambang
dengan RTRW Kabupaten Luwu Timur; 4. Mengidentifikasi dampak perusahaan
tambang terhadap masyarakat adat dan kehidupan sosial masyarakat Kabupaten
Luwu Timur; 5. Menganalisis peran sektor pertambangan terhadap perekonomian
wilayah dan keterkaitannya antar sektor-sektor lain di Kabupaten Luwu Timur.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi klasifikasi citra satelit, Land
Change Modeler (LCM), markov, Cellular Automata (CA)-Markov, Estimasi
Maksimum (MLE), Ordinary Least Square (OLS), overlay, history konflik, pohon
konflik, pemetaan aktor, komparatif, agregasi dan RAS.
Pada periode 2002-2013 dan 2013-2024, kawasan hutan telah mengalami
laju penurunan tertinggi, sementara lahan terbuka serta pemukiman/bangunan
mengalami peningkat. Faktor lokasi tambang memiliki dampak positif pada
perubahan penggunaan lahan di semua tipe penggunaan lahan /tutupan di Timur
Kabupaten Luwu. Sementara itu, luas lokasi tambang memiliki dampak positif
pada perubahan kawasan hutan menjadi lahan terbuka serta kawasan hutan
menjadi pemukiman/bangunan. Dari 13 perusahaan tambang, hanya ada dua

perusahaan yang konsisten terhadap rencana tata ruang, sementara yang lainnya
inkonsisten.
Masalah inti dari konflik masyarakat adat Suku To Kanrosi’e Kampung
Dongi dengan perusahaan tambang PT. Vale Indonesia, Tbk adalah klaim lahan.
Penyebab masalah adalah pergolakan sosial DI/TII, sumberdaya alam (bahan
tambang) dan pemberian izin tambang sehingga menimbulkan efek seperti
demonstrasi, situs-situs adat hilang. Pemicu kurang harmonisnya interaksi sosial
antar individu dan kelompok yaitu meningkatnya biaya hidup yang tidak disertai
peningkatan produktifitas secara signifikan, persaingan status sosial, dan
tumbuhnya sifat komsumtif masyarakat tengah serta arus modernisasi yang
berkembang di masyarakat. Tradisi dan adat istiadat setempat masih sangat kental
dan keamanan di Kabupaten Luwu Timur tetap terjaga.

Sektor pertambangan (subsektor pertambangan tanpa migas dan subsektor
penggalian) memiliki peranan penting baik dalam penciptaan PDRB maupun
output total tetapi sektor ini belum mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi
sektor hulu dan hilirnya akibat rendahnya keterkaitan antar sektor serta rendahnya
derajat efek ganda yang di timbulkan. Pembangunan sektor pertambangan yang
merupakan bagian dari sektor primer akan berkelanjutan dan berdampak besar
terhadap ekonomi wilayah apabila memiliki keterkaitan kuat dengan sektor

bangunan/ konstruksi dan sektor industri non migas sebagai sektor sekunder yang
merupakan penunjang sektor primer.
Kata kunci: Kabupaten Luwu Timur, Pengembangan Wilayah, Pertambangan

SUMMARY
WAHYU HIDAYAT. Impact Analysis of Mining to Regional Development in
Luwu Timur Regency of South Sulawesi Province. Supervised by ERNAN
RUSTIADI and HARIADI KARTODIHARDJO .
Luwu Timur Regency has great potential in terms of natural resources and
where it operates a local and multinational companies engaged in the mining. The
mining sector is expected to become a foreign exchange earner Luwu Timur
Regency in the future. Therefore, to achieve this condition, in need of information
is related to regional development planning The is expected to create a sustainable
regional development.
This research aimed to provide basic information on the impact of mining to
regional development in Luwu Timur Regency. The specific objectives of
research was to analyze extents change of the land use/cover in Luwu Timur
Regency in 2002-2013 and 2013-2024, to Analyzing the location of the mining
company as one of the driving factors in land use/cover change in Luwu Timur
Regency, to know of consistent and inconsistently between mining company

location with spatial plan in Luwu Timur Regency, to identify the mining impact
on indigenous people and social life of society in Luwu Timur Regency, and to
analyze the role of the mining sector to the economy regional and the linkages
between many sectors in Luwu Timur Regency. The method consisted of satellite
imagery classification, the Land Change Modeler (LCM), markov, Cellular
Automata(CA)-Markov, Maximum Likelihood Estimation (MLE), Ordinary Least
Square (OLS), overlay, conflict history, conflict tree, actor mapping, a
comparative, aggregations and RAS.
In the period of 2002-2013 and 2013-2024, forest area had experienced the
highest decline, both open land and settlement/buildings have been increasing.
The factor of areas in the spatial plan, mine sites, and slope classes have a positive
impact on land use changes in all classes of land use/cover in the Luwu Timur
Regency. Meanwhile, the area of the mine locations have the positive impact on
the change of forest areas into open land as well as forest area into
settlement/buildings. From the 13 mining companies, there are two only
companies were consistent against spatial plan, while the other mining
companiess were unconsisten.
Primary of issue of conflict indigenous to karonsie tribe dongi village was
land claims. The cause of the problem was social upheaval DI / TII, natural
resources (minerals) and the granting of mining giving rise to effects, i.e

demonstrations, traditional sites disappear. The triggers lack of harmony in social
interaction between individuals and groups, the rising cost of living that is not
accompanied by a significant increase in productivity, social status competition,
and the grow of consumptive nature of the middle as well as the modernization of
developing in the community. The local customs and traditions are still very
strong and security in Luwu Timur Regency is maintained.
The mining sector (the non oil-gas sub sector and mining quarrying sub
sector) have an important role both in the creation of GDP and total output but the
sector has not been able to boost economic growth upstream and downstream
linkages between sectors due to low and low degree of double effect that posed.

Development of the mining sector, which is part of the primary sector will be
sustainable and have a major impact on the economy if the region has a strong
relation with the building/construction sector and non-oil industrial sector as a
secondary sector that is supporting the primary sector.
Key words: Luwu Timur Regency, Mining, Regional Development.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

ANALISIS DAMPAK PERTAMBANGAN TERHADAP
PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN LUWU
TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN

WAHYU HIDAYAT

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Boedi Tjahjono, MSc

Judul Tesis : Analisis Dampak Pertambangan terhadap Pengembangan Wilayah
di Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan
Nama
: Wahyu Hidayat
NIM
: A 156120051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Ernan Rustiadi, MAgr.
Ketua

Prof Dr Ir Hariadi Kartodihardjo, MSc

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Santun RP Sitorus

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr.

Tanggal Ujian: 12 Januari 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini ialah dampak pertambangan dengan judul Analisis Dampak

Pertambangan terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten Luwu Timur
Provinsi Sulawesi Selatan.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Dr Ir Ernan Rustiadi, MAgr dan Prof. Dr Ir Hariadi Kartodihardjo, MSi selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, arahan dan bimbingan
sehingga penelitian berhasil diselesaikan dan diwujudkan dalam bentuk karya
tulis ilmiah.
2. Dr Boedi Tjahjono, MSc selaku penguji luar komisi yang telah memberikan
masukannya yang sangat bermanfaat.
3. Prof Dr Ir Santun R.P Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah IPB atas motivasi dan bimbingan dari tahap awal hingga penyelesaian
tesis ini.
4. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah IPB.
5. Kepala Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi beserta jajarannya atas
kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis.
6. Pemerintah Kabupaten Luwu Timur yang telah memberikan izin penelitian dan
membantu memberikan data yang berhubungan dengan penelitian kepada

penulis.
7. Rekan-rekan PWL kelas Reguler, BAPPENAS angkatan 2012 dan semua pihak
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
8. Ayahanda H. Baharuddin, SE, MM dan Ibunda Hj. Hasnah Bahauddin, SSit
(Almh), Ibu Hj. Rosniah dan Adekku tersayang Wawan Kurniawan Saputra,
A.Md serta keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan selama
ini.
Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga
dalam penelitian ini masih terdapat kekurangan. Akhirnya, semoga karya ilmiah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor,

Maret 2015

Wahyu Hidayat

38

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
2
3
4
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengembangan Wilayah
5
Citra Satelit
5
Tutupan/Penggunaan Lahan
6
Klasifikasi Tutupan/Penggunaan Lahan
6
Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 7
Konflik dan Analisis Konflik
8
Perubahan Kehidupan Sosial dan Faktor-faktor yang Menyebabkan
9
Ekonomi Wilayah
11
Penelitian Terdahulu
13
Kerangka Pemikiran
14
Hipotesis Penelitian
16
3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Tahap Analisis Data

17
17
20

4 KONDISI UMUM WILAYAH
Kondisi Fisik Wilayah
Rencana Pola Ruang
Kependudukan

31
35
38

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Perubahan Tutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2003-2013
Analisis Prediksi Tutupan/Penggunaan Lahan
Analisis Dampak Pertambangan
Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang
Analisis Konflik
Analisis Kehidupan Sosial Masyarakat
Analisis Pertumbuhan Ekonomi
Analisis I-O
Sintesis

39
43
46
48
51
60
63
66
84

DAFTAR ISI (lanjutan)
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

86
87

DAFTAR PUSTAKA

88

LAMPIRAN

93

RIWAYAT HIDUP

128

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.

Penelitian terdahulu
Tahapan pengumpulan data, metode analisis data dan analisis data serta
output yang diharapkan
Variabel-variabel dalam binary logistic regression
Varibel dalam regresi linier sederhana
Sektor-Sektor Tabel I-O Kabupaten Luwu Timur
Struktur Tabel Input-Output
Daftar Perusahaan Tambang di Kabupaten Luwu Timur
Fungsi kawasan dan luas, persentase pemanfaatan ruang berdasarkan
RTRW Kabupaten Luwu Timur tahun 2010-2031
Luas dan persentase tutupan/penggunaan lahan yang terdapat
di Kabupaten Luwu Timur tahun 2002 dan 2013
Matriks
perubahan tutupan/penggunaan lahan tahun 2002-2013
di Kabupaten Luwu Timur
Luas dan persentase tutupan/penggunaan lahan yang terdapat
di Kabupaten Luwu Timur tahun 2013 dan 2024
Matriks
perubahan tutupan/penggunaan lahan tahun 2013-2024
di Kabupaten Luwu Timur
Hasil akhir binary logistic regression
Hasil akhir regresi linear sederhana
Konsisten (√) dan inkonsistensi (×) antara lokasi perusahaan tambang
dengan RTRW Kabupaten Luwu Timur
Luas inkonsistensi lokasi perusahaan tambang di Kabupaten Luwu
Timur
Luas Kesesuaian peruntukan ruang antara kawasan tambang dengan
RTRW Kabupaten Luwu Timur
Nilai pertumbuhan ekonomi Kabupaten Luwu Timur tahun 2004-2012
Nilai pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha di Kabupaten
Luwu Timur tahun 2004-2012 (%)
PDRB Kabupaten Luwu Timur Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2012
Struktur Perekonomian Kabupaten Luwu Timur berdasarkan Tabel I-O
Tahun 2012 (22 x 22 sektor)
Struktur Perekonomian Kabupaten Bandung Barat berdasar Tabel I-O
Tahun 2008 (28 x 28 sektor)
Output Total berdasarkan Tabel I-O Tahun 2012
Pengelompokan Sektor Perekonomian di Kabupaten Luwu Timur
Berdasarkan Nilai IDP dan IDK
Kontribusi Sektor Industri non Migas Tahun 2012

14
18
23
24
27
28
33
35
39
42
43
45
46
47
50
50
48
63
64
66
67
68
69
77
78

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

21.

22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.

Kerangka Pemikiran
Lokasi Penelitian
Bagan Alir Proses Analisis Data Penelitian
Bagan Alir Analisis Perubahan Tutupan/Penggunaan Lahan Tahun
2002-2013
Bagan Alir Analisis Prediksi Perubahan tutupan/Penggunaan Lahan
Bagan Alir Kesesuaian Pemanfaatan Ruang
Bagan ALir Analisis Input-Output
Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Luwu Timur
Peta kawasan pertambangan Kabupaten Luwu Timur
Peta rencana fungsi kawasan (RTRW) Kabupaten Luwu Timur
Peta rencana pemanfaatan ruang (RTRW) Kabupaten Luwu Timur
Perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Luwu Timur
Peta Tutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2002 Kabupaten Luwu Timur
Peta Tutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2013 Kabupaten Luwu Timur
Peta Hasil Prediksi Tutupan / Penggunaan Lahan Tahun 2024
Kabupaten Luwu Timur
Peta kesesuaian pemanfaatan ruang antara lokasi tambang dengan
RTRW Kabupaten Luwu Timur
Pemetaan konflik antar aktor
Pohon Konflik
Nilai pertumbuhan ekonomi Kabupaten Luwu Timur tahun
2004-2012 (%)
Nilai pertumbuhan ekonomi lapangan usaha pertanian, pertambangan/
penggalian, listrik, gas dan air bersih dan usaha bangunan di Kabupaten
Luwu Timur tahun 2004-2012 (%)
Nilai pertumbuhan ekonomi lapangan usaha perdagangan, hotel dan
restaurant, angkutan dan komunkasi, keuangan dan persewaan dan jasajasa di Kabupaten Luwu Timur tahun 2004-2012 (%)
Nilai Keterkaitan Langsung ke Belakang (DBLj)
Indeks Keterkaitan Langsung ke Belakang (DBL*j)
Nilai Keterkaitan Langsung ke Depan (DFLi)
Indeks Keterkaitan Langsung ke Depan (DFL*i)
Nilai Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang (DIBL)
Nilai Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan (DIFL)
Indeks Daya Penyebaran (IDP)
Indeks Derajat Kepekaan (IDK)
Keterkaitan Ke Belakang sektor penggalian
Nilai Multiplier Effect Output/OM
Nilai Tambah Bruto NTB/VM
Nilai Income Multiplier/IM

15
17
20
21
22
24
26
32
34
36
37
36
40
41
44
49
57
59
63

65

65
70
71
72
72
73
74
75
76
78
80
81
82

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.

6.

7.
8.
9.

10.

11.
12.
13.
14.
15.
16.

17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.

Daftar data path/row aoi wilayah Kabupaten Luwu Timur citra satelit
landsat 7 ETM+ Multispektral dan Pankromatik
Daftar data path/row aoi wilayah Kabupaten Luwu Timur citra satelit
landsat 8OLI-TERS Multispektral dan Pankromatik
Klasifikasi tutupan lahan berdasarkan Ditjen Planologi tahun 2006
Kenampakan masing-masing kelas tutupan/penggunaan lahan pada
citra landsat, google earth dan keadaan di lapangan
Penyumbang atau kontributor terbesar dalam perkembangan tipe
tutupan/penggunaan lahan terbuka dan lahan terbangun/ permukiman
Periode 2002-2013
Penyumbang atau kontributor terbesar dalam perkembangan tipe
tutupan/penggunaan lahan terbuka dan lahan terbangun/ permukiman
Periode 2013-2024
Tren perubahan lahan hutan ke lahan terbuka Periode 2002-2013 yaitu
ke arah timur tenggara atau di Kecamatan Towuti
Tren perubahan lahan hutan ke lahan terbangun/permukiman ke arah
selatan tenggara atau di Kecamatan Malili Tahun 2002-2013
Tren perubahan lahan hutan ke lahan terbuka Periode 2013-2024 yaitu
ke arah timur tenggara terkonsentrasi di Kecamatan Towuti, Nuha, dan
Wasuponda
Tren perubahan lahan tegalan ke lahan terbangun/pemukiman periode
2013-2024 yaitu ke arah selatan barat daya yang terkonsentrasi di
Kecamatan Wotu, Angkona, dan Tomoni Timur
Peta Kesesuaian penggunaan lahan setiap tipe tutupan/penggunaan
lahan
Pedoman Kesesuaian Lahan di RTRW Kabupaten Luwu Timur
Kriteria Kesesuaian Lahan di RTRW Kabupaten Luwu Timur
Binary logististik regression
Visualisasi di Lapangan
Daftar Pertanyaan Penelitian Analisis Dampak Pertambangan Terhadap
Pengembangan Wilayah di Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi
Selatan
Tabel catatan harian penelitian
Kriteria informan
PDRB Kabupaten Luwu Timur ADHB Menurut Sektor/Lapangan
Usaha Tahun 2004-2012 (Juta Rp)
Persentase PDRB Kabupaten Luwu Timur ADHB Menurut Sektor/
Lapangan Usaha Tahun 2004-2012 (Juta Rp)
PDRB Kabupaten Luwu Timur ADHK (2000) Menurut
Sektor/Lapangan Usaha Tahun 2004-2012
Persentase PDRB Kabupaten Luwu Timur ADHK (2000) Menurut
Sektor/ Lapangan Usaha Tahun 2004-2012
Keterangan Kode Sektor Ekonomi di Kabupaten Luwu Timur
Tabel Input-Output Kabupaten Luwu Timur Tahun 2012 (juta rupiah)
Matriks Kebalikan Leontief (I-A)-1
Kelompok sektor yang memiliki keterkaitan dengan sektor lain

93
94
95
96

98

98
99
99

99

99
100
100
101
102
103

113
114
114
115
115
116
116
117
118
123
127

38

39

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 mengamanatkan bahwa “Bumi,
air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sumberdaya alam
tersebut terdiri atas sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable
resources) dan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (non renewable
resources). Sumberdaya alam senantiasa dikaitkan dengan pengembangan
wilayah di Indonesia karena sumberdaya alam sangat berperan sebagai tulang
punggung perekonomian nasional dan masih akan diandalkan dalam jangka
menengah
(Salim dalam Djakapermana 2010). Pengembangan wilayah
dilaksanakan melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki oleh
wilayah secara harmonis, serasi dan terpadu melalui pendekatan yang bersifat
komprehensif, diantaranya aspek fisik, ekonomi, sosial (Djakapermana 2010).
Keberadaan tambang di suatu wilayah, secara langsung maupun tidak
langsung memberikan dampak bagi pengembangan wilayah. Menurut Tuni (2013)
bahwa aktivitas pertambangan dapat menimbulkan dampak terjadinya perubahan
tutupan/penggunaan lahan. Perubahan tersebut berimplikasi pada peningkatan luas
tutupan/penggunaan lahan tertentu atau beberapa kategori tutupan/penggunaan
lahan, diikuti penurunan luas kategori lainnya pada suatu periode tertentu. Hal ini
banyak terjadi pada wilayah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah
(Sihombing 2013), wilayah hasil pemekaran (Tuni 2013) dan wilayah dimana
terdapat perusahaan tambang (Gunawan et al. 2010).
Pemberian izin wilayah konsesi pertambangan seringkali tidak
mempertimbangkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) (Hamzah 2005).
Kemunculan perusahaan tambang di suatu wilayah menjadi fenomena baru
berkaitan dengan pemanfaatan ruang. Menurut Kusuma (2010) bahwa dalam
rangka harmonisasi pemanfaatan ruang, penetapan kawasan tambang harus
berdasarkan peraturan perundang-undangan tata ruang. RTRW merupakan produk
pemerintah yang memiliki banyak fungsi, diantaranya sebagai landasan untuk
pengendali perubahan penggunaan lahan (Pribadi et al. 2006) dan mengatasi
masalah lingkungan suatu wilayah (Albrechts 2006).
Kehadiran perusahaan tambang di suatu wilayah biasanya diawali dengan
konflik lahan seperti lahan tanah adat. Wilayah tanah adat biasanya diklaim
sebagai tanah negara atau dinyatakan tidak berpenghuni sehingga perusahaan
tambang bisa mendapatkan izin dari negara untuk melakukan penambangan.
Menurut Kartodihardjo (2012) bahwa keberadaan hutan adat di dalam semua
fungsi hutan (konservasi, lindung, produksi) belum diadministrasikan dan di
lapangan keberadaan hutan adat tidak dipastikan batas-batasnya dengan alokasi
hutan negara lainnya. Kondisi demikian itu menjadi penyebab terjadinya konflik
dengan posisi hutan adat lebih lemah dari posisi para pemegang ijin maupun
pengelola hutan.
Keberadaan perusahaan tambang di suatu wilayah dapat memicu terjadinya
mobilitas penduduk. Keberadaan penduduk pendatang akan berpengaruh terhadap
tingkat interaksi antara penduduk lokal dan penduduk pendatang serta terdapatnya

persaingan antara kelompok masyarakat (Pertiwi 2011). Dalam kehidupan
bermasyarakat tidak senantiasa dapat ditemukan kondisi harmonis, yang mana
setiap orang dan keluarga dapat berperilaku sesuai harapan semua orang atau
masyarakat tersebut (Kartodihardjo 2009). Situasi demikian dapat ditemui dalam
keberadaan perusahaan tambang di tengah-tengah masyarakat.
Kabupaten Luwu Timur merupakan salah satu wilayah kabupaten hasil
pemekaran tahun 2003 di Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Luwu Timur
memiliki sumber daya alam yang melimpah dan tempat beroperasinya perusahaan
lokal dan multinasional yang bergerak di bidang pertambangan (Marakarma
2009). Hal ini terlihat dari data Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan
oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) Kabupaten Luwu Timur,
Data menunjukkan ada 13 perusahaan yang mendapatkan izin usaha
pertambangan jenis bahan galian mineral dan 19 perusahaan jenis bahan galian
Pasir Batu (SIRTU).
Sektor pertambangan memberikan konstribusi terhadap Produk Domestik
Bruto (PDRB) Kabupaten Luwu Timur. Tahun 2011, PDRB Kabupaten Luwu
Timur atas dasar harga berlaku mencapai 9.6 triliun rupiah. Konstribusi sektor
pertambangan dan galian terhadap PDRB tersebut sebesar 73.56 % (BPS 2012b).
Hal ini menjadikan sektor pertambangan dan galian masih diharapkan menjadi
sumber utama pendapatan daerah Kabupaten Luwu Timur pada masa mendatang.
Oleh sebab itu, dibutuhkan tata kelola informasi dan perencanaan pengembangan
wilayah yang baik sehingga tercipta pembangunan wilayah yang berkelanjutan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Morrissey dan O’Donoghue dalam Syarief
(2014), bahwa analisis ekonomi wilayah penting dilakukan untuk menyediakan
akses bagi pemegang kebijakan terkait dampak sektor ekonomi.
Perumusan Masalah
Kabupaten Luwu Timur merupakan salah satu kabupaten di Provinsi
Sulawesi Selatan yang banyak terdapat perusahaan tambang, baik itu perusahaan
berskala besar maupun perusahaan berskala kecil. Kegiatan Pertambangan ini
telah berimplikasi terhadap perubahan tutupan/penggunaan lahan. Tutupan/
penggunaan lahan yang semula didominasi oleh hutan telah beralih menjadi lahan
terbuka dan lahan terbangun. Oleh karena itu, perlu adanya pemantauan dan
pengendalian terhadap aktivitas pertambangan. Pada posisi ini, pelaksanaan
RTRW menjadi sangat penting.
Pengelolaan tambang di Kabupaten Luwu Timur juga melahirkan konflik
lahan. Konflik ini terjadi antara pihak pemegang IUP dengan masyarakat adat.
Hal ini dapat dilihat dari kasus masyarakat adat suku To Kanrosi’e Kampung
Dongi dengan perusahaan tambang milik PT.Vale Indonesia, Tbk yang telah
berlangsung lama. Masyarakat adat Suku To Kanrosi’e Kampung Dongi
menggugat PT Vale Indonesia, Tbk sebagai pemegang IUP karena telah
menggunakan lahan adat mereka selama berpuluh tahun. Pemerintah daerah telah
memediasi namun hingga hari ini belum menemukan solusi yang baik. Untuk itu,
diperlukan analisis dan langkah yang lebih tepat dalam menyelesaikan konflik
lahan tersebut sehingga tidak menimbulkan efek yang banyak.
Walaupun demikian kehadiran perusahaan tambang di Kabupaten Luwu
Timur telah memberikan peluang kerja baik masyarakat lokal maupun di luar

Kabupaten Luwu Timur bahkan warga asing. Hal ini tentu memberikan pengaruh
dan perubahan terhadap kehidupan sosial masyarakat di Kabupaten Luwu Timur.
Perubahan kehidupan sosial yang terjadi pada masyarakat di Kabupaten Luwu
Timur diantaranya berupa interaksi sosial yang cenderung individualistik dan
persaingan status sosial semakin tinggi.
Selain dampak negatif, keberadaan tambang di Kabupaten Luwu Timur juga
memberikan dampak positif bagi ekonomi wilayah di Kabupaten Luwu Timur
bahkan Provinsi Sulawesi Selatan. Hal ini dapat dilihat dari persentasi
sumbangan sektor pertambangan dan galian terhadap PDRB. Di tingkat Provinsi
Sulawesi Selatan, Kabupaten Luwu Timur sebagai wilayah Program
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), yang memposisikan Kabupaten
Luwu Timur sebagai pusat pertambangan nikel pada koridor ekonomi Sulawesi.
Hal tersebut menyebabkan pelaksanaan program-program pembangunan lebih
bersifat politis tanpa didasarkan pada suatu kajian yang lebih ilmiah.
Hubungan antar sektor ekonomi wilayah seringkali diabaikan dalam
pengambilan keputusan yang menyebabkan fokus pembangunan menjadi bias dan
tidak menyentuh permasalahan yang ada. Sektor pertambangan dan sektor lainnya
memiliki peran penting dalam menopang perekonomian di Kabupaten Luwu
Timur pada masa mendatang. Untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan
informasi terkait perencanaan pengembangan wilayah dengan memperhatikan
keterkaitan sektor pertambangan dengan sektor-sektor lainnya. Keterkaitan sektor
pertambangan harus ditingkatkan agar mampu menarik sektor-sektor di hulunya
(sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang) dan menarik sektor-sektor di
hilirnya (sektor yang memiliki keterkaitan ke depan). Semakin kuat keterkaitan
sektor pertambangan dengan sektor-sektor lain, maka akan makin besar pula
pengaruhnya dalam perkembangan wilayah Kabupaten Luwu Timur Oleh karena
itu, untuk mengetahui peranan sektor pertambangan dalam perekonomian wilayah
serta keterkaitannya dengan sektor lain perlu dilakukan analisis sehingga arahan
pembangunan pada masa depan tepat sasaran.
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Seberapa besar perubahan tipe tutupan/penggunaan lahan tahun 2002, 2013 dan
2024 di Kabupaten Luwu Timur?
2. Apakah lokasi perusahaan tambang sebagai salah satu faktor pendorong
perubahan tutupan/penggunaan lahan di Kabupaten Luwu Timur?
3. Apakah kawasan tambang sudah konsisten dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Luwu Timur?
4. Bagaimana dampak perusahaan tambang terhadap masyarakat di Kabupaten
Luwu Timur?
5. Seberapa besar peran sektor pertambangan terhadap ekonomi wilayah di
Kabupaten Luwu Timur?
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menyediakan informasi dasar
tentang dampak pertambangan terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten
Luwu Timur.

1.
2.
3.
4.
5.

Adapun tujuan khusus penelitian yaitu:
Menganalisis perubahan tutupan/penggunaan lahan di Kabupaten Luwu Timur
tahun 2002-2013 dan 2013-2024.
Menganalisis lokasi perusahaan tambang sebagai salah satu faktor pendorong
perubahan tutupan/penggunaan lahan di Kabupaten Luwu Timur.
Mengetahui konsisten dan inkonsistensi antara kawasan tambang dengan
RTRW Kabupaten Luwu Timur.
Mengidentifikasi dampak perusahaan tambang terhadap masyarakat adat dan
kehidupan sosial masyarakat Kabupaten Luwu Timur.
Menganalisis peran sektor pertambangan (pertambangan non migas dan
penggalian) terhadap perekonomian wilayah dan keterkaitannya antar sektorsektor lain di Kabupaten Luwu Timur.
Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah Indonesia
khususnya pemerintah Kabupaten Luwu Timur, tentang dampak apa saja yang
dapat diperoleh dan berbagai masalah yang muncul atas keberadaan pertambangan
dari sudut pandang akademik khususnya dari dampak keruangan, dampak sosial
dan dampak ekonomi, sehingga dapat dijadikan landasan dalam membuat
kebijakan-kebijakan yang lebih menguntungkan daerah dan masyarakat dalam
pengelolaan sumberdaya mineral di masa yang akan datang serta penelitian ini
dapat menjadi rujukan referensi bagi para peneliti, khususnya ilmu perencanaan
wilayah serta menjadi bahan pertimbangan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dan perekonomian daerah serta mendorong aktivitas pembangunan
yang berkelanjutan.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini terdiri dari ruang lingkup secara subtansial dan
ruang lingkup wilayah. Ruang lingkup secara subtansial meliputi aspek fisik
wilayah (khusus terkait perubahan tutupan/penggunaan lahan hutan dan
konsistensi RTRW), aspek sosial (konflik masyarakat adat dan kehidupan sosial
masyarakat), dan aspek ekonomi wilayah (peran sektor pertambangan terhadap
PDRB dan keterkaitannya dengan sektor-sektor lain). Ruang lingkup secara
wilayah meliputi seluruh wilayah administrasi Kabupaten Luwu Timur.

39

39

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengembangan Wilayah
Salah satu prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam pengembangan
wilayah adalah bahwa setiap wilayah (region) memiliki karakteristik wilayah
yang berbeda-beda, sehingga pendekatan yang dilakukan dalam pengembangan
wilayah harus di dasarkan pada karakteristik wilayah masing-masing. Menurut
Riyadi dalam Hamzah (2005), pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan
kondisi, potensi, dan permasalahan wilayah bersangkutan karena kondisi sosial
ekonomi, budaya dan geografis antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya
sangat berbeda. Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai tujuan agar
wilayah itu berkembang menuju tingkat perkembangan yang diinginkan.
Pengembangan wilayah dilaksanakan melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya
yang dimilikinya secara harmonis, serasi dan terpadu melalui pendekatan yang
bersifat komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya dan
lingkungan hidup (Djakapermana 2010).
Beberapa pendapat mengenai pengembangan wilayah (regional
development). Rustiadi et al. (2011) menyatakan bahwa pengembangan wilayah
merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi
kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu
wilayah, sedangkan menurut Zen dalam Hamzah (2005) pengembangan wilayah
merupakan usaha memberdayakan suatu masyarakat yang berada di suatu daerah
itu untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat disekeliling masyarakat
dengan menggunakan teknologi yang relevan dengan kebutuhan, dan bertujuan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang bersangkutan. Jadi, pengembangan
wilayah tidak lain dari usaha mengawinkan secara harmonis sumberdaya alam,
manusianya, dan teknologi, dengan memperhitungkan daya tampung lingkungan.
Tujuan utama pengembangan pengembangan wilayah menurut Rustiadi
dalam Hamzah (2005) adalah menyerasikan berbagai kepentingan pembangunan
sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumberdaya yang ada di
dalamnya dapat optimal mendukung kegiatan kehidupan masyarakat sesuai
dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang diharapkan. Optimal
berarti dapat dicapai tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek
sosial-budaya dan lingkungan yang berkelanjutan.
Citra Satelit
Citra satelit adalah gambaran kenampakan permukaan bumi hasil
penginderaan pada spectrum elektromagnetik tertentu yang ditayangkan pada
layar atau disimpan pada media rekam/cetak. Ukuran terkecil sebuah obyek di
permukaan bumi yang diwakili oleh sebuah piksel disebut resolusi spasial.
Resolusi spasial sangat penting dalam penginderaan jauh karena menentukan
tingkat kedetailan objek yang dapat diamati dari sebuah citra satelit. Jenis citra
satelit resolusi rendah yaitu noaa (1 km) dan modis (1 km). Jenis citra satelit
resolusi menengah yaitu landsat (30 m) dan spot (10-20 m). Jenis citra satelit
resolusi tinggi yaitu spot-5, alos, ikonos dan quickbird.

Citra satelit sangat lazim digunakan dalam kegiatan yang berhubungan
dengan pengelolaan sumber daya alam untuk pengembangan wilayah. Hal ini
dikarenakan data citra satelit memuat kondisi fisik dari permukaan bumi yang
dapat dikuantifikasi/dianalisa sehingga menghasilkan informasi yang factual
tentang sumber daya yang ada dalam skala luas. Informasi yang paling umum
dihasilkan dari data citra satelit yaitu tutupan/penggunaan lahan.
Tutupan/Penggunaan Lahan
Lahan adalah bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup
pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan
bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara
potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO dalam Yulita
2011). Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi
oleh berbagai aktivitas fauna dan manusia baik di masa lalu maupun saat
sekarang, seperti tindakan konservasi tanah dan reklamasi pada suatu lahan
tertentu. Setiap aktivitas manusia baik langsung maupun tidak langsung selalu
terkait dengan lahan, seperti untuk pertanian, pemukiman, transportasi, industri
atau untuk rekreasi, sehingga dapat dikatakan bahwa lahan merupakan
sumberdaya alam yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Menurut
Sitorus dalam Yulita (2011), mendefinisikan sumberdaya lahan (land resources)
sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta
benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan
lahan.
Definisi mengenai penggunaan lahan (land use) dan penutupan lahan (land
cover) pada hakekatnya berbeda walaupun sama-sama menggambarkan keadaan
fisik permukaan bumi. Lillesand dan Kiefer (1997) mendefinisikan penggunaan
lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada suatu bidang lahan, sedangkan
tutupan lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi
lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut.
Klasifikasi Tutupan/Penggunaan Lahan
Klasifikasi citra merupakan suatu kegiatan untuk mendeteksi dan
mengidentifikasi obyek-obyek permukaan bumi yang tampak pada citra, baik
potret udara maupun citra satelit, dengan cara mengenalinya atas dasar
karakteristik spasial, spektral, dan temporal. Menurut Lillesand dan Kiefer dalam
venus (2008) bahwa klasifikasi obyek dari data digital dapat dilakukan dengan
dua pendekatan. Pendekatan pertama, yang dikenal dengan istilah klasifikasi tidak
terbimbing (unsupervised classification) atau dalam istilah statistika dikenal
dengan analisis gerombol, mengklasifikasikan piksel ke dalam kelas-kelas secara
alami. Klasifikasi tidak terbimbing lebih banyak menggunakan algoritme yang.
mengkaji sejumlah besar piksel yang tidak dikenal dan membaginya ke dalam
kelas-kelas berdasarkan nilai citra yang ada. Kelas yang dihasilkan dari klasifikasi
tidak terbimbing adalah kelas spectral. Pendekatan kedua, yang dikenal dengan
istilah klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi ini dilakukan
dengan menetapkan beberapa daerah contoh (training site) yang mewakili kelas
penutupan lahan yang ada. Pada klasifikasi terbimbing seorang analis citra
menguasai prosedur pengenalan pola spectral dengan memilih kelompok atau

kelas-kelas informasi yang diinginkan dan selanjutnya memilih contoh-contoh
kelas (training area) yang mewakili setiap kelompok. Proses klasifikasi ini akan
berhasil baik bila kelas-kelas spektral yang dipilih dapat dipisahkan dan contoh
kelas yang dipilih benar-benar mewakili seluruh data yang ada. Dalam klasifikasi
terbimbing terdapat tiga tahapan, yaitu tahap penentuan kelas contoh (training
area), tahap klasifikasi, dan tahap penyajian hasil (output).
Kegiatan klasifikasi ini dimulai dengan mengkompositkan citra Landsat
dengan spesifikasi RGB 5-4-3 agar mempermudah proses interpretasi tutupan/
penggunaan lahan. Pada tahap selanjutnya, dilakukan interpretasi citra visual
dengan memperhatikan unsur-unsur interpretasi seperti: ukuran, pola, rona, tekstur
dan warna. Hasil dari interpretasi ini adalah peta tutupan/penggunaan lahan
Kabupaten Luwu Timur Tahun 2002 dan 2013. Untuk membantu proses
klasifikasi, penelitian ini juga memanfaatkan google earth sebagai sumber data
sekunder.
Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya
Menurut Trisasongko et al. (2009) bahwa perubahan penggunaan lahan
dapat ditelaah dari data penginderaan jauh melalui dua pendekatan besar.
Pendekatan pertama merupakan pendekatan yang umum digunakan yaitu
pembandingan peta tematik. Berbagai teknik klasifikasi dapat dimanfaatkan dalam
pendekatan ini, seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Langkah
selanjutnya adalah membandingkan dua atau lebih data tematik dalam suatu
proses analisis, umumnya dikenal dengan analisis Land Use/Cover Change
(LUCC). Pendekatan kedua tidak melibatkan prosedur klasifikasi, sehingga tidak
ada data tematik yang dihasilkan sebagai data intermedier (Nielsen dalam
Trisasongko et al. 2009).
Menurut Dwiprabowo et al. (2012) bahwa isu yang berhubungan dengan
perubahan penggunaan lahan dan penutupan lahan (Land Use Land Use Change,
LULC) telah menarik perhatian dari berbagai bidang penelitian. Industrialisasi,
perpindahan penduduk ke kota dan pertambahan penduduk telah dipertimbangkan
sebagai tenaga yang paling berkontribusi dalam perubahan penggunaan lahan
dalam skala global (Long dalam Dwiprabowo et al. 2012 ).
Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat
dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya
industry/perusahaan yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan
dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Beberapa
kajian dan penelitian telah dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor penyebab
terjadinya perubahan penggunaan lahan. Nasoetion dalam Haryani (2011)
menyatakan beberapa hal yang diduga sebagai penyebab proses perubahan
penggunaan lahan antara lain:
1. Besarnya tingkat urbanisasi dan lambatnya proses pembangunan di pedesaan
2. Meningkatnya jumlah kelompok golongan berpendapatan menengah hingga
atas di wilayah perkotaan yang berakibat tingginya permintaan terhadap
pemukiman (komplek-komplek perumahan)
3. Terjadinya transformasi di dalam struktur perekonomian yang pada gilirannya
akan menggeser kegiatan pertanian/ lahan hijau khususnya di perkotaan

4. Terjadinya fragmentasi pemilikan lahan menjadi satuan-satuan usaha dengan
ukuran yang secara ekonomi tidak efisien.
Faktor fisik yang mempengaruhi penggunaan dan penutupan lahan adalah
faktor-faktor yang terkait dengan kesesuaian lahannya. Faktor fisik ini meliputi
kondisi iklim, sumberdaya air dan kemungkinan perairan, bentuklahan dan
topografi, serta karakteristik tanah, yang secara bersama akan membatasi apa yang
dapat dan tidak dapat dilakukan pada sebidang lahan (Sys dalam Haryani 2011).
Dinamika perubahan penggunaan lahan sangat serius dipelajari mengingat
dampak yang ditimbulkannya sangat serius (Trisasongko et al. 2009). Perubahan
penggunaan lahan mempunyai berbagai pengaruh terhadap kehidupan manusia
antara lain terjadinya bencana alam, penurunan produktivitas lahan dan perubahan
iklim global. Winoto dalam Yulita (2011) mendefinisikan perubahan tutupan/
penggunaan lahan sebagai suatu proses perubahan dari tutupan/penggunaan lahan
sebelumnya ke tutupan/penggunaan lahan lainnya yang dapat bersifat permanen
maupun sementara, dan merupakan bentuk konsekuensi logis adanya
pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat
yang sedang berkembang. Apabila penggunaan lahan untuk sawah berubah
menjadi pemukiman atau industri maka tutupan/penggunaan lahan ini bersifat
permanen dan tidak dapat kembali (irreversible) tetapi jika beralih guna menjadi
perkebunan biasanya bersifat sementara.
Perubahan tutupan/penggunaan lahan pertambangan berkaitan erat dengan
perubahan lereng dan fungsi ruang. Perubahan penggunaan lahan hutan ke non
hutan untuk pertambangan bukanlah semata-mata fenomena dinamis yang
menyangkut pendapatan daerah dan nasional, melainkan merupakan fenomena
fisik yang menyangkut fungsi ruang, karena secara agregat berkaitan erat dengan
perubahan tutupan/penggunaan lahan dan tata ruang.
Konflik dan Analisis Konflik
Teori konflik digunakan untuk dasar dalam menganalisa faktor penyebab
timbulnya masalah, mekanisme dan pola penyelesaian konflik lahan antara
masyarakat adat dengan PT. Vale Indonesia, Tbk di wilayah Kecamatan Nuha,
Kabupaten Luwu Timur. Teori yang digunakan dalam menganalisa tentang faktorfaktor penyebab terjadinya konflik lahan antara masyarakat adat dengan PT. Vale
Indonesia, Tbk di wilayah Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur adalah teori
konflik yang dikemukakan oleh Fisher et al. (2001) mengemukakan enam teori
yang mengkaji dan menganalisis penyebab terjadinya konflik. Adapun teori
tersebut meliputi teori hubungan masyarakat, teori negosiasi prinsip, teori
identitas, teori kesalahpahaman, teori transformasi konflik dan teori kebutuhan
manusia.
Teori hubungan masyarakat, teori ini berpendapat bahwa penyebab
terjadinya konflik oleh polarisasi (kelompok yang berlawanan) yang terus terjadi,
ketidak percayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda dalam suatu
masyarakat. Teori Negosiasi Prinsip, teori ini menganggap bahwa penyebab
terjadinya sengketa adalah dikarenakan posisi-posisi yang tidak selaras dan
perbedaan pandangan tentang sengketa oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.
Teori Identitas, asumsi dari teori ini adalah terjadinya konflik disebabkan karena
identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau

penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan. Teori Kesalahpahaman, sengketa
terjadi disebabkan tidak sesuainya cara – cara dalam komunikasi di antara
berbagai budaya yang berbeda. Teori Transformasi Konflik, berasumsi bahwa
konflik terjadi disebabkan masalah-masalah ketidak setaraan dan ketidak adilan
yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi. Teori
Kebutuhan Manusia, berasumsi bahwa sengketa disebabkan oleh kebutuhan dasar
manusia, baik fisik, mental dan sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi.
Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi sering menjadi inti
diskusi. Analisis konflik dapat dilakukan dgn sejumlah alat bantu dan teknik yang
sederhana, praktis dan yang sesuai. Analisis konflik bukan merupakan kegiatan
satu kali saja, namun berlangsung terus menerus, sehingga dapat menyesuaikan
tindakan penanganan dengan berbagai faktor, dinamik dan keadaan. Menurut
Fisher et al. (2001) bahwa 9 Alat bantu dapat dipergunakan secara fleksibel dan
kombinatif satu sama lain seperti penahapan konflik, urutan kejadian, pemetaan
konflik, segitiga spk, analogi bawang bombay, pohon konflik, analisis kekuatan
konflik, analogi pilar dan piramida.
Perubahan Kehidupan Sosial masyarakat dan Faktor yang menyebabkan
Perubahan lahan dari tahun ketahun tentunya akan membawa pengaruh
terhadap masyarakat atau penduduk asli tersebut seperti pengaruh terhadap
kehidupan sosial yang mengalami perubahan. Menurut Julianti (2012), hadirnya
sebuah Industri menjadi salah satu syarat terjadinya sebuah perubahan dalam
kehidupan sosial masyarakat pada umumnya. Setiap masyarakat selama hidupnya
pasti mengalami perubahan. Perubahan bagi masyarakat yang bersangkutan
maupun bagi orang luar yang menelaahnya, dapat berupa perubahan–perubahan
yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Adapula perubahan–perubahan
yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan–
perubahan yang lambat sekali, tetapi ada juga yang berjalan cepat. Menurut
Setiadi dan Kolip (2011) bahwa perubahan sosial adalah pergeseran nilai-nilai,
norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga
kemasyarakatan, pelapisan sosial, kekuasaaan dan wewenang, interaksi sosial.
Pengkajian mengenai perubahan sosial yang relatif sangat luas,
dikhawatirkan terjadi suatu kekaburan materi. Oleh karena itu, beberapa ahli
berusaha mendefinisikan pengertian perubahan sosial (Setiadi dan Kolip 2011),
sebagai berikut:
a. Kingsley Davis, perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi
dalam struktur dan fungsi masyarakat.
b. Samuel Koening, Perubahan sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi
yang terjadi pada kehidupan masyarakat.
c. Mac Iver, perubahan sosial adalah perubahan-perubahan dalam hubungan
sosial atau perubahan terhadap keseimbangan sosial.
d. William Ogrburn, Perubahan sosial adalah perubahan dalam unsur-unsur
kebudayaan yang materiil maupun immaterial.
e. Gillin dan gillin, perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara-cara hidup
yang telah diterima dan yang disebabkan baik karena perubahan-perubahan
kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi

maupun adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat
tersebut.
f. Selo Soemardjan, perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang
mempengaruhi sistem sosialnya termasuk nilai, sikap-sikap dan pola perilaku
diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan sifat
perubahan sosial yang berantai dan saling berhubungan antara satu unsur
dengan unsur kemasyarakatan yang lainnya
Gejala-gejala sosial tidak semua mengakibatkan perubahan dapat dikatakan
sebagai perubahan sosial, gejala yang dapat mengakibatkan perubahan sosial
memiliki ciri-ciri antara lain:
1. Setiap masyarakat tidak akan berhenti berkembang karena mereka mengalami
perubahan baik lambat maupun cepat.
2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu akan diikuti
dengan perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya.
3. Perubahan sosial yang cepat dapat mengakibatkan terjadinya disorganisasi
yang bersifat sementara sebagai proses penyesuaian diri.
4. Perubahan tidak dibatasi oleh bidang kebendaan atau bidang spiritual karena
keduanya memiliki hubungan timbal balik yang kuat.
Menurut Damsar dalam Kartodihardjo (2009), bahwa alat untuk memahami
suatu fakta sosial atau suatu peristiwa sangat diperlukan. Alat yang dimaksud
pada dasarnya berupa konsep yaitu cara pandang dengan pengertian di dalamnya
dan menunjukkan pada sesuatu, maupun teori yaitu absrak dari kenyataan yang
menyatakan hubungan sistematis antar fenomena sosial. Konsep dan teori dapat
dianggap sebagai kacamata atau mikroskop, sebagai alat bantu untuk mengetahui
sesuatu, sesuai kedetilan atau tingkat kerumitan yang akan dilihat, fakta atau
peristiwa itu misteri dan abstrak dan bisa terungkap hanya apabila terdapat alat
untuk mengungkapkannya, kecuali apa yang diungkap itu hanya sebatas apa yang
dapat ditangkap oleh panca indera (Kartodihardjo 2009).
Dalam pembahasan mengenai kehidupan sosial penduduk di Kabupaten
Luwu Timur dapat diklasifikasikan kedalam beberapa aspek kehidupan sosial,
sebagai berikut :
a. Interaksi sosial
Menurut Fardani (2012) bahwa interaksi sosial adalah kontak atau hubungan
timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok
atau antar individu dan kelompok
b. Strata/status sosial
Bouman dalam Fardani (2012) menggunakan istilah tingkatan atau dalam
bahasa Belanda disebut stand, yaitu golongan manusia yang ditandai dengan
suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istemewa tertentu dan
menuntut gengsi kemasyarakatan.
c. Eksistensi adat istiadat
Adat istiadat merupakan identitas dari suatu daerah. Namun hal yang sering
terjadi adalah lunturnya adat istiadat suatu daerah, dikarenakan banyaknya
suku dan etnis yang datang ke daerah tersebut (Herimanto dan winarto 2009)
d. Keamanan
Keamanan merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat.
Rasa aman adalah sebagai salah satu syarat tercapai kesejahteraan bagi

masyarakat. Kejahatan seringkali menjadi pemicu terjadinya perubahan
kehidupan sosial karena tidak terpenuhinya kebutuhan hidup (Herimanto dan
Winarto 2009).
Ekonomi Wilayah
Menurut Panuju et al. (2012), diberlakukannya Undang-Undang tentang
Otonomi Daerah akan berimplikasi luas dalam sistem perencanaan pembangunan
di daerah. Pemerintahan Daerah akan memiliki kewenangan yang lebih besar di
dalam merencanakan arah pembangunannya. Di sisi lain, pemerintah daerah akan
semakin dituntut untuk lebih mandiri di dalam memecahkan masalah-masalah
pembangunan di daerahnya. Otonomi daerah juga mengisyaratkan semakin
pentingnya pendekatan pembangunan dengan basis pengembangan wilayah
dibandingkan dengan pembangunan dengan pendekatan sektoral. Pembangunan
berbasis pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan
intersektoral, interspasial, serta antar pelaku-pelaku pembangunan di dalam dan
antar daerah. Keterpaduan lintas sektoral menuntut adanya keterkaita