Struktur Komunitas Makrozoobenthos Di Sungai Pute (Kawasan Karst Rammang-Rammang), Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS
DI SUNGAI PUTE (KAWASAN KARST RAMMANG-RAMMANG),
KABUPATEN MAROS, SULAWESI SELATAN.

RISMAWATY RUSDI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Struktur
Komunitas
Makrozoobenthos
di
Sungai
Pute
(Kawasan

Karst
Rammang-Rammang), Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan adalah benar
merupakan hasil karya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua
sumber data dan informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
.
Bogor, Oktober 2015

Rismawaty Rusdi
C24110015

ABSTRAK
RISMAWATY RUSDI. Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Sungai Pute
(Kawasan Karst Rammang-Rammang), Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Dibimbing oleh MAJARIANA KRISANTI dan YUSLI WARDIATNO.
Sungai Pute mengalir di sekitar kawasan karst Rammang-Rammang dan
merupakan salah satu penopang utama sumberdaya air di Kabupaten Maros,
Sulawesi Selatan. Sungai Pute memerlukan analisis kondisi lingkungan perairan

mengingat berkembangnya aktivitas masyarakat di DAS yang dapat menurunkan
kualitas perairan baik secara langsung maupun tidak langsung. Perubahan kualitas
perairan dapat direspon oleh makrozoobenthos yang menjadi indikator biologis
kondisi sungai. Tujan penelitian ini untuk menganalisis struktur komunitas
makrozoobenthos terkait kegiatan antropogenik di Sungai Pute. Pengambilan
contoh makrozoobenthos dan sedimen menggunakan ekman grab.
Makrozoobenthos yang ditemukan terdiri dari 13 genus yang termasuk ke dalam 7
famili dan 4 kelas. Jenis yang paling dominan ditemukan di setiap stasiun adalah
Melanoides acrea, Nereidae, dan Cytodaria sp. Struktur komunitas
makrozoobenthos yang berbeda pada setiap stasiun pengamatan mengindikasikan
bahwa terdapat pengaruh aktivitas antropogenik di Sungai Pute, kecuali pada
Stasiun A yang dipengaruhi oleh salinitas.
Kata kunci: antropogenik, makrozoobenthos, Sungai Pute
ABSTRACT
RISMAWATY RUSDI. Structure of Macrozoobenthos Community in Pute River
(Karst Area of Rammang-Rammang), Maros Regency, South Sulawesi.
Supervised by MAJARIANA KRISANTI and YUSLI WARDIATNO.
Pute River is one of the river that flowing around the karst area and one of
the main support of water resources in Maros, South Sulawesi. Pute River need
an analysis of water environmental condition considering the development of

anthropogenic activities in the watershed could degrade water quality, either
directly or indirectly. Changes in water quality can be responded by
macrozoobenthos as the biological indicator of river conditions. The aims of this
research were to analyze structure of macrozoobenthos community related
anthropogenic activities in Pute River. Sampling of macrozoobenthos and
sediment used ekman grab. Macrozoobenthos were found consists of 13 genera
include to 7 families and 4 class. The most dominant species found in every
station are Melanoides acrea, Nereidae, and Cytodaria sp. Structure of
macrozoobenthos community are different at each station observations indicate
that there is an influence of anthropogenic activity in Pute River, except at Station
A is influenced by salinity.
Keywords: antropogenic, macrozoobenthos, Pute River

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS
DI SUNGAI PUTE (KAWASAN KARST RAMMANG-RAMMANG),
KABUPATEN MAROS, SULAWESI SELATAN

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan

pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PENGESAHAN SRIPSI

Judul Skripsi

Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Sungai Pute
(Kawasan

Karst

Rammang-Rammang),


Kabupaten

Maros, Sulawesi Selatan.
Nama Mahasiswa : Rismawaty Rusdi
P

: C24110015

Program Studi

: Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui oleh

��

DrM

i MSi
Pembimbing


Pembimbing I

Tanggal Persetujuan:

261 Q2 Q 1 5

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
yang telah diberikan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Sungai Pute (Kawasan Karst
Rammang-Rammang), Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Skripsi ini diajukan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada program
studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor dan Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan yang telah memberikan kesempatan untuk studi.
2. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas beasiswa Peningkatan

Prestasi Akademik (PPA) selama 3 periode yang diberikan.
3. Prof Dr Sulistiono, MSc selaku dosen pembimbing akademik atas
arahan dan masukan selama penulis melaksanakan studi.
4. Dr Majariana Krisanti, SPi MSi selaku dosen pembimbing I dan Dr Ir
Yusli Wardiatno, MSc selaku pembimbing II yang telah memberikan
arahan, maupun kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Ir Agustinus M. Samosir, Mphil selaku penguji tamu dan Dr Ir Niken
TM. Pratiwi MSi selaku penguji perwakilan Program Studi
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan atas saran dan masukan
dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Mama, Bapak, Kakak, Kakak ipar yang senantiasa memberikan doa
dan semangat, dukungan moriil dan materiil.
7. Pemerintah Daerah Kabupaten Maros dan Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar atas izin melaksanakan
penelitian.
8. Laboratorium Kualitas Air, FIKP, Unhas, Bapak Dr. Khusnul Yaqin
MSc selaku Kepala Laboratorium, Ibu Fitri, Kak Ana dan Kak Niar
atas bantuannya selama penulis melakukan analisis di Laboratorium.
9. Bapak Ibrahim dan para nelayan di Sungai Pute atas bantuannya
selama di lapangan.

10. Staf Tata Usaha Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
11. IKAMI 48, MSP 48, dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan
saran sangat Penulis harapkan untuk perbaikan. Semoga bermanfaat.

Bogor, Oktober 2015

Rismawaty Rusdi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat
Pengumpulan Data
Analisis Contoh
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
2
2
3

3
3
4
6
7
7
12
15
15
18
22

DAFTAR TABEL
1 Prosedur pengukuran parameter fisika-kimia yang diamati (APHAAWWA-WEF 2012)
2 Nilai rata-rata parameter kualitas air di Sungai Pute, Kabupaten
Maros.
3 Tipe substrat sedimen Sungai Pute di setiap stasiun pengamatan
4 Kelimpahan rata-rata dan jumlah spesies setiap stasiun pengamatan

4

8
8
10

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram perumusan masalah kajian struktur komunitas
makrozoobenthos di Sungai Pute, Kabupaten Maros, Sulawesi
Selatan
2 Peta lokasi penelitian Sungai Pute, Kabupaten Maros, Sulawesi
Selatan.
3 Persentase tipe substrat berdasarkan segitiga Miller (USDA; NRCS
2009)
4 Komposisi makrozoobenthos selama tiga kali pengamatan
5 Diagram (a) Indeks Keanekaragaman (H’) dan (b) Indeks
Keseragaman (E) selama tiga kali pengamatan
6 Dendrogram (a) pengelompokan habitat berdasarkan kelimpahan
makrozoobenthos dan (b) parameter fisika-kimia perairan dan
bahan organik total sedimen

2
3
5
9
11

12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Lokasi pengamatan
2 Beberapa jenis makrozoobenthos yang ditemukan
3 Contoh uji t

18
18
19

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sungai merupakan badan air yang kontinum yang dapat menggambarkan
perubahan struktur dan fungsi komunitas sepanjang sungai hingga terjadi
perubahan gradien dari hulu sampai ke hilir (Vannote et al. 1980). Sungai
mempunyai kemampuan untuk membersihkan diri dari berbagai sumber masukan,
akan tetapi dapat menimbulkan masalah yang serius jika telah melebihi daya
dukungnya. Pada beberapa sungai yang masih tergolong bersih di Indonesia
terlihat kecenderungan mengalami pencemaran akibat berbagai aktivitas manusia
yang dapat mengganggu kualitas perairan sungai.
Sungai Pute adalah sungai yang mengalir di sekitar kawasan karst.
Kawasan karst merupakan salah satu bentang alam yang memiliki nilai hidrologi
cukup besar dan penting sebagai penyedia sumberdaya air. Karakteristik
hidrologi dan bentuk lahan kawasan karst diakibatkan oleh kombinasi batuan yang
mudah larut dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang baik (Ford &
Williams 1992 in Prayuni 2014).
Kawasan Karst Rammang-Rammang
merupakan bagian dari Kawasan Karst Maros-Pangkep yang memiliki luas
±42.000 ha (BLH Maros 2011). Sungai pute yang mengalir di sekitar kawasan
karst ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk berbagai kegiatan,
seperti kegiatan penangkapan ikan dan kolam, kegiatan wisata, dan pemanfaatan
pohon mangrove yang berada di pinggiran sungai menjadi bahan kerajinan dan
kayu bakar. Selain itu, Sungai Pute mendapatkan pengaruh dari aliran
pembuangan limbah domestik dan pertanian. Jika kegiatan tersebut tidak dikelola
dengan baik dapat mengganggu kualitas perairan baik dari segi fisika dan kimia
perairan Sungai Pute dan akan berdampak pada organisme yang hidup di perairan
tersebut.
Kualitas perairan yang menurun dapat menyebabkan terjadinya perubahan
pada komunitas penghuni perairan tersebut, antara lain dengan menghilangnya
suatu jenis organisme asli, perubahan komposisi, atau munculnya organisme jenis
lain yang lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang baru. Salah satu
organisme yang dapat dijadikan sebagai indikator kualitas lingkungan adalah
makrozoobenthos.
Menurut Odum (1993), makrozoobenthos merupakan
organisme akuatik yang hidup di dasar perairan dengan pergerakan yang relatif
lambat dan kehidupannya sangat dipengaruhi oleh substrat dasar dan kualitas
perairan. Sifatnya yang menetap dan cenderung tidak berpindah tempat
menjadikan organisme makrozoobenthos ini akan mendapat pengaruh dari
kualitas perairan yang berubah.
Struktur komunitas makrozoobenthos akan berbeda pada kondisi perairan
yang berbeda karena organisme makrozoobenthos memiliki batas toleransi
tertentu terhadap faktor lingkungan, baik fisika, kimia, maupun biologi. Pengaruh
dari berbagai kegiatan seperti industri, pertanian, dan tata guna lahan dapat dilihat
dengan mengkaji respon komunitas makrozoobenthos terhadap perubahan
lingkungan tersebut (APHA-AWWA-WEF 2012).

2
Perumusan Masalah
Sungai Pute di kawasan karst Rammang-Rammang merupakan salah satu
penopang utama sumberdaya air di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Sungai
Pute memerlukan analisis kualitas perairan mengingat berkembangnya aktivitas
masyarakat di DAS seperti pemukiman dan aktivitas penduduk, kegiatan
pertanian, dan kolam. Aktivitas masyarakat tersebut dapat merubah kualitas
perairan baik secara langsung maupun tidak langsung. Perubahan kualitas
perairan ini dapat direspon oleh makrozoobenthos yang menjadi indikator biologis
kondisi sungai. Selain perubahan kualitas perairan, kondisi hidrodinamika
perairan juga akan mempengaruhi beban masukan, kondisi substrat, dan
ketersediaan makanan bagi komunitas makrozoobenthos baik secara spasial atau
temporal. Diagram perumusan masalah kajian struktur komunitas
makrozoobenthos di Sungai Pute, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan disajikan
pada Gambar 1

Faktor Antropogenik

Hidrodinamika
+
Kualitas Air

Makrozoobenthos
?

Struktur komunitas
makrozoobenthos
terkait kegiatan
antropogenik

Substrat

Makrozoobenthos

_

Gambar 1 Diagram perumusan masalah kajian
struktur komunitas
makrozoobenthos di Sungai Pute, Kabupaten Maros, Sulawesi
Selatan

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur komunitas
makrozoobenthos terkait kegiatan antropogenik di sekitar Sungai Pute, Kabupaten
Maros, Sulawesi Selatan.

3

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2015. Penelitian dibagi
menjadi penelitian lapang dan penelitian laboratorium. Penelitian lapang
dilaksanakan di Sungai Pute, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan
(Gambar 2). Penelitian laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Kualitas Air,
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar,
Laboratorium Kimia Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin,
Makassar, dan Laboratorium Biologi Mikro 1, Divisi Produktivitas dan
Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian Sungai Pute, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Titik pengambilan contoh ditunjukkan oleh huruf-huruf A, B, C dan D

Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data primer yang diperoleh dengan
melakukan pengukuran langsung di lapangan dan analisis contoh di laboratorium.
Tahap penelitian diawali dengan melakukan survei pendahuluan untuk
mengumpulkan informasi awal dan menentukan stasiun pengambilan contoh.
Stasiun A mewakili daerah hulu, Stasiun B mewakili daerah sekitar dermaga,

4
Stasiun C mewakili daerah pertanian dan kolam, dan Stasiun D mewakili daerah
sekitar pemukiman warga. Pengambilan contoh air, makrozoobenthos, dan
sedimen dilakukan pada bagian tepi kanan sungai, bagian tengah, dan bagian tepi
kiri sungai pada empat stasiun yang berbeda selama tiga kali pengambilan contoh
dengan interval waktu dua minggu sekali. Pengambilan contoh air untuk analisis
parameter fisika (kekeruhan) dan kimia (salinitas, pH, dan BOD). Pengambilan
contoh makrozoobenthos dan sedimen menggunakan ekman grab dengan luas
bukaan mulut 25 x 25 cm. Pengambilan contoh makrozoobenthos untuk
identifikasi jenis dan pengambilan contoh sedimen untuk identifikasi tipe substrat
dan bahan organik total sedimen. Contoh sedimen dimasukkan ke dalam plastik
dan diberi label sesuai dengan nomor stasiun. Pengambilan contoh
makrozoobenthos dilakukan sebanyak enam kali ulangan setiap stasiun
pengamatan kemudian disaring menggunakan saringan dengan mesh size
berukuran 1 mm. Selanjutnya contoh dimasukkan ke dalam plastik dan
ditambahkan alkohol 70%. Identifikasi makrozoobenthos dilakukan dengan
mengamati ciri-ciri morfologi secara langsung dan menggunakan mikroskop.
Identifikasi makrozoobenthos mengacu pada buku identifikasi makrozoobenthos
Abbott (2001); Dance (2000); Gosner (1971).

Analisis Contoh
Parameter fisika – kimia perairan dan sedimen
Metode analisis parameter fisika dan kimia pada Sungai Pute mengacu pada
APHA-AWWA-WEF 2012 (Tabel 1). Parameter fisika meliputi kedalaman, suhu,
kekeruhan, dan arus. Parameter kimia meliputi salinitas, pH, dissolved oxygen
(DO), biological oxygen demand (BOD). Parameter sedimen yang diamati adalah
tipe substrat dan bahan organik total (BOT) sedimen.
Tabel 1 Metode analisis parameter fisika-kimia perairan dan bahan organik total
sedimen yang diamati
Parameter
Satuan
Alat ukur
Keterangan
Kedalaman
m
Tali berskala
In-situ
Suhu*
ºC
Termometer
In-situ
Kekeruhan*
NTU
Turbidity meter
In-situ
Arus
m s-1 Benda mengapung
In-situ
0
/00
Salinitas*
SCT meter
Eks-situ
pH*
pH meter
Eks-situ
-1
DO*
mg L
Peralatan titrasi
In-situ
BOD*
mg L-1
Peralatan titrasi
In-situ & Eks-situ
Tipe substrat
Sieve shaker, oven
Eks-situ
BOT Sedimen
%
Tanur, timbangan
Eks-situ
* Analisis parameter mengacu pada APHA-AWWA-WEF 2012
Tipe substrat
Analisis tipe substrat dilakukan untuk melihat perbedaan tipe substrat
berdasarkan tiga fraksi pada masing-masing lokasi pengamatan. Analisis ini

5
menggunakan Hydrometer dan hasil pengukuran persentase tekstur substrat
didasarkan pada segitiga Miller (Gambar 3).

Gambar 3 Persentase tipe substrat berdasarkan segitiga Miller (USDA; NRCS
2009)
Bahan organik total dalam sedimen
Analisis kadar bahan organik menggunakan metode gravimetri. Semua
bahan organik dianggap volatile (menguap) bila dibakar pada suhu 550ºC selama
empat jam. Rumus yang digunakan dalam perhitungan kadar bahan organik
(BSN; SNI 1965:2008)
t

x

Keterangan:
%BO : Persentase bahan organik sedimen
W0
: Berat material sedimen awal
Wt
: Berat material sedimen yang tersisa setelah pemanasan 550ºC
Kelimpahan makrozoobenthos
Kelimpahan makrozoobenthos dihitung berdasarkan jenis yang dijumpai
setelah diidentifikasi. Pada perhitungan kelimpahan digunakan unit individu per
meter persegi dan secara matematis dirumuskan sebagai berikut (Odum 1993):
K

xa

b
Keterangan:
K
: Kelimpahan makrozoobenthos per meter persegi (ind m-2)
a
: Jumlah makrozoobenthos yang dihitung (individu)
b
: Luas bukaan mulut ekman grab dalam satu kali sampling (cm2)
10.000 : Konversi dari m2 ke cm2.

6
Analisis Data
Komposisi makrozoobenthos
Komposisi jenis makrozoobenthos (%) didapatkan dari pembagian jumlah
individu per jenis dengan jumlah total individu per lokasi.
Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman
Indeks Keanekaragaman (H’) menggambarkan keadaan komunitas
organisme secara matematis agar mempermudah dalam menganalisa keragaman
jenis individu dalam suatu komunitas. Keanekaragaman jenis menunjukkan
jumlah jenis organisme yang terdapat dalam suatu area. Nilai keanekaragaman
dan keseragaman makrozoobenthos ditentukan dengan menggunakan Indeks
Keanekaragaman Shannon dan Wiener in Krebs (1989):
s

H



log

i

Keterangan:
H’
: Indeks keanekaragaman
pi
: Proporsi jenis ke-i
ni
: Jumlah individu jenis ke-i
N
: Jumlah total individu
s
: Jumlah jenis
Tingkat keanekaragaman secara umum dapat dibagi ke dalam 3 kriteria, yaitu
(Sudarso dan Wardiatno 2015):
H’<
: Keanekaragaman komunitas rendah
< H’< 3 : Keanekaragaman komunitas sedang
H’ > 3
: Keanekaragaman komunitas tinggi
Indeks Keseragaman dihitung dengan rumus sebagai berikut:
H
Hmaks
Keterangan:
E
: Indeks keseragaman
H’
: Indeks keanekaragaman
Hmax : Log2 S
S
: Jumlah taksa
Pengelompokan habitat
Analisis pengelompokkan habitat ini dilakukan untuk melihat
pengelompokkan berdasarkan kesamaan sifat fisik-kimia perairan dan bahan
organik total sedimen antar lokasi pengamatan (Indeks Canberra) dan kelimpahan
makrozoobenthos (Indeks Bray-Curtis). Rumus yang digunakan untuk analisis
pengelompokan habitat menggunakan Indeks Canberra (Krebs 1989) yaitu:
n

|y
[ ∑
n
(y

yix |

yix )

]

7
Rumus analisis pengelompokan habitat menggunakan Indeks Bray-Curtis:
n

[∑

|xi xix |
]
x xix

Keterangan:
S
: Similaritas
n
: Jumlah jenis
x1i
: Nilai data parameter ke-i di stasiun x
x2i
: Nilai data parameter ke-i di stasiun x+1
xix
: Nilai kepadatan benthos ke-i pada stasiun x
xix+1 : Nilai kepadatan benthos ke-i pada stasiun x+1
Uji t-2 independent samples
Uji t-2 independent samples dilakukan untuk melihat apakah terdapat
perbedaan rata-rata antara dua contoh bebas. Pada penelitian ini, uji t-2
independent samples digunakan untuk melihat perbedaan kelimpahan
makrozoobenthos antarstasiun dan parameter fisika-kimia perairan dan bahan
organik total sedimen antarstasiun. Rumus dari pengujian ini adalah (Elliott dan
Woodward 2007):

t

̅ ̅



n

n

Keterangan:
̅1
: Rata-rata contoh 1
̅2
: Rata-rata contoh 2
: Ragam contoh 1
: Ragam contoh 2
n1
: Jumlah contoh 1
n2
: Jumlah contoh 2
Hipotesis
H0
: Parameter kelompok 1 dan 2 tidak berbeda
H1
: Parameter kelompok 1 dan 2 berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi lingkungan
Perairan Sungai Pute merupakan jalur sirkulasi utama kawasan karst
Rammang-Rammang yang terancam rusak akibat aktivitas manusia. Kawasan

8
karst Rammang-Rammang terpisah dari gugusan karst inti Maros-Pangkep.
Kondisi ini membuat Sungai Pute tidak masuk ke dalam zona Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung, tetapi masuk ke dalam zona pengembangan ekonomi.
Setiap stasiun pengamatan di Sungai Pute memiliki tata guna lahan yang
berbeda (Lampiran 1). Stasiun A merupakan bagian hulu sungai yang masih
banyak vegetasi hijau dan digunakan sebagai jalur transportasi perahu wisata dan
jalur perahu antar perkampungan. Jarak lokasi Stasiun A dari laut sekitar 20 km
dengan ketinggian 8 m dpl. Stasiun B di sekitar daerah dermaga dan pada bagian
tepi terdapat kolam dan beberapa rumah warga. Jarak lokasi stasiun B dari laut
sekitar 16,5 km dengan ketinggian 3 m dpl. Stasiun C merupakan daerah
pertemuan dua aliran sungai, yaitu Sungai Pute dan Sungai Maros. Tata guna
lahan di bagian tepi, yaitu aktivitas pertanian dan kolam. Jarak lokasi Stasiun C
dari laut sekitar 16 km dengan ketinggian 2 m dpl. Stasiun D disekitar daerah
pemukiman warga yang berjarak sekitar 15 km dari laut dengan ketinggian 2 m
dpl.
Pengukuran parameter kualitas air dilakukan pada waktu yang sama dengan
waktu pengambilan contoh sedimen dan makrozoobenthos. Hasil pengukuran
kualitas air dan tipe substrat sedimen pada keempat stasiun disajikan pada Tabel 2
dan Tabel 3.
Tabel 2 Nilai rata-rata parameter kualitas air di Sungai Pute, Kabupaten Maros.
Parameter

Satuan

Lebar sungai*
Kedalaman
Suhu
Kekeruhan
Arus
Salinitas
pH
DO
BOD
BOT Sedimen

(m)
(m)
ºC
NTU
m s-1
ppt
mg L-1
mg L-1
%

A
2
1,12 ± 0,23
28,0 ± 0,58
3,52 ± 1,74
0,15 ± 0,04
5,90 ± 0,81
7,52 ± 0,10
8,30 ± 0,89
5,88 ± 0,15
28,68 ± 2,47

Stasiun
B
C
40
30
2,24 ±0,10
2,20 ± 0,24
28,6 ± 0,24
27,7 ± 0,34
8,16 ± 2,48
11,2 ± 2,02
0,03 ± 0,02
0,11 ± 0,04
3,87 ± 1,16
2,61 ± 0,67
7,60 ± 0,06
7,61 ± 0,13
7,62 ± 0,79
7,53 ± 0,26
5,36 ± 1,52
5,28 ± 0,91
24,78 ± 0,59 17,52 ± 2,85

D
40
2,47 ± 0,25
27,3 ± 0,34
7,13 ± 2,64
0,02 ± 0,00
3,93 ± 1,79
7,47 ± 0,14
7,36 ± 0,15
5,19 ± 0,52
19,50 ± 2,17

Sumber: * Data Penelitian Prayuni (2014);
Tabel 3 Tipe substrat sedimen Sungai Pute di setiap stasiun pengamatan
Stasiun
A

B

C

D

Substasiun
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3

Tekstur
Pasir (%) Debu (%) Liat (%)
79
14
7
88
7
5
79
14
7
75
18
6
68
24
8
82
12
5
27
30
43
35
35
30
48
19
33
33
32
35
30
34
37
38
29
33

Kelas Tekstur
Pasir berlempung
Pasir
Pasir berlempung
Lempung berpasir
Lempung berpasir
Pasir berlempung
Liat
Lempung berliat
Lempung liat berpasir
Lempung berliat
Lempung berliat
Lempung berliat

9
Komposisi tekstur sedimen Sungai Pute bervariasi pada setiap stasiun
pengamatan. Pada Stasiun B, C, dan D tipe tekstur lempung dan liat sedangkan
Stasiun A pasir berlempung. Hal ini disebabkan karena arus pada Stasiun A lebih
tinggi dibandingkan stasiun B, C, dan D. Menurut Odum (1993), arus akan
mempengaruhi proses pengendapan partikel-partikel ke dasar perairan yang
dijadikan sebagai tempat hidup makrozoobenthos.
Kelimpahan dan komposisi makrozoobenthos
Jenis, kelimpahan rata-rata, total kelimpahan, jumlah spesies dan komposisi
makrozoobenthos yang ditemukan pada setiap stasiun selama 3 kali pengamatan
disajikan pada Gambar 4 dan Tabel 4. Makrozoobenthos yang ditemukan selama
pengamatan terdiri dari 13 genus yang termasuk ke dalam 7 famili dan 4 kelas.
Spesies Melanoides acrea ditemukan paling banyak yang berasal dari famili
Thiaridae dari kelas Gastropoda. Jumlah spesies pada setiap stasiun pengamatan
selama tiga kali waktu pengambilan contoh berkisar 6-9 spesies.
Selama tiga kali pengamatan, komposisi makrozoobenthos dengan
persentase tertinggi adalah Melanoides acrea pada semua stasiun pengamatan,
yaitu 38,34 % di Stasiun A, 28,75 % di Stasiun B, 33,97 % di Stasiun C dan
35,50 % di Stasiun D. Komposisi dengan persentase terendah adalah Littorina sp.
yang hanya terdapat pada Stasiun A sebesar 1,42 % dan Stasiun B sebesar 0,50 %.
Spesies lain yang ditemukan selama pengamatan menyebar hampir seragam pada
semua stasiun pengamatan. Stasiun A tidak ditemukan spesies dari kelas
amphipoda, Corbicula sp., Melanoides sp. 1 dan Melanoides asperata. Stasiun B
tidak ditemukan Corbicula sp.. Stasiun C tidak ditemukan spesies dari kelas
amphipoda, Littorina sp., Melanoides sp.1, Melanoides sp.2, dan Thiara sp.2.
Pada Stasiun D tidak ditemukan Littorina sp. dan Thiara sp.2. Perbedaan
persentase komposisi ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan beberapa
parameter fisika-kimia perairan dan sedimen.

Komposisi

100%

Thiara sp.2

90%

Thiara sp.1

80%

Nereidae

70%

Modiolus sp.
Melanoides asperata

60%

Melanoides acrea
50%

Melanoides sp.3

40%

Melanoides sp.2

30%

Melanoides sp.1

20%

Littorina sp.
Cytodaria sp.

10%

Corbicula
0%
A

B

C

D

Amphipoda

Stasiun

Gambar 4 Komposisi makrozoobenthos selama tiga kali pengamatan

10

Tabel 4 Kelimpahan rata-rata dan jumlah spesies setiap stasiun pengamatan
Waktu pengambilan contoh
23 Maret 2015
05 April 2015
Spesies
Stasiun
A
B
C
D
A
B
C
D
Kelimpahan (ind/m2)
Amphipoda
0
0
0
0
0
11
0
48
Corbicula
0
0
5
11
0
0
11
0
Cytodaria sp.
0
48
75
43
21
11
69
11
Littorina sp.
11
5
0
0
0
0
0
0
Melanoides sp.1
0
85
0
11
0
0
0
0
Melanoides sp.2
27
11
0
16
53
11
0
0
Melanoides sp.3
0
0
0
16
75
123
11
43
Melanoides acrea
107
37
5
53
155
181
133
80
Melanoides asperata
0
0
21
0
0
0
21
11
Modiolus sp.
5
43
5
11
0
11
21
11
Nereidae
0
16
5
21
0
133
96
11
Thiara sp.1
48
21
0
0
43
0
0
0
Thiara sp.2
11
48
0
0
0
0
0
0
Jumlah
6
9
6
8
6
7
8
7
Total (ind/m2)
209
314
116
182
353
488
370
222

19 April 2015
A

B

C

D

0
0
53
0
0
0
27
27
0
11
37
43
0
6
204

0
0
27
0
0
0
32
128
27
69
101
0
21
7
412

0
11
21
0
0
0
48
128
11
0
64
21
0
7
311

21
11
37
0
0
0
0
80
0
0
43
11
0
6
209

11
Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman
Indeks Keanekaragaman merupakan salah satu aplikasi penting dalam
mengkaji secara biologi kondisi suatu lingkungan (Heip & Engels 1974). Indeks
Keseragaman menggambarkan keseimbangan komposisi individu tiap spesies
yang terdapat dalam suatu komunitas. Perhitungan Indeks Keanekaragaman dan
Indeks Keseragaman hanya berfungsi sebagai penjelas dan menjadi lengkap ketika
dikaitkan dengan fungsi ekologi suatu lingkungan (Heip et al. 1998). Hasil
perhitungan Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman komunitas
makrozoobenthos selama pengamatan disajikan pada Gambar 5.
1

Indeks Keseragaman (E)

Indeks Keanekaragaman (H')

3

2,5

2

1,5

0,8

0,7

0,6

0,5

1
A

B

C
Stasiun

(a)
Gambar 5

0,9

D

A

B

C

D

Stasiun

(b)

Diagram (a) Indeks Keanekaragaman (H’) dan (b) Indeks
Keseragaman (E) selama tiga kali pengamatan

Sebagai penjelasan Gambar 5, Indeks Keanekaragaman (H’) berkisar 1,472,84 dan Indeks Keseragaman (E) berkisar 0,57-0,95. Indeks Keanekaragaman
terbesar pada Stasiun B dan Indeks Keseragaman terbesar pada Stasiun A,
sedangkan Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman terkecil pada
Stasiun C. Keanekaragaman yang tinggi tidak selalu menyebabkan nilai
keseragaman yang tinggi pula. Indeks Keanekaragaman tergolong rendah karena
jumlah spesies yang ditemukan pada pengamatan tergolong sedikit. Nilai Indeks
Keseragaman yang tinggi (mendekati 1) menandakan bahwa kondisi lingkungan
perairan cukup baik dan komunitas tergolong stabil karena penyebaran individu
tiap jenis relatif sama.
Pengelompokan habitat
Pengelompokan dilakukan untuk menentukan kesamaan karakteristik
antarstasiun. Pada penelitian ini pengelompokan habitat dilakukan untuk melihat
kesamaan karakteristik berdasarkan kelimpahan makrozoobenthos dan parameter
fisika-kimia perairan dan bahan organik total sedimen (Gambar 6). Pada
kesamaan 80 %, Gambar 6a dan 6b memperlihatkan empat pengelompokan
stasiun.

12

(a)

(b)
Gambar 6

Dendrogram (a) pengelompokan habitat berdasarkan kelimpahan
makrozoobenthos dan (b) parameter fisika-kimia perairan dan bahan
organik total sedimen

Pembahasan
Jenis makrozoobenthos yang ditemukan terdistribusi sepanjang stasiun
pengamatan adalah Cytodaria sp., Melanoides sp.3., Melanoides acrea, Modiolus
sp., Nereidae, dan Thiara sp.1 (Lampiran 2). Komposisi makrozoobenthos yang

13
ditemukan pada setiap stasiun pengamatan didominasi oleh spesies dari kelas
Gastropoda. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rada dan Puljas (2010);
Vuckovic et al. (2009) bahwa Gastropoda adalah spesies yang paling banyak
ditemukan di Sungai Karst Croatia. Penelitian Zulkifli dan Setiawan (2011) di
Sungai Musi juga mendapatkan hasil bahwa jenis dari kelas Gastropoda melimpah
dengan persentase komposisi yang tinggi. Hal ini menunjukkan Gastropoda lebih
toleran terhadap perubahan kondisi lingkungan sehingga memiliki kemampuan
adaptasi tinggi. Menurut Agi dan Okwuosa (2001); Kalyoncu et al. (2008);
Esenowo dan Ugwumba (2010); Sahin (2012), Gastropoda memiliki kemampuan
adaptasi yang tinggi dan toleransi yang luas terhadap kondisi perairan dan cuaca
yang berbeda.
Struktur komunitas makrozoobenthos dapat dipengaruhi oleh aktivitas
antropogenik di sepanjang aliran Sungai Pute yang berpotensi menimbulkan
tekanan lingkungan terhadap jenis makrozoobenthos tertentu. Menurut Krebs
(1989), salah satu karakteristik dari struktur komunitas adalah keanekaragaman
spesies. Stasiun D mendapatkan pengaruh aktivitas antropogenik seperti limbah
domestik dari pemukiman warga di sekitar sungai memiliki nilai Indeks
Keanekaragaman berkisar 2,24-2,71. Stasiun C di sekitar daerah pertanian dan
kolam memiliki nilai Indeks Keanekaragaman berkisar 1,47-2,29. Stasiun B di
sekitar daerah dermaga memiliki Indeks Keanekaragaman berkisar antara 2,032,84. Stasiun A yang terletak di bagian hulu sungai dan digunakan sebagai jalur
transportasi perahu memiliki Indeks Keanekaragaman berkisar antara 1,94-2,45.
Nilai Indeks Keanekaragaman keempat stasiun pengamatan tergolong
sedang sehingga dapat dikatakan bahwa penyebaran jumlah individu tiap jenis
sedang dan kestabilan komunitas sedang. Nilai Indeks keanekaragaman terendah
pada Stasiun A sebesar 1,94 dan tertinggi pada Stasiun B sebesar 2,84. Hal ini
diduga karena Stasiun A memiliki nilai salinitas yang tinggi. Berdasarkan hasil
penelitian Roy dan Nandi (2012), variasi distribusi spasial-temporal
makrozoobenthos di muara Hugli-Matla, India dipengaruhi oleh salinitas yang
berfluktuasi, kondisi substrat, dan tekanan antropogenik. Nilai Indeks
Keseragaman di Sungai Pute tergolong tinggi (mendekati 1). Hal ini menunjukkan
bahwa kelimpahan individu makrozoobenthos antar jenis pada setiap stasiun
pengamatan cenderung merata dan tidak ada dominansi jenis tertentu.
Pengelompokan habitat pada taraf kesamaan 80 % memperlihatkan
perbedaan kelompok antarstasiun pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa
perbedaan kondisi fisika-kimia perairan dan bahan organik total sedimen
berpengaruh terhadap kelimpahan makrozoobenthos. Perbedaan ini diduga karena
jarak, lokasi, dan tata guna lahan pada setiap stasiun pengamatan.
Pengelompokan Stasiun A karena nilai salinitas yang tinggi diduga
merupakan salah satu penyebab rendahnya kelimpahan dan komposisi
makrozoobenthos. Hasil uji t menunjukkan salinitas Stasiun A berbeda dari
Stasiun C (p < 0,1) (Lampiran 3). Nilai salinitas yang tinggi disebabkan karena
Stasiun A berada di bagian dalam kawasan karst dengan sumber air utama berasal
dari mata air karst. Menurut penelitian Mustafa (2015) pada sumber mata air
karst di Iraq diketahui bahwa mineral yang terukur antara lain Ca, Mg, dan SO4.
Konsentrasi dari mineral-mineral tersebut berpengaruh terhadap pengukuran
salinitas dan kelimpahan makrozoobenthos yang ditemukan lebih sedikit. Hal ini
diduga hanya makrozoobenthos yang mampu beradaptasi pada salinitas cukup

14
tinggi yang dapat bertahan hidup. Salinitas dapat mempengaruhi penyebaran
organisme benthos baik secara horizontal maupun vertikal (Odum 1993) dan
secara tidak langsung mengakibatkan adanya perubahan komposisi organisme
dalam suatu ekosistem (Barnes 1980). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Ysebaert et al. (2003); Uwadiae (2009); Yu et al. (2012); Islam et al. (2013) yang
mendapatkan hasil bahwa faktor utama yang menyusun komposisi dan kepadatan
spesies bentik adalah salinitas dan komposisi partikel substrat.
Pengelompokan Stasiun B yang berada di bagian terluar kawasan karst
disebabkan karena nilai kekeruhan dan bahan organik total sedimen yang tinggi.
Hasil uji t menunjukkan kekeruhan Stasiun B berbeda dari stasiun A (p < 0,1) dan
bahan organik total sedimen Stasiun B berbeda dari stasiun A dan D (p < 0,1)
(Lampiran 3). Hal ini diduga karena aktivitas perahu wisata di sekitar dermaga
yang menyebabkan pengadukan partikel sedimen di dasar perairan. Menurut
Hawkes (1979), adanya kekeruhan dan padatan tersuspensi akan menghalangi
penetrasi cahaya ke badan air sehingga proses fotosintesis akan terganggu dan
secara tidak langsung akan mempengaruhi makanan makrozoobenthos. Selain itu,
nilai bahan organik total sedimen tinggi karena beberapa aktivitas jaring apung di
sekitar lokasi pengamatan. Meskipun nilai kekeruhan dapat mempengaruhi
penurunan kelimpahan dan komposisi makrozoobenthos, akan tetapi pada
pengamatan ini nilai kekeruhan masih optimum untuk kehidupan
makrozoobenthos (Tabel 2). Menurut Sudarso dan Wardiatno (2015), peningkatan
kekeruhan diatas 23 NTU dapat menurunkan kekayaan dan kepadatan taksa dari
sebagian besar makrozoobenthos.
Pengelompokan stasiun C di sekitar lokasi pertanian dan kolam karena
faktor bahan organik total sedimen. Hasil uji t menunjukkan bahan organik total
sedimen Stasiun C berbeda dari Stasiun A (p < 0,1) (Lampiran 3). Bahan organik
total sedimen rata-rata tergolong rendah dibandingkan ketiga stasiun lainnya. Hal
ini diduga karena pengaruh arus yang cukup tinggi menyebabkan bahan organik
yang tersuspensi dalam air bersirkulasi terus menerus sehingga sulit mengendap
di dasar perairan. Menurut penelitian Satriadi & Widada (2014) dalam
penelitiannya tentang distribusi muatan padatan tersuspensi di Muara Sungai
Bodri, arus akan menyebabkan pengadukan sedimen di dasar dan sirkulasi terjadi
secara terus menerus sehingga sedimen sulit untuk mengendap di dasar perairan.
Pengelompokan Stasiun D di sekitar daerah pemukiman warga juga
disebabkan nilai bahan organik total sedimen yang tergolong rendah jika
dibandingkan Stasiun A dan B. Hasil uji t menunjukkan bahan organik total
sedimen Stasiun D berbeda dari Stasiun A dan B (p < 0,1) (Lampiran 3). Trannum
et al. (2006) mengemukakan bahwa bahan organik total pada sedimen merupakan
faktor penting bagi komposisi fauna bentik. Kandungan bahan organik total
sedimen yang rendah menyebabkan perbedaan komposisi dan penurunan
kelimpahan makrozoobenthos dibandingkan kedua stasiun tersebut. Hal ini sesuai
dengan penelitian Musthofa et al. (2014) di Sungai Wedung, Kabupaten Demak
bahwa stasiun yang memiliki kandungan bahan organik total sedimen yang rendah
menyebabkan kelimpahan dan komposisi makrozoobenthos yang ditemukan juga
rendah.
Struktur komunitas makrozoobenthos di Sungai Pute berdasarkan Indeks
Keanekaragaman memiliki kisaran 1,47-2,84. Berdasarkan pengelompokan
habitat terdapat empat kelompok habitat yang berbeda dan hasil uji t menunjukkan

15
perbedaan dipengaruhi oleh parameter fisika-kimia perairan dan sedimen seperti
kekeruhan, salinitas, dan bahan organik total sedimen. Perbedaan beberapa
parameter tersebut mengindikasikan bahwa terdapat pengaruh aktivitas
antropogenik di sepanjang aliran sungai yang dapat mengubah kualitas perairan.

KESIMPULAN
Struktur komunitas makrozoobenthos dalam penelitian ini berbeda untuk
keempat lokasi. Stasiun yang terletak di bagian hulu dipengaruhi oleh salinitas,
sedangkan stasiun yang terletak di bagian hilir dipengaruhi oleh bahan organik
total sedimen dan kekeruhan. Perbedaan tersebut mengindikasikan bahwa terdapat
pengaruh aktivitas antropogenik pada stasiun yang terletak di bagian hilir.

DAFTAR PUSTAKA
[APHA; AWWA; WEF] American Public Health Association; American Water
Works Association; Water Environment Federation. 2012. Standard
Methods for the Examination of Water and Wastewater. 22nd ed. Rice EW,
Baird RB, Eaton AD, Clesceri LS, editor. Washington DC (US): APHA.
1360 p.
[BLH Maros] Badan Lingkungan Hidup Maros. 2011. Rencana Aksi Pengelolaan
Ekosistem Karst Maros Pangkep. Makassar (ID): BLH.
[BSN; SNI] Badan Standar Nasional; Standar Nasional Indonesia. 2008. Cara Uji
Penentuan Kadar Air untuk Tanah dan Batuan di Laboratorium. Jakarta
(ID): BSN. 16 p.
[USDA; NRCS] The U.S. Department of Agriculture; Natural Resources
Conservation Service. 2012. Field Book for Describing and Sampling Soils.
Version 3.0 ed. Schoeneberger PJ, Wysocki DA, Benham, Soil Survey
Staff, editor. Washington DC (US): USDA. 300 p.
Abbott RT. 2001. Seashells of the World. New York (U ): t Martin’s Press
Agi PI dan Okwuosa VN. 2001. Aspects of Water Quality of Freshwater Systems
Harboring Snail Vectors Schistosome Parasites in Jos, Nigeria. Journal of
Aquatic Science. Volume 16 (1). Hal. 13-17.
Barnes RSK. 1980. Invertebrate Zoology. 4th ed. W.B Saunders College.
Dance SP. 2000. Shells. New York (US): Dorling Kindersley.
Elliott AC dan Woodward WA. 2007. Comparing One or Two Means Using the
T-Test. Statistical Analysis Quick Reference Guidebook.
Esenowo IK dan Ugwumba AAA. 2010. Composition and Abundance of
Macrobenthos in Majidun River, Ikorordu Lagos State, Nigeria. Research
Journal of Biological Sciences. Volume 5 (8). Hal. 556-560.
Gosner KL. 1971. Guide Identification of Marine and Estuarine Invertebrates.
New York (US): Curator of Zoology.

16
Hawkes HA. 1979. Invertebrates as Indicators of River Water Quality. Hal. 2 (138). In James A. And L. Evison (Ed). Biological indicators of water quality.
John Wiley & Sons. Chichester.
Heip C dan Engels P. 1974. Comparing Species Diversity and Evenness Indices.
Journal of the Marine Biological Association U.K. Volume (54). Hal. 559563.
Heip CHR, Herman PMJ, Soetaert K. 1998. Indices of Diversity and Evenness.
Oceanis. Volume 24 (4). Hal. 61-87.
Islam MS, Sikder MNA, Al-Imran M, Hossain MB, Mallick D, Morshed MM.
2013. Intertidal Macrobenthic Fauna of The Karnafuli Estuary: Relations
with Environmental Variables. World Applied Sciences Journal. Volume 21
(9). Hal. 1366-1373.
Kalyoncu H, Barlas M, Yildirim MZ, Yorulmaz B. 2008. Gastropods of Two
Important Streams of Gokova Bay (Mugla, Turkey) and Their Relationship
With Water Quality. International Journal of Science & Technology.
Volume 3 (1). Hal. 27-36.
Krebs CJ. 1989. Ecology. The Experimental Analysis of Distribution and
Abundance. Harper and Row Publication. New York.
Mustafa O, Merkel B, Weise SM. 2015. Assesment of Hydrogeochemistry and
Environmental Isotopes Karst Springs of Makook Anticline, Kurdistan
Region, Iraq. Hydrology. Volume 2. Hal. 48-68.
Musthofa A, Muskananfola MR, Rudiyanti S. 2014. Analisis Struktur Komunitas
Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Sungai Wedung
Kabupaten Demak. Diponegoro Journal of Maquares. Volume 3 (1). Hal.
81-88.
Odum PE. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Penerjemah. Samingan T. Gadjah Mada
University Press.
Prayuni I. 2014. Perancangan Lanskap Koridor Sungai Pute Di Kawasan Karst
Rammang-Rammang Sebagai Kawasan Geowisata [tesis]. Bandung (ID):
Institut Teknologi Bandung.
Rada B dan Puljas
Do Karst Rivers “deserve” their own biotic index? A
ten years study on macrozoobenthos in Croatia. International Journal of
Speleology. Volume 39 (2). Hal. 137-147.
Roy M dan Nandi NC. 2012. Distribution Pattern of Macrozoobenthos in Relation
to Salinity of Hugli-Matla Estuaries in India. Wetlands Article. Volume 32
(6). Hal. 1001-1009.
Sahin SK. 2012. Gastropods Species Distribution and its Relation with Some
Physico-chemical Parameters of The Malatya’s treams ( ast Anatolia,
Turkey). Acta Zoologica Bulgarica Journal. Volume 64 (2). Hal. 129-134.
Satriadi A dan Widada S. 2004. Distribusi Muatan Padatan Tersuspensi di Muara
Sungai Bodri, Kabupaten Kendal. Jurnal Ilmu Kelautan. Volume 9 (2). Hal.
101-107.
Sudarso J dan Wardiatno Y. 2015. Penilaian Status Mutu Sungai dengan Indikator
Makrozoobenthos. Bogor (ID): Pena Nusantara. 397 p.
Trannum HC, Brakstad F, dan Neff J. 2006. Sediment Characterization and
Parameter Estimation. Report of ERMS (Environmental Risk Management
System).

17
Uwadiae RE. 2009. Response of Benthic Macroinvertebrate Community to
Salinity Gradient in a Sandwiched Coastal Lagoon. Report and Opinion.
Volume 1 (4). Hal. 45-55.
Vannote RL, Minshall KW, Sedell JR, Cushing CE. 1980. The River Continum
Concept. Can. J. Fish. Aquat. Sci. Volume 37. Hal. 130-137.
Vuckovic I, Bozak I, Ivkovic M, Jelencic M, Kerovec M, Popijac A, Previsic A,
Sirac S, Zrinski I, Kucinic M. 2009. Composition and Structure of Benthic
Macroinvertebrate Communities in The Mediterranean Karst River The
Cetina and Its Tributary The Ruda, Croatia. National Croatia. Volume 18
(1). Hal. 49-82.
Ysebaert T, Herman PMJ, Meire P, Craeymeersch, Verbeek H, Heip CHR. 2003.
Large-scale Spatial Patterns in Estuaries; Estuarine Macrobenthic
Communities in The Schelde Estuary, NW Europe. Estuarine, Coastal and
Shelf Science. Volume 57. Hal. 335-355.
Yu OH, Lee HG, Lee JH. 2012. Influence of Environmental Variables on the
Distribution of Macrobenthos in The Han River Estuary, Korea. Ocean
Sci.J. Volume 47 (4). Hal. 519-528.
Zulkifli H dan Setiawan D. 2011. Struktur Komunitas Makrozoobenthos di
Perairan Sungai Musi Kawasan Pulokerto sebagai Instrumen Biomonitoring.
Jurnal Nature Indonesia. Volume 14 (1). Hal. 95-99.

18

LAMPIRAN
Lampiran 1 Lokasi pengamatan

Stasiun A

Stasiun C

Stasiun B

Stasiun D

Lampiran 2 Beberapa jenis makrozoobenthos yang ditemukan

Cytodaria sp.

Modiolus sp.

19

Melanoides sp.2

Melanoides sp.3

Nereidae

Thiara sp.1

Corbicula sp.

Melanoides acrea

Lampiran 3 Contoh uji t
Uji t salinitas Stasiun A dan C
Hipotesis
H0: Salinitas Stasiun A dan C tidak berbeda
H1: Salinitas Stasiun A dan C berbeda
Tabel uji t

Kesimpulan : p (0,060) < α (0,1) yang artinya tolak H0

20
Keputusan : Salinitas Stasiun A dan C berbeda
Uji t kekeruhan Stasiun B dan A
Hipotesis
H0: Kekeruhan Stasiun B dan A tidak berbeda
H1: Kekeruhan Stasiun B dan A berbeda
Tabel uji t

Kesimpulan : p (0,057) < α (0,1) yang artinya tolak H0
Keputusan : Kekeruhan Stasiun B dan A berbeda
Uji t bahan organik total sedimen Stasiun B dan A
Hipotesis
H0: Bahan organik total sedimen Stasiun B dan A tidak berbeda
H1: Bahan organik total sedimen Stasiun B dan A berbeda
Tabel uji t

Kesimpulan : p (0,056) < α (0,1) yang artinya tolak H0
Keputusan : Bahan organik total sedimen Stasiun B dan A berbeda
Uji t bahan organik total sedimen Stasiun B dan D
Hipotesis
H0: Bahan organik total sedimen Stasiun B dan D tidak berbeda
H1: Bahan organik total sedimen Stasiun B dan D berbeda

21
Tabel uji t

Kesimpulan : p (0,015) < α (0,1) yang artinya tolak H0
Keputusan : Bahan organik total sedimen Stasiun B dan D berbeda
Uji t bahan organik total sedimen Stasiun C dan A
Hipotesis
H0: Bahan organik total sedimen Stasiun C dan A tidak berbeda
H1: Bahan organik total sedimen Stasiun C dan A berbeda
Tabel uji t

Kesimpulan : p (0,062) < α (0,1) yang artinya tolak H0
Keputusan : Bahan organik total sedimen Stasiun C dan A berbeda
Uji t bahan organik total sedimen Stasiun D dan A
Hipotesis
H0: Bahan organik total sedimen Stasiun D dan A tidak berbeda
H1: Bahan organik total sedimen Stasiun D dan A berbeda
Tabel uji t

Kesimpulan : p (0,062) < α (0,1) yang artinya tolak H0
Keputusan : Bahan organik total sedimen Stasiun D dan A berbeda

22

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Barru pada tanggal 18 Juli 1993 dari
pasangan Rusdi, S.Sos (Ayah) dan Nursidah (Ibu). Penulis
adalah anak kedua dari dua bersaudara. Penulis berhasil
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2011
melalui jalur SNMPTN Undangan dan diterima di
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Sebelumnya Penulis
menempuh pendidikan di SD Inpres Barru 1 dari tahun 19992005, MTs Negeri Mangempang Barru dari tahun 2005-2008,
dan SMA Negeri 1 Barru dari tahun 2008-2011.
Selama mengikuti perkuliahan, Penulis pernah menjadi asisten praktikum
Ekologi Perairan pada tahun 2013/2014. Penulis juga pernah berkontribusi pada
beberapa kepanitiaan selama Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dan aktif sebagai
anggota dalam Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan (BEM-C) divisi Advokemah pada tahun 2013/2014. Penulis juga aktif
sebagai anggota Kelompok Pemerhati Lingkungan dan Perairan ATLANTIK
HIMASPER. Sebagai persyaratan akhir studi di Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Struktur
Komunitas Makrozoobenthos di Sungai Pute (Kawasan Karst RammangRammang), Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.