Analisis Penerapan Hubungan Kerja Outsourcing Dan Kontrak Di Industri Tekstil Dan Produk Tekstil Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Studi Kasus : Kabupaten Bogor 2014)

ANALISIS PENERAPAN HUBUNGAN KERJA OUTSOURCINGDAN
KONTRAK DI SEKTOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG
KETENAGAKERJAAN
Studi Kasus : Kabupaten Bogor 2014

ARI ISMAIL MUTTAQIN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Penerapan
Hubungan Kerja Outsourcing dan Kontrak di Industri Tekstil dan Produk Tekstil
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Studi
Kasus : Kabupaten Bogor 2014adalah benar karya saya denganarahan dari
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Ari Ismail M
NIM H14090121

1

ABSTRAK
ARI ISMAIL M. Analisis Penerapan Hubungan Kerja Outsourcing dan Kontrak
di Industri Tekstil dan Produk Tekstil menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan (Studi Kasus : Kabupaten Bogor 2014)Dibimbing
oleh DrMUHAMMAD FINDI ALEXANDI, SE, ME
Jumlah lapangan pekerjaan yang tidak sebanding dengan jumlah angkatan
kerja dapat meningkatkan jumlah pengangguran.Penerapan sistem outsourcing
dan kontrak efisien dalam mengurangi jumlah pengangguran.Namun sistem ini
merugikan tenaga kerja itu sendiri karena fleksibelitas terjadi pada setiap

elemen.Penelitian ini menggunakan data primer melalui penyebaran kuesioner
kepada 40 responden serta wawancara kepada narasumber dari pihak
perusahaan/industri dan pihak pemerintah. Metode analisis yang digunakan adalah
metode deskriptif kualitatif yang digunakan untuk mendapatkan alasan seseorang
menjadi tenagakerja outsourcing.Metode analisis kuantitatif dengan metode
regresi linier bergandadigunakan untuk menjelaskan secara statistik faktor-faktor
yang mempengaruhinya.Kesimpulannya adalah pelanggaran-pelanggaran
peraturan ketenagakerjaan yang dilakukan pihak perusahaan kepada tenagakerja
kontrak dan outsourcingterjadi pada sistem pengupahan (upah di bawah standard
dan penyamarataan upah kepada tenagakerja yang belum berkeluarga dengan
yang sudah berkeluarga), masa kontrak, dan penempatan tenagakerja kontrak pada
core activity.Berbagai alasan yang dapat diambil adalah upaya pemenuhan
kebutuhan hidup, tuntutan hidup, dan tidak mempunyai pilihan lain. Faktor-faktor
yang memengaruhinya berdasarkan hasil regresi berganda adalah usia dan jenis
kelamin berpengaruh nyata pada pendapatan. Penjelasan jenis usaha pokok dan
usaha penunjang belum mempunyai rumusan pasti sehingga pengusaha
memanfaatkan celah tersebut untuk terus menggunakan tenagakerja kontrak tidak
pada tempatnya.
Kata kunci :kontrak,outsourcing, tenagakerja, undang-undang


ABSTRACT
ARI ISMAIL M. Analysis Application Outsourcing and Contract Employment in
the Textile and Textile Products industry, according to Law Number 13 Year
2003 on Employment (Case Study: 2014) Bogor Regency Supervised by Dr
MUHAMMAD FINDI ALEXANDI, SE, ME
The number of jobs that are not proportional to the amount of labor force
may increase the number of unemployed. Implementation of outsourcing and
contract system efficient in reducing the number of unemployed.However, this
system is detrimental to workers themselves because of the flexibility occurs in
each element.The purposive sampling technique was used in this research with a
total of 50 respondents. The analytical method used is descriptive qualitative
method used to get someone into a labor reason outsourcing.Method of
quantitative analysis by multiple linear regression method used to statistically
explain the factors that influence it.The conclusion was that violations of labor

2

regulations made by the company to contract labor and outsourcing occurred in
the wage system(wages below the standard and leveling of wages to labor who are
not married to the already married), long contracts labor, and placement of

contracts labor in the core activity.Various reasons which could be taken is
addressing the needs of life, the demands of life, and have no other choice.Factors
that influence is based on results of multiple regression are age and gender
significant effect on the income.An explanation of the core and supporting
business activity does not have any definite formula so that employers exploit
these loopholes to continue using contract labor is not in place.
Keywords: contracts labor, labor, law,outsourcing

3

ANALISIS PENERAPAN HUBUNGAN KERJA
OUTSOURCINGDAN KONTRAK DI SEKTOR TEKSTIL DAN
PRODUK TEKSTIL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR
13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
Studi Kasus : Kabupaten Bogor 2014

ARI ISMAIL M

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

5

PRAKATA
Puja puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah
SWT atas segala karunia dan bukti kekuatannya sehingga karya ilmiah ini telah
selesai.Penelitian ini dilaksanakan sejak 2012 hingga 2015 di Kabupaten Bogor
dengan judul Analisis Penerapan Hubungan Kerja Outsourcing dan Kontrak di
Industri Tekstil dan Produk Tekstil menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan Studi Kasus : Kabupaten Bogor 2014-2015.
Terima kasih penulis haturkan kepada Bapak Dr Muhammad Findi

Alexandi, SE, MEselaku pembimbing, serta Ibu Dr Eka Puspitawati yang telah
banyak memberi masukan dan kritik. Selain itu apresiasi tak terhingga kepada para
responden atas waktu dan kesediannya menjadi bagian penting penelitian ini, juga
kepada Bapak Budi Setiadi dan Bapak Agus Tjahdjoadi sebagai narasumber atas
kemudahan birokrasi sehingga proses wawancara berjalan dengan lancar.
Penghargaan setinggi-tingginya kepada Farhana Zahratunnisa, kawan-kawan di
Lembaga Informasi Perburuhan Sadane (LIPS), Keluarga Ekonomi dan
Manajemen Pecinta Alam (KAREMATA) atas motivasi dan dukungan baik
materiil ataupun non-materiil.Terimakasih juga penulis ungkapkan kepada bapak,
ibu, dan seluruh keluarga besar atas pengertian, do’a, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Ari Ismail M

6

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ii


DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPIRAN

iv

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4


Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

5

Ruang Lingkup Penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA

7

Landasan Teori

7


Teori Ketenagakerjaan

7

Teori Outsourcing

10

Teori Pasar Tenagakerja Fleksibel

10

Teori Fordism dan Post-Fordism

12

Penelitian-Penelitian Terdahulu

14


Kerangka Pemikiran

16

Hipotesis Penelitian

17

METODOLOGI PENELITIAN

18

Populasi dan Sampel

18

Populasi

18


Sampel

18

Jenis dan Sumber Data

18

Jenis Data

18

Sumber Data

19

Teknik Pengumpulan Data

19

Metode Analisis

20

Analisis Data

20

Metode Regresi Liniear dan Model Double-Log

20

Lokasi

22

GAMBARAN UMUM
Outsourcing di Indonesia dan Pelaksanaannya

23
23

7

Bentuk Hubungan Kerja di Indonesia

23

Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Indonesia

24

Profil Narasumber dan Responden

27

Profil Perusahaan

27

Profil Responden

31

HASIL DAN PEMBAHASAN

31

Pelanggaran-Pelanggaran peraturan Oleh Perusahaan

31

Status Perkawinan dan Nominal Upah

36

Tingkat Pendidikan

37

Solusi-Solusi dari Berbagai Pendekatan Ekonomi Politik

39

Analisis Regresi dengan Model Double-Log

41

Uji F

41

Uji-t

41

Uji Asumsi Klasik

42

Uji Normalitas

42

Uji Multikolinearitas

42

Uji Heteroskedastisitas

42

Uji Autokorelasi

42

Persamaan Regresi dan Interpretasi Koefisiennya

42

Analisis Regulasi

43

SIMPULAN DAN SARAN

44

Simpulan

44

Saran

45

DAFTAR PUSTAKA

46

LAMPIRAN

48

RIWAYAT HIDUP

56

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Karakteristik Rezim fordisme dan post-fordisme
Jadwal penelitian
Pertumbuhan ekonomi menurut sektor 2007-2011 (%)
Daftar kelompok industri berdasarkan skala investasi di Bogor tahun
2003
Daftar Profil perusahaan industri TPT yang menjadi lokasi penelitian

14
22
27
27
29

8

6

Hasil estimasi

41

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Grafik pertumbuhan angkatan kerja di Indonesia tahun 2004-2014 (juta
orang)
Arus perputaran sederhana tentang perputaran
Kerangka pemikiran
Pohon industri TPT 1
Pohon industri TPT 2
Persentase responden tentang tahu atau tidaknya undang-undang
ketenagakerjaan
Persentase responden menurut tingkat pendidikan terakhir

1
7
17
33
33
36
37

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Lembar kuesioner Penelitian
Tabel Hasil Uji Asumsi Klasik
Press Realease ABADI
Profil Perusahaan

43
47
48
50

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Data Bank Dunia tahun 2012 menyebutkan bahwa populasi penduduk dunia
telah mencapai 7 milyar orang. Sekitar 4 milyar orang dari jumlah tersebut
menempati benua Asia. Sampai dengan tahun 2010 Bank dunia mencatat tingkat
partisipiasi tenagakerja di wilayah Asia Timur dan Pasifik 45 persen dari jumlah
angkatan kerja. Data partisipasi tenagakerja ini relatif sama dari tahun ke tahun
tidak ada peningkatan atau penurunan yang signifikan. Hal ini mengindikasikan
bahwa dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang kian pesat, tingkat partisipasi
tenagakerja tetap diprosentase yang sama sehingga dapat dipastikan terdapat 55
persen jumlah tenagakerja yang tidak dapat diserap oleh lapangan kerja.
Tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia sejalan dengan pernyataan di
atas, bahwa terjadi kenaikan jumlah penduduk yang berarti terjadi pula kenaikan
jumlah angkatan kerja. Berikut grafik pertumbuhun jumlah angkatan kerja di
Indonesia (Gambar 1)

Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia, 2014.
Gambar 1. Grafik pertumbuhan angkatan kerja di Indonesia 2004
2014 (juta orang)
Gambar 1 menjelaskan bahwa padarentan tahun 2004 hingga 2014 terjadi
kenaikan jumlah angkatan kerja. Pada tahun 2014 jumlah angkatan kerja di
Indonesia mencapai 125.32 juta orang, 118.17 juta orang diantaranya bekerja
sedangkan 7.15 juta orang sisanya yakni pengangguran terbuka. Sementara itu,
pada tahun yang sama tercatat 55.85 juta orang bukan angkatan kerja yang terdiri
dari 15.90 juta orang dalam status sekolah, 32.85 juta jiwa mengurus rumah
tangga, dan lain-lainnya sekitar 7.10 juta orang. Data pengangguran terbuka yang
mencapai angka 7.15 juta orang dirasa cukup tinggi walaupun fluktuasinya
menurun.Hal ini tentu dapat menimbulkan permasalahan jika tidak tersedianya
lapangan kerja yang dapat menyerap angka tersebut.

2

Permasalahan tenagakerja yang tidak dapat terserap oleh lapangan kerja
dikarenakan tidak seimbangnya jumlah lapangan pekerjaan dan jumlah angkatan
kerja. Salahsatu persoalan dalam sistem ketenagakerjaan saat ini sering disebut
sistem alihdaya (Outsourcing) dan hubungan kerja kontrak. Sistem ini
menitikberatkan pada efisiensi biaya operasional perusahaan dalam mengelola
tenagakerja dengan mengalihkannya pada perusahaan lain. Perusahaan seolaholah tidak memiliki kewajiban untuk memenuhi hak pekerja berupa jaminan
sosial, biaya makan, biaya transport, dan tunjangan lainnya seperti halnya yang
diperoleh oleh tenagakerja tetap jika menerapkan sistem ini. Mereka juga tidak
mendapat kepastian jenjang karir karena status dari tenagakerja outsorce adalah
bukan pegawai yang dinaungi oleh perusahaan tetapi pegawai dari perusahaan
penyalur tenagakerja outsourcingsehingga bisa saja di-PHK seketika tanpa alasan
dan pemberitahuan sebelumnya.
Praktik outsourcing di Indonesia sebenarnya sudah terjadi sejak zaman
kolonial Belanda dengan ditetapkannya sistem kerja kontrak di perkebunanperkebunan sebagai wujud penjajahan asing atas Indonesia.Sistem tersebut
merupakan sebuah sistem kerja kontrak yang diberlakukan oleh pengusaha
perkebunan dengan dukungan pemerintah kolonial Belanda melalui Ordonasi Kuli
dan Poenale Sanctie. Sebuah sistem yang tidak memperdulikan nasib para
tenagakerja kontrak tersebut (kuli). Dalam perkembangannya, meskipun sistem
kerja kontrak di zaman kolonial sudah tidak dipraktikkan lagi tetapi saat ini
terdapat sistem kerja Outsourcingyang mulai dikenal sejak disahkannyaUndangUndang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sejak itulahdikenal
istilah fleksibilatas pasar tenagakerja yang kemudian menjadi jalan mulus praktik
outsourcing di Indonesia.
FSPMI dan Stiftung (2010) menjelaskan bahwa praktik Outsourcingdi
Indonesia merupakan wujud dari kebijakan pasar tenagakerjafleksibel yang
dimintakan kepada pemerintah Indonesia oleh IMF (International Monetary
Fund) dan Bank Dunia sebagai syarat pemberian bantuan untuk menangani krisis
ekonomi 1997. Persyaratan ini dicantumkan dalam Letter of Intent atau nota
kesepakatan ke-21 butir 37 dan 42 antara Indonesia dengan IMF. Kesepakatan
tersebut menjadi acuan bagi penyusunan kebijakan dan peraturan perbaikan iklim
investasi dan fleksibilitas tenagakerja. Peraturan dan kebijakan tersebut adalah:
1) Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 pasal 59 mengenai Perjanjian Kerja
untuk Waktu Tertentu (PKWT) dan pasal 64-66 mengenai Outsourcing.
2) Keputusan Menteri nomor 101 tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan
PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) dan tata cara perijinan Perusahaan
Penyedia Jasa Tenagakerja/Buruh yang kemudian telah diubah menjadi
peraturan menteri nomor 19 tahun 2012.
3) Keputusan Menteri nomor 220 tahun 2004 tentang syarat-syarat penyerahan
sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain.
4) Peraturan Menteri nomor 22 tahun 2009 tentang penyelenggaraan
permagangan di dalam negeri.
Perundangan dan peraturan diatas menarik untuk dikaji lebih lanjut terkait
pelaksanaannya saat ini, karena banyak terjadi pelanggaran peraturan dan tidak
adanya ketegasan pemerintah atas pelanggaran-pelanggaran tersebut. Selayaknya

3

pemerintah sebagai regulator membuat kebijakan yang dapat menciptakan
keadilan bagi tiap warga negara, baik perusahaan maupun tenagakerja itu sendiri.
Propaganda penerapan sistem alihdaya di Indonesia masih menjadi
perdebatan serius antara pihak perusahaan (industri), pemerintah, dan
organisasi/serikat buruh yang mewakili aspirasi para buruh/tenagakerja di
Indonesia. Masing-masing pihak itu pasti mengalami keuntungan dan kerugian
akibat penerapan sistem ini. Secara umum keuntungan outsourcing lebih banyak
dinikmati olah perusahaan dan pemerintah, sebaliknya kerugian sistem ini dialami
oleh tenagakerja alihdaya dan serikat buruh. Namun demikan, sebuah perusahaan
akan mengalami kerugian dalam jangka panjang jika terus menerus menerapkan
sistem alihdaya tenagakerjannya.
Menurut Benson dan Ieronimo (1996), tujuan utama bagi perusahaan
menggunakan sistem outsourcing didasarkan pada pertimbangan faktor ekonomi
untuk meningkatkan keuntungan melalui efisiensi biaya produksi termasuk
penghematan pengeluaran melalui upah tenagakerja. Pada tahun 1955 sampai
dengan tahun 1990 tujuan penggunaan outsourcing adalah untuk mendapatkan
tenagakerja murah melalui upah rendah. Setelah tahun 2000 penggunaan
outsourcing bertujuan mendukung transformasi perusahaan. Hal ini berarti
perusahaan dapat berkonsentrasi pada bisnis utamanya karena kompetisi
persaingan yang semakin ketat untuk menjaga keutuhan perusahaan (Mukherji
dan Ramachandran 2007; Ponomariov dan Kingsley 2008). Istilah make more by
doing1 less menjadi kata kunci para manager pengguna outsourcing2.Manfaat lain
dari outsourcing adalah penciptaan lapangan pekerjaan baru dan agen-agen
penyedia tenagakerja. Negara China menjadi negara industri seperti saat ini
karena didukung oleh sistem outsourcing yang sangat kuat.Adapun kerugian dari
penggunaan outsourcing dapat disebut sebagai hidden costyang timbul akibat
outsourcing yang dapat merugikan pengusaha, pekerja, serikat pekerja/serikat
buruh (SP/SB).
Bagi pengusaha, jika melihat melalui perspektif teori Human Resource
Management, maka dimasa depan perusahaan harus membayar mahal dari praktek
penggunaan outsourcing. Beberapa kerugian dari diterapkaanya sistem
Outsourcingmenurut Sheenan et al (2002), diantaranya :
1) Outsourcing dapat menurunkan kemampuan manajemen dalam hal manajerial
perusahaan.Sementara bagi para pekerja di perusahaan tersebut juga
menurunkan tingkat keahlian pekerjanya, karena tingginya tingkat pergantian
karyawan atau turnover.
2) Outsourcing dapat menurunkan kualitas suatu hasil produksi karena
dikerjakan oleh supplier dan perusahaan kesulitan untuk melakukan kontrol.

1

Make more by doing less berarti menciptakan produk dalam jumlah besar dengan sedikit bekerja.
Hal ini sejalan dengan sistem outsourcing, perusahaan tidak perlu repot mengurus tenagakerjanya
tetapi mereka tetap mendapatkan keuntungan yang tinggi dengan kuantitas produk yang besar.
Gede Arya Wiryana.”Masa Depan Outsourcing di Indonesia”.http://www.Puzzle
Minds.com/bahasa indonesia/idea2/ketenagakerjaan/pengelolaan SDM.html, diakses pada 19
Februari 2013.
2

4

3) Outsourcing dapat menimbulkan perselisihan hubungan industrial pada peru
sahaan apabila supplier gagal memenuhi peraturan ketenagakerjaan yang
berlaku.
Sementara bagi pekerja dan organisasi buruh, kerugian-kerugian dari
outsourcing adalah:
1) Tidak ada jaminan dimasa depan, karena praktek hubungan tenagakerja
outsourcing yang digunakan dalam strategi pengelolaan karyawan adalah
menggunakan tenagakerja dengan sistem berbasis kontrak kerja.
2) Adanya diskriminasi sistem pengupahan dan kesejahteraan antara pekerja
outsourcing dan bukan outsourcing. Pekerja outsourcing beresiko tidak
mendapatkan struktur dan skala upah yang naik secara berkala dan berjenjang
karena kontrak jangka pendek.
3) Menurunkan jumlah keanggotaan serikat pekerja dimasa depan, tahun 1990
saat outsourcing menjadi popular maka pada saat yang sama terjadi
penurunan jumlah anggota serikat pekerja pada negara maju yang
mengunakan sistem outsourcing.
4) Sistem outsourcing juga menjadi penyebab tingginya tingkat perselisihan
hubungan industrial. Menurut Ross & Bamber (2009), perselisihan hubungan
industrial dapat timbul karena perbedaan kesejahteraan antara pekerja
outsourcing dan bukan outsourcing meskipun dalam satu perusahaan dengan
tingkat pekerjaan dan tugas yang sama.

Perumusan Masalah
Tahun 2011 di Indonesia tercatat terdapat 6.239 perusahaan penyedia jasa
tenagakerja yang menyalurkan tenagakerja outsource ke berbagai sektor
pekerjaan. Jumlah tersebut adalah setengah dari jumlah total perusahaan penyedia
jasa tenagakerja yang diperkirakan oleh kemenakertrans. Menurut LIPI,
peningkatan status kerja kontrak jangka pendek terjadi di industri padat karya
yang memproduksi pakaian jadi, sepatu, elektronika, serta makanan dan
minuman. Perluasan tersebut dikarenakan terjadi pembiaran pelanggaran aturan
dan penindakan terhadap pelanggaran aturan kerja.
Rumusan masalah penelitian ini berdasarkan uraian di atas adalah:
1) Faktor-faktor apa yang menyebabkan tenagakerja menerima menjadi
tenagakerja outsourcing ?
2) Bagaimana pelaksanaan penerapanUndang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang ketenagakerjaan ?

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai sikap
tenagakerjaoutsourcingdankontrak bertahan dalam statusnya yang dirugikan dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta menganalisis pelaksanaan penerapan
Undang-UndangNomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di lapangan.
Selain itu, mencari solusi dari fakta-fakta yang ada sebagai acuan perbaikan
kondisi ketenagakerjaan kabupaten Bogor.

5

Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah, pengusaha, serikat buruh,
akademisi, dan masyarakat pada umumnya. Manfaat-manfaat tersebut adalah :
1) Pemerintah sebagai regulator dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai
pertimbangan dalam memutuskan sebuah regulasi, khususnya di sektor
ketenagakerjaan.
2) Pengusaha adalah orang atau badan hukum yang beroerientasi keuntungan
dalam kegiatannya. Keuntungan dapat dicapai karena jasa tenagakerjanya,
oleh karena itu penelitian ini bermanfaat bagi pengusaha agar ikut menjadi
pertimbangan dalam operasional dan menejerial perusahaan.
3) Penelitian ini bermanfaat bagi serikat buruh sebagai kajian yang
meperlihatkan kondisi kekinian perburuhan/ketenagakerjaan di Kabupaten
Bogor khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
4) Kalangan akademisi dapat menambah khazanah keilmuan sosial dibidang
ketenagakerjaan dan menjadikan penelitian ini sebagai rujukan penelitianpenelitian selanjutnya.
5) Masyarakat dapat mengetahui dan menyadari permasalahan ketenagakerjaan,
khususnya tenagakerja outsourcingdan kontrak sehingga menjadi dasar
pertimbangan kelak ketika mereka akan bekerja.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui alasan seorang tenagakerja menjadi
tenaga kerja outsourcing. Data-data yang diperoleh adalah data yang diambil
secara langsung (primer) dari responden yang merupakan tenagakerja/buruh
outsourcing di perusahaan-perusahaan tekstil yang berlokasi di Kabupaten Bogor.
Perusahaan tekstil adalah perusahaan yang terbanyak menggunakan
tenagakerja/buruh outsourcing karena dalam kegiatan produksinya membutuhkan
banyak divisi pekerjaan. Selain itu perusahaan ini berorientasi ekspor, sehingga
membutuhkan banyak sumber daya manusia/tenagakerja untuk memenuhi
kuantitas produknya.
Perundang-undangan pemerintah yang mengatur masalah ketenagakerjaan,
khususnya tenagakerja outsourcing, adalah undang-undang nomor 13 tahun 2003
pasal 64-66.

TINJAUAN PUSTAKA
Teori Ketenagakerjaan
Tenagakerja merupakan faktor produksi selain modal dalam struktur
organisasi perusahaan. Menurut Simanjuntak (2001) yang dimaksud tenagakerja
adalah penduduk yang sedang atau sudah bekerja, sedang mencari pekerjaan, dan
yang melakukan kegiatan-kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah
tangga. Batas umur tenaga kerja minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum.
Menurut Dumairy (2000) yang dimaksud tenagakerja adalah penduduk yang
berumur di dalam batas usia kerja, baik yang sedang bekerja maupun sedang

6

mencari pekerjaan dengan batas usia minimum 10 tahun ke atas tanpa batas umur
maksimum.
Berdasarkan pengertian di atas dapatlah diketahui bahwa tenagakerja yaitu
meliputi penduduk yang berusia 10 tahun ke atas, baik yang sudah bekerja
maupun yang sedang mencari pekerjaan serta melakukan kegiatan lain, seperti
bersekolah dan mengurus rumah tangga serta golongan lain yang
menerimapendapatan. Pada kenyataannya batas usia 10 tahun ke atas bukanlah
merupakan suatu kriteria tenagakerja yang tetap. Batas usia tersebut adalah supaya
definisi yang diberikan sedapat mungkin sebagai gambaran keadaan yang
sebenarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan tenagakerja sebagai penduduk
yang berumur dalam usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antar negara
yang satu dengan yang lainnya. Penduduk usia kerja adalah penduduk yang
berusia 15 tahun ke atas. Penduduk usia kerja ini dibedakan atas angkatan kerja
(labour force) dan bukan angkatan kerja.
Pengertian angkatan kerja adalah jumlah orang yang sedang bekerja dan
orang yang menganggur. Seseorang dianggap bekerja jika ia bekerja dan
mendapat upah pada pekan sebelumnya, sebagai lawan dari menjaga rumah, pergi
ke sekolah, atau melakukan hal-hal lain. Seseorang dianggap menganggur jika ia
tidak bekrja dan sedang menunggu untuk memulai pekerjaan baru, sedang cuti,
atau sedang mencari pekerjaan. Orang yang tidak termasuk ke dalam dua kategori
tersebut, seperti pelajar atau pensiunan, tidak berada dalam angkatan kerja
(Mankiw G, 2000).
Teori ketenagakerjaan juga dapat dipandang melalui dua sudut pandang
yakni pandangan neoklasik dan pandangan marxisme. Pandangan neoklasik
tentang ketenagakerjaan adalah bahwa tenagakerja sebagai faktor produksi dapat
diatur sedemikian rupa dengan maksud mendapatkan keuntungan yang sebesarbesarnya untuk menciptakan modal yang baru. Suatu sistem ekonomi kapitalis
sederhana dapat diwakili oleh arus perputaran pendapatan yang ditunjukan oleh
Gambar 2
Pasar barang
Pengeluaran uang
Barang-barang
dan jasa
Rumah tangga

Perusahaan

Faktor produksi
Pendapatan nominal
Pasar faktor produksi
Sumber :Bellante dan Jackson, 1990.

7

Gambar 2. Arus perputaran sederhana tentang pendapatan
Konsepsi pada Gambar 2 menerangkan bahwa suatu ekonomi terdiri atas
para pelaku ekonomi yang didefinisikan secara berturut-turut sebagai anggotaanggota rumah tangga atau anggota-anggota perusahaan3. Anggota-anggota
rumahtangga adalah penghasil jasa pelayanan yang produktif (atau faktor-faktor
produksi), seperti jasa pelayanan tenagakerja bagi perusahaan-perusahaan.
Sebagai imbalannya bagi jasa pelayanan produktif yang diberikan kepada
perusahaan-perusahaan, anggota-anggota rumah tangga menerima uang sebagai
pendapatan mereka. Transaksi-transaksi juga berlangsung di pasar faktor
produksi, anggota-anggota rumahtangga merupakan pemberi jasa pelayanan
sedangkan perusahaan-perusahaan merupakan pihak peminta jasa pelayanan.
Uang pendapatan mereka dapat digunakan untuk membeli barang-barang dan jasa
pelayan yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan. Transaksi-transaksi ini
berlangsung di pasar produksi, di mana permintaan dan penawaran memainkan
peranan berkebalikan, yakni anggota-anggota rumah tangga merupakan pihak
peminta barang-barang dan jasa pelayanan, sedangkan perusahaan-perusahaan
merupakan pemasoknya.
Pandangan kedua tentang teori ketenagakerjaan yaitu pandangan marxisme
dimana Karl Marx mengemukakan teori nilai dan pertentangan kelas. Teori nilai
merupakan kritik Karl Marx terhadap sistem ekonomi kapitalisme (Deliarnov,
2005). Teori ini terbagi kedalam dua jenis, yakni teori nilai lebih dan teori nilai
pekerjaan. Karl Marx menjelaskan melalui teori nilai lebih bahwa dalam
kapitalisme yang dihubungkan dengan komoditi, benda yang dihasilkan dalam
suatu proses produksi dianggap sebagai sebuah komoditi yang dihargai
berdasarkan nilai tukarsaja, sehingga kerja manusia yang khas untuk
menciptakannya sama sekali tidak diperhitungkan tapi hanya berdasarkan waktu
yang dicurahkan untuk mengerjakan benda tersebut.Teori nilai lebih suatu barang
tergantung nilai dari jasa buruh atau jumlah waktu kerja yang dipergunakan untuk
memproduksi barang tersebut. Implikasi dari pandangan ini adalah :
a. Harga barang berbeda menurut jumlah jasa buruh yang dialokasikan
untuk seluruh proses produksi barang tersebut.
b. Jumlah jam kerja yang dikorbankan untuk memproduksi suatu jenis
barang adalah hampir sama. Oleh sebab itu harganya di beberapa tempat
menjadi hampir sama.
c. Seluruh pendapatan nasional diciptakan oleh buruh, jadi dengan
demikian haya buruh (pekerja) yang berhak memperoleh seluruh
pendapatan nasional tersebut.
Teori nilai pekerjaan menjelaskan bahwa selain barang, tenagakerja manusia
pun dipandang sebagai barang dagangan; tenaga itu bisa dibeli berdasarkan nilai
pasaran. Nilai atau harganya ditentukan oleh nilai semua barang yang perlu
supaya ia hidupdan agar jika tua dapat diganti oleh buruh-buruh muda.
3

Anggota-anggota rumah tangga merupakan penyedia faktor produksi dalam pasar faktor produksi
dan merupakan peminta barang dalam pasar produk. Perusahaan merupakan peminta faktor
produksi dan penyedia barang-barang dalam pasar produk.

8

Nilai pekerjaan adalah nilai (harga) makanan, tempat tinggal, dan kebutuhan
hidup lainnya dari si buruh dan keluarganya, diukur dari tingkat sosial, dan kultur
masyarakatnya.
Karl Marx mengemukakan teori pertentangan kelas yang menjelaskan
bagaimana hubungan antara kegiatan manusia, khususnya kegiatan ekonomi dan
kesempatan untuk pemenuhan diri sebagai manusia. Teori ini menjelaskan segala
perubahan dan kemajuan, bahwa sejarah kehidupan manusia hanyalah merupakan
pertentangan antar kelas atau pertentangan antargolongan, yaitu golongan atau
kelas yang terdiri dari orang-orang bebas merdeka dengan budak-budak, juga
pertentangan antarkelas penindas dengan yang ditindas. Usaha-usaha pemenuhan
untuk mendapatkan sarana-sarana produksi tidak selalu menjadi penyebab
pertikaian antarkelas karena sebenarnya tiap golongan masyarakat mempunyai
karakteristik yang dapat menimbilkan konflik antar golongan atau kelas . Ada tiga
kelas masyarakat yang dibedakan berdasarkan peranannya dalam sistem produksi
dengan faktor produksi yang dikuasai, yaitu kelas pemilik tanah (land owner)
yang sumber pendapatannya dari pemasukan upah, laba, dan sewa tanah, kelas
pemilik modal (alat-alat produksi dan sumber-sumber daya alam), dan pekerja.
KarlMarx sangat terkenal dengan dialektika materialistik dan dialektika
historisnya. Kekuatan yang mendorong manusia dalam sejarah yaitu cara mansuia
berinteraksi dengan manusia lain dalam perjuangan yang abadi untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Marx memandang bahwa manusia sesungguhnya
merupakan makhluk (binatang) yang tidak akan pernah merasa puas. Keinginan
manusia untuk memenuhi sandang, pangan, dan papan yang pada awalnya
menjadi paling utama, tidak akan pernah berhenti pada saat kebutuhan-kebutuhan
dasar tersebut telah tercapai, tetapi justru akan menciptakan kebutuhan-kebutuhan
baru (Roen 2011).
Teori kelas Marx didasarkan pada pemikiran bahwa sejarah dari segala
masyarakat dahulu sampai sekarang adalah sejarah pertikaian antara golongan,
mulai dari bentuk masyarakat yang primitif sampai pada periode-periode sejarah
manusia selanjutnya. Salah satu contoh dalam dunia Kapitalisme, intinya yaitu
pertentangan antargolongan yaitu mereka yang mengeksploitir dan mereka yang
dieksploitir, antara pembeli dan penjual, antara buruh dan majikan dan bukan
merupakan suatu tempat terjadinya kerjasama yang fungsional, sehingga
kepentingan golongan dan konfrontasi fisik yang dihasilkannya menjadi faktor
utama dari proses sosial dalam sejarah.
Teori berikutnya yang berhubungan dengan ketenagakerjaan, masih
menurut pandangan marxisme, yakni teori alienasi. Karl Marx mendefenisikan
alienasi sebagai keterpisahan melalui pencerahan, yaitu dalam setiap kasus,
alienasi terkait dengan penyerahan tertentu, yaitu penyerahan kontrol seseorang
terhadap produk dan pekerjaannya. Teori alienasi tersebut dijabarkan sebagai
berikut :
a. Alienasi dari produknya, pengertian dari produk itu teralienasi dari
perbuatannya bukanlah semata-mata karena fakta didalamnya
pekerjaan menjadi suatu objek dan memperoleh eksistensi eksternal.
Tetapi produk tersebut direlasikan dengan individu sebagai yang
terpisah dan asing dan tidak lagi dirasakan sebagai miliknya.
b. Alienasi dari pekerjaan, Marx beranggapan bahwa pekerjaan
teralienasi ketika seseorang direlasikan dengan aktivitasnya sendiri

9

sebagai sesuatu yang asing dan bukan merupakan miliknya. Pekerjaan
tidak menjadi bagian dari kemanusiaannya; tidak berkaitan dengan
kepentingan dirinya sendiri dan bukan ekspresi personalitasnya.
c. Alienasi dari sesama manusia, konsekuensi langsung dari fakta
ekonomi tentang alienasi dari pekerja dengan produksinya adalah
manusia (pekerja) yang teralienasi dari sesama manusia. Hal ini
tampak ketika orang-orang saling menilai sebagai saingan ketimbang
sahabat yang memiliki nilai atau manfaat.
d. Alienasi diri, Marx menghubungkan alienasi diri dengan alienasi dari
pekerjaan dan produknya. Pekerjaan manusia adalah hidupnya dan
produknya adalah hidupnya dalam bentuk yang terobjektifikasi, oleh
karena itu ketika kedua hal tersebut diasingkan darinya, maka dirinya
sendiri teralienasi darinya.
Alienasi ekonomi merupakan sesuatu yang nyata dalam kehidupan yang
menyangkut aspek pikiran dan kenyataan seperti dalam alienasi ekonomi di
bawah kapitalisme yang telah menjadi aktivitas pikiran belaka. Demikian juga
alienasi dalam proses (aktivitas) produksi itu sendiri. Hubungan buruh (pekerja)
dengan aktivitasnya berupa hubungan yang saling berlawanan atau asing yang
bukan miliknya, aktivitas tersebut hanya menjadi penderitaan,bagi keseluruhan
dirinya menyangkut tenaga, semangat jasmani dan mentalnya, dan rutinitas
kehidupannya dirasakan sebagai sesuatu yang lepas dari dirinya dan tidak menjadi
miliknya.
Karl Marx mengemukakan bahwasejarah manusia mempunyai aspek ganda
berupa sejarah tentang berkuasanya manusia atas alam dan juga sejarah dari
bertambahnya alienasi atas diri manusia. Manusia dikuasai oleh kekuatankekuatan yang tercipta dari kreasinya yang merupakan kekuatan yang melawan
manusia itu sendiri. Alienasi dalam bidang kerja memiliki empat aspek, antara
lain,
1) manusia mengalami alienasi dari objek yang dihasilkannya,
2) manusia mengalami alienasi dari dirinya sendiri,
3) manusia mengalami alienasi dari proses produksi, dan
4) manusia mengalami alienasi dari pergaulannya dengan teman-teman atau
masyarakat.
Teori Outsourcing
Outsourcingberasal dari bahasa Inggris yang berarti alihdaya. Istilah
alihdaya atau pemborongan pekerjaan lebih kita kenal daripada outsourcing.
Pemborongan pekerjaan ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pemborongan
tenagakerja dan pemborongan barang. Secara umum pemborongan ini sama-sama
mengalihkan pekerjaan kepada sumberdaya di luar perusahaan.
Outsourcingdalam perspektif teori hubungan industrial yang berlaku secara
umummemiliki tiga sudut pandang perspektif menurut Dunlop yaitu Marxism,
Unitarist dan Pluralist (Bray et al. 2012). Outsourcingapabila dilihat menurut
aliran marxisme merupakan eksploitasi sistem modal. Berdasarkan pendekatan
ini, outsourcingmerupakan turunan dari kapitalisme global. Asumsinya adalah
sifat dasar kapitalis, yaitu eksploitatif dan ekspansif. Pendekatan ini dibangun atas
adanya praktik perusahaan-perusahaan transnasional dan multinasional yang

10

semakin kuat mencekram negara-negara yang sedang berkembang. Ekspansi dan
eksploitasi yang besar-besaran dilakukan demi akumulasi modal yang diiringi
juga dengan model dan format kerja yang telah dipersiapkan (outsourcing) untuk
diterapkan di wilayah pengembangan perusahaan. Cara ini merupakan
implementasi dari ciri globalisasi di mana perusahaan transnasional melakukan
peningkatan konsentrasi dan monopoli berbagai sumber daya dan kekuatan
ekonomi. Karena itu, praktek outsourcing mencerminkan esensi atau ciri dasar
dari praktik outsourcingyang lebih merugikan buruh dan menguntungkan
perusahaan.
Pluralist memandang bahwa negara seharusnya membuat undang-undang
perlindungan tentang outsourcing. Peraturan atau undang-undang ini juga harus
adil, mengikat baik perusahaan pengguna tenagakerja outsourcing, perusahaan
penyedia tenagakerja outsourcing, dan tenagakerja outsourcing itu sendiri. Bagi
kedua perusahaan perlindungan yang dimaksud adalah aspek legalitas
menjalankan sistem ini. Sementara bagi buruh yang dimaksud perlindungan
adalah tidak hilangnya hak-hak mereka sebagai pekerja.
Bagi kaum Unitarist, pekerja seharusnya berada di bawah satu manajemen
bukan dibawah kekuasaan manajemen lainnya (Ross & Bamber 2009). Namun
demikian bagi Unitarist, yang merupakan teori dasar untuk manajemen,
outsourcing adalah salah satu cara untuk menurunkan perselisihan hubungan
industrial ditingkat internal perusahaan, karena pekerja dibawah otoritas
perusahan lain.
Teori Pasar Tenagakerja Fleksibel
Labor market Flexybility (LMF) atau pasar tenagakerja fleksibel muncul
karena penemuan teknologi baru dan atau tatacara pengelolaan sumberdaya
manusia. Fleksibilisasi tenagakerja berarti upaya penyesuaian tenagakerja
terhadap permintaan dan fluktuasi pasar. Fleksibilisasi di Indonesia diyakini dapat
menarik investasi, mengatasi pengangguran, mendorong pertumbuhan ekonomi,
meratakan upah pekerja informal dan formal.
Skema pasar tenagakerja fleksibel berjalan seiring dengan perkembangan
teknologi dan pelonggaran regulasi. Akibat dari skema tersebut adalah terjadi
penggelembungan keuntungan para kapitalis, dan minus kesejahteraan para buruh.
Angka ekspor semakin meningkat dan kawasan-kawasan industri tumbuh
diberbagai wilayah. Sektor industri muncul di satu sisi, cerita mengenai PHK
terhadap buruh dan aktivitas buruh, upah riil terus menurun, angka kecelakaan
kerja bertambah, dan buruh kontrak semakin bertambah di sisi lain.
Fleksibilisasi terdiri atas dua ragam yakni fleksibilisasi eksternal dan
fleksibilisasi internal. Fleksibilisasi eksternal merupakan skema ketenagakerjaan
untuk memodifikasi jumlah dan komposisi tenagakerja sesuai permintaan. Skema
ini teran-terangan mengaburkan, bahkan melemahkan hubungan antara majikanpekerja. Tujuan utama skema ini adalah memudahkan pengurangan tenagakerja
dan penyerapan kembali (pergantian buruh), dan memelihara kestabilan buruhburuh intinya. Fleksibilisasi eksternal terdiri atas dua rute, yakni,
a. Outsourcing atau subkontrak atau penggunaan agen atau beberapa agen
(subkontraktor, kontraktor khusus buruh, agen penempatan tenagakerja)
antara perusahaan pusat dan tenagakerja. Contoh-contoh dari hal ini

11

adalah sistem kontrak, subkontrak, atau menyewa agensi sebagai ganti
dari tenagakerja reguler.
b. Tenagakerja cabutan atau penyewaan langsung tenagakerja yang tidak
mempunyai jaminan kepastian kerja. Contohnya adalah buruh paruh
waktu, kasual, kontraktual, pegawai magang, tenaga training, dan
semacamnya.
Fleksibilisasi internal berkaitan dengan pengaturan internal struktur
pekerjaan dan organisasi kerja bagi para tenagakerja inti (reguler/tetap). Hal-hal
yang termasuk ke dalam fleksibilisasi internal adalah :
a. Jamkerja fleksibel
Contoh dari jam kerja fleksibel adalah jam lembur yang rutin maupun
yang dipaksakan, perputaran sift kerja selama 24 jam, shift kerja diakhir
pekan, dan sebagainya. Semua rencana kerja tersebut adalah usaha untuk
memaksimalkan penggunaan aset (perlengkapan, mesin, bangunan, dan
lain sebagainya) dan mempercepat kembalinya modal dengan cara
intensifikasi kerja.
b. Fungsi fleksibel
Fungsi fleksibel berarti tugas ganda, kerja yang bervariasi, pembagian
kerja, tingkatan kerja, kerja tim, liangkaran kualitas, dan semua
perencanaan pengklasifikasian pekerjaan serta sistem pembagian gaji.
Hal ini membuat semua posisi dan jenis pekerjaan bisa “digantikan oleh
siapa saja”. Sistem kerja ini memberikan para pemilik modal sebuah
“fleksibilitas” untuk menempatkan dan mengatur pekerja-pekerja
individual di segala tempat tanpa biaya. Pada umumnya hal ini akan
mengakibatkan penumpukan tenagakerja, sehingga akan terjadi
pengurangan tenagakerja dan pengurangan gaji. Ilmu manajemen fungsi
fleksibel sebagai pekerja multitasking.
c. Upah fleksibel
Upah fleksibel secara tradisional adalah sebuah ucapan halus untuk
menghindari upah “ketat” (upah minimum yang ditetapkan). Istilah
tersebut mencakup skema upah yang beraneka dan berusaha mengaitkan
upah perseorangan dengan “performa pekerja”. Upah fleksibel tidak
menghitung jam kerja, hanya produktivitas buruhlah yang dikategorikan
layak mendapatkan upah.
Teori Fordism-post Fordism
Fordisme adalah sebuah metode manajemen industri yang berasaskan
assembly line atau disebut metode “ban berjalan” dalam proses produksi yang
bersifat massal. Menurut Thompson (tanpa tahun) dalam jurnalnya Fordism, postfrodism, and the Fleksible System in Production mengemukakan bahwa fordism
mengacu pada sistem produksi massal dan konsumsi massal pada era
pembangunan ekonomi tahun1940-1960. Era tersebut ditandai dengan bersatunya
produksi massal dan konsumsi massal dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan kemajuan penyebarluasan alat-alat produksi/ teknologi.
Konsep ini dikemukakan oleh Henry Ford dalam tanggapannya mengenai
proses perpindahan sitem agrikultur ke sistem industrial. Konsep tersebut
menggambarkan proses produksi dengan cara membagi proses produksi kedalam

12

ratusan atau bahkan ribuan unit kecil. Hal tersebut diyakini dapat meminimalkan
ongkos produksi dan memaksimalkan keuntungan.
Ford mengadopsi gagasan FW Taylor (1856-1915) tentang time and motion
yang kemudian mengadopsinya pada cara produksi massal dengan pembagian
kerja yang kompleks dan gerak kerja yang berulang-ulang. Secara sederhana,
fordisme merupakan model produksi yang semata-mata menekankan keterampilan
fisik dan mengesampingkan kemampuan intelektual, mengedepankan mekanisasi,
rutinisasi, penyederhanaan pekerjaan, fragmentasi produksi, spesialisasi,
kecepatan kerja, dan pemaksaan dari persetujuan kerja. Inovasi dan partisipasi
buruh dalam kebijakan perusahaan dibuat sekecil mungkin bahkan ditiadakan
dalam konsep tersebut.
Fordisme bukan hanya sistem produksi masal, tetapi juga sebagai model
hubungan sosial dalam sejarah kapitalisme. Fordisme mengalami jaman keemasan
sampai akhir 70-an, namun hingga kini pola-pola dasarnya diwariskan dan
diterapkan oleh industri-industri di berbagai negara termasuk Indonesia.
Pasca depresi besar 1930, muncullah walfarisme yang diinspirasikan oleh
ekonom J.M keynes. Keynes memberikan perangkat teoritis kebijakan ekonomi
yang intervensionis dengan mengedepankan peran negara yang lebih besar.
Banyak negara eropa hancur oleh perang dunia ke-dua. Maka walfarisme (negara
kesejahteraan) menganjurkan subsidi, perlindungan dan bantuan negara terhadap
warga. Industri model fordisme mulai ditinggalkan dan fordisme mengalami krisis
seiring dengan tawaran-tawaran baru yang dihembuskan oleh rejim pasar bebas.
Rejim fordisme kemudian digantikan rejim post-fordisme yang tidak lain adalah
rejim fleksibilitas hubungan kerja, di mana kelenturan itu juga berarti
ketidakpastian.
Konsep fleksibilitas/post-fordisme sebagai sebuah rezim baru dalam
hubungan industrial diterapkan dalam berbagai variasi. Bentuk-bentuk proses
fleksibilitas berbentuk :
a. finansialisasi
finansialisasi yakni model investasi atau industri yang ditanam dalam
bentuk finansial. Industri yang lebih diminati adalah sektor yang
mempunyai fleksibilitas tinggi dan seminimal mungkin membutuhkan
tenagakerja. Sektor finansial menjadi pilihan bisnis di jaman pasar bebas
karena jika dulu uang menjadi alat tukar barang dan jasa kini barang dan
jasa itu sendiri yang dipertukarkan.
b. informalisasi
informalisasi berarti proses produksi yang disubkontrakan kepada
industri rumah tangga. Proses ini juga sering disebut “Brasilianisasi”
atau “Thirdworldisasi” pola industri.Informalisasi proses produksi
melahirkan homeworkers, teleworkers, family/unpaid workers. Pola
industri ini menciptakan jarak antara majikan dan buruh serta sedapat
mungkin meloloskan diri dari kontrol regulasi negara.
c. feminisasi pasar kerja
konteks pembagian kerja di sektor industri, angkatan kerja kaum
perempuan mengalami perubahan yang cukup drastis. Tingkat partisipasi
perempuan meningkat rata-rata di atas 50 persen di negara-negara
industri dan lebih dari 30 persen di negara sedang berkembang hingga
tahun 2000-an. Tingkatkenaikan partisipasi ini tidak berkaitan dengan

13

keadilan gender, tetapi tenagakerja perempuan berguna untuk sektor
industri unskilled dengan motif utama buruh murah.
d. deteritorialisasi
deteritorialisasi yakni tercabutnya bisnis/industri dari tanggungjawab
sosial warga negara di mana sebuah bisnis ituberoperasi. Hal ini berarti
bahwa bisnis memiliki mekanisme sendiri tanpa harus tunduk pada
regulasi negara.
Perbedaan karakteristik rezim fordisme dan rezim post-fordisme tersaji
dalam tabel 1.
Tabel 1.Karakteristik rezim fordisme dan post-fordisme/fleksibilitas
Kategori
Fordisme
post-fordisme/fleksibilitas
Regulasi ekonomi
Keynesian
Moneterisme
Karakter pasar
Massal
Kecil/berdasarkan tempat
Gaya hidup
Konformisme
Pluralistik
Desentralisasi dan
Sistem manajemen
Sentralistik
jaringan
Karakter organisasi
Birokrasi
Nonhierarkis
Sumber regulasi
Negara/pemerintah
Global/Market
sektor yang
mendominasi
Konsumsi
Finansial
Tuntutan
keterampilan
Deskilling
Multiskilling/multitasking
Karakter buruh
Massal
Kecil
Karakter regulasi
Kaku/rigid
Fleksibel
Sistem produksi
Assembly line
Fleksibel
Karakter masyarakat Welafarisme
Privatisme
Daya penggerak
Resources/supply
Permintaan/demand
Produk standar/maksimal
Karakter produksi
stok
Diferensial/minimal stok
Sumber : Sari Aneta, 2009.
Tabel 1menjelaskan secara umum perpindahan kekuasaan oleh negara ke
penguasaan oleh pasar. Rezim post-fordisme banyak dianut oleh negara-negara
saat ini. Kebijakan-kebijakan ekonomi suatu pemerintah dapat secara eksplisit
maupun implisit mengarah pada rezim tersebut. Kebijakan ini dipercaya dapat
mengurangi kesenjangan perbedaan upah riil antara sektor formal dan sektor
informal, mengurangi angka pengangguran, dan dapat mengatasi masalah
kemiskinan. Kebijakan fleksibilitas/post-fordisme juga bertujuan memulihkan
perekonomian akibat dari kegagalan teori dan strategi ekonomi di masa lalu. Para
pendukung ekonomi fleksibel meyakini bahwa pelembagaan dan regulasi hukum
yang terlalu kaku membatasi manuver dan perluasan sekup perusahaan. Sehingga
perusahaan dapat terus tumbuh dan menyediakan lapangan kerja baru.
Penelitian-Penelitian Terdahulu
Munch dan Skaksen (2005) meneliti tentang pengaruh outsourcing terhadap
upah individu. Data yang digunakan adalah data panel dengan jumlah responden
sebanyak 66377 tenagakerja outsourcing di Danish Manucfaturing Industries4.

14

Model dalam penelitian ini disebut model teoritis yakni membandingkan fakta
dilapangan dengan teori yang telah berlaku sebelumnya. Teori yang sudah ada
(Geishecker & Görg (2004)) menerangkan bahwa outsourcing berpengaruh pada
tingkat upah individu berdasarkan perbedaan pendidikan tenagakerja itu sendiri.
Semakin tinggi pendidikannya maka akan semakin besar upah yang akan
diterima.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sistem outsourcing mempengaruhi
upah individu tenagakerja berdasarkan tingkat pendidikannya. Tingkat pendidikan
mengelompokkan tenagakerja ke dalam skilled labor dan unskilled labor,
sehingga tenagakerja yang termasuk ke dalam kelompok unskilled labor akan
menerima tingkat upah yang lebih rendah dari kelompok tenagakerja skilled
labor.
Mukherjee dan Tsai (2008) melakukan penelitian dengan judul international
Outsourcing and Walfare Reduction: an Entry-deterrence Story. Penelitian ini
dimuat dalam Research Paper Series The University of Nottingham. Hasilnya
menunjukkan bahwa international outsourcing dapat menurunkankesejahteraan
domestik dengan memasuki struktur pasar produksi saat ini. Faktanya, jika
perusahaan-perusahaan tidak simetris dengan terminologi kehidupan ekonomi dari
international outsourcing, outsourcing (dikomparasi dengan non-outsourcing)
dapat menurunkan kesejahteraan domestik oleh “penghalang” di dalam negeri.
Oleh sebab itu, dampak dari struktur pasar lebih besar pengaruhnya dalam
menaksir akibat-akibat dari international outsourcing.
Sugiarto (2010) meneliti bagaimana sistem pengupahan outsourcing ditinjau
dari perspektif ekonomi Islam. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka
(library research) dan penelitian lapangan (field research) yang dianalisis dengan
metode deskriptif evaluatif untuk menggambarkan dan mengevaluasi sistem
pengupahan tersebut.Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dengan metode wawancara dengan orang atau pihak-pihak yang terkait, dalam hal
ini PT Permata Indonesia5.
Hasil dari penelitian ini adalah sistem pengupahan terhadap tenagakerja
outsourcing oleh PT Permata Indonesia telah memenuhi syariah Islam antara lain
ditinjau dari perjanjian kerjanya, karena masalah upah diputuskan oleh mereka
yang
mengadakan
perjanjian
kerja.PT
Permata
Indonesia
dalampelaksanaannyamemberikan kejelasan kepada tenagakerja outsourcing baik
dari aspek bentuk danjenis pekerjaan, masa kerja, maupun besar upah yang
diberikan.Adapun pemotongan upah pokok karyawan hal itu digunakan untuk
jamsostek sebesar 2 persendan 4.24 persen menjadi beban perusahaan pengguna
jasa outsourcing (klien). PT Permata Indonesia tidak mengambil keuntungan dari
upah pokok karyawan, namun keuntungannya diperoleh darifee manajemen6.Hakhak tenaga kerja selain upah yang diberikan oleh P.T. Permata Indonesia adalah
hak Jamsostek, hak asuransi, dan hak mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR).
Widyastuti (2009) meneliti hubungan tingkat pendidikan dan produktivitas
4

Industri manufaktur pembuatan kue/makanan khas Denmark
Salahsatu perusahaan penyedia dan penyalur tenagakerja outsourcing
6
Biaya atau bayaran yang diterima perusahaan penyedia dan penyalur tengakerja outsourcing
(vendor) dan tidak ada hubungannya dengan tenagakerja, akan tetapi hubungannya antara vendor
dan perusahaan pengguna tenagakerja outsourcing (klien)

5

15

pekerja terhadap kesejahteraan keluarga. Penelitian ini dilakukan di Jawa Tengah
dengan menggunakan data sekunder cross section di masing-masing
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Model analisis yang digunakan adalah
model analisis regresi berganda semi logdengan metode Ordinary Least Square
(OLS). Persamaan regresi pada penelitian ini adalah :
FW= -30.225 + 1.587Pt - 6.474Ed + e
kesimpulan dari persamaan di atas adalah produktivitas pekerja (Pt)
mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan keluarga
(FW). Peningkatan satu persen produktivitas maka jumlah keluarga sejahtera di
Jawa Tengah pada tahun 2009 akan meningkat sebanyak 1.59 persen. Hal ini
dikarenakan semakin tinggi produktivitas seseorang maka pendapatan yang
dihasilkan orang tersebut akan semakin tinggi pula. Tingkat pendidikan pekerja
(Ed) mempunyai pengaruh negatif namun signifikan terhadap kesejahteraan
keluarga (FW). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka biaya yang
dibutuhkan semakin tinggi. Hal ini tentu dapat mengurangi pendapatan keluarga,
namun dalam jangka panjang pendidikan akan mendatangkan manfaat yang lebih
besar.
Fadliilah dan Atmanti (2012) melakukan penelitian yang bertujuan untuk
menganalisis pengaruh upah, produktivitas, dan modal kerja terhadap penyerapan
tenagakerja pada industri kecil ikan asin di Kota Tegal. Data yang digunakan
adalah data primer dan data sekunder yang didapatkan melalui kuesioner dan
wawancara. Metode analisis yang digunakan adalah analisis linear berganda
dengan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square). Model persamaan
regresi ditransformasikan kedalam bentuk logaritma.Kesimpulanya adalah
variabel upah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan
tenagakerja, variabel produktivitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
penyera