Pemanfaatan Limbah Kulit Batang Karet sebagai Biosorben Ion Kromium(VI) dan Timbel(II)

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT BATANG KARET
SEBAGAI BIOSORBEN ION KROMIUM(VI)
DAN TIMBEL(II)

MARINA ASTRIAWI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul pemanfaatan limbah
kulit batang karet sebagai biosorben ion kromium(VI) dan timbel(II) adalah karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013
Marina Astriawi
NIM G44104018

ABSTRAK
MARINA ASTRIAWI. Pemanfaatan Limbah Kulit Batang Karet sebagai
Biosorben Ion Kromium(VI) dan Timbel(II). Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan
ADI SANTOSO.
Kulit batang karet merupakan limbah yang cukup melimpah di Sumatera
Selatan dan potensial untuk dimanfaatkan. Penelitian ini memanfaatkan kulit
batang karet sebagai biosorben ion kromium dan ion timbel di perairan. Metode
yang digunakan adalah metode tumpak dengan parameter pengamatan meliputi
pengaruh ukuran partikel, pH larutan, dan waktu kontak. Penetapan kondisi
terbaik penjerapan menggunakan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan
kondisi terbaik biosorpsi Cr(VI) terjadi pada ukuran partikel 100 mesh, pH 2, dan
waktu kontak selama 1 jam, sedangkan kondisi terbaik biosorpsi Pb(II) terjadi
pada ukuran partikel 100 mesh, pH 7, dan waktu kontak selama 1 jam.

Kesetimbangan biosorpsi kromium dan timbel mengikuti pola isoterm Freundlich
(linearitas = 98.80% dan 93.92%). Kapasitas adsorpsi maksimum berdasarkan
model isoterm Freundlich tersebut ialah 0.55 mg Cr(VI) dan 0.98 mg Pb(II) per
gram adsorben.
Kata kunci: biosorben, biosorpsi, karet, kromium, timbel

ABSTRACT
MARINA ASTRIAWI. Utilization of Rubber Stem Bark Waste as Biosorbent of
Chromium(VI) and Lead(II). Under the direction of ETI ROHAETI and ADI
SANTOSO.
Rubber stem bark is a fair amount waste in South Sumatera which is
potential to be utilized. This study utilized the rubber stem bark as chromium and
lead ion heavy metal biosorbent in the water. The method used was batch method
which observation parameters included the influence of biosorbent particle size,
pH, and contact time. The optimum condition was determined by Duncan test.
Results showed that the optimum condition of Cr(VI) biosorption occured at 100
mesh particle size, pH 2, and 1 hour contact time, whereas the optimum condition
of Pb(II) biosorption occur at 100 mesh particle size, pH 7, and 1 hour contact
time. Biosorption equilibrium of chromium and lead followed the Freundlich
isotherm model (linearity = 98.80% and 93.92%). Maximum adsorption capacity

based on the Freundlich equation was 0.55 mg Cr(VI) and 0.98 mg Pb(II) for one
gram of adsorbent.
Key words: biosorbent, biosorption, chromium, lead, rubber

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT BATANG KARET
SEBAGAI BIOSORBEN ION KROMIUM(VI)
DAN TIMBEL(II)

MARINA ASTRIAWI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Judul Skripsi : Pemanfaatan Limbah Kulit Batang Karet sebagai Biosorben Ion
Kromium(VI) dan Timbel(II)
: Marina Astriawi
Nama
: G44104018
NIM

Disetujui oleh

Dr Eti Rohaeti, MS
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

ra,1 AUG 1'lU

Prof Dr


dイウセッL

|iO セ@

Pembimbing II

MSi

Judul Skripsi : Pemanfaatan Limbah Kulit Batang Karet sebagai Biosorben Ion
Kromium(VI) dan Timbel(II)
Nama
: Marina Astriawi
NIM
: G44104018

Disetujui oleh

Dr Eti Rohaeti, MS
Pembimbing I


Prof Dr Drs Adi Santoso, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua Departemen Kimia

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis
ini. Karya tulis ini disusun berdasarkan kegiatan penelitian dengan judul
Pemanfaatan Limbah Kulit Batang Karet sebagai Biosorben Ion Kromium(VI)
dan Timbel(II) yang dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan Januari
2013 di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, FMIPA, IPB, Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Eti Rohaeti, MS dan Prof Dr
Drs Adi Santoso, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan,
arahan, dan waktu selama penelitian berlangsung. Penulis juga mengucapkan

terima kasih kepada seluruh staf Laboratorium Kimia Analitik Fakultas MIPA,
IPB, serta Badrun selaku rekan sepenelitian. Terima kasih takterhingga penulis
sampaikan kepada keluarga tercinta Ibu, Ayah, Adik-adikku, Yogas, Geni, Mega,
Ocep, Meli, Helga, Yuanita, Lia, Mbak Janti, dan teman-teman Program S1
Penyelenggaraan Khusus, Departemen Kimia angkatan 4 yang telah memberikan
doa, semangat, kasih sayang, dan dukungan moral serta materi selama masa studi
hingga prosees penyusunan karya ilmiah ini.
Semoga karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.

Bogor, Mei 2013

Marina Astriawi

vii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Bahan dan Alat
Preparasi Biosorben Kulit Batang Karet
Penentuan Kadar Air Kulit Batang Karet
Penentuan Konsentrasi Pb dan Cr dalam Sampel Biosorben
Penentuan Kondisi Adsorpsi Terbaik
Penentuan Isoterm dan Kapasitas Adsorpsi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Biosorben Serbuk Kulit Batang Karet
Kondisi Terbaik Biosorpsi Cr(VI)
Kondisi Terbaik Biosorpsi Pb(II)
Pola Isoterm Adsorpsi
Pengaruh Konsentrasi pada Kapasitas dan Efisiensi Adsorpsi
Kapasitas Adsorpsi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

viii
viii
vix
1
2
2
3
3
3
3
4
5
5
6
9
11
13
13

14
14
15
15
31

viii

DAFTAR TABEL
1
2
3

Kapasitas adsorpsi biosorben terhadap Cr(VI) 20 mg/L pada variasi
kondisi ukuran partikel, pH larutan, dan waktu kontak
Kapasitas adsorpsi biosorben terhadap Pb(II) 20 mg/L pada variasi
kondisi ukuran partikel, pH larutan, dan waktu kontak
Perbandingan kapasitas adsorpsi pada berbagai biosorben mengikuti
mekanisme isoterm Freundlich


8
11
14

DAFTAR GAMBAR
1 Serbuk kulit batang karet ukuran 100 (i), 80 (ii), dan 60 mesh (iii)
2 Kapasitas adsorpsi Cr(VI) dari berbagai pH, ukuran partikel pada
pengocokan selama 1 (a), 3 (b), 6 (c), dan 9 jam (d)
3 Kapasitas adsorpsi Cr(VI) dari berbagai waktu pengocokan dan
ukuran partikel pada pH 2 (a), 7 (b), dan 10 (c)
4 Kapasitas adsorpsi Cr(VI) dari berbagai waktu pengocokan dan pH
pada ukuran partikel 100 (a), 80 (b), dan 60 mesh (c)
5 Kapasitas adsorpsi Pb(II) dari berbagai pH, ukuran partikel pada
pengocokan selama 1 (a), 3 (b), 6 (c), dan 9 jam (d)
6 Kapasitas adsorpsi Pb(II) dari berbagai waktu pengocokan dan ukuran
partikel pada pH 2 (a), 7 (b), dan 10 (c)
7 Kapasitas adsorpsi Pb(II) dari berbagai waktu pengocokan dan pH
pada ukuran partikel 100 (a), 80 (b), dan (c) 60 mesh
8 Isoterm Langmuir (a) dan Freundlich (b) untuk adsorpsi Cr(VI) oleh
serbuk kulit batang karet
9 Isoterm Langmuir (a) dan Freundlich (b) untuk adsorpsi Pb(II) oleh
serbuk kulit batang karet
10 Pengaruh konsentrasi pada kapasitas dan efisiensi adsorpsi Cr(VI) (a)
dan Pb(II) (b)

5
7
7
8
10
9
10
12
12
13

ix

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Diagram alir penelitian
Kurva kalibrasi Cr(VI)
Kurva kalibrasi Pb(II)
Penentuan kadar air serbuk kulit batang karet
Penentuan kadar kromium dan timbel di dalam kulit batang karet
Pengaruh waktu kontak, ukuran butir adsorben, dan pH pada biosorpsi
Cr(VI)
Sidik ragam kondisi terbaik adsorpsi Cr(VI)
Rerata nilai kapasitas adsorpsi Cr(VI) pada berbagai perlakuan
Pengaruh waktu kontak, ukuran butir adsorben, dan pH pada biosorpsi
Pb(II)
Sidik ragam kondisi terbaik adsorpsi Pb(II)
Rerata nilai kapasitas adsorpsi Pb(II) pada berbagai perlakuan
Penentuan isoterm adsorpsi pada biosorpsi Cr(VI)
Penentuan isoterm adsorpsi pada biosorpsi Pb(II)

18
19
19
20
20
21
24
24
25
28
28
29
30

1

PENDAHULUAN
Karet merupakan tanaman tahunan yang tumbuh subur di daerah tropis
dengan curah hujan yang cukup. Indonesia memiliki lahan perkebunan karet
paling luas di dunia walaupun dari segi produksi, hanya menempati urutan kedua
setelah Thailand (Dishutbun 2012). Tanaman ini merupakan sumber lateks yang
kemudian akan diolah menjadi karet sintetik. Pada saat penyadapan lateks, kulit
batang karet hanya dibuang tanpa pemanfaatan yang berarti dan akhirnya menjadi
limbah pertanian.
Departemen Jenderal Pertanian Direktorat Perkebunan mencatat luas
perkebunan karet di Sumatera Selatan pada tahun 2012 sebesar 662 686 ha. Jarak
tanam antarpohon karet adalah 6×3 m2 sehingga jumlah pohon yang dapat
ditanam untuk 1 ha sekitar 555 pohon. Pohon karet yang siap disadap adalah yang
mempunyai lilit batang (diameter batang) minimum 45 cm dengan panjang irisan
setengah diameter 22.5 cm. Tebal dan kedalaman sayatan setiap penyadapan ialah
2 dan 5 mm. Frekuensi penyadapan untuk 2 tahun pertama adalah 3 hari sekali
dan untuk tahun berikutnya 2 hari sekali (SRAS 2005). Artinya, untuk 2 tahun
pertama kulit yang terbuang sebanyak 218 467.7 m 3 dan tahun ketiga 148 955.25
m3. Dengan demikian, rerata kulit batang karet yang terbuang di Sumsel per tahun
sebanyak ± 122 474.32 m3. Data ini menunjukkan bahwa kulit karet limbah sadap
cukup potensial dimanfaatkan.
Biosorben mempunyai keunggulan untuk mengatasi logam berbahaya dan
beracun di lingkungan karena harganya yang relatif murah, mudah didapat, dan
sifatnya yang ramah lingkungan (Shukla et al. 2002). Limbah pertanian yang
sudah diteliti sebagai adsorben logam berat antara lain serbuk daun banyan (Ficus
benghalensis L.) (Rao et al. 2013), kulit lada Ethiopia (Ajaelu et al. 2011), sabut
kelapa (Kehinde et al. 2009), kulit buah Bauhinia racemosa (Chaudhari et al.
2012), dan kulit pisang (Ashraf et al. 2011).
Kulit batang efektif sebagai adsorben logam berat sebab di dalam kulit
batang selain terdapat pori-pori, terkandung juga senyawa polihidroksi dari
polifenol yang mampu mengelat ion logam berat (Gaballah dan Kilbertus 1998).
Kulit batang merupakan lapisan luar kambium yang mengelilingi batang, cabang,
dan akar. Susunan kimia kulit batang berbeda dari kayu karena adanya polifenol
dan suberin (Sjӧstrӧm 1998). Suberin merupakan biopolimer kompleks dengan
komponen polifenolik yang terikat pada dinding sel dan komponen polialifatik
yang terletak di antara dinding sel dan membran plasma. Suberin bersama dengan
lilin berfungsi melindungi permukaan tanaman dari kehilangan air dan serangan
mikrob (Thomas et al. 2007).
Kulit batang tumbuhan telah dilaporkan dapat digunakan sebagai adsorben
(biosorben) logam berat. Sarin dan Pant (2006) telah memanfaatkan kulit batang
eukaliptus sebagai adsorben kromium. Biosorben lain berbasis pertanian untuk
adsorben logam berat antara lain kulit batang pinus sebagai adsorben kadmium,
timbel, dan kromium (Junior et al. 2012), kulit pinus termodifikasi-NaOH sebagai
adsorben timbel (Argun dan Dursun 2007), dan kulit batang malapari (Pongamia
pinata) untuk mengadsorpsi timbel (Mamatha et al. 2012).
Polusi oleh kromium dan timbel di lingkungan perairan telah lama menjadi
masalah utama. Aktivitas industri seperti pertambangan, elektroplating,

2

penyamakan, metalurgi, dan manufaktur secara langsung maupun tidak langsung
melepaskan kedua logam ini ke lingkungan, terutama ke perairan. Ketiadaan air
bersih merupakan ancaman bagi keberlangsungan hidup manusia sebab timbel
adalah logam berat yang beracun pada tingkat paparan sangat rendah dan
memiliki efek akut dan kronis bagi kesehatan manusia. Paparan Pb(II) dapat
menyebabkan kerusakan saraf/disfungsi saraf motorik, jantung, ginjal, kerusakan
reproduksi, alergi lambung usus, hematologi, dan dampak perkembangan saraf
pada anak-anak (UNEP 2010). Timbel juga menyebabkan asam urat, hipertensi,
peningkatan risiko kardiovaskular, dan kanker (CDC 2012).
Kromium(VI) telah dilaporkan menimbulkan masalah kesehatan berupa
muntah, nyeri perut, diare berdarah, dan gangguan peredaran darah pada awal
terpapar (HPA 2007). Efek terhadap pernapasan dapat berupa iritasi hidung dan
saluran pernapasan, kanker tenggorokan dan paru-paru. Jika terkena kulit dapat
terjadi iritasi akut, sensasi terbakar dan ruam, dan alergi dermatitis, sedangkan
jika terpapar pada saluran pencernaan, dapat menyebabkan gangguan perut dan
pencernaan, bisul, kerusakan ginjal dan hati, kanker perut dan saluran pencernaan
(OHA 2012).
Penelitian ini bertujuan menentukan kemampuan kulit batang karet yang
diperoleh dari Tanjung Enim (Sumatera Selatan) sebagai biosorben larutan Cr(VI)
dan Pb(II). Kondisi optimum adsorpsi ditentukan dengan parameter meliputi pH,
ukuran partikel biosorben, dan waktu kontak, kemudian persamaan isoterm
adsorpsi yang sesuai serta serta kapasitas adsorpsinya dihitung.

METODE
Tahapan penelitian meliputi preparasi adsorben kulit batang karet, optimasi
adsorpsi Cr(VI) dan Pb(II), penetapan pola isoterm adsorpsi, dan penentuan
kapasitas adsorpsi. Kulit batang karet dikeringkan dan dihancurkan, lalu diayak
hingga ukuran partikel 60, 80, dan 100 mesh. Metode adsorpsi yang digunakan
adalah metode tumpak, yaitu pengadukan adsorben dalam larutan ion adsorbat.
Optimasi adsorpsi melibatkan parameter pH (2, 7, dan 10), ukuran partikel
biosorben (60, 80, dan 100 mesh), serta waktu kontak (1, 3, 6, dan 9 jam),
kemudian dilakukan penentuan isoterm adsorpsi dan kapasitas adsorpsi (Lampiran
1).
Konsentrasi Cr(VI) dan Pb(II) ditentukan dengan membuat kurva standar
pada konsentrasi 0.2, 0.5, 1, dan 2 ppm untuk Cr(VI) (Lampiran 2) dan 0.3, 0.65,
1, 2, dan 3 ppm untuk Pb(II) (Lampiran 3). Konsentrasi sampel, meliputi larutan
Cr(VI) dan Pb(II) sebelum dan sesudah diadsorpsi serta larutan standar, diukur
menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA) pada panjang gelombang
248.3 nm untuk kromium dan 217 nm untuk konsentrasi timbel.

Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah limbah kulit batang
karet (diperoleh dari Tanjung Enim, Sumatera Selatan), K2Cr2O7, Pb(NO3)2,

3

NaOH 1 M, HCl 1 M, indikator universal, dan air bebas ion. Semua bahan kimia
yang dipakai memiliki kualitas analisis (analytical grade).
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah SSA Shimadzu AA7000, gerinda (mesin penggiling), alat kocok, ayakan ukuran 60, 80, dan 100
mesh, neraca analitik, dan alat-alat kaca.

Preparasi Biosorben Kulit Batang Karet (Mulgund et al. 2011)
Kulit batang karet dicuci dengan akuades kemudian dikering-udarakan di
bawah sinar matahari selama 7 hari. Setelah itu, kulit batang karet dihaluskan, lalu
diayak secara bertingkat dengan ayakan 60, 80, dan 100 mesh. Serbuk biosorben
lolos ayakan 60, 80, dan 100 mesh telah siap digunakan dan disimpan dalam
kantong plastik kedap udara. Serbuk biosorben terlebih dahulu ditentukan kadar
air dan kadar logam beratnya (kromium dan timbel).

Penentuan Kadar Air Kulit Batang Karet (SNI 08-7070-2005)
Metode uji merujuk SNI 08-7070-2005 tentang cara uji kadar air pulp dan
kayu. Wadah terlebih dahulu dipanaskan dalam oven pada suhu (105 ± 3) oC
selama 1 jam, kemudian dipindahkan ke dalam desikator, didiamkan kira-kira 10
menit, dan ditimbang. Pemanasan dan penimbangan diulangi sampai diperoleh
bobot tetap. Selanjutnya sampel sebanyak (2 ± 0.1000) g dimasukkan ke dalam
wadah tersebut. Wadah berisi sampel lalu dipanaskan selama 3 jam pada suhu
(105 ± 3) oC. Setelah itu, sampel didinginkan dalam desikator kira-kira 10 menit
dan ditimbang. Pemanasan dan penimbangan diulangi sampai diperoleh bobot
tetap.

Penentuan Konsentrasi Pb dan Cr dalam Sampel Biosorben
Larutan sampel terlebih dahulu disiapkan melalui proses destruksi basah
(dalam SNI 01-3751-2006 tentang uji tepung terigu). Sampel serbuk batang karet
sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan
HNO3(p)-HCl(p) 1:3 sebanyak 12 mL. Campuran dipanaskan di atas hot plate
selama 30 menit sampai uapnya hilang dan campuran menjadi jernih, kemudian
didinginkan dan disaring. Filtrat diencerkan dengan air bebas ion dalam labu takar
50 mL dan dibuat pH 2 sampai 4. Larutan filtrat diukur dengan SSA pada  248.3
nm (kromium) dan 217 nm (timbel). Perlakuan diulangi sebanyak 3 kali.

Penentuan Kondisi Adsorpsi Terbaik
Model rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
faktorial dengan 3 faktor, yaitu faktor A (ukuran partikel 60, 80, dan 100 mesh),
faktor B (pH larutan 2, 7, dan 10), dan faktor C (waktu kontak 1, 3,6, dan 9 jam)
dengan masing-masing 3 kali ulangan. Model rancangan percobaan dapat ditulis
sebagai berikut:

4

Yijkl = μ + αi +

j

+

k

+ (α )ij + (α )ik + ( )jk + (α )ijk + εijkl

dengan
Yijkl
= Nilai pengamatan pada masing-masing ukuran partikel ke-i, pH larutan
ke-j, dan pengaruh waktu kontak ke-k
μ
= Rataan umum
αi
= Pengaruh ukuran partikel ke-i
= Pengaruh pH larutan ke-j
j
= Pengaruh waktu kontak ke-k
k
(α )ij
= Interaksi pengaruh ukuran partikel ke-i dengan pH larutan ke-j
(α )ik
= Interaksi pengaruh ukuran partikel ke-i dengan waktu kontak ke-k
( )jk
= Interaksi pengaruh pH larutan ke-j dengan waktu kontak ke-k
(α )ijk = Interaksi pengaruh ukuran partikel ke-i, pH larutan ke-j, dan waktu
kontak ke-k
εijkl
= Galat percobaan
Ke dalam botol plastik 100 mL dimasukkan 25 mL larutan Cr(VI) atau
Pb(II) 20 ppm dengan variasi pH yang telah ditentukan, lalu ditambahkan (0.5 ±
0.01) g adsorben. pH diatur dengan penambahan HCl 1 M atau NaOH 1 M.
Campuran kemudian diaduk dengan alat pengocok pada variasi waktu yang telah
ditentukan. Campuran selanjutnya disaring dan filtratnya diambil untuk
ditentukan konsentrasi Pb(II) dan Cr(VI) setelah adsorpsi. Konsentrasi awal
adsorbat juga ditentukan menggunakan kurva standar. Kapasitas penjerapan
biosorben terhadap Cr(VI) dan Pb(II) dihitung dengan rumus

dengan Q = kapasitas penjerapan bisosorben (µg/g)
V = volume larutan (mL)
C0 = konsentrasi awal larutan (µg/mL)
C = konsentrasi akhir larutan (µg/mL)
m = bobot biosorben (g)
Data yang diperoleh diolah menggunakan perangkat lunak SPSS 16.0.
Pengaruh faktor ukuran partikel, pH larutan, dan waktu kontak pada penjerapan
Cr(VI) dan Pb(II) oleh biosorben ditentukan melalui analisis keragaman dengan
kriteria apabila nilai-p < α (0.05), berarti pengaruh faktor pada respons yang diuji
adalah nyata atau sangat nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Perlakuan yang
berpengaruh pada respons dalam analisis ragam diuji lebih lanjut dengan
menggunakan uji kisaran berganda Duncan (DMRT) (Matjik dan Sumertajaya
2006).

Penentuan Isoterm dan Kapasitas Adsorpsi
Larutan Cr(VI) atau Pb(II) 10, 20, 40, 60, 80, 110 ppm sebanyak 25 mL
masing-masing diatur pH larutannya menjadi 2, lalu ditambahkan (0.5000 ±
0.0001) g serbuk biosorben lolos ayakan ±100 mesh dan kemudian dikocok

5

dengan alat pengocok sesuai waktu terbaik yang diperoleh. Selanjutnya campuran
disaring dan diambil filtratnya untuk penentuan konsentrasi Pb(II) dan Cr(VI)
setelah adsorpsi.
Data yang diperoleh digunakan untuk penentuan pola isoterm adsorpsi dan
kapasitas adsorpsinya. Pola isoterm adsorpsi diperoleh dengan membuat kurva
regresi linear menggunakan persamaan Langmuir dan Freundlich. Kurva isoterm
Langmuir menghubungkan konsentrasi (ppm) kesetimbangan adsorbat dalam
larutan setelah adsorpsi (Ce) sebagai sumbu x dengan nisbah konsentrasi
kesetimbangan tersebut dengan jumlah adsorbat yang teradsorpsi per satuan bobot
adsorben (Ce/Qe) dengan satuan g/L sebagai sumbu y, sedangkan kurva isoterm
Freundlich menghubungkan logaritma Ce sebagai sumbu x dan logaritma Qe
sebagai sumbu y.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Biosorben Serbuk Kulit Batang Karet
Penyiapan adsorben dalam bentuk serbuk halus bertujuan meningkatkan
kinerjanya. Getah sisa penyadapan yang masih menempel pada kulit batang karet
harus dibersihkan terlebih dahulu agar tidak merusak mesin penggiling dan
setelah itu dicuci dengan air sebanyak 3 kali. Pencucian dilakukan secara berulang
untuk memastikan kulit bebas dari kotoran (seperti tanah dan lumut) dan ion-ion
yang mungkin terkandung. Setelah dijemur, kulit karet digiling dan diayak dengan
ayakan 60, 80, dan 100 mesh. Variasi tersebut diperlukan karena daya adsorpsi
terhadap Cr(VI) dan Pb(II) sangat ditentukan oleh gugus aktif dan pori-pori yang
dipengaruhi oleh luas permukaan adsorben. Secara umum, semakin kecil ukuran
partikel, luas permukaan biosorben akan semakin besar yang menyebabkan daya
adsorpsinya semakin besar. Setelah pencucian, penggilingan, dan pengayakan,
kulit batang karet tidak mengalami perubahan fisik seperti warna dan tekstur.
Hasil serbuk kulit batang karet dapat dilihat pada Gambar 1.

(i)
(ii)
(iii)
Gambar 1 Serbuk kulit batang karet ukuran 100 (i), 80 (ii), dan 60 mesh (iii)
Kadar air ditentukan untuk menjaga mutu serbuk agar tidak berjamur dan
berserangga. Di negara-negara beriklim sedang, kadar air penyimpanan biji-bijian
yang ideal adalah di bawah 13% untuk penyimpanan lebih dari 9 bulan,
sedangkan untuk penyimpanan yang singkat, kadar air dapat mencapai 14%
(Maryam 2006). Pada penelitian ini, serbuk lolos ayakan 100 mesh yang
digunakan untuk adsorpsi mempunyai kadar air sebesar 13.71% (Lampiran 4).
Biosorben dikemas dalam plastik kedap udara agar tidak terkontaminasi dari
lingkungan luar baik faktor biotik maupun abiotik. Ruang simpan yang terbuka

6

berhubungan langsung dengan lingkungan sekitar dan dapat mencemari bahan
baik berupa pencemar mikro (mikrob) maupun makro (serangga). Penyimpanan di
ruang terbuka juga menyebabkan daya simpan bahan menjadi singkat akibat
fluktuasi suhu dan kelembapan (Robi’in β007). Penelitian yang sama
menunjukkan bahwa kemasan aluminum foil paling baik untuk menyimpan bahan
sampai periode simpan 4 minggu karena dapat mempertahankan kenaikan kadar
air lebih rendah (1–2% setiap 2 minggu) daripada kemasan plastik (sekitar 3%
setiap 2 minggu). Namun, setelah 6 minggu, kadar air meningkat hingga 13%
pada penyimpanan menggunakan aluminum foil, sedangkan kenaikan kadar air
bahan pada kemasan plastik cenderung stabil. Penelitian ini membutuhkan waktu
penyimpanan yang lama, maka kemasan plastik dipilih untuk menyimpan serbuk
kulit batang karet.
Analisis kromium dan timbel pada biosorben ukuran 100 mesh bertujuan
menentukan kadar kedua logam berat tersebut dalam bahan sehingga kapasitas
adsorpsi biosorben dapat diukur dengan tepat. Kadar logam diukur dengan AAS
nyala sehingga diperlukan proses pelarutan sampel yang diawali dengan proses
destruksi basah. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terkandung kromium
dan timbel pada biosorben (Lampiran 5).

Kondisi Terbaik Biosorpsi Cr(VI)
Setiap biosorben mempunyai karakteristik yang berbeda bergantung pada
bahan-bahan penyusun yang terkandung di dalamnya dan sifat adsorbat.
Parameter yang digunakan pada penentuan kondisi terbaik meliputi pH larutan,
waktu kontak, dan ukuran partikel yang menghasilkan biosorpsi logam berat
secara optimum dan efisien. Data kapasitas adsorpsi Cr(VI) pada Lampiran 6
menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi terbesar terjadi pada waktu pengocokan
selama 3 jam, pH 2, dan ukuran partikel 100 mesh (Gambar 3–5). Menurut
Agarwal et al. (2006), pada pH rendah, ion HCrO4− paling dominan dan
permukaan biosorben juga terprotonasi. Hal ini menyebabkan ion HCrO4− dengan
mudah dipertukarkan dengan ion OH− dari permukaan biosorben. Kenaikan pH
menurunkan kapasitas adsorpsi. Ketika pH meningkat, secara keseluruhan muatan
permukaan biosorben menjadi negatif dan biosorpsi menurun.
Perbedaan kapasitas adsorpsi dengan variasi waktu kontak dan ukuran
partikel adsorpsi sulit diamati dari Gambar 3 dan 4. Oleh karena itu, dilakukan
pengujian sidik ragam (ANOVA). Hasil sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan
bahwa perlakuan waktu kontak, pH larutan, ukuran partikel, dan interaksi
perlakuan memberikan pengaruh nyata pada kapasitas adsorpsi Cr(VI) selang
kepercayaan 95%. Oleh karena itu, dilakukan uji lanjut Duncan (DMRT).
Hasilnya (Lampiran 8) menunjukkan bahwa setiap tingkat perlakuan tunggal
berpengaruh nyata pada kapasitas adsorpsi Cr(VI). Artinya, setiap pengubahan
tingkat perlakuan menyebabkan nilai kapasitas adsorpsi Cr(VI) berbeda nyata.

7

1.0000

1.0000

0.8000

0.8000

0.6000

0.6000
0.4000

0.4000
100

0.2000

80

0.0000
2

100

0.2000

80

0.0000
2

60

7
pH

60

7
pH

10

10

(b)

(a)
1.0000

1.0000
pH
0.8000

0.8000
0.6000

0.6000

0.4000

0.4000

100

0.2000

80

0.0000
2

80

0.0000
2

60

7
pH

60

0.2000

10

(d)

(c)
0.0000-0.2000

100

7

10

0.2000-0.4000

0.4000-0.6000
(mg/L)

0.6000-0.8000

0.8000-1.0000

Gambar 2 Kapasitas adsorpsi Cr(VI) dari berbagai pH dan ukuran partikel pada
pengocokan selama 1 (a), 3 (b), 6 (c), dan 9 jam (d)
1.0000

0.8000

0.8000

0.6000

0.6000
0.4000
0.4000
0.2000

0.2000

100

100
80

0.0000

0.0000
1

1

60

3

6
waktu pengocokan (jam)

3

6
waktu pengocokan (jam)

9

60

9

(b)

(a)
0.5000
0.4000
0.3000
0.2000
0.1000
0.0000

100
1

3
6
waktu pengocokan (jam)

60
9

(c)
0.0000-0.1000

0.1000-0.2000

0.2000-0.3000

0.3000-0.4000

0.4000-0.5000

(mg/L)

Gambar 3

Kapasitas adsorpsi Cr(VI) dari berbagai waktu pengocokan dan
ukuran partikel pada pH 2 (a), 7 (b), dan 10 (c)

8

1.0000

1.0000

0.8000

0.8000

0.6000

0.6000

0.4000

0.4000

0.2000

0.2000

2
7

0.0000
1

3
6
waktu pengocokan (jam)

2
7

0.0000
1

10

3
6
waktu pengocokan (jam)

9

(a)

10

9

(b)
0.8000
0.6000
0.4000
0.2000

2

0.0000
1

3
6
waktu pengocokan (jam)

10
9

(c)
0.0000-0.2000

0.2000-0.4000

0.4000-0.6000

0.6000-0.8000

(mg/L)

Gambar 4 Kapasitas adsorpsi Cr(VI) dari berbagai waktu pengocokan dan pH
pada ukuran partikel 100 (a), 80 (b), dan 60 mesh (c)
Kapasitas adsorpsi dari interaksi antarperlakuan (Tabel 1) memperlihatkan
kapasitas adsorpsi terbesar ialah 0.55 mg/g, terjadi pada waktu kontak 6 jam, pH 2,
dan ukuran partikel 100 mesh. Agar lebih efisien dari segi waktu dan tenaga, nilai
tersebut dibandingkan dengan nilai kapasitas adsorpsi dari kondisi lainnya. Pada
waktu kontak 1 jam, pH 2, dan ukuran partikel 100 mesh, kapasitas adsorpsi yang
dihasilkan tidak berbeda nyata (dilihat dari superskrip yang sama). Jadi, kondisi
terbaik untuk biosorpsi Cr(VI) adalah waktu kontak selama 1 jam, pH 2, dan
ukuran partikel 100 mesh.
Tabel 1 Kapasitas adsorpsi biosorben terhadap Cr(VI) 20 mg/L
kondisi ukuran partikel, pH larutan, dan waktu kontak
Waktu kontak (jam)
Ukuran
pH
partikel (mesh)
1
3
6
jk
k
60
2
0.7414
0.7508
0.7520k
l
l
80
2
0.8214
0.8345
0.8235l
mn
mn
100
2
0.8745
0.8754
0.8885n
60
7
0.1678c
0.5832hi
0.2206d
c
j
80
7
0.1647
0.7048
0.2341d
100
7
0.2060d
0.5477h
0.5819hi
a
ab
60
10
0.0621
0.0802
0.0812ab
80
10
0.0780ab
0.1072b
0.1550c
c
e
100
10
0.1488
0.3303
0.4882g

pada variasi

9
0.7144jk
0.8419lm
0.8547lmn
0.4531g
0.5925i
0.6018i
0.0665a
0.1116b
0.4123f

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat
nyata (p < 0.05).

9

Kondisi Terbaik Biosorpsi Pb(II)
Data kapasitas adsorpsi Pb(II) pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa
kapasitas adsorpsi terbesar diperoleh pada waktu pengocokan 6 jam, pH 2, dan
ukuran partikel 100 mesh (Gambar 5−7). Namun, kondisi terbaik untuk adsorpsi
Pb(II) sulit ditentukan karena nilai kapasitas adsorpsi dari setiap variasi perlakuan
tidak berbeda jauh, kecuali pada pH 10. Agar didapatkan hasil yang akurat untuk
penentuan kondisi terbaik, dilakukan pengujian sidik ragam (ANOVA), yang
hasilnya disajikan pada Lampiran 10.

1.0000

1.0000

0.8000

0.8000

0.6000

0.6000

0.4000

100

0.2000

0.4000

100

0.2000
80

0.0000
2

7
pH

80

0.0000
2

60

10

(a)

pH

7
pH

60

10

(b)

1.0000
pH
0.8000

1.0000

0.6000

0.6000

0.8000

0.4000

1…

0.2000

0.4000
60

0.2000
80

0.0000

80

0.0000
2

7
pH

60

2

10

(c)
0.0000-0.2000

7
pH

100
10

(d)
0.2000-0.4000

0.4000-0.6000

0.6000-0.8000

0.8000-1.0000

Gambar 5 Kapasitas adsorpsi Pb(II) dari berbagai pH dan ukuran partikel pada
pengocokan 1 (a), 3 (b), 6 (c), dan 9 jam (d)

10

1.0000

1.0000

0.8000

0.8000

0.6000

0.6000

0.4000

0.4000

0.2000

100

0.2000

0.0000
1

100
80

0.0000
1

60

3

6
waktu pengocokan (jam)

9

3
6
waktu pengocokan (jam)

(a)

60

9

(b)
1.0000

0.5000

100

0.0000
80

1
3

60

6
9

(c)
0.0000-0.5000

0.5000-1.0000
(mg/L)

Gambar 6 Kapasitas adsorpsi Pb(II) dari berbagai waktu pengocokan dan ukuran
partikel pada pH 2 (a), 7 (b), dan 10 (c)
1.0000

1.0000

0.8000

0.8000

0.6000

0.6000

0.4000

0.4000

0.2000

0.2000

2
7

0.0000
1

0.0000
1

10

3
6
waktu pengocokan (jam)

2
7
10

3

6
waktu pengocokan (jam)

9

(a)

9

(b)
1.0000
0.8000

0.6000
0.4000
0.2000

2

0.0000
1

3
6
waktu pengocokan (jam)

10
9

(c)
0.0000-0.2000

0.2000-0.4000

0.4000-0.6000

0.6000-0.8000

0.8000-1.0000

(mg/L)

Gambar 7 Kapasitas adsorpsi Pb(II) dari berbagai waktu pengocokan dan pH
pada ukuran partikel 100 (a), 80 (b), dan (c) 60 mesh

11

Hasil sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa variasi waktu kontak, pH
larutan, ukuran partikel, dan interaksi ketiganya memberikan pengaruh nyata pada
kapasitas adsorpsi Pb(II) dalam selang kepercayaan 95%. Oleh karena itu,
dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji Duncan (Lampiran 11) menunjukkan bahwa
setiap tingkat perlakuan tunggal memberikan pengaruh yang sangat nyata pada
kapasitas adsorpsi Pb(II). Artinya, setiap pengubahan tingkat menyebabkan nilai
kapasitas adsorpsi Pb(II) berbeda nyata.
Kapasitas adsorpsi dari interaksi antarperlakuan (Tabel 2) menunjukkan
kapasitas adsorpsi terbesar ialah 0.99 mg/g, terjadi pada waktu kontak 6 jam, pH 2,
ukuran partikel 100 mesh. Interaksi antara waktu kontak (1, 3, 6, dan 9 jam), pH
larutan (pH 2 dan 7), dan ukuran partikel (80 dan 100 mesh) tidak memberikan
pengaruh yang nyata pada kapasitas adsorpsi Pb(II). Jadi, kondisi terbaik yang
dipilih untuk biosorpsi Pb(II) adalah waktu kontak selama 1 jam, pH 7, dengan
ukuran partikel 100 mesh.
Tabel 2

Kapasitas adsorpsi biosorben terhadap Pb(II) 20 mg/L pada variasi
kondisi waktu kontak, pH larutan, dan ukuran partikel
Waktu kontak (jam)
Ukuran
pH
partikel (mesh)
1
3
6
9
fg
hi
i
60
2
0.7319
0.9198
0.9366
0.9497i
80
2
0.9080hi
0.9301hi
0.9648hi
0.9515i
i
i
i
100
2
0.9530
0.9559
0.9865
0.9789i
60
7
0.5763de
0.9388i
0.9390i
0.9404i
gh
hi
i
80
7
0.8146
0.8784
0.9513
0.8681hi
100
7
0.8989hi
0.9123hi
0.9817i
0.9491i
a
ab
ab
60
10
0.3192
0.4026
0.0812
0.4320bc
80
10
0.5123cd
0.6054de
0.8703hi
0.6110de
ef
de
i
100
10
0.6645
0.6171
0.9607
0.9003hi

Keterangan: superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat
nyata (P < 0.05)

Penelitian menunjukkan pH 2 sebagai pH terbaik walaupun tidak berbeda
nyata dengan pH 7. Menurut Kumar dan Gayathri (2009), biosorpsi Pb(II) terjadi
pada pH sekitar 5 (pH asam). Pada pH rendah (di bawah 3), terjadi protonasi yang
terlalu banyak pada permukaan biosorben sehingga adsorpsi Pb(II) oleh biosorben
menurun. Sebaliknya, peningkatan pH hingga 6 menyebabkan ion H+ dilepaskan
dari tapak aktif biosorben dan adsorpsi menjadi meningkat. Kenaikan pH yang
lebih tinggi lagi menyebabkan ion OH− terlepas dari tapak aktif biosorben
sehingga terjadi reaksi antara Pb2+ dan OH− menjadi Pb(OH)2 yang berupa
endapan putih. Endapan ini akan menghalangi proses adsorpsi (Argun et al. 2006).
Endapan tersebut teramati juga pada penelitian ini pada saat pengaturan pH 10

Pola Isoterm Adsorpsi
Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk mempelajari mekanisme
biosorpsi Cr(VI) dan Pb(II). Penelitian ini menggunakan tipe isoterm Langmuir
dan Freundlich. Isoterm Langmuir menggambarkan pembatasan tapak aktif

12

adsorpsi dengan asumsi bahwa tapak aktif adsorben bersifat homogen dan
memiliki energi yang sama dalam mengadsorpsi adsorbat (Atkins 1999).
Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dituliskan sebagai berikut:

Sementara isoterm Freundlich berdasarkan asumsi bahwa adsorben memiliki
permukaan yang bersifat heterogen. Tiap tapak aktif memiliki energi yang
berbeda-beda sehingga memiliki potensi adsorpsi yang berbeda-beda pula (Atkins
1999).
Isoterm adsorpsi untuk Cr(VI) diperlihatkan pada Gambar 8 dan untuk
Pb(II) pada Gambar 9. Linearitas isoterm Langmuir dan Freundlich pada biosorpsi
Cr(VI) berturut-turut 76.78% dan 98.80%, sedangkan pada biosorpsi Pb(II)
66.22% dan 93.92%. Linearitas yang lebih tinggi menunjukkan bahwa mekanisme
biosorpsi Cr(VI) dan Pb(II) mengikuti tipe isoterm Freundlich.
1.00
y = 0.7009x - 0.2582
R² = 0.988

4.00
Log Qe

Ce/Qe (g/l)

5.00
3.00
2.00

y = 0.1165x + 2.1904
R² = 0.7678

1.00

0.50

0.00

0.00

-0.5

0

10
20
Ce (a)
(mg/l)

0

0.5

30

1

1.5

log Ce

-0.50

5.0

0.80

4.0

0.60

3.0
2.0

y = 0.0357x + 0.8951
R² = 0.6622

1.0

Log Qe

Ce/Qe (g/l)

(b) Cr(VI) oleh
Gambar 2 Isoterm Langmuir (a) dan Freundlich (b) untuk adsorpsi
serbuk kulit batang karet

y = 0.4864x - 0.0076
R² = 0.9392

0.40
0.20
0.00

0.0
0

50
Ce (mg/l)
(c)

100

-0.5

0
-0.20

0.5

1

1.5

log Ce

(d)
Gambar 3 Isoterm Langmuir (a) dan Freundlich (b) untuk adsorpsi Pb(II) oleh
serbuk kulit batang karet
Isoterm Freundlich menggambarkan bahwa interaksi adsorbat dengan
permukaan adsorben yaitu terjadi secara fisika (fisisorpsi), yaitu melibatkan gaya
van der Waals. Interaksi ini bersifat lemah, membentuk beberapa lapisan
(multilayer) molekul adsorbat pada permukaan adsorben yang heterogen, tidak
spesifik, biasanya terjadi pada suhu rendah dan menurun dengan meningkatnya

13

suhu. Kalor adsorpsinya berkisar 20−40 kJ/mol dan bersifat dapat balik (Saxena
2005).
Gugus aktif maupun pori-pori disebabkan oleh adanya selulosa,
hemiselulosa, dan lignin. Selulosa tersusun atas unit-unit glukosa yang distabilkan
oleh ikatan hidrogen yang kuat di sepanjang rantai. Gugus fungsi dalam rantai
selulosa adalah gugus hidroksil yang merupakan tapak aktif untuk interaksi
pengikatan logam pada adsorpsi logam. Rantai selulosa diikat bersama-sama
membentuk mikrofibril yang sangat kristalin. Secara alami, selulosa berikatan
dengan zat lain, yaitu hemiselulosa dan lignin yang berfungsi sebagai perekat antarsel
selulosa dan trakeida (sekumpulan sel dengan dinding sel lateralnya). Susunan
inilah yang menyebabkan struktur kulit kayu membentuk potongan-potongan serat
yang memanjang, kontinu, berpori, dan saling menumpuk (Siquera et al. 2010).

Pengaruh Konsentrasi pada Kapasitas dan Efisiensi Adsorpsi
Kapasitas adsorpsi menggambarkan banyaknya Cr(VI) dan Pb(II) yang
terjerap dalam 1 g serbuk kulit batang karet, sedangkan efisiensi adsorpsi
menyatakan besarnya persentase penjerapan Cr(VI) dan Pb(II) oleh serbuk kulit
batang karet. Pengaruh kenaikan konsentrasi pada kapasitas dan efisiensi adsorpsi
dapat dilihat pada Gambar 10. Kurva tersebut menggambarkan bahwa kenaikan
konsentrasi akan meningkatkan nilai kapasitas adsorpsi Cr(VI) dan Pb(II), tetapi
menurunkan efisiensi adsorpsi. Hal ini dapat terjadi akibat jumlah tapak aktif
adsorben yang terbatas dan adanya persaingan adsorbat sehingga adsorpsi menjadi
terbatas ketika konsentrasi ditingkatkan (Umoren et al. 2013).

C (mg/L)

C (mg/L)

(a)
Gambar 4 Pengaruh konsentrasi pada kapasitas (
Cr(VI) (a) dan Pb(II) (b)

(b)
) dan efisiensi (

) adsorpsi

Kapasitas Adsorpsi
Kapasitas adsorpsi maksimum Cr(VI) dan Pb(II) dapat ditentukan dari
persamaan isoterm adsorpsi Freundlich. Berdasarkan perhitungan kapasitas
adsorpsi maksimum pada Lampiran 12 dan 13, kapasitas adsorpsi Cr(VI) dan

14

Pb(II) berturut-turut sebesar 0.55 dan 0.98 mg/g. Telah banyak penelitian
mengenai biosorpsi Cr(VI) dan Pb(II) dengan menggunakan limbah pertanian
khususnya kulit pohon.
Jika biosorben serbuk kulit batang karet dibandingkan dengan biosorben
yang lain tersebut (Tabel 3), kapasitas adsorpsi Cr(VI) terbesar diperoleh dari
kulit batang eukaliptus. Hal ini dikarenakan adanya modifikasi pada kulit batang
eukaliptus, yaitu penghilangan warna oleh formaldehida sehingga gugus aktif
permukaannya semakin banyak dan kapasitas adsorpsinya menjadi semakin besar.
Kapasitas adsorpsi Pb(II) terbesar diperoleh dari kulit pisang. Kulit pisang
mengandung lebih banyak gugus fungsi dibandingkan dengan kulit batang karet.
Menurut Castro et. al. (2011), kulit pisang mengandung karbohidrat, protein, lipid,
dan serat, sedangkan kulit batang karet hanya mengandung selulosa, hemiselulosa,
dan polifenol.
Tabel 3
Logam

Cr(VI)

Pb(II)

Perbandingan kapasitas adsorpsi pada berbagai biosorben mengikuti
mekanisme isoterm Freundlich
Adsorben
Kulit batang pinus
Sabut kelapa modifikasi HCl
Kulit buah Bauhinia racemosa
Kulit batang eukaliptus
Kulit batang karet
Kulit batang pinus
Kulit pisang
Serbuk daun banyan (Ficus
benghalensis)
Kulit lada etiopia
Kulit batang karet

Kapasitas
adsorpsi (mg/g)
0.28
0.21
3.26
45
0.55
6.10
27.46

Junior et al. (2012)
Kehinde et al. (2009)
Chaudhari et al. (2012)
Sarin dan Pant (2006)
Penelitian sekarang
Junior et al. (2012)
Ashraf et al. (2012)

4.55

Rao et al. (2013)

0.74
0.98

Ajaelu et al. (2011)
Penelitian sekarang

Acuan

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Serbuk kulit batang karet dapat digunakan sebagai biosorben ion Cr(VI) dan
Pb(II). Kondisi terbaik adsorpsi Cr(VI) terjadi pada waktu kontak selama 1 jam,
pH larutan 2, ukuran partikel 100 mesh, sedangkan biosorpsi maksimum Pb(II)
terjadi pada waktu kontak selama 1 jam, pH larutan 7, dan ukuran partikel 100
mesh.
Pola isoterm adsorpsi Freundlich diikuti dengan nilai linearitas Cr(VI) dan
Pb(II) berturut-turut 98.80% dan 93.92%. Kapasitas adsorpsi maksimum Cr(VI)
dan Pb(II) yang diperoleh dari persamaan isoterm Freundlich tersebut yaitu
berturut-turut sebesar 0.55 dan 0.98 mg/g.

15

Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, tahapan selanjutnya yang perlu dilakukan
adalah menerapkan serbuk kulit batang karet sebagai biosorben pada limbah
sebenarnya (limbah laboratorium atau pabrik). Modifikasi biosorben secara fisika
atau kimia perlu dilakukan agar kapasitas dan efisiensi adsorpsi kedua logam
tersebut dapat ditingkatkan. Desorpsi juga perlu dilakukan agar biosorben dapat
dimanfaatkan kembali.

DAFTAR PUSTAKA
Agarwal GS, Bhuptawat HK, Chaudhari S. 2006. Biosorption of aqueous
chromium (VI) by Tamarindus indica seeds. Biores Technol. 97:949-956.
Ajaelu CJ, Ikotun AA, Olutona OO, Ibironke OL. 2011. Biosorption of aqueous
solutions of lead on Xylopia aethiopica (ethiopian pepper). J Appl Sci
Environ Sanitation. 6(3):269-277.
Argun ME, Dursun S, Ozdemir C, Karatas M. 2006. Heavy metal adsorption by
modified oak sawdust: thermodynamics and kinetics. J Hazardous Mat.
141:77-85. doi:10.1016/j.jhazmat.2006.06.095
Argun ME, Dursun S. 2007. Activation of pine bark surface with NaOH for lead
removal. J Int Environ Appl Sci. 2(1&2):5-10.
Ashraf MA, Mahmood K, Wajid A. 2011. Study of low cost biosorbent for
biosorption of heavy metals. Int Conf Food Eng Biotechnol. 9:60-68.
Atkins PW. 1999. Kimia Fisika. Ed Ke-4. Jilid I. Kartohadiprodjo II, penerjemah.
Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. SNI 01-3751-2006. Tepung gandum.
Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2005. SNI 08-7070-2005. Cara uji kadar air
pulp dan kayu dengan metode pemanasan dalam oven. Jakarta (ID): BSN.
Castro RSD, Caetano L, Ferreira G, Padilha PM, Saeki MJ, Zara LF, Martines
MAU, Castro GR. 2011. Banana peel applied to the solid phase extraction
of copper and lead from river water: preconcentration of metal ions with a
fruit waste. Ind Eng Chem Res. 50:3446-3451. doi: 10.1021/ie101499e.
[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2012. Lead in Drinking Water
and Human Blood Lead Levels in the United States. Atlanta (US):
Morbidity and Mortality Weekly Report.
Chaudhari UE, Shekar RS, Wanjari AK. 2012. Studies in the adsorption of
environmentally relevant Cr(VI) metal by using granulated particle of
Bauhinia racemosa fruit shell. Int J Chem Sci Technol. 2(4):61-64.
[Dishutbun] Dinas Kehutanan dan Perkebunan. 2012. Karet Sebagai Komoditas
Perkebunan Unggulan KKU. Dinas Kehutanan dan Perkebunan [Internet].
[diunduh 2013 Feb 21]. Tersedia pada: http://dishutbun.kayongutara
kab.go.id/?p=228

16

Gaballah I, Kilbertus G. 1998. Recovery of heavy metals ions through
decontamination of synthetics solutions and industrial effluents using
modified barks. J Geochem Explor. 62:241-286.
Junior ACG, Strey L, Lindino CA, Nacke H, Schwantes D, Seidel EP. 2012.
Applicability of the Pinus bark (Pinus elliottii) for the adsorption of toxic
heavy metals from aqueous solutions. Acta Scientiarum Tech. 34(1):79-87.
doi: 10.4025/actascitechnol.v34i1.9585
[HPA] Health Protection Agency. 2007. Chromium. Bedfordshire (UK): Cranfield
Univ.
Kehinde OO, Oluwatoyin TA, Aderonke OO, 2009. Comparative analysis of the
efficiencies of two low cost adsorbents in the removal of Cr(VI) and Ni(II)
from aqueous solution. African J Environ Sci Technol. 3(11):360-369
Kumar PS, Gayathri R. 2009. Adsorption of Pb2+ ions from aqueous solutions
onto bael tree leaf powder: isotherms, kinetics and thermodynamics study. J
Eng Sci Tech. 4(4):381-399.
Mamatha M, Aravinda HB, Manjappa S, Puttaiah ET. 2012. Kinetics and
mechanism for adsorption of lead in aqueous and industrial effluent from
Pongamia pinnata tree bark. J Environ Sci Toxicol Food Tech. 2(3):1-9.
Maryam R. 2006. Pengendalian terpadu kontaminasi mikotoksin. Wartazoa.
16(1):21-30.
Matjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS
dan Minitab. Bogor (ID): IPB Pr.
Mulgund MG, Kulal PM, Mulgund GV. 2011. Sorption kinetics and
intraparticulate diffusivity of heavy metals biosorption by Cassia
angustifolia from aqueous solution. Int J Chem Sci Appl. 2(3):194-199.
[OHA] Oregon Health Authority. 2012. Health Effects Information: Chromium
Hexavalent. Portland (US): Oregon Government.
Rao LN, Prabhakar G, Shaik F. 2013. Biosorption of lead ions from aqueous
solution by Ficus benghalensis L: equilibrium & kinetic studies. Asian J
Biochem Pharmaceut Res. 3(1):158-167.
Robi’in. β007. Perbedaan bahan kemasan dan periode simpan dan pengaruhnya
terhadap kadar air benih jagung dalam ruang simpan terbuka. Bul Teknik
Pertanian. 12(1):7-9.
Sarin V, Pant KK.. 2006. Removal of chromium from industrial waste by using
eucalyptus bark. Biores Technol. 97(1):15-20
Saxena PB. 1998. IIT Chemistry. Meerut (IN): Krishna Prakashan Media.
Shukla A, Zhang YH, Dubey P, Margravw JL, Shukla S. 2002. The role of
sawdust in the removal of unwanted materials from water. J Hazardous Mat.
9:137-157.
Siqueira G, Bras J, Dufresne A. 2010. Cellulosic bionanocomposites: a review of
preparation, properties and applications. Polymers. 2:728-765.
Sjӧstrӧm E. 1998. Kimia Kayu, Dasar-dasar dan Penggunaan. Ed ke-2.
Sastrohamidjojo H, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr.
Terjemahan dari: Wood Chemistry, Fundamentals and Applications.
[SRAS] Smallholder Rubber Agroforestry System. 2005. Penyadapan Tanaman
Karet. Sembawa (ID): Balit Sembawa.
Thomas R, Fang X, Ranathunge K, Anderson TR, Peterson CA, Bernards MA.
2007. Soybean root suberin: anatomical distribution, chemical composition,

17

and relationship to partial resistance to Phytophthora sojae. Plant Physiol.
144:299-311. doi: 10.1104/pp.106.091090
Umoren SA, Etim UJ, Israel AU. 2013. Adsorption of methylene blue from
industrial effluent using poly(vinyl alcohol). J Mat Environ Sci. 4(1):75-86.
[UNEP] United Nations Environment Programme. 2010. Final Review of
Scientific Information on Lead. Washington DC (US): Chemicals Branch,
DTIE.

18

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Kulit batang karet

Dicuci

Dikeringkan

Dihaluskan
Diayak (60, 80, 100
mesh)
Serbuk kulit batang
karet

Penentuan kadar air
Penentuan kadar Cr(VI)
dan Pb(II)

Biosorben

Kapasitas adsorpsi
Kapasitas adsorpsi pada ukuran partikel
pada pH 2, 7, dan 10
60, 80, dan 100
mesh

Kondisi optimum
biosorpsi

Pola isoterm
adsorpsi

Penentuan kapasitas
adsorpsi
maksimum
adsorpsi

Kapasitas adsorpsi
pada waktu kontak
1, 3, 6, dan 9 jam

19

Lampiran 2 Kurva kalibrasi Cr(VI)
0.1
y = 0.0432x + 0.0022
R² = 0.9999

Absorbans

0.08
0.06
0.04

0.02
0
0

0.5

1

1.5

2

2.5

Konsentrasi (ppm)

Konsentrasi
Absorbans
(ppm)
0.2
0.0108
0.5
0.0236
1
0.0458
2
0.0885

Absorbans

Lampiran 3 Kurva kalibrasi Pb(II)
0.09
0.08
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0

y = 0.029x − 0.0014
R² = 0.9995

0

0.5

1

1.5

2

Konsentrasi (ppm)

Konsentasi
Absorbans
(ppm)
0.3
0.0066
0.65
0.0175
1
0.0288
2
0.0561
3
0.0855

2.5

3

3.5

20

Lampiran 4 Penentuan kadar air serbuk kulit batang karet
Bobot
Ulangan
m0 (g)
m1 (g)
1
2.0004
1.7247
2
2.0005
1.7233
3
2.0002
1.7304
Rerata

Kadar air
(%)
13.7822
13.8565
13.4886
13.7091

Keterangan: m0 = bobot sampel sebelum pemanasan (g)
m1 = bobot sampel setelah pemanasan (g)

Contoh perhitungan:
adar air

=

0

1
0

β 000 1 7
β 0004
= 1γ 71
=

100
100

Lampiran 5 Penentuan kadar kromium dan timbel di dalam kulit batang karet
Volume
Bobot
Logam
Konsentrasi Kadar
Ulangan
larutan
sampel Absorbans
berat
(mg/L)
(mg/g)
(mL)
(g)
Cr
1
50
5.0020
-0.0009
0.0000
0.00
2
50
5.0002
-0.0015
0.0000
0.00
3
50
5.0032
-0.0006
0.0000
0.00
Rerata
0.00
Pb
1
50
5.0009
-0.0008
0.0000
0.00
2
50
5.0015
-0.0010
0.0000
0.00
3
50
5.0011
-0.0007
0.0000
0.00
Rerata
0.00
Contoh perhitungan (konsentrasi Cr(VI)) :
y = 0.0432x + 0.0022
y = 0 04γβx + 0 00ββ
-0 0009 = 0 04γβx+0 00ββ
0 04γβx = - 0 00γ1
x = -1γ 9γ
x = 0 ppm

21

Lampiran 6

Pengaruh waktu kontak, pH, dan ukuran butir adsorben pada
biosorpsi Cr(VI)

No

Waktu
(jam)

Ukuran
partikel
(mesh)

pH

Ulangan

m
( g)

C0
(ppm)

A

C
(ppm)

E
(%)

Q
(mg/g)

1

6

100

2

1

0.5001

20.0000

0.0258

1.9798

90.10

0.9008

2

6

100

2

2

0.5001

20.0000

0.0305

2.2147

88.93

0.8891

3

6

100

2

3

0.5001

20.0000

0.0337

2.4832

87.58

0.8757

4

6

100

7

1

0.5000

20.0000

0.1046

8.4311

57.84

0.5784

5

6

100

7

2

0.5000

20.0000

0.1032

8.3137

58.43

0.5843

6

6

100

7

3

0.5000

20.0000

0.1035

8.3388

58.31

0.5831

7

6

100

10

1

0.4999

20.0000

0.1277

10.3690

48.15

0.4816

8

6

100

10

2

0.4999

20.0000

0.0531

10.2767

48.62

0.4863

9

6

100

10

3

0.4999

20.0000

0.0521

10.0670

49.66

0.4967

10

6

80

2

1

0.5000

20.0000

0.1563

3.5259

82.37

0.8237

11

6

80

2

2

0.5000

20.0000

0.1560

3.5191

82.40

0.8240

12

6

80

2

3

0.5000

20.0000

0.1570

3.5417

82.29

0.8229

13

6

80

7

1

0.5000

20.0000

0.6917

15.6496

21.75

0.2175

14

6

80

7

2

0.5000

20.0000

0.6954

15.7334

21.33

0.2133

15

6

80

7

3

0.5000

20.0000

0.6441

14.5717

27.14

0.2714

16

6

80

10

1

0.5000

20.0000

0.7837

15.1526

24.24

0.2424

17

6

80

10

2

0.5000

20.0000

0.7849

17.7600

11.20

0.1120

18

6

80

10

3

0.5000

20.0000

0.7862

17.7895

11.05

0.1105

19

6

60

2

1

0.5000

20.0000

0.2424

5.4756

72.62

0.7262

20

6

60

2

2

0.5000

20.0000

0.2073

4.6807

76.60

0.7660

21

6

60

2

3

0.5000

20.0000

0.2091

4.7215

76.39

0.7639

22

6

60

7

1

0.5000

20.0000

0.6763

15.3009

23.50

0.2350

23

6

60

7

2

0.5000

20.0000

0.6904

15.6202

21.90

0.2190

24

6

60

7

3

0.5000

20.0000

0.7002

15.8421

20.79

0.2079

25

6

60

10

1

0.5000

20.0000

0.8123

18.3805

8.10

0.0810

26

6

60

10

2

0.5000

20.0000

0.8115

18.3624

8.19

0.0819

27

6

60

10

3

0.5000

20.0000

0.8125

18.3850

8.07

0.0807

28

1

100

2

1

0.5000

20.0000

0.1059

2.3846

88.08

0.8808

29

1

100

2

2

0.5000

20.0000

0.1134

2.5545

87.23

0.8723

30

1

100

2

3

0.5000

20.0000

0.1150

2.5907

87.05

0.8705

31

1

100

7

1

0.5000

20.0000

0.7045

15.9394

20.30

0.2030

32

1

100

7

2

0.5000

20.0000

0.6955

15.7356

21.32

0.2132

33

1

100

7

3

0.5000

20.0000

0.7055

15.9621

20.19

0.2019

34

1

100

10

1

0.5000

20.0000

0.7192

16.2723

18.64

0.1864

35

1

100

10

2

0.5000

20.0000

0.7306

16.5305

17.35

0.1735

36

1

100

10

3

0.5000

20.0000

0.8075

18.2718

8.64

0.0864

37
38

1
1

80
80

2
2

1
2

0.5000
0.5000

20.0000
20.0000

0.1476
0.1698

3.3289
3.8316

83.36
80.84

0.8336
0.8084

39

1

80

2

3

0.5000

20.0000

0.1575

3.5531

82.23

0.8223

22

lanjutan Lampiran 6
No

Waktu
(jam)

Ukuran
partikel
(mesh)

pH

Ulangan

m
( g)

C0
(ppm)

A

C
(ppm)

E
(%)

Q
(mg/g)

40

1

80

7

1

0.5000

20.0000

0.7538

17.0558

14.72

0.1472

41

1

80

7

2

0.5000

20.0000

0.7495

16.9584

15.21

0.1521

42

1

80

7

3

0.5000

20.0000

0.7118

16.1047

19.48

0.1948

43

1

80

10

1

0.5000

20.0000

0.8344

18.8809

5.60

0.0560

44

1

80

10

2

0.5000

20.0000

0.8413

19.0372

4.81

0.0481

45

1

80

10

3

0.5000

20.0000

0.8111

18.3533

8.23

0.0823

46

1

60

2

1

0.5000

20.0000

0.2366

5.3442

73.28

0.7328

47

1

60

2

2

0.5000

20.0000

0.2326

5.2536

73.73

0.7373

48

1

60

2

3

0.5000

20.0000

0.2178

4.9185

75.41

0.7541

49

1

60

7

1

0.5000

20.0000

0.7285

16.4829

17.59

0.1759

50

1

60

7

2

0.5000

20.0000

0.7496

16.9607

15.20

0.1520

51

1

60

7

3

0.5000

20.0000

0.7289

16.4920

17.54

0.1754

52

1

60

10

1

0.5000

20.0000

0.8091

18.3080

8.46

0.0846

53

1

60

10

2

0.5000

20.0000

0.8342

18.8764

5.62

0.0562

54

1

60

10

3

0.5000

20.0000

0.8016

18.1382

9.31

0.0931

55

3

100

2

1

0.5001

20.0000

0.1228

2.5851

87.07

0.8706

56

3

100

2

2

0.5001

20.0000

0.1151

2.4140

87.93

0.8791

57

3

100

2

3

0.5001

20.0000

0.1174

2.4651

87.67

0.8766

58

3

100

7

1

0.5000

20.0000

0.4157

9.0899

54.55

0.5455

59

3

100

7

2

0.5000

20.0000

0.4090

8.9411

55.29

0.5529

60

3

100

7

3

0.5000

20.0000

0.4163

9.1032

54.48

0.5448

61

3

100

10

1

0.4999

20.0000

0.6162

13.5426

32.29

0.3229

62

3

100

10

2

0.4999

20.0000

0.6065

13.3272

33.36

0.3337

63

3

100

10

3

0.4999

20.0000

0.6060

13.3161

33.42

0.3343

64

3

80

2

1

0.5001

20.0000

0.1454

3.0870

84.57

0.8455

65

3

80

2

2

0.5000

20.0000

0.1533

3.2624

83.69

0.8369

66

3

80

2

3

0.5000

20.0000

0.1674

3.5755

82.12

0.8212

67

3

80

7

1

0.