The Model of Relationship Eucalyptus pellita Production with Land Characteristics as Formulation Basic Land Suitability Criteria
MODEL KETERKAITAN PRODUKSI EUCALYPTUS PELLITA
DENGAN KARAKTERISTIK LAHAN SEBAGAI DASAR
PENYUSUNAN KRITERIA KESESUAIAN LAHAN
DESI NADALIA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Keterkaitan
Produksi Eucalyptus pellita dengan Karakteristik Lahan sebagai Dasar
Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Desi Nadalia
NIM A151100011
RINGKASAN
DESI NADALIA. Model Keterkaitan Produksi Eucalyptus pellita dengan
Karakteristik Lahan sebagai Dasar Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan.
Dibimbing oleh ATANG SUTANDI, BUDI NUGROHO dan SRI DJUNIWATI.
Eucalyptus pellita merupakan jenis tanaman cepat tumbuh yang berpotensi
besar dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Terdapat kesalahan
persepsi dari para praktisi perusahaan HTI yang menyatakan bahwa tanaman HTI
seperti E. pellita merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan tempat
tumbuh atau tanah yang subur, sedangkan hasil-hasil penelitian menunjukkan ada
korelasi pertumbuhan tanaman E. pellita dengan pemupukan dan sifat tanah.
Pemahaman tersebut menyebabkan pertumbuhan E. pellita tidak optimal disertai
dengan tingkat produktivitas (volume kayu) yang rendah.
Tujuan penelitian ini yaitu membuat model hubungan karakteristik lahan
dengan produksi tanaman E. pellita, menentukan kontribusi karakteristik lahan
terhadap kelas produksi tanaman E. pellita, dan menyusun kriteria kesesuaian
lahan untuk tanaman E. pellita yang dihubungkan dengan produksi tanaman.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei eksplorasi.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dan primer. Pengumpulan data
sekunder berasal dari 5 distrik yaitu Rasau Kuning, Sorek, Malako, Nilo, dan Duri
I, sedangkan pengambilan data primer dilakukan pada distrik Gelombang, Rasau
Kuning, Tapung, dan Duri II di PT. Arara Abadi, Riau. Jenis data sekunder dan
primer yang dikumpulkan berupa data karakteristik lahan dan produktivitas
tanaman. Data sekunder digunakan untuk penyusunan model hubungan
karakteristik lahan dengan produksi tanaman serta penyusunan kriteria kesesuaian
lahan untuk tanaman E. pellita, sedangkan data primer digunakan untuk uji
validasi. Pemodelan hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman
menggunakan analisis regresi berganda metode stepwise, dan analisis diskriminan
digunakan untuk mengetahui kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas
produksi tanaman. Penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita
menggunakan metode garis batas (Boudary Line Method). Analisis statistik
menggunakan perangkat lunak SPSS versi 17.0. Selanjutnya, dilakukan uji
validasi untuk menilai kriteria kesesuaian lahan yang dihasilkan dengan kriteria
produksinya.
Hasil analisis regresi linier berganda metode stepwise menunjukkan bahwa
karakteristik lahan yang berpengaruh nyata dengan korelasi negatif terhadap
produksi tanaman E. pellita yaitu K-dd, Mg-dd, P-total, lereng, dan Al-dd,
sedangkan KB, N-total, dan liat berpengaruh nyata dengan korelasi positif.
Berdasarkan analisis diskriminan, karakteristik lahan yang berkontribusi tinggi
terhadap kelas produksi tanaman E. pellita yaitu K-dd, KTK, Al-dd, dan Mg-dd.
Karakteristik lahan yang optimal untuk mendukung peningkatan produksi
tanaman E. pellita dijumpai pada tanah dengan tekstur lempung liat berpasir,
lempung berpasir, atau pasir berlempung, pH antara 4.0 - 4.7, KB > 7.51%, Corganik > 1.10%, kejenuhan Al < 37%, N-total > 0.08%, P-tersedia > 4.7 ppm, Kdd > 0.03 cmol(+) kg-1, dan lereng < 18%. Berdasarkan hasil uji validasi, kriteria
kesesuaian lahan memiliki validasi 70%. Hal ini berarti sebanyak 70% dari
seluruh sampel yang diujicobakan berdasarkan kriteria kesesuaian lahannya valid
atau sesuai dengan tingkat produksi yang diharapkan.
Kata kunci: Analisis diskriminan, Boundary Line Method, Eucalyptus pellita,
stepwise regression
SUMMARY
DESI NADALIA. The Model of Relationship Eucalyptus pellita Production with
Land Characteristics as Formulation Basic Land Suitability Criteria. Supervised
by ATANG SUTANDI, BUDI NUGROHO and SRI DJUNIWATI.
Eucalyptus pellita is a fast growing plant that has great potential in the
development of industrial timber estates. There persists notion, that the spesies is
capable growth in degraded land and minimum silviculture input, as a result
forestry plantation in some areas obtain the low productivity. On the other hand,
some research suggested that E. pellita responses on soil characteristics and
nutrient input.
The objective of this study was to create the relationship model of the land
characteristics with plant production of E. pellita, determine the contribution of
land characteristics to plant production classes of E. pellita, and establish the
criteria of land suitability for E. pellita associated with the plant production.
The method in this research was exploration survey. This study used
secondary and primary data. Collection of secondary data derived from the 5
districts namely Rasau Kuning, Sorek, Malako, Nilo, and Duri I, while the
primary data collection was done at the Gelombang, Rasau Kuning, Tapung, and
Duri II district at PT. Arara Abadi, Riau. Types of secondary and primary data
were collected such as land characteristics and plant productivity. Secondary data
were used for the formulation of the relationship model between land
characteristics and plant production, and the formulation of land suitability criteria
for E. pellita, while the primary data were used for the validation test. The data
were analyzed with stepwise regression, discriminant analysis, and boundary line
method. SPSS software version 17.0 was used for statistical analysis. Then,
validation test for assessing of land suitability criteria based production classes.
The results of multiple linear regression analysis with stepwise method
showed that land characteristics were significantly to the E. pellita productivity
with negative correlation namely exchangeable K, Mg, Al, total P, and slope,
while base saturation, total N, and clay content were significantly with positive
correlation. Based on discriminant analysis, land characteristics that high
contributed to plant production classes were exchangeable K, Al, and Mg, and
cation exchange capacity (CEC).
The optimum land characteristics to support maximum productivity of E.
pellita were sandy clay loam, sandy clay, or loamy sand soil texture, pH 4.0 - 4.7,
base saturation > 7.51%, organic C > 1.10%, Al saturation < 37%, total N >
0.08%, available P > 4.7 ppm, exchangeable K > 0.03 cmol (+) kg-1, and a slope <
18%. Then, the criteria were validation on the field and suggested that the land
suitability criteria about 70% valid correctly. This means that as many as 70% of
all samples were tested based on the land suitability criteria of valid with the
expected production levels.
Keywords: Discriminant analysis, Boundary Line Method, Eucalyptus pellita,
stepwise regression
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
MODEL KETERKAITAN PRODUKSI EUCALYPTUS PELLITA
DENGAN KARAKTERISTIK LAHAN SEBAGAI DASAR
PENYUSUNAN KRITERIA KESESUAIAN LAHAN
DESI NADALIA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Untung Sudadi, MSc.
Judul Tesis : Model Keterkaitan Produksi Eucalyptus pellita dengan
Karakteristik Lahan sebagai Dasar Penyusunan Kriteria Kesesuaian
Lahan
Nama
: Desi Nadalia
NIM
: A151100011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Ir Atang Sutandi, MSi, PhD
Ketua Komisi
Dr Ir Budi Nugroho, MSi
Anggota
Dr Ir Sri Djuniwati, MSc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Tanah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Ir Atang Sutandi, MSi, PhD
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 8 Juli 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah
keterkaitan produksi tanaman dengan karakteristik lahan, dengan judul Model
Keterkaitan Produksi Eucalyptus pellita dengan Karakteristik Lahan sebagai
Dasar Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Atang Sutandi, MSi, PhD.,
Dr Ir Budi Nugroho, MSi., dan Ibu Dr Ir Sri Djuniwati, MSc. selaku pembimbing,
yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis saya
sampaikan kepada Bapak Rianto Marolop dari PT. ARARA ABADI beserta
seluruh staf R&D PT. ARARA ABADI, yang telah membantu selama
pengumpulan data, pengamatan, dan pengambilan sampel tanah di lapangan.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami, ayah, ibu serta seluruh
keluarga atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013
Desi Nadalia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran
1
1
2
2
2
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Sekilas Tentang Tanaman Eucalyptus pellita
Hutan Tanaman Industri
Evaluasi Kesesuaian Lahan
Metode Boundary Line dalam Pengembangan Kriteria Kesesuaian Lahan
4
4
5
6
7
3 METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian
Pengumpulan data sekunder
Pengumpulan data primer
Analisis Data
Peneraan umur
Pemodelan hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman
Kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi
Penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita
Uji validasi
9
9
9
9
9
10
12
12
13
13
13
13
4 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
Sejarah Singkat PT. Arara Abadi
Letak Wilayah Penelitian
Jenis Tanah
14
14
15
18
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Tanah yang Terkait dengan Produksi Tanaman E. pellita
Peneraan Produksi Berdasarkan Umur Tanaman
Model Hubungan antara Karakteristik Lahan dan Produksi Tanaman
Kontribusi Karakteristik Lahan terhadap Kelas Produksi Tanaman
Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan
Hubungan produksi dengan media perakaran
Hubungan produksi dengan retensi hara
19
20
23
23
26
29
29
31
Hubungan produksi dengan toksisitas
Hubungan produksi dengan hara tersedia
Hubungan produksi dengan kondisi terrain
Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman Eucalyptus pellita
Hasil Uji Validasi
33
33
35
36
37
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
39
39
39
UCAPAN TERIMA KASIH
39
DAFTAR PUSTAKA
40
LAMPIRAN
43
RIWAYAT HIDUP
49
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Data-data sekunder yang dikumpulkan
Analisis laboratorium sifat fisik dan kimia tanah
Penyebaran areal konsesi PT. Arara Abadi
Sebaran jenis tanah di lokasi penelitian
Gambaran tekstur, pH H2O, dan kejenuhan Al secara umum di lokasi
penelitian
Rata-rata dan kisaran kadar C-organik, N-total, dan P-tersedia di
lokasi penelitian
Rata-rata dan kisaran nilai kation basa-basa dapat ditukar
Rata-rata dan kisaran KTK dan KB secara umum di lokasi penelitian
Hasil analisis regresi linier berganda metode stepwise hubungan
antara karakteristik lahan dan produksi tanaman E. pellita
Uji beda 3 nilai tengah dalam kelas produksi sangat baik, baik,
sedang, dan buruk
Hasil uji nyata fungsi sebaran linier
Struktur matrik
Hasil prediksi ketepatan kelas produksi berdasarkan karakteristik
lahan
Kriteria kesesuaian lahan berdasarkan kondisi perakaran untuk
tanaman E. pellita
Kriteria kesesuaian lahan berdasarkan sifat retensi hara untuk
tanaman E. pellita
Kriteria kesesuaian lahan berdasarkan ketersediaan hara untuk
tanaman E. pellita
Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita
Hasil uji validasi kriteria kesesuaian lahan untuk pengembangan
tanaman E. pellita
10
11
14
18
20
21
22
22
24
26
26
27
28
31
33
35
36
38
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
Bagan Kerangka pemikiran penelitian
Perbandingan pasokan bahan baku dari HTI dan hutan alam untuk
industri pulp di Indonesia
3. Diagram sebar (scatter diagram) hubungan antara produksi dan
kadar hara
4. Kaitan produksi dan kadar hara yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor pembatas
5. Lokasi penelitian di wilayah PT. Arara Abadi, Riau
6. Grafik hubungan umur tanaman dengan produksi aktual (a) dan
produksi teraan (b)
7. Hubungan produksi relatif dengan fraksi pasir dan liat
8. Hubungan produksi relatif dengan pH tanah, C-organik, dan
kejenuhan basa (KB)
9. Hubungan produksi relatif dengan kejenuhan Al
10. Hubungan produksi relatif dengan N-total, P-tersedia, dan K-dd
3
5
7
8
17
23
30
32
33
34
11. Hubungan produksi relatif dengan kemiringan lereng
36
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
Hasil analisis laboratorium dan kemiringan lereng di lokasi
penelitian
Hasil analisis regresi berganda metode stepwise dari hubungan
karakteristik lahan dengan produksi (volume kayu) teraan
Biaya pembangunan hutan tanaman industri untuk tanaman E.
pellita di PT. Arara Abadi, Riau
Kriteria kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Eucalyptus grandis
kriteria CSR/FAO (1983)
43
44
46
48
43
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini, telah terjadi penurunan kualitas hutan tropis dunia akibat
peningkatan produk kayu dari hutan tropis. Hal ini menimbulkan kekhawatiran
akan rusaknya hutan tropis dunia. Salah satu peranan hutan tropis adalah
mengurangi terjadinya pemanasan global bumi dan terbukanya lapisan ozon. Pada
dekade tahun 1990-an muncul beberapa pernyataan dari negara-negara di Eropa
dan Amerika yang digambarkan sebagai kampanye anti kayu tropis. Indonesia
sebagai pemasok kayu tropis terbesar di pasaran internasional telah bertekad
untuk rnengelola hutan secara lestari, yaitu dengan membangun Hutan Tanaman
Industri (HTI) yang menerapkan eco-labeling. Eco-labeling diartikan sebagai
pemberian label pada suatu produk, yang dalam proses produksinya telah
memenuhi suatu standar pelestarian lingkungan (Suratmo 2000). Hal ini
dikarenakan tingkat kerusakan hutan di Indonesia sudah sangat memprihatinkan.
Dengan demikian, manajemen hutan secara lestari (sustainable forest
management) harus segera diterapkan dan sertifikasi ekolabel sudah menjadi
keniscayaan global di dalam perdagangan internasional (Salim dan Dradjad 2000).
Manfaat positif pada aspek lingkungan pembangunan HTI yaitu
meningkatkan produktivitas dan kualitas hutan jika HTI dibangun pada lahan
yang tidak produktif (tanah kosong, padang alang-alang atau lahan kritis lainnya).
Kaitannya dengan pemanasan global, komponen ekosistem utama di bumi yang
dapat menyerap CO2 cukup tinggi dan menghasilkan O2 adalah hutan yang
ditanami tanaman cepat tumbuh. Pemilihan jenis tanaman untuk dikembangkan
dalam pembangunan hutan tanaman dapat disesuaikan dengan peruntukannya,
seperti untuk kayu pertukangan, bahan baku pulp, dan lain-lain. Jenis tanaman
yang banyak dikembangkan untuk hutan tanaman industri adalah jenis tanaman
cepat tumbuh (fast growing species), salah satunya adalah Eucalyptus pellita
(Suhartati 2007).
Eucalyptus pellita (E. pellita) merupakan salah satu jenis tanaman dari
marga Eucalyptus yang mempunyai pertumbuhan yang cepat untuk program
industri pulp (Harwood 1998). Sebaran alami jenis tanaman ini terdapat di
Australia. Pengembangan jenis ini sebagai tanaman HTI terdapat di Kalimantan
dan Sumatera yang telah menunjukkan pertumbuhan yang baik dari bentuk batang
(batang tunggal, lurus, bebas cabang tinggi), kecepatan tumbuh, kualitas kayu,
kemampuan bertunas, dan ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit.
Tanaman E. pellita pada umur 4.5 tahun dapat mencapai tinggi lebih dari 19 m
dengan diameter lebih dari 14 cm, sedangkan pada umur 6 tahun tinggi lebih dari
20 m dan diameter lebih dari 16 cm. Hasil analisis kayu rata-rata menunjukkan
nilai berat jenis kayu sebesar 0.55-0.68 g cm-3 dan panjang serat 0.75-1.08 mm
(Leksono 2001). Hasil penelitian Alrasyid (1984) menyatakan bahwa riap volume
rata-rata ± 30-40 m3 ha-1tahun-1.
Terdapat kesalahan persepsi dari para praktisi perusahaan HTI dimana
tanaman HTI seperti E. pellita merupakan jenis yang tidak membutuhkan
persyaratan tempat tumbuh atau tanah yang subur. Sementara hasil-hasil
penelitian menunjukkan ada korelasi pertumbuhan tanaman E. pellita dengan
2
pemupukan dan sifat tanah (Goncalves et al. 2004; Whitehead dan Beadle 2004;
Bristow et al. 2005; Bristow et al. 2006; Graciano et al. 2006; Pinheiro dan Anjos
2010). Pemahaman tersebut menyebabkan pertumbuhan E. pellita pada HTI tidak
optimal disertai dengan tingkat produktivitas (volume kayu) yang rendah. Hal ini
karena adanya keterkaitan yang erat antara karakteristik lahan dengan produksi
tanaman. Kondisi tersebut mendorong perlunya membuat model hubungan antara
karakteristik lahan dengan produksi tanaman serta mengembangkan kriteria
kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita agar dapat menciptakan hutan secara
lestari.
Perumusan Masalah
Para praktisi perusahaan HTI menganggap bahwa E. pellita merupakan jenis
tanaman yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tempat
tumbuh. Namun, pemahaman pemanfaatan lahan yang kurang subur selama ini
tidak didasari dengan pengetahuan tentang ketersediaan lahan yang cocok dan
pengelolaan yang dilakukan tidak memperhatikan karakteristik lahan setiap lokasi,
sehingga menjadi suatu permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan
tanaman ini di Indonesia, khususnya di PT. Arara Abadi, Riau. Produktivitas
tanaman E. pellita merupakan interaksi antara karakteristik lahan dengan
persyaratan tumbuh tanaman untuk menghasilkan produksi yang optimal. Oleh
karena itu, terlebih dahulu diperlukan adanya evaluasi kesesuaian lahan.
Kriteria-kriteria kesesuaian lahan yang ada pada umumnya masih
berdasarkan perkiraan sifat lahan secara relatif dan belum dikaitkan dengan
perkiraan produksi yang diperoleh. Untuk memperoleh potensi produksi yang
ingin dicapai, maka kriteria kesesuaian lahan harus dibangun dengan pendekatan
produksi tanaman E. pellita. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan
suatu kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita yang dikaitkan dengan
produksi, sehingga dapat diketahui faktor-faktor karakteristik lahan yang
menentukan produksi tanaman.
Tujuan Penelitian
1. Membuat model hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman E.
pellita.
2. Menentukan kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi tanaman E.
pellita.
3. Menyusun kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita yang
dihubungkan dengan produksi tanaman.
Manfaat Penelitian
1. Kriteria kesesuaian lahan dan mengetahui faktor pembatas yang menentukan
produksi tanaman.
2. Kontribusi karakteristik lahan terhadap peningkatan produksi tanaman.
3. Standar produksi yang didasarkan pada karakteristik lahan.
3
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini berasal dari pemikiran bahwa E. pellita merupakan salah satu
jenis tanaman yang banyak dikembangkan untuk HTI dan mempunyai potensi
yang tinggi dalam program industri pulp di PT. Arara Abadi, Riau. Saat ini HTI
tersebut belum memiliki kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita yang
dihubungkan dengan produksi tanaman. Oleh karena itu, penelitian ini ingin
mencoba membangun kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita yang
dikaitkan dengan produksi tanaman, agar memperoleh gambaran produksi yang
diharapkan. Bagan kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.
Pengumpulan data sekunder
Aspek biofisik dan lingkungan
- Kualitas lahan
- Fisiografi
Model hubungan karakteristik
lahan dengan produksi
(Analisis Regresi Berganda)
Aspek tanaman
- volume kayu
Kontribusi karakteristik lahan
terhadap kelas produksi
(Analisis Diskriminan)
Pengambilan data primer:
karakteristik lahan dan produksi
tanaman
Penyusunan kriteria
kesesuaian lahan
(Boundary Line Method)
-
Kriteria Kesesuaian Lahan
Eucalyptus pellita
Validasi
Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Sekilas Tentang Tanaman Eucalyptus pellita
Jenis Eucalyptus pellita (E. pellita) yang termasuk famili Myrtaceae adalah
salah satu jenis prioritas untuk Hutan Tanaman Industri (HTI) karena sifatnya
yang mudah menyesuaikan diri dan kayunya dapat digunakan untuk bahan baku
pulp. Ada lebih dari 700 varietas pohon Eucalyptus, sebagian besar berasal dari
Australia. Sebuah pohon yang baik secara komersial harus mencakup
pertumbuhan yang cepat, batang lurus dengan percabangan terbatas, dan kualitas
kayu yang layak untuk penggunaan tertentu. Spesies tanaman juga harus toleran
terhadap berbagai kondisi tanah dan lokasi, dan tahan terhadap hama dan penyakit.
E. pellita memenuhi semua kriteria tersebut karena telah terbukti sangat baik
untuk upaya reboisasi di tempat-tempat dengan curah hujan tinggi, musim kering
yang berbeda dan kondisi tanah yang buruk (Dombro 2010). Hasil penelitian
Suprapti dan Krisdianto (2006) menunjukkan bahwa kayu Acacia aulacocarpa
dan E. pellita termasuk kelompok kayu agak tahan dan kayu Acacia
auriculiformis dan Acacia crassicarpa termasuk kelompok kayu tidak tahan
terhadap jamur perusak kayu. Hardiyanto (2003) juga menyebutkan bahwa
tanaman E. pellita lebih resisten terhadap penyakit daun dibandingkan dengan
spesies Eucalyptus yang lain yang tumbuh di daerah tropis.
Menurut Hopewell et al. (2008) E. pellita tumbuh secara alami di Australia
yang tersebar di sepanjang pantai dari selatan New South Wales utara ke
Gladstone dan dari utara Townsville ke Semenanjung Cape York, Papua Nugini
dan Indonesia (Papua) yaitu pada ketinggian tempat hingga di atas 800 m dari
permukaan laut dengan curah hujan 900-2,400 mm tahun-1 dan iklim kering yang
jelas. E. pellita siap dipanen setelah 8 tahun (ketika pohon mencapai 35 m
tingginya) untuk industri pulp dan kertas dan setelah 10 tahun untuk industri kayu.
E. pellita mempunyai batang bulat lurus, tidak berbanir, kurang bercabang
dan tingginya dapat mencapai lebih dari 47 m dengan diameter 2 m. Kayu
gubalnya berwarna coklat kemerah-merahan sampai coklat merah, mudah dibelah,
sedikit bergetah, kulitnya sangat kuat dan sedikit berserat. Tajuk tanaman
menyerupai kerucut sampai lonjong. Pada waktu muda tanaman mempunyai daun
majemuk ganda dan setelah dewasa muncul daun semu tunggal. Lebar daun
bagian tengah antara 4 - 10 cm dengan panjang antara 10 - 26 cm (Khaerudin
1994; FAO 1979).
Menurut Alrasyid (1984) tanaman E. pellita cocok digunakan sebagai bahan
baku pulp dan rayon karena mempunyai karakteristik cepat tumbuh dengan riap
volume rata-rata ± 30-40 m3ha-1tahun-1. Apabila dikelola dengan baik dapat
memiliki tingkat produksi lebih dari 50 atau bahkan 60 m3ha-1tahun-1 (Dombro
2010).
E. pellita dapat tumbuh pada berbagai macam tanah seperti Spodosol,
Ultisol dengan tekstur lempung berpasir dengan banyak variasi dari batuan pasir,
granitis, basaltis, konglomerat, batu kapur dan sedimen. Tanaman ini juga cocok
tumbuh pada tanah Alluvial dataran rendah dan pasang surut. E. pellita tumbuh
pada tempat dengan ketinggian antara 0-1000 mdpl dengan tipe curah hujan A dan
5
B (Schmidt dan Ferguson), curah hujan rata-rata tahunan di atas 2000 mm
(Herawatiningsih 2001).
Hutan Tanaman Industri
m3
Hutan tanaman industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan
tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan
untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan
silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan.
Pada awalnya pasokan bahan baku industri pulp seluruhnya berasal dari hutan
alam. Seiring dengan dimulainya pembangunan hutan tanaman yang tujuan
awalnya untuk merehabilitasi kawasan hutan yang kritis, peran hutan tanaman
kemudian diarahkan sebagai pemasok bahan baku industri kehutanan untuk
menggantikan peran hutan alam. Perlunya pembangunan HTI dikarenakan adanya
kecenderungan penurunan kualitas hutan alam dan penurunan produksi kayu dari
hutan alam karena belum berhasilnya rehabilitasi areal bekas tebangan hutan alam,
penebangan liar, perladangan berpindah, dan kebakaran hutan.
(m3)
(m3)
Gambar 2 Perbandingan pasokan bahan baku dari HTI dan hutan alam untuk
industri pulp di Indonesia
Gambar 2 terlihat bahwa trend penggunaan bahan baku dari hutan alam
semakin menurun sepanjang 2003-2008 dari 81 % di tahun 2003 menurun
menjadi 23 % di tahun 2008 atau rata-rata 54 % per tahun (IWGFF 2010).
Pengelolaan HTI yang produktivitasnya dapat diterima secara ekonomis
hanya dapat dilakukan secara berkelanjutan di lahan-lahan yang memiliki kondisi
iklim dan tanah yang sesuai. Produktivitas hutan tanaman tergantung sepenuhnya
pada kualitas lahan. Pada dasarnya pembangunan HTI membutuhkan investasi
awal yang tinggi, maka pemilihan lahan harus dilakukan dengan cermat.
Pembangunan HTI berkembang dengan cepat di negara-negara beriklim
tropis. Hal ini dikarenakan pasokan kayu dari hutan alam semakin menurun
sehingga mendorong pembangunan HTI untuk program industri pengolahan kayu
6
khususnya pulp dan kertas. Pengelolaan jenis tanaman cepat tumbuh dengan baik
dapat memberikan produktivitas yang tinggi sehingga HTI mempunyai peranan
yang penting di dalam sektor kehutanan di daerah tropis (Mackensen 2000).
Evaluasi Kesesuaian Lahan
Penilaian kesesuaian lahan adalah bagian evaluasi lahan, berupa proses
penilaian potensi atau kelas kesesuaian lahan untuk tujuan penggunaan lahan
tertentu. Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan
persyaratan yang diperlukan untuk tipe penggunaan lahan yang diterapkan dengan
karakteristik atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan
(FAO 1976).
Karakteristik lahan didefinisikan sebagai suatu atribut lahan yang dapat
diukur dan diduga secara langsung yang berhubungan dengan penggunaan lahan,
misalnya iklim, drainase, lereng, sifat fisik tanah terdiri dari tekstur, batuan, dan
kedalaman efektif, dan karakteristik kesuburan tanah yaitu KTK, pH, N-total, Ptersedia, dan K-tersedia. Kualitas lahan adalah sifat lahan yang berpengaruh
langsung terhadap penggunaan lahan di suatu wilayah, diantaranya rejim
temperatur, ketersediaan air, kondisi perakaran, retensi hara, ketersediaan hara,
dan terrain. Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di
lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan
(FAO 1976). Kualitas lahan dapat berperan positif dan negatif terhadap
penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berpengaruh
positif sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya kualitas lahan
yang bersifat negatif bersifat merugikan, sehingga menjadi faktor penghambat
atau pembatas bagi suatu penggunaan lahan tertentu. Setiap kualitas lahan dapat
berpengaruh terhadap satu atau lebih jenis penggunaan lahan.
Pemilihan kualitas dan karakteristik lahan yang dibutuhkan untuk tujuan
evaluasi lahan yang lebih spesifik untuk komoditas tertentu perlu dipilih
kualitas/karakteristik lahan yang relevan dengan tujuan evaluasi dan ketersediaan
data di suatu wilayah. FAO (1983) secara umum telah menginventarisasi sejumlah
25 kualitas lahan beserta karakteristik lahannya.
FAO (1976) memperkenalkan sistem klasifikasi kesesuaian lahan untuk
jenis penggunaan lahan yang spesifik. Dalam sistem ini, klasifikasi kesesuaian
lahan dibagi ke dalam ordo sesuai (S) dan tidak sesuai (N). Ordo S dibagi lagi
menjadi sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marjinal (S3). Sistem
tersebut banyak dikembangkan di Indonesia, khususnya sektor pertanian dan
kehutanan.
Berbagai sistem evaluasi lahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan
yang berbeda seperti sistem perkalian parameter, sistem penjumlahan parameter
dan sistem pencocokan (matching) antara kualitas lahan dan karakteristik lahan
dengan persyaratan tumbuh tanaman (Ritung et al. 2007). Dengan demikian,
semua pendekatan tersebut memerlukan sebuah kriteria yang akurat agar dapat
mengklasifikasikan karakteristik lahan dalam mendukung pertumbuhan dan
produktivitas tanaman.
Hasil evaluasi kesesuaian lahan dapat digunakan sebagai dasar perencanaan
penggunaan tanah yang rasional secara optimal dan lestari. Penggunaaan lahan
7
yang tidak sesuai dengan kemampuannya selain dapat menimbulkan terjadinya
kerusakan lahan dan lingkungannya, juga dapat menimbulkan masalah
kemiskinan, dan masalah-masalah ekonomi lainnya (Hardjowigeno dan
Widiatmaka 2007).
Kriteria kesesuaian lahan disusun berdasarkan tujuan evaluasi dan
persyaratan penggunaan lahan dari suatu tipe penggunaan lahan tertentu yang
dihubungkan dengan kualitas lahan. Kriteria kesesuaian lahan digunakan untuk
menilai atau memprediksi potensi atau kelas kesesuaian lahan dari wilayah yang
bersangkutan. Setiap tipe penggunaan lahan memerlukan persyaratan penggunaan
lahan yang berbeda untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal. Kriteria
kesesuaian lahan yang ada masih bersifat umum dan disusun berdasarkan
pengalaman empiris yang belum dikorelasikan dengan produksi tanamannya. Hal
ini diperlukan agar dapat memberikan gambaran potensi produksi yang akan
dicapai bila pengembangan dilakukan. Berlakunya kriteria kesesuaian lahan, harus
dilanjutkan dengan validasi untuk melakukan generalisasi penggunaan kriteria.
Setelah sebuah kriteria kesesuaian lahan sudah diyakini validasinya, maka kriteria
tersebut dapat diterapkan.
Metode Boundary Line dalam Pengembangan Kriteria Kesesuaian Lahan
Metode boundary line merupakan salah satu metode untuk menentukan
produktivitas suatu komoditas. Tahap pertama untuk melakukan evaluasi
menggunakan metode Boundary line ini adalah pembuatan sebuah nilai standar
atau norm. Satu set data yang menggambarkan hubungan antara produksi dengan
kadar hara atau karakteristik lahan diplot ke dalam diagram sebar (Walworth et al.
1986) seperti pada Gambar 3.
Kelompok produksi tinggi merupakan cerminan dari kondisi yang optimal,
yang faktor pembatasnya sudah banyak berkurang dibanding pada kelompok
produksi rendah. Pembagian kelompok produksi tinggi dan rendah dibatasi oleh
suatu sekat produksi.
Gambar 3 Diagram sebar (scatter diagram) hubungan antara produksi dan
kadar hara
8
Berdasarkan gambar tersebut semakin tinggi produksi, sebaran kadar hara
semakin menyempit. Dengan kata lain semakin tinggi kadar hara, produksi
semakin tinggi sampai tingkat tertentu, kemudian produksi turun kembali dengan
semakin tingginya kadar hara. Penggambaran seperti ini sangat bermanfaat dalam
mendiagnosis kemungkinan perolehan produksi maksimum yang konsisten
dengan nilai apapun dari faktor pertumbuhan yang dapat ditentukan (Walworth et
al. 1986).
Tingkat produksi yang rendah pada diagram tersebut di atas, tidak saja
dipengaruhi oleh kadar hara yang sedang dievaluasi tetapi oleh sejumlah n faktor
pembatas (Sumner dan Farina 1986) seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4.
Apabila salah satu faktor pembatas dikoreksi, maka produksi akan naik. Akan
tetapi, masih tetap dipengaruhi oleh sejumlah n-1 faktor pembatas. Semakin
banyak faktor pembatas yang dikoreksi, produksi semakin meningkat. Sementara
itu, kedua garis batas tetap terbuka hingga mencapai potensi produksi. Hal ini
mirip dengan berlakunya hukum minimum J.V. Liebig. Dengan demikian, garis
paling atas akan merepresentasikan batas pada kondisi produksi aktual yang
dibatasi oleh variabel yang diplot pada absis.
Gambar 4
Kaitan produksi dan kadar hara yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor pembatas
Puncak (peak) observasi menunjukkan nilai optimal bagi kombinasi
produksi dengan faktor yang diplot pada absis. Sebaliknya garis paling bawah
merepresentasikan respon produksi pada kondisi yang paling tidak optimal.
Perpotongan garis batas dengan sekat produksi kelas kesesuaian lahan dan
proyeksi titik potong tersebut pada sumbu x (karakteristik lahan) maka dapat
diperoleh kriteria kesesuaian lahan (Sutandi dan Barus 2007).
Pendekatan garis batas memiliki keunggulan dibandingkan pendekatan lain
yang memiliki bias yang cukup besar pada produksi tinggi. Data produksi
tanaman yang tersedia harus dihubungkan dengan karakteristik lain, khususnya
kondisi lingkungan tumbuh. Mengingat bahwa kawasan HTI memiliki variasi
dalam tanah dan pengelolaan lahan. (Poovarodom and Chatupote 2002).
9
3 METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini berlangsung selama 5 bulan mulai dari Desember 2012 sampai
dengan April 2013, meliputi pengumpulan data sekunder yang berasal dari 5
distrik yaitu Rasau Kuning, Sorek, Malako, Nilo, dan Duri I di PT. Arara Abadi,
Riau, dan pengambilan data primer di 4 distrik yaitu Gelombang, Rasau Kuning,
Tapung, dan Duri II di PT. Arara Abadi, Riau. Analisis tanah dilakukan di
Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian IPB.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan pendukung penelitian terdiri atas sampel tanah di lokasi
penelitian (Distrik Gelombang, Rasau Kuning, Tapung, dan Duri II), dan datadata sekunder berupa data karakteristik lahan dan produksi tanaman E. pellita.
Tanah di lokasi yang diamati pada penelitian ini ditanami oleh tanaman E. pellita
klon EP 05 dan EP 077.
Peralatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1)
peralatan untuk validasi di lapangan yaitu bor tanah, buku Munsell Soil Color
Chart, GPS (Global Positioning System), meteran, alat pengukur diameter dan
tinggi tanaman, serta beberapa kelengkapan lainnya, dan (2) alat-alat untuk
keperluan analisis di laboratorium.
Seluruh data hasil pengamatan lapang, baik data parameter karakteristik
lahan maupun parameter pertumbuhan tanaman dicatat dalam formulir
pengamatan lapang. Analisis statistik menggunakan perangkat lunak SPSS versi
17.0. Penulisan dan pengolahan data-data primer dan sekunder menggunakan
software Microsoft Excel dan Microsoft Word.
Prosedur Penelitian
Pengumpulan data sekunder
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei eksplorasi. Jenis
data sekunder yang dikumpulkan berupa data karakteristik lahan, parameter
pertumbuhan dan produktivitas tanaman (volume kayu) (Tabel 1). Data-data
karakteristik lahan serta produksi tanaman digunakan untuk penyusunan model
hubungan karakteristik lahan dengan produksi serta penyusunan kriteria
kesesuaian lahan berdasarkan produksi tanaman. Data diambil pada contoh
tanah/lahan dan tanaman yang mempunyai karakteristik dan tingkatan produksi
yang beragam, dari tingkat produksi yang paling tinggi sampai paling rendah.
10
Tabel 1 Data-data sekunder yang dikumpulkan
No.
1.
Data-Data Sekunder
Karakteristik Lahan
-
2.
Pertumbuhan dan
Produktivitas Tanaman
Parameter Data Sekunder
Tekstur
Kapasitas tukar kation (KTK)
tanah
Kejenuhan Al
N-total
P-tersedia
Kadar C-organik
pH tanah
Kejenuhan basa
Drainase
Lereng
Kedalaman efektif tanah
- Tinggi tanaman
- Diameter breast height (DBH)
- Volume kayu
Data-data sekunder tersebut berasal dari penelitian survey kerjasama antara
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB dengan PT. Arara Abadi,
Riau pada tahun 2011.
Pengumpulan data primer
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan sebagai berikut:
1). Distrik atau areal studi, dengan luasan 10,000 – 20,000 ha, dibagi menjadi
beberapa unit pengelolaan terkecil (UPT) atau blok dengan luasan yang
tergantung dari homogenitas lahan. Lahan homogen didasarkan pada:
- Lereng
- Sifat morfologi tanah atau jenis tanah
- Performance pertumbuhan atau produksi tanaman
Ketiga variabel tersebut dikelompokkan ke dalam UPT dengan variabilitas
serendah mungkin atau sehomogen mungkin.
2). Satu distrik terdapat beberapa blok atau petak dan paling sedikit satu blok
kemudian dipilih blok yang paling mewakili UPT atau blok paling tengah
dengan luasan 25 ha atau 50 ha.
3). Di dalam blok tersebut dipilih lokasi seluas 1000 m2 yang paling mewakili
sebagai lokasi pengamatan dan pengambilan sampel. Setiap lokasi
pengamatan diobservasi keragaan tanaman dan sifat-sifat tanah, jumlah
sampel tanaman yang diamati pada setiap lokasi pengamatan adalah 10
pohon dari luasan 1000 m2. Pengamatan dilakukan terhadap:
- Tinggi tanaman dan diameter batang tanaman
- Sifat morfologi tanah
11
4).
- Jumlah tanaman mati dalam 1000 m2
- Umur tanaman
Setelah diamati kemudian dilakukan pengambilan sampel tanah untuk
analisis tanah. Jumlah sampel tanah yang diambil dan diamati untuk validasi
dari keseluruhan distrik yaitu 10 sampel.
Analisis Tanah
Setiap satuan lahan pengamatan diambil sampel tanahnya pada kedalaman
lapisan 0-30 cm, untuk data kesuburan tanah. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah
yang dianalisis di laboratorium beserta metode analisisnya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Analisis laboratorium sifat fisik dan kimia tanah
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Sifat Tanah
Tekstur tanah
Kapasitas tukar kation
pH tanah
Kadar C-organik
N-total
P-tersedia
P-total
K-dd + basa-basa
Al-dd
Unsur mikro (Fe, Mn, Zn, Cu)
Metoda
Pipet
NH4OAc pH 7.0
H2O 1:2.5 dan KCl 1 N
Walkey and Black
Kjeldahl
Bray-1
HCl 25%
NH4OAc
Titrasi
HCl 0.05 N
Parameter pertumbuhan dan produktivitas tanaman
Parameter pertumbuhan dan produktivitas tanaman meliputi:
1. Tinggi tanaman (diukur langsung)
2. Diameter breast height (DBH) (diukur langsung)
3. Volume kayu (perhitungan) (PT. Arara Abadi, Riau)
Volume kayu E. pellita (EP 05) = 1667
(DBH2 x T)
x (% SR)
23163.87 + 149.03 x DBH
100
Volume kayu E. pellita (EP 077) = 1667
(DBH2 x T)
x (% SR)
24256.55 + 296.15 x DBH
100
Keterangan :
DBH : diameter batang setinggi dada
T
: tinggi tanaman
SR
: survival rate (100-% kematian)
100
12
Analisis Data
Data-data yang terkumpul dianalisis untuk pemodelan hubungan antara
karakteristik lahan dengan produksi tanaman, serta untuk penyusunan kriteria
kesesuaian lahan untuk budi daya tanaman E. pellita yang dihubungkan dengan
produksi tanaman.
Peneraan umur
Peneraan dilakukan karena sampel tanaman di lapang tidak sama umurnya
sehingga produksi (volume kayu) tanaman terlebih dahulu ditera dengan umur,
agar data produksi setiap sampel dapat dibandingkan satu sama lain (Rathfon dan
Burger 1991).
Sebelum melakukan peneraan, terlebih dahulu dicari persamaan korelasi
antara umur tanaman dan produksi tanaman. Persamaan korelasi yang diperoleh
kemudian menjadi dasar di dalam melakukan peneraan. Hal tersebut perlu
dilakukan agar satu sampel dengan lainnya tidak dipengaruhi oleh umur dan
hanya dipengaruhi oleh karakteristik lahan. Setelah itu, persamaan hubungan yang
harus dibangun dalam menera umur terhadap data-data produksi tanaman yang
diperoleh di lapangan adalah persamaan regresi. Persamaan tersebut dibangun dari
hubungan faktor umur sebagai variabel independen dengan volume kayu tanaman
sebagai variabel dependen.
Metode peneraan yang digunakan adalah sebagai berikut (Sutandi dan Barus
2007):
i
= f(t)
i= volume kayu dugaan berdasarkan umur
t = umur (bulan)
Yi teraan = Y + (Yi -
i)
Dimana:
Yi teraan = volume kayu teraan
Yi
= volume kayu aktual
= rataan umum
i
= volume kayu dugaan berdasarkan umur
Yi teraan
Produksi relatif =
x 100%
Y teraan maximum
Selanjutnya, yang dimaksud dengan produksi dalam bahasan penyusunan
kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita ini adalah produksi relatif.
13
Pemodelan hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman
Pemodelan hubungan karakteristik lahan dengan produksi (volume kayu)
tanaman teraan menggunakan analisis regresi berganda dengan metode stepwise.
Pemodelan ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara karakteristik lahan
dengan produksi tanaman. Selanjutnya, dari pemodelan tersebut diperoleh
variabel karakteristik lahan yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap
variabel produksi tanaman dengan melakukan penyeleksian atas variabel produksi
tanaman.
Kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi
Analisis diskriminan digunakan untuk melihat kontribusi karakteristik lahan
terhadap kelas produksi tanaman E. pellita yaitu produksi sangat baik, baik,
sedang, dan buruk. Analisis diskriminan ini menggunakan metode stepwise
(pendekatan bertahap). Pemilihan metode stepwise dimaksudkan untuk
mengeluarkan variabel-variabel karakteristik lahan yang terdeteksi saling kolinear
(multikoliearitas), sehingga diperoleh variabel-variabel karakteristik lahan yang
berkontribusi tinggi terhadap kelas produksi.
Penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman Eucalyptus pellita
Selang kesesuaian lahan dari kelas S1, S2, S3 dan N ditentukan batasnya
dengan metode garis batas (Boudary Line Method). Diagram sebar hubungan
antara produksi relatif dan karakteristik lahan dibungkus oleh garis batas terluar.
Garis tersebut berupa satu atau dua garis persamaan regresi linier sederhana
(simple regression) yang dibangun dari titik-titik terluar dari sebaran data
hubungan antara karakteristik lahan dengan produksi relatif. Pola garis batas
terluar yang dipilih adalah yang logis dan mempunyai koefisien determinan (R2)
tertinggi (Purnama et al. 2010).
Proyeksi titik potong antara persamaan garis batas (boundary lines) dengan
sekat produksi pada sumbu x (karakteristik lahan) merupakan kriteria kesesuaian
lahan. Sekat produksi yang digunakan untuk kelas S1 dan S2 mengacu terhadap
kriteria FAO (1986), yaitu lahan dengan kesesuaian S1 dengan tingkat produksi
sangat baik adalah >80% dari produksi maksimum dan kelas kesesuaian S2,
mempunyai tingkat produksi baik (60-80% dari produksi maksimum). Dalam
penelitian ini, kelas S3 dengan tingkat produksi sedang digunakan selang produksi
dari BEP (break even point) yaitu 29.5-60% dari produksi maksimum, sedangkan
untuk kelas N dengan tingkat produksi buruk yaitu lebih rendah dari BEP
(
DENGAN KARAKTERISTIK LAHAN SEBAGAI DASAR
PENYUSUNAN KRITERIA KESESUAIAN LAHAN
DESI NADALIA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Keterkaitan
Produksi Eucalyptus pellita dengan Karakteristik Lahan sebagai Dasar
Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Desi Nadalia
NIM A151100011
RINGKASAN
DESI NADALIA. Model Keterkaitan Produksi Eucalyptus pellita dengan
Karakteristik Lahan sebagai Dasar Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan.
Dibimbing oleh ATANG SUTANDI, BUDI NUGROHO dan SRI DJUNIWATI.
Eucalyptus pellita merupakan jenis tanaman cepat tumbuh yang berpotensi
besar dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Terdapat kesalahan
persepsi dari para praktisi perusahaan HTI yang menyatakan bahwa tanaman HTI
seperti E. pellita merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan tempat
tumbuh atau tanah yang subur, sedangkan hasil-hasil penelitian menunjukkan ada
korelasi pertumbuhan tanaman E. pellita dengan pemupukan dan sifat tanah.
Pemahaman tersebut menyebabkan pertumbuhan E. pellita tidak optimal disertai
dengan tingkat produktivitas (volume kayu) yang rendah.
Tujuan penelitian ini yaitu membuat model hubungan karakteristik lahan
dengan produksi tanaman E. pellita, menentukan kontribusi karakteristik lahan
terhadap kelas produksi tanaman E. pellita, dan menyusun kriteria kesesuaian
lahan untuk tanaman E. pellita yang dihubungkan dengan produksi tanaman.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei eksplorasi.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dan primer. Pengumpulan data
sekunder berasal dari 5 distrik yaitu Rasau Kuning, Sorek, Malako, Nilo, dan Duri
I, sedangkan pengambilan data primer dilakukan pada distrik Gelombang, Rasau
Kuning, Tapung, dan Duri II di PT. Arara Abadi, Riau. Jenis data sekunder dan
primer yang dikumpulkan berupa data karakteristik lahan dan produktivitas
tanaman. Data sekunder digunakan untuk penyusunan model hubungan
karakteristik lahan dengan produksi tanaman serta penyusunan kriteria kesesuaian
lahan untuk tanaman E. pellita, sedangkan data primer digunakan untuk uji
validasi. Pemodelan hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman
menggunakan analisis regresi berganda metode stepwise, dan analisis diskriminan
digunakan untuk mengetahui kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas
produksi tanaman. Penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita
menggunakan metode garis batas (Boudary Line Method). Analisis statistik
menggunakan perangkat lunak SPSS versi 17.0. Selanjutnya, dilakukan uji
validasi untuk menilai kriteria kesesuaian lahan yang dihasilkan dengan kriteria
produksinya.
Hasil analisis regresi linier berganda metode stepwise menunjukkan bahwa
karakteristik lahan yang berpengaruh nyata dengan korelasi negatif terhadap
produksi tanaman E. pellita yaitu K-dd, Mg-dd, P-total, lereng, dan Al-dd,
sedangkan KB, N-total, dan liat berpengaruh nyata dengan korelasi positif.
Berdasarkan analisis diskriminan, karakteristik lahan yang berkontribusi tinggi
terhadap kelas produksi tanaman E. pellita yaitu K-dd, KTK, Al-dd, dan Mg-dd.
Karakteristik lahan yang optimal untuk mendukung peningkatan produksi
tanaman E. pellita dijumpai pada tanah dengan tekstur lempung liat berpasir,
lempung berpasir, atau pasir berlempung, pH antara 4.0 - 4.7, KB > 7.51%, Corganik > 1.10%, kejenuhan Al < 37%, N-total > 0.08%, P-tersedia > 4.7 ppm, Kdd > 0.03 cmol(+) kg-1, dan lereng < 18%. Berdasarkan hasil uji validasi, kriteria
kesesuaian lahan memiliki validasi 70%. Hal ini berarti sebanyak 70% dari
seluruh sampel yang diujicobakan berdasarkan kriteria kesesuaian lahannya valid
atau sesuai dengan tingkat produksi yang diharapkan.
Kata kunci: Analisis diskriminan, Boundary Line Method, Eucalyptus pellita,
stepwise regression
SUMMARY
DESI NADALIA. The Model of Relationship Eucalyptus pellita Production with
Land Characteristics as Formulation Basic Land Suitability Criteria. Supervised
by ATANG SUTANDI, BUDI NUGROHO and SRI DJUNIWATI.
Eucalyptus pellita is a fast growing plant that has great potential in the
development of industrial timber estates. There persists notion, that the spesies is
capable growth in degraded land and minimum silviculture input, as a result
forestry plantation in some areas obtain the low productivity. On the other hand,
some research suggested that E. pellita responses on soil characteristics and
nutrient input.
The objective of this study was to create the relationship model of the land
characteristics with plant production of E. pellita, determine the contribution of
land characteristics to plant production classes of E. pellita, and establish the
criteria of land suitability for E. pellita associated with the plant production.
The method in this research was exploration survey. This study used
secondary and primary data. Collection of secondary data derived from the 5
districts namely Rasau Kuning, Sorek, Malako, Nilo, and Duri I, while the
primary data collection was done at the Gelombang, Rasau Kuning, Tapung, and
Duri II district at PT. Arara Abadi, Riau. Types of secondary and primary data
were collected such as land characteristics and plant productivity. Secondary data
were used for the formulation of the relationship model between land
characteristics and plant production, and the formulation of land suitability criteria
for E. pellita, while the primary data were used for the validation test. The data
were analyzed with stepwise regression, discriminant analysis, and boundary line
method. SPSS software version 17.0 was used for statistical analysis. Then,
validation test for assessing of land suitability criteria based production classes.
The results of multiple linear regression analysis with stepwise method
showed that land characteristics were significantly to the E. pellita productivity
with negative correlation namely exchangeable K, Mg, Al, total P, and slope,
while base saturation, total N, and clay content were significantly with positive
correlation. Based on discriminant analysis, land characteristics that high
contributed to plant production classes were exchangeable K, Al, and Mg, and
cation exchange capacity (CEC).
The optimum land characteristics to support maximum productivity of E.
pellita were sandy clay loam, sandy clay, or loamy sand soil texture, pH 4.0 - 4.7,
base saturation > 7.51%, organic C > 1.10%, Al saturation < 37%, total N >
0.08%, available P > 4.7 ppm, exchangeable K > 0.03 cmol (+) kg-1, and a slope <
18%. Then, the criteria were validation on the field and suggested that the land
suitability criteria about 70% valid correctly. This means that as many as 70% of
all samples were tested based on the land suitability criteria of valid with the
expected production levels.
Keywords: Discriminant analysis, Boundary Line Method, Eucalyptus pellita,
stepwise regression
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
MODEL KETERKAITAN PRODUKSI EUCALYPTUS PELLITA
DENGAN KARAKTERISTIK LAHAN SEBAGAI DASAR
PENYUSUNAN KRITERIA KESESUAIAN LAHAN
DESI NADALIA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Untung Sudadi, MSc.
Judul Tesis : Model Keterkaitan Produksi Eucalyptus pellita dengan
Karakteristik Lahan sebagai Dasar Penyusunan Kriteria Kesesuaian
Lahan
Nama
: Desi Nadalia
NIM
: A151100011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Ir Atang Sutandi, MSi, PhD
Ketua Komisi
Dr Ir Budi Nugroho, MSi
Anggota
Dr Ir Sri Djuniwati, MSc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Tanah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Ir Atang Sutandi, MSi, PhD
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 8 Juli 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah
keterkaitan produksi tanaman dengan karakteristik lahan, dengan judul Model
Keterkaitan Produksi Eucalyptus pellita dengan Karakteristik Lahan sebagai
Dasar Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Atang Sutandi, MSi, PhD.,
Dr Ir Budi Nugroho, MSi., dan Ibu Dr Ir Sri Djuniwati, MSc. selaku pembimbing,
yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis saya
sampaikan kepada Bapak Rianto Marolop dari PT. ARARA ABADI beserta
seluruh staf R&D PT. ARARA ABADI, yang telah membantu selama
pengumpulan data, pengamatan, dan pengambilan sampel tanah di lapangan.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami, ayah, ibu serta seluruh
keluarga atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013
Desi Nadalia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran
1
1
2
2
2
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Sekilas Tentang Tanaman Eucalyptus pellita
Hutan Tanaman Industri
Evaluasi Kesesuaian Lahan
Metode Boundary Line dalam Pengembangan Kriteria Kesesuaian Lahan
4
4
5
6
7
3 METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian
Pengumpulan data sekunder
Pengumpulan data primer
Analisis Data
Peneraan umur
Pemodelan hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman
Kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi
Penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita
Uji validasi
9
9
9
9
9
10
12
12
13
13
13
13
4 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
Sejarah Singkat PT. Arara Abadi
Letak Wilayah Penelitian
Jenis Tanah
14
14
15
18
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Tanah yang Terkait dengan Produksi Tanaman E. pellita
Peneraan Produksi Berdasarkan Umur Tanaman
Model Hubungan antara Karakteristik Lahan dan Produksi Tanaman
Kontribusi Karakteristik Lahan terhadap Kelas Produksi Tanaman
Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan
Hubungan produksi dengan media perakaran
Hubungan produksi dengan retensi hara
19
20
23
23
26
29
29
31
Hubungan produksi dengan toksisitas
Hubungan produksi dengan hara tersedia
Hubungan produksi dengan kondisi terrain
Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman Eucalyptus pellita
Hasil Uji Validasi
33
33
35
36
37
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
39
39
39
UCAPAN TERIMA KASIH
39
DAFTAR PUSTAKA
40
LAMPIRAN
43
RIWAYAT HIDUP
49
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Data-data sekunder yang dikumpulkan
Analisis laboratorium sifat fisik dan kimia tanah
Penyebaran areal konsesi PT. Arara Abadi
Sebaran jenis tanah di lokasi penelitian
Gambaran tekstur, pH H2O, dan kejenuhan Al secara umum di lokasi
penelitian
Rata-rata dan kisaran kadar C-organik, N-total, dan P-tersedia di
lokasi penelitian
Rata-rata dan kisaran nilai kation basa-basa dapat ditukar
Rata-rata dan kisaran KTK dan KB secara umum di lokasi penelitian
Hasil analisis regresi linier berganda metode stepwise hubungan
antara karakteristik lahan dan produksi tanaman E. pellita
Uji beda 3 nilai tengah dalam kelas produksi sangat baik, baik,
sedang, dan buruk
Hasil uji nyata fungsi sebaran linier
Struktur matrik
Hasil prediksi ketepatan kelas produksi berdasarkan karakteristik
lahan
Kriteria kesesuaian lahan berdasarkan kondisi perakaran untuk
tanaman E. pellita
Kriteria kesesuaian lahan berdasarkan sifat retensi hara untuk
tanaman E. pellita
Kriteria kesesuaian lahan berdasarkan ketersediaan hara untuk
tanaman E. pellita
Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita
Hasil uji validasi kriteria kesesuaian lahan untuk pengembangan
tanaman E. pellita
10
11
14
18
20
21
22
22
24
26
26
27
28
31
33
35
36
38
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
Bagan Kerangka pemikiran penelitian
Perbandingan pasokan bahan baku dari HTI dan hutan alam untuk
industri pulp di Indonesia
3. Diagram sebar (scatter diagram) hubungan antara produksi dan
kadar hara
4. Kaitan produksi dan kadar hara yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor pembatas
5. Lokasi penelitian di wilayah PT. Arara Abadi, Riau
6. Grafik hubungan umur tanaman dengan produksi aktual (a) dan
produksi teraan (b)
7. Hubungan produksi relatif dengan fraksi pasir dan liat
8. Hubungan produksi relatif dengan pH tanah, C-organik, dan
kejenuhan basa (KB)
9. Hubungan produksi relatif dengan kejenuhan Al
10. Hubungan produksi relatif dengan N-total, P-tersedia, dan K-dd
3
5
7
8
17
23
30
32
33
34
11. Hubungan produksi relatif dengan kemiringan lereng
36
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
Hasil analisis laboratorium dan kemiringan lereng di lokasi
penelitian
Hasil analisis regresi berganda metode stepwise dari hubungan
karakteristik lahan dengan produksi (volume kayu) teraan
Biaya pembangunan hutan tanaman industri untuk tanaman E.
pellita di PT. Arara Abadi, Riau
Kriteria kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Eucalyptus grandis
kriteria CSR/FAO (1983)
43
44
46
48
43
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini, telah terjadi penurunan kualitas hutan tropis dunia akibat
peningkatan produk kayu dari hutan tropis. Hal ini menimbulkan kekhawatiran
akan rusaknya hutan tropis dunia. Salah satu peranan hutan tropis adalah
mengurangi terjadinya pemanasan global bumi dan terbukanya lapisan ozon. Pada
dekade tahun 1990-an muncul beberapa pernyataan dari negara-negara di Eropa
dan Amerika yang digambarkan sebagai kampanye anti kayu tropis. Indonesia
sebagai pemasok kayu tropis terbesar di pasaran internasional telah bertekad
untuk rnengelola hutan secara lestari, yaitu dengan membangun Hutan Tanaman
Industri (HTI) yang menerapkan eco-labeling. Eco-labeling diartikan sebagai
pemberian label pada suatu produk, yang dalam proses produksinya telah
memenuhi suatu standar pelestarian lingkungan (Suratmo 2000). Hal ini
dikarenakan tingkat kerusakan hutan di Indonesia sudah sangat memprihatinkan.
Dengan demikian, manajemen hutan secara lestari (sustainable forest
management) harus segera diterapkan dan sertifikasi ekolabel sudah menjadi
keniscayaan global di dalam perdagangan internasional (Salim dan Dradjad 2000).
Manfaat positif pada aspek lingkungan pembangunan HTI yaitu
meningkatkan produktivitas dan kualitas hutan jika HTI dibangun pada lahan
yang tidak produktif (tanah kosong, padang alang-alang atau lahan kritis lainnya).
Kaitannya dengan pemanasan global, komponen ekosistem utama di bumi yang
dapat menyerap CO2 cukup tinggi dan menghasilkan O2 adalah hutan yang
ditanami tanaman cepat tumbuh. Pemilihan jenis tanaman untuk dikembangkan
dalam pembangunan hutan tanaman dapat disesuaikan dengan peruntukannya,
seperti untuk kayu pertukangan, bahan baku pulp, dan lain-lain. Jenis tanaman
yang banyak dikembangkan untuk hutan tanaman industri adalah jenis tanaman
cepat tumbuh (fast growing species), salah satunya adalah Eucalyptus pellita
(Suhartati 2007).
Eucalyptus pellita (E. pellita) merupakan salah satu jenis tanaman dari
marga Eucalyptus yang mempunyai pertumbuhan yang cepat untuk program
industri pulp (Harwood 1998). Sebaran alami jenis tanaman ini terdapat di
Australia. Pengembangan jenis ini sebagai tanaman HTI terdapat di Kalimantan
dan Sumatera yang telah menunjukkan pertumbuhan yang baik dari bentuk batang
(batang tunggal, lurus, bebas cabang tinggi), kecepatan tumbuh, kualitas kayu,
kemampuan bertunas, dan ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit.
Tanaman E. pellita pada umur 4.5 tahun dapat mencapai tinggi lebih dari 19 m
dengan diameter lebih dari 14 cm, sedangkan pada umur 6 tahun tinggi lebih dari
20 m dan diameter lebih dari 16 cm. Hasil analisis kayu rata-rata menunjukkan
nilai berat jenis kayu sebesar 0.55-0.68 g cm-3 dan panjang serat 0.75-1.08 mm
(Leksono 2001). Hasil penelitian Alrasyid (1984) menyatakan bahwa riap volume
rata-rata ± 30-40 m3 ha-1tahun-1.
Terdapat kesalahan persepsi dari para praktisi perusahaan HTI dimana
tanaman HTI seperti E. pellita merupakan jenis yang tidak membutuhkan
persyaratan tempat tumbuh atau tanah yang subur. Sementara hasil-hasil
penelitian menunjukkan ada korelasi pertumbuhan tanaman E. pellita dengan
2
pemupukan dan sifat tanah (Goncalves et al. 2004; Whitehead dan Beadle 2004;
Bristow et al. 2005; Bristow et al. 2006; Graciano et al. 2006; Pinheiro dan Anjos
2010). Pemahaman tersebut menyebabkan pertumbuhan E. pellita pada HTI tidak
optimal disertai dengan tingkat produktivitas (volume kayu) yang rendah. Hal ini
karena adanya keterkaitan yang erat antara karakteristik lahan dengan produksi
tanaman. Kondisi tersebut mendorong perlunya membuat model hubungan antara
karakteristik lahan dengan produksi tanaman serta mengembangkan kriteria
kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita agar dapat menciptakan hutan secara
lestari.
Perumusan Masalah
Para praktisi perusahaan HTI menganggap bahwa E. pellita merupakan jenis
tanaman yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tempat
tumbuh. Namun, pemahaman pemanfaatan lahan yang kurang subur selama ini
tidak didasari dengan pengetahuan tentang ketersediaan lahan yang cocok dan
pengelolaan yang dilakukan tidak memperhatikan karakteristik lahan setiap lokasi,
sehingga menjadi suatu permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan
tanaman ini di Indonesia, khususnya di PT. Arara Abadi, Riau. Produktivitas
tanaman E. pellita merupakan interaksi antara karakteristik lahan dengan
persyaratan tumbuh tanaman untuk menghasilkan produksi yang optimal. Oleh
karena itu, terlebih dahulu diperlukan adanya evaluasi kesesuaian lahan.
Kriteria-kriteria kesesuaian lahan yang ada pada umumnya masih
berdasarkan perkiraan sifat lahan secara relatif dan belum dikaitkan dengan
perkiraan produksi yang diperoleh. Untuk memperoleh potensi produksi yang
ingin dicapai, maka kriteria kesesuaian lahan harus dibangun dengan pendekatan
produksi tanaman E. pellita. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan
suatu kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita yang dikaitkan dengan
produksi, sehingga dapat diketahui faktor-faktor karakteristik lahan yang
menentukan produksi tanaman.
Tujuan Penelitian
1. Membuat model hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman E.
pellita.
2. Menentukan kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi tanaman E.
pellita.
3. Menyusun kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita yang
dihubungkan dengan produksi tanaman.
Manfaat Penelitian
1. Kriteria kesesuaian lahan dan mengetahui faktor pembatas yang menentukan
produksi tanaman.
2. Kontribusi karakteristik lahan terhadap peningkatan produksi tanaman.
3. Standar produksi yang didasarkan pada karakteristik lahan.
3
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini berasal dari pemikiran bahwa E. pellita merupakan salah satu
jenis tanaman yang banyak dikembangkan untuk HTI dan mempunyai potensi
yang tinggi dalam program industri pulp di PT. Arara Abadi, Riau. Saat ini HTI
tersebut belum memiliki kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita yang
dihubungkan dengan produksi tanaman. Oleh karena itu, penelitian ini ingin
mencoba membangun kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita yang
dikaitkan dengan produksi tanaman, agar memperoleh gambaran produksi yang
diharapkan. Bagan kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.
Pengumpulan data sekunder
Aspek biofisik dan lingkungan
- Kualitas lahan
- Fisiografi
Model hubungan karakteristik
lahan dengan produksi
(Analisis Regresi Berganda)
Aspek tanaman
- volume kayu
Kontribusi karakteristik lahan
terhadap kelas produksi
(Analisis Diskriminan)
Pengambilan data primer:
karakteristik lahan dan produksi
tanaman
Penyusunan kriteria
kesesuaian lahan
(Boundary Line Method)
-
Kriteria Kesesuaian Lahan
Eucalyptus pellita
Validasi
Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Sekilas Tentang Tanaman Eucalyptus pellita
Jenis Eucalyptus pellita (E. pellita) yang termasuk famili Myrtaceae adalah
salah satu jenis prioritas untuk Hutan Tanaman Industri (HTI) karena sifatnya
yang mudah menyesuaikan diri dan kayunya dapat digunakan untuk bahan baku
pulp. Ada lebih dari 700 varietas pohon Eucalyptus, sebagian besar berasal dari
Australia. Sebuah pohon yang baik secara komersial harus mencakup
pertumbuhan yang cepat, batang lurus dengan percabangan terbatas, dan kualitas
kayu yang layak untuk penggunaan tertentu. Spesies tanaman juga harus toleran
terhadap berbagai kondisi tanah dan lokasi, dan tahan terhadap hama dan penyakit.
E. pellita memenuhi semua kriteria tersebut karena telah terbukti sangat baik
untuk upaya reboisasi di tempat-tempat dengan curah hujan tinggi, musim kering
yang berbeda dan kondisi tanah yang buruk (Dombro 2010). Hasil penelitian
Suprapti dan Krisdianto (2006) menunjukkan bahwa kayu Acacia aulacocarpa
dan E. pellita termasuk kelompok kayu agak tahan dan kayu Acacia
auriculiformis dan Acacia crassicarpa termasuk kelompok kayu tidak tahan
terhadap jamur perusak kayu. Hardiyanto (2003) juga menyebutkan bahwa
tanaman E. pellita lebih resisten terhadap penyakit daun dibandingkan dengan
spesies Eucalyptus yang lain yang tumbuh di daerah tropis.
Menurut Hopewell et al. (2008) E. pellita tumbuh secara alami di Australia
yang tersebar di sepanjang pantai dari selatan New South Wales utara ke
Gladstone dan dari utara Townsville ke Semenanjung Cape York, Papua Nugini
dan Indonesia (Papua) yaitu pada ketinggian tempat hingga di atas 800 m dari
permukaan laut dengan curah hujan 900-2,400 mm tahun-1 dan iklim kering yang
jelas. E. pellita siap dipanen setelah 8 tahun (ketika pohon mencapai 35 m
tingginya) untuk industri pulp dan kertas dan setelah 10 tahun untuk industri kayu.
E. pellita mempunyai batang bulat lurus, tidak berbanir, kurang bercabang
dan tingginya dapat mencapai lebih dari 47 m dengan diameter 2 m. Kayu
gubalnya berwarna coklat kemerah-merahan sampai coklat merah, mudah dibelah,
sedikit bergetah, kulitnya sangat kuat dan sedikit berserat. Tajuk tanaman
menyerupai kerucut sampai lonjong. Pada waktu muda tanaman mempunyai daun
majemuk ganda dan setelah dewasa muncul daun semu tunggal. Lebar daun
bagian tengah antara 4 - 10 cm dengan panjang antara 10 - 26 cm (Khaerudin
1994; FAO 1979).
Menurut Alrasyid (1984) tanaman E. pellita cocok digunakan sebagai bahan
baku pulp dan rayon karena mempunyai karakteristik cepat tumbuh dengan riap
volume rata-rata ± 30-40 m3ha-1tahun-1. Apabila dikelola dengan baik dapat
memiliki tingkat produksi lebih dari 50 atau bahkan 60 m3ha-1tahun-1 (Dombro
2010).
E. pellita dapat tumbuh pada berbagai macam tanah seperti Spodosol,
Ultisol dengan tekstur lempung berpasir dengan banyak variasi dari batuan pasir,
granitis, basaltis, konglomerat, batu kapur dan sedimen. Tanaman ini juga cocok
tumbuh pada tanah Alluvial dataran rendah dan pasang surut. E. pellita tumbuh
pada tempat dengan ketinggian antara 0-1000 mdpl dengan tipe curah hujan A dan
5
B (Schmidt dan Ferguson), curah hujan rata-rata tahunan di atas 2000 mm
(Herawatiningsih 2001).
Hutan Tanaman Industri
m3
Hutan tanaman industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan
tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan
untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan
silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan.
Pada awalnya pasokan bahan baku industri pulp seluruhnya berasal dari hutan
alam. Seiring dengan dimulainya pembangunan hutan tanaman yang tujuan
awalnya untuk merehabilitasi kawasan hutan yang kritis, peran hutan tanaman
kemudian diarahkan sebagai pemasok bahan baku industri kehutanan untuk
menggantikan peran hutan alam. Perlunya pembangunan HTI dikarenakan adanya
kecenderungan penurunan kualitas hutan alam dan penurunan produksi kayu dari
hutan alam karena belum berhasilnya rehabilitasi areal bekas tebangan hutan alam,
penebangan liar, perladangan berpindah, dan kebakaran hutan.
(m3)
(m3)
Gambar 2 Perbandingan pasokan bahan baku dari HTI dan hutan alam untuk
industri pulp di Indonesia
Gambar 2 terlihat bahwa trend penggunaan bahan baku dari hutan alam
semakin menurun sepanjang 2003-2008 dari 81 % di tahun 2003 menurun
menjadi 23 % di tahun 2008 atau rata-rata 54 % per tahun (IWGFF 2010).
Pengelolaan HTI yang produktivitasnya dapat diterima secara ekonomis
hanya dapat dilakukan secara berkelanjutan di lahan-lahan yang memiliki kondisi
iklim dan tanah yang sesuai. Produktivitas hutan tanaman tergantung sepenuhnya
pada kualitas lahan. Pada dasarnya pembangunan HTI membutuhkan investasi
awal yang tinggi, maka pemilihan lahan harus dilakukan dengan cermat.
Pembangunan HTI berkembang dengan cepat di negara-negara beriklim
tropis. Hal ini dikarenakan pasokan kayu dari hutan alam semakin menurun
sehingga mendorong pembangunan HTI untuk program industri pengolahan kayu
6
khususnya pulp dan kertas. Pengelolaan jenis tanaman cepat tumbuh dengan baik
dapat memberikan produktivitas yang tinggi sehingga HTI mempunyai peranan
yang penting di dalam sektor kehutanan di daerah tropis (Mackensen 2000).
Evaluasi Kesesuaian Lahan
Penilaian kesesuaian lahan adalah bagian evaluasi lahan, berupa proses
penilaian potensi atau kelas kesesuaian lahan untuk tujuan penggunaan lahan
tertentu. Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan
persyaratan yang diperlukan untuk tipe penggunaan lahan yang diterapkan dengan
karakteristik atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan
(FAO 1976).
Karakteristik lahan didefinisikan sebagai suatu atribut lahan yang dapat
diukur dan diduga secara langsung yang berhubungan dengan penggunaan lahan,
misalnya iklim, drainase, lereng, sifat fisik tanah terdiri dari tekstur, batuan, dan
kedalaman efektif, dan karakteristik kesuburan tanah yaitu KTK, pH, N-total, Ptersedia, dan K-tersedia. Kualitas lahan adalah sifat lahan yang berpengaruh
langsung terhadap penggunaan lahan di suatu wilayah, diantaranya rejim
temperatur, ketersediaan air, kondisi perakaran, retensi hara, ketersediaan hara,
dan terrain. Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di
lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan
(FAO 1976). Kualitas lahan dapat berperan positif dan negatif terhadap
penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berpengaruh
positif sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya kualitas lahan
yang bersifat negatif bersifat merugikan, sehingga menjadi faktor penghambat
atau pembatas bagi suatu penggunaan lahan tertentu. Setiap kualitas lahan dapat
berpengaruh terhadap satu atau lebih jenis penggunaan lahan.
Pemilihan kualitas dan karakteristik lahan yang dibutuhkan untuk tujuan
evaluasi lahan yang lebih spesifik untuk komoditas tertentu perlu dipilih
kualitas/karakteristik lahan yang relevan dengan tujuan evaluasi dan ketersediaan
data di suatu wilayah. FAO (1983) secara umum telah menginventarisasi sejumlah
25 kualitas lahan beserta karakteristik lahannya.
FAO (1976) memperkenalkan sistem klasifikasi kesesuaian lahan untuk
jenis penggunaan lahan yang spesifik. Dalam sistem ini, klasifikasi kesesuaian
lahan dibagi ke dalam ordo sesuai (S) dan tidak sesuai (N). Ordo S dibagi lagi
menjadi sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marjinal (S3). Sistem
tersebut banyak dikembangkan di Indonesia, khususnya sektor pertanian dan
kehutanan.
Berbagai sistem evaluasi lahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan
yang berbeda seperti sistem perkalian parameter, sistem penjumlahan parameter
dan sistem pencocokan (matching) antara kualitas lahan dan karakteristik lahan
dengan persyaratan tumbuh tanaman (Ritung et al. 2007). Dengan demikian,
semua pendekatan tersebut memerlukan sebuah kriteria yang akurat agar dapat
mengklasifikasikan karakteristik lahan dalam mendukung pertumbuhan dan
produktivitas tanaman.
Hasil evaluasi kesesuaian lahan dapat digunakan sebagai dasar perencanaan
penggunaan tanah yang rasional secara optimal dan lestari. Penggunaaan lahan
7
yang tidak sesuai dengan kemampuannya selain dapat menimbulkan terjadinya
kerusakan lahan dan lingkungannya, juga dapat menimbulkan masalah
kemiskinan, dan masalah-masalah ekonomi lainnya (Hardjowigeno dan
Widiatmaka 2007).
Kriteria kesesuaian lahan disusun berdasarkan tujuan evaluasi dan
persyaratan penggunaan lahan dari suatu tipe penggunaan lahan tertentu yang
dihubungkan dengan kualitas lahan. Kriteria kesesuaian lahan digunakan untuk
menilai atau memprediksi potensi atau kelas kesesuaian lahan dari wilayah yang
bersangkutan. Setiap tipe penggunaan lahan memerlukan persyaratan penggunaan
lahan yang berbeda untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal. Kriteria
kesesuaian lahan yang ada masih bersifat umum dan disusun berdasarkan
pengalaman empiris yang belum dikorelasikan dengan produksi tanamannya. Hal
ini diperlukan agar dapat memberikan gambaran potensi produksi yang akan
dicapai bila pengembangan dilakukan. Berlakunya kriteria kesesuaian lahan, harus
dilanjutkan dengan validasi untuk melakukan generalisasi penggunaan kriteria.
Setelah sebuah kriteria kesesuaian lahan sudah diyakini validasinya, maka kriteria
tersebut dapat diterapkan.
Metode Boundary Line dalam Pengembangan Kriteria Kesesuaian Lahan
Metode boundary line merupakan salah satu metode untuk menentukan
produktivitas suatu komoditas. Tahap pertama untuk melakukan evaluasi
menggunakan metode Boundary line ini adalah pembuatan sebuah nilai standar
atau norm. Satu set data yang menggambarkan hubungan antara produksi dengan
kadar hara atau karakteristik lahan diplot ke dalam diagram sebar (Walworth et al.
1986) seperti pada Gambar 3.
Kelompok produksi tinggi merupakan cerminan dari kondisi yang optimal,
yang faktor pembatasnya sudah banyak berkurang dibanding pada kelompok
produksi rendah. Pembagian kelompok produksi tinggi dan rendah dibatasi oleh
suatu sekat produksi.
Gambar 3 Diagram sebar (scatter diagram) hubungan antara produksi dan
kadar hara
8
Berdasarkan gambar tersebut semakin tinggi produksi, sebaran kadar hara
semakin menyempit. Dengan kata lain semakin tinggi kadar hara, produksi
semakin tinggi sampai tingkat tertentu, kemudian produksi turun kembali dengan
semakin tingginya kadar hara. Penggambaran seperti ini sangat bermanfaat dalam
mendiagnosis kemungkinan perolehan produksi maksimum yang konsisten
dengan nilai apapun dari faktor pertumbuhan yang dapat ditentukan (Walworth et
al. 1986).
Tingkat produksi yang rendah pada diagram tersebut di atas, tidak saja
dipengaruhi oleh kadar hara yang sedang dievaluasi tetapi oleh sejumlah n faktor
pembatas (Sumner dan Farina 1986) seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4.
Apabila salah satu faktor pembatas dikoreksi, maka produksi akan naik. Akan
tetapi, masih tetap dipengaruhi oleh sejumlah n-1 faktor pembatas. Semakin
banyak faktor pembatas yang dikoreksi, produksi semakin meningkat. Sementara
itu, kedua garis batas tetap terbuka hingga mencapai potensi produksi. Hal ini
mirip dengan berlakunya hukum minimum J.V. Liebig. Dengan demikian, garis
paling atas akan merepresentasikan batas pada kondisi produksi aktual yang
dibatasi oleh variabel yang diplot pada absis.
Gambar 4
Kaitan produksi dan kadar hara yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor pembatas
Puncak (peak) observasi menunjukkan nilai optimal bagi kombinasi
produksi dengan faktor yang diplot pada absis. Sebaliknya garis paling bawah
merepresentasikan respon produksi pada kondisi yang paling tidak optimal.
Perpotongan garis batas dengan sekat produksi kelas kesesuaian lahan dan
proyeksi titik potong tersebut pada sumbu x (karakteristik lahan) maka dapat
diperoleh kriteria kesesuaian lahan (Sutandi dan Barus 2007).
Pendekatan garis batas memiliki keunggulan dibandingkan pendekatan lain
yang memiliki bias yang cukup besar pada produksi tinggi. Data produksi
tanaman yang tersedia harus dihubungkan dengan karakteristik lain, khususnya
kondisi lingkungan tumbuh. Mengingat bahwa kawasan HTI memiliki variasi
dalam tanah dan pengelolaan lahan. (Poovarodom and Chatupote 2002).
9
3 METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini berlangsung selama 5 bulan mulai dari Desember 2012 sampai
dengan April 2013, meliputi pengumpulan data sekunder yang berasal dari 5
distrik yaitu Rasau Kuning, Sorek, Malako, Nilo, dan Duri I di PT. Arara Abadi,
Riau, dan pengambilan data primer di 4 distrik yaitu Gelombang, Rasau Kuning,
Tapung, dan Duri II di PT. Arara Abadi, Riau. Analisis tanah dilakukan di
Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian IPB.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan pendukung penelitian terdiri atas sampel tanah di lokasi
penelitian (Distrik Gelombang, Rasau Kuning, Tapung, dan Duri II), dan datadata sekunder berupa data karakteristik lahan dan produksi tanaman E. pellita.
Tanah di lokasi yang diamati pada penelitian ini ditanami oleh tanaman E. pellita
klon EP 05 dan EP 077.
Peralatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1)
peralatan untuk validasi di lapangan yaitu bor tanah, buku Munsell Soil Color
Chart, GPS (Global Positioning System), meteran, alat pengukur diameter dan
tinggi tanaman, serta beberapa kelengkapan lainnya, dan (2) alat-alat untuk
keperluan analisis di laboratorium.
Seluruh data hasil pengamatan lapang, baik data parameter karakteristik
lahan maupun parameter pertumbuhan tanaman dicatat dalam formulir
pengamatan lapang. Analisis statistik menggunakan perangkat lunak SPSS versi
17.0. Penulisan dan pengolahan data-data primer dan sekunder menggunakan
software Microsoft Excel dan Microsoft Word.
Prosedur Penelitian
Pengumpulan data sekunder
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei eksplorasi. Jenis
data sekunder yang dikumpulkan berupa data karakteristik lahan, parameter
pertumbuhan dan produktivitas tanaman (volume kayu) (Tabel 1). Data-data
karakteristik lahan serta produksi tanaman digunakan untuk penyusunan model
hubungan karakteristik lahan dengan produksi serta penyusunan kriteria
kesesuaian lahan berdasarkan produksi tanaman. Data diambil pada contoh
tanah/lahan dan tanaman yang mempunyai karakteristik dan tingkatan produksi
yang beragam, dari tingkat produksi yang paling tinggi sampai paling rendah.
10
Tabel 1 Data-data sekunder yang dikumpulkan
No.
1.
Data-Data Sekunder
Karakteristik Lahan
-
2.
Pertumbuhan dan
Produktivitas Tanaman
Parameter Data Sekunder
Tekstur
Kapasitas tukar kation (KTK)
tanah
Kejenuhan Al
N-total
P-tersedia
Kadar C-organik
pH tanah
Kejenuhan basa
Drainase
Lereng
Kedalaman efektif tanah
- Tinggi tanaman
- Diameter breast height (DBH)
- Volume kayu
Data-data sekunder tersebut berasal dari penelitian survey kerjasama antara
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB dengan PT. Arara Abadi,
Riau pada tahun 2011.
Pengumpulan data primer
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan sebagai berikut:
1). Distrik atau areal studi, dengan luasan 10,000 – 20,000 ha, dibagi menjadi
beberapa unit pengelolaan terkecil (UPT) atau blok dengan luasan yang
tergantung dari homogenitas lahan. Lahan homogen didasarkan pada:
- Lereng
- Sifat morfologi tanah atau jenis tanah
- Performance pertumbuhan atau produksi tanaman
Ketiga variabel tersebut dikelompokkan ke dalam UPT dengan variabilitas
serendah mungkin atau sehomogen mungkin.
2). Satu distrik terdapat beberapa blok atau petak dan paling sedikit satu blok
kemudian dipilih blok yang paling mewakili UPT atau blok paling tengah
dengan luasan 25 ha atau 50 ha.
3). Di dalam blok tersebut dipilih lokasi seluas 1000 m2 yang paling mewakili
sebagai lokasi pengamatan dan pengambilan sampel. Setiap lokasi
pengamatan diobservasi keragaan tanaman dan sifat-sifat tanah, jumlah
sampel tanaman yang diamati pada setiap lokasi pengamatan adalah 10
pohon dari luasan 1000 m2. Pengamatan dilakukan terhadap:
- Tinggi tanaman dan diameter batang tanaman
- Sifat morfologi tanah
11
4).
- Jumlah tanaman mati dalam 1000 m2
- Umur tanaman
Setelah diamati kemudian dilakukan pengambilan sampel tanah untuk
analisis tanah. Jumlah sampel tanah yang diambil dan diamati untuk validasi
dari keseluruhan distrik yaitu 10 sampel.
Analisis Tanah
Setiap satuan lahan pengamatan diambil sampel tanahnya pada kedalaman
lapisan 0-30 cm, untuk data kesuburan tanah. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah
yang dianalisis di laboratorium beserta metode analisisnya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Analisis laboratorium sifat fisik dan kimia tanah
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Sifat Tanah
Tekstur tanah
Kapasitas tukar kation
pH tanah
Kadar C-organik
N-total
P-tersedia
P-total
K-dd + basa-basa
Al-dd
Unsur mikro (Fe, Mn, Zn, Cu)
Metoda
Pipet
NH4OAc pH 7.0
H2O 1:2.5 dan KCl 1 N
Walkey and Black
Kjeldahl
Bray-1
HCl 25%
NH4OAc
Titrasi
HCl 0.05 N
Parameter pertumbuhan dan produktivitas tanaman
Parameter pertumbuhan dan produktivitas tanaman meliputi:
1. Tinggi tanaman (diukur langsung)
2. Diameter breast height (DBH) (diukur langsung)
3. Volume kayu (perhitungan) (PT. Arara Abadi, Riau)
Volume kayu E. pellita (EP 05) = 1667
(DBH2 x T)
x (% SR)
23163.87 + 149.03 x DBH
100
Volume kayu E. pellita (EP 077) = 1667
(DBH2 x T)
x (% SR)
24256.55 + 296.15 x DBH
100
Keterangan :
DBH : diameter batang setinggi dada
T
: tinggi tanaman
SR
: survival rate (100-% kematian)
100
12
Analisis Data
Data-data yang terkumpul dianalisis untuk pemodelan hubungan antara
karakteristik lahan dengan produksi tanaman, serta untuk penyusunan kriteria
kesesuaian lahan untuk budi daya tanaman E. pellita yang dihubungkan dengan
produksi tanaman.
Peneraan umur
Peneraan dilakukan karena sampel tanaman di lapang tidak sama umurnya
sehingga produksi (volume kayu) tanaman terlebih dahulu ditera dengan umur,
agar data produksi setiap sampel dapat dibandingkan satu sama lain (Rathfon dan
Burger 1991).
Sebelum melakukan peneraan, terlebih dahulu dicari persamaan korelasi
antara umur tanaman dan produksi tanaman. Persamaan korelasi yang diperoleh
kemudian menjadi dasar di dalam melakukan peneraan. Hal tersebut perlu
dilakukan agar satu sampel dengan lainnya tidak dipengaruhi oleh umur dan
hanya dipengaruhi oleh karakteristik lahan. Setelah itu, persamaan hubungan yang
harus dibangun dalam menera umur terhadap data-data produksi tanaman yang
diperoleh di lapangan adalah persamaan regresi. Persamaan tersebut dibangun dari
hubungan faktor umur sebagai variabel independen dengan volume kayu tanaman
sebagai variabel dependen.
Metode peneraan yang digunakan adalah sebagai berikut (Sutandi dan Barus
2007):
i
= f(t)
i= volume kayu dugaan berdasarkan umur
t = umur (bulan)
Yi teraan = Y + (Yi -
i)
Dimana:
Yi teraan = volume kayu teraan
Yi
= volume kayu aktual
= rataan umum
i
= volume kayu dugaan berdasarkan umur
Yi teraan
Produksi relatif =
x 100%
Y teraan maximum
Selanjutnya, yang dimaksud dengan produksi dalam bahasan penyusunan
kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita ini adalah produksi relatif.
13
Pemodelan hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman
Pemodelan hubungan karakteristik lahan dengan produksi (volume kayu)
tanaman teraan menggunakan analisis regresi berganda dengan metode stepwise.
Pemodelan ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara karakteristik lahan
dengan produksi tanaman. Selanjutnya, dari pemodelan tersebut diperoleh
variabel karakteristik lahan yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap
variabel produksi tanaman dengan melakukan penyeleksian atas variabel produksi
tanaman.
Kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi
Analisis diskriminan digunakan untuk melihat kontribusi karakteristik lahan
terhadap kelas produksi tanaman E. pellita yaitu produksi sangat baik, baik,
sedang, dan buruk. Analisis diskriminan ini menggunakan metode stepwise
(pendekatan bertahap). Pemilihan metode stepwise dimaksudkan untuk
mengeluarkan variabel-variabel karakteristik lahan yang terdeteksi saling kolinear
(multikoliearitas), sehingga diperoleh variabel-variabel karakteristik lahan yang
berkontribusi tinggi terhadap kelas produksi.
Penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman Eucalyptus pellita
Selang kesesuaian lahan dari kelas S1, S2, S3 dan N ditentukan batasnya
dengan metode garis batas (Boudary Line Method). Diagram sebar hubungan
antara produksi relatif dan karakteristik lahan dibungkus oleh garis batas terluar.
Garis tersebut berupa satu atau dua garis persamaan regresi linier sederhana
(simple regression) yang dibangun dari titik-titik terluar dari sebaran data
hubungan antara karakteristik lahan dengan produksi relatif. Pola garis batas
terluar yang dipilih adalah yang logis dan mempunyai koefisien determinan (R2)
tertinggi (Purnama et al. 2010).
Proyeksi titik potong antara persamaan garis batas (boundary lines) dengan
sekat produksi pada sumbu x (karakteristik lahan) merupakan kriteria kesesuaian
lahan. Sekat produksi yang digunakan untuk kelas S1 dan S2 mengacu terhadap
kriteria FAO (1986), yaitu lahan dengan kesesuaian S1 dengan tingkat produksi
sangat baik adalah >80% dari produksi maksimum dan kelas kesesuaian S2,
mempunyai tingkat produksi baik (60-80% dari produksi maksimum). Dalam
penelitian ini, kelas S3 dengan tingkat produksi sedang digunakan selang produksi
dari BEP (break even point) yaitu 29.5-60% dari produksi maksimum, sedangkan
untuk kelas N dengan tingkat produksi buruk yaitu lebih rendah dari BEP
(