Karakter morfometrik meristik dan reproduksi ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum, Shaw 1804) di Pantai Mayangan, Jawa Barat

(1)

KARAKTER MORFOMETRIK MERISTIK DAN REPRODUKSI

IKAN KURO (

Eleutheronema tetradactylum,

Shaw 1804)

DI PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT

RINA APRIYATI RAKHMAH

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

Karakter Morfometrik Meristik dan Reproduksi Ikan Kuro (Eleutheronema tetradactylum, Shaw 1804) di Pantai Mayangan, Jawa Barat

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

Rina Apriyati Rakhmah C24080018


(3)

RINGKASAN

Rina Apriyati Rakhmah. C24080018. Karakter morfometrik meristik dan reproduksi ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum, Shaw 1804) di Pantai Mayangan, Jawa Barat. Dibawah bimbingan Yunizar Ernawati dan M.F. Rahardjo.

Ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) merupakan jenis ikan tangkapan utama yang bernilai ekonomis, dan cenderung dieksploitasi di perairan pantai Mayangan. Upaya penangkapan yang cenderung berlebih dapat memengaruhi keberadaan ikan kuro di perairan. Untuk mengatasi hal itu perlu dilakukan upaya pengelolaan sumber daya ikan kuro. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan aspek reproduksi ikan kuro meliputi, Tingkat Kematangan Gonad (TKG); mendeskripsikan ikan berdasarkan ciri morfometrik-meristik dan pola pertumbuhannya. Penelitian ini berguna sebagai sarana untuk mendukung penelitian dasar sehubungan informasi reproduksi ikan kuro khususnya di pantai Mayangan.

Pengambilan contoh ikan kuro dilakukan selama enam bulan mulai bulan Mei- Oktober 2011 dengan interval waktu pengambilan contoh yaitu setiap satu bulan sekali. Pengambilan ikan menggunakan alat tangkap jaring insang (rampus) pada daerah muara sungai dan perairan sekitar pantai. Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Biologi Makro 1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua ikan kuro yang tertangkap berjumlah 147 ekor yang berjenis kelamin jantan dengan selang kelas ukuran panjang 140-259 mm belum mengalami matang gonad. Ikan yang didapat masih berukuran juvenil dan memiliki TKG I dan TKG II. Pada hasil analisis karakter meristik didapat rumus sirip dorsal D1. VIII; D2. I-II 13-17; A. II 13-17; P 14 -21 + 4 sirip filamen ; V I. 5; L.l 43-75. Hubungan panjang-berat bersifat allometrik positif dengan persamaan W= 0,000006L3,109.

Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah ikan kuro merupakan ikan hermafrodit protandri, ketika juvenile jantan di mangrove. Masa pemijahan belum dapat diprediksi dengan pasti, karena ikan yang ditangkap masih juvenil dan belum matang gonad (ber-TKG I dan TKG II).


(4)

KARAKTER MORFOMETRIK MERISTIK DAN REPRODUKSI

IKAN KURO (

Eleutheronema tetradactylum,

Shaw 1804)

DI PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT

RINA APRIYATI RAKHMAH C24080018

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(5)

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Penelitian : Karakter Morfometrik Meristik dan Reproduksi Ikan Kuro (Eleutheronema tetradactylum, Shaw 1804) di Pantai

Mayangan, Jawa Barat Nama : Rina Apriyati Rakhmah

NIM : C24080018

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Tanggal Ujian: 2 Juli 2012 Pembimbing1

Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS NIP.194906171979112001

Pembimbing 2

Prof. Dr. Ir. M.F. Rahardjo, DEA NIP. 195009121976031004

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP. 196607281991031002


(6)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ Karakter Morfometrik Meristik Dan Reproduksi Ikan Kuro (Eleutheronema tetradactylum, Shaw 1804) Di Pantai Mayangan, Jawa Barat”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku dosen pembimbing pertama dan Prof. Dr. Ir. MF. Rahardjo, DEA selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak

membantu dalam pemberian bimbingan untuk menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga penelitian ini bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi pengelolaan ikan tersebut dan penelitian selanjutnya.

Bogor, Juli 2012


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Institut Pertanian Bogor dan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan atas fasilitas yang disediakan selama perkuliahan.

2. Bagian Ekobiologi dan Konservasi Sumberdaya Perairan yang telah membiayai penelitian ini.

3. Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS dan Prof.Dr. Ir. M.F. Rahardjo, DEA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta saran dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

4. Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku wakil penguji departemen atas saran, nasehat, dan perbaikan yang diberikan.

5. Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc selaku dosen penguji tamu atas saran, nasehat, serta perbaikan yang diberikan.

6. Ir. Agustinus M Samosir, M.Phil selaku dosen pembimbing akademik yang banyak memberikan masukan arahan, motivasi, dan nasehat selama perkuliahan. 7. Keluarga besar tercinta yaitu bapak (Syaiful Effendi), ummi (Sumaryati), Kakak-kakakku (Ratna Juwita, S.E dan Yunita Nurmala Haryati, S.Si), adik kembaranku (Rita Apriyana Rakhmah), dan Imam Abdul Wachid atas doa, motivasi, dan kasih sayangnya.

8. Seluruh staf Tata Usaha MSP dan Bapak Ruslan selaku staf Laboratorium Biologi Makro I (BIMA I), Bang Zahid serta Bapak Nita selaku Sekretaris Desa Mayangan yang telah membantu memperlancar proses penelitian serta penulisan skripsi ini.

9. Gita, Nidya, Ria, Donny, Imanda, Echa dan Lella yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Tim Mayangan dan sahabat-sahabatku MSP 45 atas perhatian, motivasi dan nasehatnya.

11. Kakak-kakak MSP 44, adik-adik MSP 46, tim asisten Iktiologi dan seluruh mantan penghuni wisma punakawan atas do’a dan semangatnya selama ini.


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 5 April 1990 dari pasangan Bapak Syaiful Effendi dan Ibu Sumaryati. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Pendidikan formal yang telah ditempuh yaitu TK Tunas Harapan 1 Ciputat (1995-1996), SDN 3 Ciputat (1996-2002). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan formal di SLTPN 2 Ciputat (2002-2005) dan SMA Muhammadiyah 8 Ciputat (2005-2008). Pada tahun 2008, penulis lulus seleksi masuk perguruan tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota divisi sosial lingkungan Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) (2009/2010), anggota divisi Enterpreneurship Koperasi Mahasiswa IPB (KOPMA) (2008/2010), anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) TAEKWONDO (2008/2010), serta aktif mengikuti berbagai macam kepanitiaan. Selain itu, penulis berkesempatan menjadi asisten mata kuliah Iktiologi (2011/2012).

Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, penulis melakukan penelitian yang berjudul “ Karakter Morfometrik Meristik dan Reproduksi Ikan Kuro (Eleutheronema tetradactylum, Shaw 1804) Di Pantai Mayangan, Jawa Barat”.


(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Klasifikasi ... 3

2.2 Morfologi ... 3

2.3 Hubungan Panjang – Bobot dan Faktor Kondisi ... 4

2.4 Reproduksi ... 4

3 METODE PENELITIAN ... 6

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 6

3.2 Alat dan Bahan ... 6

3.3 Metode Kerja ... 7

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12

4.1 Jumlah dan Sebaran Panjang Ikan Kuro ... 12

4.2 Meristik Morfometrik Ikan Kuro ... 13

4.3 Hubungan Panjang – Bobot ... 15

4.4 Faktor Kondisi ... 16

4.5 Tingkat Kematangan Gonad ... 17

5 KESIMPULAN ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 21


(10)

x

x

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Perkembangan TKG berdasarkan hasil modifikasi Cassie

(Effendie 1997) ... 9

2. Pembagian kelompok umur berdasarkan panjang ... 13

3. Karakter morfometrik ikan kuro ... 14


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) ... 3

2. Peta lokasi penelitian ... 6

3. Morfometrik ikan kuro ... 8

4. Karakter meristik ikan kuro ... 9

5. Jumlah ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) jantan berdasarkan selang kelas panjang di Pantai Mayangan ... 12

6. Grafik hubungan panjang – bobot ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) ... 15

7. Faktor kondisi ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) berdasarkan bulan pengamatan ... 16

8. Persentase tingkat kematangan gonad ikan kuro jantan (Eleutheronema tetradactylum) pada selang kelas panjang ... 17

9. Persentase tingkat kematangan gonad ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) berdasarkan waktu penelitian ... 18

10. Perkembangan histologis gonad ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) jantan TKG I, II, III ... 19


(12)

xii

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian ... 24

2. Metode pembuatan preparat histologi ... 25

3. Histologi ikan kuro betina ... 27


(13)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pantai Mayangan terletak di Desa Mayangan, Kecamatan Legon Kulon, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 1070 31’-1070 54’ Bujur Timur dan 60 11’-60 30’ Lintang Selatan. Pantai Mayangan didominasi oleh kawasan hutan mangrove yang merupakan sumber daya alam yang penting di pesisir, khususnya bagi sumber daya hayati yang hidup di pantai Mayangan.

Perairan Pantai Mayangan merupakan daerah yang sangat potensial untuk peningkatan sumber daya perikanan. Selain itu, perairan Pantai Mayangan juga memiliki hasil tangkapan yang beranekaragam, salah satunya adalah ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum, Shaw 1804).

Ikan kuro merupakan ikan tangkapan utama di Pantai Mayangan. Ikan ini banyak diminati dalam bentuk segar atau dibuat sebagai bahan jambal roti. Di perairan utara Australia ikan kuro dapat dimanfaatkan sebagai rekreasi di perairan utara Australia (Ballagh et al. 2011).

Ikan ini memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dengan harga Rp. 30.000/kg sehingga nelayan cenderung mengeksploitasi dalam jumlah besar. Banyaknya permintaan dan tingginya eksploitasi terhadap ikan kuro mengakibatkan berkurangnya populasi ikan ini. Upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi tingginya eksploitasi tersebut yaitu dengan pengelolaan sumberdaya ikan ini agar tetap terjaga kelestariannya. Oleh karena itu, perlu adanya studi ekobiologi tentang karakter morfometrik meristik serta reproduksi ikan kuro yang mencakup masa pemijahan dan tipe pemijahannya. Sejauh ini informasi tentang ikan kuro hanya terbatas pada aspek kebiasaan makanan (Simanjuntak 2002) dan fekunditasnya (Djamali et al. 1985), namun reproduksi ikan kuro di perairan Mayangan belum diteliti.


(14)

2

1.2 Tujuan dan Manfaat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perkembangan gonad sebagai salah satu aspek reproduksi ikan kuro, serta mendeskripsikan dan mengukur karakter morfometrik dan meristik. Penelitian ini bermanfaat sebagai dasar untuk pengelolaan sumber daya ikan dalam suatu ekosistem perairan.


(15)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi

Klasifikasi ikan kuro (Eleuthronema tetradactylum) menurut Motomura et al.

(2004) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Sub kelas : Teleostei Ordo : Percomorphi Divisi : Perciformes Famili : Polynemidae Genus : Eleutheronema

Spesies : Eleutheronema tetradactylum (Shaw 1804) Nama Umum : Fourfinger threadfin

Nama Lokal : Kuro

Gambar 1. Ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum)

2.2 Morfologi

Bentuk tubuh ikan kuro ini memanjang dan agak pipih. Karakteristik khas ikan ini yaitu memiliki mata yang ditutupi oleh jaringan adipose (lemak transparan/daging), memiliki dua sirip punggung (sirip punggung pertama dengan tujuh atau delapan duri dan yang kedua 11-18 jari lemah) dan memiliki sirip dada yang terdiri atas dua bagian, bagian atas dengan jari-jari sirip lemah berjumlah 17, sedangkan bagian bawah terdiri atas empat buah sirip berfilamen dengan filamen


(16)

4

bagian paling atas dapat mencapai dasar sirip perut. Filamen ini berfungsi sebagai alat peraba untuk mencari makanan di air yang berlumpur (Motomura et al. 2004) serta memiliki mulut bertipe inferior (Jaferian & Zolgharnian2010).

Morfometrik adalah ciri yang berkaitan dengan ukuran tubuh atau bagian tubuh ikan, seperti panjang total dan panjang baku. Ukuran ini dapat digunakan sebagai salah satu ciri taksonomi dalam mengidentifikasi ikan. Hasil pengukuran biasanya dinyatakan dalam satuan milimeter atau centimeter. Meristik adalah ciri yang berkaitan dengan jumlah tubuh ikan, misalnya seperti jumlah sisik pada garis rusuk, jumlah jari – jari keras dan jari-jari lemah pada sirip punggung (Affandi

et al. 1992). Menurut Turan (1998), karakter morfologi juga dapat memberikan manfaat dalam identifikasi stok khususnya dalam suatu populasi yang besar.

2.3 Hubungan Panjang – bobot dan Faktor Kondisi

Hubungan panjang bobot dapat menduga pola pertumbuhan yang dialami oleh ikan tersebut apakah montok atau tidak (Effendie 1997). Menurut Djamali et al (1985) ikan kuro yang ditemukan di daerah Muara Sungai Musi, memiliki hubungan panjang-bobot yang bersifat allometrik.

Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan secara fisik untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Faktor kondisi juga digunakan untuk mengetahui kebugaran ikan dalam bentuk angka dan faktor kondisi dihitung berdasarkan panjang dan bobot ikan (Effendie 1997).

Faktor kondisi dipengaruhi oleh jenis makanan yang dimakan dan tingkat kematangan gonad. Penelitian yang dilakukan oleh Harahap & Djamali (2005) pada ikan terbang menunjukkan bahwa peningkatan nilai faktor kondisi dapat terjadi pada ikan yang telah mengalami pemijahan karena energi yang diperoleh dimanfaatkan untuk pertumbuhan.

2.4 Reproduksi

Ikan kuro merupakan ikan hermafrodit protandri, dengan fertilisasi eksternal. Daerah pemijahan ikan kuro yaitu di daerah perairan sekitar pantai (Kagwade 1970). Ikan kuro memulai hidupnya dari jantan, jantan pada ikan kuro


(17)

matang gonad dengan ukuran tubuh 28 sampai 55 cm dengan umur 1 sampai 2 tahun yang sudah mampu menghasilkan sperma, kemudian berubah menjadi betina saat ukuran tubuhnya mencapai 33 sampai 85 cm dengan umur 2 sampai 3 tahun dan mulai untuk menghasilkan telur (Department of Fisheries West Australia 2010).

Lama hidup ikan kuro dapat mencapai minimal umur 6 tahun. Pada saat juvenil ikan kuro hidup di perairan dangkal dekat pantai, di mana banyak terdapat invertebrata kecil seperti udang, kepiting dan cacing yang berlimpah. Saat remaja ikan ini hidup di daerah estuari dan perairan pesisir, dan beruaya hanya 10 kilometer dari pesisir (Department of Fisheries West Australia 2010). Ukuran tubuh ikan kuro dapat mencapai 200 mm untuk yang jantan setelah berumur 1 tahun, sedangkan yang betina dapat mencapai 400 mm. Family Polynemidae ini merupakan ikan epibentik pada perairan tropis dan mereka biasanya tinggal di perairan pesisir laut, estuaria dan mulut sungai air tawar. Ikan kuro merupakan pemakan krustacea dan ikan kecil (Motomura et al. 2004), yang merugikan budidaya tambak udang (Fahmi 2000).


(18)

3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Mei - Oktober 2011. Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan mangrove pantai Mayangan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Frekuensi pengambilan ikan contoh dilakukan satu bulan sekali. Penentuan lokasi pengambilan ikan contoh berdasarkan lokasi penangkapan ikan yaitu di daerah perairan sekitar pantai dan muara sungai.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3.2 Alat dan Bahan

Jaring yang digunakan adalah jaring rampus yang memiliki ukuran mata jaring 1,25 inchi dan jaring belama yang ukuran mata jaring 2- 3 inchi, timbangan digital dengan ketelitian 0,01 g, alat bedah, mikroskop cahaya, lembar data, penggaris diukur sampai milimeter yang terdekat dan caliper dengan ketelitian 0,01 cm. Bahan-bahan yang digunakan adalah formalin 10 % untuk mengawetkan ikan dan formalin 4 % untuk mengawetkan gonad. Alat dan bahan disajikan pada Lampiran 1.


(19)

3.3 Metode Kerja

3.3.1 Pengambilan Ikan Contoh

Ikan contoh diambil satu kali dalam sebulan dengan menggunakan jaring rampus dan jaring belama di perairan Pantai Mayangan. Waktu pengambilan ikan contoh dilakukan pada pagi hari. Ikan yang tertangkap dipisahkan berdasarkan jenisnya kemudian diawetkan dengan menggunakan formalin 10 % dan gonad ikan contoh diawetkan dengan menggunakan formalin 4 %. Selain itu dilakukan pengambilan contoh ikan di TPI sebanyak 5 ekor. Selanjutnya ikan contoh dibawa ke Laboratorium Biologi Makro 1, Departemen Manajemen Sumber daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor untuk dianalisis.

3.3.2 Analisis Laboratorium

Ikan contoh dianalisis dengan melakukan penimbangan berat total ikan dengan menggunakan timbangan, selanjutnya dilakukan pengukuran morfometrik seperti panjang cagak, panjang baku, menggunakan penggaris dan caliper. Pengukuran dilakukan terhadap beberapa karakter morfometrik, hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Penghitungan meristik dilakukan dengan menghitung jari- jari sirip dorsal pertama dan dorsal kedua seperti jari-jari keras dan jari-jari lemahnya. Jumlah sisik pada gurat sisi, jumlah sisik di sekeliling badan, jumlah sisik di atas dan di bawah garis rusuk.dan jumlah tapis insang. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.


(20)

8

Gambar 3. Morfometrik ikan kuro (lanjutan) Sumber : Motomura et al. (2004) Keterangan gambar:

PK = Panjang Kepala

PC = Panjang Cagak

PB = Panjang Baku

PDSP 1, 2 = Panjang Dasar Sirip Punggung 1, Panjang Dasar Sirip Punggung 2

PT = Panjang Total

PRA = Panjang Rahang Atas PRB = Panjang Rahang Bawah PSD = Panjang Sirip Dada

PDSD = Panjang Dasar Sirip Dubur

TSP 1, 2 = Tinggi Sirip Punggung 1, dan Tinggi Sirip Punggung 2 PJJK = Panjang Jari-jari Keras

PJJL = Panjang Jari-jari Lemah TDBM = Tinggi Di Bawah Mata

TP = Tinggi Pipi

LBM = Lebar Bukaan Mulut PSP = Panjang Sirip Perut TSD = Tinggi Sirip Dubur

PH = Panjang Hidung

PBKDM = Panjang Bagian Kepala di Belakang Mata

PAMDSP = Panjang Antar Mata dengan Sudut Preoperkulum

TB = Tinggi Badan


(21)

Gambar 4. Karakter meristik ikan kuro

Keterangan : jumlah sisik pada gurat sisi (hijau); jumlah sisik di depan sirip punggung (biru);jumlah sisik di atas dan di bawah garis rusuk (kuning).

Setelah pengukuran morfometrik dan meristik selesai, ikan dibedah perutnya untuk melihat jenis kelamin dan TKG secara morfologi (Tabel 1).

Tabel 1. Perkembangan TKG berdasarkan hasil modifikasi Cassie (Effendie 1997) TKG Morfologi Gonad Jantan Morfologi Gonad Betina

I Testes seperti benang, lebih

pendek dan terlihat ujungnya di rongga tubuh, warna jernih.

Ovari seperti benang, panjang sampai ke depan rongga tubuh, warna jernih, permukaan licin

II Ukuran testes lebih besar, warna putih seperti susu, bentuk lebih jelas daripada TKG I

Ukuran ovari lebih besar, warna lebih gelap kekuning-kuningan, telur belum terlihat jelas tanpa kaca pembesar III Permukaan testes bergerigi, warna

makin putih dan makin besar. Dalam keadaan diawetkan mudah putus

Butir-butir telur mulai kelihatan dengan mata. Butir-butir minyak makin kelihatan

IV Seperti TKG III tampak lebih

jelas, testes makin pejal

Ovari bertambah besar, telur berwarna kuning, mudah dipisah-pisahkan, butir minyak tidak tampak. Ovari mengisi ½-2/3 rongga perut dan rongga perut

terdesak

V Testes bagian anterior kempis dan

bagian posterior berisi

Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat di bagian posterior, banyak telur seperti TKG II

3.3.3 Analisis Data

3.3.3.1 Sebaran frekuensi panjang

Sebaran frekuensi panjang ikan dianalisis melalui tahapan-tahapan (Walpole 1993) :

a. Menentukan wilayah kelas, r = pb-pk (r = wilayah kelas, pb = panjang terbesar, pk = panjang terkecil ).


(22)

10

c. Menghitung lebar kelas, L = r/ jumlah kelas ( L= lebar kelas, r = wilayah kelas).

d. Memilih ujung bawah kelas interval

e. Menentukan frekuensi jumlah masing-masing selang kelas yaitu jumlah frekuensi dibagi jumlah total dikalikan 100.

3.3.3.2 Hubungan Panjang- Bobot

Menurut Hile (1936) in Effendie (1997) Hubungan panjang-bobot dihitung dalam suatu bentuk rumus umum sebagai berikut :

W= aLb Keterangan :

W = bobot tubuh ikan (gram) L = panjang total ikan (mm) a dan b = konstanta

Menurut Effendie (1997), bila b = 3 maka bentuk pertumbuhan tersebut isometrik (pertambahan panjang dan bobot seimbang); b<3 maka bentuk pertumbuhan ikan tersebut allometrik negatif (pertambahan panjang lebih dominan daripada pertambahan bobot); b>3 maka bentuk pertumbuhan ikan tersebut allometrik positif (pertambahan bobot lebih dominan dibanding panjang).

3.3.3.3 Faktor Kondisi

Perhitungan faktor kondisi (K) ikan bergantung dari nilai b. Jika nilai b≠3, maka analisis faktor kondisi ikan menggunakan persamaan (Effendie 1997) sebagai berikut.

Jika b = 3, maka analisis faktor kondisi ikan menggunakan persamaan sebagai berikut.


(23)

Keterangan : K = Faktor kondisi relatif setiap ikan W = Bobot ikan (g)

L = Panjang total ikan (mm) a dan b = Konstanta

3.3.3.3 Karakter Morfometrik

Perhitungan karakter morfometrik berbanding dengan panjang tubuh menggunakan persamaan sebagai berikut (Motomura et al. 2004).


(24)

12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jumlah dan Sebaran Panjang Ikan Kuro

Jumlah ikan kuro yang tertangkap selama penelitian berjumlah 147 ekor. Kisaran panjang dan bobot ikan yang tertangkap adalah 142-254 mm dan 16,88– 105,79 gram. Ikan kuro dikelompokkan menjadi 9 kelompok ukuran kelas yaitu kelompok A (142-154 mm), B (155-167 mm), C (168- 180 mm), D (181-193 mm), E (194-206 mm), F (207- 219 mm), G (220-232 mm), H (233-245 mm), dan kelompok I (246-258 mm). Ikan kuro yang banyak tertangkap adalah ikan kuro F sebanyak 40 ekor, sedangkan ikan kuro yang sedikit tertangkap adalah kelompok I sebanyak 1 ekor. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.

Panjang ikan kuro yang tertangkap di perairan Pantai Mayangan memiliki ukuran panjang yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan ukuran panjang yang tertangkap di daerah muara Sungai Musi, Sumatera Selatan yang berukuran 113-380 mm (Djamali et al. 1985) dan di daerah perairan Utara Australia yang berukuran 203-815 mm (Ballagh et al. 2011). Umur ikan yang tertangkap di perairan Pantai Mayangan pun relatif lebih muda jika dibandingkan dengan ikan kuro yang tertangkap di kedua wilayah tersebut.

Gambar 5. Jumlah ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) jantan berdasarkan selang kelas panjang di Pantai Mayangan


(25)

Ikan yang tertangkap selama penelitian semua berjenis kelamin jantan dan ukurannya relatif kecil. Hal ini dikarenakan daerah ikan kuro yang tertangkap selama penelitian merupakan daerah tempat tinggal ikan kuro yang berukuran kecil. Motomura et al. (2004) menyatakan bahwa ikan kuro merupakan ikan hermafrodit protandri yaitu ikan kuro kecil atau remaja memiliki jenis kelamin jantan yang kemudian berubah menjadi betina. Ketika kecil jantan hidup di daerah payau dan betina hidup di perairan laut. Menurut Department of Fisheries West Australia

(2010), ikan kuro berubah kelamin ketika berumur sekitar 2 tahun dan memiliki panjang lebih dari 400 mm (Tabel 2). Penjelasan tersebut memperjelas bahwa ikan kuro jantan yang masih berukuran kecil hidup di daerah mangrove.

Tabel 2. Pembagian kelompok umur berdasarkan panjang (Departmentof Fisheries West Australia 2010)

Umur(tahun) Panjang(mm)

1 245

2 400

5 635

4.2 Meristik Morfometrik Ikan Kuro

Ikan kuro yang ditemukan selama penelitian memiliki panjang total berkisar 142-254 mm. Bentuk tubuh ikan kuro pipih dan memanjang, serta memiliki 4 buah filamen dekat sirip dada. Ikan kuro memiliki dua sirip dorsal, sirip dorsal pertama terdiri dari 8 jari-jari keras (D1 . VIII) dan dorsal kedua terdiri dari 1 dan 2 jari-jari keras, dengan 13- 17 jari – jari lemah (D2 . I-II 13-17). Sirip anal terdiri dari 2 jari-jari keras dan 13-17 jari-jari-jari-jari lemah (A . II 13-17). Sirip pektoral terdiri dari 14-21 jari-jari lemah (P . 14-21). Sirip ventral terdiri dari 1 jari-jari keras dan 5 jari-jari lemah (V . I 5). Perhitungan hasil morfometrik dapat dilihat pada Tabel 3.

Jumlah sisik yang terdapat di depan sirip punggung berjumlah 24- 50 buah, sisik pipi 5-9 buah, sisik pada gurat sisi 43-75 buah, sisik di sekeliling badan 28-68. Jumlah sisik pada batang ekor 8-15 buah, jumlah sisik di atas garis rusuk 6-15 buah, jumlah sisik di bawah garis rusuk 10- 19 buah, dan jumlah tapis insang 16- 30 buah. Ikan yang tertangkap masih berukuran kecil, jika dibandingkan dengan ukuran ikan


(26)

14

yang tertangkap berdasarkan penelitian Weber dan Motomura yang berukuran besar (Tabel 4).

Tabel 3. Karakter Morfometrik

No Karakter Morfometrik Rata-rata Min- Max

1 Panjang kepala 0,20 0,14- 0,23

2 Panjang cagak 0,80 0,78-0,87

3 Panjang bagian depan sirip punggung 0,24 0,19-0,27

4 Panjang dasar sirip punggung 1 0,07 0,05-0,09

5 Panjang dasar sirip punggung 2 0,12 0,09-0,14

6 Panjang dasar sirip dubur 0,14 0,12-0,18

7 Panjang batang ekor 0,18 0,15-0,21

8 Tinggi badan 0,19 0,17-0,21

9 Tinggi batang ekor 0,09 0,08-0,10

10 Tinggi kepala 0,15 0,12-0,19

11 Tinggi di bawah mata 0,01 0,04-0,02

12 Lebar kepala 0,08 0,05-0,10

13 Lebar badan 0,08 0,06-0,12

14 Tinggi sirip punggung 1 0,13 0,06-0,15

15 Tinggi sirip punggung 2 0,15 0,09-0,16

16 Tinggi sirip dubur 0,12 0,08-0,16

17 Panjang sirip dada 0,15 0,13-0,17

18 Panjang sirip perut 0,09 0,07-0,10

19 Panjang jari-jari keras 0,13 0,09-0,17

20 Panjang jari-jari lemah 0,07 0,04-0,09

21 Panjang hidung 0,015 0,01-0,02

22 Lebar mata 0,04 0,02-0,06

23 Panjang bagian kepala di belakang mata 0,13 0,10-0,16

24 Panjang antar mata dengan sudut preoperkulum

0,09 0,07-0,14

25 Tinggi pipi 0,11 0,09-0,13

26 Panjang rahang atas 0,10 0,08-0,13

27 Panjang rahang bawah 0,07 0,06-0,08


(27)

Tabel 4. Perbandingan morfometrik ikan kuro dengan penelitian lain

No

Karakter

Morfometrik/Panjang Tubuh

Weber & Beaufort (1922)

Motomura et al. (2004)

Penelitian ini (2012)

1 Panjang kepala 0,26 – 0,30 0,28 – 0,31 0,14 – 0,23

2 Tinggi badan 0,25 – 0,28 0,17 – 0,21

3 Panjang rahang atas 0,14 – 0,17 0,08 – 0,13

4 Panjang rahang bawah 0,07 – 0,09 0,06 – 0,08

4.3 Hubungan Panjang - Bobot

Pola pertumbuhan yang terjadi pada ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) di pantai Mayangan dapat diketahui melalui analisis hubungan panjang – bobot. Hubungan tersebut dinyatakan dalam persamaan W= aLb

(Gambar 6).

Gambar 6. Grafik hubungan Panjang dan Bobot Ikan Kuro (Eleutheronema tetradactylum)

Berdasarkan pengujian nilai b dengan uji-t (Lampiran 4) diperoleh nilai b ikan kuro berbeda nyata dengan nilai 3 (thit> ttab). Hal ini mengidentifikasikan

bahwa pola pertumbuhan ikan kuro adalah allometrik positif, artinya pertumbuhan bobot ikan kuro lebih cepat dibandingkan panjangnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Djamali et al. (1985) terhadap ikan kuro di muara Sungai Musi


(28)

16

menunjukkan bahwa nilai b untuk ikan kuro sebesar 3,038 dan setelah melalui uji-t menunjukkan bahwa pola pertumbuhannya adalah allometrik positif.

4.4 Faktor Kondisi

Faktor kondisi ikan kuro dihitung menggunakan rumus faktor kondisi yang allometrik. Pada Gambar 7 faktor kondisi rata-rata ikan kuro mengalami fluktuasi tiap bulan. Faktor kondisi yang tertinggi terdapat pada bulan Oktober dengan nilai 1,08 dan faktor kondisi terkecil terjadi pada bulan Juni sebesar 0,94, setelah diuji ternyata berbeda nyata dengan α= 0,05.

Gambar 7. Faktor kondisi ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) berdasarkan bulan pengamatan

Faktor kondsi ikan kuro akan meningkat, jika isi lambungnya ditemukan ikan, sedangkan jika isi lambungnya ditemukan Crustacea maka, faktor kondisinya akan menurun (Bogarestu 2012). Hal ini terjadi pada Mei, Juni, Juli jenis makanan ikan kuro semuanya termasuk kedalam kelompok Crustacea, sedangkan pada bulan Agustus, September, dan Oktober makanan ikan kuro berupa ikan. Kondisi seperti ini memperlihatkan bahwa kondisi ikan tergantung kepada ketersediaan makanan di dalam perairan. Hal ini didukung oleh pernyataan Effendie (1997) bahwa hal-hal yang memengaruhi faktor kondisi selain kematangan gonad adalah jenis kelamin, ukuran, dan kondisi lingkungan.


(29)

4.5 Tingkat kematangan Gonad

Tingkat kematangan gonad ikan pada setiap selang kelas panjang dapat dilihat pada Gambar 8 berikut. TKG I terdapat pada selang kelas 140-219 mm dan TKG II pada selang kelas 180-259 mm, TKG III dan TKG IV tidak didapat selama penelitian, karena ikan kuro yang berukuran besar berada di laut.

Gambar 8. Persentase tingkat kematangan gonad ikan kuro jantan Kuro (Eleutheronema tetradactylum) pada selang kelas panjang.

Berdasarkan pengambilan contoh ikan di TPI ikan dengan TKG III baru bisa didapat pada ukuran 271 mm dan ikan dengan TKG IV sudah mulai mengalami transisi yang nantinya akan berubah menjadi fase betina dan biasanya hidup di laut. Penelitian Kagwade (1970) mengatakan bahwa ikan kuro betina matang gonad pada saat ikan kuro mencapai 400 mm. Namun penelitian lain mengatakan bahwa ikan kuro jantan pada ukuran 200 mm memiliki tingkat kematangan gonad yang telah matang (Department of Fisheries West Australia 2010).


(30)

18

Gambar 9. Persentase tingkat kematangan gonad ikan kuro(Eleutheronema tetradatylum) berdasarkan waktu penelitian.

Tingkat kematangan gonad mengalami fluktuasi selama waktu penelitian (Gambar 9). Persentase tingkat kematangan gonad I tertinggi terdapat pada bulan Mei sebesar 80 %, dan tingkat kematangan gonad II tertinggi terdapat pada bulan Oktober yaitu sebesar 72 %. Tingkat kematangan gonad I terendah pada bulan Oktober sebesar 25 %, dan tingkat kematangan gonad II terdapat pada bulan Mei sebesar 30 %.

Perkembangan TKG ikan kuro dapat dilihat melalui perkembangan histologi gonadnya (Gambar 10). Gonad jantan TKG I spermatogonia dengan jaringan ikat kuat. Pada TKG II gonad sudah mulai berkembang dengan jaringan ikat mulai berkurang. Pada TKG III spermatosit sudah mulai menyebar dengan jaringan ikat yang sudah menghilang, dan spermatosit I sudah berubah menjadi spermatosit II.


(31)

Gambar 10. Perkembangan histologis gonad ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) jantan TKG I, II, III

Keterangan : Sg =Spermatogonia; Sp = Spermatosit primer; Ss = Spermatosit sekunder

Pada pengamatan histologi didapatkan gonad jantan TKG III dengan ukuran panjang sebesar 271 mm dan betina TKG IV dengan ukuran panjang sebesar 496 mm, karena proses pengambilan sampel ikan tersebut dilakukan di TPI yang merupakan hasil tangkapan nelayan yang didapat di daerah laut.

Menurut Kagwade (1970) ikan kuro memiliki daerah pemijahan di perairan sekitar pantai. Namun selama penelitian hanya ikan kuro berjenis kelamin jantan yang tertangkap, hal ini dikarenakan wilayah penangkapan ikan selama penelitian merupakan habitat ikan kuro saat berjenis kelamin jantan dan berukuran kecil.

TKG I TKG II TKG III

Sg Sg

Sp Ss

10x10


(32)

5 KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Ikan yang tertangkap masih juvenil dan semua berjenis kelamin jantan serta belum matang gonad.

2. Ikan kuro memiliki ciri morfometrik dan meristik seperti dua sirip punggung, sirip punggung kedua sejajar dengan sirip anal dan dua sirip pektoral yang salah satunya berupa empat sirip filamen.


(33)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi R, Sjafei DS, Rahardjo MF, Sulistiono. 1992. Iktiologi suatu pedoman kerja laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat antar Universitas Ilmu Hayat IPB. Bogor.

Ballagh AC, Welch DJ, Newman SJ, Allsop Q, Stapley JM. 2011. Stock structure of the blue threadfin (Eleutheronema tetradactylum) across northen Australia derived from life-history characteristics. Fisheries Research 121-122 : 64. Bogarestu SS. 2012. Variasi makanan ikan kuro (Eleuthronema tetradactylum)

terkait perubahan ukuran panjang dan musim di Pantai Mayangan, Jawa Barat [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. (in proses).

Department of Fisheries West Australia. 2010. Species identification guide. [terhubung berkala]. http://fish.wa.gov.au [ 9 Juni 2011].

Djamali A, Burhanuddin, Martosewojo S. 1985. Telaah biologi ikan kuro (Eleuthronema tetradactylum) polynemidae di Muara Sungai Musi Sumatera Selatan in M. Kasim Moosa, Djoko P P, Sukarno (penyunting). Prosiding Perairan Indonesia Biologi, Budidaya, Kualitas Perairan dan Oseanografi. Jakarta : 83-86 hlm.

Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 157 hlm.

Fahmi. 2000. Beberapa jenis ikan pemangsa di tambak tradisional dan cara penanganannya. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. 78 : 26-27.

Harahap TSR & Djamali A. 2005. Pertumbuhan ikan terbang (Hirundichthys oxycephalus) di perairan Binuangen, Banten. Jurnal Iktiologi Indonesia 5(2) : 49-54 hlm.

Hermawati L. 2006. Studi biologi reproduksi ikan terbang (Hirundichtys oxycephalus) di perairan Binuangen, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak, Banten [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 52 hlm. Jaferian A & Zolgharnian H. 2010. Morphometric study of Eleuthronema

tetradactylum in Persian Gulf Based on the truss network. Journal of Fish and Marine Sciences 2 (5): 401-403.

Kagwade P V. 1970. The polynemid fishes of India. Bulletin of the Central Marine Fisheries Research Institute 18 : 30-31.


(34)

22

Motomura H, Senou, Iwatsuki. 2004. Threadfins of the world (Family Polynemidae): An annotated and illustrated catalogue of Polynemid species known to date. FAO Species Catalogue for Fishery Purpose. Rome. 117 p. Simanjuntak CPH. 2002. Kebiasaan makanan beberapa jenis ikan di Perairan

mangrove Pantai Mayangan, Pamanukan, Jawa Barat [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 58 hlm.

Turan C.1998. A Note on the examination of morphometric differentiation among fish population: the truss system. Journal of Zoology 23: 259-263.

Walpole RE. 1993. Pengantar statistic, edisi ke-3. [Terjemahan dari Introduction to statistic 3rd edition]. Sumantri B (penerjemah). PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 515 hlm.

Weber M, & de Beaufort LF. 1922. The fishes of the Indo-Australian Archipelago, 4 E.J. Brill : 196 – 200 p.


(35)

(36)

24

Lampiran 1. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian

Penggaris Mikroskop Timbangan digital Alat bedah

Kamera digital Tissue Baki Botol sampel

Ikan contoh jaring insang Alat tulis


(37)

Lampiran 2. Metode pembuatan preparat histologis (Hermawati 2006) Fiksasi

Gonad difiksasi dengan larutan Bouin selama 24 jam, setelah itu dipindahkan ke alkohol 70% selama 24 jam

Dehidrasi I

Gonad direndam dengan alkohol 70% (24 jam), alkohol 80% (2 jam), alkohol 90% (2 jam), alkohol 95% (2 jam), alkohol 100% (12 jam)

Clearing I (Penjernihan)

Gonad direndam dalam alkohol 100% + Xylol (1:1) selama 30 menit, kemudian diendam dalam Xylol I, Xylol II, Xylol III masing-masing selama 30 menit

Embedding (Penyusupan/infiltrasi)

Gonad direndam dalam Parafin Xylol (1:1) selama 45 menit dalam oven suhu 65-75 °C, selanjutnya direndam dalam Parafin I, Parafin II, Parafin III selama masing-masing 45 menit yang dipanaskan dalam oven suhu 65-75 °C dan kemudian jaringan

dicetak dalam cetakan selama 12 jam (proses blocking)

Pemotongan

Spesimen dipotong sebesar 4-6 µm dengan mikrotom, diapungkan dalam air suam kuku dan diletakkan diatas hot plate 40 °C sampai agak kering

Defarafinasi

Preparat direndam berturut-turut dalam Xylol I dan Xylol II masing-masing selama 5 menit

Dehidrasi II

Preparat direndam berturut-turut dalam alkohol 100% I, alkohol 100% II, alkohol 95%, alkohol 90%, alkohol 80%, alkohol 75%, alkohol 71%, alkohol 50% masing-masing 3 menit, setelah itu preparat dibersihkan dengan akuades sampai putih

Pewarnaan

Preparat direndam dalam larutan Haematoxylin selama 5-7 menit, selanjutnya direndam dengan larutan eosin selama 3 menit dan cuci dengan air mengalir


(38)

26

Dehidrasi III

Preparat direndam berturut-turut dengan alkohol 50%, alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 85%, alkohol 90%, alkohol 95%, alkohol 100% I, alkohol 100% II

masing-masing selama 2 menit

Clearing II

Preparat direndam berturut-turut dalam Xylol I, Xylol II dan Xylol III masing-masing selama 2 menit

Mounting


(39)

Lampiran 3. Histologi ikan kuro betina

Berikut histologi TKG IV pada ikan betina kuro yang diambil di TPI dengan ukuran panjang ikan sebesar 496 mm.


(40)

28

Lampiran 4.Analisis satu arah terhadap nilai b ikan kuro ANOVA

df SS MS F

Significanc e F

Regression 1

2,94162 9

2,94162 9

1370,5

5 8,91E-76

Residual 145

0,31121 5

0,00214 6

Total 146

3,25284 4 Coefficient s Standard

Error t Stat P-value Lower 95%

Upper 95% Lower 95,0% Upper 95,0%

Intercept -5,41196

0,19366

8 -27,9444

3,02E-60 -5,79473 -5,02918 -5,79473 -5,02918

X Variable

1 3,109901

0,08400 4

37,0209 5

8,91E-76 2,943871

3,27593 1 2,94387 1 3,27593 1 Thit = b1 - bo = 3,1099 – (-5,4119) = 101,4461

Sb1 0,084 Ttab = TINV(0,05; n-1) = TINV(0,05; 147-1) = 1,97


(41)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pantai Mayangan terletak di Desa Mayangan, Kecamatan Legon Kulon, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 1070 31’-1070 54’ Bujur Timur dan 60 11’-60 30’ Lintang Selatan. Pantai Mayangan didominasi oleh kawasan hutan mangrove yang merupakan sumber daya alam yang penting di pesisir, khususnya bagi sumber daya hayati yang hidup di pantai Mayangan.

Perairan Pantai Mayangan merupakan daerah yang sangat potensial untuk peningkatan sumber daya perikanan. Selain itu, perairan Pantai Mayangan juga memiliki hasil tangkapan yang beranekaragam, salah satunya adalah ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum, Shaw 1804).

Ikan kuro merupakan ikan tangkapan utama di Pantai Mayangan. Ikan ini banyak diminati dalam bentuk segar atau dibuat sebagai bahan jambal roti. Di perairan utara Australia ikan kuro dapat dimanfaatkan sebagai rekreasi di perairan utara Australia (Ballagh et al. 2011).

Ikan ini memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dengan harga Rp. 30.000/kg sehingga nelayan cenderung mengeksploitasi dalam jumlah besar. Banyaknya permintaan dan tingginya eksploitasi terhadap ikan kuro mengakibatkan berkurangnya populasi ikan ini. Upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi tingginya eksploitasi tersebut yaitu dengan pengelolaan sumberdaya ikan ini agar tetap terjaga kelestariannya. Oleh karena itu, perlu adanya studi ekobiologi tentang karakter morfometrik meristik serta reproduksi ikan kuro yang mencakup masa pemijahan dan tipe pemijahannya. Sejauh ini informasi tentang ikan kuro hanya terbatas pada aspek kebiasaan makanan (Simanjuntak 2002) dan fekunditasnya (Djamali et al. 1985), namun reproduksi ikan kuro di perairan Mayangan belum diteliti.


(42)

2

1.2 Tujuan dan Manfaat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perkembangan gonad sebagai salah satu aspek reproduksi ikan kuro, serta mendeskripsikan dan mengukur karakter morfometrik dan meristik. Penelitian ini bermanfaat sebagai dasar untuk pengelolaan sumber daya ikan dalam suatu ekosistem perairan.


(43)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi

Klasifikasi ikan kuro (Eleuthronema tetradactylum) menurut Motomura et al.

(2004) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Sub kelas : Teleostei Ordo : Percomorphi Divisi : Perciformes Famili : Polynemidae Genus : Eleutheronema

Spesies : Eleutheronema tetradactylum (Shaw 1804) Nama Umum : Fourfinger threadfin

Nama Lokal : Kuro

Gambar 1. Ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum)

2.2 Morfologi

Bentuk tubuh ikan kuro ini memanjang dan agak pipih. Karakteristik khas ikan ini yaitu memiliki mata yang ditutupi oleh jaringan adipose (lemak transparan/daging), memiliki dua sirip punggung (sirip punggung pertama dengan tujuh atau delapan duri dan yang kedua 11-18 jari lemah) dan memiliki sirip dada yang terdiri atas dua bagian, bagian atas dengan jari-jari sirip lemah berjumlah 17, sedangkan bagian bawah terdiri atas empat buah sirip berfilamen dengan filamen


(44)

4

bagian paling atas dapat mencapai dasar sirip perut. Filamen ini berfungsi sebagai alat peraba untuk mencari makanan di air yang berlumpur (Motomura et al. 2004) serta memiliki mulut bertipe inferior (Jaferian & Zolgharnian2010).

Morfometrik adalah ciri yang berkaitan dengan ukuran tubuh atau bagian tubuh ikan, seperti panjang total dan panjang baku. Ukuran ini dapat digunakan sebagai salah satu ciri taksonomi dalam mengidentifikasi ikan. Hasil pengukuran biasanya dinyatakan dalam satuan milimeter atau centimeter. Meristik adalah ciri yang berkaitan dengan jumlah tubuh ikan, misalnya seperti jumlah sisik pada garis rusuk, jumlah jari – jari keras dan jari-jari lemah pada sirip punggung (Affandi

et al. 1992). Menurut Turan (1998), karakter morfologi juga dapat memberikan manfaat dalam identifikasi stok khususnya dalam suatu populasi yang besar.

2.3 Hubungan Panjang – bobot dan Faktor Kondisi

Hubungan panjang bobot dapat menduga pola pertumbuhan yang dialami oleh ikan tersebut apakah montok atau tidak (Effendie 1997). Menurut Djamali et al (1985) ikan kuro yang ditemukan di daerah Muara Sungai Musi, memiliki hubungan panjang-bobot yang bersifat allometrik.

Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan secara fisik untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Faktor kondisi juga digunakan untuk mengetahui kebugaran ikan dalam bentuk angka dan faktor kondisi dihitung berdasarkan panjang dan bobot ikan (Effendie 1997).

Faktor kondisi dipengaruhi oleh jenis makanan yang dimakan dan tingkat kematangan gonad. Penelitian yang dilakukan oleh Harahap & Djamali (2005) pada ikan terbang menunjukkan bahwa peningkatan nilai faktor kondisi dapat terjadi pada ikan yang telah mengalami pemijahan karena energi yang diperoleh dimanfaatkan untuk pertumbuhan.

2.4 Reproduksi

Ikan kuro merupakan ikan hermafrodit protandri, dengan fertilisasi eksternal. Daerah pemijahan ikan kuro yaitu di daerah perairan sekitar pantai (Kagwade 1970). Ikan kuro memulai hidupnya dari jantan, jantan pada ikan kuro


(45)

matang gonad dengan ukuran tubuh 28 sampai 55 cm dengan umur 1 sampai 2 tahun yang sudah mampu menghasilkan sperma, kemudian berubah menjadi betina saat ukuran tubuhnya mencapai 33 sampai 85 cm dengan umur 2 sampai 3 tahun dan mulai untuk menghasilkan telur (Department of Fisheries West Australia 2010).

Lama hidup ikan kuro dapat mencapai minimal umur 6 tahun. Pada saat juvenil ikan kuro hidup di perairan dangkal dekat pantai, di mana banyak terdapat invertebrata kecil seperti udang, kepiting dan cacing yang berlimpah. Saat remaja ikan ini hidup di daerah estuari dan perairan pesisir, dan beruaya hanya 10 kilometer dari pesisir (Department of Fisheries West Australia 2010). Ukuran tubuh ikan kuro dapat mencapai 200 mm untuk yang jantan setelah berumur 1 tahun, sedangkan yang betina dapat mencapai 400 mm. Family Polynemidae ini merupakan ikan epibentik pada perairan tropis dan mereka biasanya tinggal di perairan pesisir laut, estuaria dan mulut sungai air tawar. Ikan kuro merupakan pemakan krustacea dan ikan kecil (Motomura et al. 2004), yang merugikan budidaya tambak udang (Fahmi 2000).


(46)

3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Mei - Oktober 2011. Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan mangrove pantai Mayangan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Frekuensi pengambilan ikan contoh dilakukan satu bulan sekali. Penentuan lokasi pengambilan ikan contoh berdasarkan lokasi penangkapan ikan yaitu di daerah perairan sekitar pantai dan muara sungai.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3.2 Alat dan Bahan

Jaring yang digunakan adalah jaring rampus yang memiliki ukuran mata jaring 1,25 inchi dan jaring belama yang ukuran mata jaring 2- 3 inchi, timbangan digital dengan ketelitian 0,01 g, alat bedah, mikroskop cahaya, lembar data, penggaris diukur sampai milimeter yang terdekat dan caliper dengan ketelitian 0,01 cm. Bahan-bahan yang digunakan adalah formalin 10 % untuk mengawetkan ikan dan formalin 4 % untuk mengawetkan gonad. Alat dan bahan disajikan pada Lampiran 1.


(47)

3.3 Metode Kerja

3.3.1 Pengambilan Ikan Contoh

Ikan contoh diambil satu kali dalam sebulan dengan menggunakan jaring rampus dan jaring belama di perairan Pantai Mayangan. Waktu pengambilan ikan contoh dilakukan pada pagi hari. Ikan yang tertangkap dipisahkan berdasarkan jenisnya kemudian diawetkan dengan menggunakan formalin 10 % dan gonad ikan contoh diawetkan dengan menggunakan formalin 4 %. Selain itu dilakukan pengambilan contoh ikan di TPI sebanyak 5 ekor. Selanjutnya ikan contoh dibawa ke Laboratorium Biologi Makro 1, Departemen Manajemen Sumber daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor untuk dianalisis.

3.3.2 Analisis Laboratorium

Ikan contoh dianalisis dengan melakukan penimbangan berat total ikan dengan menggunakan timbangan, selanjutnya dilakukan pengukuran morfometrik seperti panjang cagak, panjang baku, menggunakan penggaris dan caliper. Pengukuran dilakukan terhadap beberapa karakter morfometrik, hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Penghitungan meristik dilakukan dengan menghitung jari- jari sirip dorsal pertama dan dorsal kedua seperti jari-jari keras dan jari-jari lemahnya. Jumlah sisik pada gurat sisi, jumlah sisik di sekeliling badan, jumlah sisik di atas dan di bawah garis rusuk.dan jumlah tapis insang. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.


(48)

8

Gambar 3. Morfometrik ikan kuro (lanjutan) Sumber : Motomura et al. (2004) Keterangan gambar:

PK = Panjang Kepala

PC = Panjang Cagak

PB = Panjang Baku

PDSP 1, 2 = Panjang Dasar Sirip Punggung 1, Panjang Dasar Sirip Punggung 2

PT = Panjang Total

PRA = Panjang Rahang Atas PRB = Panjang Rahang Bawah PSD = Panjang Sirip Dada

PDSD = Panjang Dasar Sirip Dubur

TSP 1, 2 = Tinggi Sirip Punggung 1, dan Tinggi Sirip Punggung 2 PJJK = Panjang Jari-jari Keras

PJJL = Panjang Jari-jari Lemah TDBM = Tinggi Di Bawah Mata

TP = Tinggi Pipi

LBM = Lebar Bukaan Mulut PSP = Panjang Sirip Perut TSD = Tinggi Sirip Dubur

PH = Panjang Hidung

PBKDM = Panjang Bagian Kepala di Belakang Mata

PAMDSP = Panjang Antar Mata dengan Sudut Preoperkulum

TB = Tinggi Badan


(49)

Gambar 4. Karakter meristik ikan kuro

Keterangan : jumlah sisik pada gurat sisi (hijau); jumlah sisik di depan sirip punggung (biru);jumlah sisik di atas dan di bawah garis rusuk (kuning).

Setelah pengukuran morfometrik dan meristik selesai, ikan dibedah perutnya untuk melihat jenis kelamin dan TKG secara morfologi (Tabel 1).

Tabel 1. Perkembangan TKG berdasarkan hasil modifikasi Cassie (Effendie 1997) TKG Morfologi Gonad Jantan Morfologi Gonad Betina

I Testes seperti benang, lebih

pendek dan terlihat ujungnya di rongga tubuh, warna jernih.

Ovari seperti benang, panjang sampai ke depan rongga tubuh, warna jernih, permukaan licin

II Ukuran testes lebih besar, warna putih seperti susu, bentuk lebih jelas daripada TKG I

Ukuran ovari lebih besar, warna lebih gelap kekuning-kuningan, telur belum terlihat jelas tanpa kaca pembesar III Permukaan testes bergerigi, warna

makin putih dan makin besar. Dalam keadaan diawetkan mudah putus

Butir-butir telur mulai kelihatan dengan mata. Butir-butir minyak makin kelihatan

IV Seperti TKG III tampak lebih

jelas, testes makin pejal

Ovari bertambah besar, telur berwarna kuning, mudah dipisah-pisahkan, butir minyak tidak tampak. Ovari mengisi ½-2/3 rongga perut dan rongga perut

terdesak

V Testes bagian anterior kempis dan

bagian posterior berisi

Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat di bagian posterior, banyak telur seperti TKG II

3.3.3 Analisis Data

3.3.3.1 Sebaran frekuensi panjang

Sebaran frekuensi panjang ikan dianalisis melalui tahapan-tahapan (Walpole 1993) :

a. Menentukan wilayah kelas, r = pb-pk (r = wilayah kelas, pb = panjang terbesar, pk = panjang terkecil ).


(50)

10

c. Menghitung lebar kelas, L = r/ jumlah kelas ( L= lebar kelas, r = wilayah kelas).

d. Memilih ujung bawah kelas interval

e. Menentukan frekuensi jumlah masing-masing selang kelas yaitu jumlah frekuensi dibagi jumlah total dikalikan 100.

3.3.3.2 Hubungan Panjang- Bobot

Menurut Hile (1936) in Effendie (1997) Hubungan panjang-bobot dihitung dalam suatu bentuk rumus umum sebagai berikut :

W= aLb Keterangan :

W = bobot tubuh ikan (gram) L = panjang total ikan (mm) a dan b = konstanta

Menurut Effendie (1997), bila b = 3 maka bentuk pertumbuhan tersebut isometrik (pertambahan panjang dan bobot seimbang); b<3 maka bentuk pertumbuhan ikan tersebut allometrik negatif (pertambahan panjang lebih dominan daripada pertambahan bobot); b>3 maka bentuk pertumbuhan ikan tersebut allometrik positif (pertambahan bobot lebih dominan dibanding panjang).

3.3.3.3 Faktor Kondisi

Perhitungan faktor kondisi (K) ikan bergantung dari nilai b. Jika nilai b≠3, maka analisis faktor kondisi ikan menggunakan persamaan (Effendie 1997) sebagai berikut.

Jika b = 3, maka analisis faktor kondisi ikan menggunakan persamaan sebagai berikut.


(51)

Keterangan : K = Faktor kondisi relatif setiap ikan W = Bobot ikan (g)

L = Panjang total ikan (mm) a dan b = Konstanta

3.3.3.3 Karakter Morfometrik

Perhitungan karakter morfometrik berbanding dengan panjang tubuh menggunakan persamaan sebagai berikut (Motomura et al. 2004).


(52)

12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jumlah dan Sebaran Panjang Ikan Kuro

Jumlah ikan kuro yang tertangkap selama penelitian berjumlah 147 ekor. Kisaran panjang dan bobot ikan yang tertangkap adalah 142-254 mm dan 16,88– 105,79 gram. Ikan kuro dikelompokkan menjadi 9 kelompok ukuran kelas yaitu kelompok A (142-154 mm), B (155-167 mm), C (168- 180 mm), D (181-193 mm), E (194-206 mm), F (207- 219 mm), G (220-232 mm), H (233-245 mm), dan kelompok I (246-258 mm). Ikan kuro yang banyak tertangkap adalah ikan kuro F sebanyak 40 ekor, sedangkan ikan kuro yang sedikit tertangkap adalah kelompok I sebanyak 1 ekor. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.

Panjang ikan kuro yang tertangkap di perairan Pantai Mayangan memiliki ukuran panjang yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan ukuran panjang yang tertangkap di daerah muara Sungai Musi, Sumatera Selatan yang berukuran 113-380 mm (Djamali et al. 1985) dan di daerah perairan Utara Australia yang berukuran 203-815 mm (Ballagh et al. 2011). Umur ikan yang tertangkap di perairan Pantai Mayangan pun relatif lebih muda jika dibandingkan dengan ikan kuro yang tertangkap di kedua wilayah tersebut.

Gambar 5. Jumlah ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) jantan berdasarkan selang kelas panjang di Pantai Mayangan


(53)

Ikan yang tertangkap selama penelitian semua berjenis kelamin jantan dan ukurannya relatif kecil. Hal ini dikarenakan daerah ikan kuro yang tertangkap selama penelitian merupakan daerah tempat tinggal ikan kuro yang berukuran kecil. Motomura et al. (2004) menyatakan bahwa ikan kuro merupakan ikan hermafrodit protandri yaitu ikan kuro kecil atau remaja memiliki jenis kelamin jantan yang kemudian berubah menjadi betina. Ketika kecil jantan hidup di daerah payau dan betina hidup di perairan laut. Menurut Department of Fisheries West Australia

(2010), ikan kuro berubah kelamin ketika berumur sekitar 2 tahun dan memiliki panjang lebih dari 400 mm (Tabel 2). Penjelasan tersebut memperjelas bahwa ikan kuro jantan yang masih berukuran kecil hidup di daerah mangrove.

Tabel 2. Pembagian kelompok umur berdasarkan panjang (Departmentof Fisheries West Australia 2010)

Umur(tahun) Panjang(mm)

1 245

2 400

5 635

4.2 Meristik Morfometrik Ikan Kuro

Ikan kuro yang ditemukan selama penelitian memiliki panjang total berkisar 142-254 mm. Bentuk tubuh ikan kuro pipih dan memanjang, serta memiliki 4 buah filamen dekat sirip dada. Ikan kuro memiliki dua sirip dorsal, sirip dorsal pertama terdiri dari 8 jari-jari keras (D1 . VIII) dan dorsal kedua terdiri dari 1 dan 2 jari-jari keras, dengan 13- 17 jari – jari lemah (D2 . I-II 13-17). Sirip anal terdiri dari 2 jari-jari keras dan 13-17 jari-jari-jari-jari lemah (A . II 13-17). Sirip pektoral terdiri dari 14-21 jari-jari lemah (P . 14-21). Sirip ventral terdiri dari 1 jari-jari keras dan 5 jari-jari lemah (V . I 5). Perhitungan hasil morfometrik dapat dilihat pada Tabel 3.

Jumlah sisik yang terdapat di depan sirip punggung berjumlah 24- 50 buah, sisik pipi 5-9 buah, sisik pada gurat sisi 43-75 buah, sisik di sekeliling badan 28-68. Jumlah sisik pada batang ekor 8-15 buah, jumlah sisik di atas garis rusuk 6-15 buah, jumlah sisik di bawah garis rusuk 10- 19 buah, dan jumlah tapis insang 16- 30 buah. Ikan yang tertangkap masih berukuran kecil, jika dibandingkan dengan ukuran ikan


(54)

14

yang tertangkap berdasarkan penelitian Weber dan Motomura yang berukuran besar (Tabel 4).

Tabel 3. Karakter Morfometrik

No Karakter Morfometrik Rata-rata Min- Max

1 Panjang kepala 0,20 0,14- 0,23

2 Panjang cagak 0,80 0,78-0,87

3 Panjang bagian depan sirip punggung 0,24 0,19-0,27

4 Panjang dasar sirip punggung 1 0,07 0,05-0,09

5 Panjang dasar sirip punggung 2 0,12 0,09-0,14

6 Panjang dasar sirip dubur 0,14 0,12-0,18

7 Panjang batang ekor 0,18 0,15-0,21

8 Tinggi badan 0,19 0,17-0,21

9 Tinggi batang ekor 0,09 0,08-0,10

10 Tinggi kepala 0,15 0,12-0,19

11 Tinggi di bawah mata 0,01 0,04-0,02

12 Lebar kepala 0,08 0,05-0,10

13 Lebar badan 0,08 0,06-0,12

14 Tinggi sirip punggung 1 0,13 0,06-0,15

15 Tinggi sirip punggung 2 0,15 0,09-0,16

16 Tinggi sirip dubur 0,12 0,08-0,16

17 Panjang sirip dada 0,15 0,13-0,17

18 Panjang sirip perut 0,09 0,07-0,10

19 Panjang jari-jari keras 0,13 0,09-0,17

20 Panjang jari-jari lemah 0,07 0,04-0,09

21 Panjang hidung 0,015 0,01-0,02

22 Lebar mata 0,04 0,02-0,06

23 Panjang bagian kepala di belakang mata 0,13 0,10-0,16

24 Panjang antar mata dengan sudut preoperkulum

0,09 0,07-0,14

25 Tinggi pipi 0,11 0,09-0,13

26 Panjang rahang atas 0,10 0,08-0,13

27 Panjang rahang bawah 0,07 0,06-0,08


(55)

Tabel 4. Perbandingan morfometrik ikan kuro dengan penelitian lain

No

Karakter

Morfometrik/Panjang Tubuh

Weber & Beaufort (1922)

Motomura et al. (2004)

Penelitian ini (2012)

1 Panjang kepala 0,26 – 0,30 0,28 – 0,31 0,14 – 0,23

2 Tinggi badan 0,25 – 0,28 0,17 – 0,21

3 Panjang rahang atas 0,14 – 0,17 0,08 – 0,13

4 Panjang rahang bawah 0,07 – 0,09 0,06 – 0,08

4.3 Hubungan Panjang - Bobot

Pola pertumbuhan yang terjadi pada ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) di pantai Mayangan dapat diketahui melalui analisis hubungan panjang – bobot. Hubungan tersebut dinyatakan dalam persamaan W= aLb

(Gambar 6).

Gambar 6. Grafik hubungan Panjang dan Bobot Ikan Kuro (Eleutheronema tetradactylum)

Berdasarkan pengujian nilai b dengan uji-t (Lampiran 4) diperoleh nilai b ikan kuro berbeda nyata dengan nilai 3 (thit> ttab). Hal ini mengidentifikasikan

bahwa pola pertumbuhan ikan kuro adalah allometrik positif, artinya pertumbuhan bobot ikan kuro lebih cepat dibandingkan panjangnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Djamali et al. (1985) terhadap ikan kuro di muara Sungai Musi


(56)

16

menunjukkan bahwa nilai b untuk ikan kuro sebesar 3,038 dan setelah melalui uji-t menunjukkan bahwa pola pertumbuhannya adalah allometrik positif.

4.4 Faktor Kondisi

Faktor kondisi ikan kuro dihitung menggunakan rumus faktor kondisi yang allometrik. Pada Gambar 7 faktor kondisi rata-rata ikan kuro mengalami fluktuasi tiap bulan. Faktor kondisi yang tertinggi terdapat pada bulan Oktober dengan nilai 1,08 dan faktor kondisi terkecil terjadi pada bulan Juni sebesar 0,94, setelah diuji ternyata berbeda nyata dengan α= 0,05.

Gambar 7. Faktor kondisi ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) berdasarkan bulan pengamatan

Faktor kondsi ikan kuro akan meningkat, jika isi lambungnya ditemukan ikan, sedangkan jika isi lambungnya ditemukan Crustacea maka, faktor kondisinya akan menurun (Bogarestu 2012). Hal ini terjadi pada Mei, Juni, Juli jenis makanan ikan kuro semuanya termasuk kedalam kelompok Crustacea, sedangkan pada bulan Agustus, September, dan Oktober makanan ikan kuro berupa ikan. Kondisi seperti ini memperlihatkan bahwa kondisi ikan tergantung kepada ketersediaan makanan di dalam perairan. Hal ini didukung oleh pernyataan Effendie (1997) bahwa hal-hal yang memengaruhi faktor kondisi selain kematangan gonad adalah jenis kelamin, ukuran, dan kondisi lingkungan.


(57)

4.5 Tingkat kematangan Gonad

Tingkat kematangan gonad ikan pada setiap selang kelas panjang dapat dilihat pada Gambar 8 berikut. TKG I terdapat pada selang kelas 140-219 mm dan TKG II pada selang kelas 180-259 mm, TKG III dan TKG IV tidak didapat selama penelitian, karena ikan kuro yang berukuran besar berada di laut.

Gambar 8. Persentase tingkat kematangan gonad ikan kuro jantan Kuro (Eleutheronema tetradactylum) pada selang kelas panjang.

Berdasarkan pengambilan contoh ikan di TPI ikan dengan TKG III baru bisa didapat pada ukuran 271 mm dan ikan dengan TKG IV sudah mulai mengalami transisi yang nantinya akan berubah menjadi fase betina dan biasanya hidup di laut. Penelitian Kagwade (1970) mengatakan bahwa ikan kuro betina matang gonad pada saat ikan kuro mencapai 400 mm. Namun penelitian lain mengatakan bahwa ikan kuro jantan pada ukuran 200 mm memiliki tingkat kematangan gonad yang telah matang (Department of Fisheries West Australia 2010).


(58)

18

Gambar 9. Persentase tingkat kematangan gonad ikan kuro(Eleutheronema tetradatylum) berdasarkan waktu penelitian.

Tingkat kematangan gonad mengalami fluktuasi selama waktu penelitian (Gambar 9). Persentase tingkat kematangan gonad I tertinggi terdapat pada bulan Mei sebesar 80 %, dan tingkat kematangan gonad II tertinggi terdapat pada bulan Oktober yaitu sebesar 72 %. Tingkat kematangan gonad I terendah pada bulan Oktober sebesar 25 %, dan tingkat kematangan gonad II terdapat pada bulan Mei sebesar 30 %.

Perkembangan TKG ikan kuro dapat dilihat melalui perkembangan histologi gonadnya (Gambar 10). Gonad jantan TKG I spermatogonia dengan jaringan ikat kuat. Pada TKG II gonad sudah mulai berkembang dengan jaringan ikat mulai berkurang. Pada TKG III spermatosit sudah mulai menyebar dengan jaringan ikat yang sudah menghilang, dan spermatosit I sudah berubah menjadi spermatosit II.


(59)

Gambar 10. Perkembangan histologis gonad ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) jantan TKG I, II, III

Keterangan : Sg =Spermatogonia; Sp = Spermatosit primer; Ss = Spermatosit sekunder

Pada pengamatan histologi didapatkan gonad jantan TKG III dengan ukuran panjang sebesar 271 mm dan betina TKG IV dengan ukuran panjang sebesar 496 mm, karena proses pengambilan sampel ikan tersebut dilakukan di TPI yang merupakan hasil tangkapan nelayan yang didapat di daerah laut.

Menurut Kagwade (1970) ikan kuro memiliki daerah pemijahan di perairan sekitar pantai. Namun selama penelitian hanya ikan kuro berjenis kelamin jantan yang tertangkap, hal ini dikarenakan wilayah penangkapan ikan selama penelitian merupakan habitat ikan kuro saat berjenis kelamin jantan dan berukuran kecil.

TKG I TKG II TKG III

Sg Sg

Sp Ss

10x10


(60)

5 KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Ikan yang tertangkap masih juvenil dan semua berjenis kelamin jantan serta belum matang gonad.

2. Ikan kuro memiliki ciri morfometrik dan meristik seperti dua sirip punggung, sirip punggung kedua sejajar dengan sirip anal dan dua sirip pektoral yang salah satunya berupa empat sirip filamen.


(61)

KARAKTER MORFOMETRIK MERISTIK DAN REPRODUKSI

IKAN KURO (

Eleutheronema tetradactylum,

Shaw 1804)

DI PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT

RINA APRIYATI RAKHMAH

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi R, Sjafei DS, Rahardjo MF, Sulistiono. 1992. Iktiologi suatu pedoman kerja laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat antar Universitas Ilmu Hayat IPB. Bogor.

Ballagh AC, Welch DJ, Newman SJ, Allsop Q, Stapley JM. 2011. Stock structure of the blue threadfin (Eleutheronema tetradactylum) across northen Australia derived from life-history characteristics. Fisheries Research 121-122 : 64. Bogarestu SS. 2012. Variasi makanan ikan kuro (Eleuthronema tetradactylum)

terkait perubahan ukuran panjang dan musim di Pantai Mayangan, Jawa Barat [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. (in proses).

Department of Fisheries West Australia. 2010. Species identification guide. [terhubung berkala]. http://fish.wa.gov.au [ 9 Juni 2011].

Djamali A, Burhanuddin, Martosewojo S. 1985. Telaah biologi ikan kuro (Eleuthronema tetradactylum) polynemidae di Muara Sungai Musi Sumatera Selatan in M. Kasim Moosa, Djoko P P, Sukarno (penyunting). Prosiding Perairan Indonesia Biologi, Budidaya, Kualitas Perairan dan Oseanografi. Jakarta : 83-86 hlm.

Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 157 hlm.

Fahmi. 2000. Beberapa jenis ikan pemangsa di tambak tradisional dan cara penanganannya. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. 78 : 26-27.

Harahap TSR & Djamali A. 2005. Pertumbuhan ikan terbang (Hirundichthys oxycephalus) di perairan Binuangen, Banten. Jurnal Iktiologi Indonesia 5(2) : 49-54 hlm.

Hermawati L. 2006. Studi biologi reproduksi ikan terbang (Hirundichtys oxycephalus) di perairan Binuangen, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak, Banten [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 52 hlm. Jaferian A & Zolgharnian H. 2010. Morphometric study of Eleuthronema

tetradactylum in Persian Gulf Based on the truss network. Journal of Fish and Marine Sciences 2 (5): 401-403.

Kagwade P V. 1970. The polynemid fishes of India. Bulletin of the Central Marine Fisheries Research Institute 18 : 30-31.


(63)

Motomura H, Senou, Iwatsuki. 2004. Threadfins of the world (Family Polynemidae): An annotated and illustrated catalogue of Polynemid species known to date. FAO Species Catalogue for Fishery Purpose. Rome. 117 p. Simanjuntak CPH. 2002. Kebiasaan makanan beberapa jenis ikan di Perairan

mangrove Pantai Mayangan, Pamanukan, Jawa Barat [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 58 hlm.

Turan C.1998. A Note on the examination of morphometric differentiation among fish population: the truss system. Journal of Zoology 23: 259-263.

Walpole RE. 1993. Pengantar statistic, edisi ke-3. [Terjemahan dari Introduction to statistic 3rd edition]. Sumantri B (penerjemah). PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 515 hlm.

Weber M, & de Beaufort LF. 1922. The fishes of the Indo-Australian Archipelago, 4 E.J. Brill : 196 – 200 p.


(64)

(65)

Lampiran 1. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian

Penggaris Mikroskop Timbangan digital Alat bedah

Kamera digital Tissue Baki Botol sampel

Ikan contoh jaring insang Alat tulis


(66)

25

Lampiran 2. Metode pembuatan preparat histologis (Hermawati 2006) Fiksasi

Gonad difiksasi dengan larutan Bouin selama 24 jam, setelah itu dipindahkan ke alkohol 70% selama 24 jam

Dehidrasi I

Gonad direndam dengan alkohol 70% (24 jam), alkohol 80% (2 jam), alkohol 90% (2 jam), alkohol 95% (2 jam), alkohol 100% (12 jam)

Clearing I (Penjernihan)

Gonad direndam dalam alkohol 100% + Xylol (1:1) selama 30 menit, kemudian diendam dalam Xylol I, Xylol II, Xylol III masing-masing selama 30 menit

Embedding (Penyusupan/infiltrasi)

Gonad direndam dalam Parafin Xylol (1:1) selama 45 menit dalam oven suhu 65-75 °C, selanjutnya direndam dalam Parafin I, Parafin II, Parafin III selama masing-masing 45 menit yang dipanaskan dalam oven suhu 65-75 °C dan kemudian jaringan

dicetak dalam cetakan selama 12 jam (proses blocking)

Pemotongan

Spesimen dipotong sebesar 4-6 µm dengan mikrotom, diapungkan dalam air suam kuku dan diletakkan diatas hot plate 40 °C sampai agak kering

Defarafinasi

Preparat direndam berturut-turut dalam Xylol I dan Xylol II masing-masing selama 5 menit

Dehidrasi II

Preparat direndam berturut-turut dalam alkohol 100% I, alkohol 100% II, alkohol 95%, alkohol 90%, alkohol 80%, alkohol 75%, alkohol 71%, alkohol 50% masing-masing 3 menit, setelah itu preparat dibersihkan dengan akuades sampai putih

Pewarnaan

Preparat direndam dalam larutan Haematoxylin selama 5-7 menit, selanjutnya direndam dengan larutan eosin selama 3 menit dan cuci dengan air mengalir


(67)

Dehidrasi III

Preparat direndam berturut-turut dengan alkohol 50%, alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 85%, alkohol 90%, alkohol 95%, alkohol 100% I, alkohol 100% II

masing-masing selama 2 menit

Clearing II

Preparat direndam berturut-turut dalam Xylol I, Xylol II dan Xylol III masing-masing selama 2 menit

Mounting


(68)

27

Lampiran 3. Histologi ikan kuro betina

Berikut histologi TKG IV pada ikan betina kuro yang diambil di TPI dengan ukuran panjang ikan sebesar 496 mm.


(69)

Lampiran 4.Analisis satu arah terhadap nilai b ikan kuro ANOVA

df SS MS F

Significanc e F

Regression 1

2,94162 9

2,94162 9

1370,5

5 8,91E-76

Residual 145

0,31121 5

0,00214 6

Total 146

3,25284 4 Coefficient s Standard

Error t Stat P-value Lower 95%

Upper 95% Lower 95,0% Upper 95,0%

Intercept -5,41196

0,19366

8 -27,9444

3,02E-60 -5,79473 -5,02918 -5,79473 -5,02918

X Variable

1 3,109901

0,08400 4

37,0209 5

8,91E-76 2,943871

3,27593 1 2,94387 1 3,27593 1 Thit = b1 - bo = 3,1099 – (-5,4119) = 101,4461

Sb1 0,084 Ttab = TINV(0,05; n-1) = TINV(0,05; 147-1) = 1,97


(70)

RINGKASAN

Rina Apriyati Rakhmah. C24080018. Karakter morfometrik meristik dan reproduksi ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum, Shaw 1804) di Pantai Mayangan, Jawa Barat. Dibawah bimbingan Yunizar Ernawati dan M.F. Rahardjo.

Ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) merupakan jenis ikan tangkapan utama yang bernilai ekonomis, dan cenderung dieksploitasi di perairan pantai Mayangan. Upaya penangkapan yang cenderung berlebih dapat memengaruhi keberadaan ikan kuro di perairan. Untuk mengatasi hal itu perlu dilakukan upaya pengelolaan sumber daya ikan kuro. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan aspek reproduksi ikan kuro meliputi, Tingkat Kematangan Gonad (TKG); mendeskripsikan ikan berdasarkan ciri morfometrik-meristik dan pola pertumbuhannya. Penelitian ini berguna sebagai sarana untuk mendukung penelitian dasar sehubungan informasi reproduksi ikan kuro khususnya di pantai Mayangan.

Pengambilan contoh ikan kuro dilakukan selama enam bulan mulai bulan Mei- Oktober 2011 dengan interval waktu pengambilan contoh yaitu setiap satu bulan sekali. Pengambilan ikan menggunakan alat tangkap jaring insang (rampus) pada daerah muara sungai dan perairan sekitar pantai. Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Biologi Makro 1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua ikan kuro yang tertangkap berjumlah 147 ekor yang berjenis kelamin jantan dengan selang kelas ukuran panjang 140-259 mm belum mengalami matang gonad. Ikan yang didapat masih berukuran juvenil dan memiliki TKG I dan TKG II. Pada hasil analisis karakter meristik didapat rumus sirip dorsal D1. VIII; D2. I-II 13-17; A. II 13-17; P 14 -21 + 4 sirip filamen ; V I. 5; L.l 43-75. Hubungan panjang-berat bersifat allometrik positif dengan persamaan W= 0,000006L3,109.

Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah ikan kuro merupakan ikan hermafrodit protandri, ketika juvenile jantan di mangrove. Masa pemijahan belum dapat diprediksi dengan pasti, karena ikan yang ditangkap masih juvenil dan belum matang gonad (ber-TKG I dan TKG II).


(1)

Lampiran 1. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian

Penggaris Mikroskop Timbangan digital Alat bedah

Kamera digital Tissue Baki Botol sampel

Ikan contoh jaring insang Alat tulis


(2)

Lampiran 2. Metode pembuatan preparat histologis (Hermawati 2006)

Fiksasi

Gonad difiksasi dengan larutan Bouin selama 24 jam, setelah itu dipindahkan ke alkohol 70% selama 24 jam

Dehidrasi I

Gonad direndam dengan alkohol 70% (24 jam), alkohol 80% (2 jam), alkohol 90% (2 jam), alkohol 95% (2 jam), alkohol 100% (12 jam)

Clearing I (Penjernihan)

Gonad direndam dalam alkohol 100% + Xylol (1:1) selama 30 menit, kemudian diendam dalam Xylol I, Xylol II, Xylol III masing-masing selama 30 menit

Embedding (Penyusupan/infiltrasi)

Gonad direndam dalam Parafin – Xylol (1:1) selama 45 menit dalam oven suhu 65-75 °C, selanjutnya direndam dalam Parafin I, Parafin II, Parafin III selama masing-masing 45 menit yang dipanaskan dalam oven suhu 65-75 °C dan kemudian jaringan

dicetak dalam cetakan selama 12 jam (proses blocking)

Pemotongan

Spesimen dipotong sebesar 4-6 µm dengan mikrotom, diapungkan dalam air suam kuku dan diletakkan diatas hot plate 40 °C sampai agak kering

Defarafinasi

Preparat direndam berturut-turut dalam Xylol I dan Xylol II masing-masing selama 5 menit

Dehidrasi II

Preparat direndam berturut-turut dalam alkohol 100% I, alkohol 100% II, alkohol 95%, alkohol 90%, alkohol 80%, alkohol 75%, alkohol 71%, alkohol 50% masing-masing 3 menit, setelah itu preparat dibersihkan dengan akuades sampai putih

Pewarnaan

Preparat direndam dalam larutan Haematoxylin selama 5-7 menit, selanjutnya direndam dengan larutan eosin selama 3 menit dan cuci dengan air mengalir


(3)

Dehidrasi III

Preparat direndam berturut-turut dengan alkohol 50%, alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 85%, alkohol 90%, alkohol 95%, alkohol 100% I, alkohol 100% II

masing-masing selama 2 menit

Clearing II

Preparat direndam berturut-turut dalam Xylol I, Xylol II dan Xylol III masing-masing selama 2 menit

Mounting


(4)

Lampiran 3. Histologi ikan kuro betina

Berikut histologi TKG IV pada ikan betina kuro yang diambil di TPI dengan ukuran panjang ikan sebesar 496 mm.


(5)

Lampiran 4.Analisis satu arah terhadap nilai b ikan kuro ANOVA

df SS MS F

Significanc e F Regression 1

2,94162 9

2,94162 9

1370,5

5 8,91E-76

Residual 145

0,31121 5

0,00214 6

Total 146

3,25284 4 Coefficient s Standard

Error t Stat P-value Lower 95%

Upper 95% Lower 95,0% Upper 95,0% Intercept -5,41196

0,19366

8 -27,9444

3,02E-60 -5,79473 -5,02918 -5,79473 -5,02918 X Variable

1 3,109901

0,08400 4

37,0209 5

8,91E-76 2,943871

3,27593 1 2,94387 1 3,27593 1

Thit = b1 - bo = 3,1099 – (-5,4119) = 101,4461 Sb1 0,084


(6)

RINGKASAN

Rina Apriyati Rakhmah. C24080018. Karakter morfometrik meristik dan reproduksi ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum, Shaw 1804) di Pantai Mayangan, Jawa Barat. Dibawah bimbingan Yunizar Ernawati dan M.F. Rahardjo.

Ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) merupakan jenis ikan tangkapan utama yang bernilai ekonomis, dan cenderung dieksploitasi di perairan pantai Mayangan. Upaya penangkapan yang cenderung berlebih dapat memengaruhi keberadaan ikan kuro di perairan. Untuk mengatasi hal itu perlu dilakukan upaya pengelolaan sumber daya ikan kuro. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan aspek reproduksi ikan kuro meliputi, Tingkat Kematangan Gonad (TKG); mendeskripsikan ikan berdasarkan ciri morfometrik-meristik dan pola pertumbuhannya. Penelitian ini berguna sebagai sarana untuk mendukung penelitian dasar sehubungan informasi reproduksi ikan kuro khususnya di pantai Mayangan.

Pengambilan contoh ikan kuro dilakukan selama enam bulan mulai bulan Mei- Oktober 2011 dengan interval waktu pengambilan contoh yaitu setiap satu bulan sekali. Pengambilan ikan menggunakan alat tangkap jaring insang (rampus) pada daerah muara sungai dan perairan sekitar pantai. Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Biologi Makro 1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua ikan kuro yang tertangkap berjumlah 147 ekor yang berjenis kelamin jantan dengan selang kelas ukuran panjang 140-259 mm belum mengalami matang gonad. Ikan yang didapat masih berukuran juvenil dan memiliki TKG I dan TKG II. Pada hasil analisis karakter meristik didapat rumus sirip dorsal D1. VIII; D2. I-II 13-17; A. II 13-17; P 14 -21 + 4 sirip filamen ; V I. 5; L.l 43-75. Hubungan panjang-berat bersifat allometrik positif dengan persamaan W= 0,000006L3,109.

Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah ikan kuro merupakan ikan hermafrodit protandri, ketika juvenile jantan di mangrove. Masa pemijahan belum dapat diprediksi dengan pasti, karena ikan yang ditangkap masih juvenil dan belum matang gonad (ber-TKG I dan TKG II).