Pola Reproduksi dan Pemijahan Ikan Belanak (Moolgarda engeli, Bleeker 1858) di Pantai Mayangan Jawa Barat

i

POLA REPRODUKSI DAN PEMIJAHAN
IKAN BELANAK (Moolgarda engeli, Bleeker 1858)
DI PANTAI MAYANGAN JAWA BARAT

KANTI NUTI WIGATI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pola Reproduksi
dan Pemijahan Ikan Belanak (Moolgarda engeli, Bleeker 1858) di Pantai
Mayangan Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Kanti Nuti Wigati
NRP C24080075

iii

ABSTRAK
KANTI NUTI WIGATI. Pola Reproduksi dan Pemijahan Ikan Belanak
(Moolgarda engeli, Bleeker 1858) di Pantai Mayangan Jawa Barat. Dibimbing
oleh M.F. RAHARDJO dan CHARLES P.H. SIMANJUNTAK.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola reproduksi dan pemijahan ikan
belanak (Moolgarda engeli, Bleeker 1858). Penelitian ini dilakukan pada MeiOktober 2011 dan ikan ditangkap dengan menggunakan alat tangkap jaring
berlapis dengan ukuran mata jaring 2,5 inci. Total ikan contoh yang tertangkap
selama penelitian berjumlah 226 ekor, terdiri atas 146 ekor ikan jantan dan 80

ekor ikan betina. Kisaran panjang total dan bobot total ikan yang tertangkap
masing-masing adalah 129-230 mm dan 20,55-99,65 g. Nisbah kelamin ikan
jantan dan betina yang matang gonad adalah 1:1,4 (tidak seimbang). Faktor
kondisi ikan belanak berkisar antara 0,38-1,69. Ukuran pertama kali matang
gonad dengan proporsi 50% (Lm50) ikan belanak jantan dan betina masing-masing
berada pada ukuran 227 mm dan 180 mm. Ikan yang matang gonad dengan IKG
tertinggi berada pada bulan yang sama, yaitu Agustus sehingga diduga puncak
pemijahan berada pada bulan tersebut. Fekunditas total berkisar 20.179-135.353
butir dan spesies ini dikelompokkan sebagai ikan pemijah serempak.
Kata kunci: Moolgarda engeli, reproduksi, pemijahan

ABSTRACT
KANTI NUTI WIGATI. Reproduction and Spawning Patterns of the Mullet
(Moolgarda engeli, Bleeker 1858) in Mayangan Coastal Waters West Java.
Supervised by M.F. RAHARDJO and CHARLES P.H. SIMANJUNTAK.
The aim of this research was to study reproduction and spawning patterns of the
mullet (Moolgarda engeli, Bleeker 1858). This research was conducted in MayOctober 2011 and fish were captured by using trammel net with mesh size of 2.5
inch. Total fish caught during research were 226 fish comprising 146 males and
80 females. The range of total length and total weight of fish sample were 129230 mm and 20.55-99.65 g. Sex ratio of mature fish for male and female was
1:1.4 among mature fish (different from a 1:1 ratio). Condition factors ranged

from 0.38 to 1.69. The length at first maturity (Lm50) of male and female were
227 mm and 180 mm respectively. The mature fish with the highest
gonadosomatic index (GSI) was in August; therefore, the peak of spawning
season of the mullet has occurred in August. Total fecundity of mullet ranged
from 20,179-135,353 eggs and this species is categorized as total spawner.
Key words: Moolgarda engeli, reproduction, spawning

iv

POLA REPRODUKSI DAN PEMIJAHAN
IKAN BELANAK (Moolgarda engeli, Bleeker 1858)
DI PANTAI MAYANGAN JAWA BARAT

KANTI NUTI WIGATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan


DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pola Reproduksi dan Pemijahan Ikan Belanak (Moolgarda engeli,
Bleeker 1858) di Pantai Mayangan Jawa Barat
Kanti Nuti Wigati
Nama
C24080075
NRP
Program Studi: Manajemen Sumber Daya Perairan

Disetujui oleh

cィmャ・セZ

Prof Dr If M .F Rahardjo
Pembimbing I


Diketahui oleh

セ セ セ@

t-f;2r Ir M. Mukhlis KamaL MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

0 6 1 2'

Sri, MSi
Pembimbing II

v

Judul Skripsi : Pola Reproduksi dan Pemijahan Ikan Belanak (Moolgarda engeli,
Bleeker 1858) di Pantai Mayangan Jawa Barat
Nama

: Kanti Nuti Wigati
NRP
: C24080075
Program Studi : Manajemen Sumber Daya Perairan

Disetujui oleh

Prof Dr Ir M.F Rahardjo
Pembimbing I

Charles P.H.Simanjuntak, SPi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir M. Mukhlis Kamal, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


vi

PRAKATA
Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Pola
Reproduksi dan Pemijahan Ikan Belanak (Moolgarda engeli, Bleeker 1858) di
Pantai Mayangan Jawa Barat. Skripsi ini merupakan hasil penelitian penulis yang
dilaksanakan pada Mei sampai dengan Oktober 2011 di Pantai Mayangan Jawa
Barat. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana perikanan pada Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam memberikan bimbingan, masukan, maupun arahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
1. Bapak Prof Dr Ir M.F. Rahardjo dan Bapak Charles P.H. Simanjuntak,
SPi, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan,
masukan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan
skripsi.
2. Ir Zairion, MSc selaku dosen penguji tamu serta Dr Ir Yunizar Ernawati,
MS selaku komisi pendidikan yang telah banyak memberikan saran dalam

penyusunan skripsi ini.
3. Kepala Bagian Ekobiologi dan Konservasi Sumber Daya Perairan,
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, FPIK IPB yang turut
membiayai penelitian ini serta Dr Ahmad Zahid, SPi, MSi, Prawira A.R.P
Tampubolon, SPi, MSi, Bapak Ruslan, dan Aries Asriansyah, SPi yang
telah membantu dalam pengumpulan data.
4. Bapak Dr Ir Ario Damar selaku dosen pembimbing akademik atas semua
saran, bimbingan, dan motivasi yang diberikan selama penulis menempuh
pendidikan S1.
5. Mba Widaryanti, SPi, seluruh staf Tata Usaha dan civitas MSP.
6. Bapak, Mama, Mas Adji, keluarga tercinta dan para sahabat atas doa dan
kasih sayang yang diberinya.
7. Karya Salemba Empat atas bantuan beasiswa yang telah diberikan.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, November 2013
Kanti Nuti Wigati

vii


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 09 Maret 1989 sebagai putri
ketiga dari lima bersaudara dari pasangan H. Gampang Sugiarto dan Sutini.
Pendidikan formal yang pernah dijalani penulis adalah SMPN 235 Jakarta (20012004), dan SMAN 90 Jakarta (2004-2007). Pada tahun 2008 penulis diterima di
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN.
Selain mengikuti perkuliahan, penulis berkesempatan menjadi Asisten Mata
Kuliah Ekosistem Perairan Pesisir (2010/2011) dan Biologi Perikanan
(2011/2012). Penulis juga aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan
Mahasiswa Manajemen Sumber Daya Perairan (HIMASPER) sebagai anggota
divisi Kewirausahaan (2010-2011), serta turut aktif mengikuti seminar maupun
berpartisipasi dalam berbagai kepanitiaan di lingkungan kampus IPB.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program
Studi Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul Pola Reproduksi
dan Pemijahan Ikan Belanak (Moolgarda engeli, Bleeker 1858) di Pantai
Mayangan Jawa Barat.

viii


DAFTAR ISI

ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... IX
ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... IX
PENDAHULUAN ............................................................................................................1
Latar Belakang .........................................................................................................1
Perumusan Masalah .................................................................................................1
Tujuan dan Manfaat .................................................................................................2
METODE PENELITIAN ...............................................................................................4
Waktu dan Lokasi ....................................................................................................4
Alat dan Bahan .........................................................................................................4
Metode Pengamatan .................................................................................................5
HASIL ...............................................................................................................................8
PEMBAHASAN .............................................................................................................14
SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................17
LAMPIRAN ...................................................................................................................19


ix

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5

Skema perumusan masalah sumber daya ikan belanak .................................. 3
Peta lokasi penelitian ...................................................................................... 4
Hubungan panjang bobot ikan belanak .......................................................... 8
Hubungan panjang bobot ikan belanak jantan (a) dan betina (b) ................... 9
Faktor kondisi ikan belanak jantan (a) dan betina (b) berdasarkan
bulan pengamatan ........................................................................................... 9
Gambar 6 Tingkat kematangan gonad ikan belanak jantan (a) dan betina (b)
berdasarkan bulan pengamatan .................................................................... 10
Gambar 7 Tingkat kematangan gonad ikan belanak jantan (a) dan betina (b)
berdasarkan selang kelas panjang ................................................................ 10
Gambar 8 Indeks kematangan gonad ikan belanak jantan (a) dan betina (b) ............... 11
Gambar 9 Hubungan IKG dengan TKG ikan belanak .................................................. 12
Gambar 10 Hubungan fekunditas dengan panjang dan bobot ........................................ 12
Gambar 11 Diameter telur ikan belanak TKG II, III, dan IV ......................................... 13
Gambar 12 Hubungan IHS dengan IKG ikan belanak berdasarkan bulan
pengamatan................................................................................................... 14

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Alat dan bahan selama penelitian......................................................................... 4
Tabel 2 Perkembangan TKG berdasarkan hasil modifikasi Cassie (Effendie 1984) ........ 5
Tabel 3 Jumlah, kisaran panjang total, dan bobot ikan belanak selama penelitian ........... 8
Tabel 4 Nisbah kelamin ikan belanak jantan dan betina ................................................... 8

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Uji Chi-square nisbah kelamin jantan dan betina ikan belanak (M.
engeli) ........................................................................................................... 19
Lampiran 2 Faktor kondisi ikan belanak (M. engeli) pada Mei-Oktober 2011 .............. 20
Lampiran 3 Selang kelas diameter telur ikan belanak (M. engeli).................................. 20
Lampiran 4 Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan belanak dengan
metode Spearman-Karber ............................................................................ 21

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan belanak (Moolgarda engeli, Bleeker 1858) merupakan salah satu ikan
ekonomis penting di Pantai Mayangan. Ikan dari kelompok Mugilidae
memanfaatkan daerah estuari sebagai daerah pemijahan dan daerah pembesaran
(Beckley 1984). Ikan ini beruaya dari perairan payau ke air laut untuk memijah
(Blaber 1997) dan larvanya banyak dijumpai di perairan pantai dekat muara
sungai (Ditty & Shaw 1996 dan Blaber 2000 in Albieri & Araujo 2010).
Umumnya ikan ini berlindung pada perairan lumpur berpasir dan panjang tubuh
maksimumnya dapat mencapai 30 cm (Froese & Pauly 2013).
Ikan ini ditangkap menggunakan jaring berlapis (trammel net) dan
mengalami tingkat eksploitasi yang tinggi karena banyaknya jaring berlapis yang
beroperasi di Perairan Pantai Mayangan. Kondisi ini diperkirakan akan
menurunkan potensi stok dan kemampuan pulih ikan belanak (M. engeli).
Beberapa penelitian ikan belanak telah dilakukan di daerah pantai utara
Jawa antara lain Nurjanah (1982) in Simanjuntak (2002) di Perairan Muara
Sungai Cimanuk, Indramayu; Sulistiono (1987) in Simanjuntak (2002) di
pertambakan Desa Sungai Buntu, Karawang; Sulistiono et al. (2001) dan Noor
(2001) di Ujung Pangkah, Jawa Timur; Simanjuntak (2002) di Pantai Mayangan,
Jawa Barat. Namun, kajian pola reproduksi dan pemijahan sebagai mata rantai
regenerasi M. engeli di Pantai Mayangan belum pernah diungkap. Kajian
parameter reproduksi ikan akan memberikan data teknis untuk program
pengelolaan ekosistem perairan pantai berbasis ekosistem.
Perumusan Masalah
Salah satu masalah yang terjadi di pantai Mayangan adalah
ketidakmampuan ikan belanak dalam mempertahankan stoknya di perairan
sehingga berpotensi mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh tingginya laju
eksploitasi belanak tanpa memperhatikan musim dan selektifitas alat tangkap di
habitatnya sehingga induk belanak yang siap memijah dan ikan yang berukuran
muda tertangkap. Konsekuensi yang ditimbulkan adalah gagalnya ikan belanak
untuk melakukan peremajaan (rekrutmen). Oleh sebab itu perlu ada upaya
pengendalian dan pembatasan upaya penangkapan. Informasi mendasar yang
dibutuhkan adalah pola reproduksi dan musim pemijahan ikan belanak di pantai
Mayangan (Gambar 1).

2

Tujuan dan Manfaat
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pola reproduksi dan pemijahan ikan
belanak (M. engeli) ditinjau dari nisbah kelamin, ukuran pertama kali matang
gonad, waktu pemijahan, fekunditas, dan sifat pemijahan. Penelitian ini
bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam pengaturan waktu penangkapan
ikan belanak agar keberadaannya di alam tetap optimal, lestari dan berkelanjutan.

3

OUTPUT

Gambar 1 Skema perumusan masalah sumber daya ikan belanak

4

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi
Pengambilan ikan contoh dilakukan pada Mei-Oktober 2011 di Pantai
Mayangan, Subang, Jawa Barat. Stasiun pengambilan contoh terdiri atas dua
lokasi, yaitu daerah muara Sungai Poncol dan Sungai Terusan (Gambar 3).
Penanganan ikan contoh dan analisis aspek reproduksi ikan dilakukan di
Laboratorium Biomakro, Bagian Ekobiologi dan Konservasi Sumber Daya
Perairan, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan IPB, Bogor.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Alat dan bahan selama penelitian
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
1.
2.
3.
4.

Alat dan bahan
Alat
Jaring berlapis (ukuran mata jaring 2,5 inci)
Perahu
Penggaris (mm)
Timbangan (g)
Alat bedah
Botol contoh
Cawan petri
Kamera
Hand Tally Counter
Mikroskop dan Mikrometer okuler
Bahan
Ikan belanak
Formalin 10%
Etanol 97%
Formalin 4%

Fungsi
Menangkap ikan contoh
Transportasi menuju stasiun pengambilan contoh
Mengukur panjang total ikan contoh
Menimbang bobot tubuh dan gonad ikan contoh
Membedah ikan contoh
Wadah menyimpan gonad ikan contoh
Wadah menganalisis gonad ikan contoh
Dokumentasi
Menghitung jumlah telur ikan contoh
Melihat ukuran diameter telur
Ikan contoh
Mengawetkan ikan contoh saat di lapangan
Mengawetkan ikan contoh saat di laboratorium
Mengawetkan gonad ikan contoh

5

Metode Pengamatan
Penangkapan ikan contoh dengan frekuensi satu kali dalam sebulan
menggunakan jaring berlapis (ukuran mata jaring 2,5 inci) pada pagi hari sekitar
pukul 07.00 WIB menggunakan perahu dengan mesin tempel. Jaring ditebar
dengan posisi melingkar sampai pangkal dan ujung bertemu kembali. Perahu
berputar di dalam lingkaran dan nelayan memukul-mukul kayu ke dasar perairan
dengan tujuan mengejutkan ikan agar ikan menabrak dan terjerat oleh jaring. Ikan
yang tertangkap segera diawetkan dengan formalin 10%. Pengamatan dan analisis
dilakukan di laboratorium, meliputi pengukuran panjang, penimbangan bobot, dan
penentuan beberapa aspek reproduksi.
Setiap ikan contoh diukur panjang dan ditimbang bobotnya dengan masingmasing ketelitian mencapai 0,1 mm dan 0,01 g. Pengamatan jenis kelamin dan
tingkat kematangan gonad (TKG) berdasarkan bentuk morfologinya (Tabel 2).
Gonad diambil dan ditimbang dengan timbangan digital berketelitian 0,0001 g
dan dibandingkan dengan bobot tubuh. Selanjutnya dilakukan pencacahan telur
untuk mengetahui fekunditasnya.
Tabel 2 Perkembangan TKG berdasarkan hasil modifikasi Cassie (Effendie 1984)
TKG
I

Morfologi Gonad Jantan
Testes seperti benang, lebih pendek
(terbatas) dan terlihat ujungnya di rongga
perut, warna jernih.

Morfologi Gonad Betina
Ovari seperti benang, panjang sampai ke
depan rongga perut, warna jernih, permukaan
licin.

II

Ukuran testes lebih besar, warna putih
seperti susu, bentuk lebih jelas daripada
TKG I.

Ukuran ovari lebih besar, warna lebih gelap
kekuningan, butiran telur belum terlihat jelas
dengan mata.

III

Permukaan testes bergerigi, warna makin
putih dan makin besar. Dalam keadaan
diawetkan testes mudah putus.

Ovari berwarna kuning, butiran telur sudah
terlihat jelas oleh mata.

IV

Seperti TKG III testes tampak lebih jelas dan
makin pejal.

Ovari bertambah besar, telur berwarna kuning,
mudah dipisah-pisahkan, butir minyak tidak
tampak. Ovari mengisi 1/2 - 2/3 rongga perut
dan usus terdesak.

V

Testes bagian anterior kempis dan bagian
dekat pelepasan berisi

Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa
terdapat di bagian dekat pelepasan, banyak
telur seperti TKG II

Indeks kematangan gonad (IKG) ditentukan dengan menghitung
perbandingan antara bobot gonad dengan bobot tubuh yang telah ditimbang.
Fekunditas ikan dihitung pada ikan betina yang memiliki TKG III dan IV. Jumlah
telur dihitung dengan metode gravimetrik. Diameter telur ditentukan dari ikan
betina yang memiliki TKG II, III dan IV. Contoh telur diambil dari tiga tempat
ovarium yaitu bagian posterior, median dan anterior; masing-masing diukur
sebanyak 100 butir dan diamati di bawah mikroskop yang sudah dilengkapi
dengan mikrometer okuler dengan perbesaran 10x10. Indeks hepatosomatik

6

dihitung berdasarkan perbandingan bobot hati ikan dengan bobot tubuh ikan yang
telah ditimbang.
Proporsi ikan jantan dan betina dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:

Keterangan:
Pj
= proporsi jenis (jantan atau betina) (%)
A
= jumlah jenis ikan tertentu (jantan atau betina) (ekor)
B
= jumlah total individu ikan yang ada (ekor)
Hubungan panjang bobot dihitung dengan persamaan Hile (1936) in
Effendie (1979):
Keterangan:
W
= bobot (g)
L
= panjang (mm)
a dan b
= konstanta
Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad dilakukan dengan melihat
ikan yang telah matang gonad pertama kali dari semua selang kelas panjang.
Metode lain untuk menduga ukuran pertama kali matang gonad dilakukan dengan
pendekatan matematik berdasarkan metode Spearman-Karber (Udupa 1986):



Keterangan:
m
= log panjang ikan pada kematangan gonad pertama
xk
= log nilai tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad
x
= log pertambahan panjang pada nilai tengah
= proporsi ikan matang gonad pada kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan
pada selang panjang ke-i
= jumlah ikan pada kelas panjang ke-i
=1–
M
= panjang ikan pertama kali matang gonad sebesar antilog m
Penghitungan IKG menggunakan persamaan berikut (Effendie 1979):

7

Keterangan:
IKG = indeks kematangan gonad
BG
= bobot gonad (g)
BT
= bobot tubuh (g)
Fekunditas ikan dihitung dengan persamaan berikut (Effendie 1979):

Fekunditas dapat dihubungkan dengan panjang tubuh maupun bobot tubuh
ikan (Effendie 2002) dengan rumus:

Keterangan :
F
= fekunditas total (butir)
f
= jumlah telur contoh (butir)
L
= panjang total ikan (mm)
W
= bobot total ikan (g)
G
= bobot gonad (g)
g
= bobot telur contoh (g)
a dan b = konstanta
Faktor kondisi (K) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
K
= faktor kondisi
W
= bobot tubuh (g)
L
= panjang total ikan (mm)
a dan b = konstanta
Indeks Hepatosomatik (IHS) ikan dihitung berdasarkan perbandingan bobot
hati ikan dengan bobot tubuh ikan yang telah ditimbang menggunakan rumus
(Htun-hun 1978 in Kingdom & Allison 2011):

Keterangan:
IHS = indeks hepatosomatik
BH
= bobot hati (g)
BT
= bobot tubuh ikan (g)

8

HASIL
Ikan belanak yang tertangkap selama penelitian berjumlah 226 ekor yang
terdiri atas 146 ekor jantan dan 80 ekor betina. Kisaran panjang total dan bobot
ikan yang tertangkap adalah 129-230 mm dan 20,25-99,65 g (Tabel 3).
Tabel 3 Jumlah, kisaran panjang total, dan bobot ikan belanak selama penelitian
Bulan

Jumlah (ekor)

Panjang total (mm)

Bobot (g)

Mei

24

140-230

30,28-73,89

Juni

32

130-212

20,25-58,83

Juli

28

138-220

24,04-82,78

Agustus

58

132-222

21,21-99,65

September

43

136-197

34,28-65,68

Oktober

41

129-225

24,68-97,15

Total

226

129-230

20,25-99,65

Nisbah kelamin ikan belanak secara keseluruhan adalah 1,9:1 (Tabel 4). Uji
statistik terhadap nisbah kelamin ikan belanak menunjukkan adanya perbedaan,
sehingga nisbah kelamin ikan belanak dapat dikatakan tidak seimbang.
Berdasarkan hasil pengujian chi square pada selang kepercayaan 95% diperoleh
bahwa nisbah kelamin setiap bulan juga tidak seimbang. Pada Mei sampai
Oktober jumlah ikan jantan yang tertangkap lebih banyak daripada ikan betina.
Nisbah kelamin ikan belanak yang matang gonad adalah sebesar 1:1,4.
Tabel 4 Nisbah kelamin ikan belanak jantan dan betina
Proporsi (%)

X² hitung

X² tabel

Betina

Nisbah
(J : B)

Uji
Chi-square

Jantan

Mei

24

58,3

41,6

1,4 : 1

7,9

2,8

Tidak seimbang

Juni

32

65,6

34,4

1,9 : 1

10,0

3,2

Tidak seimbang

Juli

28

75,0

25,0

3,0 : 1

11,0

3,2

Tidak seimbang

Agustus

58

55,2

44,8

1,2 : 1

31,4

2,8

Tidak seimbang

September

43

76,7

23,3

3,3 : 1

23,6

3,2

Tidak seimbang

Oktober

41

60,9

39,0

1,6 : 1

6,5

3,2

Tidak seimbang

Total

226

64,6

35,4

1,9 : 1

70,4

2,8

Tidak seimbang

bobot tubuh (g)

Jumlah
individu

Bulan

120

W = 0,0008L2,139
R² = 0,7173
r = 0,85

80
40
0
0

50

100
150
200
panjang tubuh (mm)

250

Gambar 3 Hubungan panjang bobot ikan belanak

9

Model persamaan hubungan panjang total (L) dan bobot (W) ikan belanak
adalah W = 0,0008L2,139 dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,7173
(Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 71,73 % data dalam persamaan
tersebut dapat dijelaskan oleh model persamaan yang terbangun.
120
100

bobot tubuh (g)

W = 0,0006L2,1949
R² = 0,5178
r = 0,7196

W = 0,001L2,0887
R² = 0,8083
r = 0,90

80
60
40
20
0
0

100

200
(a)

300

0

panjang tubuh (mm)

100

200

300

(b)

Gambar 4 Hubungan panjang bobot ikan belanak jantan (a) dan betina (b)
Berdasarkan pengujian nilai b dengan uji t diperoleh nilai b ikan belanak
baik total, jantan maupun betina tidak sama dengan 3 (Thitung > Ttabel). Hal ini
menunjukkan ikan belanak memiliki pola pertumbuhan alometrik negatif, yang
berarti pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan bobot.
Berdasarkan hasil analisis terhadap ikan belanak selama enam bulan
pengamatan diperoleh bahwa faktor kondisi, baik jantan maupun betina, pada
setiap bulan berbeda (Gambar 6).

Faktor kondisi

1.50
1.00
0.50
0.00

(a)

bulan pengamatan

(b)

Gambar 5 Faktor kondisi ikan belanak jantan (a) dan betina (b) berdasarkan
bulan pengamatan
Faktor kondisi ikan belanak jantan dan betina selama penelitian berkisar
antara 0,63-1,53 dan 0,38-1,69. Nilai rata-rata faktor kondisi belanak jantan

10

tertinggi berada pada September sebesar 1,06 dan terendah pada Juni sebesar 0,82.
Faktor kondisi rata-rata belanak betina tertinggi berada pada Agustus sebesar 1,06
dan terendah pada Juni sebesar 0,81.
100%

frekuensi

80%
60%
40%
20%
0%

bulan pengamatan

(a)

(b)

Gambar 6 Tingkat kematangan gonad ikan belanak jantan (a) dan betina (b)
berdasarkan bulan pengamatan
Pada Gambar 6 terlihat bahwa ikan belanak (M. engeli) betina memiliki
TKG II, TKG III dan IV yang ditemukan hampir setiap bulan dengan jumlah
tertinggi pada Agustus. Ikan yang memiliki TKG V sangat sedikit ditemukan,
yaitu pada ikan jantan di bulan Mei dan Agustus. Ikan jantan dengan TKG IV
hanya diperoleh pada Juli; sedangkan jumlah ikan betina dengan TKG IV
terbanyak ditemukan pada Agustus.
100%

frekuensi

80%
60%
40%
20%
0%
A B

C D

E F
(a)

G H

I

A

B

C

D

E
(b)

F

G

H

I

selang kelas (mm)

Gambar 7 Tingkat kematangan gonad ikan belanak jantan (a) dan betina (b)
berdasarkan selang kelas panjang
Keterangan: A (129-140 mm); B (141-152 mm); C (153-164 mm); D (165-176 mm); E (177-188 mm); F (189-200 mm);
G (201-212 mm); H (213-224 mm); I (225-236 mm)

11

Ikan yang tertangkap terbagi dalam sembilan selang kelas panjang.
Perhitungan ukuran ikan pertama kali matang gonad dilakukan dengan melihat
TKG yang matang pertama kali dari semua selang kelas ukuran panjang, baik
pada ikan jantan maupun betina. Ikan jantan mulai memasuki fase matang gonad
pada selang kelas panjang 129-140 mm; betina pada kisaran panjang 141-152 mm
(Gambar 7). Ikan jantan pertama kali matang gonad pada ukuran panjang terkecil
135 mm dan betina pada ukuran 145 mm.
Berbeda dengan perhitungan menggunakan metode Spearman-Karber,
ukuran pertama kali ikan belanak matang gonad adalah berkisar pada 225-236 mm
untuk ikan jantan dan 176-187 mm untuk ikan betina (Lampiran 5).

indeks kematangan gonad

0.8

0.4

0.0

(a)

(b)

Gambar 8 IKG ikan belanak jantan (a) dan betina (b) berdasarkan bulan
pengamatan
Pada Gambar 8 terlihat bahwa nilai indeks kematangan gonad ikan belanak
(M. engeli) di perairan Mayangan mengalami fluktuasi. Pada ikan jantan nilai
rata-rata IKG berkisar antara 0,2-0,6; sedangkan pada ikan betina berkisar antara
1,6-5,6. Hal ini diduga karena pertumbuhan ikan betina lebih tertuju pada
pertumbuhan gonad, akibatnya bobot gonad betina lebih besar dibandingkan
bobot gonad jantan.

12

indeks keamatangan gonad

1.00

N=11

N=1

N=18

0.80
N=62

0.60

N=22
N=70

0.40
N=2
N=21

0.20
N=19

0.00

I

II

III

IV

V
I
II
tingkat kematangan gonad

III

IV

Gambar 9 Hubungan IKG dengan TKG ikan belanak jantan (a) dan betina (b)
selama pengamatan.
Nilai indeks kematangan gonad ikan belanak terbesar ditemukan pada
Agustus dan September. Berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG), rata-rata
IKG ikan jantan dan betina mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan
TKG (Gambar 9). Nilai IKG ikan tersebut bervariasi tergantung dari nilai
kematangan gonadnya.
Fekunditas ikan dihitung dari 21 ekor ikan TKG III dan 18 ekor ikan TKG
IV. Fekunditas dihubungkan dengan panjang maupun bobot ikan belanak. Nilai
fekunditas pada ikan belanak TKG III dan IV berdasarkan metode gravimetrik
berada pada kisaran 20.179-135.353 butir telur.
Hubungan antara fekunditas dengan panjang total ikan belanak ditunjukkan
melalui persamaan F=23.731L0,2675 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar
0,0067. Hubungan fekunditas terhadap bobot tubuh ikan belanak ditunjukkan
melalui persamaan F=53.983W0,0166 dengan nilai koefisien determinasi (R2)
sebesar 0,1288 (Gambar 10).

fekunditas (telur)

160000

F = 23731L0,2675
R² = 0,0067
r = 0,0819
N = 21

120000

F = 53983W0,1425
R² = 0,0166
r = 0,1288
N = 18

80000
40000
0
0

50
100
150
panjang total (mm)

200

0

50
100
150
bobot tubuh (gram)

Gambar 10 Hubungan fekunditas dengan panjang dan bobot

200

13

Koefisien korelasi (r) antara fekunditas dengan panjang sebesar 0,08 dan
antara fekunditas dengan bobot sebesar 0,13. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran
panjang dan bobot ikan tidak bisa menjadi penduga dari fekunditas belanak.
Pada Gambar 11 disajikan grafik diameter telur ikan belanak TKG II, III,
dan IV yang dilakukan selama pengamatan. Jumlah ikan yang diamati sebaran
frekuensinya berjumlah 61 ekor ikan. Diameter telur ikan belanak bervariasi
(0,03-0,68 mm) tergantung pada tingkat kematangan gonad. Pada TKG II,
diameter telur berkisar antara 0,03-0,41 mm. Diameter telur TKG III berkisar dari
0,11-0,65 mm. Sementara TKG IV, diameter telur berada pada kisaran 0,25-0,68
mm.

jumlah telur

2000

TKG II; N=22

1500
1000
500
0

jumlah telur

1500

TKG III; N=21

1000

500

0

jumlah telur

1500

TKG IV; N=18

1000
500
0
A B C D E F G H I J K L MN O P
selang kelas (mm)

Gambar 11 Diameter telur ikan belanak TKG II, III, dan IV
Keterangan: A (0,03-0,07 mm); B (0,07-0,12 mm); C (0,12-0,16 mm); D (0,16-0,20 mm); E (0,20-0,24 mm);
F (0,24-0,29 mm); G (0,29-0,33 mm); H (0,33-0,37 mm); I (0,37-0,42 mm); J (0,42-0,46 mm);
K (0,46-0,50 mm); L (0,50-0,55 mm); M (0,55-0,59 mm); N (0,59-0,63 mm); O (0,63-0,67mm);
P (0,67-0,72 mm)

14

Nilai rata-rata indeks hepatosomatik (IHS) ikan belanak selama pengamatan
sebesar 0,6862. Nilai IHS tertinggi terjadi pada Agustus yaitu 0,8280 dan yang
terendah terjadi pada Oktober yaitu 0,3767.
4.0
IHS
IKG

IHS

3.0
2.0
1.0
0.0

bulan pengamatan

Gambar 12 Hubungan IHS dengan IKG ikan belanak berdasarkan bulan
pengamatan
PEMBAHASAN
Jumlah ikan belanak yang tertangkap di Pantai Mayangan bervariasi setiap
bulannya dengan jantan yang tertangkap lebih besar daripada betina. Jumlah
tangkapan ikan jantan tertinggi pada September (77%; 33 ekor) dan betina
tertinggi pada Agustus (45%; 26 ekor). Hal ini disebabkan pada bulan tersebut
merupakan musim peralihan (musim penghujan ke musim kemarau). Ikan M.
dussumieri jantan, di Ujung Pangkah juga ditemukan dominan pada musim
kemarau dengan kisaran panjang total 190-213 mm (Sulistiono et al. 2001).
Ukuran panjang total ikan yang tertangkap bervariasi antara 129-230 mm. Ikan
belanak yang dominan tertangkap berada pada kisaran 165-176 mm.
Nisbah kelamin ikan belanak tidak seimbang dan lebih didominasi oleh ikan
jantan. Hal ini disebabkan adanya pola tingkah laku yang berbeda yakni, ikan
betina lebih banyak berada di daerah mangrove sehingga peluang tertangkapnya
ikan jantan dengan jaring belanak lebih besar dibandingkan ikan betina. Nisbah
kelamin ikan Valamugil seheli jantan lebih besar daripada ikan betina ditemukan
di perairan Mangalore-India yaitu 2,09:1 (Gowda & Shanbogue 1988). Fakta ini
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti, Sulistiono et al.
(2001) mengatakan bahwa M. dussumieri di Ujung Pangkah memiliki nisbah
kelamin 1:1,6 atau 39% jantan dan 61% betina; nisbah kelamin M. liza jantan dan
betina di Teluk Tropis Brazil sebesar 1:1,73 (Albieri & Araujo 2010). Rahardjo
(2006) menyatakan bahwa nisbah kelamin di daerah tropis seperti Indonesia
bersifat variatif dan menyimpang dari 1:1.
Nilai faktor kondisi ikan belanak terbesar yang diperoleh terdapat pada
Agustus karena ikan mencapai tingkat kematangan gonad yang tinggi menjelang
musim pemijahan. TKG dan IKG pada bulan tersebut meningkat. Dengan kata
lain, peningkatan persentase ikan yang mengalami matang gonad dan tingkat
kematangan gonad menyebabkan nilai faktor kondisi juga meningkat. Hal ini

15

sesuai dengan pendapat Effendie (1979) bahwa salah satu faktor yang
memengaruhi faktor kondisi adalah tingkat kematangan gonad. Faktor kondisi
dipengaruhi oleh ketersediaan makanan dan pada ikan betina dipengaruhi oleh
indeks kematangan gonad, sehingga pada waktu pemijahan ikan membutuhkan
makanan yang banyak. Umumnya selama perkembangan gonad sampai terjadinya
pemijahan, secara relatif panjang ikan tidak berubah, dengan demikian faktor
kondisi mencakup perkembangan bobot tubuhnya termasuk bobot gonadnya.
Keadaan ini merupakan indikasi dari musim pemijahan bagi ikan, khususnya bagi
ikan betina (Effendie 1984). Nilai faktor kondisi jantan lebih kecil dibandingkan
betina disebabkan oleh pengaruh bobot gonad pada betina lebih besar daripada
jantan. Fenomena ini sesuai dengan penelitian Jannah (2001) yang menemukan
bahwa nilai faktor kondisi belanak jantan (0,58-1,23) lebih rendah daripada ikan
betina (0,70-1,83).
Hasil perhitungan secara teoritis berbeda dengan hasil pengamatan secara
langsung. Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan bahwa ikan belanak jantan
dan betina matang gonad pada ukuran selang kelas masing-masing 129-140 mm
dan 141-152 mm, sementara secara teoritis dengan metode Spearman-Karber
didapatkan bahwa ukuran matang gonad dengan proporsi 50% (Lm50) ikan
belanak jantan dan betina masing-masing berada pada ukuran 227 mm dan 180
mm. Ukuran ikan jantan mencapai kematangan gonad pertama kali lebih besar
daripada ikan betina. Jika ukuran dianggap sebagai cerminan umur, maka ikan
jantan lebih lambat mencapai tingkat dewasa dibandingkan ikan betina.
Temuan ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Sulistiono et al.
(2001) yang menyebutkan bahwa ikan belanak jantan di Ujung Pangkah lebih
cepat matang gonad daripada betina, yaitu masing-masing pada ukuran 140 mm
dan 120 mm; dan penelitian yang dilakukan oleh Albieri & Araujo (2010) yang
menyatakan bahwa ikan belanak (M. liza) jantan matang gonad pada ukuran 550
mm dan betina pada ukuran 570 mm di perairan Teluk Tropis Brazil.
Tingginya nilai rata-rata indeks kematangan gonad ikan belanak pada
Agustus menunjukkan bahwa bulan tersebut merupakan puncak pemijahan ikan
belanak. Effendie (2002) mengatakan bahwa indeks kematangan gonad akan
meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad dan akan
menurun setelah ikan selesai memijah. Perkembangan gonad tersebut seiring
dengan peningkatan bobot gonad yang kemudian memengaruhi nilai rata-rata
indeks kematangan gonad (Effendie 2002). Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sulistiono et al. (2001) (pada ikan M. dussumieri) dan Halfawy
(2004) pada ikan M. seheli yang menemukan bahwa IKG ikan belanak jantan jauh
lebih kecil daripada betina.
Fekunditas individu minimum berada pada ikan yang berukuran 172 mm
dan maksimum berada pada ukuran 158 mm. Nilai koefisien korelasi r yang
rendah menunjukkan bahwa fekunditas tidak berhubungan erat dengan panjang
total. Fekunditas belanak terbilang cukup tinggi dibandingkan dengan ikan bilis di
Pantai Mayangan yang memiliki jumlah telur antara 1.222-29.011 butir (Putri
2012) dan belanak di Suez-Mesir (jumlah telur antara 42.312-95.419 butir)
(Halfawy 2004). Jika dibandingkan dengan belanak di Ujung Pangkah,
Indramayu, dan Mangalore India dengan jumlah telur masing antara 27.117-

16

323.200 butir (Sulistiono et al. 2001); 9.691-173.335 butir (Ratnaningsih 2013);
dan 208.482-1.278.138 butir (Gowda & Shanbogue 1988), fekunditas belanak di
Mayangan terlihat lebih kecil. Hal ini diduga sebagai daya adaptasi belanak untuk
mempertahankan populasinya di alam.
Berdasarkan sebaran diameter telur, ikan belanak pada penelitian ini
dikategorikan sebagai pemijah serempak, yaitu ikan belanak melakukan
pemijahan dengan mengeluarkan telur yang masak sekaligus dalam satu waktu.
Hal ini terlihat dari sebaran diameter telur TKG IV yang membentuk satu puncak
(Gambar 11).
Indeks hepatosomatik akan meningkat seiring bertambahnya panjang dan
bobot tubuh sewaktu perkembangan kematangan gonad. Puncak nilai IHS terjadi
pada saat ikan mengalami TKG III dan mengalami penurunan pada saat TKG IV
(Togatorop 2011). Tingginya nilai IHS pada Agustus dikarenakan banyaknya
TKG III dan nilai IKG yang tinggi, namun mengalami sedikit penurunan pada
TKG IV (Gambar 13). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa cadangan energi
yang dimiliki ikan belanak pada Agustus lebih tinggi dibandingkan bulan lainnya.
Terlihat bahwa menjelang puncak musim pemijahan, ikan-ikan melakukan
penyimpanan energi di dalam hati sebagai persiapan memijah yang ditunjukkan
dengan semakin besarnya nilai IHS (Mei-Agustus), kemudian setelah selesai
memijah (September-Oktober) maka nilai IHS pun menurun. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Cek (2001) yang mengatakan bahwa hubungan antara indeks
hepatosomatik dengan indeks kematangan gonad berbanding terbalik.
Pengelolaan Sumber Daya Ikan Belanak
Penelitian ini menghasilkan beberapa informasi yang diharapkan dapat
mendukung kegiatan pengelolaan sumber daya ikan belanak lebih lanjut. Ukuran
matang gonad dengan proporsi 50% (Lm50) ikan belanak jantan pada ukuran 227
mm (selang kelas 225-236 mm) dan betina berada pada 180 mm (selang kelas
176-187 mm). Data tersebut dapat memberikan informasi mengenai ukuran ikan
layak tangkap paling tidak berada pada ukuran di atas 187 mm, agar memberikan
kesempatan pada ikan yang matang gonad untuk pertama kali memijah.
Upaya berikutnya yang dapat dilakukan adalah pengawasan terhadap cara
penangkapan yang didasarkan pada pengaturan waktu. Perlu ada regulasi
pembatasan penangkapan ikan belanak pada musim kemarau (Agustus) karena
merupakan musim puncak pemijahan ikan belanak.
Keberadaan mangrove di Pantai Mayangan harus tetap dijaga karena
merupakan sumber makanan alami bagi ikan belanak. Rantai makanan di estuari
dikenal dengan rantai makanan detritus, artinya pembentukan biomassa di
ekosistem ini diawali dari detritus yang bersumber dari serasah mangrove.
Detritus memegang peranan penting sebagai sumber makanan di ekosistem estuari
daerah tropis. Spesies ikan di Pantai Mayangan yang mampu memanfaatkan
secara langsung keberadaan detritus adalah kelompok ikan belanak (famili
Mugilidae) (Zahid 2013).
Upaya pengelolaan di atas akan berdampak positif jika ada partisipasi aktif
dari masyarakat dan pemerintah setempat. Kerjasama masyarakat dan pemerintah

17

untuk menjaga kelestarian biota-biota di Pantai Mayangan sangat penting karena
tanpa adanya kerjasama tersebut akan menyebabkan gagalnya usaha pengelolaan.

SIMPULAN DAN SARAN
Ikan belanak (Moolgarda engeli) yang diperoleh selama pengamatan
memiliki panjang total berkisar antara 129-230 mm. Nisbah kelamin setiap bulan
dan berdasarkan panjang total menunjukkan bahwa perbandingan jantan dan
betina tidak seimbang. Ikan jantan pertama kali matang gonad pada ukuran yang
lebih panjang daripada betina. Bulan Agustus diduga sebagai puncak pemijahan
belanak (M. engeli). Potensi reproduksi ikan belanak berkisar antara 20.179135.353 butir telur dengan pola pemijahan serempak.
Adanya penelitian lanjutan atau kajian yang sama mengenai aspek
reproduksi ikan belanak selama satu tahun dan penambahan stasiun pengambilan
ikan contoh di daerah pantai untuk membuktikan keberadaan ikan yang matang
gonad, serta perlu dilakukan kajian terhadap pola migrasi ikan saat akan
melakukan pemijahan agar dapat diketahui lokasi dan kondisi yang sesuai untuk
pemijahan.

DAFTAR PUSTAKA
Albieri RJ & Araujo FG. 2010. Reproductive biology of the mullet Mugil liza
(Teleostei: Mugilidae) in a Tropical Brazilian Bay. Zoologia. 27(3): 331–340.
Blaber SJM. 1997. Fish and fisheries of tropical estuaries. Australia: Chapman
and Hall. 206 p.
Beckley LE. 1984. The ichthyofauna of the Sundays estuary South Africa with
particular reference to the juvenile marine component. Estuaries. 7(3): 248258.
Cek S. 2001. Oogenesis, hepatosomatic and gonadosomatik indexes and sex ratio
in rosy barb (Puntius conchonius). Turkish Journal of Fisheries and Aquatic
Sciences. 1: 33-41.
Effendie MI. 1979. Metoda biologi perikanan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. 112
hlm.
Effendie MI. 1984. Penilaian perkembangan gonad ikan belanak Liza subviridis
Valenciennes di perairan muara Sungai Cimanuk Indramayu bagi usaha
pengadaan benih. [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Effendie MI. 2002. Biologi perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.
163 hlm.
Froese R & Pauly D. 2013. Fishbase. www.fishbase.org [terhubung berkala].
http://fishbase.org/Animals/E/Valamugil engeli. [06 Mei 2013].

18

Gowda G & Shanbhogue S L. 1988. On the reproductive biology of grey mullet
Valamugil seheli (Forskal) from Mangalore Waters. Mahasagar. 21(2): 105112.
Halfawy MME. 2004. Reproductive biology of Mugil seheli (family Mugilidae)
reared in fish farm. Egyptian Journal of Aquatic Research. 30(B): 234-240.
Jannah MR. 2001. Beberapa aspek biologi reproduksi ikan belanak Mugil
dussumieri di perairan Ujung Pangkah Jawa Timur. [Skripsi]. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Kingdom T & Allison ME. 2011. The fecundity, gonadosomatic and
hepatosomatic indicies of Pellonula leonensis in the lower Nun River, Niger
Delta, Nigeria. Journal of Biological Sciences. 3(2): 175-179.
Noor A. 2001. Makanan ikan belanak (Mugil dussumieri) di perairan Ujung
Pangkah Gresik Jawa Timur. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Putri VE. 2012. Pola reproduksi ikan bilis (Thryssa hamiltonii, Gray 1835) di
perairan Mayangan Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rahardjo MF. 2006. Biologi reproduksi ikan blama Nibea soldado (Lac.) (famili
Scianidae) di perairan pantai Mayangan Jawa Barat. Ichthyos. 5(2): 63-68.
Ratnaningsih S. 2013. Biologi reproduksi ikan belanak (Chelon subviridis,
Valenciennes 1836) di perairan Karangsong Indramayu. [Skripsi]. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Simanjuntak CPH. 2002. Kebiasaan makanan beberapa jenis ikan di perairan
mangrove pantai Mayangan Pamanukan Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Sulistiono, Mia RJ, Ernawati Y. 2001. Reproduksi ikan belanak (Mugil
dussumieri) di perairan Ujung Pangkah Jawa Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia.
1(2): 3l-37.
Togatorop GDH. 2011. Kajian biologi reproduksi ikan selanget (Anodontostoma
selangkat Bleeker 1852) di perairan Teluk Jakarta Jakarta Utara. [Skripsi].
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Udupa KS. 1986. Statistical method of estimating the size at first maturity in
fishes. Fishbyte. 4(2): 8-10.
Zahid A. 2013. Ekologi trofik komunitas ikan sebagai dasar pengelolaan sumber
daya ikan di ekosistem Segara Menyan Subang Jawa Barat. [Disertasi]. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.

19

LAMPIRAN
Lampiran 1 Uji Chi-square nisbah kelamin jantan dan betina ikan belanak (M.
engeli)
TKG
I
II
III
IV
V

Frekuensi (Oi)
Jantan
Betina
70
19
62
22
11
21
1
18
2
0

Frekuensi harapan
(ei)
44,4
42
16
9,5
1

Keputusan

: X2 hitung > X2 tabel, maka tolak Ho

Kesimpulan

: Nisbah kelamin ikan belanak jantan dan betina tidak seimbang

20

Lampiran 2 Faktor kondisi ikan belanak (M. engeli) pada Mei-Oktober 2011
Jantan
Bulan pengamatan

Betina

Mei

FK Rata-rata
1,0513

Juni

0,8244

Juli

0,9592

Agustus

1,0362

September

1,0578

Oktober

0,9806

sb Bulan pengamatan
0,0971Mei
0,0849Juni

FK Rata-rata
1,0506

sb
0,1082

0,8096

0,2060

0,1211Juli
0,1021Agustus

0,9307

0,1068

1,0620

0,2004

0,1215September
0,0943Oktober

1,0587

0,0727

0,9870

0,1228

sb = simpangan baku

Lampiran 3 Selang kelas diameter telur ikan belanak (M. engeli)
Selang kelas
(mm)

Selang kelas
bawah

Selang
kelas atas

Batas
bawah

Batas
atas

0,0300-0,0729

0,03

0,0729

0,02995

0,0730-0,1159

0,073

0,1159

0,1160-0,1589

0,116

0,1589

0,1590-0,2019

0,159

0,2020-0,2449
0,2450-0,2879
0,2880-0,3309

frekuensi
TKG II

TKG III

TKG IV

0,07295

644

0

0

0,07295

0,11595

1643

13

0

0,11595

0,15895

1491

23

0

0,2019

0,15895

0,20195

816

38

0

0,202

0,2449

0,20195

0,24495

589

80

0

0,245

0,2879

0,24495

0,28795

613

397

22

0,288

0,3309

0,28795

0,33095

500

1027

133

0,3310-0,3739

0,331

0,3739

0,33095

0,37395

256

1226

330

0,3740-0,4169

0,374

0,4169

0,37395

0,41695

48

933

438

0,4170-0,4599

0,417

0,4599

0,41695

0,45995

0

880

639

0,4600-0,5029

0,46

0,5029

0,45995

0,50295

0

940

1408

0,5030-0,5459

0,503

0,5459

0,50295

0,54595

0

491

1168

0,5460-0,5889

0,546

0,5889

0,54595

0,58895

0

221

874

0,5890-0,6319

0,589

0,6319

0,58895

0,63195

0

27

344

0,6320-0,6749

0,632

0,6749

0,63195

0,67495

0

4

43

0,6750-0,7179

0,675

0,7179

0,67495

0,71795

0

0

1

21

Lampiran 4 Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan belanak dengan
metode Spearman-Karber
a. Jantan
selang
kelas
(mm)

nilai
tengah
(Nt)

log Nt
(xi)

jumlah
ikan (Ni)

jumlah ikan
matang gonad
(Nb)

129-140

134,5

2,1287

17

141-152

146,5

2,1658

153-164

158,5

165-176
177-188

Nb/Ni =
(Pi)

1-Pi =
(Qi)

x(i+1)xi

Pi*Qi

Ni1

Pi*Qi/Ni1

1

0,0588

0,9412

0,0371

0,0554

16

0,0035

19

0

0,0000

1,0000

0,0342

0,0000

18

0,0000

2,2000

30

2

0,0667

0,9333

0,0317

0,0622

29

0,0021

170,5

2,2317

32

4

0,1250

0,8750

0,0295

0,1094

31

0,0035

182,5

2,2613

15

1

0,0667

0,9333

0,0277

0,0622

14

0,0044

189-200

194,5

2,2889

20

3

0,1500

0,8500

0,0260

0,1275

19

0,0067

201-212

206,5

2,3149

8

0

0,0000

1,0000

0,0245

0,0000

7

0,0000

213-224

218,5

2,3395

4

1

0,2500

0,7500

0,0232

0,1875

3

0,0625

225-236

230,5

2,3627

1

0

0,0000

1,0000

0,0000

0,0000

0

0,0000

0,7172

8,2828

0,2339

0,6042

Total
Rata-rata

0,0260

[

(

)]

227,5234

Ukuran ikan pertama kali matang gonad






0,0828
0,0092

22

b. betina
selang
kelas
(mm)

nilai
tengah
(Nt)

jumlah
ikan
(Ni)

jumlah ikan
matang gonad
(Nb)

140-151

145,5

2,1629

5

1

152-163
164-175

157,5

2,1973

10

169,5

2,2292

28

176-187

181,5

2,2589

20

188-199

193,5

2,2867

200-211

205,5

212-223

217,5

224-235

229,5

log Nt
(xi)

1-Pi =
(Qi)

x(i+1)xi

Pi*Qi

Ni1

0,2000

0,8000

0,0344

0,1600

4

0,0400

7

0,7000

0,3000

0,0319

0,2100

9

0,0233

12

0,4286

0,5714

0,0297

0,2449

27

0,0091

10

0,5000

0,5000

0,0278

0,2500

19

0,0132

8

3

0,3750

0,6250

0,0261

0,2344

7

0,0335

2,3128

5

4

0,8000

0,2000

0,0246

0,1600

4

0,0400

2,3375

3

2

0,6667

0,3333

0,0233

0,2222

2

0,1111

2,3608

1

1

1,0000

0,0000

0,0000

0,0000

0

0,0000

4,6702

3,3298

0,1979

15,5508

Total
Rata-rata

[

Nb/Ni =
(Pi)

0,0247

)]

(
180,9719

Ukuran ikan pertama kali matang gonad






Pi*Qi/Ni1

0,2702
0,0338