Induksi Embrio Somatik Dari Kalus Embriogenik Dan Perkecambahan Planlet Jeruk Varietas Soe

INDUKSI EMBRIO SOMATIK DARI KALUS EMBRIOGENIK DAN
PERKECAMBAHAN PLANLET JERUK SOE

FITRIA NANDA UTAMI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul ”Induksi Embrio
Somatik dari Kalus Embriogenik dan Perkecambahan Planlet Jeruk SoE” adalah
benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,

Januari 2016

Fitria Nanda Utami
NIM A24134018

ABSTRAK
FITRIA NANDA UTAMI. Induksi Embrio Somatik dari Kalus Embriogenik dan
Perkecambahan Planlet Jeruk Varietas SoE. Dibimbing oleh AGUS PURWITO.
Embrio somatik dapat diregenerasikan dari kalus embriogenik. Setelah
melalui tahap perkembangan dari globular, jantung, torpedo dan kotiledon, planlet
harus cukup besar untuk dapat menyesuaikan diri ketika aklimatisasi. Penelitian
ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh ABA
dalam induksi embrio somatik dari kalus embriogenik jeruk SoE, mempelajari
pengaruh GA3 dalam perkembangan planlet dari embrio somatik, serta pengaruh
konsentrasi media MW dalam perkecambahan planlet. Penelitian ini dilakukan di

Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan November 2014 sampai Mei 2015.
Penelitian tersusun atas tiga percobaan yaitu 1) Induksi embriosomatik dari kalus
embriogenik. 2) Perkecambahan embrio somatic dan 3) Pertumbuhan planlet.
Induksi embrio somatik menggunakan kalus embriogenik yang ditanam di media
MS ditambah dengan ABA (0, 0.5, 1.5, 2.5, 3.5) mg L-1. Regenerasi planlet
menggunakan embrio somatik fase kotiledon yang ditanam pada media MS
dengan penambahan GA3 (0, 0.5, 1.5, 2.5, 3.5) mg L-1 dan perkecambahan planlet
menggunakan konsentrasi media MS (0.25, 0.5 dan 1.0 kali konsentrasi medium).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kontrol adalah yang terbaik dalam
induksi embrio somatik. Pada percobaan kedua media terbaik adalah media MW
yang ditambahkan 2.5 GA3 mgL-1 dan pada percobaan ketiga untuk Media
pertumbuhan terbaik adalah menggunakan 0.5 kali konsentrasi.
Kata kunci : ABA, embrio somatik, giberelin acid, regenerasi.

iii

ABSTRACT
FITRIA NANDA UTAMI. Somatic Embryo Induction from Embryogenic Callus
and Plantlets germination of Citrus CV SoE. Under immediate supervision of

AGUS PURWITO.
Somatic embryos can be regenerated from embriogenic callus. After the
folowing stage of grobular, heart, torpedo and cotyledonary stage, the planlet
should be large enough to be acclimatized. This research aims was to study the
effect of ABA concentration in the induction of somatic embryos from
embryogenic callus, studied the effect of GA3 in the development of plantlets
from somatic embryos, and the effect of media concentration in an germination of
plantlets. This research was conducted in Tissue Culture Laboratory, Department
of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural
University of months November 2014 to May 2015. The study was composed of
three trials namely: 1) Induction of somatic embryos from embryogenic callus. 2)
Regeneration of plantlets and 3) Germination embrio somatic plantlets. Induction
of embryo somatic was using embriogenic callus as planted in the media MS
supplemented with ABA (0. 0.5, 1.5, 2.5, 3.5) mg L-1. Induction of embrio
somatic to produce plantlet used embriosomatic cotyledonary stage plantled to the
media MS suplemented with GA3 (0, 0.5, 1.5, 2.5, 3.5) mg L-1, and maturation of
plantlet done by using the different concentration of MS media (0.25, 0.5 dan 1.0
concentration). The results showed that the control is the best results in the
induction of somatic embryos. In the second experiment for induction
embriosomatic, best medium was medium MW added with 2.5 GA3 mg L-1 and

in a third experiment, best germination media was media MW with (0.5 x
concentration).
Keywords: ABA, gibberellin acid, regeneration, somatic embryos.

iv

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulisdalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

v


INDUKSI EMBRIO SOMATIK DARI KALUS EMBRIOGENIK DAN
PERKECAMBAHAN PLANLET JERUK SOE

FITRIA NANDA UTAMI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

vii
PRAKATA

Puji syukur senantiasa penulis haturkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan hidayah dan kekuataan-Nya, sehingga penelitian ini dapat
diselesaikan dengan baik. Adapun judul penelitian adalah Induksi Embrio
Somatik dari Kalus Embriogenik dan Perkecambahan Planlet Jeruk SoE
yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 sampai Mei 2015.
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis
sampaikan kepada yang terhormat Dr Ir Agus Purwito, MSc. Agr selaku dosen
pembimbing, atas curahan waktu, arahan dan saran dalam pelaksanaan penelitian,
menyusun dan menulis Skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih
kepada kedua orang tua, Bapak M. Darsih S.Sos dan Ibu Hj. Siti Asnah S.Sos
serta kakak-kakak tersayang, keluarga besar, sahabat dan teman-teman yang
senantiasa memberikan doa, semangat dan dukungan kepada penulis selama ini.
Semoga Skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

Fitria Nanda Utami

viii


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan ................................................................................................................. 3
Hipotesis ............................................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 3
Tanaman Jeruk .................................................................................................... 3
Teknik Kultur Jaringan ....................................................................................... 4
Media Kultur Jaringan Jeruk............................................................................... 4
Embriogenesis Somatik Tanaman Jeruk ............................................................. 5
BAHAN DAN METODE........................................................................................ 6
Tempat dan Waktu .............................................................................................. 6
Bahan dan Alat .................................................................................................... 6
Metode Percobaan ............................................................................................... 6
1) Pengaruh ABA dalam induksi kalus embriogenik menjadi embrio
somatik ........................................................................................................... 7
2) Pengaruh GA3 dalam induksi perkecambahan menjadi planlet. ................ 7

3) Pengaruh konsentrasi media MS dalam pertumbuhan planlet. .................. 7
Metode Statistik .................................................................................................. 8
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 9
Keadaan Umum .................................................................................................. 9
Pengaruh ABA dalam induksi kalus embriogenik menjadi embriosomatik ..... 10
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 17
Kesimpulan ....................................................................................................... 17
Saran ................................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 18
LAMPIRAN .......................................................................................................... 21

DAFTAR TABEL
1

2
3
4
5

Rata-rata jumlah Embrio somatik yang membentuk jumlah fase

globular, fase jantung, fase torpedo sampai minggu ke-8 pada kalus
tanaman jeruk SoE
Rata-rata jumlah Embrio somatik yang membentuk fase hati dan fase
kotiledon sampai minggu ke-8 pada kalus tanaman jeruk SoE
Rata-rata jumlah planlet jeruk SoE yang membentuk jumlah kotiledon,
jumlah daun dan jumlah akar, sampai minggu ke-8
Rata-rata tinggi planlet (cm), jumlah planlet normal dan jumlah planlet
abnormal sampai minggu ke-pada planlet jeruk SoE
Rata-rata jumlah planlet pada media perkecambahan yang membentuk
jumlah daun, tinggi tanaman (cm) dan jumlah akar sampai minggu ke-8
pada planlet jeruk SoE

10
11
14
16

16

ix

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Tanaman jeruk keprok SoE Nusa Tenggara Timur
Perbanyakan kalus jeruk SoE dengan media MW + ABA di ruang
kultur Laboratorium Kultur Jaringan
Pengaruh ABA terhadap diameter kalus embriogenik jeruk SoE dari
minggu ke-4 sampai ke-8.
Eksplan jeruk SoE pada minggu ke-8
Embriogenesis somatik dari kalus embriogenik jeruk SoE pada minggu
ke-6 pada perlakuan media MW+ABA 0.5 mg L-1
Perkecaambahan embrio somatik fase kotiledon
Pertumbuhan planlet jeruk SoE pada berbagai media 2 MST


1
9
12
13
13
15
17

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Formulasi media MS dan modifikasi vitamin MW

22

1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki banyak varietas jeruk komersial yang sudah dikenal
konsumen dalam negeri diantaranya jeruk Siam Pontianak, Keprok SoE, dan
Batu 55. Pertanaman di Indonesia didominasi 85% oleh jeruk Siam karena
produktivitasnya yang tinggi (Ashari dan Supriyanto 2013).
Saat ini sentra produksi jeruk keprok atau siam terletak di Jawa Timur dan
salah satu daerah penghasil terbesarnya adalah di Banyuwangi. Bulan Mei 2013
luas panen jeruk di Banyuwangi mencapai 3,695.34 hektar, produksi jeruk
mencapai 65,145.16 ton, dengan rata-rata produktivitas 172,93 kwintal hektar-1.
Pencapaian produktivitas jeruk di Banyuwangi cukup menjanjikan bagi para
petani (Pemda Banyuwangi 2013).
Jeruk cocok dibudidayakan di berbagai wilayah di Indonesia karena kondisi
alamnya yang sesuai dengan lingkungan tumbuhnya. Jeruk keprok SoE
ditanam di daerah sentra produksi yang bertempat di Desa Bosen dan Desa Tiobu,
Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten Timur Tengah Selatan-Nusa Tenggara
Timur. Jeruk keprok SoE ditanam pada ketinggian 800-1200 m dpl dengan tanah
yang bertekstur kapur/Mediterania. Buah berbentuk bulat pendek dan kulit licin
dengan warna kuning kemerah-merahan bila sudah matang. Daging buah
berwarna orange dengan rasa manis segar, aroma lembut dan berserat. Produksi
buah antara 50-250 kg per pohon per musim dan setiap buah memiliki rata-rata
antara 100-125 gram (Astuti 2014).

Gambar 1. Tanaman jeruk keprok SoE Nusa Tenggara Timur (Sumber: Bebeja 2013)

Kualitas jeruk keprok SoE yang sangat baik belum dapat diimbangi dengan
produktivitas dan kualitasnya. Peningkatan produktivitas dan kualitas jeruk
keprok SoE saat ini masih banyak mengalami kendala terutama disebabkan oleh
serangan hama dan penyakit. Permasalahan tersebut dapat diatasi baik melalui
perbaikan sistem budidaya yang tepat maupun melalui program pemuliaan
tanaman. Program pemuliaan tanaman jeruk dapat dilakukan baik secara
konvensional maupun non konvensional (Alfonso dan Desamoro 2014).

2
Kultur jaringan berguna untuk mempercepat perbanyakan tanaman secara
aseksual, menghasilkan tanaman bebas penyakit, juga dapat digunakan untuk
tujuan perbaikan tanaman (Zulkarnain 2009). Perbanyakan tanaman dengan kultur
jaringan memungkinkan menghasilkan benih dalam jumlah besar yang sifat
genetiknya identik, keseragaman yang tinggi, diperbanyak dalam waktu yang
relatif cepat, dan dapat diproduksi sepanjang tahun (Santoso dan Nursandi 2003).
Pemuliaan non konvensional pada dasarnya bertumpu pada kemampuan sel
dan jaringan tanaman yang dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman
lengkap, baik melalui regenerasi langsung dari eksplan, maupun regenerasi tidak
langsung melalui kalus. Kalus yang diinduksi dari sel dan jaringan tanaman dapat
langsung beregenerasi menjadi tanaman atau dapat berkembang menjadi kalus
embriogenik yang selanjutnya dapat diinduksi menjadi embrio yang disebut
sebagai embrio somatik. Kalus embriogenik sangat tepat dijadikan sumber
eksplan untuk berbagai metode pemuliaan non-konvensional seperti transfer gen,
fusi protoplas, dan mutagenesis invitro. Embrio somatik yang dihasilkan dari
kalus embriogenik merupakan embrio vegetatif dan berasal dari individual sel.
Kelebihan dari penggunaan jalur embrio somatik dalam pemuliaan non
konvensional antara lain dapat menghindari terbentuknya khimera dan regeneran
yang dihasilkan sangat banyak, sehingga memudahkan seleksi (Kihhundu et al.
2012). Menurut Kosmiatin (2013) jaringan yang dapat ditumbuhkan menjadi
kalus embriogenik dan embrio somatik umumnya adalah jaringan yang bersifat
meristimatik.
Pembentukan planlet melalui embriogenesis somatik mempunyai banyak
keuntungan antara lain (1) waktu perbanyakan dapat lebih cepat, (2) pencapaian
hasil dalam mendukung program pemuliaan juga lebih cepat, dan (3) jumlah
tanaman yang dihasilkan lebih banyak (Lestari 2008). Pertumbuhan dan
perkembangan embrio yang terbentuk dari embriosomatik akan berlangsung
secara bertahap melalui proses yang mirip dengan proses embriogenesis zigotik.
Proses perkembangan kalus embriogenik menjadi embrio somatik diawali dari
terbentuknya struktur bulat (globular), jantung (heart), torpedo, kotiledon dan
akhirnya akan berkecambah menjadi planlet (Yuliarti 2010).
Induksi kalus embriogenik menjadi embrio somatik umumnya sangat
dipengaruhi oleh komposisi media tumbuh yang digunakan. Media tumbuh
tersebut umumnya mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pembentukan embrio
somatik dari kalus embriogenik dan efisiensi pembentukan embrio somatik yang
normal. Kosmiatin (2013) menyatakan bahwa zat pengatur tumbuh ABA sangat
baik ditambahkan dalam media untuk meningkatkan efisiensi pembentukan
embrio somatik dari kalus embriogenik. Asam absisik (ABA) juga berpengaruh
dalam mengontrol perkecambahan, sedangkan Asam giberelin (GA3) sering
ditambahkan untuk meningkatkan jumlah embrio somatik fase kotiledon. Embrio
somatik yang dihasilkan harus dapat tumbuh menjadi planlet dan planlet yang
dihasilkan harus dapat dibesarkan agar dapat diaklimatisasi menjadi tanaman di
lapang. Menurut Basu et al. (2010) planlet harus mempunyai perakaran yang baik
dan kuat sehingga dapat mencapai persentase tumbuh yang tinggi saat
diaklimatisasi.
Metode untuk menghasilkan embrio somatik dari kalus embriogenik pada
tanaman jeruk telah banyak dilakukan, namun dalam beberapa hal sangat
dipengaruhi oleh genotipe yang digunakan. Penelitian ini menggunakan jeruk

3
keprok SoE yang kemungkinan juga ada perbedaan respon terhadap zat pengatur
tumbuh yang ditambahkan pada media.
Tujuan
Tujuan penelitian ini mempelajari pengaruh konsentrasi zat pengatur
tumbuh ABA dalam induksi embrio somatik dari kalus embriogenik, mempelajari
pengaruh GA3 dalam perkecambahan embrio somatik menjadi planlet, serta
pengaruh konsentrasi media MW dalam pertumbuhan planlet.
Hipotesis
1. Terdapat konsentrasi ABA yang tepat untuk menginduksi embriosomatik dari
kalus embriogenik
2. Terdapat konsentrasi GA3 yang tepat untuk perkecambahan embrio somatik
menjadi planlet.
3. Terdapat konsentrasi media MW yang dapat pertumbuhan planlet agar dapat
diaklimatisasi.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jeruk
Tanaman jeruk (Citrus sp.) adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari
Asia. Cina dipercaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh. Sejak ratusan
tahun yang lalu, jeruk sudah tumbuh di Indonesia baik secara alami atau
dibudidayakan. Tanaman jeruk yang ada di Indonesia adalah peninggalan orang
Belanda yang mendatangkan jeruk dari Amerika dan Italia (Ridjal 2008). Suhu
optimal untuk jeruk adalah 25-30°C, namun ada yang masih dapat tumbuh normal
pada suhu 38°C. Semua jenis jeruk tidak menyukai tempat terlindung dari sinar
matahari, sedangkan kelembaban optimum untuk pertumbuhan tanaman ini
sekitar 70-80% (Husni et al. 2010).
Bibit jeruk biasanya berasal dari perbanyakan vegetatif berupa
penyambungan antara batang bawah dan batang atas. Bibit yang baik adalah yang
bebas penyakit, berdiameter batang 2-3 cm, permukaan batang halus, akar
sekunder banyak, akar tunggang berukuran sedang dan memiliki sertifikasi
penangkaran bibit (Prihatman 2000). Penyediaan bibit batang bawah jeruk hingga
saat ini masih dilakukan melalui perbanyakan biji. Metode yang digunakan masih
memiliki kelemahan yaitu adanya keragaman bibit karena sifatnya poliembrioni,
sehingga kekhawatiran batang bawah tidak true to type selalu ada (Friyanti dan
Yulianti 2010).
Jeruk Keprok SoE
Jeruk yang berkembang di SoE, Nusa Tenggara Timur, dikenal masyarakat
setempat dengan sebutan jeruk keprok SoE, memiliki ciri-ciri, antara lain, kulit
merah orange, mudah dikupas, rasa manis keasaman, berbentuk bulat sedang
(BPTP NTT 2009). Tanaman jeruk keprok SoE memiliki ketinggian batang 2-4

4
meter, usia berbuah 2-3 tahun. Jeruk SoE dapat bertahan hidup dan berbuah
selama kemarau panjang dengan suhu 28-31°C (Alawi 2015).
Jeruk keprok SoE pada mulanya ditanam di Desa Tobu, Kecamatan Mollo
Utara, kabupaten Timor Tengah Selatan, yang dikenal oleh masyarakat setempat
“lemon cina”. Ciri khusus buah jeruk keprok SoE adalah: buah bulat, pendek
dengan diameter rata-rata 5-7 cm, ukuran buah hampir seragam, kulit agak tebal,
berongga, bewarna oranye dan mudah dikupas. Warna daging buah kemerahan,
beraroma lembut, kulit tampak mengkilat ketika masak, licin dan agak
bergelombang. Pangkal buah agak menonjol ke atas dan berat buah jeruk SoE
berkisar 100-125 g. Tanaman jeruk keprok SoE tumbuh baik pada ketinggian 5001 200 mdpl (Martosupo et al. 2007).
Jeruk keprok SoE karena memiliki warna yang lebih menarik dan harga
yang lebih tinggi dibandingkan jeruk lain termasuk jeruk impor. Jeruk keprok SoE
dalam nama latin di kenal dengan Citrus reticulata adalah salah satu jeruk unggul
Indonesia yang ditetapkan sebagai varietas unggul nasional melalui SK Menteri
Pertanian No.863/Kpts/TP.240/11/98 (Marques dan Sumarji 2014).
Teknik Kultur Jaringan
Kultur jaringan berlandaskan pada teori totipotensi sel (total genetic
potential) bahwa sel tanaman mengandung material genetik lengkap, sehingga
apabila ditumbuhkan pada lingkungan tumbuh yang sesuai, sel tersebut dapat
tumbuh dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap. Sel atau jaringan tanaman
tersebut dapat berorganogenesis menjadi tunas dan akar, atau dapat tumbuh
menjadi kumpulan sel meristematik yang belum terdiferensiasi yang disebut
kalus. Kalus tersebut dapat diarahkan untuk tumbuh dan beregenerasi menjadi
tunas dan akar tanaman atau menjadi embrio somatik tergantung dari komposisi
media dan lingkungan tumbuhnya (Lestari 2008).
Kultur jaringan berguna untuk mempercepat perbanyakan tanaman secara
aseksual, menghasilkan tanaman bebas penyakit, juga dapat digunakan untuk
memperbaiki tanaman secara genetik. Setiap bagian tanaman dapat dijadikan
eksplan, namun pada umumnya, bagian tanaman yang bersifat meristimatik dapat
ditumbuhkan dengan lebih mudah, seperti biji atau kotiledon, tunas pucuk,
potongan batang muda, potongan akar, potongan daun, potongan umbi batang,
umbi lapis dengan sebagian batang dan bagian bunga (Zulkarnain 2009).
Media Kultur Jaringan Jeruk
Keberhasilan teknik kultur jaringan sebagai sarana perbanyakan tanaman
sangat ditentukan oleh medium yang digunakan. Nutrisi sangat penting untuk
mendorong pertumbuhan dan perkembangan tanaman baik secara in vitro maupun
in vivo. Komposisi media terdiri dari makro, mikro, vitamin dan gula. Hara makro
terdiri dari N, P, K, Ca, Mg dan S, sedangkan hara mikro meliputi Fe, Cu, Mn, B,
Mo dan Co. Komposisi media kultur telah banyak diformulasikan, dimana selain
hara makro dan mikro juga meliputi, sumber karbon, vitamin dan bahan organik
serta bahan pemadat media (Lestari 2008).
Faktor penting yang berpengaruh terhadap keberhasilan kultur jaringan
adalah media. Kultur jaringan dikenal ada tiga jenis fisik media yaitu media padat,

5
semi padat dan cair. Pertumbuhan eksplan sangat dipengaruhi oleh media tanam
(Hendaryono dan Wijayani 1994). Media tanam tidak hanya mengandung hara
makro dan mikro tetapi juga mengandung sukrosa sebagai sumber karbon dan zat
pengatur tumbuh (Budiyastuti 2013).
Beberapa bahan organik yang bisa ditambahkan dalam media tanam adalah
air kelapa, pisang, tomat, kentang, ekstrak ragi, alpukat, pepaya dan jeruk
(Hendaryono dan Wijayani 1994). Sukrosa atau glukosa 2-4%merupakan sumber
karbon yang cocok sehingga penggunaan gula pasir dapat digunakan sebagai
sumber energi dalam media kultur. Asam amino seperti prolin, glisin, aspargin
dan glutamin terkadang diperlukan. Myoinositol merupakan heksitol atau gula
alkohol berkarbon yang sering digunakan karena dapat merangsang pertumbuhan
jaringan yang dikulturkan (Lestari 2008).
Zat pengatur tumbuh yang digunakan disesuaikan dengan tujuan, untuk
menjadi kalus, organogenesis atau embriogenesis. Penentuan jenis dan konsentrasi
ZPT pada kultur tertentu sangat penting untuk menghasilkan respons optimum
dari ZPT tersebut. (Santoso dan Nursandi 2003). ZPT merupakan senyawa
organik yang umum digunakan pada konsentrasinya rendah bersifat mendorong,
menghambat atau mengubah pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman.
ZPT digolongkan dalam enam golongan yaitu auksin sitokinin, asam absisik
(ABA), giberelin, etilen dan retardan (Wattimena et al. 1992).
ABA tergolong suatu zat yang mengatur tumbuh tanaman yang terlibat
dalam induksi embrio somatik. Asam absisik tergolong dalam inhibitor tanaman
karena perannya berlawanan dengan hormon pendorong auksin, sitokinin dan
giberelin (Suganthi et al. 2012). ABA dapat merangsang embrio menjadi dewasa
sehingga berhenti mengalami proliferasi dan akan membesar mengakumulasi
cadangan nutrisi (Budiyastuti 2013). Kosmiatin (2013) melaporkan media terbaik
yang digunakan untuk regenerasi kalus embriogenik jeruk siam Simadu adalah
media MS dengan penambahan vitamin MW.
Pendewasaan embrio somatik yang diinduksi dari kalus embriogenik jeruk
siam menggunakan ABA (Husni et al. 2010) dapat mendorong proses
pendewasaan embrio somatik secara serempak. Perkembangan embrio somatik
jeruk siam simadu yang diinduksi pada fase globular mulai terlihat setelah minggu
ke-4 pengulturan media pendewasaan. Husni (2010) melaporkan berhasil
mendewasakan embriosomatik hasil fusi jeruk siam Simadu dengan Mandarin
Satsuma dengan menambahkan konsentrasi ABA sebanyak 0.5 mg L-1.
Embriogenesis Somatik Tanaman Jeruk
Setelah melalui prosedur sterilisasi, eksplan ditanam pada medium induksi
kalus untuk menghasilkan kalus embriogenik. Kalus embriogenik yang dihasilkan
diperbanyak dan diregenerasikan menjadi embrio somatik dan selanjutnya
menjadi planlet. Proses embriogenesis somatik diawali dengan terbentuknya
grobular, heart, torpedo dan kotiledon hingga planlet. Embriogenesis somatik
pada jeruk, dapat dimulai dengan menanam eksplan dari jaringan nuselus yang
terdapat pada biji muda (12-14 minggu setelah antesis).
Embriogenesis somatik pada tanaman jeruk telah banyak diteliti dengan
tujuan untuk mendapatkan tanaman yang seragam dalam jumlah banyak, tanaman
bebas penyakit dan untuk perbaikan sifat suatu varietas. Kosmiatin (2013)

6
melaporkan keberhasilannya dalam membentuk tunas triploid jeruk siam Simadu
menggunakan endosperm melalui embriogenesis somatik.
Pendewasaan embrio somatik sering memerlukan tambahan Zat pengatur
tumbuh. Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah ABA. Merigo (2011)
menyatakan konsentrasi ABA terbaik untuk pendewasaan embrio somatik jeruk
keprok Batu 55 adalah 2.5 mg L-1 ABA. Karyanti et al. (2012) melaporkan bahwa
dengan konsentrasi 2.5 mg L-1 ABA memberikan keberhasilan pendewasaan
embrio somatik tanaman jeruk keprok Garut hasil induksi mutasi sinar Gamma.
Hal itu sesuai dengan Wattimena et al. (2011) yang melaporkan konsentrasi ABA
yang tinggi, yaitu 5-50 mg L-1 dapat berperan menghambat pertumbuhan kalus
dan pada beberapa jenis tanaman seperti jeruk dengan konsentrasi 0.05 – 5.00 mg
L-1 dapat mempercepat pertumbuhan kalus atau mendorong pertumbuhan tunas
dari kalus.
Pendewasaan embrio somatik formulasi media sangat menentukan karena
apabila tidak sesuai maka sel-sel yang sudah terdiferensiasi untuk membentuk
embrio akan kembali membentuk sel-sel yang tidak terdiferensiasi atau
membentuk ES sekunder (Kosmiatin 2013).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu
pelaksanaan dari bulan November 2014 sampai Mei tahun 2015.
Bahan dan Alat
Eksplan yang digunakan pada penelitian ini adalah kalus embriogenik dari
eksplan nuselus jeruk keprok SoE yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT)
yang tersedia di Laboratorium Kultur Jaringan 1. Kalus tersebut telah berumur
satu tahun dan terus dipelihara di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Media
dasar yang digunakan untuk media tumbuh adalah media MS (Murashige and
Skoog), dan komposisi vitamin MW (Morel and Wetmore) dapat dilihat pada
(Tabel Lampiran 1), gula, agar, ABA dan GA3.
Alat yang digunakan untuk sterilisasi alat maupun bahan adalah autoklaf
dan oven. Alat untuk membuat media MS terdiri dari labu takar, pipet volumetrik,
magnetic stirer, pengaduk kaca, botol kultur, petri dish, gelas ukur, laminar air
flow cabinet (LAFC), gunting, pH meter, magnetic stirrer, kompor, mikroskop,
pinset, pipet, scalpel, hand sprayer, cutter, lampu UV, rak kultur, botol kultur,
timbangan analitik dan kamera digital.
Metode Percobaan
Penelitian terdiri dari 3 percobaan, yaitu 1) Pengaruh ABA dalam induksi
kalus embriogenik menjadi embrio somatik 2) Pengaruh GA3 dalam induksi

7
embrio somatik menjadi planlet, dan 3) Pengaruh konsentrasi media MW dalam
perkecambahan planlet.
1) Pengaruh ABA dalam induksi kalus embriogenik menjadi embrio somatik
Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan embrio somatik (fase kotiledon)
dari eksplan kalus embriogenik. Percobaan ini merupakan percobaan faktor
tunggal yang disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor
yang diteliti adalah konsentrasi ABA yang terdiri dari 5 taraf konsentrasi yaitu: 0,
0.5, 1.5, 2.5, dan 3.5 mg L-1 yang ditambahkan pada media MS dengan vitamin
MW. Setiap perlakuan diulang 10 kali sehingga terdapat 50 satuan percobaan.
Setiap satuan percobaan adalah satu botol kultur yang ditanam satu clump kalus
yang berukuran sekitar 0.5 cm. Semua botol disusun pada rak kultur dan
diinkubasi dengan suhu 18-21°C dan intensitas cahaya sekitar 1000 luks.
Pengamatan dilakukan setiap satu minggu hingga 8 minggu setelah tanam
(MST) terhadap beberapa peubah yaitu: diameter kalus, jumlah embrio somatik
fase globular, jantung, torpedo dan kotiledon.
2) Pengaruh GA3 dalam induksi perkecambahan menjadi planlet.
Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan planlet dari eksplan embrio
somatik fase kotiledon (dari percobaan 1). Percobaan ini merupakan percobaan
faktor tunggal yang disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Faktor yang diteliti adalah konsentrasi GA3 yang terdiri dari 5 taraf konsentrasi
yaitu: 0, 0.5, 1.5, 2.5, dan 3.5 mg L-1 yang ditambahkan pada media MS dengan
vitamin MW. Setiap perlakuan diulang 10 kali sehingga terdapat 50 satuan
percobaan. Setiap satuan percobaan adalah satu botol kultur yang ditanam 2
embrio somatik fase kotiledon, sehingga terdapat 100 satuan pengamatan. Semua
botol disusun pada rak kultur dan diinkubasi dengan suhu 18-21°C dan intensitas
cahaya sekitar 1000 luks.
Pengamatan dilakukan setiap satu minggu hingga 8 minggu setelah tanam
(MST) terhadap beberapa peubah yaitu jumlah kotiledon yang tumbuh, jumlah
planlet normal, jumlah planlet yang abnormal, tinggi planlet, jumlah daun dan
jumlah akar. Planlet normal adalah planlet yang terbentuknya tahapan fase embrio
somatic (fase globular, hati, torpedo dan kotiledon), planlet tampak sehat, tidak
berjamur, ukuran planlet seragam, berdaun hijau segar dan tidak menguning,
selain itu planlet tumbuh normal tidak kerdil. Ciri-ciri planlet abnormal adalah
tampilan fisik planlet tidak sehat, terdapat jamur, ukuran planlet tidak seragam,
bentuk batang dan akar abnormal (tidak seragam), ukuran planlet kerdil.
3) Pengaruh konsentrasi media MS dalam pertumbuhan planlet.
Percobaan ini bertujuan untuk menumbuhkan planlet agar dapat
diaklimatisasi. Planlet yang digunakan adalah planlet yang berasal dari embrio
somatik (dari percobaan 2). Percobaan ini merupakan percobaan faktor tunggal
yang disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor yang diteliti
adalah konsentrasi media MS terdiri dari 3 taraf yaitu: 1) 1.0 x konsentrasi, 2) 0.5
x konsentrasi dan 3) 0.25 x konsentrasi. Media MS + komposisi vitamin MW
selanjutnya disebut media MW. Setiap perlakuan diulang 10 kali sehingga
terdapat 30 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan adalah satu botol kultur

8
yang ditanam 3 planlet, sehingga terdapat 90 satuan pengamatan. Semua botol
kultur disusun pada rak kultur dan diinkubasi dengan suhu 18-21°C dan intensitas
cahaya sekitar 1000 luks.
Pengamatan dilakukan setiap satu minggu hingga 8 minggu setelah tanam
(MST) terhadap beberapa peubah, yaitu: tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah
akar.
Metode Statistik
Ketiga percobaan yang akan dilakukan pada percoban 1, 2 dan 3
mengunakan model aditif linier yaitu :
Yij = μ + τi + Σij
Keterangan:
Yij = Respon pengamatan pada berbagai perlakuan taraf yang berbeda ke-i, dan
ulangan ke-j.
Μ = Nilai tengah umum
τi = Pengaruh perlakuan dengan taraf yang berbeda ke -i
Σij = Pengaruh galat percobaan perlakuan dengan taraf yang berbeda ke-i dan
ulangan ke-j
Data diolah dengan menggunakan software Microsoft Excel 2013 dan dilakukan
analisis ragam dengan uji F pada taraf nyata 5% menggunakan Program statistik
STAR (Statistical Tool For Agriculture Research).
Pelaksanaan Percobaan
Sterilisasi Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dicuci terlebih dahulu dan disterilkan
menggunakan autoklaf pada tekanan 17.5 psi dengan suhu 121° selama 60 menit,
kemudian dimasukkan ke dalam oven. Media dan semua peralatan harus
disterilkan sebelum digunakan. Sterilisasi media menggunakan autoklaf pada suhu
dan tekanan yang sama dengan waktu sekitar 25-30 menit.
Pembuatan Larutan dan Media Stok
Larutan stok dibuat dengan melarutkan senyawa dari larutan stok A, B, C,
D, E, F, myo-inositol dan vitamin (Tabel lampiran 1). Larutan stok dipipet sesuai
dengan konsentrasi yang dibutuhan. kemudian ditambah zat pengatur tumbuh
sesuai dengan perlakuan. Larutan media tersebut ditambah aquades hingga
mencapai satu liter. Selanjutnya dilakukan pengukuran pH 5.9 menggunakan HCI
1 N dan KOH 1 N. Media ditambahkan 7 g L-1 agar sebagai bahan pemadat dan
dimasak hingga mendidih. Setelah mendidih media dimasukkan ke dalam botol
kultur steril sebanyak 25 ml/botol. Botol kultur ditutup dengan plastik bening dan
karet. Botol kultur yang telah berisi media ditutup rapat dan di autoklaf selama 20
menit. Media yang sudah di autoklaf di simpan di ruang penyimpanan media.

9
Persiapan Bahan Tanam
Bahan tanam atau eksplan yang digunakan adalah kalus kalus embriogenik
kultur in vitro jeruk keprok varietas SoE Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sudah
berumur 1 tahun. Kalus tersebut disubkultur pada media yang sama, yaitu media
MS dengan modifikasi komposisi vitamin MW. Setelah kalus embriogenik
mencukupi, kemudian dipakai sebagai eksplan pada percobaan 1, yaitu induksi
embrio somatik, kalus embriogenik ditanam pada media MW dengan penambahan
ABA sesuai dengan perlakuan. Kalus embriogenik yang ditanam berdiameter ±0.5
cm. Pada percobaan 2, yaitu induksi embrio somatik menjadi planlet, embrio
somatik fase kotiledon yang dihasilkan pada percobaan 1 ditanam pada pada
media MS + komposisi vitamin MW dengan penambahan GA3 sesuai perlakuan.
Selanjutnya planlet yang dihasilkan pada percobaan 2 ditanam pada percobaan 3
yaitu pertumbuhan planlet.
Penanaman
Penanaman eksplan dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC)
yang disterilkan dengan menyalakan lampu UV (ultra Violet) selama satu jam dan
menyemprot dinding LAFC menggunakan alkohol 70 % sebelum digunakan.
Semua alat yang digunakan dalam penanaman disemprot dengan alkohol 70%
terlebih dulu sebelum masuk ke dalam LAFC.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum
Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan mulai dari bulan November 2014
sampai dengan bulan Mei 2015. Kalus yang digunakan berasal dari nuselus jeruk
keprok SoE berumur satu tahun. Kalus embriogenik didapatkan dengan subkultur
pada media MS + komposisi vitamin MW tanpa penambahan zat pengatur
tumbuh.

Gambar 2 Perbanyakan kalus jeruk SoE dengan media MW + ABA di ruang kultur
Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

10
Media yang digunakan untuk pendewasaan embrio somatik sama dengan
media perbanyakan kalus dan ditambah dengan ABA. Terdapat beberapa tahapan
diferensiasi jaringan embrio somatik menjadi planlet tanaman dalam
perkembangannya, yaitu fase globular, jantung, torpedo dan kotiledon.
Pengaruh ABA dalam induksi kalus embriogenik menjadi embriosomatik
Perkembangan embrio somatik dewasa adalah perkembangan yang dimulai
dari fase globular ke tahap pendewasaan sampai dengan fase kotiledon
(Zulkarnain 2009). Sejalan dengan hal tersebut penelitian ini terdiri dari tahapan
diferensiasi menjadi embrio somatik, yaitu embrio somatik fase globular, jantung,
torpedo dan fase kotiledon. Preeti et al. (2004) melaporkan bahwa pendewasaan
ES melibatkan perubahan akumulasi ABA dan perkembangan pada kalus mulai
terlihat pada minggu ke-4 setelah disubkultur. Pada penelitian ini tahapan embrio
somatik mulai terlihat setelah memasuki minggu ke-3 dan 4.
Tabel 1 menunjukkan rekapitulasi pertumbuhan induksi embrio somatik
pada pengamatan fase globular dipengaruhi oleh konsentrasi ABA. Jumlah
globular minggu ke-4 perlakuan yaitu media MS + komposisi vitamin MW yang
selanjutnya dinamakan media MW memperoleh hasil lebih tinggi dibandingkan
dengan penambahan ABA. Jumlah embriosomatik pada fase globular minggu ke6 untuk perlakuan kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan media lainnya.
Jumlah embriosomatik pada fase jantung pada minggu ke- 4 sampai ke-8
memperoleh hasil yang tidak nyata untuk masing-masing perlakuannya.
Pembentukan embrio somatik fase jantung baru terlihat pada minggu ke-4, hal ini
dikarenakan perubahan fase diikuti dengan perkembangan embrio somatik yang
terbentuk (globular, jantung, torpedo dan kotiledon).
Tabel 1 Pengaruh konsentrasi ABA terhadap rata-rata jumlah embriosomatik yang
membentuk fase globular, fase jantung yang dihasilkan dari kalus
embriogenik tanaman jeruk SoE.
Konsentrasi ABA
(mg L-1)

0.0
0.5
1.5
2.5
3.5
Uji F
KK (%)

4
4.40a
3.10b
1.90bc
1.80c
2.10bc
**
2.27

Jumlah Embriosomatik
Fase Globular
Fase Jantung
Minggu Setelah Tanam (MST)
6
8
4
6
8
a
a
6.60
8.60
2.20
4.30
6.10
4.40b
5.30b
2.10
4.10
5.60
2.80b
3.20b
1.00
3.00
4.10
b
b
3.10
3.80
1.00
3.20
4.00
3.10b
4.60b
0.90
4.20
6.10
**
**
tn
tn
tn
5.46
6.63
6.57
12.19
12.19

Keterangan : ** = berbeda nyata, tn = tidak berbeda nyata, nilai rata-rata pada kolom
yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
pada taraf 5 % dan untuk transformasi menggunakan data log (X+10)

Penelitian ini sejalan dengan Husni et al. (2010) yang melaporkan bahwa
penambahan ABA dalam media MW mendorong pertumbuhan embrio somatik
menjadi embrio dewasa dan penambahan 0.5 mg L-1 ABA adalah konsentrasi

11
paling baik untuk menghasilkan embrio somatik fase kotiledon. Semakin tinggi
konsentrasi ABA yang terkandung dalam media kultur maka semakin banyak
embrio somatik fase kotiledon.
Pertumbuhan embrio somatik pada Tabel 2 menunjukkan bahwa fase
torpedo pada minggu ke-6 dan ke-8 perlakuan media (kontrol)memperoleh hasil
nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (MW+ABA 0.5 mg L-1,
MW+ABA 1.5 mg L-1, MW+ABA 2.5 mg L-1 dan MW+ABA 3.5 mg L-1). Hasil
rekapitulasi menunjukkan jumlah embriosomatik fase kotiledon pada media
(kontrol)minggu ke-6 dan ke-8 memperoleh hasil nyata lebih tinggi dibandingkan
dengan perlakuan lainnya (MW+ABA 0.5 mg L-1, MW+ABA 1.5 mg L-1,
MW+ABA 2.5 mg L-1 dan MW+ABA 3.5 mg L-1), dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Pengaruh konsentrasi ABA terhadap rata-rata jumlah embrio somatik
yang membentuk fase torpedo dan fase kotiledon sampai minggu ke-8
pada kalus embriogenik tanaman jeruk SoE.
Konsentrasi ABA
(mgL-1)

0.0
0.5
1.5
2.5
3.5
Uji F
KK (%)

Jumlah Embriosomatik
Fase Torpedo
Fase Kotiledon
Minggu Setelah Tanam (MST)
4
6
8
4
6
8
a
a
a
0.40
3.10
6.30
0.00
3.30
9.40a
0.00
0.90b
2.50b
0.00
0.30b
1.40b
b
b
b
0.00
0.30
1.50
0.00
0.00
0.00b
0.00
0.40b
1.40b
0.00
0.00b
0.00b
0.00
0.70b
2.30b
0.00
0.00b
0.80b
tn
**
**
tn
**
**
1.59
6.82
10.53
0.00
7.16
10.86

Keterangan : ** = berbeda nyata, tn = tidak berbeda nyata, nilai rata-rata pada kolom
yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
pada taraf 5 % dan untuk transformasi menggunakan data log (X+10)

Perlakuan media MW kontrol memperoleh hasil nyata lebih tinggi. Sejalan
dengan penelitian Kosmiatin (2013) melaporkan bahwa adanya penambahan ABA
dapat membentuk embrio somatik yang morfologinya normal. ABA berperan
sebagai komponen dalam mempertahankan perkecambahan dini, meningkatkan
akumulasi protein, lemak serta cadangan pati. Meningkatkan toleransi desikasi
sehingga konversi terhadap perkecambahan tinggi (Robichaud et al. 2004).
Hasil perlakuan media MW (kontrol)menunjukkan bahwa media yang
digunakan tanpa penambahan ABA terlihat lebih baik dibandingkan dengan
menggunakan penambahan ABA. Pada pengamatan penelitian ini pembentukan
embrio somatik pada fase kotiledon memiliki hasil rata-rata paling banyak
berbeda dengan konsentrasi yang menggunakan ABA. Penelitian ini sejalan
dengan Merigo (2011) bahwa pemberian ABA pada embrio somatik bertujuan
menyeragamkan fase pendewasaan sehingga mendapatkan kotiledon yang siap
untuk dikecambahkan dan pemberian ABA juga dapat menekan terjadinya
pertumbuhan embrio yang prematur.

12

Diameter Kalus (cm)

3.00
2.50

MSW+ABA
0.5 mgL-1

2.00

MSW+ABA
1.5 mgL-1

1.50

MSW+ABA
2.5 mgL-1

1.00

MSW+ABA
3.5 mgL-1

0.50

MSW
(Kontrol)

0.00
4 MST

6 MST

8 MST

Gambar 3 Pengaruh ABA terhadap diameter kalus embriogenik jeruk SoE dari minggu
ke-4 sampai ke-8.

Hasil yang ditunjukkan pada diameter kalus dari minggu ke-4 sampai
minggu ke-8 memperoleh hasil yang tidak berbeda nyata dapat terlihat pada
(Gambar 3), namun untuk masing-masing media perlakuan media MW kontrol,
MW+ABA 0.5 mg L-1, MW+ABA 1.5 mg L-1, MW+ABA 2.5 mg L-1 dan
MW+ABA 3.5 mg L-1 dari minggu ke-4 sampai ke-8 mengalami peningkatan
jumlah pertumbuhan diameter kalus embriogenik. Penambahan diameter kalus
diduga adanya peran dari auksin endogen dalam sel suatu varietas, auksin pada
tanaman berperan dalam hal perbanyakan dan perkecambahan sel, menghambat
terbentuknya klorofil dan juga induksi kalus (Wattimena 1998). Prayogi (2014)
melaporkan bahwa faktor media dasar sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan kalus. Faktor lain yang mempengaruhi pertambahan diameter
kalus juga terdapatnya embrio sekunder. Semakin lama waktu kultur dapat
menyebabkan embrio globular sekunder bermunculan pada permukaan embrio
primer (Budiyastuti 2013).
Kalus embriogenik jeruk SoE yang terbentuk pada minggu ke 8 pada media
MW kontrol menghasilkan jumlah spot hijau lebih banyak, berbeda dengan
pembentukan kalus menggunakan penambahan ABA rata-rata pada media kontrol
membentuk embrio somatik sekunder (Gambar 4A). Zulkarnain (2009) embrio
zigotik berkembang dari penyatuan gamet jantan dan betina, embrio somatik
tumbuh dan berkembang melewati tahapan-tahapan yang sama. Tahapan tersebut
adalah globular, jantung, torpedo dan kotiledon.
Perlakuan menggunakan ABA kalus embriogenik jeruk keprok SoE dapat
menginduksi terbentuknya embrio somatik primer (fase globular – fase kotiledon)
pada minggu ke-8 (Gambar 4 B,C,D,E). Semakin tinggi dosis ABA yang
digunakan hasil pembentukan embrio somatik primer semakin baik. Terlihat dari
hasil penelitian bahwa dengan menggunakan penambahan ABA dapat
menyeragamkan fase pendewasaan sehingga mendapatkan kotiledon yang siap

13
dikecambahkan dan dengan pemberian ABA dapat menekan terjadi pertumbuhan
embrio yang prematur dan abnormal (Gambar 4E).

Gambar 4

Eksplan jeruk SoE pada minggu ke-8 (A) pembentukan spot hijau pada
perlakuan MW (kontrol), (B) perlakuan MW+ABA 0.5 mg L-1, (C)
perlakuan MW+ABA 1.5 mg L-1, (D) perlakuan MW+ABA 2.5 mg L-1 (E)
perlakuan MW+ABA 3.5 mg L-1.

Kalus yang diinduksi merupakan kalus embriogenik yang ditunjukkan
terbentuknya embrio somatik globular (Gambar 5A). Pembentukan embrio
somatik kalus embriogenik jeruk keprok SoE (fase globular-fase kotiledon)
terlihat untuk setiap tahapannya pada perlakuan media MW+ABA 0.5 mg L-1
(Gambar 5). Hasil pendewasaan embrio somatik tertinggi dicapai pada eksplan
yang dikulturkan dengan menggunakan media MS dengan penambahan vitamin
MW, tetapi embrio somatik yang dihasilkan morfologinya tidak normal yang
ditandai dengan embrio somatik berbentuk raksasa, kotiledon menebal,
pertumbuhan tidak seragam (Gambar 5G). Perlakuan dengan menggunakan media
MW + GA3 menghasilkan pendewasaan embrio somatik (planlet) normal yang
ditandai dengan terbentuknya akar, kotiledon, daun yang morfologinya normal
(Gambar 5F,H).

Gambar 5 Embriogenesis somatik dari kalus embriogenik jeruk SoE pada minggu ke-8
pada perlakuan media MW+ABA 3.5 mg L-1 (A) fase Globular, (B) Fase
jantung, (C) fase torpedo, (D) fase kotiledon, (E) planlet normal, (F) planlet
abnormal.

14
Pengaruh GA3 dalam Perkecambahan Embrio Somatik Menjadi Planlet
Percobaan kedua merupakan kelanjutan dari percobaan 1. Pada percobaan
ini digunakan media dengan zat pengatur tumbuh terbaik untuk menginduksi
embriosomatik dengan menanam embrio somatik fase kotiledon pada media
dengan menggunakan konsentrasi GA3. Tujuan dari percobaan ini adalah
mendapatkan planlet dari eksplan embrio somatik fase kotiledon.
Pertumbuhan planlet dari kotiledon menunjukkan hasil yang tidak berbeda
nyata dari perlakuan GA3 yang diberikan pada minggu ke-4, 6 dan 8 dapat dilihat
pada (Tabel 3). Planlet membentuk akar pada media MW (kontrol) pada minggu
ke-4 nyata lebih rendah dibandingkan media lainnya. Pada minggu ke-6 dan ke-8
jumlah planlet yang membentuk akar tidak berbeda nyata antar perlakuan.
Tabel 3 Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap planlet jeruk SoE terhadap jumlah
kotiledon, jumlah daun dan jumlah akar sampai minggu ke-8.
Konsentrasi
GA3
(mgL-1)
0.0
0.5
1.5
2.5
3.5
Uji F
KK (%)

Σ Kotiledon
4
2.50
1.85
2.00
2.05
1.80
tn
1.84

6
2.70
1.95
2.30
2.30
2.05
tn
2.24

8
2.80
2.30
2.75
2.50
2.30
tn
2.69

Σ Daun
Minggu Setelah Tanam (MST)
4
4
6
8
4
4.45 4.45 5.55 6.15 4.45
3.756 3.75 5.35 6.75 3.756
4.50 4.50 5.60 6.55 4.50
3.55 3.55 4.55 5.80 3.55
4.00 4.00 5.10 6.30 4.00
tn
tn
tn
tn
tn
2.78 3.71 4.22

Σ Akar
4
0.50b
1.25a
1.05a
1.15a
1.20a
**
1.21

6
1.15
1.30
1.30
1.20
1.25
tn
1.13

8
1.20
1.30
1.30
1.20
1.25
tn
1.14

Keterangan : ** = berbeda nyata, tn = tidak berbeda nyata, nilai rata-rata pada kolom
yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
pada taraf 5 % dan untuk transformasi menggunakan data log (X+10)

Menurut Marlin et al. (2013) adanya komposisi hara makro, hara mikro dan
vitamin yang tepat dalam media MS sangat diperlukan oleh tanaman untuk
meningkatkan pembentukan akar. Pada penelitian ini rata-rata pembentukan akar
untuk semua perlakuan terlihat pada minggu ke-2 sampai minggu seterusnya. Hal
ini merupakan perkembangan dari embrio somatik fase kotiledon yang tumbuh
mulai membentuk menjadi planlet. Hasil penelitian ini sejalan dengan Neliyati
(2013) bahwa dengan penambahan GA3 lebih berperan dalam pembelahan dan
pemanjangan sel pada organ akar sehingga pembentukan dan pemanjangan akar
lebih cepat.
Embrio somatik fase kotiledon yang didapatkan dari hasil induksi kalus
embriogenik jeruk keprok SoE pada percobaan 1 ditanam pada percobaan 2 untuk
menjadi planlet (Gambar 6). Pembentukan planlet dengan menggunakan media
MW + GA3 memperoleh hasil lebih baik dalam dibandingkan dengan
menggunakan media (kontrol). Penggunaan GA3 dapat membentuk perakaran,
tunas dan daun normal, hal ini terlihat (Gambar 6C,D,E). Planlet abnormal lebih
banyak terbentuk pada media kontrol (Gambar 6B).

15

Gambar 6 Perkecambahan embrio somatik fase kotiledon (A) Perkecambahan embrio
somatik fase kotiledon jeruk SoE pada perlakuan kontrol 2 MST, (B)
Perkecambahan embrio somatik fase kotiledon jeruk SoE pada perlakuan
MW kontrol pada umur 3 MST, (C) Planlet jeruk SoE pada perlakuan
MW+0.5 mg L-1 GA3 (6 MST), (D) Planlet jeruk SoE pada perlakuan
MW+1.5 mg L-1 GA3 (7 MST), (E) Planlet jeruk SoE pada perlakuan MW+3.5
mg L-1 GA3 (8 MST).

Pertumbuhan planlet pada (tabel 4) minggu ke-4 media MW+GA3 3.5 mg
L nyata lebih tinggi dibandingkan MW+GA3 0.5 mg L-1, MW+GA3 1.5 mg L-1
dan MW (kontrol)tetapi tidak berbeda nyata dengan MW+GA3 2.5 mg L-1. Pada
minggu ke-6 dan ke-8 pertumbuhan tinggi tanaman menunjukkan tidak berbeda
nyata antar perlakuan. Menurut Oktavia et al. (2003) GA3 berfungsi dalam
pemanjangan batang dengan memacu sel-sel penyusun batang serta memacu
terbentuknya tunas melalui peran dalam memecah pati oleh enzim amilase serta
mengaktifkan auksin pada ujung batang. Pertumbuhan jumlah planlet normal pada
minggu ke-4, 6 dan 8 media MW+GA3 2.5 mg L-1, nyata lebih tinggi di
bandingkan MW+GA3 0.5 mg L-1, MW+GA3 1.5 mg L-1 dan MW (kontrol), tetapi
tidak berbeda nyata dengan MW+GA3 3.5 mg L-1. Menurut Oktavia et al. (2003)
perkembangan planlet ditandai dengan tumbuhnya akar, daun primer dan
terbentuk daun-daun baru. Pada embrio somatik kopi dapat dihasilkan planlet
normal dengan konsentrasi GA3 tertentu dengan hasil yang tinggi.
Jumlah planlet abnormal pada minggu ke-4 media MW+GA3 3.5 mg L-1
nyata lebih tinggi dibandingkan MW+GA3 0.5 mg L-1, MW+GA3 1.5 mg L-1 dan
MW (kontrol), tetapi tidak berbeda nyata dengan MW+GA3 2.5 mg
L-1. Pada minggu ke-6 dan 8 pertumbuhan planlet abnormal munjukkan tidak
berbeda nyata antar perlakuan. Menurut Husni et al. (2010) Penambahan GA3
dalam media MW dapat mendorong perkecambahan embrio dewasa menjadi
planlet dan dalam penelitiannya penambahan 0.5 mg L-1 GA3 dalam media
konsentrasi yang paling baik dengan efisiensi perkecambahan sebesar 58%
dibandingkan 0.1 dan 0.3 mg L-1 GA3.
-1

16
Tabel 4 Pengaruh GA3 terhadap tinggi planlet (cm), jumlah planlet normal dan
jumlah planlet abnormal pada planlet jeruk SoE.
Konsentrasi
GA3
(mgL-1)
0.0
0.5
1.5
2.5
3.5
Uji F
KK (%)

Tinggi (cm)
4
0.68b
0.74b
0.60b
0.77ab
0.94a
**
0.90

6
0.83
1.02
0.86
1.06
1.17
tn
1.15

8
1.01
1.29
1.08
1.40
1.34
tn
1.29

Σ Planlet normal
Minggu Setelah Tanam (MST)
9
4
6
8
9
1.01 1.05b 1.20b 1.25b 1.01
1.29 1.05b 1.05b 1.15b 1.29
1.08 1.10b 1.20b 1.25b 1.08
1.40 2.05a 2.30a 2.50a 1.40
1.34 1.80a 2.05a 2.30a 1.34
tn
**
**
**
tn
1.09 1.84 2.25

Σ Planlet abnormal
4
0.68b
0.74b
0.60b
0.77ab
0.94a
**
1.10

6
0.83
1.02
0.86
1.06
1.17
tn
1.10

8
1.01
1.29
1.08
1.40
1.34
tn
1.20

Keterangan : ** = berbeda nyata, tn = tidak berbeda nyata, nilai rata-rata pada kolom
yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
pada taraf 5 % dan untuk transformasi menggunakan data log (X+10)

Pengaruh konsentrasi media MW dalam pertumbuhan planlet
Pertumbuhan jumlah daun minggu ke-4 tidak berbeda nyata antar perlakuan.
Media MW (½ Konsentrasi) pada minggu ke-6 menghasilkan jumlah daun lebih
banyak daripada MW (¾ Konsentrasi) tetapi tidak berbeda nyata dengan media
MW (Kontrol). Jumlah daun pada media MW (½ Konsentrasi) minggu ke-8 nyata
lebih tinggi dibandingkan media lainnya. Penyerapan oleh planlet lebih cepat
terhadap dosis yang lebih rendah yaitu 25% hingga konsentrasi 50%. Sejalan
dengan penelitian Marlin et al. (2013) sel-sel tanaman akan terpacu
berdiferensiasi membentuk akar pada kondisi konsentrasi nutrisi dalam media
rendah.
Tabel 5 Pengaruh konsentrasi media MW terhadap jumlah daun, tinggi tanaman
(cm) dan jumlah akar pada planlet jeruk SoE.
Σ Daun
Media
MW (Kontrol)
MW (½Dosis)
MW (¾ Dosis)
Uji F
KK

4
6
5.96 6.37ab
6.93 7.43a
5.17 5.17b
tn
**
3.39 3.32

Tinggi (cm)
Minggu Setelah Tanam (MST)
8
12
4
6
8
12
7.37b
1.11 1.26 1.41
9.73a
1.18 1.43 1.56
b
6.40
1.01 1.17 1.30
**
tn
tn
tn
3.71
1.11 1.29 1.26

Σ Akar
4
1.13
1.10
1.30
tn
0.85

6
1.13
1.10
1.30
tn
0.85

8
1.13
1.23
1.30
tn
0.94

Keterangan : ** = berbeda nyata, tn = tidak berbeda nyata, nilai rata-rata pada kolom
yang sama